• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA ENERGI PADA SISTEM PENGERING ANYAMAN ATA BERBAHAN BAKAR BRIKET SABUT KELAPA DENGAN MEMVARIASIKAN TIPE RAK PENGERING.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISA ENERGI PADA SISTEM PENGERING ANYAMAN ATA BERBAHAN BAKAR BRIKET SABUT KELAPA DENGAN MEMVARIASIKAN TIPE RAK PENGERING."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISA ENERGI PADA SISTEM PENGERING ANYAMAN

ATA BERBAHAN BAKAR BRIKET SABUT KELAPA DENGAN

MEMVARIASIKAN TIPE RAK PENGERING

Oleh :

I Nyoman Adi Sastrawan

1004305019

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v

ANALISA ENERGI PADA SISTEM PENGERING ANYAMAN

ATA BERBAHAN BAKAR BRIKET SABUT KELAPA DENGAN

MEMVARIASIKAN TIPE RAK PENGERING

Oleh : I Nyoman Adi Sastrawan

Pembimbing : Ir. Nengah Suarnadwipa, MT.

Dr.Ir. I Wayan Bandem Adnyana, M.Erg

ABSTRAKSI

Untuk membantu pengrajin ata dalam menghadapi musim hujan , meningkatkan jumlah hasil produk anyaman, dan menjaga kualitas produksi yang dihasilkan, telah dibuat alat pengering yang memanfaatkan kompor biomassa sebagai sumber dari uap panasnya. Dimana untuk meningkatkan performansi alat pengering dilakukan pengujian dengan menggunakan type rak yang berbeda.

Penelitian ini memakai bahan bakar briket sabut kelapa, dan dilakukan dengan memvariasikan type rak, yaitu menggunakan type rak plat datar dan type rak berlubang. Pengujian dilakukan sekali untuk satu type rak. Dalam pengujian ini, material yang dikeringkan adalah anyaman ata. Waktu untu k pengujian ini adalah 270 menit. Kemudian hasil dirata-ratakan untuk selanjutnya dilakukan perhitungan agar mendapatkan energi berguna (Ėuse),

energi suplai (Ėin), energi keluar cerobong (ĖLC), energi keluar abu (ĖLA), energi

keluar kompor (ĖLTK), energi keluar saluran penghubung (ĖLTS), energi keluar ruang

pengering (ĖLTP).

Dari hasil pengujian dan perhitungan yang telah dilakukan, variasi tipe rak plat datar dapat menghasilkan energi berguna (Ėuse) lebih baik daripada

menggunakan type rak berlubang. Sedangkan energi yang terbuang (Ėloss) dan energi

masuk (Ėin) lebih besar type rak berlubang daripada type rak plat datar.

(7)

vi

ENERGY ANALYSIS SYSTEM BASED FUEL DRYER WOVEN

ATA COCONUT HUSK BRIQUETTES BY VARYING THE RAK

TYPE DRYER

Author : I Nyoman Adi Sastrawan

Guidance : Ir. Nengah Suarnadwipa, MT.

Dr.Ir. I Wayan Bandem Adnyana, M.Erg

ABSTRACT

To help artisans ata in the face of the rainy season, increase the number of results webbing products, and maintain the quality of the resulting production, has made a dryer that utilizes biomass stoves as a source of steam heat, Where to increase dryer performance testing us ing different types of shelves.

The study used the coconut husk fuel briquettes, and carried out by varying the type of rack, that is using flat plate type rack and type perforated shelves. Testing is done once for one type of rack. The time for this test is 270 minutes. Then the results were averaged for further calculations in order to obtain useful energy (Ėuse), energy supply (Ėin), energy out chimney (ĖLC),

energy out ash (ĖLA), energy out stove (ĖLTK), energy exit conduit (ĖLTS),

energy out of the drying chamber (ĖLTP).

From the results of tests and calculations have been carried out, various types of flat plate rack can generate useful energy (Ėuse) is better than using

type perforated shelves. While energy is wasted (Ėloss) and the incoming

energy (Ėin) larger type than the type of rack shelves perforated flat plate.

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang

berjudul :

“Analisa Energi Pada Sistem Pengering Anyaman Ata Berbahan Bakar Briket Sabut Kelapa Dengan Memvariasikan Tipe Rak Pengering”

Dalam penyusunan proposal skripsi ini penulis tidak sediki t mendapat

bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. I Nyoman Suprapta Winaya, ST, Masc, Ph.D, selaku

Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana.

2. Bapak Ir. Nengah Suarnadwipa, MT, selaku Dosen Pembimbing I

dalam penulisan proposal skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Wayan Bandem Adnyana, M.Erg, selaku Dosen

Pembimbing II dalam penulisan proposal skripsi ini.

4. Bapak Si Putu Gunawan Tista, ST.MT, selaku koordinator Skripsi

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana.

5. Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma selaku Dosen Pembimbing

Akademik.

6. Bapak/Ibu dosen serta staf pegawai Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Udayana.

7. Semua pihak dan kawan-kawan Jurusan Teknik Mesin yang telah

membantu dalam penyelesaian proposal skripsi.

8. Orang tua dan keluarga penulis atas segala dukungan moril, materil

maupun spiritual yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini tentu jauh dari

kesempurnaan mengingat keterbatasan pengetahuan dan referensi yang

(9)

viii

sangat penulis harapkan dari berbagai pihak. Sekali lagi penulis

mengucapkan banyak terima kasih dan penulis mohon maaf apabila ada

kekurangan ataupun kesalahan dalam penulisan proposal skripsi ini.

Bukit Jimbaran, ...

