A. PENDAHULUAN pasang surut (terutama dipantai yang terlindung, laguna, sepanjang sungai dan Hutan mangrove dapat didefinisikan
muara sungai) yang tergenang pada saat pasang sebagai suatu hutan yang tumbuh di daerah
Volume 1 Nomor 1 April 2017 ISSN: 2579-5805 ISSN: 2579-5805
Jurnal Penelitian Kehutanan
Journal of Forestry Research
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOG HASIL HUTAN BUKAN KAYU
Research and Development Institute of Technology Non Timbre Forest Froduct BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Forestry Research and Development Agency
Ministry of Forestry and Enviromental
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOG HASIL HUTAN BUKAN KAYU
Research and Development Institute of Technology Non Timbre Forest Froduct BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
Forestry Research and Development Agency
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
Ministry of Forestry and Enviromental
FAL AK
JURNAL
FALOAK Vol. 1 No.1 Hal. 1-49 April 2017
ISSN 2579-5805
Jurnal Faloak adalah e-journal yang diterbitkan Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu,
terbit dua kali dalam setahun pada bulan April dan Oktober. Jurnal ini memuat hasil-hasil penelitian di bidang Bidang Silvikultur, Jasa Lingkungan, Biometrik, Pemanenan dan Pengolahan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu, Perlindungan, Konservasi Sumberdaya, Sosial Ekonomi dan Kebijakan, Ekologi Tumbuhan, Mikrobiologi dan Bioteknologi, Sifat Dasar Kayu dan Tumbuhan, Hidrologi dan Konservasi Tanah. Terbit dua kali dalam setahun pada bulan April dan Oktober, pertama terbit pada tahun 2017.
Journal Faloak is an e-journal published Center for Research and Technological Development of Non-Timber Forest Products, published twice a year in April and October. This journal contains research results in the field of Sector Silviculture, Environmental Services, Biometrics, Harvesting and Processing of Wood Forest Products and Non-Wood, Protection, Resource Conservation, Social Economics and Policy, Plant Ecology, Microbiology and Biotechnology, Nature Wood and Plant, hydrology and Soil Conservation. Publishing twice a year in April and October, first published in 2017.
Diterbitkan oleh (Published by):
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu (Research and Development Institute of Technology Non Timber Forest Froduct) Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi (Research, Development and Innovation Agency) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ministry of Enviromental and Forestri Republik of Indonesia)
Alamat Redaksi :
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Jalan Darma Bakti No. 7 Langko, Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat
Telepon/Fax : 0370-6175552/6175482
Email : ; bpkmataram@yahoo.co.id Website : mataram.litbang.menlhk.go.id
jurnalfaloak@gmail.com
Jurnal Penelitian Kehutanan
Journal of Forestry Research
FAL AK
Volume 1 Nomor 1 April 2017PENANGGUNG JAWAB : Ir. Harry Budi Santoso, MP (Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu
DEWAN REDAKSI (Editor Board)
Ketua (Editor in Chief) : Agus Sukito, S.Hut., M.Agr., Ph.D (BPPTHHBK/ Biofarmaka) Anggota (Members) : 1. Dr. Kresno Agus Hendarto, S.Hut., MM (BPPTHHBK / Sosial Ekonomi dan Kebijakan)
2. Dr. S. Agung S. Raharjo, S.Hut, MT (BPPLHK Kupang/ Sosial Ekonomi dan Kebijakan) 3. Dr. Gerson N.D. Njurumana (BPPLHK Kupang / Konservasi)
4. Dr. Ir. Puja Mardiyanto (BPPLHK Manokwari/Silvikultur)
5. Amalia Indah Prihantini, S.Hut, M.Agr, Ph.D (BPPTHHBK/ Biofarmaka)
Mintra Bestari (Peer reviewer) : 1. Prof. Riset . Dr. Gustan Pari, M.Si (Puslitbang Hasil Hutan/ Pengolahan Hasil Hutan 2. Prof. Dr. Charli Natanubun, S.Hut, M.Si (Universitas Cendrawasih)
3. Dr. Ir. Ludji Michael Riwu Kaho, M.Si (Universitas Cendana/ Kehutanan dan Lingkungan)
4. Dr. Saptadi Darmawan, S.Hut, M.Si (BPPTHHBK / Pengolahan Hasil Hutan) 5. Dr. Siti Latifah, S.Hut., M.Sc.F (Universitas Mataram/ Sosekjak dan Biometrika) 6. Dr. Liliana Baskorowati, S.Hut., MP (BBPBPTH Yogyakarta/ Pemuliaan, Silvikultur) 7. Dr. Markum (Universitas Mataram/Sosial Ekonomi Kebijakan)
8. Prof. Riset DR. Budi Leksono, MP (BBPBPTH Yogyakarta /Pemuliaan, Silvikultur)
PIMPINAN REDAKSI PELAKSANA
(Managing editor) : Wawan Darmawan, S.Hut., M.Si (Kepala Seksi Data, Informasi dan Sarana Penelitian) Anggota (Members) : 1. Ahmad Nur, S.Hum., M.E
2. Yobo Endra Prananta, S.Si, M.Kom 3. Triko Slamet, S.Hut., M.Ak 4. Rattah Pinnusa HH, S.Sos., M.Sc
Jurnal Penelitian Kehutanan
Journal of Forestry Research
FAL AK
Volume 1 Nomor 1 April 2017ISSN: 2579-5805
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOG HASIL HUTAN BUKAN KAYU
Research and Development Institute of Technology Non Timbre Forest Froduct BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Forestry Research and Development Agency
Ministry of Forestry and Enviromental
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOG HASIL HUTAN BUKAN KAYU
Research and Development Institute of Technology Non Timbre Forest Froduct BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
Forestry Research and Development Agency
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
Ministry of Forestry and Enviromental
JURNAL
FALOAK Vol. 1 No.1 Hal. 1-49 April 2017
ISSN 2579-5805
UCAPAN TERIMAKASIH
Dewan Redaksi Jurnal Penelitian Kehutanan Faloak mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Dewan Redaksi dan Mitra Bestari (peer reviewers) yang telah menelaah, analisa naskah yang dimuat pada edisi Vol. 1 No. 1, April 2017 :
Agus Sukito, S.Hut., M.Agr., Ph.D (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu/Biofarmaka)
Dr. Liliana Baskorowati, S,Hut., MP
(Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta/ Pemuliaan, Silvikultur)
Dr. Kresno Agus Hendarto, S.Hut., MM
(Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu/Ekonomi Kehutanan)
Dr. Saptadi Darmawan, S.Hut, M.Si
(Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu /Pengolahan Hasil Hutan)
Dr. S. Agung S. Raharjo, S.Hut, MT
(Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup Kupang/Sosial Ekonomi dan Kebijakan)
Aktivitas Enzim Hydroxymethylglutaryl Coenzyme A Reductase Pada Induksi Gaharu Aquilaria Malaccensis Menggunakan Pupuk Urea dan Fusarium Solani
(Hydroxymethylglutaryl Coenzyme A Reductaseactivity Onaquilaria Malaccensis Agarwood Induction With Nitrogen Fertilizer And Fusarium Solani)
Resti Wahyuni...
Penilaian Ekonomi Pengelolaan Wisata Alam Di Cagar Alam Pegunungan Arfak Kabupaten Manokwari, Papua Barat (Studi Kasus Kampung Kwau Distrik Minyambouw)
Economic Valuation Of Ecotourism Management In Arfak Mountains Nature Reserve Of Manokwari Regency (Case Study Of Kwau Village Of Minyambouw District) Abdullah Tuharea, Hardjanto, Yulius Hero ………...
Pertumbuhan Awal Tanaman Mimba Di Nusa Penida Dengan Teknik Manipulasi Lingkungan
(Early Growth Development Of Neem By The Enviromental Manipulation In Nusa Penida)
Ali Setyayudi, Budi Hadi Narendra, & Ryke Nandini ………
Pengaruh Pemangkasan Terhadap Produksi Tunas Pada Kebun Pangkas Bidara Laut (Strychnos Lucida R Brown)
The Effect Of Hedging To The Production Of Shoots On The Hedge Orchard Of Strychnos Lucida R Brown
Anita Apriliani Dwi Rahayu& Krisnawati ………
Pertumbuhan Bandeng Didua Tambak Silvofishery Yang Berbeda Umur Di Kawasan Mangrove Pantai Utara Kabupaten Rembang
Growth Of Milkfish In Two Different Age Silvofishery Fishponds In Mangrove Area In
North Coast Of Rembang Regency
Krisnawati& Erny Poedjirahajoe ……….
