• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Konformitas Teman Sebaya dengan Kemandirian Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Salatiga Tahun Pelajaran 2012/2013 T1 132009030 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Konformitas Teman Sebaya dengan Kemandirian Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Salatiga Tahun Pelajaran 2012/2013 T1 132009030 BAB II"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Kemandirian

2.1.1 Pengertian Kemandirian

Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

diperoleh melalui tahap-tahap perkembangan. Seseorang yang mandiri adalah

individu yang mampu membuat rencana-rencana untuk bertindak di masa

sekarang dan masa mendatang secara mandiri, tidak bergantung kepada orang tua

dan orang dewasa lainnya.

Seseorang yang mandiri adalah orang yang telah mencapai kemandirian

personal atau pribadi, mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau orang

dewasa lainnya, dan mencapai jaminan kemandirian ekonomi Havighurst (1972).

Kemandirian remaja dapat dilihat dalam hal kemandirian emosi dimana

remaja tidak lagi tergantung secara emosi dengan orang tua ataupun dengan orang

dewasa lainnya. Kemandirian ekonomi, dimana remaja mulai memilih pekerjaan

dan mempersiapkan diri untuk bekerja sehingga tidak tergantung secara ekonomi

pada orang tua. Kemandirian intelektual ditunjukkan dengan kemampuan

menggunakan keterampilan dan konsep-konsep dalam situasi praktis.

Kemandirian sosial ditunjukkan dengan kemampuan mengadakan interaksi

dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dengan orang lain

(2)

11

Untuk mencapai kemandirian remaja harus diberi dukungan secara

emosional yang mendasar dan dukungan atau dorongan dari keluarga serta

lingkuan sekitarnya, agar dapat mencapai kemandirian atas dirinya sendiri

(Havighurst, 1972).

2.1.2 Perkembangan Kemandirian

Menurut Havighurst (1972) kemandirian berkembang pada setiap masa

perkembangan seiring pertambahan usia dan pertambahan kemampuan.

Perkembangan kemandirian tersebut diidentifikasikan pada usia 0 – 2 tahun; usia

2 – 6 tahun; usia 6 – 12 tahun; usia 12 – 15 tahun dan pada usia 15 – 18 tahun.

a. Usia 0 sampai 2 tahun :

Sampai usia dua tahun, anak masih dalam tahap mengenal lingkungannya,

mengembangkan gerak-gerik fisik dan memulai proses berbicara. Pada tahap ini

anak masih sangat bergantung pada orang tua atau orang dewasa lainnya dalam

memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

b. Usia 2 sampai 6 tahun :

Pada masa ini anak mulai belajar untuk menjadi manusia sosial dan belajar

bergaul. Mereka mengembangkan otonominya seiring dengan bertambahnya

berbagai kemampuan dan keterampilan seperti keterampilan berlari, memegang,

melompat, memasang dan berkata-kata. Pada masa ini pula anak mulai dikenalkan

pada toilet training, yaitu melatih anak dalam buang air kecil atau air besar.

(3)

12

Pada masa ini anak belajar untuk menjalankan kehidupan sehari-harinya secara

mandiri dan bertanggung jawab. Pada masa ini anak belajar di jenjang sekolah

dasar. Beban pelajaran merupakan tuntutan agar anak belajar bertanggung jawab

dan mandiri.

d. Usia 12 sampai 15 tahun :

Pada usia ini anak menempuh pendidikan di tingkat menengah pertama (SMP).

Masa ini merupakan masa remaja awal di mana mereka sedang mengembangkan

jati diri dan melalui proses pencarian identitas diri. Sehubungan dengan itu pula

rasa tanggung jawab dan kemandirian mengalami proses pertumbuhan.

e. Usia 15 sampai 18 tahun

Pada usia ini anak sekolah di tingkat SMA. Mereka sedang mempersiapkan diri

menuju proses pendewasaan diri. Setelah melewati masa pendidikan dasar dan

menengahnya mereka akan melangkah menuju dunia Perguruan Tinggi atau

meniti karier, atau justru menikah. Pada masa ini mereka diharapkan dapat

membuat sendiri pilihan yang sesuai baginya tanpa tergantung pada orangtuanya.

Pada masa ini orangtua hanya perlu mengarahkan dan membimbing anak untuk

mempersiapkan diri dalam meniti perjalanan menuju masa depan.

2.1.3 Aspek-Aspek Kemandirian

Menurut Havighurst (1972) bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek.