(10)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAKSI ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang… ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

2.1 Gambaran Umum Ata... 5

2.1.1 Proses Produksi Pembuatan Kerajinan Ata ... 5

2.2 Biomassa ... 7

2.2.1 Sabut Kelapa ... 8

2.2.2 Sabut Kelapa Sebagai Energi Alternatif ... 9

2.3 Pengenalan Sistem Pengeringan ... 10

2.3.1 Prinsip Dasar Pengeringan ... 10

2.3.2 Pepindahan Massa ... 13

2.4 Perpindahan Panas ... 14

2.4.1 Perpindahan Panas Konduksi ... 14

2.4.2 Perpindahan Panas Konveksi ... 15

2.4.3 Perpindahan Panas Radiasi ... 17

2.5 Udara Pengering ... 18

2.5.1 Aliran Udara Pengering ... 18

2.6 Kelembaban Udara ... 18

2.7 Sistem Pengering Buatan ... 19

2.8 Stack Effect ... 20

2.9 Nilai Kalor ... 20

2.10 Kesetimbangan Energi ... 22

2.11 Laju Massa Bahan Bakar ... 24

2.12 Performansi Pengeringan... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

(11)

x

3.2 Jumlah Populasi (variable) ... 26

3.2.1 Variabel Terikat ... 26

3.2.2 Variabel Bebas ... 26

3.3 Alat dan Bahan ... 27

3.3.1 Alat ... 27

3.3.2 Bahan Penelitian ... 33

3.4 Instalasi Penelitian ……….. ... 33

3.4.1 Pembuatan Briket Sabut Kelapa ... 33

3.4.2 Bomb Calorimeter ... 34

3.5 Rancangan Penelitian ………. ... 37

3.5.1 Spesifikasi Alat ... 38

3.5.2 Deskripsi Alat ... 39

3.6 Diagram Alir Penelitian ……… ... 41

3.7 Metode Pengolahan Data ……….. ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1 Analisa Data ……….. ... 43

4.2 Data Hasil Pengamatan ……….. .. 43

4.3 Perhitungan Data Variasi Tipe Rak Plat Datar.. ... 44

4.4 Perhitungan Data Variasi Tipe Rak Berlubang……… ... 54

4.5 Perbandingan Data Hasil Perhitungan Rak Plat Datar Dan Rak Berlubang…... 63

4.6 Distribusi Temperatur……… ... 69

4.7 Perbandingan Distribusi Temperatur……… ... 72

BAB V PENUTUP ... 74

5.1 Kesimpulan ……….. ... 74

5.2 Saran ……….. ... 74

DAFTAR PUSTAKA………. 75

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Contoh Jenis Kerajinan Ata Yang Dihasilkan ... 2

Gambar 2.1 Berbagai Bentuk Kerajinan Ata... ... 5

Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Produksi Kerajinan Ata ... 6

Gambar 2.3 Sabut Kelapa ... 9

Gambar 2.4 T-V Diagram ... 12

Gambar 2.5 Perpindahan Panas Konduksi Pada Dinding Datar ... 15

Gambar 2.6 Perpindahan Panas Konveksi Dari Permukaan Media Padat Ke Fluida Mengalir ... 16

Gambar 2.7 Sistem pengeringan ... 22

Gambar 3.1 Timbangan Digital ... 28

Gambar 3.2 Kamera Digital ... 28

Gambar 3.3 Thermokopel ... 28

Gambar 3.4 Stopwatch ... 29

Gambar 3.5 Korek Api ... 29

Gambar 3.6 Minyak Tanah ……….. ... 30

Gambar 3.7 Alat Penghalus Sabut Kelapa ... 30

Gambar 3.8 Alat Pencetak Briket ……… ... 31

Gambar 3.9 Kompor ... 31

Gambar 3.10 Baskom ... 32

Gambar 3.11 Panci ... 32

Gambar 3.12 Alat Uji Bomb Calorimeter ... 36

Gambar 3.13 Skematik Rancangan Penelitian Menggunakan R ak Pengering Type Plat Datar ... 37

Gambar 3.14 Skematik Rancangan Penelitian Menggunakan Rak Pengering Type Kisi ... 38

Gambar 3.15 Diagram Alir Penelitian ... 41

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Laju Energi Masuk ... 64

Gambar 4.2 Perbandingan Laju Energi Berguna ... 65

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Laju Energi Losses Pada Kompor ... 66

Gambar 4.4 Perbandingan Laju Energi Losses Pada Saluran Penghubung ... 67

Gambar 4.5 Perbandingan Laju Energi Losses Pada Ruang Pengering .. 68

Gambar 4.6 Laju Energi Losses Pada Cerobong ... 69

Gambar 4.7 Grafik waktu terhadap Tin ... 70

Gambar 4.8 Grafik waktu terhadap Tout ... 70

Gambar 4.9 Grafik waktu terhadap penurunan massa ... 71

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tabel Ultimate Analysis Of Biomassa... 8 Tabel 4.1 Data hasil pengujian tipe rak plat datar... 43 Tabel 4.2 Data hasil pengujian tipe rak berlubang... 44 Tabel 4.3 Perbandingan data hasil pengolahan rak plat datar dan rak

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar rancangan alat... 77 Lampiran 2. Gambar pembuatan briket... ... 86 Lampiran 2. Gambar Pembuatan alat... ... 86 Lampiran 2. Gambar proses melapisi alat dengan material glasswool dan

aluminium foil... 87 Lampiran 2. Gambar proses pembuatan pellet... 87 Lampiran 3. Gambar pengujian nilai kalor masing-masing bahan bakar.. 88 Lampiran 3. Gambar menimbang massa bahan bakar ... 88 Lampiran 4. Gambar menimbang massa anyaman ata... 89 Lampiran 4. Gambar meletakkan anyaman ata ke ruang pengeringan

menggunakan plat datar... 89 Lampiran 5. Gambar proses memasukkan bahan bakar ke dalam kompor. 90 Lampiran 5. Gambar meletakkan anyaman ata ke ruang pengeringan

(15)
(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Biomassa adalah bahan organik yang berasal dari makhluk hidup,

baik tumbuh-tumbuhan, hewan ataupun limbah pertanian, salah satunya ialah

biomassa dari sabut kelapa. Di daerah Jembrana banyak ditumbuhi pohon kelapa dan

sabut kelapanya digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak, hal ini dilakukan

karena ketersediaan minyak tanah yang langka dan harganya mahal, serta semakin

sulit memperoleh kayu bakar. Proses pengolahannya sangat sederhana yaitu sabut

kelapa yang sudah kering langsung dipakai sebagai bahan bakar. Dalam teknologi

konversi termal biomassa, proses pembakaran langsung merupakan proses yang

paling mudah apabila dibandingkan dengan lainnya. Biomassa dari sabut kelapa

selain digunakan untuk memasak, dapat juga digunakan untuk membantu proses

pengeringan berbagai karya tangan berupa anyaman, khususnya anyaman ata.