1-8 9-20 21-30 31-38 39-49 DAFTAR ISI CONTENTS
Jurnal Penelitian Kehutanan
Journal of Forestry Research
FAL AK
Volume 1 Nomor 1 April 2017Jurnal Penelitian Kehutanan
Journal of Forestry Research
FAL AK
UDC 631.8JPK Faloak, Vol. 1 No. 1, April 2017, hal: 1-8
Aktivitas Enzim Hydroxymethylglutaryl Coenzyme a Reductase Pada Induksi Gaharu Aquilaria Malaccensis Menggunakan Pupuk Urea dan Fusarium Solani
Resti Wahyuni (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu
Aquilaria malaccensis merupakan salah satu spesies penghasil gaharu di Indonesia. Senyawa gaharu terbentuk sebagai
respon pertahanan pohon gaharu terhadap berbagai gangguan seperti gangguan fisik, infeksi patogen atau perlakuan kimiawi. Gaharu mengandung bermacam-macam senyawa kimia. Kandungan senyawa kimia terbesar adalah sesquiterpen. Biosintesis sesquiterpen dapat diprediksi dengan melihat aktivitas enzim Hydroxymethylglutaryl coenzyme a reductase (HMGR). Pengukuran aktivitas enzim HMGR menggunakan metode spektrofotometri. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur aktivitas enzim HMGR pada induksi gaharu Aquilaria malaccensis perlakuan pupuk urea dan Fusarium solani untuk memperkirakan terjadi atau tidaknya sintesis
sesquiterpen melalui jalur asam mevalonat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim HMGR pada kombinasi perlakuan
pemupukan urea dan F. solani sebesar 0,0796 unit/mgP, pada perlakuan F. solani sebesar 0,0130 unit/mgP, pada perlakuan pupuk urea maupun tanpa perlakuan (kontrol) sebesar 0,0023 unit/mgP saat 30 hari setelah perlakuan (HSP). Aktivitas enzim HMGR saat 30 HSP dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan pupuk urea dan F. solani. Aktivitas enzim HMGR saat 30 HSI masih tergolong rendah sehingga kemungkinan belum terjadi sintesis terpenoid melalui jalur asam mevalonat.
Kata kunci: Gaharu, Aquilaria malaccensis, Fusarium solani, enzim Hydroxymethylglutaryl coenzyme A reductase, urea UDC 634.9*333.9 [598]
JPK Faloak, Vol. 1 No. 1, April 2017, hal: 9-20
Penilaian Ekonomi Pengelolaan Wisata Alam Di Cagar Alam Pegunungan Arfak Kabupaten Manokwari, Papua Barat (Studi Kasus Kampung Kwau Distrik Minyambouw)
1,2 3 4 1 2
Abdullah Tuharea , Hardjanto & Yulius Hero ( Mahasiswa S2 Program Magister Mayor MEJ-IPB, Staf Peneliti pada Balai 3,4
Penelitian Kehutanan Manokwari Departemen MNH Fahutan IPB)
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi nilai ekonomi pengelolaan wisata alam di Kampung Kwau, Distrik Minyambouw, Kabupaten Manokwari. Kampung Kwau merupakan salah satu daerah penyangga dari Cagar Alam Pegunungan Arfak. Metode yang digunakan adalah Travel Cost Method (TCM) dengan sistem zonasi (asal pengunjung). Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder dilakukan melalui wawancara dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ekonomi pengelolaan wisata alam di Kampung Kwaupada tahun 2011 adalah Rp. 895.868.125 dari total biaya pengeluaran pengunjung. Biaya pengeluaran terbesar adalah untuk transportasi (91%). Obyek wisata alam andalan Kampung Kwau adalah bird
watching. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam pengelolaan kawasan CAPA.
Kata kunci : Nilai ekonomi, wisata alam, travel cost method UDC 574.5 [598]
JPK Faloak, Vol. 1 No. 1, April 2017, hal: 21-30
Pertumbuhan Awal Tanaman Mimba Di Nusa Penida Dengan Teknik Manipulasi Lingkungan
1 2 3 1,3
Ali Setyayudi , Budi Hadi Narendra , & Ryke Nandini ( Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan 2
Kayu, Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan)
Mimba menjadi salah satu jenis yang dapat dipilih untuk kegiatan rehabilitasi lahan kritis di Nusa Penida. Untuk meningkatkan kemampuan adaptasi tanaman mimba dilakukan penelitian manipulasi lingkungan dengan penambahan pupuk kandang, hydrogel, dan pembuatan gulud. Guna mengetahui efektifitas kegiatan manipulasi lingkungan maka penelitian ini akan ditujukan untuk mengetahui adakah peningkatan pertumbuhan tanaman mimba dengan manipulasi lingkungan yang dilakukan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah pola latin square dengan lima perlakuan yaitu penambahan pupuk kandang, pupuk kandang+gulud, pupuk kandang + hydrogel, gulud+hydrogel, dan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan tanaman mimba akibat adanya kegiatan manipulasi lingkungan. Pemberian pupuk kandang dan hydrogel memiliki peningkatan pertumbuhan tanaman mimba paling besar dibandingkan yang lain yaitu dua kali lipat kontrol.
Kata kunci : Mimba, pupuk kandang, hydrogel, gulud
Lembar Abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya
Volume 1 Nomor 1 April 2017
iv
UDC 631.54
JPK Faloak, Vol. 1 No. 1, April 2017, hal: 31-38
Pengaruh Pemangkasan Terhadap Produksi Tunas Pada Kebun Pangkas Bidara Laut (Strychnos Lucida R Brown)
1 2
Anita Apriliani Dwi Rahayu & Krisnawati (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu)
Bidara laut (Strychnos lucida R Brown) merupakan tumbuhan obat tradisional yang potensial, khususnya di wilayah Bali dan NTB. Khasiat kayu bidara laut antara lain digunakan sebagai obat malaria dan penambah stamina. Salah satu cara untuk menjamin pasokan bahan baku kayu bidara laut, perlu dilakukan budidaya seperti perbanyakan tanaman dengan stek. Perbanyakan tanaman secara vegetatif menggunakan stek pucuk memerlukan bahan tanaman yang juvenil. Salah satu cara untuk mendapatkannya yaitu dengan membangun kebun pangkas. Teknik pemangkasan merupakan aspek yang diperlukan dalam pengelolaan kebun pangkas yang berperan untuk menentukan produktivitas dan kualitas bahan stek. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tinggi tanaman induk setelah pemangkasan (10 cm dan 20 cm) terhadap produksi tunas. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Parameter yang diukur adalah jumlah tunas dan panjang tunas setelah 4 bulan pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan tinggi tanaman induk bidara laut setelah pemangkasan mempengaruhi jumlah tunas yang dihasilkan dengan nilai signifikansi 0,001, sedangkan panjang tunas tidak signifikan (> 0,05). Setelah 4 bulan pemangkasan, tinggi pangkasan 20 cm menghasilkan tunas yang lebih banyak dibandingkan tinggi pangkasan 10 cm yaitu 2,59 tunas.
Kata Kunci : Strychnos lucida R Brown, pemangkasan, produksi tunas, kebun pangkas
UDC 639.32 [598]
JPK Faloak, Vol. 1 No. 1, April 2017, hal: 39-49
Pertumbuhan Bandeng Didua Tambak Silvofishery Yang Berbeda Umur Di Kawasan Mangrove Pantai Utara Kabupaten Rembang
1 2 1 2
Krisnawati & Erny Poedjirahajoe ( Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu, Fakultas Kehutanan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan UGM)
Silvofishery merupakan pola agroforestry yang digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di kawasan hutan
mangrove. Petani dapat memelihara ikan, udang, kepiting atau jenis komersial lainnya untuk memelihara hutan mangrove. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pertumbuhan bandeng pada tambak silvofishery tahun buat 1960 (A) dan tahun buat 1970 (B). Metode untuk mengetahui pertumbuhan berat bandeng yaitu setiap tambak diberi keramba jaring sebagai plot pengamatan dengan tiga kali ulangan. Peletakan plot berada di kiri-kanan dan tengah tambak agar mewakili luasan tambak. Analisis yang digunakan adalah analisis statistik deskriftif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pada tambak A dengan umur tambak 47 tahun pertumbuhan rata-rata sepuluh ekor bandeng yaitu 869,33gram dan pada tambak B dengan umur 37 tahun pertambahan berat rata-rata per sepuluh ekor bandeng yaitu 866,11 gram. Selisih rata – rata pertambahan berat bandeng di kedua tambak sebesar 3,22 gram dan termasuk hasil yang kecil. Artinya pertambahan berat rata – rata bandeng di kedua tambak yang berbeda umur sama, sehingga tidak mempengaruhi pertumbuhan bandeng di kawasan mangrove Pantai Utara Kabupaten Rembang.
