• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP MOTIVASI BELAJAR IPA SISWA KELAS IV GUGUS I KECAMATAN JEMBRANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP MOTIVASI BELAJAR IPA SISWA KELAS IV GUGUS I KECAMATAN JEMBRANA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP

MOTIVASI BELAJAR IPA SISWA KELAS IV GUGUS I

KECAMATAN JEMBRANA

Ni Md. Sintya Novita Dewi

1

, I Nym. Jampel

2

, I Km. Sudarma

3

1

Jurusan PGSD,

2,3

Jurusan TP, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail:sintyanovita0@gmail.com

1

, nyomanjampel@yahoo.com

2

,

darma_TP@yahoo.co.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan model discovery learning dan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung. Jenis Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan eksperimen posttest only control group design. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas IV SD di gugus I Kecamatan Jembrana tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 146 orang. Sampel penelitian diambil dengan teknik simple random sampling. Sampel penelitian ini yaitu kelas IV SD Negeri 1 Perancak yang berjumlah 27 orang sebagai kelompok eksperimen dan kelas IV SD Negeri 1 Sangkaragung yang berjumlah 24 orang sebagai kelompok kontrol. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan angket motivasi belajar. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan motivasi belajar IPA antara kelompok yang dibelajarkan dengan menggunakan model discovery learning dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran langsung. Perbandingan hasil peritungan rata-rata motivasi belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model discovery learning adalah 117,38 berada pada kategori sangat tinggi lebih besar dari rata-rata motivasi belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran langsung adalah 98,5 berada pada kategori tinggi.

Kata Kunci: model discoveri learning, motivasi belajar Abstract

This study aims to determine the differences in motivation to learn science between group which was learned by using discovery learning model and the group of students which was learned by using direct instructional model. This study was a quasi-experimental research with quasi-experimental posttest only controls group design. The population of this study was a fourth grade elementary student in cluster I Jembrana district in the academic year 2014/2015 with the amount of 146 students. The sample of this study was taken by simple random sampling technique. The sample of this study were fourth grade students in SDN 1 Perancak with 27 students as an experimental group and fourth grade students in SDN 1 Sangkaragung with 24 students as the control group. The data of this study was collected using learning motivation questionnaire. The data collected were analyzed using descriptive statistical analysis and inferential statistics (t-test). The results of this study indicate that there were differences in motivation to learn science between group which was learned by using discovery learning model and the group of students which was learned by using direct instructional model. The comparison of the results of the calculation average of students’ motivation in learning science who took discovery learning model was 117,38 in very high category was greater than the average of students’ motivation in learning science who take direct learning model was 98,5 in the high category.

(2)

PENDAHULUAN

Persaingan di era globalisasi ini sangat ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghasilkan SDM berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi serta berwawasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Indikator pencapaian terciptanya manusia yang memiliki kualitas dan daya saing yang baik adalah melaksanakan pendidikan yang baik dan berkualitas. Berdasarkan hal tersebut, pendidikan memiliki peranan yang sangat penting.

Pendidikan merupakan hal yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS menyebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab, sehingga cita-cita bangsa di masa depan untuk menciptakan SDM yang berkualitas dapat tercapai. Pendidikan akan terus mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan zaman. Indonesia harus berupaya untuk mengikuti perkembangan tersebut sehingga dapat bersaing di era globalisasi.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia yang masih tergolong rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Mendikbud dalam Perwitasari (2014) yang menyatakan bahwa pendidikan saat ini berada dalam kondisi gawat darurat mengacu kepada hasil survei PISA yang menempatkan Indonesia pada rangking 64 dari 65 negara yang diteliti.

Pendidikan hendaknya melihat potensi yang ada di masa mendatang sehingga tidak ketinggalan dengan negara-negara lain yang telah maju. Peningkatan mutu pendidikan akan berimbas pada peningkatan kualitas SDM yang dihasilkan. Memujudkan kualitas lulusan yang baik tentu tidak akan mudah, sehingga diperlukan proses yang panjang melalui tahap-tahap atau jenjang-jenjang pendidikan yang dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar (SD).

Pendidikan SD merupakan awal pendidikan formal di Indonesia. Pada

pendidikan SD, siswa akan melangkah untuk mulai mengenal ilmu pengetahuan dan cara bersosialisasi dengan lingkungannya. Pendidikan di SD memiliki andil besar sebagai pondasi atau dasar ilmu pengetahuan dan dasar penciptaan karakter yang digunakan sebagai modal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Apabila pendidikan di SD dilaksanakan tanpa adanya keinginan yang kuat maka akan berpengaruh terhadap jenjang pendidikan selanjutnya dan berimbas pada kualitas SDM yang dihasilkan dari lulusan tersebut. Berhasil tidaknya pendidikan ditentukan oleh pelaksanaan pembelajaran yang dialami siswa. Pelaksanaan pembelajaran akan menghasilkan prestasi yang maksimal apabila siswa belajar atas dasar keinginan sendiri atau memiliki motivasi belajar sendiri tanpa tertekan oleh tuntutan tertentu. Motivasi memiliki peranan penting dalam pelaksanaan pembelajaran.

