SKRIPSI
ANALISA ENERGI PADA SISTEM PENGERING ANYAMAN
ATA BERBAHAN BAKAR BRIKET SABUT KELAPA DENGAN
MEMVARIASIKAN TIPE RAK PENGERING
Oleh :
I Nyoman Adi Sastrawan
1004305019
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
v
ANALISA ENERGI PADA SISTEM PENGERING ANYAMAN
ATA BERBAHAN BAKAR BRIKET SABUT KELAPA DENGAN
MEMVARIASIKAN TIPE RAK PENGERING
Oleh : I Nyoman Adi SastrawanPembimbing : Ir. Nengah Suarnadwipa, MT.
Dr.Ir. I Wayan Bandem Adnyana, M.Erg
ABSTRAKSI
Untuk membantu pengrajin ata dalam menghadapi musim hujan , meningkatkan jumlah hasil produk anyaman, dan menjaga kualitas produksi yang dihasilkan, telah dibuat alat pengering yang memanfaatkan kompor biomassa sebagai sumber dari uap panasnya. Dimana untuk meningkatkan performansi alat pengering dilakukan pengujian dengan menggunakan type rak yang berbeda.
Penelitian ini memakai bahan bakar briket sabut kelapa, dan dilakukan dengan memvariasikan type rak, yaitu menggunakan type rak plat datar dan type rak berlubang. Pengujian dilakukan sekali untuk satu type rak. Dalam pengujian ini, material yang dikeringkan adalah anyaman ata. Waktu untu k pengujian ini adalah 270 menit. Kemudian hasil dirata-ratakan untuk selanjutnya dilakukan perhitungan agar mendapatkan energi berguna (Ėuse),
energi suplai (Ėin), energi keluar cerobong (ĖLC), energi keluar abu (ĖLA), energi
keluar kompor (ĖLTK), energi keluar saluran penghubung (ĖLTS), energi keluar ruang
pengering (ĖLTP).
Dari hasil pengujian dan perhitungan yang telah dilakukan, variasi tipe rak plat datar dapat menghasilkan energi berguna (Ėuse) lebih baik daripada
menggunakan type rak berlubang. Sedangkan energi yang terbuang (Ėloss) dan energi
masuk (Ėin) lebih besar type rak berlubang daripada type rak plat datar.
vi
ENERGY ANALYSIS SYSTEM BASED FUEL DRYER WOVEN
ATA COCONUT HUSK BRIQUETTES BY VARYING THE RAK
TYPE DRYER
Author : I Nyoman Adi Sastrawan
Guidance : Ir. Nengah Suarnadwipa, MT.
Dr.Ir. I Wayan Bandem Adnyana, M.Erg
ABSTRACT
To help artisans ata in the face of the rainy season, increase the number of results webbing products, and maintain the quality of the resulting production, has made a dryer that utilizes biomass stoves as a source of steam heat, Where to increase dryer performance testing us ing different types of shelves.
The study used the coconut husk fuel briquettes, and carried out by varying the type of rack, that is using flat plate type rack and type perforated shelves. Testing is done once for one type of rack. The time for this test is 270 minutes. Then the results were averaged for further calculations in order to obtain useful energy (Ėuse), energy supply (Ėin), energy out chimney (ĖLC),
energy out ash (ĖLA), energy out stove (ĖLTK), energy exit conduit (ĖLTS),
energy out of the drying chamber (ĖLTP).
From the results of tests and calculations have been carried out, various types of flat plate rack can generate useful energy (Ėuse) is better than using
type perforated shelves. While energy is wasted (Ėloss) and the incoming
energy (Ėin) larger type than the type of rack shelves perforated flat plate.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang
berjudul :
“Analisa Energi Pada Sistem Pengering Anyaman Ata Berbahan Bakar Briket Sabut Kelapa Dengan Memvariasikan Tipe Rak Pengering”
Dalam penyusunan proposal skripsi ini penulis tidak sediki t mendapat
bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. I Nyoman Suprapta Winaya, ST, Masc, Ph.D, selaku
Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana.
2. Bapak Ir. Nengah Suarnadwipa, MT, selaku Dosen Pembimbing I
dalam penulisan proposal skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Wayan Bandem Adnyana, M.Erg, selaku Dosen
Pembimbing II dalam penulisan proposal skripsi ini.
4. Bapak Si Putu Gunawan Tista, ST.MT, selaku koordinator Skripsi
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana.
5. Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
6. Bapak/Ibu dosen serta staf pegawai Jurusan Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Udayana.
7. Semua pihak dan kawan-kawan Jurusan Teknik Mesin yang telah
membantu dalam penyelesaian proposal skripsi.
8. Orang tua dan keluarga penulis atas segala dukungan moril, materil
maupun spiritual yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini tentu jauh dari
kesempurnaan mengingat keterbatasan pengetahuan dan referensi yang
viii
sangat penulis harapkan dari berbagai pihak. Sekali lagi penulis
mengucapkan banyak terima kasih dan penulis mohon maaf apabila ada
kekurangan ataupun kesalahan dalam penulisan proposal skripsi ini.
Bukit Jimbaran, ...