Jurnal Penelitian Kehutanan
Journal of Forestry Research
FAL AK
The abstrack may be reproduced without permision or chargeResearch and Development Institute of Technology Non Timbre Forest Froduct) UDC 631.8
JPK Faloak, Vol. 1 No. 1, April 2017, hal: 1-8
Hydroxymethylglutaryl Coenzyme a Reductase activity on Aquilaria malaccensis Agarwood Induction With Nitrogen Fertilizer and Fusarium solani
Resti Wahyuni (
Aquilaria malaccensis is an agarwood producer in Indonesia, which have suffered injury and/or are infected by fungi. Agarwood contain chemical compounds. Sesquiterpene is one of the biggest components of agarwood that related to the agarwood fragrance and colour. Biosynthesis of sesquiterpene can be predicted by Hydroxymethylglutaryl coenzyme a reductase (HMGR) activity as a key enzyme of sesquiterpene biosynthesis through mevalonate (MVA) pathway. HMGR enzyme activity was measured by spectrophotometer. This study was conducted to know the activity of Hydroxymethylglutaryl coenzyme a reductase (HMGR) on A. malaccensis agarwood induced by nitrogen fertilizer and Fusarium solani to predict the sesquiterpenoid synthesis pathway. HMGR enzyme activity for combination treatment of nitrogen fertilizer and F. solani was 0.0796 units/mgP, treatment of F. solani was 0.0130 units/mgP, no treatment (control) was 0.0023 units/mgP,while treatment of nitrogen fertilizer was also 0.0023 units/mgP on 30 days after treatment (DAT). HMGR enzyme activity on 30 DAT was affected by interaction between nitrogen fertilizer and F. solani treatment. HMGR enzyme activity of A. malaccensis treated by nitrogen fertilizer and F. solani was very low.
Keywords : Agarwood, Aquilaria malaccensis, Fusarium solani, Hydroxymethylglutaryl coenzyme A reductase, sesquiterpene Research and Development Institute of Technology Non Timbre Forest Froduct)
UDC 634.9*333.9 [598]
JPK Faloak, Vol. 1 No. 1, April 2017, hal: 9-20
Economic Valuation of Ecotourism Management in Arfak Mountains Nature Reserve of Manokwari Regency (Case Study of Kwau Village of Minyambouw District)
1,2 3 4 1 2
Abdullah Tuharea , Hardjanto & Yulius Hero ( Masters Program Master Program Major MEJ-IPB, Staff Researchers at Forestry
3,4
Research Institute Manokwari Departemen of MNH Fahutan IPB)
The aim of this research is to valuate the economic value of ecotourism management in Kwau village of Minyambouw district of Manokwari regency. The method usedis Travel Cost Method (TCM) with a zoning system (homeland) ofthe visitors. The result of this research indicates that the economic value ofecotourism management in Kwau village with zoning approach in 2011 was IDR. 895.868.125 of the total spending cost of the visitor, the largest cost was transportation cost (91%). Bird watching is the most favorite object of ecotourism activities in Kwau village.
Key word : Economic valuation, eco-tourism, travel cost method
Research and Development Institute of Technology Non Timbre Forest Froduct
UDC 574.5 [598]
JPK Faloak, Vol. 1 No. 1, April 2017, hal: 21-30
Early Growth Development of Neem by The Enviromental Manipulation in Nusa Penida
1 2 3 1,3
Ali Setyayudi , Budi Hadi Narendra , & Ryke Nandini (
2
, Forest Research and Development Center)
Neem can be choosen for the rehabilitation activities in Nusa Penida. For increasing the neem adaptability on the marginal land the environmental manipulation can be apllied by adding the manure, hydrogel, and terrace. To examine the efectivity of the environmental manipulation, therefore, this study reported the early growth of neem as the response of the environmental manipulation. Latin square experimental design was applied in this study with five treatments including the addition of manure, manure + terrace, manure + hydrogel, terrace + hydrogel, and control. The results showed the environmental manipulation treatment increased the growth of neem. The manure and hygrogel treatment gave the higest growth than others; the growth showed twice an control.
Keywords : Neem, manure, hydrogel, terrace
Research and Development Institute of Technology Non Timbre Forest Froduct
Volume 1 Nomor 1 April 2017
vi
Research and Development Institute of Technology Non Timbre Forest Froduct) UDC 631.54
JPK Faloak, Vol. 1 No. 1, April 2017, page: 31-38
The Effect of Hedging to The Production of Shoots on The Hedge Orchard of Strychnos lucida R Brown
1 2
Anita Apriliani Dwi Rahayu & Krisnawati (
Bidara laut (Strychnos lucida R Brown) is a potential of traditional medicinal plant, especially in the area of ??Bali and NTB. Efficacy of S. lucida wood is used to malaria medicine and stamina enhancer. One way to ensure the supply of raw material of S.
lucida, need to be cultivated as plant propagation by cuttings. Vegetative propagation of plants using shoot cuttings needs juvenile
plant material. One of way to get it is build the hedge orchard. Hedging techniques are necessary aspect on hedge orchard management whose role is to determine the productivity and quality of the cutting materials. This study aims to determine the effect of stock plant height after hedging (10 cm and 20 cm) to the production of shoots. The study design used completely randomized design. The parameters measured were the number of shoots and length of shoot after four months of observation. The results showed that the difference of stock plant height of S. lucida after hedging affects the number of shoots which has significant number at 0.001, while height of hedging was not significant (> 0.05). After four months, height of hedging of 20 cm produced more shoots than height of hedging of 10 cm at 2.59 shoots.
Keywords: Strychnos lucida R. Brown, hedging, the production of shoots, hedge orchard
Research and Development Institute of Technology Non Timbre Forest Froduct)
Research and Development Institute of Technology Non Timbre Forest Froduct UDC 639.32 [598]
JPK Faloak, Vol. 1 No. 1, April 2017, page : 39-49
Growth of Milkfish in Two Different Age Silvofishery Fishponds in Mangrove Area in North Coast of Rembang Regency
1 2 1 2
Krisnawati & Erny Poedjirahajoe ( , Faculty of
Forestry Department of Forest Resources Conservation UGM)
Silvofishery agroforestry pattern is used in the implementation of social forestry program of mangrove forest region. Farmers
may keep the fish, shrimp, crab or other commercial types to preserve mangrove forests. The purpose of this study was to determine the growth of milkfish in ponds created silvofishery year 1960 (A) and for the year 1970 (B). Method to determine the weight of growing milkfish ponds that any given observation cages as a plot with three replications. Laying the plot is on the left-right and center to represent the area of ??the pond embankment. The analysis used descriptive statistical analysis. The results obtained from this study is on the old farm pond A 47 year average growth of tentails milk: 869.33 grams and on farm B by age 37 the average weight per tentails milk: 866.11 grams. Difference in averages in the second increased milkfish ponds of 3.22 grams and includes result were small. This means that age does not affect the growth of milkfish ponds in the North Coastarea of mangrove Rembang regency.
Keywords: Silvofishery, weight milkfish, age ponds
AKTIVITAS ENZIM HYDROXYMETHYLGLUTARYL COENZYME
A REDUCTASE PADA INDUKSI GAHARU Aquilaria malaccensis
MENGGUNAKAN PUPUK UREA DAN Fusarium solani
(Hydroxymethylglutaryl Coenzyme a Reductase activity on Aquilaria malaccensis
Agarwood Induction With Nitrogen Fertilizer and Fusarium solani)
1 Resti Wahyuni
1
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Jl. Dharma bhakti No.7 Ds. Langko, Lingsar, Lombok Barat, NTB
Telp. 03706175552; Email :resti_bio@yahoo.com
ABSTRACT
Aquilaria malaccensis is an agarwood producer in Indonesia, which have suffered injury and/or are infected by fungi. Agarwood contain chemical compounds. Sesquiterpene is one of the biggest components of agarwood that related to the agarwood fragrance and colour. Biosynthesis of sesquiterpene can be predicted by Hydroxymethylglutaryl coenzyme a reductase (HMGR) activity as a key enzyme of sesquiterpene biosynthesis through mevalonate (MVA) pathway. HMGR enzyme activity was measured by spectrophotometer. This study was conducted to know the activity of Hydroxymethylglutaryl coenzyme A reductase (HMGR) on A. malaccensis agarwood induced by nitrogen fertilizer and Fusarium solani to predict the sesquiterpenoid synthesis pathway. HMGR enzyme activity for combination treatment of nitrogen fertilizer and F. solani was 0.0796 units/mgP, treatment of F. solani was 0.0130 units/mgP, no treatment (control) was 0.0023 units/mgP,while treatment of nitrogen fertilizer was also 0.0023 units/mgP on 30 days after treatment (DAT). HMGR enzyme activity on 30 DAT was affected by interaction between nitrogen fertilizer and F. solani treatment. HMGR enzyme activity of A. malaccensis treated by nitrogen fertilizer and F. solani was very low.
