KAJIAN KINERJA BETON NORMAL
BERAGREGAT HALUS ABU BATU
Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1)
Disusun oleh :
NAMA : FERRY NURSAIFUDIN NIM : 41113110115
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
Tugas Akhir ini aku persembahkan untuk :
Bapak dan Ibu tercinta, yang tidak henti-hentinya
memberi doa, semangat dan dukungan kasih
sayang kepadaku
For ”Titik Sulistyani” yang selalu memberikan semangat dukungan serta doa hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini.
Rekan-rekan Teknik Sipil Angkatan 2013
makasih atas semua dukungannya
Rekan-rekan PT. Wijaya Karya Beton yang telah banyak membantu
Semua teman yang tiaak aku bisa sebutkan satu persatu
Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul KAJIAN BETON NORMAL BERAGREGAT HALUS ABU BATU dengan baik. Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penyusun banyak menerima bimbingan, bantuan dan dorongan yang sangat berarti dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan Tugas Akhir, yaitu kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan memberikan kesempatan kepada penyusun untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Ir. Mawardi Amin, MT., selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil Universitas Mercu Buana Jakarta.
3. Ir. Zainal A. Shahab, MT., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir atas arahan dan bimbingannya selama dalam penyusunan tugas ini.
4. Bapak dan Ibu dosen pengajar yang telah memberikan ilmunya beserta karyawan di Fakultas Teknik khususnya Program Studi Teknik Sipil yang telah banyak membantu dalam proses perkuliahan.
5. Teman-teman seperjuangan Teknik Sipil angkatan 2013 yang telah membantu terselesaikannya laporan Tugas Akhir ini.
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran maupun masukan yang membawa ke arah perbaikan dan bersifat membangun sangat penyusun harapkan. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, April 2015
HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
LEMBAR PERSEMBAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR NOTASI ... xi
DAFTAR TABEL... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... I-1 1.1 Latar Belakang ... I-1 1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian... I-3 1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ... I-3 1.4 Manfaat Penelitian ... I-4 1.5 Sistematika Penulisan... I-4
BAB II KAJIAN PUSTAKA... II-1 2.1 Pengertian Beton ... II-1 2.2 Hasil Penelitian Yang Pernah Dilakukan ... II-1
2.2.1 Pemanfaatan Abu Batu Sebagai Bahan Pengisi Dalam Produksi Self Compacting Concrete oleh Slamet Widodo, Agus Santosa, Pusoko Prapto (2003)... II-1 2.2.2 Pemanfaatan Limbah Abu Batu Sebagai Bahan Pengisi
(Filler) Pada Genteng Beton, Hardi Santoso (2011) ... II-2 2.2.3 Kajian Nilai Slump, Kuat Tekan Dan Modulus Elastisitas
Beton Dengan Bahan Tambahan Filler Abu Batu Paras oleh Harnung Tri Hardagung, Kusno Adi Sambowo, Purnawan Gunawan (2014) ... II-3
Concrete Dengan Kombinasi Fly Ash, Silika Fume, Ground Granulated Blast Furnance Slag Sebagai Binder Dan Abu Batu Sebagai Pengganti Sebagian Pasir oleh Kristanty, Ira dan Satwika (2004) ... II-3 2.2.5 Pengaruh Penggunaan Abu Batu Pada Campuran Beton oleh
Gunawan dan The Giok Lai (2004) ... II-4 2.3 Material Pembentuk Beton ... II-5 2.3.1 Agregat ... II-5 2.3.2 Sement Portland... II-8 2.3.3 Air ... II-9 2.3.4 Abu Batu ... II-10 2.4 Rancang Campuran Beton (Mix Design)... II-11 2.4.1 Persyaratan Kinerja... II-27 2.4.2 Faktor-Faktor Yang Menentukan ... II-28
BAB III METODELOGI PENELITIAN ... III-1 3.1 Tinjauan Umum ... III-1 3.2 Langkah Penelitian... III-1 3.3 Pemeriksaan Material Yang Digunakan ... III-3 3.3.1 Pemeriksaan Kadar Lumpur ... III-3 3.3.2 Peeriksaan Berat Volume ... III-3 3.3.3 Pemeriksaan Berat Jenis... III-3 3.3.4 Analisa Saringan dan Modulus Butiran Halus ... III-3 3.4 Tempat dan Waktu Penelitian... III-4 3.5 Bahan-bahan ... III-4 3.6 Peralatan ... III-4 3.7 Prosedur Mix Design ... III-5 3.8 Pembuatan dan Perawatan Benda Uji ... III-9 3.9 Pengujian Kuat Desak Beton ... III-10 3.10 Pengolahan Data ... III-11
4.1 Pengujian Material ... IV-1 4.1.1 Pengujian Material Agregat Halus... IV-1 4.1.2 Pengujian Material Agregat Kasar... IV-3 4.2 Rencana Campuran Adukan Beton ... IV-4 4.3 Hasil Pengujian ... IV-5 4.3.1 Hasil Pengujian Slump ... IV-5 4.3.2 Hasil Pengujian Kuat Tekan... IV-6 4.4 Pembahasan ... IV-11 4.4.1 Uji Slump... IV-11 4.4.2 Uji Kuat Tekan ... IV-12
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... V-1 5.1 Kesimpulan ... V-1 5.2 Saran ... V-2
DAFTAR PUSTAKA ... xvi LAMPIRAN
f’c = Kuat tekan yang disyaratkan (MPa)
f’cr = Kuat tekan beton rata-rata (MPa)
n = Jumlah hasil uji
m = Nilai Tambah (MPa)
k = 1.64
s = Deviasi Standar (MPa)
A = Jumlah air yang dibutuhkan (Liter/m3)
Ah = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya
Ak = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya
BJcamp = Berat Jenis Agregat Campuran
BJah = Berat Jenis Agregat Halus
BJak = Berat Jenis Agregat Kasar
P = Persentase Berat Agregat Halus Terhadap Berat Agregat Campuran
Tabel 2.1. Batas Gradasi Agregat Kasar ... II-6 Tabel 2.2. Batas Gradasi Agregat Halus ... II-7 Tabel 2.3. Faktor Pengali Deviasi Standar... II-12 Tabel 2.4. Nilai Deviasi Standar Untuk Berbagai Tingkat Pengendalian
Mutu Pekerjaan di Lapangan... II-12 Tabel 2.5. Tipe Semen dan Fungsinya... II-14 Tabel 2.6. Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Faktor Air Semen II-15 Tabel 2.7. Persyaratan Faktor Air Semen Maksimum Untuk Berbagai
Pembetonan dan Lingkungan Khusus... II-17 Tabel 2.8. Penetapan Nilai Slump (cm) ... II-18 Tabel 2.9. Perkiraan Kebutuhan Air per m3Beton (Liter) ... II-19 Tabel 2.10. Kebutuhan Semen Minimum Untuk Berbagai Untuk Berbagai
Pembetonan dan Lingkungan Khusus... II-20 Tabel 2.11. Batas Gradasi Agregat Halus ... II-21 Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian Tugas Akhir ... III-4 Tabel 3.2. Perencanaan Mix Desain ... III-8 Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat Halus (Abu Batu) ... IV-1 Tabel 4.2. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus (Abu Batu) ... IV-2 Tabel 4.3. Hasil Pengujian Agregat Kasar... IV-3 Tabel 4.4. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar... IV-3 Tabel 4.5. Proporsi Campuran Adukan Beton Untuk Setiap Variasi per 1m3
1 Kali Adukan... IV-5 Tabel 4.7. Nilai Slump Campuran Adukan Beton... IV-5 Tabel 4.8. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Umur 7 Hari ... IV-7 Tabel 4.9. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Umur 14 Hari ... IV-8 Tabel 4.10. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Umur 21 Hari ... IV-9
Gambar 2.1. Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Beton dan FAS Beton (Benda Uji Berbentuk Silinder Diameter 150 mm dan Tinggi 300 mm) ... II-16 Gambar 2.2. Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran
Butir Maksimum 10 mm ... II-22 Gambar 2.3. Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran
Butir Maksimum 20 mm ... II-22 Gambar 2.4. Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran
Butir Maksimum 40 mm ... II-23 Gambar 2.5. Penentuan Berat Jenis Beton Yang Dimampatkan Secara
Penuh... II-25 Gambar 3.1. Bagan Alir Tahapan Penelitian ... III-3 Gambar 4.1. Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Halus ... IV-2 Gambar 4.2. Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Kasar ... IV-4 Gambar 4.3. Nilai Slump Berbagai Variasi Abu Batu ... IV-6 Gambar 4.4. Grafik Kuat Tekan Umur 7 Hari Berbagai Variasi Kadar Abu
Batu ... IV-8 Gambar 4.5. Grafik Kuat Tekan Umur 14 Hari Berbagai Variasi Kadar
Abu Batu ... IV-9 Gambar 4.6. Grafik Kuat Tekan Umur 21 Hari Berbagai Variasi Kadar
14 Hari dan 21 Hari ... IV-10 Gambar 4.8. Grafik Kuat Maksimum Pada Umur 21 Hari Berbagai Variasi
ABSTRAK
Judul : Kajian Beton Normal Beragregat Halus Abu Batu, Nama : Ferry Nursaifudin, Pembimbing : Ir. Zainal A. Shahab,. MT,
Tahun : 2015
Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalam pembuatan struktur, karena pada dasarnya memiliki keunggulan diantaranya mudah mendapatkan bahan penyusunnya, memiliki kuat tekan yang tinggi, perawatan dan pembentukan yang mudah. Salah satu bahan penyusun beton adalah pasir. Namun stok pasir semakin menipis. Sementara dalam industry stone crusher
menghasilkan abu batu sebagai sisa dari bagian produksi batu split. Guna memperoleh kemajuan dalam teknologi beton, maka dilakukan penelitian pemanfaatan limbah abu batu sebagai bahan campuran yang bertujuan meningkatkan kualitas beton.