Sebelum digunakan sebagai bahan bakar, sebaiknya sabut kelapa diolah terlebih

dahulu menjadi briket, agar lebih efisien saat dipergunakan sebagai bahan bakar.

Adapun alasan mengapa digunakan sabut kelapa sebagai bahan bakar, yaitu:

1. Bahan bakar sabut kelapa cukup tersedia dan mudah diperoleh.

2. Sabut kelapa merupakan limbah dari pengolahan buah kelapa apabila tidak

digunakan.

3. Nilai kalor bahan bakar sabut kelapa memenuhi persyaratan untuk

menghasilkan panas yang dibutuhkan.

4. Sisa pembakaran bahan bakar dapat digunakan serbagai pupuk untuk tanaman

pohon kelapa.

5. Harga lebih ekonomis.

Ata atau sering disebut Ate memiliki bahasa latin ligodium scandens

(17)

2

baku dari pembuatan kerajinan, peralatan rumah tangga dan lain-lain. Salah satu bentuk kerajinan tersebut, seperti yang ditunjukkan (gambar 1.1) dibawah ini.

Gambar 1.1 Contoh Jenis Kerajinan Ata Yang Dihasilkan

Proses pembuatan produk kerajinan seperti ini yaitu, bahan baku ata dipilih

ukurannya terlebih dahulu, kemudian dikerjakan atau dianyam pada saat bahan

tersebut masih basah atau masih mengandung kadar air yang cukup, agar pada saat

bahan tersebut dianyam, bahan tidak mudah patah atau bahan masih dalam keadaan

elastis. Setelah selesai dianyam, maka produk akan siap untuk dikeringkan. Proses

pengeringannya masih menggunakan pengeringan sistem alami, yaitu dari bantuan

panas sinar matahari dengan cara meletakkannya dibawah terik sinar matahari.

Kendala dari proses pengeringan sistem alami ini yaitu, cuaca panas yang diharapkan

sewaktu-waktu bisa berubah menjadi berawan ataupun hujan. Untuk membantu

ataupun menemukan solusi masalah seperti ini, dibutuhkan semacam alat pengering

untuk produk tersebut. Alat pengeringan yang dimaksud berupa tungku yang

didalamnya terdapat rak untuk meletakkan produk kerajinan ata dan sebuah kompor

biomassa untuk menghasilkan dan mengalirkan suhu panas atau asap hasil

pembakaran di dalam kompor ke tungku pengering. Dengan begitu kadar air yang

terkandung di dalam produk kerajinan ata tersebut akan berkurang.

Dalam hal pemesanan yang semakin meningkat dan kualitas produksi yang

dihasilkan bisa tetap terjaga, menggunakan alat pengering adalah solusi yang tepat.

Sehingga kualitas produksi akan tetap terjaga dan jumlah produk yang dihasilkan

akan bertambah, tergantung kapasitas penyimpanan di dalam tungku pengering dan

(18)

3

Sebelumnya sudah ada penelitin pengeringan ata tentang performansi alat

pengering menggunakan kompor biomassa berbahan bakar sekam padi dengan

variasi tata letak, diperoleh hasil bahwa, tata letak selang seling (staggered)

menghasilkan performansi terbaik (Febby 2013). Penelitian yang sudah dilakukan oleh Febby, belum diteliti mengenai performansi alat pengering dengan variasi type

rak yang menggunakan bahan bakar biomassa briket sabut kelapa. Maka dari itu,

agar dapat meningkatkan kualitas produk anyaman ata dari sisi kualitas pengeringan

dan texture produk, maka dilakukanlah penelitian tentang pengaruh variasi type rak

pengering terhadap performansi alat pengering ata berbahan bakar briket sabut

kelapa.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam tugas akhir ini, adapun permasalahan yang akan dibahas adalah

bagaimana pengaruh briket sabut kelapa sebagai bahan bakar kompor biomassa

terhadap performansi yang dihasilkan alat pengering dengan memakai tipe rak yang

berbeda.

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat mencapai sasaran yang diinginkan dan pembahasan

tidak terlalu meluas, maka permasalahan akan dibatasi sebagai berikut:

1. Temperatur lingkungan diasumsikan konstan.

2. Massa briket dan kerapatan briket sabut kelapa diasumsikan sama

3. Ukuran Anyaman ata diasumsikan sama

4. Kadar air pada batang ata diasumsikan sama.

(19)

4

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa energi pada

sistem pengering anyaman ata yang meliputi energi berguna, energi suplai,

, , Ėloss kompor, Ėloss saluran penghubung, Ėloss tungku pengering, distribusi

temperatur ruang pengering terhadap tipe rak pengering.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Dengan menggunakan kompor biomassa dapat memacu penduduk sekitar

untuk dapat memanfaatkan potensi energi limbah yang ada di sekitar mereka.

2. Sebagai solusi dalam penanganan limbah pertanian.

3. Membantu memecahkan masalah pengrajin ata tentang pengeringan ata pada

saat musim hujan dan memperkenalkan teknologi pengeringan.

4. Mendapatkan kualitas ata yang dihasilkan lebih baik.

5. Manfaat untuk penulis adalah karya tulis ini menjadi syarat untuk kelulusan

tingkat Setrata Satu (S1) serta menambah pengetahuan baru dalam kaitan

(20)

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Gambaran Umum Ata

Ata adalah salah satu tumbuh-tumbuhan melilit jenis pakis yang banyak

tumbuh di daerah hutan. Dahulu di Bali tumbuhan ata biasanya digunakan sebagai

bahan tali. Seiring dengan perkembangan zaman, sudah terdapat banyaknya jenis dan

bahan tali sintetik, sehingga peranan ata mulai berkurang. Pada saat ini ata tidak lagi

digunakan sebagai bahan tali, melainkan dipakai untuk bahan baku kerajinan

anyaman. Di Bali ataupun diluar bali, sudah banyak pengrajin ata yang mengolah ata

menjadi barang seni, sihingga mempunyai nilai tinggi dengan kualitas ekspor.