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAKSI ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang… ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Batasan Masalah ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II LANDASAN TEORI ... 5
2.1 Gambaran Umum Ata... 5
2.1.1 Proses Produksi Pembuatan Kerajinan Ata ... 5
2.2 Biomassa ... 7
2.2.1 Sabut Kelapa ... 8
2.2.2 Sabut Kelapa Sebagai Energi Alternatif ... 9
2.3 Pengenalan Sistem Pengeringan ... 10
2.3.1 Prinsip Dasar Pengeringan ... 10
2.3.2 Pepindahan Massa ... 13
2.4 Perpindahan Panas ... 14
2.4.1 Perpindahan Panas Konduksi ... 14
2.4.2 Perpindahan Panas Konveksi ... 15
2.4.3 Perpindahan Panas Radiasi ... 17
2.5 Udara Pengering ... 18
2.5.1 Aliran Udara Pengering ... 18
2.6 Kelembaban Udara ... 18
2.7 Sistem Pengering Buatan ... 19
2.8 Stack Effect ... 20
2.9 Nilai Kalor ... 20
2.10 Kesetimbangan Energi ... 22
2.11 Laju Massa Bahan Bakar ... 24
2.12 Performansi Pengeringan... 25
BAB III METODE PENELITIAN ... 26
x
3.2 Jumlah Populasi (variable) ... 26
3.2.1 Variabel Terikat ... 26
3.2.2 Variabel Bebas ... 26
3.3 Alat dan Bahan ... 27
3.3.1 Alat ... 27
3.3.2 Bahan Penelitian ... 33
3.4 Instalasi Penelitian ……….. ... 33
3.4.1 Pembuatan Briket Sabut Kelapa ... 33
3.4.2 Bomb Calorimeter ... 34
3.5 Rancangan Penelitian ………. ... 37
3.5.1 Spesifikasi Alat ... 38
3.5.2 Deskripsi Alat ... 39
3.6 Diagram Alir Penelitian ……… ... 41
3.7 Metode Pengolahan Data ……….. ... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43
4.1 Analisa Data ……….. ... 43
4.2 Data Hasil Pengamatan ……….. .. 43
4.3 Perhitungan Data Variasi Tipe Rak Plat Datar.. ... 44
4.4 Perhitungan Data Variasi Tipe Rak Berlubang……… ... 54
4.5 Perbandingan Data Hasil Perhitungan Rak Plat Datar Dan Rak Berlubang…... 63
4.6 Distribusi Temperatur……… ... 69
4.7 Perbandingan Distribusi Temperatur……… ... 72
BAB V PENUTUP ... 74
5.1 Kesimpulan ……….. ... 74
5.2 Saran ……….. ... 74
DAFTAR PUSTAKA………. 75
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Contoh Jenis Kerajinan Ata Yang Dihasilkan ... 2
Gambar 2.1 Berbagai Bentuk Kerajinan Ata... ... 5
Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Produksi Kerajinan Ata ... 6
Gambar 2.3 Sabut Kelapa ... 9
Gambar 2.4 T-V Diagram ... 12
Gambar 2.5 Perpindahan Panas Konduksi Pada Dinding Datar ... 15
Gambar 2.6 Perpindahan Panas Konveksi Dari Permukaan Media Padat Ke Fluida Mengalir ... 16
Gambar 2.7 Sistem pengeringan ... 22
Gambar 3.1 Timbangan Digital ... 28
Gambar 3.2 Kamera Digital ... 28
Gambar 3.3 Thermokopel ... 28
Gambar 3.4 Stopwatch ... 29
Gambar 3.5 Korek Api ... 29
Gambar 3.6 Minyak Tanah ……….. ... 30
Gambar 3.7 Alat Penghalus Sabut Kelapa ... 30
Gambar 3.8 Alat Pencetak Briket ……… ... 31
Gambar 3.9 Kompor ... 31
Gambar 3.10 Baskom ... 32
Gambar 3.11 Panci ... 32
Gambar 3.12 Alat Uji Bomb Calorimeter ... 36
Gambar 3.13 Skematik Rancangan Penelitian Menggunakan R ak Pengering Type Plat Datar ... 37
Gambar 3.14 Skematik Rancangan Penelitian Menggunakan Rak Pengering Type Kisi ... 38
Gambar 3.15 Diagram Alir Penelitian ... 41
Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Laju Energi Masuk ... 64
Gambar 4.2 Perbandingan Laju Energi Berguna ... 65
Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Laju Energi Losses Pada Kompor ... 66
Gambar 4.4 Perbandingan Laju Energi Losses Pada Saluran Penghubung ... 67
Gambar 4.5 Perbandingan Laju Energi Losses Pada Ruang Pengering .. 68
Gambar 4.6 Laju Energi Losses Pada Cerobong ... 69
Gambar 4.7 Grafik waktu terhadap Tin ... 70
Gambar 4.8 Grafik waktu terhadap Tout ... 70
Gambar 4.9 Grafik waktu terhadap penurunan massa ... 71
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tabel Ultimate Analysis Of Biomassa... 8 Tabel 4.1 Data hasil pengujian tipe rak plat datar... 43 Tabel 4.2 Data hasil pengujian tipe rak berlubang... 44 Tabel 4.3 Perbandingan data hasil pengolahan rak plat datar dan rak
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Gambar rancangan alat... 77 Lampiran 2. Gambar pembuatan briket... ... 86 Lampiran 2. Gambar Pembuatan alat... ... 86 Lampiran 2. Gambar proses melapisi alat dengan material glasswool dan
aluminium foil... 87 Lampiran 2. Gambar proses pembuatan pellet... 87 Lampiran 3. Gambar pengujian nilai kalor masing-masing bahan bakar.. 88 Lampiran 3. Gambar menimbang massa bahan bakar ... 88 Lampiran 4. Gambar menimbang massa anyaman ata... 89 Lampiran 4. Gambar meletakkan anyaman ata ke ruang pengeringan
menggunakan plat datar... 89 Lampiran 5. Gambar proses memasukkan bahan bakar ke dalam kompor. 90 Lampiran 5. Gambar meletakkan anyaman ata ke ruang pengeringan
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biomassa adalah bahan organik yang berasal dari makhluk hidup,
baik tumbuh-tumbuhan, hewan ataupun limbah pertanian, salah satunya ialah
biomassa dari sabut kelapa. Di daerah Jembrana banyak ditumbuhi pohon kelapa dan
sabut kelapanya digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak, hal ini dilakukan
karena ketersediaan minyak tanah yang langka dan harganya mahal, serta semakin
sulit memperoleh kayu bakar. Proses pengolahannya sangat sederhana yaitu sabut
kelapa yang sudah kering langsung dipakai sebagai bahan bakar. Dalam teknologi
konversi termal biomassa, proses pembakaran langsung merupakan proses yang
paling mudah apabila dibandingkan dengan lainnya. Biomassa dari sabut kelapa
selain digunakan untuk memasak, dapat juga digunakan untuk membantu proses
pengeringan berbagai karya tangan berupa anyaman, khususnya anyaman ata.