Dalam penelitian ini dicoba menggunakan limbah abu batu dari industri stone
crusher dari Cigudeg Bogor Jawa Barat sebagai bahan dalam pembuatan beton
normal. Penggunaan abu batu sebagai bahan pengganti pasir diharapkan dapat meningkatkan kuat tekan dalam slump yang direncanakan, serta dapat
mengoptimalkan penggunaan limbah abu batu tersebut untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang terjadi. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan total benda uji 36 buah. Tiap variasi terdiri dari 3 sampel dengan variasi kadar agregat halus sebesar 40%; 42%; 44%; dan 46%. Benda uji berupa silinder beton dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
Hasil pengujian kuat tekan pada umur 7 hari untuk variasi kadar agregat halus sebesar 40% : 22.25 Mpa; 42% : 22.87 Mpa; 44% : 24.30 Mpa; 46% : 17.08 Mpa. Hasil pengujian kuat tekan pada umur 14 hari untuk variasi kadar agregat halus sebesar 40% : 26.10 Mpa; 42% : 26.84 Mpa; 44% : 28.51 Mpa; 46% : 20.04 Mpa. Hasil pengujian kuat tekan pada umur 21 hari untuk variasi kadar agregat halus sebesar 40% : 28.18 Mpa; 42% : 28.97 Mpa; 44% : 30.78 Mpa; 46% : 21.63 Mpa.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada campuran beton, agregat mengisi sebagian besar volume beton yaitu antara 50% sampai dengan 80% sehingga sifat dan mutu agregat sangat berpengaruh terhadap kuat tekan beton. Agregat yang bergrdasi baik akan meminimalkan pori-pori yang ada di beton sehingga kekuatannya menjadi lebih baik.
Pasir sebagai agregat halus diperoleh dari proses penambangan di alam, ketersediannya yang terbatas dan pembangunan di Indonesia yang terus berkembang menyebabkan eksploitasi besar-besaran. Eksploitasi tersebut berujung pada kelangkaan pasir dan adapun pasir yang masih tersedia akan menjadi semakin mahal. Mahalnya harga pasir ini tentu saja bukan berarti harus menurunkan mutu untuk mengurangi biaya pembuatan tetapi perlu adanya suatu penelitian untuk mencari alternative pengganti pasir tersebut. Salah satu alternative pengganti pasir adalah abu batu. Abu batu sendiri adalah material samping atau sisa produksi dari pengolahan batu pecah yang menggunakan stone crusher.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Slamet Widodo, Agus Santosa, Pusoko Prapto (2003) yang mana abu batu digunakan sebagai filler dalam produksi SCC dapat meningkatkan kuat tekan beton sebesar 3,5%, pada penambahan abu batu dengan takaran 25% berat semen. Yang kedua adalah pemanfaatan abu batu sebagai bahan pengisi (filler) pada genteng beton oleh Hardi Santoso (2011)
menunjukan genteng beton normal dengan campuran 1 semen : 3 pasir : 0 abu batu memiliki kuat lentur sebesar 1210,66 N dengan penambahan abu batu kuat lentur meningkat menjadi 1866,03 N pada campuran 1 semen : 3 pasir : 0,2 abu batu. Kemudian tentang kajian nilai slump, kuat tekan dan modulus elastisitas beton dengan bahan tambahan filler abu batu oleh Harnung Tri Hardagung, Kusno Adi Sambowo, Purnawan Gunawan (2014) dari penelitian tersebut didapatkan hasil kuat tekan sebesar 40,27 MPa atau naik dibandingkan kuat tekan beton tanpa penambahan abu batu yang besarnya hanya 38,46 MPa. Dan yang terakhir adalah pengaruh penggunaan abu batu pada campuran beton oleh Hendra Gunawan dan The Giok Lai (1987) hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan abu batu pada pasir maka kebutuhan air untuk mencapai nilai slump tertentu lebih banyak dari pada campuran beton yang hanya menggunakan pasir saja. Hal terakhir hasil dari penelitian ini adalah penambahan abu batu pada campuran beton akan mempengaruhi kuat tekan beton, dimana pada pemakaian pasir kasar maupun pasir halus untuk pemakaian jumlah semen yang rendah (300/kg/m3) akan meningkatkan kuat tekannya, sebaliknya untuk pemakaian jumlah semen yang tinggi (500/kg/m3) akan menurunkan kuat tekannya
Dilihat dari secara ekonomi abu batu lebih murah dibandingkan harga pasir. Saat ini abu batu rata-rata di pasaran harganya sekitar Rp. 160.000,-/m3 sedangkan harga pasir saat ini adalah ±Rp.290.000,/ m3. Menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah abu batu sebagai pengganti pasir dapat memenuhi kualifikasi teknis. Pada penelitian ini akan dilakukan penelitian mengenai abu batu, bagaimanakah sifatnya dan pengaruhnya terhadap sifat beton.
1.2 Maksud dan Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui apakah abu batu dapat digunakan sebagai pengganti pasir ditinjau dari sifat beton yang dihasilkan.
2. Mengetahui pengaruh gradasi agregat halus abu batu terhadap rasio agregat,
workability, dan nilai kuat tekan benda uji
1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Ruang lingkup penelitian dalam laporan ini adalah :
1. Mengetahui karakteristik material pembentuk beton, yaitu abu batu dan split. 2. Merancang Mix Design.
3. Membuat benda uji dan pengujian kuat tekan.
Sedangkan batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Perencanaan campuran beton (Mix Design) menggunakan SNI 03-2834-2000. 2. Mutu beton rencana fc’ 30 MPa dengan dimensi benda uji silinder 15 cm x 30
cm dan diuji pada umur 7 hari, 14 hari dan 21 hari. 3. Semen yang digunakan adalah tipe 1 dari semen Gresik
4. Agregat kasar / split dari Sidomanik Bogor Jawa Barat dan Agregat halus abu batu dari Cigudeg Bogor Jawa Barat.
5. Air dari laboratorium Universitas Mercu Buana.
6. Variasi komposisi Mix Design dengan sand/agregat yang dibuat adalah VA-1 40%, VA-2 42%, VA-3 44%, VA-4 46%. Masing-masing sampel benda uji dari tiap-tiap variasi komposisi mix design sebanyak 3 sampel, jadi total sampel sebanyak 36 buah.
7. Penelitian dilakukan pada skala laboratorium dan bertempat di Laboratorium Uji Bahan Universitas Mercu Buana Jakarta.
1.4 Manfaat Penelitian
Untuk mengetahui apakah abu batu dapat digunakan sebagai pengganti pasir ditinjau dari sifat beton yang dihasilkan dalam kinerja beton normal.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari Tugas Akhir ini terbagi dalam beberapa bab dengan perincian sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi gambaran umum dari penelitian yang memuat latar belakang penelitian, maksud dan tujuan penelitian, ruang lingkup dan batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab II ini akan mengulas mengenai beberapa teori tentang beton. Selain itu juga tentang material atau bahan-bahan penyusun beton (agregat, semen dan air) serta perencanaan campuran beton.
BAB III METODELOGI PENELITIAN
Bab ini akan menguraikan mengenai tinjauan umum, langkah penelitian, pengujian material, tempat dan waktu penelitian, prosedur mix desain, pembuatan perawatan benda uji, uji tekan beton dan pengolahan data.
BAB IV HASIL DAN ANALISIS
Bab ini menyajikan mengenai analisis data hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk table, gambar dan grafik.
BAB V PENUTUP
Bab ini memuat mengenai kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan saran yang berguna untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Beton
Beton adalah salah satu bahan bangunan yang telah umum digunakan untuk bangunan gedung, jembatan, jalan dan lain-lain. Umumnya beton tersusun dari tiga bahan penyusun utama yaitu semen, agregat dan air. Jika diperlukan bahan tambah (admixture) dapat ditambahkan untuk mengubah sifat-sifat tertentu dari beton.
Mutu beton umumnya ditentukan berdasarkan kuat tekannya. Dalam mendapatkan mutu beton yang direncanakan, maka diperlukan mix design untuk menentukan jumlah masing-masing material yang dibutuhkan. Untuk mendapatkan mutu beton yang direncanakan, maka pemilihan materialnya tidak dilakukan dengan sembarangan tetapi harus melalui beberapa kriteria yang telah disyaratkan.