Seperti pada (gambar 2.1) dibawah ini.

Gambar 2.1 Berbagai Bentuk Kerajinan Ata

2.1.1 Proses Produksi Pembuatan Kerajinan Ata

Proses produksi pada dasarnya adalah suatu kegiatan dimana konversi

bahan baku (input produksi) menjadi produk (output produksi). Dalam proses

produksi kerajinan anyaman ata, yang dilakukan dalam kegiatan usaha tersebut

hanya memerlukan peralatan yang relatif sederhana, karena lebih banyak

memanfaatkan keahlian tangan manusia untuk menciptakan hasil karya yang

memiliki nilai seni tinggi. Tahapan yang dilalui dalam proses produksi kerajinan ata,

(21)

6

Secara umum, terdapat 3 tahap penting dalam proses pembuatan kerajinan

ata, yaitu persiapan, penganyaman, pengeringan/pengasapan.

a) Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahapan awal untuk membuat kerajinan

ata. Persiapan yang dimaksud adalah penyiapan bahan baku kerajinan.

Apabila bahan baku telah tersedia maka proses pembuatan kerajinan

ata dapat dilakukan.

b) Penganyaman

Setelah bahan baku yang diperlukan tersedia, proses selanjutnya

adalah menganyam bahan baku yang tersedia untuk dibentuk menjadi

produk yang diinginkan. Jenis – jenis produk yang dihasilkan bisa

bermacam – macam sesuai dengan pesanan, namun adapula bentuk –

bentuk baru yang dihasilkan pengrajin hasil dari keterampilan,

kreativitas dan kemampuan seni dari para pengrajin.

c) Pengeringan/pengasapan

Setelah ata dianyam menjadi bentuk yang diinginkan, selanjutnya

dilakukan tahap pengeringan untuk mengurangi kandungan air yang

terdapat pada ata sehingga produk yang dihasilkan tidak berjamur

Pemesanan / Order

Pembersihan Penganyaman

Pengeringan/pengasapan

Pengepakan Persiapan bahan

Pengiriman Barang Bagian Produksi

Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Produksi Kerajinan Ata

(22)

7

ketika diekspor. Proses pengeringan ata dilakukan dengan cara

pengasapan agar warna yang dihasilkan juga lebih bagus. Ata

diletakan di dalam oven lalu diasapi oleh asap yang dihasilkan dari

kompor biomassa. Kurang lebih waktu yang diperlukan dalam proses

ini adalah satu hari.

2.2 Biomassa

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis,

baik berupa produk maupun buangan. Melalui fotosintesis, karbondioksida di udara

ditransformasi menjadi molekul karbon lain (misalnya gula dan selulosa) dalam

tumbuhan. Energi kimia yang tersimpan dalam tanaman dan hewan (akibat memakan

tumbuhan atau hewan lain) atau dalam kotorannya dikenal dengan nama bio-energi.

Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah

pertanian, limbah hutan, limbah perkebunan, tinja dan kotoran ternak. Umumnya

biomassa yang digunakan untuk diambil energinya adalah biomassa yang nilai

ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya.

Kandungan utama biomassa adalah karbon, oksigen, dan hidrogen. Hal ini

ditunjukkan pada tabel 2.1. tentang ultimate analysis of biomass. Pada tabel tersebut

memperlihatkan komposisi dari 13 biomassa. Rumus kimia dari biomassa umumnya

diwakili oleh CxHyOz. Nilai koefisien dari x, y dan z ditentukan oleh masing-masing

(23)

8

Tabel 2.1 Ultimate analysis of Biomassa (Raveendran et.al.)(Sumber : Raveendran

dkk.1995,Tercantum dalam Badeau Pierre)

2.2.1 Sabut Kelapa

Sabut (serabut) kelapa atau dalam bahasa jawa biasa disebut sepet

merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa, yaitu 35% dari berat

keseluruhan buah. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan

satu serat dengan serat lainnya. Serat adalah bagian yang berharga dari sabut. Setiap

butir kelapa mengandung serat 525 gram (75% dari sabut), dan gabus 175 gram

(25% dari sabut). Sabut kelapa ini banyak dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan

maupun sebagai media tanam, sabut kelapa juga digunakan sebagai bahan bakar

pengganti kayu oleh para penduduk desa.

Dari hasil uji proximate dan ultimate dapat diketahui sifat-sifat bahan dasar

dari sabut kelapa, sifat-sifat bahan dasarnya meliputi, kadar air 2,45%, kadar abu

1,34%, fixed carbon 21,62%, volatile metter 74,59%, dan Nilai kalornya 3497,24

Cal/g. Dari komposisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa nilai kalor yang dimiliki

(24)

9

POTENSI KELAPA DI BALI

PRODUKSI 2012 (TON) 68.676

PRODUKSI 2011 (TON) 66.747

PRODUKSI 2010 (TON) 66.665

PRODUKSI 2009 (TON) 67.793

PRODUKSI 2008 (TON) 67.877

Sumber Data: Bali Dalam Angka 2013 BPS Provinsi Bali

Jl. Raya Puputan (Renon) No 1, Denpasar 80226 Telp (0361) 238159

Fax (0361) 238162

Updated: 10-4-2015 .

Gambar 2.3 Sabut Kelapa

2.2.2 Sabut Kelapa Sebagai Sumber Energi Alternatif

Sebagai limbah dari hasil produksi, sabut kelapa memang sering kali

menimbulkan persoalan tersendiri. Di samping penyimpanannya merampas

ruang-ruang terbuka proses penghancurannya juga sangat lambat, sehingga jika tidak

mendapat perlakuan segera, bisa menimbulkan gangguan lingkungan. Padahal sabut

kelapa sangat potensial bila digunakan sebagai sumber energi alternativ yang murah

bagi masyarakat.