Sebelum digunakan sebagai bahan bakar, sebaiknya sabut kelapa diolah terlebih
dahulu menjadi briket, agar lebih efisien saat dipergunakan sebagai bahan bakar.
Adapun alasan mengapa digunakan sabut kelapa sebagai bahan bakar, yaitu:
1. Bahan bakar sabut kelapa cukup tersedia dan mudah diperoleh.
2. Sabut kelapa merupakan limbah dari pengolahan buah kelapa apabila tidak
digunakan.
3. Nilai kalor bahan bakar sabut kelapa memenuhi persyaratan untuk
menghasilkan panas yang dibutuhkan.
4. Sisa pembakaran bahan bakar dapat digunakan serbagai pupuk untuk tanaman
pohon kelapa.
5. Harga lebih ekonomis.
Ata atau sering disebut Ate memiliki bahasa latin ligodium scandens
2
baku dari pembuatan kerajinan, peralatan rumah tangga dan lain-lain. Salah satu bentuk kerajinan tersebut, seperti yang ditunjukkan (gambar 1.1) dibawah ini.
Gambar 1.1 Contoh Jenis Kerajinan Ata Yang Dihasilkan
Proses pembuatan produk kerajinan seperti ini yaitu, bahan baku ata dipilih
ukurannya terlebih dahulu, kemudian dikerjakan atau dianyam pada saat bahan
tersebut masih basah atau masih mengandung kadar air yang cukup, agar pada saat
bahan tersebut dianyam, bahan tidak mudah patah atau bahan masih dalam keadaan
elastis. Setelah selesai dianyam, maka produk akan siap untuk dikeringkan. Proses
pengeringannya masih menggunakan pengeringan sistem alami, yaitu dari bantuan
panas sinar matahari dengan cara meletakkannya dibawah terik sinar matahari.
Kendala dari proses pengeringan sistem alami ini yaitu, cuaca panas yang diharapkan
sewaktu-waktu bisa berubah menjadi berawan ataupun hujan. Untuk membantu
ataupun menemukan solusi masalah seperti ini, dibutuhkan semacam alat pengering
untuk produk tersebut. Alat pengeringan yang dimaksud berupa tungku yang
didalamnya terdapat rak untuk meletakkan produk kerajinan ata dan sebuah kompor
biomassa untuk menghasilkan dan mengalirkan suhu panas atau asap hasil
pembakaran di dalam kompor ke tungku pengering. Dengan begitu kadar air yang
terkandung di dalam produk kerajinan ata tersebut akan berkurang.
Dalam hal pemesanan yang semakin meningkat dan kualitas produksi yang
dihasilkan bisa tetap terjaga, menggunakan alat pengering adalah solusi yang tepat.
Sehingga kualitas produksi akan tetap terjaga dan jumlah produk yang dihasilkan
akan bertambah, tergantung kapasitas penyimpanan di dalam tungku pengering dan
3
Sebelumnya sudah ada penelitin pengeringan ata tentang performansi alat
pengering menggunakan kompor biomassa berbahan bakar sekam padi dengan
variasi tata letak, diperoleh hasil bahwa, tata letak selang seling (staggered)
menghasilkan performansi terbaik (Febby 2013). Penelitian yang sudah dilakukan oleh Febby, belum diteliti mengenai performansi alat pengering dengan variasi type
rak yang menggunakan bahan bakar biomassa briket sabut kelapa. Maka dari itu,
agar dapat meningkatkan kualitas produk anyaman ata dari sisi kualitas pengeringan
dan texture produk, maka dilakukanlah penelitian tentang pengaruh variasi type rak
pengering terhadap performansi alat pengering ata berbahan bakar briket sabut
kelapa.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam tugas akhir ini, adapun permasalahan yang akan dibahas adalah
bagaimana pengaruh briket sabut kelapa sebagai bahan bakar kompor biomassa
terhadap performansi yang dihasilkan alat pengering dengan memakai tipe rak yang
berbeda.
1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat mencapai sasaran yang diinginkan dan pembahasan
tidak terlalu meluas, maka permasalahan akan dibatasi sebagai berikut:
1. Temperatur lingkungan diasumsikan konstan.
2. Massa briket dan kerapatan briket sabut kelapa diasumsikan sama
3. Ukuran Anyaman ata diasumsikan sama
4. Kadar air pada batang ata diasumsikan sama.
4
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa energi pada
sistem pengering anyaman ata yang meliputi energi berguna, energi suplai,
, , Ėloss kompor, Ėloss saluran penghubung, Ėloss tungku pengering, distribusi
temperatur ruang pengering terhadap tipe rak pengering.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Dengan menggunakan kompor biomassa dapat memacu penduduk sekitar
untuk dapat memanfaatkan potensi energi limbah yang ada di sekitar mereka.
2. Sebagai solusi dalam penanganan limbah pertanian.
3. Membantu memecahkan masalah pengrajin ata tentang pengeringan ata pada
saat musim hujan dan memperkenalkan teknologi pengeringan.