2.2 Hasil Penelitian Yang Pernah Dilakukan
2.2.1 Pemanfaatan Limbah Abu Batu Sebagai Bahan Pengisi Dalam
Produksi Self-Compacting Concrete oleh Slamet Widodo, Agus Santosa,
Pusoko Prapto (2003)
Dalam penelitian ini hasil yang didapatkan adalah penggunaan abu batu sebagai
penggunaan abu batu sebagai filler dengan cara substitusi (partial replacement) cenderung mengurangi kekuatan tekan SCC. Penggunaan abu batu sebagai filler dalam SCC, baik dengan metode penambahan maupun substitusi cenderung menurunkan kekuatan tarik belah beton.
2.2.2 Pemanfaatan Limbah Abu Batu Sebagai Bahan Pengisi (Filler) Pada
Genteng Beton, Hardi Santoso (2011)
Salah satu alternatif pemanfaatan abu batu adalah sebagai bahan campuran pada genteng beton. Variasi campuran antara semen, pasir, dan abu batu yang digunakan dalam penelitian ini adalah (dalam satuan berat) 1:3:0; 1:3:0,1; 1:3:0,2; dan 1:3:0,3. Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengukuran benda uji, daya resapan air, kuat lentur, dan rembesan air. Perlakuan terhadap masing-masing genteng beton adalah pengeringan secara alami selama 28 hari. Hasil penelitian menunjukan genteng beton normal dengan campuran 1 semen : 3 pasir : 0 abu batu memiliki kuat lentur sebesar 1210,66 N dengan penambahan abu batu kuat lentur meningkat menjadi 1866,03 N pada campuran 1 semen : 3 pasir : 0,2 abu batu dan masih belum memenuhi kriteria SNI 0096 : 2007 yang mensyaratkan kuat lentur genteng beton minimum sebesar 2000 N. Campuran tertinggi diperoleh pada campuran 1 semen : 3 pasir : 0,2 abu batu dengan kuat lentur sebesar 1866,03 N dan daya resapan air sebesar 5,976%.
2.2.3 Kajian Nilai Slump, Kuat Tekan dan Modulus Elastisitas Beton Dengan
Bahan Tambahan Filler Abu Batu Paras oleh Harnung Tri Hardagung,
Kusno Adi Sambowo, Purnawan Gunawan (2014)
Dari penelitian diperoleh nilai slump pada variasi penambahan yang direncanakan yaitu, slump yang rencanakan untuk pekerjaan pembetonan plat, balok, kolom dan dinding dengan nilai 7,50 cm sampai dengan 15 penambahan
filler abu batu Paras adalah sebesar 40,27 MPa atau naik dibandingkan kuat tekan
beton tanpa yang besarnya hanya 38,46 MPa. Nilai modulus elastisitas beton optimum yang yang dihasilkan dari penambahan filler abu batu Paras adalah sebesar 26922,67 MPa atau yang besarnya hanya 24867,33 MPa. Besarnya variasi optimum penambahan memberikan nilai kuat tekan beton tertinggi adalah pada variasi 2,66% dari berat semen. Sedangkan optimum penambahan filler abu batu Paras yang dapat memberikan nilai modulus elastisitas beton tertinggi adalah pada variasi 1,74% dari berat semen.
2.2.4 Perbandingan Kuat Tekan Terhadap Biaya Dari Self Compacting
Concrete Dengan Kombinasi Fly Ash, Silika Fume, Ground Granulated Blast Furnace Slag Sebagai Binder Dan Abu Batu Sebagai Pengganti Sebagian Pasir oleh Kristanty, Ira dan Satwika (2004)
Untuk membuat beton dengan mutu yang tinggi dan juga dapat memadat sendiri mengharuskan pengurangan faktor air semen (W/C ratio) dan terus meningkatkan isi bahan pengikat atau binder. Ada tujuh komposisi binder yang digunakan dalam penelitian ini: mix design 1 menggunakan fly ash sebesar 20%, mix design 2 menggunakan silica fume sebesar 5%, mix design 3 menggunakan fly ash 20%
dan silica fume 5% , mix design 4 menggunakan GGBFS sebesar 25%, mix
design 5 menggunakan GGBFS sebesar 30%, mix design 6 menggunakan
GGBFS 25% dan silica fume 5% dan mix design 7 menggunakan 100% semen sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan kuat tekan yang paling tinggi di alami mix design 3 namun pada umur 64 hari terjadi penurunan. Mix design 1 menunjukan peningkatan kuat tekan yang tinggi dan stabil, merupakan hasil yang terbaik pada percobaan kuat tekan. L-Shaped box
test menunjukan bahwa mix design 6 memberikan hasil yang terbaik yaitu FL 40
dicapai dalam waktu 3 detik dan FL Maksimum dicapai dalam waktu 5,35 detik. Untuk hasil slump flow test menujukan bahwa mix design 3 memberikan hasil yang terbaik, SF 50 dicapai dalam waktu 3,33 detik dan SF Maksimum 70 cm. Dari analisa biaya beberapa mix design diperoleh mix design yang mempunyai biaya termurah yaitu mix design 5.
2.2.5 Pengaruh Penggunaan Abu Batu Pada Campuran Beton oleh Hendra
Gunawan dan The Giok Lai (1987)
Hasil yang diperoleh dari penilitian ini adalah dengan penambahan abu batu pada pasir maka kebutuhan air untuk mencapai nilai slump tertentu lebih banyak dari pada campuran beton yang hanya menggunakan pasir saja. Hal ini disebabkan karena dengan adanya penambahan abu batu pada pasir, dimana butiran-butiran halus ini berfungsi sebagai pembentuk mortar bersama semen dan air sehingga dengan semakin banyaknya bituran halus yang tersedia akan mempengaruhi jumlah air yang dibutuhkan. Hal lain adalah campuran beton ini akan mengurangi
halus pada pasir yang kasar. Selain itu juga akan mempengaruhi kandungan udara pada campuran beton tersebut dimana dapat memperkecil kandungan udara sampai sebesar 33% sedangkan pada campuran beton yang mengguanakan pasir halus saja hanya mengurangi sebesar 16%. Hal terakhir hasil dari penelitian ini adalah penambahan abu batu pada campuran beton akan mempengaruhi kuat tekan beton, dimana pada pemakaian pasir kasar maupun pasir halus untuk pemakaian jumlah semen yang rendah (300/kg/m3) akan meningkatkan kuat tekannya, sebaliknya untuk pemakaian jumlah semen yang tinggi (500/kg/m3) akan menurunkan kuat tekannya. Hal ini disebabkan karena kuat tekan beton dipengaruhi oleh gradasinya.
2.3 Material Pembentuk Beton
2.3.1 Agregat
Agregat merupakan salah satu komponen yang dapat membuat beton menjadi kompak. Kekuatan dan elastisitas agregat tergantung dari jenis batuan yang dipakai. Susunan agregat dapat diperiksa menggunakan analisa saringan (sieve
analysis). Dengan analisa saringan akan didapatkan kurva susunan butir dari
agregat tersebut. Gradasi pada agregat yang didapatkan dari hasil analisa saringan sangat besar perannya dalam membuat beton bermutu.
Dalam teknologi beton, agregat dalam campuran beton dibagi dalam 2 bagian susunan antara lain :
a. Agregat Kasar
Agregat kasar yaitu agregat yang butirannya memiliki ukuran lebih besar dari 4,75 mm. Agregat kasar selalu identic dengan sebutan kerikil ataupun batu pecah. Ukuran maksimal agregat kasar dikelompokan menjadi 3 golongan yang dapat diketahui melalui uji gradasi yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1. Batas Gradasi Agregat Kasar
Dalam campuran beton, agregat kasar mempunyai syarat-syarat tertentu agar dapat digunakan sesuai dengan PBI-1971 adalah sebagai berikut:
1. Agregat kasar berupa kerikil yang berasal dari batu-batuan alami, atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecah batu.
2. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori. Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan.
3. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat kering).
4. Tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, seperti zat-zat yang reaktif alkali.
b. Agregat Halus
Agregat halus yaitu agregat yang butirannya lolos ayakan 4,75 mm. Agregat halus sering juga disebut dengan istilah pasir. Agregat halus berfungsi sebagai bahan pengisi pada rongga campuran beton. Ukuran agregat halus dibagi menjadi 4 zona yang dapat diketahui dari uji gradasi.
Tabel 2.2. Batas Gradasi Agregat Halus
Seperti halnya agregat kasar, agregat halus juga memiliki syarat-syarattertentu agar dapat digunakan dalam campuran beton sesuaidengan PBI-1971 adalah sebagai berikut:
1. Agregat halus dapat berupa pasir alam yang diambil dari sungai atauberupa pasir buatan yang dihasilkan dari alat pecah batu.
2. Butirannya harus yang tajam dan keras, tidak pecah atau hancur olehpengaruh cuaca.
3. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadapberat kering).
4. Tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak. Untukini bisa dilakukan percobaan warna dari Abrams-Harder dengan larutan NaOH.