Keywords : Agarwood, Aquilaria malaccensis, Fusarium solani, Hydroxymethylglutaryl coenzyme a reductase, sesquiterpene
ABSTRAK
Aquilaria malaccensis merupakan salah satu spesies penghasil gaharu di Indonesia. Senyawa gaharu terbentuk sebagai respon pertahanan pohon gaharu terhadap berbagai gangguan seperti gangguan fisik, infeksi patogen atau perlakuan kimiawi. Gaharu mengandung bermacam-macam senyawa kimia. Kandungan senyawa kimia terbesar adalah sesquiterpen. Biosintesis sesquiterpen dapat diprediksi dengan melihat aktivitas enzim Hydroxymethylglutaryl coenzyme a reductase (HMGR). Pengukuran aktivitas enzim HMGR menggunakan metode spektrofotometri. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur aktivitas enzim HMGR pada induksi gaharu Aquilaria malaccensis perlakuan pupuk urea dan Fusarium solani untuk memperkirakan terjadi atau tidaknya sintesis sesquiterpen melalui jalur asam mevalonat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim HMGR pada kombinasi perlakuan pemupukan urea dan F. solani sebesar 0,0796 unit/mgP, pada perlakuan F. solani sebesar 0,0130 unit/mgP, pada perlakuan pupuk urea maupun tanpa perlakuan (kontrol) sebesar 0,0023 unit/mgP saat 30 hari setelah perlakuan (HSP). Aktivitas enzim HMGR saat 30 HSP dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan pupuk urea dan F. solani. Aktivitas enzim HMGR saat 30 HSI masih tergolong rendah sehingga kemungkinan belum terjadi sintesis terpenoid melalui jalur asam mevalonat.
Kata kunci: Gaharu, Aquilaria malaccensis, Fusarium solani, enzim Hydroxymethylglutaryl coenzyme a reductase, urea
I. serta sebagai enzim kunci untuk biosintesis Gaharu merupakan suatu produk hasil terpenoid melalui jalur MVA (Pateraki & hutan bukan kayu yang dihasilkan oleh Kanellis 2010).
tumbuhan anggota Thymelaeaceae yang Aktivitas enzim HMGR diharapkan
mengalami perlukaan dan atau terinfeksi oleh dapat digunakan untuk memperkirakan terjadi cendawan (Zhang et al. 2014). Gaharu bernilai atau tidaknya sintesis terpenoid melalui jalur ekonomi tinggi karena bermanfaat sebagai MVA. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk parfum maupun bahan obat-obatan (Kakino et mengukur aktivitas enzim HMGR pada induksi al. 2010). Permintaan gaharu di pasar global gaharu Aquilaria malaccensis menggunakan meningkat dari waktu ke waktu (Azah et al. perlakuan pupuk urea dan Fusarium solani 2013). Aquilaria malaccensis merupakan salah untuk memperkirakan terjadi/tidak nya sintesis satu spesies anggota Thymelaeaceae yang sesquiterpen melalui jalur asam mevalonat. dapat menghasilkan gaharu. Semua spesies
dalam genus Aquilaria telah masuk dalam
Appendix II CITES yang berarti bahwa II. BAHAN DAN METODE
tumbuhan tersebut ketersediaannya di alam
telah langka dan perdagangan tumbuhan A. Waktu dan Tempat Penelitian
tersebut maupun produk gaharu dan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
turunannya diatur oleh undang-undang Februari sampai November 2015 di Rumah
(CITES, 2010). Kaca Departemen Biologi, Institut Pertanian
Gaharu budidaya dapat menjadi salah Bogor. Pengukuran aktivitas enzim HMGR satu cara untuk mendapatkan gaharu yang legal dilakukan di Laboratorium Fisiologi untuk memenuhi permintaan pasar global. Tumbuhan, Departemen Biologi, Institut Pembentukan gaharu budidaya tidak dapat Pertanian Bogor.
terjadi dengan sendirinya tetapi perlu adanya
induksi baik internal maupun eksternal. B. Bahan
Metode induksi tradisional yaitu menggunakan Bahan penelitian yang digunakan yaitu pisau untuk melukai batang serta menanam bibit A. malaccensis berumur 10 bulan yang paku pada batang (Mohamed et al. 2014). Cara berasal dari persemaian komersial di Bogor, tersebut memerlukan waktu yang lama untuk pupuk urea dan F. solani (kode Lt) yang berasal dapat menghasilkan gaharu (Li et al. 2015). dari Laboratorium Mikrobiologi Balai Metode lain yang telah berkembang yaitu Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil
menggunakan bahan kimia, mikroorganisme Hutan Bukan Kayu Mataram. Bibit A.
serta kit. malaccensis yang digunakan memiliki tinggi
Jenis senyawa kimia yang terkandung tanaman 71- 94 cm, diameter batang 0,8 – 1 cm, dalam gaharu bermacam-macam. Kandungan jumlah daun berkisar 10-18 helai. Bibit A. kimia gaharu dari genus Aquilaria antara lain malaccensis ditanam pada pot berdiameter 20 sesquiterpen, 2-(2-feniletil)-4H kromen cm dan media tanam berupa tanah sebanyak 1,5 derivatif, senyawa aromatik, triterpen, dan lain- kg tiap pot.
lain (Chen et al. 2012). Sesquiterpen dan 2-(2- Pemberian pupuk urea sebanyak 2 gram
feniletil)-4H kromen derivatif merupakan dua per bibit dilakukan bersamaan dengan waktu jenis senyawa kimia yang umumnya dominan inokulasi F. solani. Bibit A. malaccensis terkandung dalam gaharu (Ishihara,1993; Chen diletakkan dalam rumah kaca yang dilengkapi
et al. 2012). paranet 50%. Penyiraman pada bibit dilakukan
o
oid. Sintesis sesquiterpen terjadi di setiap dua hari. Suhu rumah kaca 25-30 C dan sitosol melalui jalur asam mevalonat (MVA) kelembaban 60-70%.
(Taiz & Zeiger, 2010). Enzim HMGR merupakan enzim pertama pada jalur MVA
PENDAHULUAN
F. solani yang digunakan untuk inokulasi C. Rancangan Percobaan Induksi Gaharu
diremajakan dalam media padat Potato Dextrose Penelitian ini menggunakan Rancangan
Agar (PDA) menggunakan cawan petri dan Acak Lengkap Faktorial. Faktor I adalah
diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari. F. pemupukan urea terdiri dari dua taraf yaitu 0
solani tumbuh membentuk koloni pada media g/bibit dan 2 g/bibit. Faktor II adalah inokulasi
2
PDA. Kriteria F. solani yang digunakan untuk dengan F. solani terdiri dari dua taraf yaitu 0 cm
2
inokulasi adalah warna hifa putih dan koloni dan 1 cm . Kombinasi perlakuan seperti pada
tumbuh di seluruh media PDA dalam cawan petri. Tabel 1. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali.
Tabel 1. Kombinasi perlakuan rancangan percobaan faktorial
Table 1. Treatment combination on completely randomized factorial design
No
Number
Kombinasi perlakuan
Treatment combination
1. Bibit A. malaccensisperlakuan pupuk urea 0 g/bibit dan F.solani 0 cm2 (P0A) 2. Bibit A.malaccensis perlakuan pupuk urea 2g/bibit dan F.solani 0 cm2 (P1A) 3. Bibit A.malaccensis perlakuan pupuk urea 0 g/bibit dan F.solani 1 cm2 (P0AF) 4. Bibit A.malaccensis perlakuan pupuk urea 2g/bibit dan F.solani 1 cm2 (P1AF)
1% polyvinypolypyrolidon dan 0,2 mM asam
D. Metode Inokulasi F. solani
askorbat. Hasil gerusan disentrifus pada 4.500 g Metode inokulasi yang digunakan adalah
selama 30 menit sehingga diperoleh supernatan. dengan menyayat atau melukai batang bibit A.
o
Supernatan disimpan di freezer pada suhu -30 C
malaccensis yang kemudian ditempel isolate F.
yang selanjutnya digunakan untuk analisis
solani dalam media padat PDA. Penyayatan
aktivitas enzim HMGR. Aktivitas enzim HMGR batang secara melingkar pada kulit batang
diukur menggunakan spektrofotometer UV menggunakan silet dengan lebar sayatan 1 cm
sesuai petunjuk kerja pada kit HMGR– sigma. serta jarak antar sayatan 10 cm (Mohamed et al.
Satu mililiter (ml) sampel yang akan diukur 2014) dengan modifikasi. Jarak sayatan terbawah
aktivitas enzim HMGR dimasukan ke dalam dari permukaan tanah sebesar 5 cm. Bibit
kuvet kemudian ditambah 915 µl assay buffer, 20
A.malaccensis ditempel F. solani yang tumbuh di
µl NADPH, 60 µl HMG-KoA dan 5 µl HMGR.
2
media PDA dengan ukuran seluas 0 dan 1 cm .