Aspek-aspek tersebut adalah:

a. Aspek Intelektual, yang merujuk pada kemampuan berpikir, menalar,

(4)

13

usaha mengatasi masalah. Kemandirian intelektual ditunjukkan dengan

kemampuan menggunakan keterampilan dan konsep-konsep dalam situasi praktis.

b. Aspek Sosial, berkenaan dengan kemampuan untuk berani secara aktif

membina relasi sosial,namun tidak tergantung pada kehadiran orang lain di

sekitarnya. Pada tahap perkembangan remaja, para remaja mulai mendefinisikan

tujuan hidupnya secara realistik. Remaja memiliki persepsi yang semakin

berkembang mengenai masyarakat secara keseluruhan dan berupaya untuk

terintegrasi ke dalam masyarakat dan secara mandiri terlepas dari keluarganya

sendiri. Remaja mengembangkan kemampuan sosial untuk sampai pada

kemandirian. Pada periode ini remaja berusaha mencoba bertanggung jawab

sebagai orang dewasa.

c. Aspek Emosi, menunjukkan kemampuan individu untuk mengelola serta

mengendalikan emosi dan reaksinya, dengan tidak tergantung secara emosi

kepada orang tua. Untuk mencapai kemandirian emosional remaja menjadi

terbebas dari ketergantungan kekanak-kanakan pada orang tua, mengembangkan

rasa sayang kepada orang tua tanpa terlalu bergantung kepada mereka,

mengembangkan rasa hormat kepada orang dewasa tanpa terlalu bergantung

kepada mereka.

d. Aspek Ekonomi, menunjukkan kemandirian dalam hal mengatur ekonomi dan

kebutuhan-kebutuhan ekonomi. Remaja mulai memilih pekerjaan dan

mempersiapkan diri untuk bekerja sehingga tidak tergantung secara ekonomi pada

(5)

14

2.1.4 Kemandirian dalam Konsep Bimbingan dan Konseling

Perkembangan kemandirian pada remaja merupakan salah satu isu yang

sama penting dan menarik untuk dikaji secara serius dengan isu perkembangan

identitas. Pentingnya kajian secara serius terhadap isu perkembangan kemandirian

pada remaja didasarkan pada pertimbangan bahwa pencapaian kemandirian

remaja merupakan dasar untuk menjadi individu yang sempurna. Kemandirian

dapat mendasari individu dalam menentukan sikap, mengambil keputusan dengan

tepat, serta keajegan dalam menentukan dan melakukan prinsip-prinsip kebenaran

dan kebaikan. Gambaran pentingnya kemandirian dimiliki oleh remaja tampak

pada komitmen profesi bimbingan dan konseling yang menyatakan bahwa

bimbingan dan konseling yang diharapkan terjadi pada jalur pendidikan formal

adalah bimbingan dan konseling yang memandirikan (Ditjen PMPTK,

DEPDIKNAS. 2007).

Terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu

pendekatan yang berorientasi tradisional, remidial, klinis, dan terpusat pada guru

pembimbing atau konselor ke pendekatan yang berorientasi perkembangan dan

preventif. Pendekatan Bimbingan dan Konseling Perkembangan atau

Developmental Guidance and Counseling, atau Bimbingan dan Konseling

Komperhensif atau Comprehensive Guidance and Counseling. Pelayanan

bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan pada upaya pencapaian tugas

perkembangan, pengembangan potensi dan pengentasan maslah siswa.

Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang perlu dicapai

(6)

15

Standard Based Gidance and Counseling. Standar itu dirumuskan dalam Standar

Kompetensi Kemandirian yang melingkupi upaya mengembangkan dan

mewujudkan potensi diri siswa secara penuh dalam aspek pribadi, sosial, belajar,

dan karier serta upaya memfasilitasi perkembangan potensi siswa, yang meliputi

aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier serta dipadukan dengan pengembangan

pribadi siswa sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis,

psikis, sosial, dan spiritual) (Ditjen PMPTK, DEPDIKNAS. 2007).

2.1.5 Kemandirian Sebagai Tujuan dan Wilayah Studi Bimbingan Konseling Sebagai upaya pedagogis tujuan bimbingan dan konseling harus sejalan

dengan tujuan pendidikan. Bimbingan dan Konseling sama dengan pendidikan,

tidak akan lepas dari pembicaraan tentang hakikat manusia. Keberadaan

bimbingan terintegrasi dengan pendidikan mengandung arti bahwa upaya

bimbingan dan pendidikan terarah kepada tujuan yang sama, yakni membantu

manusia mencapai kemandirian, membantu manusia agar mampu menolong diri

sendiri (Kartadinata, 2011).