2.3.2 Semen Portland
Semen merupakan bahan pengikat yang penting pada beton. Jika ditambahkan dengan air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambahkan dengan agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete). Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton harus disesuaikan dengan rencana kekuatan dan spesifikasi teknik yang diberikan.
Menurut peraturan beton 1989 (SKBI. 1.4.53.1989) dalam ulasannya dihalaman 1, membagi semen Portland menjadi 5 jenis (SK.SNI T-15-1990-03:2) antara lain sebagai berikut :
1. Semen portland jenis I adalah semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenislainnya. Biasanya digunakan dalam konstruksi beton secara umum.
2. Semen portland jenis II adalah semen portland yang dalam penggunaanya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Digunakan dalam struktur bangunan air/drainase dengan kadar konsentrasi sulfat tinggi di dalam air tanah.
3. Semen portland jenis III adalah semen portland untuk konstruksi yang menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi. Biasanya digunakan pada struktur-struktur bangunan yang bekistingnya harus cepat dibukadan akan segera dipakai kembali.
4. Semen portland jenis IV adalah semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah. Biasanya digunakan pada
konstruksi dam/bendungan, dengan tujuan panas yang terjadi sewaktu hidrasi merupakan faktor penentu bagi keutuhan beton.
5. Semen portland jenis V adalah semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan untuk beton yang lingkungannya mengandung sulfat,terutama pada tanah/air tanah dengan kadar sulfat tinggi.
2.3.3 Air
Air merupakan bahan yang diperlukan untuk proses reaksi kimia dengan semen untuk pembentukan pasta semen. Reaksi kimia tersebut menyebabkan terjadinya proses hidrasi pada air. Fungsi air juga digunakan untuk pelumas antara butiran agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan.
Jumlah air dalam pembuatan beton juga harus dilakukan perhitungan terlebih dahulu. Jumlah air yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan kekuatan beton. Sedangkan jumlah air yang terlalu sedikit juga dapat menyebabkan proses hidrasi yang tidak merata pada beton.
Dalam pembuatan campuran beton, air yang dipergunakan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Air yang digunakan dalam campuran beton harus bersih, tidak mengandung lumpur, minyak atau benda terapung lainnya yang dapat dilihat secara visual.
2. Air tidak mengandung garam yang dapat larut dan dapat merusak betonlebih dari 15 gram/liter seperti asam atau zat organik.
3. Air tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. 4. Air tidak mengandung senyawa asam seperti sulfat 1 gram/liter.
2.3.4 Abu Batu
Abu batu adalah material sisa dari produksi batu pecah dengan stone crusher. Secara garis besar proses produksi batu pecah dibagi menjadi 3 tahap. Batu quarry yang berukuran besar ditransfer menggunakan vibrating feeder menuju alat pemecah primer untuk proses pemecahan pertama, kemudian material pecah tersebut ditransfer kembali menggunakan conveyor menuju impact crusher untuk proses pemecahan kedua. Hasil dari proses pemecahan kedua kemudian terakhir melalui proses screening dimana batu dipisahkan berdasarkan ukuran yang berbeda, aggregat yang tidak sesuai ukuran nantinya akan ditransfer kembali menuju tahap pemecahan kedua untuk dipecah kembali.
Dari tahap screening tadi material dipisahkan berdasarkan ukuran butiranya yaitu ukuran butirannya antara lain 30-50 mm, 20-30 mm, 10-20, screening ukuran (5-13 mm) dan produk terakhir dengan ukuran butiran lebih kecil dari screening adalah abu batu.
2.4 Rancang Campuran Beton (Mix Design)
Berikut merupakan langkah-langkah dalam perencanaan campuran beton dengan metode SNI 03-2834-2000 :
1. Penetapan Kuat Tekan Beton
Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (f’c) pada umur tertentu, (f’c=…Mpa pada umur 28 hari). Kuat tekan beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan perencanaan struktur dan kondisi setempat.
2. Penetapan Nilai Standar (s)
Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pelakasanaan campuran di lapangan. Makin baik mutu pelaksanaannya makin kecil nilai deviasi standarnya. Penetapan nilai deviasi standar (s) ini berdasarkan atas hasil perancangan pada pembuatan beton mutu yang sama dan menggunakan bahan yang sama pula.
Nilai deviasi standar (s) dihitung dengan rumus :
(Sumber : SNI. 03-2834-2000) Dimana : f’c = Kuat tekan masing-masing hasil uji (MPa)
f’cr = Kuat tekan beton rata-rata (MPa)
n = Jumlah hasil uji tekan (minimum 30 benda uji)
Jika jumlah data hasil uji kurang 30 buah, maka dilakukan koreksi terhadap nilai deviasi standar dengan faktor pengali, seperti pada tabel
1 ) ' ' ( 1 2
n cr f c f s nberikut :
Tabel 2.3. Faktor Pengali Deviasi Standar (Sumber : SNI. 03-2834-2000)
Jika data uji lapangan untuk menghitung deviasi standar yang memenuhi persyaratan langkah b di atas tidak tersedia, maka kuat tekan rata-rata yang ditargetkan sebesar :
f’cr = f’c + 12 MPa (Sumber : SNI. 03-2834-2000)
Untuk memberikan gambaran bagaimana cara menilai tingkat mutu pekerjaan beton, di sini diberikan pedoman sebagai berikut :
Tabel 2.4. Nilai Deviasi Standar Untuk Berbagai Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan di Lapangan
Tingkat Pengendalian Mutu Pekerjaan s (MPa)
Sangat Memuaskan 2.8 Memuaskan 3.5 Baik 4.2 Cukup 5.0 Jelek 7.0 Tanpa Kendali 8.4 (Sumber : SNI. 03-2834-2000)
3. Perhitungan Nilai Tambah / Margin (m)
Nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standar (s) dengan rumus berikut :
m = k . s (Sumber : SNI. 03-2834-2000)
Dimana : m = Nilai Tambah (MPa)
k = 1.64
s = Deviasi Standar (MPa)
4. Penetapan Kuat Teka Rata-rata Yang Direncanakan Kuat tekan yang direncanakan diperolaeh dengan rumus :
f’cr = f’c + m (Sumber : SNI. 03-2834-2000) Dimana : f’c = Kuat tekan yang disyaratkan (MPa)
f’cr = Kuat tekan beton rata-rata (MPa) m = Nilai Tambah (MPa)
5. Penetapan Jenis Semen Portland
Menurut SII 0013-18 di Indonesia semen portland dibedakan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu I, II , III, IV dan V. Berikut di bawah adalah pengelompokan tipe semen dan fungsinya.
Tabel 2.5. Tipe Semen dan Fungsinya
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
6. Penetapan Jenis Agregat
Jenis kerikil dan pasir ditetapkan apakah berupa agregat alami (tak terpecahkan )ataukah jenis agregat batu pecah (crushed aggregate).
7. Penetapan FAS
Berdasarkan jenis semen yang dipakai, jenis agregat kasar dan kuat tekan rata-rata silinder beton yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai factor air semen dengan tabel sebagai berikut :
Tabel 2.6. Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Faktor Air Semen
Gambar 2.1. Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Beton dan FAS Beton (Benda Uji Berbentuk Silinder Diameter 150 mm dan Tinggi 300 mm)
8. Penetapan FAS Maksimum
Penetapan nilai factor air semen (FAS) maksimum dilakukan dengan tabel 2.7. Jika nilai factor aie semen ini lebih rendah dari pada nilai factor air semen dari langkah 7, maka nilai factor air semen maksimum ini yang dipakai untuk perhitungan selanjutnya.
Tabel 2.7. Persyaratan Faktor Air SemenMaksimum Untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus
9. Penetapan Nilai Slump
Nilai slump yang diinginkan dapat diperoleh dengan tabel 2.8. Tabel 2.8. Penetapan Nilai Slump(cm)
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
10. Penetapan Butir Agregat Maksimum
Pada beton normal ada 3 pilihan besar butiran maksimum, yaitu 40 mm, 20 mm, atau 10 mm. Penetapan besar butir agregat maksimum dilakukan berdasarkan nilai terkecil dari ketentuan berikut :
a. 3/4 kali jarak bersih minimum antar baja tulangan atau berkas baja tulangan.
b. 1/3 kali tebal plat.
11. Penetapan Jumlah Air yan Diperlukan Per Meter Kubik Beton
Berdasarkan ukuran maksimum agregat, jenis agregat dan slump yang diinginkan, yaitu :
Tabel 2.9. Perkiraan Kebutuhan Air per m3Beton (Liter)
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
Dalam tabel 2.9. apabila agregat halus dan agregat kasar yang dipakai dari jenis yang berbeda (alami dan batu pecah), maka jumlah air yang diperkiraan diperbaiki dengan rumus :
A= 0,67 . Ah+ 0,33 . Ak (Sumber : SNI. 03-2834-2000) Dimana : A = Jumlah air yang dibutuhkan (Liter/m3)
Ah= Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya
Ak= Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya
12. Perhitungan Berat Semen yang Diperlukan
Berat semen per m3 beton dihitung dengan membagi jumlah air (dari langkah 11 dengan factor air semen yang diperoleh pada langkah 7 dan 8.