Namun pemanfaatannya sebagai bahan bakar, selain kompor minyak

(25)

10

masih kurang praktis jika masih dalam bentuk utuh. Biasanya yang menggunakan

sabut kelapa sebagai bahan bakar adalah industri pembuatan batu bata atau kerajinan

keramik yang lain. Padahal jika sabut kelapa ini diubah menjadi bentuk lain agar

lebih praktis dalam penggunaannya sebagai bahan bakar maka ini akan menjadi

sebuah potensi yang sangat bagus, karena sabut kelapa mudah dicari dan harganya

pun dapat dikatakan murah. Bentuk lain dari sabut kelapa agar lebih praktis dalam

penggunaannya sebagai bahan bakar adalah dengan mengolahnya lebih lanjut

sebagai briket.

Dari sisi momentum saat ini adalah saat yang paling tepat untuk

mempromosikan sabut kelapa sebagai salah satu sumber energi alternatif. Jika ini

dilakukan, bukan saja memberikan pilihan pada masyarakat menyangkut pemenuhan

sumber energi yang murah meriah, pada saat yang sama, juga memberi solusi

mengelola sabut kelapa dengan mengedepankan asas manfaat. Momentumnya juga

dapat dikatakan tepat karena masyarakat kini tengah dihadapkan pada pilihan sulit

dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka, menyusul kenaikan harga

bahan bakar minyak.

2.3 Pengenalan Sistem Pengeringan

2.3.1 Prinsip Dasar Pengeringan

Pada dasarnya pengeringan adalah suatu proses pemindahan panas dan uap

air secara simultan yang memerlukan energi untuk menguapkan kandungan air yang

dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang

biasanya berupa panas. Biasanya proses pengeringan merupakan suatu proses akhir

dari suatu deretan operasi proses dan setelah pengeringan bahan siap untuk disimpan,

dijual, atau diolah kembali.

Berdasarkan sumbernya, faktor yang mempengaruhi pengeringan dibedakan

(26)

11

1. Faktor internal, yaitu faktor yang mempengaruhi pengeringan yang berasal

dari material itu sendiri, faktor-faktor tersebut ialah ukuran material dan

kadar awal air material.

2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang mempengaruhi pengeringan yang

berasal dari luar material. Faktor-faktor tersebut ialah perbedaan suhu dan

kelembaban antara material dan udara pengering dan kecepatan aliran

udara pengering.

Berdasarkan atas proses kontak antara media pengering dengan bahan yang

akan dikeringkan, maka pengeringan dapat dibedakan menjadi :

1. Pengeringan langsung (Direct drying), disini bahan yang dikeringkan

langsung berhubungan dengan bahan yang dipanaskan.

2. Pengeringan tidak langsung (Indirect drying), udara panas berhubungan

dengan bahan melalui perantara, umumnya berupa dinding – dinding atau

tempat meletakkan bahan. Bahan akan kontak langsung dengan panas

secara konduksi.

Berdasarkan cara pemindahan bahan yang dikeringkan, maka proses

pengeringan dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. Pengeringan Kontinyu (Continuous Drying)

Bahan yang dikeringkan dilewatkan pada alat pengering secara

berkesinambungan dengan kapasitas dan kecepatan tetap. Jenis-jenis alat

pengering dengan metode kontinyu antar lain pengering terowongan

(tunnel dryer), pengeringan drum (drum dryer), pengeringan putar (rotary

dryer), pengering semprot (spray dryer).

2. Pengeringan Tumpukan (Batch Drying)

Pada proses ini bahan yang dikeringkan ditampung dalam suatu wadah,

kemudian baru dikeringkan dan bahan dikeluarkan setelah mencapai

keadaan kering, kemudian dilanjutkan dengan memasukkan bahan

berikutnya.

Pengeringan merupakan proses penguapan kandungan air dalam bahan

(27)

12

pengeringan merupakan suatu proses pemindahan panas dan perpindahan massa uap

air secara simultan. Panas sensibel diperlukan untuk menaikkan temperature material

yang dikeringkan, sedangkan panas laten diperlukan untuk menguapkan kandungan

air yang terdapat pada material. Uap air dipindahkan dari permukaan bahan yang

dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.

Gambar 2.4 T-V diagram (sumber : Yunus, A. Cengel. 1997)

Secara singkat proses yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Proses Pemanasan, pada tahap ini terjadi kenaikan temperature substansi yang dipanaskan sebagai akibat adanya penambahan energy kalor dari luar.

Sekalipun sebenarnya terjadi proses penambahan volume, namun perubahan

volume yang terjadi sangat kecil maka dianggap bahwa kondisi volume

konstan. Adapun energy yang ditambahkan pada proses ini adalah berupa

sensibel heat.

2. Proses perubahan fase, sekalipun pada tahapan ini memerlukan banyak energy (latent heat), namun seluruh energy yang diterima oleh substansi tidak

menimbulkan perubahan temperature karena dimanfaatkan untuk terjadinya

proses penguapan cairan yang terkandung dalam substansi yang dipanaskan

(perubahan fase dari cair menjadi uap air).

Pemanasan T

Perubahan fase

Pembuangan uap

(28)

13

3. Proses pembuangan uap bersamaan dengan udara buang, pada tahap ini uap air dibuang keluar ruangan pengering bersamaan dengan aliran udara

buang.

Pada dasarnya rangkaian proses yang terjadi selama pengeringan meliputi dua proses sebagai berikut:

• Proses perpindahan panas.

• Proses perpindahan massa.

2.3.2 Perpindahan Massa

Proses pengeringan utamanya ditentukan dari besarnya perpindahan massa

dari material yang dikeringkan ke fluida pengering, adapun proses perpindahan

massa ini tergantung dari beberapa faktor antara lain :

a) Koefisien perpindahan massa (hm)

Perpindahan massa yang berhubungan dengan proses pengeringan

adalah secara konveksi.

b) Perbedaan konsentrasi air (ΔCA) antara fluida pengering dan material

yang dikeringkan.