Sampel dan reagen tersebut dihomogenisasi Bekas sayatan yang telah ditempel inokulan
hingga homogen. Sampel selanjutnya diukur kemudian ditutup dengan kasa dan disiram
absorbansinya dengan spektrofotometer pada
akuades steril setiap hari. panjang gelombang 340 nm. Pembacaan
absorbansi dilakukan setiap 15 detik selama 5
E. Aktivitas Enzim Hydroxymethylglutaryl
menit. Aktivitas enzim HMGR dihitung dengan
coenzyme A reductase (HMGR)
rumus : Materi uji yang digunakan adalah daun
dewasa (posisi ketiga dari bawah) dari bibit
A.malaccensis yang diperlakukan dengan pupuk
urea dan F. solani (Tabel 1). Daun diambil dari Keterangan (Remark):
∆A /min : Delta absorbansi sampel pada panjang
bibit A.malaccensis saat 30 hari setelah 340 sampel
gelombang 340 nm
perlakuan. Preparasi materi uji dilakukan dengan ∆A /min : Delta absorbansi blanko pada panjang
340 blank
mengikuti metode Jiang & Huang (2001) dan gelombang 340 nm
12,44 : NADPH yang dikonsumsi selama reaksi
digunakan oleh Hamim et al. (2007) dengan
TV : Volume sampel (ml)
modifikasi. Sebanyak 0,2 gram sampel daun V : Volume enzim yang digunakan (ml)
segar digerus dan diekstrak dalam 4 ml larutan 0,6 : Konsentrasi enzim dalam mg protei (mgP/ml)
LP : Light path (bernilai 1 untuk kuvet)
(Sigma-yang mengandung 50 mM buffer fosfat (pH 7,0),
aldrich, 2011)
Unit/mgP = (∆A340/minsampel -∆A340/minblank) x TV
12,44 x V x 0,6 x LP
3
Aktivitas Enzim Hydroxymethylglutaryl Coenzyme... (Resti Wahyuni)
F. Analisis Data . dari perlakuan pupuk urea 2g/bibit dan F. solani
2
Data aktivitas enzim HMGR dianalisis 1 cm (P1AF) (Tabel 2). Aktivitas enzim
dengan ANOVA menggunakan aplikasi HMGR perlakuan P1AF 7 kali lipat lebih tinggi
software SPSS 23.0. dibandingkan perlakuan P0AF dan 35 kali lipat
lebih tinggi dibandingkan perlakuan P0A maupun P1A (Tabel 2). Aktivitas enzim HMGR
III. HASIL DAN PEMBAHASAN saat 30 HSP dipengaruhi oleh interaksi antara
Aktivitas enzim HMGR saat 30 hari perlakuan pupuk urea dan F. solani (p< 0.05, setelah perlakuan (HSP) paling tinggi diperoleh Tabel Lampiran).
Tabel 2. Aktivitas enzim HMGR pada hari ke-30 setelah perlakuan
Table 2. HMGR enzyme activity on 30 days after treatment
Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p< 0.05)
Keterangan (remark):
yang akhirnya akan terdeposit pada
pertama pada jalur MVA (asam mevalonat) dan memunculkan warna gaharu yang gelap.
serta sebagai enzim kunci untuk biosintesis Tumbuhan khususnya jenis yang
terpenoid melalui jalur MVA (Pateraki dan beradaptasi terhadap lingkungan ekstrim akan
Kanellis 2010). Terpenoid khususnya memproduksi metabolit sekunder sebagai
sesquiterpen merupakan salah satu komponen mekanisme pertahanan. Salah satu jenis terbesar gaharu (Ishihara 1993, Chen et al. metabolit sekunder tersebut adalah terpenoid 2012). Aktivitas enzim HMGR diharapkan atau isoprenoid (Taiz &Zeiger,2010). dapat digunakan untuk memperkirakan terjadi Terpenoid juga merupakan metabolit sekunder atau tidaknya sintesis terpenoid melalui jalur volatil dengan kelas yang paling besar
MVA. dibandingkan jenis metabolit sekunder lainnya
Aktivitas enzim HMGR saat 30 HSP yaitu lebih dari 22.000 komponen senyawa masih tergolong rendah jika dibandingkan (Degenhardt et al. 2009; Mc Garvey & dengan level basal aktivitas enzim HMGR Croteau,1995). Terpenoid secara umum sebesar 2 units/mgP (Moore & Oishi 1993). berperan sebagai hormon tanaman (giberelin Aktivitas enzim HMGR yang rendah ini dan asam absisat), pigmen fotosintesis, menunjukkan kemungkinan belum terjadi p e m b a w a e l e k t r o n ( u b i q u i n o n d a n sintesis terpenoid melalui jalur asam plastoquinon), komponen struktural membran mevalonat. Hal tersebut menunjukkan bahwa (fitosterol) (Mc Garvey & Croteau, 1995). perlakuan pemupukan urea dan inokulasi F. Anggota terpenoid khususnya jenis C C dan 10, 15,
solani selama satu bulan pada A. malaccensis C berperan dalam komunikasi dan pertahanan 20
telah menginduksi aktifnya enzim HMGR di tanaman misalnya atraktan polinator, fitoksin, daun tetapi aktivitasnya masih rendah dan a n t i b i o t i k , t o k s i n u n t u k h e r b i v o r a belum menunjukkan adanya sintesis terpenoid (Harborne,1991). Jenis monoterpen (C ) dan10
Enzim HMGR merupakan enzim floem jejari
Perlakuan Treatment
Aktifitas enzim HMGR HMGR enzyme activity
(units/mgP) Pupuk urea 0 g/bibit dan F.solani 1 cm2 (P0AF) 0.0130 b Pupuk urea 2g/bibit dan F.solani 1 cm2 (P1AF) 0.0796 a Pupuk urea 0g/bibit dan F.solani 0 cm2 (P0A) 0.0023 c Pupuk urea 2g/bibit dan F.solani 0 cm2 (P1A) 0.0023 c
C berperan dalam komunikasi dan pertahanan 20 karotenoid, fitohormon giberelin dan asam tanaman misalnya atraktan polinator, fitoksin, absisat, tokoferol, filoquinon dan plastoquinon. a n t i b i o t i k , t o k s i n u n t u k h e r b i v o r a S e d a n g k a n j a l u r M VA m e n y e d i a k a n (Harborne,1991). Jenis monoterpen (C ) dan 10 isopentenyl diphosphate untuk sintesis sesquiterpen (C ) adalah yang paling umum 15 s e s q u i t e r p e n , s t e ro l , b r a s i n o s t e ro i d , diproduksi sebagai respon tanaman terhadap polyprenol. Pembentukan sesquiterpen melalui
serangan herbivora. jalur MVA melibatkan aktivitas enzim-enzim,
Terpenoid diproduksi pada sel tumbuhan salah satunya Hydroxymethylglutaryl
dengan dua jalur yang berbeda dan lokasi yang coenzyme A reductase (HMGR). Enzim ini berbeda, salah satunya terdapat di sitoplasma mensintesis asam mevalonat melalui reduksi 3-dan yang lain di plastida. Jalur sintesis pada hidroksi-3-metilglutaril-KoA, merupakan sitoplasma disebut jalur mevalonat (MVA) enzim pertama pada jalur MVA dan juga sedangkan jalur yang terjadi di plastid disebut sebagai enzim kunci untuk biosintesis jalur Methylerythritol 4-phosphate (MEP). terpenoid melalui jalur MVA (Pateraki & Jalur MEP menyediakan prekursor untuk Kanellis, 2010). Jalur biosintesis terpenoid sintesis monoterpen, diterpen, isopren, disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Jalur biosintesis terpenoid (Taiz &Zeiger, 2010)
Figure 1. Terpenoid biosynthesis pathway (Taiz &Zeiger, 2010)
Enzim HMGR
5
Aktivitas Enzim Hydroxymethylglutaryl Coenzyme... (Resti Wahyuni)
IV. KESIMPULAN Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aktivitas enzim HMGR pada kombinasi
Harborne, JB. (1991). Recent advances in the perlakuan pemupukan urea 2 g/bibit dan
ecological chemistry of plant terpenoids.
2
Fusarium solani 1 cm sebesar 0,0796
Oxford: Clarendon Press.
2
unit/mgP, pada perlakuan F. solani 1 cm
Ishihara, M., Tsuneya, T., &Uneyama, K. sebesar 0,0130 unit/mgP, pada perlakuan pupuk
(1993). Fragrant sesquiterpenes from urea 2 g/bibit maupun tanpa perlakuan
agarwood. Phytochemistry, 33(5), 1147-(kontrol) sebesar 0,0023 unit/mgP saat 30 hari
1155. setelah perlakuan (HSP). Aktivitas enzim
HMGR saat 30 HSP dipengaruhi oleh interaksi Jiang, Y.,& Huang, B. (2001). Physiological antara perlakuan pupuk urea dan F. solani. and biochemical responses of plants to Aktivitas enzim HMGR perlakuan pupuk urea drought and heat stress. In: M. Kang (ed.)
2
2 g/bibit dan F. solani1 cm tergolong rendah Crop Improvement in the 21stCentury. saat 30 HSP dan menunjukkan belum terjadi New York: The Haworth Press.
sintesis terpenoid melalui jalur mevalonat
Kakino, M., Tazawa, S., Maruyama, H., (MVA).
Tsuruma, K., Araki, Y., Shimazawa, M., &Hara, H. (2010). Laxative effects of agarwood on low-fiber diet-induced
DAFTAR PUSTAKA
constipation in rats. BMC Complementary and Alternative Medicine,10,68-75.