Tabel 2.10. Kebutuhan Semen Minimum Untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus
um ini yang dipakai untuk perhitungan selanjutnya.
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
13. Penentuan Kebutuhan Semen Minimum
Kebutuhan semen minimum ini ditetapakan untuk menghindari beton dari kerusakan akibat lingkungan khusus. Kebutuhan semen minimum ditetapkan pada tabel 2.10.
14. Penyesuian Kebutuhan Semen
Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah 12 ternyata lebih sedikit dari pada kebutuhan semen minimum (pada langkah 13), maka kebutuhan semen minimum yang dipakai yang nilainya lebih besar.
15. Penyesuian Air dan FAS
Jika jumlah semen ada perubahan akibat langkah 14 maka nilai FAS berubah. Dalam hal ini dapat dilakukan dua cara berikut :
a. FAS dihitung kembali dengan cara membagi jumlah air dengan jumlah semen minimum.
b. Jumlah air disesuaikan dengan megalikan jumlah smen minimum dengan FAS.
16. Penentuan Gradasi Agregat Halus
Berdasarkan gradasinya, agregat halus yang akan dipakai dapat diklasifikasikan menjadi 4 daerah. Penentuan daerah gradasi itu berdasarkan atas grafik yang dberikan dalam tabel 2.11.
Tabel 2.11. Batas Gradasi Agregat Halus
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
17. Penentuan Perbandingan Agregat Halus dan Agregat Kasar
Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir maksimum agregat kasar, nilai slump, FAS dan daerah gradasi agregat halus. Berdasarkan data tersebut dan grafik pada gambar 2.2. atau gambar 2.3. atau gambar 2.4.
Gambar 2.2. Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 10 mm
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
Gambar 2.3. Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 20 mm
Gambar 2.4. Persentase Agregat Halus Terhadap Agregat dengan Ukuran Butir Maksimum 40 mm
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
18. Penentuan Berat Jenis Agregat Campuran
Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus :
BJcamp= P . BJah+ K . BJak (Sumber : SNI. 03-2834-2000)
Dimana : BJcamp = Berat Jenis Agregat Campuran
BJah = Berat Jenis Agregat Halus
BJak = Berat Jenis Agregat Kasar
P = Persentase Berat Agregat Halus Terhadap Berat Agregat Campuran
K = Persentase Berat Agregat KasarTerhadap Berat Agregat Campuran
19. Penentuan Berat Jenis Beton
Dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah 18 dan kebutuhan air tiap m3 beton, maka dengan gambar 2.5. dapat diperkirakan berat jenis betonnya. Cranya adalah sebagai berikut :
a. Dari berat jenis agregat campuran pada langkah 18dibuat garis miring berat jenis gabungan sesuai dengan garis miring yang paling dekat pada gambar 2.5.
b. Kebutuhan air yang diperoleh pada langkah 11 dimasukkan ke dalam sumbu horizontal pada gambar 2.5. , kemudian dari titik ini ditarik garis vertical ke atas sampai mencapai garis miring yang dibuat pada cara sebelumnya di atas.
c. Dari titik potong ini ditarik garis horizontal ke kiri sehingga diperoleh nilai berat jenis beton.
Gambar 2.5. Penentuan Berat Jenis Beton Yang Dimampatkan Secara Penuh
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
20. Penentuan Kebtuhan Agregat Campuran
Kebutuhan agregat campuran dihitung dengan cara mengurangi berat beton per m3 dengan kebutuhan air dan semen.
21. Penentuan Berat Agregat Halus Yang Diperlukan Berdasarkan Hasil Pada Langkah 19 dan 20
Kebutuhan agregat halus dihitung dengan cara mengalikan kebutuhan agregat campuran dengan persentase berat agregat halusnya.
22. Penentuan Berat Agregat Kasar Yang Diperlukan Berdasarkan Hasil Pada Langkah 20 dan 21. Kebutuhan agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi kebutuhan agregat campuran dengan kebtuhan agregat halusnya.
Catatan :
Dalam perhitungan di atas, sgregat halus dan agregat kasar dianggap dalam keadaan jenuh kering muka, sehingga apabila agregatnya tidak kering muka, maka harus dilakukan koreksi terhadap kebutuhan bahannya. Hitungan koreksi dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
(Sumber : SNI. 03-2834-2000)
Dimana : A = Jumlah Kebutuhan Air (ltr/m3)
B = Jumlah Kebutuhan Agregat Halus (kg/m3)
C = Jumlah Kebutuhan Agregat Kasar (kg/m3)
Ah = Kadar Air Sesungguhnya Dalam Agregat Halus (%)
Ak = Kadar Air Sesungguhnya Dalam Agregat Kasar (%)
Ah = Kadar Air Agregat Halus Jenuh Kering Muka / Absorbsi (%)
Ak = Kadar Air Agregat Kasar Jenuh Kering Muka / Absorbsi (%) C A A B A A A Air h k . 100 . 100 2 1 B A A B us AgregatHal h . 100 1 C A A C ar AgregatKas k . 100 2
2.4.1 Persyaratan Kinerja 1. Umur Uji
Kuat tekan yang disyaratkan untuk menentukan proporsi campuran beton kekuatan tinggi dapat dipilih untuk umur 28 hari atau 56 hari.
2. Kuat Tekan Yang Disyaratkan
Untuk mencapai kuat tekan yang disyaratkan, campuran harus diproporsikan sedemikian rupa sehingga kuat tekan rata-rata dari hasil pengujiandi lapangan lebih tinggi dari pada kuat tekan yang disyaratkan
(f’c).
3. Persyaratan Lain
Beberapa persyaratan lain yang dapat mempengaruhi pemilihan bahan dan proporsi campuran beton antara lain.
a. Modulus Elastisitas.
b. Kuat Tekan dan Kuat Lentur. c. Panas Hidrasi.
d. Rangkak dan Susut akibat pengeringan. e. Permeabilitas.
f. Waktu Pengikatan. g. Metode Pengecoran. h. Kelecakan.
2.4.2 Faktor-faktor Yang Menentukan 1. Pemilihan Bahan
Proporsi campuran yang optimum harus ditentukan dengan mempertimbangkan karakteristik semen portland dan abu terbang, kualitas agregat, proporsi pasta, interaksi agregat pasta, macam dan jumlah bahan campuran tambahan dan pelaksanaan pengadukan. Hasil evaluasi tentang semen portland, abu terbang, bahan campuran tambahan, agregat dari berbagai sumber, serta berbagai macam proporsi campuran, dapat digunakan untuk menentukan kombinasi bahan yang optimim.
2. Semen Portland (PC)
Semen portland harus memenuhi SNI 15-2049-1994 tentang Mutu dan Cara Uji Semen Portland. Semen yang dipakai adalah Tipe I semen (PC) Gresik.
3. Air
Air harus memenuhi SK SNI S-04-1989-F tentang Spesifikasi BahanBangunan bagian A (Bahan Bangunan bukan Logam).
4. Agregat Kasar
Agregat kasar yang digunakan adalah agregat normal yang sesuai dengan SNI 03-1750-1990 tentang Mutu dan Cara Uji Agregat Beton. Ukuran nominal agregat maksimum 20 mm atau 25 mm, jika digunakan untuk
membuat beton berkekuatan sampai 62,1 MPa, dan ukuran 10 mm atau 15 mm, jika digunakan untuk beton berkekuatan lebih besar dari pada 62,1 MPa. Secara umum, untuk rasio air bahan bersifat semen
( )yang sama,
agregat yang ukuran maksimumnya lebih kecil akan menghasilkan kekuatan beton yang lebih tinggi.
5. Agregat Halus
Agregat halus harus memenuhi ketentuan SNI 03-1750-1990 tentang Mutudan Cara Uji Agregat beton. Beton kekuatan tinggi sebaiknya menggunakan agregat halus dengan modulus kehalusan 2,5 sampai dengan 3,2. Bila digunakan pasir buatan, adukan beton harus mencapai kelecakan adukan yang sama dengan pasir alam.
6. Kelecakan
Kelecakan adalah kemudahan pengerjaan yang meliputi pengadukan, pengecoran, pemadatan dan penyelesaian permukaan (finishing) tanpa terjadi segregasi.
7. Slump
Beton kekuatan tinggi harus diproduksi dengan slump terkecil yang masih memungkinkan adukan beton di lapangan untuk dicor dan dipadatkan denganbaik. Slump yang digunakan umumnya sebesar 50-100 mm. Bila menggunakanSuperplasticizer, nilai slump boleh lebih dari pada 200 mm.
8. Metode Pengujian
Metode pengujian yang digunakan adalah berdasarkan SNI, kecuali jika terdapat indikasi adanya penyimpangan akibat karakteristik beton kekuatan tinggi tersebut. Kekuatan potensial untuk satu set bahan tertentu dapat ditetapkan hanya bila benda uji telah dibuat dan diuji pada kondisi standar. Minimum dua benda uji harus diuji untuk setiap umur dan kondisi uji.
9. Ukuran Benda Uji
Ukuran benda uji silinder yang dapat digunakan adalah 150 x 300 mm atau 100 x 200 mm sebagai benda uju standar untuk mengevaluasi kekuatan tekan beton kekuatan tinggi. Hasil uji silinder 150 x 300 mm tidak boleh dipertukarkan dengan silinder 100 x 200 mm.