Kaitan bimbingan dan konseling dengan kemandirian ialah bahwa

kemandirian mengandung segi-segi kehidupan normatif, kesadaran akan sistem

nilai dan budaya, tanggung jawab, kemampuan bertindak etis dan religius atas

dasar pemahaman yang bermakna. Dalam menghampiri masalah kemandirian,

tujuan bimbingan yang bersifat “pengembangan” lebih penting daripada tujuan

terapeutik atau klinis. Ini bertolak dari asumsi bahwa kemandirian tumbuh dalam

(7)

16

dengan budaya atau lingkunganya. Pandangan ini melihat bahwa perkembangan

adalah proses perubahan yang berpola dan bergerak ke arah perilaku yang

dikehendaki oleh individu maupun masyarakat dalam sistem nilai tertentu. Fungsi

bimbingan dan konseling didalam pemikiran ini ialah menciptakan kemudahan

bagi terjadinya perkembangan kepribadian individu secara normal. Hasil

bimbingan dapat dinyatakan dalam bentuk penguasaan tugas-tugas perkembangan

atau peningkatan perkembangan dari tingkat satu ke tingkat berikut yang lebih

tinggi. Bertolak dari asumsi yang mengatakan bahwa kemandirian merupakan

tingkat perkembangan dinamika kepribadian individu, maka cukup alasan jika

kemandirian menjadi wilayah studi dan bahkan sebagai tujuan bimbingan dan

konseling (Kartadinata, 2011).

Bimbingan dan konseling bertugas mengembangkan atau menyiapkan

lingkungan yang mampu memperkaya kehidupan kemandirian individu dalam

hubungannya dengan kehidupan orang lain dan dunianya. Esensi tujuan

bimbingan dan konseling adalah memandirikan individu; kemandirian adalah

tujuan bimbingan dan konseling. Kemandirian yang sehat akan tumbuh melalui

interaksi yang sehat antara inividu yang sedang berkembang dengan lingkungan

dan budaya yang sehat pula. Disinilah letak esensi upaya pedagogis dalam proses

bimbingan dan konseling. Dalam konteks pengembangan kemandirian, tujuan

bimbingan dan konseling tidak sebatas sebagai proses pemecahan masalah yang

hanya bersifat kekinian, melainkan terarah kepada penyiapan individu untuk dapat

menghadapi persoalan-persoalan masa depan dan menjalani kehidupan sebagai

(8)

17

Bimbingan dan konseling bertugas memfasilitasi individu menguasai perilaku

jangka panjang yang diperlukan didalam kehidupannya, dalam mengambil

keputusan sosial-pribadi, pendidikan, dan karier (Kartadinata, 2011).

2.1.6 Cara Mengukur Kemandirian

Terdapat beberapa cara mengukur kemandirian, antara lain dengan

menggunakan metode wawancara, observasi dan juga skala sikap. Pada penelitian

ini kemandirian siswa diukur dengan menggunakan skala kemandirian yang

disusun oleh Kurtines (1978) yang didasarkan atas aspek-aspek kemandirian dari

Hurvighurs (1972) yaitu aspek intelektual, aspek sosial, aspek emosi, dan aspek

ekonomi.

2.2 Konformitas Teman Sebaya

2.2.1 Pengertian Konformitas Teman Sebaya

Konformitas adalah seseorang yang menampilkan perilaku tertentu karena

setiap orang lain menampilkan perilaku tersebut. Konformitas dapat timbul ketika

seseorang berinteraksi dengan orang lain. Seseorang melakukan konformitas,

disebabkan adanya ketakutan untuk tidak diterima oleh kelompok, menghindari

celaan, dan ketakutan dianggap menyimpang (Sears, dkk 1999).

Sears, dkk (1999) menjelaskan orang-orang benar-benar menyesuaikan

diri meskipun melakukannya dan menentang persepsinya sendiri. Mereka tidak

selalu mau menerima apa yang dikatakan orang lain, seringkali mereka tetap

(9)

18

memberikan jawaban secara terbuka, mereka memberikan jawaban keliru yang

sama dengan jawaban yang diberikan orang lain. Inilah yang disebut dengan

konformitas.