Perpindahan massa pada material dapat terjadi secara difusi, yaitu proses

perpindahan massa dari bagian dalam material ke bagian permukaan material dan

dilanjutkan dengan perpindahan massa secara konveksi, yaitu proses perpindahan

massa dari material ke fluida pengering (udara) yang mengalir. Sehingga

perpindahan massa secara konveksi dirumuskan sebagai berikut:

Na = hm.A. (CAS - CA∞) (kmol/s)...(2.1)

Dimana:

hm =koefisien perpindahan massa konveksi (m/s)

(29)

14

CAS =Konsentrasi molar air (uap air) di permukaan material (kmol/m3).

CA∞ =Konsentrasi molar uap air di udara pengering (kmol/m3)

Laju pengeringan tergantung pada besarnya laju perpindahan massa konveksi

dari permukaan material menuju udara pengering. Laju perpindahan massa konveksi

tergantung pada koefisien perpindahan massa konveksi (hm), besar kecilnya hm

tergantung pada temperature rata – rata udara pengering dan kecepatan aliran fluida

(udara) pengering. Makin besar kecepatan dan tinggi temperature udara pengering

maka semakin besar hm, semakin besar pula laju perpindahan massa konveksi.

2.4 Perpindahan Panas

Perpindahan panas atau heat transfer adalah ilmu untuk meramalkan energi

atau proses perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan temperatur di

antara benda atau material, dimana energi yang berpindah tersebut dinamakan kalor

atau panas (heat). Panas akan berpindah dari medium yang bertemperatur lebih

tinggi ke medium yang temperaturnya lebih rendah. Perpindahan panas ini

berlangsung terus sampai ada kesetimbangan temperatur diantara kedua medium

tersebut. Perpindahan panas dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu

perpindahan panas secara konduksi, konveksi, dan radiasi.

2.4.1 Perpindahan Panas Konduksi

Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi akibat

adanya perbedaan temperatur antara permukaan yang satu dengan permukaan yang

lain pada suatu media padat atau pada media fluida yang diam.

Konsep yang ada pada konduksi adalah merupakan aktivitas atomik dan

molekuler. Sehingga peristiwa yang terjadi pada konduksi adalah perpindahan energi

dari partikel yang lebih energetik (molekul lebih berenergi/bertemperatur tinggi)

menuju partikel yang kurang energetik (molekul kurang berenergi/ bertemperatur

lebih rendah), akibat adanya interaksi antara partikel-partikel tersebut.

Untuk kondisi perpindahan panas keadaan steady melalui dinding datar satu

(30)
[image:30.595.194.426.86.232.2]

15

Gambar 2.5 Perpindahan panas konduksi pada dinding datar Sumber : (Incropera, Frank P and DeWitt, David P., 1996)

Persamaan laju konduksi dikenal dengan Hukum Fourier tentang

Konduksi (Fourier Low of Heat Conduction), yang persamaan

matematikanya sebagai berikut:

qkond =

dx dT kA

 ... (2.2)

dimana :

qkond = Laju perpindahan panas konduksi (W)

k = Konduktivitas thermal bahan (W/m.K)

A = Luas penampang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m2)

dx dT

= Gradien temperatur pada penampang tersebut (K/m)

Tanda negatif (-) diselipkan agar memenuhi Hukum Kedua Termodinamika,

yaitu bahwa panas mengalir dari media yang bertemperatur lebih tinggi menuju

media yang temperaturnya lebih rendah.

2.4.2 Perpindahan Panas konveksi

Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi akibat

adanya perbedaan temperatur dari suatu permukaan media padat menuju fluida yang

mengalir (bergerak) atau sebaliknya. Suatu fluida memiliki temperatur, T, yang

bergerak dengan kecepatan, u, di atas permukaan media padat (Gambar 2.6).

Temperatur media padat lebih tinggi dari temperatur fluida, maka akan terjadi

(31)
[image:31.595.167.443.87.213.2]

16

Gambar 2.6 Perpindahan panas konveksi dari permukaan media padat ke fluida yang mengalir Sumber: (Incropera dan DeWitt, 3rd ed.)

Laju perpindahan panas konveksi adalah merupakan Hukum Newton

tentang pendinginan (Newton’s Law of Cooling) yaitu:

qkonv = h.As.(Ts - T) ... (2.3)

dimana :

qkonv = Laju perpindahan panas konveksi (W)

h = Koefisien perpindahan panas konveksi ( W/m2.K)

As = Luas permukaan perpindahan panas (m2)

Ts = Temperatur permukaan (K)

T = Temperatur fluida (K)

Menurut aliran fluidanya, perpindahan panas konveksi dapat diklasifikasikan

menjadi:

1. Konveksi paksa (forced convection), terjadi bila aliran fluidanya disebabkan oleh gaya luar, seperti : blower, pompa, atau kipas angin.

2. Konveksi alamiah (natural convection), terjadi bila aliran fluidanya disebabkan oleh efek gaya apungnya (buoyancy forced effect). Pada fluida,

temperatur berbanding terbalik/berlawanan dengan massa jenis (density).

Dimana, makin tinggi temperatur fluida maka makin rendah massa jenis

fluida tersebut, sebaliknya makin rendah temperatur maka makin tinggi

massa jenisnya. Fluida dengan temperatur lebih tinggi akan menjadi lebih

ringan karena massa jenisnya mengecil maka akan naik mengapung di atas

(32)

17

2.4.3 Perpindahan Panas Radiasi

Proses perpindahan panas secara radiasi (pancaran) adalah suatu proses

perpindahan energy panas yang terjadi dari benda yang bertemperatur tinggi menuju

benda dengan temperatur lebih rendah dengan tanpa melalui suatu medium perantara.

(Kreith 1986).