10. Cetakan
Cetakan benda uji dibuat dari baja sesuai dengan SNI 03-2493-1991.
11. Mesin uji
Mesin uji harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Kekakuan Lateral Minimum 17874 kg/cm.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tinjauan Umum
Bahan-bahan sebagai dasar campuran beton harus merupakan material yang baik dan memenuhi standar yang berlaku. Pengujian dan pemeriksaan bahan serta benda uji dilakukan berdasarkan aturan-aturan dalam American Society for
Testing and Materials (ASTM) dan Standar Nasional Indonesia SNI
03-1750-1990tentang mutu dan cara uji agregat beton. Dalam hal ini di lakukan pengujian
terhadap karakteristik dari abu batu,dan juga dilakukan pengujian terhadap split atau agregat kasar itu sendiri yang termasuk dalam bahan penyusun beton.
3.2 Langkah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam sistematika dan urutan yang jelas dan teratur, sehingga akan diperoleh hasil yang memuaskan dan dapat dipertanggung jawabkan. Karena dengan dibuat bagan alir seperti ini tahapan penelitian menjadi lebih mudah dipahami. Berikut ini adalah bagan alir atau tahapan penilitian yang dilakukan dalam pembuatan laporan Tugas Akhir.
Gambar 3.1. Bagan Alir Tahapan Penelitian Persiapan Material dan Pengujian Material
Perancangan Campuran Beton
(Mix Desain)
Mulai
Pembuatan Benda Uji & Perawatan Benda Uji
Pengujian Benda Uji
Selesai Analisis Data
Kesimpulan dan Saran Agregat Halus
Pengujian : 1. Kadar Lumpur 2. Berat Jenis
3. Analisa Saringan & Modulus Kehalusan
Agregat Kasar
Pengujian : 1. Kadar Lumpur 2. Berat Jenis
3. Analisa Saringan & Modulus Kehalusan Semen Air Tidak Ok Ok Ok Tidak Ok
3.3 Pemeriksaan Material Yang Digunakan
3.3.1 Pemeriksaan Kadar Lumpur
Tujuannya adalah untuk mengetahui kadar lumpur yang dikandung dalamagregat halus yang akan digunakan sebagai bahan adukan beton. Pada agregat inikandungan lumpurnya tidak boleh lebih dari 5 %.
3.3.2 Pemeriksaan Berat Volume
Pemeriksaan ini untuk mengetahui berat volume dalam kondisi “ SSD ”(Saturated Surface Dry).
3.3.3 Pemeriksaan Berat Jenis
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui berat jenis agregat yang akandigunakan.
3.3.4 Analisis Saringan dan Modulus Butiran Halus
Analisis saringan bertujuan untuk mengetahui distribusi butiran ( gradasi )agregat halus dengan menggunakan saringan. Dari analisis saringan yangdilakukan diperoleh modulus halus butiran agregat halus. Modulus halus diperoleh dari jumlah persen kumulatif dari butiran agregat yang tertinggal di atassatu set ayakan dan kemudian dibagi seratus (1 set ayakan #40, #20, #10, #4,8,#2,4, #1,2, #0,60, #0,30 dan #0,15 mm). Semakin besar nilai mhb, semakin besar butiran agregatnya.
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian Tugas Akhir ini dalam pengujian material, pembuatan benda uji serta pengujian kuat dilakukan di Laboratorium Uji Bahan Universitas Mercu Buana. Berikut adalah jadwal kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan penelitian Tugas Akhir :
Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian Tugas Akhir
No.
Waktu
Kegiatan
Hari Tanggal
1 Sabtu 18 April 2015 Pengujian Material Abu Batu & Pengujian Material Split 2 Sabtu 25 April 2015 Pembuatan Sampel Benda Uji
3 Sabtu 2 Mei 2015 Pengujian Sampel Benda Uji Umur 7 Hari 4 Sabtu 9 Mei 2015 Pengujian Sampel Benda Uji Umur 14 Hari 5 Sabtu 16 Mei 2015 Pengujian Sampel Benda Uji Umur 21Hari
3.5 Bahan-bahan
Bahan yang digunakan dalam proses pencampuran adalah : 1. Semen Portland (PC) merek Gresik tipe I.
2. Abu batu dari Cigudeg Bogor Jawa Barat. 3. Agregat kasar ( split ) dari Sidomanik.
4. Air dari laboraturium bahan Universitas Mercu Buana.
3.6 Peralatan
Alat– alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Timbangan
2. Satu set alat pemeriksaan agregat (piring, piknometer, oven, saringan agregat serta mesin shieve shaker untuk mengayak saringan).
3. Mesin aduk beton ( molen ). 4. Meja getar 5. Sekop besar. 6. Kaliper. 7. Kerucut Abrahams 8. Cetakan silinder. 9. Tongkat penumbuk 10. Mesin uji desak. 11. Penggaris. 12. Gelas ukur. 13. Ember.
14. Sendok semen (cetok ). 15. Seperangkat peralatan kunci.
3.7 Prosedur Mix Desain
Metode perhitungan yang digunakan adalah SNI 03-2834-2000. Berikut ini adalah tahapan dalam perencanaan campuran beton normal :
1. Ambil kuat tekan beton yang disyaratkan f’c pada umur tertentu;
2. Hitung deviasi standar menurut ketentuan butir 2.4 poin 2; 3. Hitung nilai tambah menurut butir 2.4 poin 3;
4. Hitung kuat tekan beton rata-rata yang ditargetkan f’cr menurut butir 2.4 poin 4;
5. Tetapkan jenis semen;
6. Tentukan jenis agregat kasar dan agregat halus, agregat ini dapat dalam bentuk tak dipecahkan (pasir atau koral) atau dipecahkan;
7. Tentukan faktor air semen menurut butir 2.4 poin 7;
8. Tetapkan faktor air semen maksimum menurut butir 2.4 poin 8 (dapat ditetapkan sebelumnya atau tidak). Jika nilai factor air semen yang diperoleh dari butir 7 di atas lebih kecil dari yang dikehendaki, maka yang dipakai yang terendah;
9. Tetapkan slump;
10. Tetapkan ukuran agregat maksimum jika tidak ditetapkan lihat butir 2.4 poin 10;
11. Tentukan nilai kadar air bebas menurut butir 2.4 poin 10 dari Tabel 2.9 12. Hitung jumlah semen yang besarnya adalah kadar semen adalah kadar air
bebas dibagi factor air semen;
13. Jumlah semen maksimum jika tidak ditetapkan, dapat diabaikan;
14. Tentukan jumlah semen seminimum mungkin. Jika tidak lihat tabel 2.10 jumlah semen yang diperoleh dari perhitungan jika perlu disesuaikan; 15. Tentukan factor air semen yang disesuaikan jika jumlah semen berubah
karena lebih kecil dari jumlah semen minimum yang ditetapkan (atau lebih besar dari jumlah semen maksimum yang disyaratkan), maka factor air semen harus diperhitungkan kembali;
16. Tentukan susunan butir agregat halus 17. Tentukan susunan agregat kasar
18. Tentukan persentase pasir dengan perhitungan atau menggunakan gambar 2.2 sampai dengan 2.4; dengan diketahui ukuran butir agregat maksimum menurut butir 10. slump menurut butir 9, factor air semen menurut butir 15 dan daerah susunan butir 16, maka jumlah persentase pasir yang diperlukan dapat dibaca pada grafik. Jumlah ini adalah jumlah seluruhnya dari pasir atau fraksi agregat yang lebih halus dari 5 mm. dalam agregat kasar yang biasa dipakai di Indonesia seringkali dijumpai bagian yang lebih halus dari 5 mm dalam jumlah yang lebih dari 5 persen. Dalam hal ini maka jumlah agregat halus yang diperlukan harus dikurangi;
19. Hitung berat jenis relative agregat menurut butir 2.4 poin 18;
20. Tentukan berat isi beton menurut gambar 2.5 sesuai dengan kadar air bebas yang sudah ditemukan dari Tabel 2.9 dan berat jenis relative dari agregat gabungan menurut butir 18;
21. Hitung kadar agregat gabungan yang besarnya adalah berat jenis beton dikurangi jumlah kadar semen dan kadar air bebas;
22. Hitung kadar agregat halus yang besarnya adalah hasil kali persen pasir butir 18 dengan agregat gabungan butir 21;
23. Hitung kadar agregat kasar yang besarnya adalah kadar agregat gabungan butir 21 dikurangi kadar agregat halus butir 22; dari langkah-langkah tersebut di atas butir 1 sampai dengan 23 sudah dapat diketahui susunan campuran bahan-bahan untuk 1m3beton;
Berikut di bawah adalah table perencanaan perhitungan mix desain beton : Tabel 3.2. Perancangan Mix Desain
No. Uraian Tabel / Grafik / Perhitungan Nilai
1 Kuat tekan beton yang disayaratkan, 28 hari Ditetapkan 30 Mpa
2 Deviasi standar (s) Butir 2.4 poin 2 7 Mpa
3 Nilai tambah (m) Butir 2.4 poin 3 11,5 Mpa
4 Kuat tekan rata-rata yang direncanakan (f'cr) Butir 2.4 poin 4 41,5 Mpa
5 Jenis semen Ditetapkan Tipe I
6 Jenis kerikil Kasar / Halus Batu
Pecah
7 Faktor air semen bebas 2.4 poin 7 0,60
8 Faktor air semen maksimum 2.4 poin 8 0,60
9 Nilai Slump Ditetapkan 30-60 mm
10 Ukuran Agregat Maksimum 2.4 poin 10 20 mm
11 Kadar Air Bebas 2.4 poin 10 dari Tabel 2.9 210 Liter
12 Kebutuhan Semen Portland Ditetapkan 275 kg
13 Kebutuhan Semen Maksimum Ditetapkan 275 kg
14 Kebutuhan Semen Minimum Ditetapkan 275 kg
15 FAS yang disesuaikan
16 Susunan Besar Butir Agregat Halus
17 Susunan Agregat Kasar atau Gabungan 1, 2 , 3, 4
18 Persen Agregat Halus Dicoba-coba / masih di dalam range gradasi agregat gabungan
19 Berat Jenis Relative Butir 2.4 poin 18
20 Berat Isi Beton Gambar 2.5 kg/m3
21 Kebutuhan campuran pasir dan kerikil
(dihitung) 20-12-11 kg/m3
22 Kebutuhan pasir (dihitung) 20-(12+11) kg/m3
Catatan :
Dalam menentukan kadar persentase agregat halus pada poin 18 tidak menggunakan referensi dari SNI 03-2834-2000, tetapi dalam penentuannya menggunakan variasi coba apakah dalam percobaan persentase yang dimasukkan memenuhi atau masuk dari range batas atas maupun batas bawah dalam gradasi agregat gabungan. Hal ini digunakan karena didapat dari referensi WIKA.