Ada dua akibat yang dapat ditimbulkan karena perilaku konformitas yaitu

baik dan buruk. Menurut Sears, dkk (1999) konformitas cenderung berkonotasi

negatif. Konformitas bergantung pada adanya orang yang selalu memperingatkan

timbulnya keyakinan dan kebiasaan yang bertentangan diantara orang-orang

disekitar. Kepatuhan terhadap otoritas akan sangat berhasil apabila pihak otoritas

tersebut hampir hadir secara fisik. Ganjaran atau hukuman akan berfungsi dengan

sangat baik bila ada orang yang senantiasa hadir untuk memberikan ganjaran.

Dengan adanya ganjaran ataupun ancaman seseorang akan melakukan apa saja

demi diakui oleh orang lain sebagai orang yang tidak menyimpang.

Menurut Sears, dkk (1999) didalam melakukan tindakan yang sama dengan

orang lain, seseorang akan dinilai bahwa perilakunya sesuai atau tidak sesuai

dengan lingkungan orang tersebut berada. Penilaian perilaku konformitas positif

dapat dilihat dari perilaku yang ditampilkan oleh seseorang karena orang lain juga

menampilkan perilaku tersebut dan dinilai positif dilingkungan orang tersebut

berada. Sedangkan penilaian konformitas negatif dapat dilihat dari perilaku yang

ditampilkan oleh seseorang karena orang lain juga menampilkan perilaku tersebut

(10)

19

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Konformitas Teman Sebaya

Menurut Sears dkk (1999) ada beberapa faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi konformitas, yaitu :

a. Pengaruh informasi

Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Seringkali orang lain

mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya, dengan melakukan apa yang orang

lain lakukan akan memperoleh manfaat dari pengetahuan orang lain. Oleh karena

itu, tingkat konformitas yang didasarkan pada informasi yang dimiliki orang lain

tentang apa yang benar dan sejauh mana mutu informasi yang dimiliki orang lain

tentang apa yang benar dan sejauh mana kepercayaan diri terhadap penilaian diri

sendiri.

b. Kepercayaan terhadap kelompok

Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan kemudian

menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Individu

ingin memberikan informasi yang tepat, oleh karena itu semakin besar

kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar,

maka individu akan mengikuti apa pun yang dilakukan kelompok tanpa

memperdulikan pendapatnya sendiri. Demikian pula, bila kelompok mempunyai

informasi penting yang belum dimiliki individu konformitas akan semakin

meningkat.

(11)

20

Sesuatu yang meningkatkan kepercayaan individu terhadap penilaiannya sendiri

akan menurunkan konformitas. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa

percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada

kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi, selain itu tingkat

kesulitan penilaian yang dibuat juga dapat mempengaruhi keyakinan individu

terhadap kemampuannya. Dimana semakin sulit penilaian tersebut, semakin

rendah rasa percaya yang dimiliki.

d. Rasa takut terhadap celaan sosial dan penyimpangan

Alasan seseorang melakukan konformitas salah satunya adalah demi memperoleh

persetujuan atau menghindari celaan kelompok. Seseorang tidak mau dilihat

sebagai orang lain dari yang lain, seseorang ingin agar kelompok tempatnya

berada menyukainnya, memperlakukannya dengan baik dan bersedia menerima

dirinya. Seseorang khawatir akan berselisih paham tentang sesuatu dengan

anggota kelompok lain, maka kelompok tidak akan menyukainya dan

menganggapnya sebagai orang yang tidak ada. Artinya seseorang cenderung

menyesuaikan diri untuk menghindari dari akibat-akibat semacam itu.

2.2.3 Meningkatkan dan Menurunkan Konformitas Teman Sebaya

2.2.3.1 Meningkatkan Konformitas Teman Sebaya

Menurut Sears, dkk (1999) konformitas dapat ditingkatkan melalui berbagai cara

(12)

21

a. Memberikan informasi penting yang belum dimiliki individu. Dengan

memberikan informasi baru dapat meningkatkan tingkat kepercayaan individu dan

penghargaan individu terhadap kelompok.

b. Meningkatkan kekompakan agar kekekompakan semakin tinggi. Apabila orang

merasa dekat dengan anggota kelompok yang lain, akan semakin menyenangkan

bagi mereka untuk mengakui. Semakin besar rasa suka anggota yang satu

terhadap anggota lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari

keanggotaan kelompok, serta semakin besar kesetian mereka, akan semakin

kompak kelompok itu.

c. Melakukan sesuatu yang berharga . Kelompok yang beranggapan bahwa

tugasnya penting atau berharga akan menghasilkan tingkat konformitas yang lebih

besar dibandingkan dengan kelompok yang memandang suatu tugas sebagai suatu

yang tidak penting atau tidak berharga.

d. Meningkatkan ukuran kelompok. Semakin besar ukuran kelompok, semakin

besar kemungkinan orang lain akan ikut atau bergabung dalam suatu kelompok.