Pada proses perpindahan energy panas secara radiasi ini semua permukaan

pada temperature tertentu mengemisikan energi dalam bentuk gelombang

elektromagnetik, proses perpindahan panas secara radiasi dapat pula terjadi pada dua

media yang dibatasi oleh media yang bersuhu lebih dingin daripada keduanya

(Cengel 1997). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas secara radiasi

adalah mekanisme perpindahan panas yang terjadi melalui gelombang elektro

magnetic yang terjadi pada suatu permukaan dengan emisivitas antara nol dan satu.

Laju perpindahan panas radiasi atau panas yang diemisika oleh permukaan

suatu benda riil (nyata) adalah :

q RADIASI = ε σ Ts4 A...(2.4)

Dimana:

q RADIASI = laju perpindahan panas secara radiasi (Watt)

ε = emisivitas permukaan benda.

σ = konstanta Stevan – Boltzmann (5,67 . 10-8) (W/ )

Ts =Temperatur permukaan benda, selalu dalamabsolut (K)

A = Luas permukaan perpindahan panas radiasi (m2)

Tsur = Temperatur surrounding (K)

Laju perpindahan panas radiasi netto antara permukaan benda yang

bertemperatur lebih tinggi menuju permukaan media yang bertemperatur lebih

(33)

18

q RAD. NETTO = ε A σ (Ts4- Tsur4) jika Tsur <Ts...(2.5)

q RAD. NETTO = ε A σ (Tsur4- Ts4) jika Tsur >Ts...(2.6)

2.5 Udara Pengering

Fluida adalah suatu zat atau substansi yang akan mengalami deformasi secara

berkesinambungan apabila menerima gaya geser walaupun gaya geser yang

diterimanya tersebut sangat kecil. Fluida terdiri dari komposisi molekul – molekul

dalam gerakan konstan.

2.5.1 Aliran Udara Pengeringan

Pada proses pengering ini menggunakan proses aliran alami (Natural Flow)

yaitu menggunakan cerobong sebagai pengalir udara, sehingga laju aliran massa

(mass flow rate) udara dipengaruhi oleh efek gaya apung. (Bouyancy Force Effect).

Dengan laju aliran massa udara yang alami memungkinkan udara pengering

mencapai temperatur yang lebih tinggi, sehingga udara pengering dapat

mengeringkan dengan lebih efisien.

Fungsi aliran udara pengering adalah :

- Sebagai perantara gelombang panas melintasi permukaan luarmaterial,

sehingga yang terkandung pada material terevaporasi.

- Membawa uap air yang terevaporasi dari permukaan materialmenuju

cerobong pembuangan udara bercampur uap.

2.6 Kelembaban Udara (Air Humidity)

Material memiliki kemampuan untuk menyerap dan melepaskan kandungan

air. Oleh karena itu penting untuk dapat mengetahui tingkat kelembaban udara

(34)

19

Adapun macam – macam kelembaban udara, adalah sebagai berikut :

a) Kelembaban Udara Absolut (Absolute Humidity, ω)

Kelembaban udara absolut adalah nilai jumlah kandungan uap air

dalam satu kilogram udara (gr/Kg). Namun nilai kelembaban udara

absolut ini sangat dipengaruhi oleh panas termal udara, namun

demikian nilainya tidak mengalami perubahan saat mengalami

pemanasan ataupun pendinginan. Pada temperatur tinggi, udara

cenderung menghisap kelembaban (uap air)

b) Kelembaban Udara Relatif (Relative Humidity, Ф)

Adalah jumlah persentase kandungan uap air yang dihitung atas dasar

udara berkandungan maksimum (udara jenuh). Kelembaban relatif

pada udara jenuh harus selalu 100%. Kelembaban udara relatif akan

menurun bila udara dipanaskan dan meningkat bila udara didinginkan.

Dengan catatan bahwa jumlah kandungan air yang ada pada udara

tidak mengalami perubahan.

2.7 Sistem Pengering Buatan

System pengering buatan berbeda dengan system pengering secara alami

(Natural Air Drying), pada system ini proses pengeringan tidak sepenuhnya

bergantung pada kondisi cuaca. Sirkulasi gerakan dan arah angin yang mengandung

energy panas udara yang mengalir baik proses aliran paksa maupun alami, bila udara

dalam ruangan terlalu lembab udara tersebut dapat dibuang melalui saluran

pembuangan (damper) untuk kemudian digantikan dengan udara baru yang tidak

terlalu lembab.

Sifat pengering buatan dibuat untuk mendapatkan beberapa nilai positif

yang tidak dapat dicapai oleh sistem pegeringan secara, alami, misalnya:

1. Proses pengeringan tidak sepenuhnya bergantung pada panas matahari atau

(35)

20

2. Dengan singkatnya proses pengeringan, kapasitas pengeringan

dapatditingkatkan.

3. Proses pengeringan dapat terjadi secara kontinyu dan dapat dilakukan

sewaktu – waktu sesuai keinginan.

4. Bahan yang dikeringkan akan lebih aman dari gangguan luar yang dapat

merusak bahan atau produk, seperti : debu, hewan, gangguan cuaca dan

lain- lain.

5. Penggunaan filter udara pada saluran udara masuk memungkinkan

bahwaudara pengeringan benar – benar bersih dari kotaran, debu dan

lainnya.

2.8 Stack Effect

Stack efek adalah pergerakan udara ke dan dari cerobong asap, tumpukan

gas buang, dan didorong oleh kemampuan mengapung. Apung terjadi karena

perbedaan tekanan antara dalam ruangan dorongan kerapatan udara bebas yang

disebabkan oleh perbedaan suhu dan kelembapan. Hasilnya adalah positif atau

negatif (gaya apung). Semakin besar perbedaan termal dan ketinggian struktur,

semakin besar kekuatan daya apung, dan dengan demikian efek tumpukan yang disebut sebagai “efek cerobong asap” akan membantu mendorong ventilasi alami dan infiltrasi.