3.8 Pembuatan dan Pearawatan Benda Uji
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan dan perawatan benda uji adalah sebagai berikut :
1. Bahan dan alat yang digunakan untuk pembuatan beton (benda uji) telah disiapkan dahulu.
2. Dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap material yang digunakan agar mutu beton yang direncanakan mencapai kekuatan maksimal sesuai dengan perhitungan yaitu pemeriksaaan agregat yang meliputi gradasi agregat (modulus halus butiran), pemeriksaan berat jenis, pemeriksaan berat volume agregat.
3. Merencanakan campuran beton (mix design). Setiap ingin melakukan pengadukan maka kadar air material seperti agregat kasar dan pasir diperiksa lagi, agar kebutuhan air yang dipakai dihitung lagi.
4. Menimbang bahan yang dibutuhkan sesuai dengan yang telah ditentukan dalam perencanaan.
5. Pengadukan bahan didahului dengan memasukkan pasir dan semen Portland kemudian diaduk, masukkan kerikil, air dan bahan tambah secara
bergantian sampai semua bahan habis.
6. Setelah adukan homogen, tuang adukanke alas campuran beton.
7. Diukur nilai slump dari adukan tersebut, jika belum sesuai dengan nilai slump yang direncanakan masukkan kembali ke dalam bak pengadukan untuk dilakukan penyesuaian dengan penambahan air.
8. Setelah slump yang didapat sesuai dengan rencana,kemudian adukan beton dimasukkan kedalam cetakan silinder. Pengisian adukan dilakukan tiga tahap, masing-masing 3 dari tinggi cetakan. Setiap tahap dipadatkan dengan tongkat baja ( dengan ukuran diameter 16 mm dan panjang 60 cm yang ujungnya dibulatkan ) sebanyak 25 kali.
9. Setelah padat dan cetakan penuh , kemudian permukaannya diratakan. 10. Setelah itu simpan cetakan ditempat yang sejuk, diletakan ditempat yang
rata dan bebas dari getaran dan gangguan lain dan dibiarkan 24 jam. Setelah 24 jam benda uji dikeluarkan dari cetakan. Diukur tinggi, diameter dan beratnya serta beri tanda seperlunya. Perawatan dilakukan dengan merendam benda uji di dalam kolam perendaman selama 28 hari.
11. Pengujian dilakukan dengan mesin desak beton sesuai dengan umur yang telah ditentukan.
3.9 Pengujian Kuat Desak Benda Uji
Untuk melaksanakan pengujian kuat desak beton harus diikuti beberapa tahapan sebagai berikut :
1. Alat-alat dan benda uji yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu. 2. Benda uji diuji dengan mesin desak. Letakkan benda uji pada mesin tekan
secara sentries (tepat ditengah) lalu berikan beban tekan dengan penambahan beban yang konstan berkisar antara 2-4 kg/cm2 per detik. 3. Lakukan pembebanan sampai benda uji menjadi hancur dan catat beban
maksimum yang terjdi selama pemeriksaan benda uji. 4. Catat keadaan benda uji.
3.10 Pengolahan Data
Setelah bahan dan alat uji siap serta sampel uji telah dibuat, maka siap untuk diuji sesuai prosedur penelitian. Hasil dari pengujian berupa data-data kasar yang masih perlu diolah lebih lanjut untuk mengetahui hubungan/korelasi antara satu pengujian dengan pengujian lainnya. Secara umum dari pengujian-pengujian yang akan dilakukan nantinya akan menghasilkan pengaruh perawatan pada mutu beton.
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
4.1 Pengujian Material
4.1.1 Pengujian Material Agregat Halus
Pengujian-pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus dalam penelitian ini meliputi pengujian kandungan lumpur, berat jenis, dan gradasi abu batu. Setelah dilakukan pengujian didapat hasil pengujian yang disajikan dalam tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat Halus (Abu Batu)
Jenis Pengujian Hasil
Pengujian Standar Keterangan
Kandungan Lumpur 4.50% Maks. 5 % Memenuhi Syarat
Bulk Spesific Gravity 2.464
Bulk Spesific Gravity SSD 2.532 2.5-2.7 Memenuhi Syarat
Apparent Spesific Gravity 2.642
Absorption 2.73%
Untuk hasil pengujian gradasi agregat halus serta persyaratan batas dari ASTM C.33M-08 dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus (Abu Batu)
Diameter
Berat Tertahan
Komulatif Persen
No Saringan Tertahan Lolos Tertahan Standar
Nomor diameter Berat persen
(gr) (%) (gr) (%) (%) 1 3/8" 9.50 0.0 0.00 0 100.00 0.00 2 No. 4 4.75 1.9 0.38 1.9 99.62 0.38 3 No. 8 2.36 77.0 15.40 78.9 84.22 15.78 4 No. 16 1.18 129.5 25.90 208.4 58.32 41.68 5 No. 30 0.60 131.9 26.38 340.3 31.94 68.06 6 No. 50 0.30 64.7 12.94 405 19.00 81.00 7 No. 100 0.15 70.0 14.00 475 5.00 95.00 8 Pan 25.0 5.00 500 0.00 100.00
Total Berat = 500.00 gram FM = 3.019 2.30 s/d 3.10
Dari tabel 4.2 gradasi agregat halus di atas dapat digambarkan grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan oleh ASTM C.33M-08 sebagai berikut :
Gambar 4.1. Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Halus 2 10 25 50 80 95 100 10 30 60 85 100 100 5.00 19.00 31.94 58.32 84.22 99.62 100.00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0.150 0.300 0.600 1.180 2.360 4.750 9.500 p e rs e n lo lo s % Diameter Saringan (mm) GRADASI AGREGAT HALUS
Batas Bawah Batas Atas Kom Los
4.1.2 Pengujian Material Agregat Kasar
Pengujian terhadap agregat kasar split (batu pecah) yang dipakai dalam penelitian ini meliputi pengujian berat jenis (spesific gravity), gradasi agregat kasar, dan keausan (abrasi). Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil Pengujian Agregat Kasar
Jenis Pengujian Hasil
Pengujian Standar Keterangan
Bulk Spesific Gravity 2.461
Bulk Spesific Gravity SSD 2.530 2.5-2.7 Memenuhi Syarat
Apparent Spesific Gravity 2.644
Absorption 2.81%
Modulus Halus Butir 6.960 5-8 Memenuhi Syarat
Abrasi 22.26% Maks. 50 % Memenuhi Syarat
Untuk hasil pengujian gradasi agregat kasar serta persyaratan batas dari ASTM C.136-05 dapat dilihat pada tabel 4.4. berikut ini.