4. Mendapatkan kualitas ata yang dihasilkan lebih baik.
5. Manfaat untuk penulis adalah karya tulis ini menjadi syarat untuk kelulusan
tingkat Setrata Satu (S1) serta menambah pengetahuan baru dalam kaitan
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Gambaran Umum Ata
Ata adalah salah satu tumbuh-tumbuhan melilit jenis pakis yang banyak
tumbuh di daerah hutan. Dahulu di Bali tumbuhan ata biasanya digunakan sebagai
bahan tali. Seiring dengan perkembangan zaman, sudah terdapat banyaknya jenis dan
bahan tali sintetik, sehingga peranan ata mulai berkurang. Pada saat ini ata tidak lagi
digunakan sebagai bahan tali, melainkan dipakai untuk bahan baku kerajinan
anyaman. Di Bali ataupun diluar bali, sudah banyak pengrajin ata yang mengolah ata
menjadi barang seni, sihingga mempunyai nilai tinggi dengan kualitas ekspor.
Seperti pada (gambar 2.1) dibawah ini.
Gambar 2.1 Berbagai Bentuk Kerajinan Ata
2.1.1 Proses Produksi Pembuatan Kerajinan Ata
Proses produksi pada dasarnya adalah suatu kegiatan dimana konversi
bahan baku (input produksi) menjadi produk (output produksi). Dalam proses
produksi kerajinan anyaman ata, yang dilakukan dalam kegiatan usaha tersebut
hanya memerlukan peralatan yang relatif sederhana, karena lebih banyak
memanfaatkan keahlian tangan manusia untuk menciptakan hasil karya yang
memiliki nilai seni tinggi. Tahapan yang dilalui dalam proses produksi kerajinan ata,
6
Secara umum, terdapat 3 tahap penting dalam proses pembuatan kerajinan
ata, yaitu persiapan, penganyaman, pengeringan/pengasapan.
a) Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahapan awal untuk membuat kerajinan
ata. Persiapan yang dimaksud adalah penyiapan bahan baku kerajinan.
Apabila bahan baku telah tersedia maka proses pembuatan kerajinan
ata dapat dilakukan.
b) Penganyaman
Setelah bahan baku yang diperlukan tersedia, proses selanjutnya
adalah menganyam bahan baku yang tersedia untuk dibentuk menjadi
produk yang diinginkan. Jenis – jenis produk yang dihasilkan bisa
bermacam – macam sesuai dengan pesanan, namun adapula bentuk –
bentuk baru yang dihasilkan pengrajin hasil dari keterampilan,
kreativitas dan kemampuan seni dari para pengrajin.
c) Pengeringan/pengasapan
Setelah ata dianyam menjadi bentuk yang diinginkan, selanjutnya
dilakukan tahap pengeringan untuk mengurangi kandungan air yang
terdapat pada ata sehingga produk yang dihasilkan tidak berjamur
Pemesanan / Order
Pembersihan Penganyaman
Pengeringan/pengasapan
Pengepakan Persiapan bahan
Pengiriman Barang Bagian Produksi
Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Produksi Kerajinan Ata
7
ketika diekspor. Proses pengeringan ata dilakukan dengan cara
pengasapan agar warna yang dihasilkan juga lebih bagus. Ata
diletakan di dalam oven lalu diasapi oleh asap yang dihasilkan dari
kompor biomassa. Kurang lebih waktu yang diperlukan dalam proses
ini adalah satu hari.
2.2 Biomassa
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis,
baik berupa produk maupun buangan. Melalui fotosintesis, karbondioksida di udara
ditransformasi menjadi molekul karbon lain (misalnya gula dan selulosa) dalam
tumbuhan. Energi kimia yang tersimpan dalam tanaman dan hewan (akibat memakan
tumbuhan atau hewan lain) atau dalam kotorannya dikenal dengan nama bio-energi.
Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah
pertanian, limbah hutan, limbah perkebunan, tinja dan kotoran ternak. Umumnya
biomassa yang digunakan untuk diambil energinya adalah biomassa yang nilai
ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya.
Kandungan utama biomassa adalah karbon, oksigen, dan hidrogen. Hal ini
ditunjukkan pada tabel 2.1. tentang ultimate analysis of biomass. Pada tabel tersebut
memperlihatkan komposisi dari 13 biomassa. Rumus kimia dari biomassa umumnya
diwakili oleh CxHyOz. Nilai koefisien dari x, y dan z ditentukan oleh masing-masing
8
Tabel 2.1 Ultimate analysis of Biomassa (Raveendran et.al.)(Sumber : Raveendran
dkk.1995,Tercantum dalam Badeau Pierre)
2.2.1 Sabut Kelapa
Sabut (serabut) kelapa atau dalam bahasa jawa biasa disebut sepet
merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa, yaitu 35% dari berat
keseluruhan buah. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan
satu serat dengan serat lainnya. Serat adalah bagian yang berharga dari sabut. Setiap
butir kelapa mengandung serat 525 gram (75% dari sabut), dan gabus 175 gram
(25% dari sabut). Sabut kelapa ini banyak dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan
maupun sebagai media tanam, sabut kelapa juga digunakan sebagai bahan bakar
pengganti kayu oleh para penduduk desa.
Dari hasil uji proximate dan ultimate dapat diketahui sifat-sifat bahan dasar
dari sabut kelapa, sifat-sifat bahan dasarnya meliputi, kadar air 2,45%, kadar abu
1,34%, fixed carbon 21,62%, volatile metter 74,59%, dan Nilai kalornya 3497,24
Cal/g. Dari komposisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa nilai kalor yang dimiliki
9
POTENSI KELAPA DI BALI
PRODUKSI 2012 (TON) 68.676
PRODUKSI 2011 (TON) 66.747
PRODUKSI 2010 (TON) 66.665
PRODUKSI 2009 (TON) 67.793
PRODUKSI 2008 (TON) 67.877
Sumber Data: Bali Dalam Angka 2013 BPS Provinsi Bali
Jl. Raya Puputan (Renon) No 1, Denpasar 80226 Telp (0361) 238159
Fax (0361) 238162
Updated: 10-4-2015 .