Azah, MN., Husni, SS., Mailina, J., Sahrim, L.,
Majid, JA., & Faridz, ZM. (2013). Li, W., Cai, CH., Guo, ZK., Wang, H., Zuo, Classification of agarwood by resin W J. , D o n g , W H . , M e i , W L . , &
content. Journal of Tropical Forest Dai,HF.(2015). Five new eudesmane-type
Science,25(2), 213–219. sesquiterpenoids from Chinese agarwood
induced by arti? cial holing. Fitoterapia, Chen, H., Wei, J., Yang, J., Zhang, Z., Yang, Y.,
100,44–49. Gao, Z., Sui, C., & Gong, B. (2012).
Chemical constituents of agarwood Mcgarvey, DJ., & Croteau, R. (1995).
originating from the endemic genus Terpenoid Metabolism. Plant Cell,
Aquilaria plants. Chemistry and 7,1015–1026. Biodiversity,9,236-250.
Mohamed, R., Lee, JP., & Kudus, KA. (2014). CITES. (2010, November). Appendix II of Fungal inoculation induced agarwood in convention on international trade in young Aquilaria malaccensis trees in the endangered species of wild fauna and n u r s e r y . J o u r n a l o f F o r e s t r y
f l o r a . D i a k s e s d a r i Research,25(1),201–204.
https://cites.org/eng/notif/2010/E007A.p
Moore, KB., & Oishi, KK. (1993). df
Characterisation of 3-hydroxy-3-Degenhardt, J., Köllner, TG., & Gershenzon, J. methylglutaryl coenzyme A reductase
(2009). Monoterpene and sesquiterpene activity during maize seed development, synthases and the origin of terpene skeletal germination and seedling emergence. d i v e r s i t y i n p l a n t s . Plant Physiology,101,485–491.
Phytochemistry,70,1621–1637.
Pateraki, I., & Kanellis, A. (2010). Stress and Hamim., Miftahudin., & Triadiati. (2007). developmental responses of terpenoid Studi enzim dan senyawa antioksidan biosynthetic genes in Cistus creticus yang terlibat dalam penyelamatan spesies subsp. Creticus. Plant Cell Reports, 29,
oksigen aktif (AOS) akibat cekaman 629-641.
kekeringan pada kedelai (hibah bersaing).
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil analisis ANOVA aktivitas enzim HMGR 30 hari setelah perlakuan
(Appendix 1. Results of ANOVA analysis HMGR enzyme activity 30 days after treatment)
Sigma-aldrich. (2011, Maret). HMG-CoA sesquiterpene biosynthesis and
vessel-reductase assay kit. Technical bulletin. occlusion formation in stems of Aquilaria
Diakses dari sinensis (Lour.) Gilg trees induced by
wounding treatments without variation of Taiz, L., & Zeiger, E. (2010). Plant physiology.
microbial communities. International
USA: Sinauer Associates.
J o u r n a l o f M o l e c u l a r S c i e n c e s, Zhang, Z., Wei, J., Han, X., Liang, L., Yang, Y., 15(12),23589-23603.
Meng, H., Xu, Y., & Gao, Z. (2014). The www.sigma-aldrich.com
Sumber keragaman
(Source diversity)
db
Jumlah
kuadrat
(total
middle)
Kuadrat
tengah
(squares
middle)
F
Sig.
Pupuk urea
1
0,003
0,003
208,333
0,00
F. solani
1
0,006
0,006
363
0,00
Pupuk urea x F. solani 1
0,003
0,003
208,333
0,00
Galat
8
0,000
0,000016
Total terkoreksi
11
0,013
7
Aktivitas Enzim Hydroxymethylglutaryl Coenzyme... (Resti Wahyuni)
PENILAIAN EKONOMI PENGELOLAAN WISATA ALAM
DI CAGAR ALAM PEGUNUNGAN ARFAK
KABUPATEN MANOKWARI, PAPUA BARAT
(Studi Kasus Kampung Kwau Distrik Minyambouw)
Economic Valuation of Ecotourism Management
in Arfak Mountains Nature Reserve of Manokwari Regency
(Case Study of Kwau Village of Minyambouw District)
Abdullah Tuharea , Hardjanto & Yulius Hero
Mahasiswa S2 Program Magister Mayor MEJ-IPB Staf Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Manokwari
Departemen MNH Fahutan IPB Email: abdullahthrea@yahoo.com
ABSTRACT
The aim of this research is to valuate the economic value of ecotourism management in Kwau village of Minyambouw district of Manokwari regency. The method usedis Travel Cost Method (TCM) with a zoning system (homeland) ofthe visitors. The result of this research indicates that the economic value ofecotourism management in Kwau village with zoning approach in 2011 was IDR. 895,868,125 of the total spending cost of the visitor, the largest cost was transportation cost (91%). Bird watching is the most favorite object of ecotourism activities in Kwau village.
Key word : Economic valuation, eco-tourism, travel cost method
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi nilai ekonomi pengelolaan wisata alam di Kampung Kwau, Distrik Minyambouw, Kabupaten Manokwari. Kampung Kwau merupakan salah satu daerah penyangga dari Cagar Alam Pegunungan Arfak. Metode yang digunakan adalah Travel Cost Method (TCM) dengan sistem zonasi (asal pengunjung). Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder dilakukan melalui wawancara dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ekonomi pengelolaan wisata alam di Kampung Kwaupada tahun 2011 adalah Rp. 895.868.125 dari total biaya pengeluaran pengunjung. Biaya pengeluaran terbesar adalah untuk transportasi (91%). Obyek wisata alam andalan Kampung Kwau adalah bird watching. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam pengelolaan kawasan CAPA.
Kata kunci : Nilai ekonomi, wisata alam, travel cost method
1,2
1 2
3,4
3 4
I. PENDAHULUAN ekonomi secara langsung, tetapi juga nilai tidak langsungnya. Kurangnya pengungkapan Selama ini manfaat ekonomi dari
manfaat ekonomi kawasan konservasi secara ditetapkannya suatu kawasan konservasi bagi
total di berbagai daerah di Indonesia masyarakat setempat, pemerintah daerah dan
mengakibatkan munculnya pandangan negatif negara adalah kecil. Ini karena manfaatnya
terhadap kawasan konservasi. Hal yang sama hanya sebagai nilai ekonomi secara langsung,
dinyatakan oleh Supriyadi (2009) bahwa padahal manfaat ekonomi dari suatu kawasan
kegagalan pemerintah dalam pemanfaatan konservasi tidak hanya dinilai dari nilai
sumber daya alam secara efisien dan berkelanjutan karena terbatasnya informasi nilai manfaat ekonomi sumberdaya alam tersebut.
Beberapa penelitian tentang nilai ekonomi kawasan hutan termasuk kawasan konservasi telah dilakukan. Misalnya, Syah (2010) menyebutkan bahwa nilai ekonomi sumberdaya alam dan ekosistem Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) memperoleh nilai yang cukup besar yakni Rp. 665.334.792.000 per tahun. Kurniawan et al. (2009) pernah melakukan studi terhadap k a w a s a n K a r s t M a r o s - P a n g k e p d a n menemukan bahwa nilai ekonomi total berdasarkan penghitungan nilai guna langsung (direct use value), nilai guna tidak langsung (indirect use value), serta nilai bukan guna (non use value) adalah Rp. 2 miliar per tahun.
pengembangan wisata alam (ekowisata). Kawasan Pegunungan Arfak ditetapkan sebagai Cagar Alam (CAPA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 783/Kpts-II/1992. Suatu kawasan ditetapkan sebagai Cagar Alam, karena mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistem atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alamiah.
Seperti halnya kawasan konservasi lainnya, di CAPA juga pernah terjadi konflik antara masyarakat dengan pengelola. Namunseiring bergulirnya otonomi daerah dan desentralisasi, serta berubahnya paradigma pembangunan yang lebih terfokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, pengelolaan kawasan konservasi mulai dirancang dan dikelola untuk memberikan Sedangkan pada kawasan hutan Cagar Alam manfaat kepada masyarakat tanpa melupakan
Saobi, Kecamatan Kangayan, Kabupaten aspek kelestarian, termasuk pengelolaan
Sumedang menurut Sptiani (2014) adalah CAPA. Salah satu bentuk pemanfaatan yang
sebesar Rp. 5,2 miliar. tepat untuk kawasan tersebut adalah
Pengembangan kegiatan jasa lingkungan pengembangan wisata alam di daerah
seperti wisata alam di wilayah Papua (Provinsi penyangganya.