Hal ini sesuai dengan pendapat Semiawan (2002:12) yang mengemukakan “prestasi belajar bukan saja dipengaruhi oleh faktor intelektual yang bersifat kognitif, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor nonkognitif seperti emosi, motivasi, kepribadian, serta juga berbagai pengaruh lingkungan”. Berdasarkan hal tersebut maka faktor-faktor nonkognitif tidak dapat dipandang sebelah mata, salah satunya faktor motivasi belajar siswa. Siswa yang memiliki motivasi dalam belajar akan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dalam mencapai tujuan pembelajaran dibandingkan dengan siswa yang tidak memiliki motivasi dalam belajar. Belajar tanpa adanya motivasi akan sulit untuk berhasil. Hal ini sesuai dengan pendapat Uno (2013) yang menyatakan bahwa seseorang yang telah termotivasi dalam belajar akan berusaha mempelajari materi pelajaran dengan baik dan tekun untuk memperoleh hasil belajar yang baik.

Dalam hal ini guru memiliki peran yang penting untuk melaksanakan pembelajaran yang dapat menumbuhkan motivasi belajar`siswa sehingga siswa dapat belajar dengan baik. Siswa akan memiliki motivasi dalam belajar jika materi yang dipelajari ada keterkaitannya dengan kehidupannya sehari-hari. Hal ini sesuai

(3)

dengan pendapat Uno (2013) yang menyatakan bahwa siswa akan tertarik untuk belajar jika yang dipelajarinya dapat dinikmati manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran bermakna sangat diperlukan. Belajar bermakna menurut Ausubel (dalam Rudy, 2011) adalah suatu proses dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Pembelajaran bermakna bisa terjadi jika relevan dengan kebutuhan siswa dalam kehidupan sehari-hari sehingga membangkitkan motivasi belajar siswa. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melaksanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran yang sesuai dan melibatkan siswa secara langsung dalam aktifitas belajarnya, termasuk dalam pembelajaran IPA.

Susanto (2013) menyatakan, hakikat pembelajaran IPA dapat diklasifikasikan menjadi IPA sebagai produk, proses, dan sikap. Berdasarkan definisi ini, maka idealnya pembelajaran IPA tentunya tidak dilakukan secara instant namun melalui suatu proses dengan menggunakan sikap ilmiah sehingga mampu menghasilkan suatu produk yang ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pelaksanaan pembelajaran IPA di sekolah tidak boleh melupakan ketiga cakupan tersebut.

Namun kenyataannya, kegiatan pembelajaran IPA yang dilaksanakan di sekolah lebih mengutamakan dimensi produk dan mengabaikan dimensi-dimensi yang lain. Depdiknas (2008) menyatakan bahwa kecenderungan pembelajaran IPA di Indonesia masih bersifat teacher centered, guru hanya menyampaikan IPA sebagai produk dan siswa menghafal informasi faktual. Otak anak dipaksa untuk mengingat berbagai informasi tanpa dituntut untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan pembelajaran yang dilakukan guru belum bermakna. Guru masih berperan penuh sebagai sumber informasi sehingga berimbas pada kurangnya motivasi siswa dalam belajar.

Hasil observasi awal yang telah dilakukan di Gugus I Kecamatan Jembrana, diperoleh keterangan bahwa pembelajaran mata pelajaran IPA belum berjalan secara kondusif. Hal ini dapat dibuktikan dengan prilaku siswa saat menerima pelajaran di kelas. Siswa terlihat kurang percaya diri dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini dibuktikan, saat guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang siswa untuk mengangkat tangan dan menjawab, tidak ada siswa yang merespon pertanyaan-pertanyaan tersebut. Hal bahwa salah satu indikator motivasi belajar yaitu adanya hasrat atau keinginan untuk berhasil belum terpenuhi karena kepercayaan diri siswa dalam menjawab pertanyaan guru merupakan salah satu hal yang menunjukkan bahwa siswa tersebut memiliki keinginan untuk berhasil dalam belajar.

Selain itu siswa juga cepat bosan dan tidak terlibat aktif dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran yang diterapkan guru menekankan pada kegiatan pembelajaran satu arah yang berpusat pada guru sehingga membuat siswa pasif dan cepat bosan dalam kegiatan pembelajaran. Guru belum menempatkan diri sebagai fasilitator dan motivator agar siswa mampu mengembangkan potensinya secara optimal. Guru juga hanya mementingkan aspek kognitif yaitu hasil belajar siswa setelah selesai melaksanakan pembelajaran tanpa melihat aspek lain seperti motivasi belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran.