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar
Diameter Komulatif Persen
No Saringan Berat Tertahan Tertahan Lolos Tertahan Standar
Nomor diameter Berat persen
(mm) (gr) (%) (gr) (%) (%) 1 1" 25.40 - 0.00 0.0 100.00 0.00 2 3/4" 19.10 575.0 11.50 575.0 88.50 11.50 3 3/8" 9.50 3720.0 74.40 4295.0 14.10 85.90 4 No. 4 4.75 683.0 13.66 4978.0 0.44 99.56 5 No. 8 2.36 15.0 0.30 4993.0 0.14 99.86 6 No. 16 1.18 0.0 0.00 4993.0 0.14 99.86 7 No. 30 0.60 0.0 0.00 4993.0 0.14 99.86 8 No. 50 0.30 0.0 0.00 4993.0 0.14 99.86 9 No. 100 0.15 0.0 0.00 4993.0 0.14 99.86 10 PAN 0 7.0 0.14 5000.0 0.00 100.00
Dari tabel 4.4. gradasi agregat kasar di atas dapat digambarkan grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan oleh ASTM C.136-05 sebagai berikut :
Gambar 4.2. Grafik Daerah Susunan Butir Agregat Kasar
4.2 Rencana Campuran Adukan Beton
Dari perthitungan rencana campurann (mix design) adukan beton diperoleh kebutuhan bahan untuk 1 m3 beton seperti pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. Proporsi Campuran Adukan Beton Untuk Setiap Variasi per 1m3
No. Variasi Adukan
Material
Semen Abu batu Splite Air
(kg) (kg) (kg) (liter) 1 VA-1 316.67 735.20 1102.80 190.00 2 VA-2 316.67 771.97 1066.06 190.00 3 VA-3 316.67 808.74 1029.31 190.00 4 VA-4 316.67 845.51 992.56 190.00 -5.00 10.00 55.00 100.00 - - -20.00 90.00 100.00 - 0.14 0.14 0.14 0.14 0.14 0.44 14.10 88.50 100.00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 - 0.15 0.30 0.60 1.18 2.36 4.75 9.50 19.10 25.40 P e rs e n L o lo s % Diameter Saringan (mm) GRADASI AGREGAT KASAR
Batas Bawah Batas Atas Kom Los
Secara lengkap perhitungan terdapat pada lampiran B, sedangkan untuk satu kali adukan disajikan tabel 4.6.
Tabel 4.6. Proporsi Campuran Adukan Beton Untuk Setiap Variasi Tiap 1 Kali
Adukan
No. Variasi Adukan
Jumlah Benda
Uji
Material
Semen Abu batu Splite Air
(kg) (kg) (kg) (liter) 1 VA-1 9 15.10 35.06 52.59 9.06 2 VA-2 9 15.10 36.81 50.84 9.06 3 VA-3 9 15.10 38.57 49.09 9.06 4 VA-4 9 15.10 40.32 47.33 9.06 4.3 Hasil Pengujian
4.3.1 Hasil Pengujian Slump
Dari pengujian nilai slump tampak bahwa perubahan nilai atau prosentase banyaknya abu batu akan mempengaruhi nilai workability, yang diperlukan untuk proses pengadukan, penuangan dan pemadatan. Pengujian ini dilakukan pada setiap adukan beton dengan dengan variasi kadar agregat halus (abu batu) sebesar 40 %, 42 %. 44% dan 46 %. Hasil pegujian dapat dilihat pada tebel 4.7. berikut : Tabel 4.7. Nilai Slump Campuran Adukan Beton
No. Variasi Adukan Nilai Slump (cm)
1 VA-1 11
2 VA-2 10
3 VA-3 8
4 VA-4 7
Gambar 4.3. Nilai Slump Berbagai Variasi Abu Batu
4.3.2 Hasil Pengujian Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan dilakukan pada saat benda uji berumur 7 hari, 14 hari dan 21 hari dengan menggunakan Compression Testing Machine untuk mendapatkan beban maksimum yaitu beban pada saat beton hancur ketika menerima beban tersebut (Pmax).
Dari data pengujian kuat tekan dapat diperoleh kuat tekan maksimum beton. Sebagai contoh perhitungan kuat tekan diambil data dari benda uji xxxx pada umur 21 hari. Berikut adalah cara perhitungan kuat tekan beton :
Pmax = 397 KN A = 0,25 × π × D2 = 0,25 × π × 1502 = 17762,5 mm2 0 2 4 6 8 10 12 40% 42% 44% 46% 11 10 8 7 Nila iS lu m p (c m )
Fc’ =
, = 22,47
Hasil pengujian kuat tekan beton pada benda uji silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm pada umur 7 hari, 14 hari dan 21 hari selengkapnya diasjikan dalam tabel 4.8. hingga 4.10.
Tabel 4.8. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Umur 7 Hari
No
Kode Beban Tegangan
Rata-rata
Benda Hancur Hancur
Uji (KN) (Mpa) (Mpa)
1 VA 1-1 40 % 397 22.47 22.25 VA 1-2 40 % 373 21.13 VA 1-3 40 % 409 23.14 2 VA 2-1 42 % 343 19.39 22.87 VA 2-2 42 % 406 23.01 VA 2-3 42 % 463 26.22 3 VA 3-1 44 % 477 27.02 24.30 VA 3-2 44 % 425 24.08 VA 3-3 44 % 385 21.80 4 VA 4-1 46 % 302 17.12 17.08 VA 4-2 46 % 295 16.72 VA 4-3 46 % 307 17.39
Grafik kuat tekan pada umur 7 hari berbagai variasi kadar abu batu disajikan pada gambar 4.4. berikut
Gambar 4.4. Grafik Kuat Tekan Umur 7 Hari Berbagai Variasi Kadar Abu Batu
Tabel 4.9. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Umur 14 Hari
No
Kode Beban Tegangan
Rata-rata
Benda Hancur Hancur
Uji (KN) (Mpa) (Mpa)
1 VA 1-1 40 % 466 26.37 26.10 VA 1-2 40 % 438 24.80 VA 1-3 40 % 480 27.15 2 VA 2-1 42 % 402 22.76 26.84 VA 2-2 42 % 477 26.99 VA 2-3 42 % 543 30.77 3 VA 3-1 44 % 560 31.70 28.51 VA 3-2 44 % 499 28.25 VA 3-3 44 % 452 25.58 4 VA 4-1 46 % 355 20.09 20.04 VA 4-2 46 % 347 19.62 VA 4-3 46 % 360 20.40
Grafik kuat tekan pada umur 14 hari berbagai variasi kadar abu batu disajikan pada gambar 4.5. berikut
22.25 22.87 24.30 17.08 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 40% 42% 44% 46% K u a t T e k a n ( M P a )
Gambar 4.5. Grafik Kuat Tekan Umur 14 Hari Berbagai Variasi Kadar Abu Batu
Tabel 4.10. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Umur 21 Hari
No
Kode Beban Tegangan
Rata-rata
Benda Hancur Hancur
Uji (KN) (Mpa) (Mpa)
1 VA 1-1 40 % 503 28.46 28.18 VA 1-2 40 % 473 26.77 VA 1-3 40 % 518 29.31 2 VA 2-1 42 % 434 24.57 28.97 VA 2-2 42 % 515 29.14 VA 2-3 42 % 587 33.21 3 VA 3-1 44 % 604 34.22 30.78 VA 3-2 44 % 539 30.50 VA 3-3 44 % 488 27.62 4 VA 4-1 46 % 383 21.69 21.63 VA 4-2 46 % 374 21.18 VA 4-3 46 % 389 22.03
Grafik kuat tekan pada umur 21 hari berbagai variasi kadar abu batu disajikan pada gambar 4.6. berikut
26.10 26.84 28.51 20.04 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 40% 42% 44% 46% K u a t T e k a n ( M P a )
Gambar 4.6. Grafik Kuat Tekan Umur 21 Hari Berbagai Variasi Kadar Abu Batu
Grafik kuat tekan pada tiap variasi kadar abu batu pada umur 7 hari, 14 hari dan 21 hari disajikan pada gambar 4.7. berikut :
Gambar 4.7. Grafik Kuat Tekan Pada Variasi Abu Batu Pada Umur 7 hari, 14 hari dan 21 hari 28.18 28.97 30.78 21.63 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 40% 42% 44% 46% K u a t T e k a n ( M P a )
Variasi Abu Batu (%)
0.00 22.25 26.10 28.18 -22.87 26.84 28.97 -24.30 28.51 30.78 -17.08 20.04 21.63 5 10 15 20 25 30 35
0 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari
K u a t T e k a n b e to n ( M p a ) Umur Beton
Grafik Kuat Tekan Beton
VA 1 - 40 % VA 2 - 42 % VA 3 - 44 % VA 4 - 46 %
Grafik kuat tekan maksimum diambil pada umur 21 hari dari berbagai variasi kadar abu batu disajikan pada gambar 4.8. berikut
Gambar 4.8. Grafik Kuat Tekan Maksimum Pada Umur 21 Hari Berbagai Variasi Kadar Abu Batu
4.4 Pembahasan
4.4.1 Uji Slump
Worabilitas merupakan factor yang penting dalam pembuatan adukan beton. Worabilitas yang memadai sangat diperlukan untuk memudahkan proses pengadukan, pengangkutan, penuangan dan pemadatan.
Sesuai dengan tabel 4.6. menunjukkan bahwa semakin banyak abu batu yang digunakan dalam pembuatan beton nilai slump akan semakin kecil. Hal tersebut dikarenakan daya serap (absortion) abu batu yang tinggi sehingga air yang
28.18 28.97 30.78 21.63 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 40% 42% 44% 46% K u a t T e k a n ( M P a )