Papua dan Papua Barat) belum menjadi LSM lokal yang mengembangkan
prioritas utama dalam kegiatan pembangunan. kegiatan wisata alam di wilayah CAPA Komoditas hasil hutan kayu (HHK) masih menyatakan bahwa pengunjung kebanyakan menjadi primadona bagi setiap daerah di adalah wisatawan mancanegara. Hal ini
wilayah Papua untuk memperoleh pendapatan mengindikasikan bahwa kawasan CAPA telah
asli daerah (PAD). Meski demikian, komoditas menjadi obyek daya tarik wisata (ODTW), HHK dari tahun ke tahun kapasitasnya semakin khususnya wisata alam (natural tourism). berkurang disebabkan eksploitasi yang Hanya saja pihak pemerintah daerah dan juga berlebihan serta pengambilan HHK secara pengelola belum tertarik untuk turut serta ilegal (illegal logging). Menyadari hal terakhir dalam pengembangannya sebagai tujuan ini, maka pengalihan komoditi kehutanan dari wisata alam. Hal ini dapat dipahami karena HHK ke hasil hutan bukan kayu (HHBK), secara umum interpretasi terhadap manfaat termasuk pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi (intangible benefit) masih dipandang harus segera dilakukan dalam lemah, disamping data dan informasi tentang
rangka menjaga kelestarian kawasan hutan. nilai ekonomi kawasan konservasi masih
Obyek wisata alam kawasan konservasi terbatas (Supriyadi 2009).
yang paling potensial di Kabupaten Manokwari Untuk menumbuhkan rasa ketertarikan
adalah keindahan dan keunikan Cagar Alam stakeholders (pemerintah pusat dan daerah, Pegunungan Arfak (CAPA). Sebagai salah satu swasta, dan masyarakat) untuk turut serta dalam menjaga kelestarian CAPA, maka salah kawasan konservasi suaka alam di Provinsi
satu aspek yang dibutuhkan adalah informasi Papua Barat, CAPA berpotensi menjadi lokasi
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal mengetahui nilai ekonomi wisata alam di sejak tahun 2009.
Kampung Kwau sebagai salah satu kampung di
daerah penyangga kawasan CAPA. Hasilnya B. Pengumpulan Data
diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam Data yang digunakan adalah data primer
pengelolaan kawasan CAPA, khususnya bagi yang dikumpulkan dengan cara wawancara dan pengelola kawasan dan instansi pemerintah data sekunder yang dikumpulkan dengan studi
daerah yang terkait. literatur. Responden yang diwawancara adalah
local guide yang menjadi pelaku utama kegiatan wisata alam di Kampung Kwau, tour
II. METODE PENELITIAN operator yang menjadi penghubung antara A. Lokasi dan Waktu Penelitian pengunjung dengan local guide, LSM,
Penelitian ini dilaksanakan di Kampung pimpinan instansi daerah (Dinas Pariwisata Kwau, Distrik Minyambouw, Kabupaten Provinsi Papua Barat dan Dinas Pariwisata
Manokwari. Pemilihan lokasi dilakukan secara Kabupaten Manokwari), dan pengelola
purposive (sengaja) pada bulan Agustus- kawasan CAPA (KSDA wilayah I Manokwari). Oktober 2012. Kampung Kwau merupakan Tujuan penelitian, jenis data (variabel), salah satu kampung yang berada di daerah sumber dan teknik pengumpulan data penyangga kawasan CAPA dan terdapat penelitian dijelaskan Tabel 1.
pengembangan kegiatan wisata alam oleh
C. Analisis Data
Data diolah dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode
kuantitatif merupakan suatu cara yang Metode penilaian ekonomi wisata alam
digunakan untuk mengolah data yang yang paling banyak dipakai adalah Travel Cost diperoleh dari kuesioner, sedangkan metode Method (TCM). Darusman dan Widada (2004) kualitatif merupakan suatu cara untuk menyatakan bahwa metode TCM digunakan mengintepretasikan dan mendeskripsikan data untuk menentukan nilai rekreasi suatu kawasan
kuantitatif (Slamet, 2008). konservasi berdasarkan jumlah uang yang
kuantitatif dilakukan secara manual dengan bantuan sofware Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab versi 14.
Pengolahan data
Tabel 1. Deskripsi tujuan penelitian, jenis data, sumber dan teknik pengumpulan data
Table 1. Description of research aims, variables, resource and data collection technique
Penilaian Ekonomi Pengelolaan Wisata Alam di ... (Abdullah Tuharea, Hardjanto & Yulius Hero)
dikeluarkan wisatawan untuk merealisasikan kegiatan rekreasinya. Besarnya biaya yang dikeluarkan wisatawan selama melakukan perjalanan ke obyek wisata alam menunjukkan kesediaan mereka untuk membayar (WTP).
Secara umum ada dua teknik TCM, (1)
Dimana:
pendekatan sederhana melalui zonasi; dan (2)
TCS = Total surplus konsumen pengunjung
pendekatan individual. Pendekatan TCM yang
CS = Surplus konsumen i
digunakan adalah sistem zonasi dikarenakan
Y = Total kunjungan pada tahun ke-tt
data dan informasi yang diperoleh sangat terbatas (Fauzi 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata ke Kampung Kwau dianalisis menggunakan model regresi linear. Garrod & Willis (1999) dalam Yulianda et al. (2010) menuliskan fungsi permintaan terhadap kunjungan wisata sebagai berikut :
atau dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
dimana:
V = Jumlah kunjungan
TC= Biaya perjalanan pada suatu lokasi wisata S = Vektor biaya perjalanan pada lokasi wisata
alternatif ε = Error/galat
dimana:
Cs = Surplus konsumen pengunjung ke-ii
N = Jumlah kunjungan yang dilakukan i
pengunjung ke-i
α = Koefisien dari biaya perjalanan
rata individu dengan total kunjungan pada tahun tertentu (Y ), dengan menggunakan t
persamaan sebagai berikut :
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kampung Kwau
Kwau merupakan salah satu kampung (desa) dari 50 kampung yang terdapat di Distrik (kecamatan) Minyambouw, Kabupaten Manokwari. Berdasarkan letak geografis
0
Kampung Kwau terletak pada kisaran 1 05'24”
0
Lintang Selatan dan 133 55'54” Bujur Timur, berada di kaki gunung Arfak dengan ketinggian tempat ± 1100 meter dpl. Kampung Kwau dipimpin oleh seorang kepala kampung yang diangkat langsung oleh masyarakat. Seorang kepala kampung merupakan orang yang dipandang paling berpengaruh dan memiliki hak ulayat terbesar di kampung tersebut.
Kondisi topografi dan iklim di Kampung Kwau adalah hampir sama dengan kondisi yang Fungsi permintaan selanjutnya digunakan berada di Distrik Minyambouw. Kondisi
untuk menghitung surplus konsumen topografinya datar sampai berbukit dengan
menggunakan persamaan surplus konsumen kemiringan mencapai 65%. Jenis tanahnya sebagai proxy dari nilai WTP terhadap lokasi adalah podsolik keabu-abuan, aluvial, liat, dan
wisata sebagai berikut: juga berkerikil dengan tingkat keasaman tanah
(pH) sebesar 5-7. Curah hujannya adalah 253,2 mm/bulan dengan kelembaban ± 85 % dan
o o
temperatur udara 14 -22 C serta jumlah hari hujannya adalah 15 hari/bulan. Musim kering terjadi pada bulan Juli-Oktober, sedangkan musim hujan pada bulan Januari-Mei (Mulyadi 2012).
Jumlah penduduk Kampung Kwau tahun 2011 adalah 169 jiwa dengan jumlah kepala Nilai ekonomi lokasi rekreasi (total
keluarga (KK) sebanyak 59 KK. Komposisi consumers surplus) dapat diestimasi dengan
penduduk berdasarkan jenis kelamin dan umur menggandakan nilai surplus konsumen
Penduduk Kampung Kwau berdasarkan bagi para ilmuan, khususnya di bidang biologi nama marga lebih banyak dihuni oleh marga yakni melakukan eksplorasi sumber daya Mandacan (115 jiwa), kemudian diikuti oleh biologi. Saat ini, kelompok pencinta alammulai marga Wonggor (34 jiwa) dan Indou (20 jiwa). tertarik untuk berkunjung dengan tujuan
Berdasarkan suku, Kampung Kwau didominasi berwisata.
oleh suku Hatam dan Moile yang merupakan P e r k e m b a n g a n w i s a t a a l a m d i
bagian dari suku besar Arfak. Pegunungan Arfak tidak terlepas dari upaya
Masyarakat Suku Arfak di Kampung Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal Kwau, berdasarkan hasil wawancara dengan yang pada awalnya membina dalam mengelola k e p a l a k a m p u n g , s e l u r u h n y a b e r m a t a sumber daya alam dengan cara memfasilitasi pencaharian sebagai petani. Dari hasil pengembangan sektor pariwisata, khususnya observasi lapangan ditemukan terdapat salah wisata alam sebagai salah satu upaya
satu perangkat kampung yang melakukan meningkatkan perekonomian masyarakat
pembukaan lahan untuk berkebun dan sekitar.