2.9 Nilai Kalor

Nilai kalor adalah suatu angka yang menyatakan jumlah panas/kalori yang

dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah bahan bakar tertentu dengan

udara/oksigen menurut Yelina,dkk (2000). [14]

Nilai kalor dapat dicari dengan menggunakan alat bomb calorimeteruntuk

mengetahui selisih perubahan temperature dalam proses pembakaran dan data

tersebut dapat dihitung dengan rumus :

(36)

21

HHV = ...(2.8)

LHV = ...(2.9)

Dimana :

HHV = Nilai kalor atas bahan bakar (kal/gr)

C = Nilai kalor standarisasi dari natrium benzoid acid (kal/˚C)

= (T2-T1) selisih antara temperatur akhir dengan temperatur

awal (˚C)

LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (kal/gr)

X = Massa H2O yang terbentuk selama proses pembakaran

persatuan massa bahan bakar (gr H2O/grbb)

(37)

22

2.10 Kesetimbangan Energi

Kesetimbangan energi yang terjadi pada sistem pengering (alat pengering dan

[image:37.595.129.495.190.477.2]

kompor biomassa) seperti gambar 2.7 dibawah ini:

Gambar 2.7 Sistem Pengeringan

Keterangan :

= Laju energi bahan bakar (kJ/s)

= Laju energi losses pada abu (kJ/s)

= Laju energi losses pada cerobong (kJ/s)

= Laju panas losses pada transmisi dinding kompor (kJ/s)

= Laju panas losses pada transmisi dinding pengering (kJ/s)

= Laju panas losses pada transmisi penghubung kompor dengan ruang

(38)

23

Kesetimbangan energi pada sistem pengering:

=

+

...(2.10)

Dimana:

= Laju energi masuk sistem pengering (kJ/s)

= Laju energi tersimpan dalam sistem (kJ/s)

= Laju energi keluar sistem (kJ/s)

Asumsi :

= 0, karena sistem steady state

Maka persamaan diatas:

=

...(2.11)

=

+

...,...(2.12)

=

...(2.13)

Maka:

=

+

...(2.14)

Laju energi losses pada cerobong:

=

(

+

) Cp . Tc ...

...(2.15)

Laju energi losses pada abu:

=

x C

p

x

...(2.16)

Dimana:

= Laju energi losses pada cerobong (kJ/s)

= Laju energi losses pada abu (kJ/s)

= Laju massa abu (Kg/s)

= Laju massa flue gas (Kg/s)

= Laju massa air pada ata yang terbuang/menguap (Kg/s)

= kalor jenis pada tekanan kontas (udara)

(39)

24

= Temperatur abu (˚C)

Laju energi losses pada kompor:

=

=

...(2.17)

Laju energi losses pada saluran penghubung kompor dengan tungku pengering

=

=

...(2.18)

Laju energi losses pada tungku pengering

=

=

...(2.19)

Rtotal =

...(2.20)

Dimana:

A = Luas Penampang (m2 )

R1 = Tahanan termal pada plat besi (K/W)

R2 = Tahanan termal pada glass wool (K/W)

LB = Tebal material glass wool (m)

LA = Tebal material plat besi (m)

KB = Konduktifitas termal glass wool (w/m.k)

KA = Konduktifitas termal plat besi (w/m.k)

Tsin = Temperatur dalam dinding (˚C)

Tsout = Temperatur luar dinding (˚C)

2.11 Laju Massa Bahan Bakar

Laju massa bahan bakar dapat dihitung menggunakan rumus :

(40)

25

bb = ...(2.21)

imana :

mawal = Massa awal bahan bakar (kg)

msisa = Massa sisa bahan bakar (kg)

t = Waktu proses pengeringan (s)

2.12 Performansi Pengeringan

Performansi pengeringan dengan memanfaatkan energi panas dari kompor

biomassa meliputi parameter berikut ini :

a. Energi panas berguna ), yaitu jumlah energi kalor yang digunakan

untuk menguapkan masa air pada material persatuan waktu, dinyatakan

dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

= = (W) ...(2.22)

Dimana ;

= Laju energi panas berguna (kJ/s)

=Energi penguap (kJ/s)

=Laju massa air pada ata yang terbuang/menguap (kg/s)

= didapat dari tabel saturated water yang dimana diasumsikan

suhu material yang dipanaskan (kal/gr)

b. Sumber Energi dari bahan bakar yang memasuki rak pengering

secara matematis ditulis dalam persamaan sebagaimana berikut ini :

= bb . HHV (W) ...(2.23)

Dimana :

= Laju energi bahan bakar yang dipergunakan (kJ/s)

bb=Laju massa bahan bakar yang dipergunakan (kg/s)

Gambar

Gambar 1.1 Contoh Jenis Kerajinan Ata Yang Dihasilkan
Gambar 2.1 Berbagai Bentuk Kerajinan Ata
Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Produksi Kerajinan Ata
Tabel 2.1 Ultimate analysis of Biomassa (Raveendran et.al.)(Sumber : Raveendran
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas antara insektisida Deltametrin 5% dengan Bifentrin 10% terhadap kematian pinjal Xenopsylla cheopis di

Akibat Harmonisa yang terjadi pada gardu tiang trafo daya 200 KVA akan mengakibatkan penurunan tegangan sebesar 9,57% , Arus hubung singkat 950.99 Ampere, Arus beban penuh

Hasil evaluasi bibit varian yang diregenerasikan dari embrio somatik insensitif AF hasil seleksi in vitro dalam media dengan penambahan AF menunjukkan bahwa dua dari tiga

Berdasarkan workshop tersebut, ditetapkan bahwa visi dari Drug-Free ASEAN 2015 adalah untuk mengontrol narkotika dan obat-obatan terlarang dan mengurangi konsekuensi negatif

Kesimpulan yang dapat diambil yaitu internalisasi nilai-nilai etika bisnis Islam pada pegawai Bank muamalat Indonesia kantor operasional Jombang sudah sesuai dengan

huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

beberapa konsentrasi NaCl; (5) pertumbuhan bakteri filosfer pada beberapa tingkat salinitas; (6) uji patogenisitas bakteri fjlosfer terhadap pascalarva udang windu; (7)

Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka penulis memberikan saran yaitu : sebaiknya perusahaan membuat perencanan yang tepat mengenai sumber maupun penggunaan kas