Gambar 2.3 Sabut Kelapa
2.2.2 Sabut Kelapa Sebagai Sumber Energi Alternatif
Sebagai limbah dari hasil produksi, sabut kelapa memang sering kali
menimbulkan persoalan tersendiri. Di samping penyimpanannya merampas
ruang-ruang terbuka proses penghancurannya juga sangat lambat, sehingga jika tidak
mendapat perlakuan segera, bisa menimbulkan gangguan lingkungan. Padahal sabut
kelapa sangat potensial bila digunakan sebagai sumber energi alternativ yang murah
bagi masyarakat.
Namun pemanfaatannya sebagai bahan bakar, selain kompor minyak
10
masih kurang praktis jika masih dalam bentuk utuh. Biasanya yang menggunakan
sabut kelapa sebagai bahan bakar adalah industri pembuatan batu bata atau kerajinan
keramik yang lain. Padahal jika sabut kelapa ini diubah menjadi bentuk lain agar
lebih praktis dalam penggunaannya sebagai bahan bakar maka ini akan menjadi
sebuah potensi yang sangat bagus, karena sabut kelapa mudah dicari dan harganya
pun dapat dikatakan murah. Bentuk lain dari sabut kelapa agar lebih praktis dalam
penggunaannya sebagai bahan bakar adalah dengan mengolahnya lebih lanjut
sebagai briket.
Dari sisi momentum saat ini adalah saat yang paling tepat untuk
mempromosikan sabut kelapa sebagai salah satu sumber energi alternatif. Jika ini
dilakukan, bukan saja memberikan pilihan pada masyarakat menyangkut pemenuhan
sumber energi yang murah meriah, pada saat yang sama, juga memberi solusi
mengelola sabut kelapa dengan mengedepankan asas manfaat. Momentumnya juga
dapat dikatakan tepat karena masyarakat kini tengah dihadapkan pada pilihan sulit
dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka, menyusul kenaikan harga
bahan bakar minyak.
2.3 Pengenalan Sistem Pengeringan
2.3.1 Prinsip Dasar Pengeringan
Pada dasarnya pengeringan adalah suatu proses pemindahan panas dan uap
air secara simultan yang memerlukan energi untuk menguapkan kandungan air yang
dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang
biasanya berupa panas. Biasanya proses pengeringan merupakan suatu proses akhir
dari suatu deretan operasi proses dan setelah pengeringan bahan siap untuk disimpan,
dijual, atau diolah kembali.
Berdasarkan sumbernya, faktor yang mempengaruhi pengeringan dibedakan
11
1. Faktor internal, yaitu faktor yang mempengaruhi pengeringan yang berasal
dari material itu sendiri, faktor-faktor tersebut ialah ukuran material dan
kadar awal air material.
2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang mempengaruhi pengeringan yang
berasal dari luar material. Faktor-faktor tersebut ialah perbedaan suhu dan
kelembaban antara material dan udara pengering dan kecepatan aliran
udara pengering.
Berdasarkan atas proses kontak antara media pengering dengan bahan yang
akan dikeringkan, maka pengeringan dapat dibedakan menjadi :
1. Pengeringan langsung (Direct drying), disini bahan yang dikeringkan
langsung berhubungan dengan bahan yang dipanaskan.
2. Pengeringan tidak langsung (Indirect drying), udara panas berhubungan
dengan bahan melalui perantara, umumnya berupa dinding – dinding atau
tempat meletakkan bahan. Bahan akan kontak langsung dengan panas
secara konduksi.
Berdasarkan cara pemindahan bahan yang dikeringkan, maka proses
pengeringan dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Pengeringan Kontinyu (Continuous Drying)
Bahan yang dikeringkan dilewatkan pada alat pengering secara
berkesinambungan dengan kapasitas dan kecepatan tetap. Jenis-jenis alat
pengering dengan metode kontinyu antar lain pengering terowongan
(tunnel dryer), pengeringan drum (drum dryer), pengeringan putar (rotary
dryer), pengering semprot (spray dryer).
2. Pengeringan Tumpukan (Batch Drying)
Pada proses ini bahan yang dikeringkan ditampung dalam suatu wadah,
kemudian baru dikeringkan dan bahan dikeluarkan setelah mencapai
keadaan kering, kemudian dilanjutkan dengan memasukkan bahan
berikutnya.
Pengeringan merupakan proses penguapan kandungan air dalam bahan
12
pengeringan merupakan suatu proses pemindahan panas dan perpindahan massa uap
air secara simultan. Panas sensibel diperlukan untuk menaikkan temperature material
yang dikeringkan, sedangkan panas laten diperlukan untuk menguapkan kandungan
air yang terdapat pada material. Uap air dipindahkan dari permukaan bahan yang
dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.
Gambar 2.4 T-V diagram (sumber : Yunus, A. Cengel. 1997)
Secara singkat proses yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Proses Pemanasan, pada tahap ini terjadi kenaikan temperature substansi yang dipanaskan sebagai akibat adanya penambahan energy kalor dari luar.
Sekalipun sebenarnya terjadi proses penambahan volume, namun perubahan
volume yang terjadi sangat kecil maka dianggap bahwa kondisi volume
konstan. Adapun energy yang ditambahkan pada proses ini adalah berupa
sensibel heat.