membawa hasil pertaniannyadijual ke Kota Namun sejak tahun 2009 dengan
Manokwari. pendanaan dari luar negeri, pengembangan
wisata alam di Pegunungan Arfak lebih B. Sekilas Sejarah Pengembangan Wisata diekstensifkan dengan mengembangkan dua
Alam di Kampung Kwau lokasi wisata alam yakni di Kampung Kwau
Provinsi Papua Barat merupakan wilayah dan Syobri. Kedua kampung tersebut
pemekaran dari Provinsi Irian Jaya (sekarang
merupakan habitat jenis burung endemik Papua). Sektor pariwisata di provinsi ini belum
Pegunungan Arfak yang indah dan unik m e n j a d i p r i o r i t a s d a l a m k e g i a t a n
sertamenjadi daya tarik wisata bagi wisatawan pembangunan, meskipun potensinya besar.
mancanegara. Salah satu potensi yang telah menjadi perhatian
Pendampingan oleh LSM terhadap sejak lama adalah keunikan dan keindahan
masyarakat diutamakan untuk meningkatkan Pegunungan Arfak yang menjadi daya tarik
kegiatan pelayanan terhadap pengunjung/
Tabel 2. Komposisi penduduk Kampung Kwau menurut umur dan jenis kelamin tahun 2011
Table 2. Composition of Kwau village population by age and sex in 2011
Sumber (Source) : Data Kampung Kwau Tahun 2011 (diolah) (Kwau village data in 2011 (processed)
di Kampung Kwau dapat dilihat pada Tabel 2. didominasi oleh angkatan kerja produktif
Secara umum penduduk Kampung Kwau lebih (umur 15-54 tahun) sebesar 66,27%.
Umur (Age) (Tahun/Year ) JenisKelamin (Sex) (Jiwa/person) Total (Jiwa/person) % Laki-laki (Man) Perempuan (Woman) 0-4 9 7 16 9,47 5-14 19 8 27 15,98 15-19 13 5 18 10,65 20-24 8 6 14 8,28 25-54 41 39 80 47,34 > 54 6 8 14 8,28 Total 96 73 169 100,00
Penilaian Ekonomi Pengelolaan Wisata Alam di ... (Abdullah Tuharea, Hardjanto & Yulius Hero)
wisatawan, seperti pembangunan sarana C. Potensi Obyek Daya Tarik Wisata Alam di Kampung Kwau
prasarana, antara lain tempat penginapan
Obyek dan daya tarik wisata alam (home stay), pusat informasi, dan sarana
(ODTWA) yang dimiliki Provinsi Papua Barat penunjang lain untuk kenyamanan pengunjung.
tidak hanya berada di dataran rendah, tetapi Namun saat ini pihak LSM tidak lagi
juga di dataran tinggi (pegunungan). melakukan pendampingan. Akses pengunjung
Keberadaan kawasan konservasi menambah dapat langsung berhubungan dengan local
potensi ODTWA. Kawasan konservasi guide.
memiliki sumber daya alam yang unik dan Pengunjung wisata alam di Kampung
indah. Kwau selama ini umumnya mendapatkan
Kabupaten Manokwari sebagai salah satu informasi lewat situs internet yang dikelola
daerah tingkat dua dan merupakan ibukota oleh operator wisata di Kota Manokwari.
Provinsi Papua Barat memiliki kemampuan Setelah pengunjung melakukan deal dengan
untuk mengembangkan sektor pariwisata, operator wisata, operator wisata kemudian
khususnya wisata alam (Dinas Pendidikan, menghubungi local guide di Kampung Kwau
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Irian Jaya untuk menyambut pengunjung sesuai waktu
yang disepakati. Local guide di Kampung Barat, 2006). Potensi wisata yang dapat Kwau dapat menjemput langsung di Kota dikembangkan meliputi: wisata bahari dan Manokwari atau di jalan masuk menuju home wisata pegunungan. Wisata bahari lebih
stay di kampung. berkembang dibanding wisata pegunungan.
Dalam berwisata terdapat kesepakatan Hal ini dapat dimaklumi mengingat konsentrasi yang harus dipatuhi oleh pengunjung. Hal ini p e m u k i m a n p e n d u d u k d a n k e g i a t a n dimaksudkan agar manfaat kegiatan wisata pembangunan secara umum lebih terfokus di dapat dirasakan oleh penduduk. Kesepakatan wilayah dataran rendah dan pesisir daripada di yang dimaksud adalah pengunjung diminta pegunungan.
tidak membeli bahan makanan di Kota Potensi wisata pegunungan, seperti yang
Manokwari jika bahan makanan tersebut terdapat di Kampung Kwau adalah unik dan diusahakan oleh masyarakat. Sedangkan tarif menarik serta potensial untuk dikembangkan.
yang dikenakan kepada pengunjung untuk Hanya saja pengembangannya belum menjadi
berwisata di Kampung Kwau berdasarkan hasil prioritas dalam pembangunan sektor pariwisata
wawancara adalah sebagai berikut : di Kabupaten Manokwari baik oleh pemerintah
daerah maupun pemerintah pusat, walaupun
1. Penginapan Rp 50.000/orang/hari telah menjadi pilihan wisatawan mancanegara
untuk berkunjung dan stasiun televisi swasta di 2. Fee untuk kampung Rp 50.000/orang
Indonesia pernah melakukan pembuatan film
3. Jasa guide Rp 200.000/hari
dokumenter di wilayah ini. 4. Jasa porter menuju Rp 50.000/porter
home stay Secara umum ODTWA di Kampung
5. Jasa porter selama Rp 100.000/porter/hari Kwau adalah keindahan panorama alam
berwisata pegunungan dan atraksi fauna burung endemik
Pegunungan Arfak (bird watching). Dari hasil Untuk jasa porter selama berwisata observasi dan wawancara diketahui bahwa tarifnya lebih tinggi karena memiliki tugas selain kedua obyek tersebut, terdapat juga tambahan yakni mengangkat barang para turis obyek air terjun. Obyek air terjun ini dikunjungi dan mengikuti aktivitas wisatawan, seperti
oleh wisatawan ketika sedang tracking mencari kayu bakar dan bahkan memasak
menikmati panorama hutan Pegunungan Arfak. makanan.
D. Nilai Ekonomi Wisata Alam di Kampung Pembagian zona pengunjung dibagi berdasarkan asumsi bahwa Kampung Kwau
Kwau
sebagai tujuan utama, sehingga terdapat tujuh Pendekatan untuk menghitung nilai
zona, yaitu : Manokwari, Sorong, Jayapura, ekonomi pengelolaan wisata alam di Kampung
Ambon, Makasar, Denpasar, dan Jakarta Kwau adalah pendekatan zonasi. Hal ini sejalan
(Tabel 3). Pengunjung ke Kampung Kwau dengan Fauzi (2006) yang menyatakan
memulai perjalanannya dari ketujuh zona bahwapendekatan zonasi dapat digunakan
tersebut. Asumsi lain adalah biaya perjalanan apabila saat melakukan penelitian hanya merefleksikan permintaan, yakni semakin terdapat data sekunder dan beberapa data tinggi biaya perjalanan, maka jumlah sederhana. Selanjutnya pengunjung dapat kunjungan akan semakin menurun. Hal ini dijabarkan ke dalam zona-zona berdasarkan terlihat jelas pada Tabel 4 untuk asal pengunjung yang berada di luar Kota asal pengunjung (Tabel 3).
Manokwari. Dengan demikian jumlah kunjungan per
Sedangkan, laju kunjungan (visit rate) di 1.000 penduduk dapat diperoleh (Tabel 4) dan
Kampung Kwau untuk masing-masing zona dengan mempertimbangkan jarak, waktu
pengunjung dihitung dengan jalan membagi perjalanan, serta biaya perjalanan, akhirnya
jumlah kunjungan dengan jumlah penduduk diperoleh biaya perjalanan secara keseluruhan
dikalikan dengan angka seribu (Tabel 4). (Tabel 5).
Wisatawan yang berkunjung ke Kampung Kwau sebagai destinasi wisata alam
Kampung Kwau umumnya bertujuan untuk pegunungan Kabupaten Manokwari. Potensi
melihat pesona atraksi burung endemik wisata alam lainnya di Kampung Kwau adalah Pegunungan Arfak, yaitu Burung Namdur wisata budaya masyarakat Suku Arfak, antara Polos atau Burung Pintar (Amblyornis lain: rumah tradisional (rumah kaki seribu), inornatus), Western Parotia (Parotia sefilata), nyanyian tradisional anak-anak saat bermain, dan Burung Cenderawasih Belah Rotan dan kerajinan tas tradisional noken. Dengan
(Cicinnurus magnificus) (Gambar 1). kondisi topografi Kampung Kwau yang
Keunikan dan keindahan ketiga jenis burung ini berbukit, beberapa atraksi wisata dapat merupakan icon Pegunungan Arfak, khususnya dikembangkan, termasuk camping ground.
Gambar 1. Pengamatan burung merupakan objek wisata alam andalan di Kampung Kwau
Figure 1. Bird watching is the most favorite object of ecotourism activities in Kwau village
Penilaian Ekonomi Pengelolaan Wisata Alam di ... (Abdullah Tuharea, Hardjanto & Yulius Hero)