2.2.3.2 Menurunkan Konformitas Teman Sebaya

Menurut Sears, dkk (1999) ada beberapa cara untuk menurunkan konformitas

yaitu :

a. Meningkatkan kepercayaan individu terhadap penilaiannya sendiri akan

menurunkan konformitas karena kemudian kelompok bukan merupakan sumber

(13)

22

percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada

kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi.

b. Membuat seseorang merasa lebih menguasai suatu persoalan. Orang yang lebih

menguasai suatu persoalan akan lebih ahli dalam menyelesaikan suatu

persoalannya, sehingga kekompakan dan kepercayaan terhadap kelompok akan

menurun.

c. Mengurangi kesepakatan dalam kelompok. Bila kelompok tidak bersatu, akan

tampak adanya penurunan tingkat konformitas. Bahkan bila satu orang saja tidak

sependapat dengan anggota lain dalam kelompok, tingkat konformitas akan turun

sekitar seperempat dari tingkat umumnya.

d. Konformitas dapat menurun bila adanya anggota kelompok yang menyimpang.

Penyimpangan dalam kelompok dapat terjadi karena adanya perbedaan antara

anggota satu dengan anggota lain.

2.2.4 Aspek-Aspek Konformitas Teman Sebaya

Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya

ciri-ciri yang khas. Sears, dkk (1999) mengemukakan secara eksplisit bahwa

konformitas ditandai dengan adanya tiga hal sebagai berikut:

1. Kekompakan

Kekompakan adalah jumlah total kekuatan yang menyebabkan orang tertarik pada

suatu kelompok dan yang membuat mereka ingin tetap menjadi anggota suatu

kelompok. Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik

(14)

23

kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan

memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang

satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh

manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka

akan semakin kompak kelompok tersebut.

a. Penyesuaian diri terhadap kelompok teman sebaya

Kekompakan yang tinggi menimbulkan tingkat konformitas yang semakin

inggi. Alasan utamanya adalah bahwa orang merasa dekat dengan anggota

kelompok lain, akan semakin menyenangkan bagi kelompok untuk mengakui

seseorang, dan semakin menyakitkan bila kelompok mencela seseorang.

Kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan semakin besar bila seseorang

mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah kelompok

tertentu.

b. Perhatian terhadap kelompok teman sebaya

Peningkatan koformitas terjadi karena anggotanya enggan disebut sebagai

orang yang menyimpang. Seperti yang telah diketahui, penyimpangan

menimbulkan resiko ditolak. Orang yang terlalu sering menyimpang pada

saat-saat yang penting diperlukan, tidak menyenangkan, dan bahkan bisa

dikeluarkan dari kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang dalam

kelompok semakin serius tingkat rasa takutnya terhadap penolakan, dan

semakin kecil kemungkinan untuk tidak meyetujui kelompok.

(15)

24

Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga

remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok.

a. Kepercayaan terhadap kelompok teman sebaya

Penurunan melakukan konformitas yang drastis karena hancurnya kesepakatan

disebabkan oleh faktor kepercayaan. Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas

akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun orang yang berbeda

pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain yang

membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah tidak mempunyai kepercayaan

terhadap pendapat kelompok, maka hal ini dapat mengurangi ketergantungan

individu terhadap kelompok sebagai sebuah kesepakatan.

b. Persamaan/keterikatan pendapat terhadap kelompok teman sebaya

Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat dengan

anggota kelompok yang lain maka konformitas akan turun. Kehadiran orang

yang tidak sependapat tersebut menunjukkan terjadinya perbedaan yang dapat

berakibat pada berkurangnya kesepakatan kelompok. Jadi dengan persamaan

pendapat antar anggota kelompok maka konformitas akan semakin tinggi.

c. Penyimpangan terhadap pendapat kelompok teman sebaya

Bila orang mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain seseorang

akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang menyimpang, baik dalam

pandangannya sendiri maupun dalam pandangan orang lain. Bila orang lain

mempunyai pendapat yang berbeda, seseorang tidak akan dianggap

(16)

25

menyimpang akan menyebabkan penurunan kesepakatan merupakan aspek

penting dalam melakukan konformitas.