2. Proses perubahan fase, sekalipun pada tahapan ini memerlukan banyak energy (latent heat), namun seluruh energy yang diterima oleh substansi tidak
menimbulkan perubahan temperature karena dimanfaatkan untuk terjadinya
proses penguapan cairan yang terkandung dalam substansi yang dipanaskan
(perubahan fase dari cair menjadi uap air).
Pemanasan T
Perubahan fase
Pembuangan uap
13
3. Proses pembuangan uap bersamaan dengan udara buang, pada tahap ini uap air dibuang keluar ruangan pengering bersamaan dengan aliran udara
buang.
Pada dasarnya rangkaian proses yang terjadi selama pengeringan meliputi dua proses sebagai berikut:
• Proses perpindahan panas.
• Proses perpindahan massa.
2.3.2 Perpindahan Massa
Proses pengeringan utamanya ditentukan dari besarnya perpindahan massa
dari material yang dikeringkan ke fluida pengering, adapun proses perpindahan
massa ini tergantung dari beberapa faktor antara lain :
a) Koefisien perpindahan massa (hm)
Perpindahan massa yang berhubungan dengan proses pengeringan
adalah secara konveksi.
b) Perbedaan konsentrasi air (ΔCA) antara fluida pengering dan material
yang dikeringkan.
Perpindahan massa pada material dapat terjadi secara difusi, yaitu proses
perpindahan massa dari bagian dalam material ke bagian permukaan material dan
dilanjutkan dengan perpindahan massa secara konveksi, yaitu proses perpindahan
massa dari material ke fluida pengering (udara) yang mengalir. Sehingga
perpindahan massa secara konveksi dirumuskan sebagai berikut:
Na = hm.A. (CAS - CA∞) (kmol/s)...(2.1)
Dimana:
hm =koefisien perpindahan massa konveksi (m/s)
14
CAS =Konsentrasi molar air (uap air) di permukaan material (kmol/m3).
CA∞ =Konsentrasi molar uap air di udara pengering (kmol/m3)
Laju pengeringan tergantung pada besarnya laju perpindahan massa konveksi
dari permukaan material menuju udara pengering. Laju perpindahan massa konveksi
tergantung pada koefisien perpindahan massa konveksi (hm), besar kecilnya hm
tergantung pada temperature rata – rata udara pengering dan kecepatan aliran fluida
(udara) pengering. Makin besar kecepatan dan tinggi temperature udara pengering
maka semakin besar hm, semakin besar pula laju perpindahan massa konveksi.
2.4 Perpindahan Panas
Perpindahan panas atau heat transfer adalah ilmu untuk meramalkan energi
atau proses perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan temperatur di
antara benda atau material, dimana energi yang berpindah tersebut dinamakan kalor
atau panas (heat). Panas akan berpindah dari medium yang bertemperatur lebih
tinggi ke medium yang temperaturnya lebih rendah. Perpindahan panas ini
berlangsung terus sampai ada kesetimbangan temperatur diantara kedua medium
tersebut. Perpindahan panas dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu
perpindahan panas secara konduksi, konveksi, dan radiasi.
2.4.1 Perpindahan Panas Konduksi
Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi akibat
adanya perbedaan temperatur antara permukaan yang satu dengan permukaan yang
lain pada suatu media padat atau pada media fluida yang diam.
Konsep yang ada pada konduksi adalah merupakan aktivitas atomik dan
molekuler. Sehingga peristiwa yang terjadi pada konduksi adalah perpindahan energi
dari partikel yang lebih energetik (molekul lebih berenergi/bertemperatur tinggi)
menuju partikel yang kurang energetik (molekul kurang berenergi/ bertemperatur
lebih rendah), akibat adanya interaksi antara partikel-partikel tersebut.
Untuk kondisi perpindahan panas keadaan steady melalui dinding datar satu
15
Gambar 2.5 Perpindahan panas konduksi pada dinding datar Sumber : (Incropera, Frank P and DeWitt, David P., 1996)
Persamaan laju konduksi dikenal dengan Hukum Fourier tentang
Konduksi (Fourier Low of Heat Conduction), yang persamaan
matematikanya sebagai berikut:
qkond =
dx dT kA
... (2.2)
dimana :
qkond = Laju perpindahan panas konduksi (W)
k = Konduktivitas thermal bahan (W/m.K)
A = Luas penampang tegak lurus terhadap arah aliran panas (m2)
dx dT
= Gradien temperatur pada penampang tersebut (K/m)
Tanda negatif (-) diselipkan agar memenuhi Hukum Kedua Termodinamika,
yaitu bahwa panas mengalir dari media yang bertemperatur lebih tinggi menuju
media yang temperaturnya lebih rendah.
2.4.2 Perpindahan Panas konveksi
Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi akibat
adanya perbedaan temperatur dari suatu permukaan media padat menuju fluida yang
mengalir (bergerak) atau sebaliknya. Suatu fluida memiliki temperatur, T, yang
bergerak dengan kecepatan, u, di atas permukaan media padat (Gambar 2.6).
Temperatur media padat lebih tinggi dari temperatur fluida, maka akan terjadi
16
Gambar 2.6 Perpindahan panas konveksi dari permukaan media padat ke fluida yang mengalir Sumber: (Incropera dan DeWitt, 3rd ed.)
Laju perpindahan panas konveksi adalah merupakan Hukum Newton
tentang pendinginan (Newton’s Law of Cooling) yaitu:
qkonv = h.As.(Ts - T) ... (2.3)
dimana :
qkonv = Laju perpindahan panas konveksi (W)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi ( W/m2.K)
As = Luas permukaan perpindahan panas (m2)
Ts = Temperatur permukaan (K)
T = Temperatur fluida (K)
Menurut aliran fluidanya, perpindahan panas konveksi dapat diklasifikasikan
menjadi:
1. Konveksi paksa (forced convection), terjadi bila aliran fluidanya disebabkan oleh gaya luar, seperti : blower, pompa, atau kipas angin.