3. Ketaatan

Ketaatan merupakan suatu tindakan kerena seseorang diminta oleh orang lain

meskipun tidak ingin melakukannya. Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada

remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak

menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga.

a. Tekanan karena ganjaran, ancaman, atau hukuman

Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan meningkatkan

tekanan terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan

melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan menimbulkan ketaatan

yang semakin besar. Semua itu merupakan insentif pokok untuk mengubah

perilaku seseorang.

b. Harapan orang lain

Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang lain

tersebut mengharapkannya. Dan ini akan mudah dilihat bila permintaan

diajukan secara langsung. Gejala ini sangat mudah dilihat bila permintaan

diajukan secara langsung. Harapan-harapan orang lain dapat menimbulkan

ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk

memaksimalkan ketaatan adalah dengan menempatkan individu dalam situasi

yang terkendali, dimana segala sesuatunya diatur sedemikian rupa sehingga

(17)

26

2.2.5 Cara Mengukur Konformitas Teman Sebaya

Pada penelitian ini konformitas diukur dengan skala konformitas teman

sebaya yang disusun oleh Jennifer L. Hernandez (1999) yang didasarkan

aspek-aspek konformitas teman sebaya dari Sears, dkk (1999) yaitu aspek-aspek kekompakan,

aspek kesepakatan, dan aspek ketaatan.

2.3 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian Hurlock (1999), menemukan bahwa teman-teman sebaya juga turut

mempengaruhi kemandirian seseorang, dimana seseorang yang terlalu conform

akan sulit untuk mengembangkan kemandiriannya.

Hasil penelitian dari Ariyanti (2007) berjudul hubungan antara konformitas

kelompok sebaya terhadap kemandirian dalam pengambilan keputusan pada

siswa SMA 17 Agustus 1945 Semarang. Hasil penelitian menunjukkan ada

hubungan yang signifikan dengan arah negatif antara konformitas kelompok

sebaya dengan kemandirian. Hasil analisis korelasi menunjukkan rxy= -0,296

dengan p=0,000 (p<0,05).

Hasil penelitian dari Setyaningrum (2007) yang berjudul hubungan antara

konformitas dengan kemandirian dalam pengambilan keputusan pada Mahasiswa.

Hasil Penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan dengan arah negatif

antara konformitas dengan kemandirian. Dengan hasil r = -0,433 dan p= 0,001

(p<0,05).

Sedangkan hasil penelitian dari Susilowati (2011) diperoleh hasil penelitian

(18)

27

dengan kemandirian pada remaja panti asuhan Muhammadiyah Karanganyar, hal

ini ditunjukkan dengan koefisien korelasi r = 0,123 dan p=0,229 (p>0,05).

2.4 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Ada hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya dengan

Referensi

Dokumen terkait

1.     Bagi Mahasiswa yang tidak daftar ulang sesuai dengan tanggal yang ditentukan maka Mahasiswa yang bersangkutan tidak terdaftar sebagai Mahasiswa pada semester

Selain diskusi dalam working group, ISWI pun menghadirkan berbagai kegiatan untuk menguatkan sense of belonging para partisipan sebagai citizens of the world melalui beragam

berbicara tentang kedudukan wanita yang mendominasi pria― imbuhnya saat ditemui pada Jumat (21/04/17) Selain itu dalam pemahaman feminisme dalam Kartini tidak seharusnya

Sehubungan dengan e-Lelang untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jaringan Irigasi Buyan (DAK) yang telah memasuki proses klarifikasi dan pembuktian

Sehubungan dengan Pemilihan Langsung Kegiatan PENINGKATAN PUSKESMAS KUNDI MENJADI RAWAT INAP (1085340) telah memasuki proses klarifikasi dan pembuktian kualifikasi

guru meminta siswa mendata aturan- aturan apa saja yang harus dilakukan untuk menjaga kebersihan di lingkungan rumah masing-masing dengan mewawancarai teman pasangannya..

(1) Program gelar ganda dapat dilaksanakan antarprogram studi di dalam maupun di luar UMM, baik di dalam maupun luar negeri. (2) Peraturan penyelenggaraan program gelar ganda

peserta yang diurdarq, namun tidak rffighariri penrhrktian kualifilo$ dergan alcan yarg trak dapat diterima, akan disita jarninan penawaftrnnya. Dernikian undarygan ini