2. Konveksi alamiah (natural convection), terjadi bila aliran fluidanya disebabkan oleh efek gaya apungnya (buoyancy forced effect). Pada fluida,
temperatur berbanding terbalik/berlawanan dengan massa jenis (density).
Dimana, makin tinggi temperatur fluida maka makin rendah massa jenis
fluida tersebut, sebaliknya makin rendah temperatur maka makin tinggi
massa jenisnya. Fluida dengan temperatur lebih tinggi akan menjadi lebih
ringan karena massa jenisnya mengecil maka akan naik mengapung di atas
17
2.4.3 Perpindahan Panas Radiasi
Proses perpindahan panas secara radiasi (pancaran) adalah suatu proses
perpindahan energy panas yang terjadi dari benda yang bertemperatur tinggi menuju
benda dengan temperatur lebih rendah dengan tanpa melalui suatu medium perantara.
(Kreith 1986).
Pada proses perpindahan energy panas secara radiasi ini semua permukaan
pada temperature tertentu mengemisikan energi dalam bentuk gelombang
elektromagnetik, proses perpindahan panas secara radiasi dapat pula terjadi pada dua
media yang dibatasi oleh media yang bersuhu lebih dingin daripada keduanya
(Cengel 1997). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas secara radiasi
adalah mekanisme perpindahan panas yang terjadi melalui gelombang elektro
magnetic yang terjadi pada suatu permukaan dengan emisivitas antara nol dan satu.
Laju perpindahan panas radiasi atau panas yang diemisika oleh permukaan
suatu benda riil (nyata) adalah :
q RADIASI = ε σ Ts4 A...(2.4)
Dimana:
q RADIASI = laju perpindahan panas secara radiasi (Watt)
ε = emisivitas permukaan benda.
σ = konstanta Stevan – Boltzmann (5,67 . 10-8) (W/ )
Ts =Temperatur permukaan benda, selalu dalamabsolut (K)
A = Luas permukaan perpindahan panas radiasi (m2)
Tsur = Temperatur surrounding (K)
Laju perpindahan panas radiasi netto antara permukaan benda yang
bertemperatur lebih tinggi menuju permukaan media yang bertemperatur lebih
18
q RAD. NETTO = ε A σ (Ts4- Tsur4) jika Tsur <Ts...(2.5)
q RAD. NETTO = ε A σ (Tsur4- Ts4) jika Tsur >Ts...(2.6)
2.5 Udara Pengering
Fluida adalah suatu zat atau substansi yang akan mengalami deformasi secara
berkesinambungan apabila menerima gaya geser walaupun gaya geser yang
diterimanya tersebut sangat kecil. Fluida terdiri dari komposisi molekul – molekul
dalam gerakan konstan.
2.5.1 Aliran Udara Pengeringan
Pada proses pengering ini menggunakan proses aliran alami (Natural Flow)
yaitu menggunakan cerobong sebagai pengalir udara, sehingga laju aliran massa
(mass flow rate) udara dipengaruhi oleh efek gaya apung. (Bouyancy Force Effect).
Dengan laju aliran massa udara yang alami memungkinkan udara pengering
mencapai temperatur yang lebih tinggi, sehingga udara pengering dapat
mengeringkan dengan lebih efisien.
Fungsi aliran udara pengering adalah :
- Sebagai perantara gelombang panas melintasi permukaan luarmaterial,
sehingga yang terkandung pada material terevaporasi.
- Membawa uap air yang terevaporasi dari permukaan materialmenuju
cerobong pembuangan udara bercampur uap.
2.6 Kelembaban Udara (Air Humidity)
Material memiliki kemampuan untuk menyerap dan melepaskan kandungan
air. Oleh karena itu penting untuk dapat mengetahui tingkat kelembaban udara
19
Adapun macam – macam kelembaban udara, adalah sebagai berikut :
a) Kelembaban Udara Absolut (Absolute Humidity, ω)
Kelembaban udara absolut adalah nilai jumlah kandungan uap air
dalam satu kilogram udara (gr/Kg). Namun nilai kelembaban udara
absolut ini sangat dipengaruhi oleh panas termal udara, namun
demikian nilainya tidak mengalami perubahan saat mengalami
pemanasan ataupun pendinginan. Pada temperatur tinggi, udara
cenderung menghisap kelembaban (uap air)
b) Kelembaban Udara Relatif (Relative Humidity, Ф)
Adalah jumlah persentase kandungan uap air yang dihitung atas dasar
udara berkandungan maksimum (udara jenuh). Kelembaban relatif
pada udara jenuh harus selalu 100%. Kelembaban udara relatif akan
menurun bila udara dipanaskan dan meningkat bila udara didinginkan.
Dengan catatan bahwa jumlah kandungan air yang ada pada udara
tidak mengalami perubahan.
2.7 Sistem Pengering Buatan
System pengering buatan berbeda dengan system pengering secara alami
(Natural Air Drying), pada system ini proses pengeringan tidak sepenuhnya
bergantung pada kondisi cuaca. Sirkulasi gerakan dan arah angin yang mengandung
energy panas udara yang mengalir baik proses aliran paksa maupun alami, bila udara
dalam ruangan terlalu lembab udara tersebut dapat dibuang melalui saluran
pembuangan (damper) untuk kemudian digantikan dengan udara baru yang tidak
terlalu lembab.
Sifat pengering buatan dibuat untuk mendapatkan beberapa nilai positif
yang tidak dapat dicapai oleh sistem pegeringan secara, alami, misalnya:
1. Proses pengeringan tidak sepenuhnya bergantung pada panas matahari atau
20
2. Dengan singkatnya proses pengeringan, kapasitas pengeringan
dapatditingkatkan.
3. Proses pengeringan dapat terjadi secara kontinyu dan dapat dilakukan
sewaktu – waktu sesuai keinginan.
4. Bahan yang dikeringkan akan lebih aman dari gangguan luar yang dapat
merusak bahan atau produk, seperti : debu, hewan, gangguan cuaca dan
lain- lain.
5. Penggunaan filter udara pada saluran udara masuk memungkinkan
bahwaudara pengeringan benar – benar bersih dari kotaran, debu dan
lainnya.
2.8 Stack Effect
Stack efek adalah pergerakan udara ke dan dari cerobong asap, tumpukan
gas buang, dan didorong oleh kemampuan mengapung. Apung terjadi karena
perbedaan tekanan antara dalam ruangan dorongan kerapatan udara bebas yang
disebabkan oleh perbedaan suhu dan kelembapan. Hasilnya adalah positif atau
negatif (gaya apung). Semakin besar perbedaan termal dan ketinggian struktur,
semakin besar kekuatan daya apung, dan dengan demikian efek tumpukan yang disebut sebagai “efek cerobong asap” akan membantu mendorong ventilasi alami dan infiltrasi.
2.9 Nilai Kalor
Nilai kalor adalah suatu angka yang menyatakan jumlah panas/kalori yang
dihasilkan dari proses pembakaran sejumlah bahan bakar tertentu dengan
udara/oksigen menurut Yelina,dkk (2000). [14]
Nilai kalor dapat dicari dengan menggunakan alat bomb calorimeteruntuk
mengetahui selisih perubahan temperature dalam proses pembakaran dan data
tersebut dapat dihitung dengan rumus :
21
HHV = ...(2.8)
LHV = ...(2.9)
Dimana :
HHV = Nilai kalor atas bahan bakar (kal/gr)
C = Nilai kalor standarisasi dari natrium benzoid acid (kal/˚C)
= (T2-T1) selisih antara temperatur akhir dengan temperatur
awal (˚C)
LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (kal/gr)
X = Massa H2O yang terbentuk selama proses pembakaran
persatuan massa bahan bakar (gr H2O/grbb)
22
2.10 Kesetimbangan Energi
Kesetimbangan energi yang terjadi pada sistem pengering (alat pengering dan
[image:37.595.129.495.190.477.2]kompor biomassa) seperti gambar 2.7 dibawah ini:
Gambar 2.7 Sistem Pengeringan
Keterangan :
= Laju energi bahan bakar (kJ/s)
= Laju energi losses pada abu (kJ/s)
= Laju energi losses pada cerobong (kJ/s)
= Laju panas losses pada transmisi dinding kompor (kJ/s)
= Laju panas losses pada transmisi dinding pengering (kJ/s)
= Laju panas losses pada transmisi penghubung kompor dengan ruang
23
Kesetimbangan energi pada sistem pengering:
=
+
...(2.10)Dimana:
= Laju energi masuk sistem pengering (kJ/s)
= Laju energi tersimpan dalam sistem (kJ/s)
= Laju energi keluar sistem (kJ/s)
Asumsi :
= 0, karena sistem steady state
Maka persamaan diatas:
=
...(2.11)=
+
...,...(2.12)=
...(2.13)
Maka:
=
+
...(2.14)Laju energi losses pada cerobong:
=
(
+
) Cp . Tc ...
...(2.15)Laju energi losses pada abu:
=
x C
px
...(2.16)
Dimana:
= Laju energi losses pada cerobong (kJ/s)
= Laju energi losses pada abu (kJ/s)
= Laju massa abu (Kg/s)
= Laju massa flue gas (Kg/s)
= Laju massa air pada ata yang terbuang/menguap (Kg/s)
= kalor jenis pada tekanan kontas (udara)
24
= Temperatur abu (˚C)
Laju energi losses pada kompor:
=
=
...(2.17)Laju energi losses pada saluran penghubung kompor dengan tungku pengering
=
=
...(2.18)Laju energi losses pada tungku pengering
=
=
...(2.19)Rtotal =
...(2.20)
Dimana:
A = Luas Penampang (m2 )
R1 = Tahanan termal pada plat besi (K/W)
R2 = Tahanan termal pada glass wool (K/W)
LB = Tebal material glass wool (m)
LA = Tebal material plat besi (m)
KB = Konduktifitas termal glass wool (w/m.k)
KA = Konduktifitas termal plat besi (w/m.k)
Tsin = Temperatur dalam dinding (˚C)
Tsout = Temperatur luar dinding (˚C)
2.11 Laju Massa Bahan Bakar
Laju massa bahan bakar dapat dihitung menggunakan rumus :
25
bb = ...(2.21)
imana :
mawal = Massa awal bahan bakar (kg)
msisa = Massa sisa bahan bakar (kg)
t = Waktu proses pengeringan (s)
2.12 Performansi Pengeringan
Performansi pengeringan dengan memanfaatkan energi panas dari kompor
biomassa meliputi parameter berikut ini :
a. Energi panas berguna ), yaitu jumlah energi kalor yang digunakan
untuk menguapkan masa air pada material persatuan waktu, dinyatakan
dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
= = (W) ...(2.22)
Dimana ;
= Laju energi panas berguna (kJ/s)
=Energi penguap (kJ/s)
=Laju massa air pada ata yang terbuang/menguap (kg/s)
= didapat dari tabel saturated water yang dimana diasumsikan
suhu material yang dipanaskan (kal/gr)
b. Sumber Energi dari bahan bakar yang memasuki rak pengering
secara matematis ditulis dalam persamaan sebagaimana berikut ini :
= bb . HHV (W) ...(2.23)
Dimana :
= Laju energi bahan bakar yang dipergunakan (kJ/s)
bb=Laju massa bahan bakar yang dipergunakan (kg/s)