Berdasarkan permasalahan tersebut, nampaknya dalam pelaksanaan pembelajaran IPA memerlukan adanya model pembelajaran dengan kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang mampu melibatkan peran siswa secara aktif adalah model

Discovery Learning.

Menurut Carin (dalam Suastra, 2009)

discovery adalah suatu proses mental

dimana anak atau individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip. Pembelajaran menggunakan model discovery membuat siswa aktif mencari pengetahuan daripada

(4)

memperoleh pengetahuan dengan menggunakan proses mentalnya. Model

discovery learning menugaskan guru untuk

membimbing siswa memperoleh pengetahuan dan menempatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Model pembelajaran ini dirasakan memberikan pengaruh terhadap motivasi belajar siswa karena salah satu kelebihan dari model

discovery learning adalah “mampu

mengarahkan cara belajar siswa, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat” (Roestiyah, 2001:21). Selain itu Samatowa (2006:146) menyatakan “pembelajaran melalui

discovery learning (penemuan) dapat meningkatkan motivasi belajar IPA siswa”.

Uraian tersebut melatarbelakangi pelaksanaan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Discovery Learning terhadap Motivasi Belajar IPA pada Siswa Kelas IV SD Negeri di Gugus I Kecamatan Jembrana Tahun Pelajaran 2014/2015”. METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (Quasi Eksperiment) dengan unit eksperimen berupa kelas. Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen Non Equivalent

Post-test Only Control Group Design yang dapat

dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Desain Penelitian Non Equivalent Post-test Only Control Group Design

Kelas Perlakuan Tes akhir (posttest)

E X O1 K - O2 (sumber: Sukardi, 2012) Keterangan: E : Kelompok Eksperimen K : Kelompok Kontrol

X : Perlakuan berupa model discovery learning - : Perlakuan berupa model pembelajaran langsung O1 dan O2 : Post-test untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol Tempat pelaksanaan penelitian ini

adalah di Gugus I Kecamatan Jembrana pada rentang waktu semester II (genap) tahun pelajaran 2014/2015 mulai dari bulan April sampai Mei selama 1 bulan (8 kali pertemuan). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV di Gugus I Kecamatan Jembrana pada tahun ajaran 2014/2015. Gugus ini terdiri dari delapan sekolah, yakni SDN 1 Sangkaragung, SDN 2 Sangkaragung, SDN 1 Air Kuning, SDN 2 Air Kuning, SDN 1 Yehkuning, SDN 2 Yehkuning, SDN 1 Perancak dan SDN 2 Perancak. Jumlah seluruh siswanya sebanyak 146 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik

simple random sampling. Teknik ini dilakukan dengan mencampur subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek dianggap sama dan mendapat hak yang sama untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi anggota sampel (Agung,

2010). Setelah dilaksanakan pengambilan sampel, didapatkan SDN 1 Perancak sebagai kelas eksperimen dan SDN 1 Sangkaragung sebagai kelas kontrol.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model discovery learning dan model pembelajaran langsung, sedangkan variabel terikatnya adalah motivasi belajar. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode non tes. Data yang dikumpulkan adalah data skor motivasi belajar siswa. Instrumen yang digunakan adalah angket motivasi belajar yang dibuat berdasarkan indikator motivasi belajar. Instrumen yang telah disusun diuji coba untuk mendapatkan gambaran tentang kelayakan instrumen agar dapat dipergunakan sebagai instrumen penelitian. Uji Coba instrumen motivasi belajar IPA dilaksanakan di 3 sekolah yang terdapat di Gugus I Kecamatan Jembrana diantaranya SDN 1 Yehkuning, SDN 1 Air Kuning, dan

(5)

SDN 1 Perancak. Hasil uji coba menunjukkan bahwa instrumen telah layak digunakan sebagai instrumen penelitian.

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mean, median, modus, varian dan standar deviasi. Teknik penyajian data hasil perhitungan mean, median dan modus disajikan ke dalam kurva poligon. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah statistik inferensial uji-t tidak berkorelasi (indenpendent t-test) dengan rumus polled

varians. Sebelum dilakukan hipotesis, dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.

Hipotesis dalam peneltian ini adalah terdapat perbedaan motivasi belajar IPA

antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model discovery learning dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung pada siswa kelas IV SD Negeri di Gugus I Kecamatan Jembrana.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan penelitian ini menghasilkan data skor motivasi belajar IPA siswa setelah penerapan model

discovery learning pada kelompok eksperimen dan penerapan model pembelajaran langsung pada kelompok kontrol. Rekapitulasi perhitungan data hasil penelitian tentang motivasi belajar IPA siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Pemahaman Konsep IPA Siswa

Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Mean 117,38 98,5

Median 118,5 97,5

Modus 123,35 95

Varians 71,82 75,12

Standar deviasi 8,47 8,667

Tabel 2 mendeskripikan tentang mean, median, modus, varians, dan standar deviasi data motivasi belajar IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Distribusi frekuensi motivasi belajar siswa kelas eksperimen disajikan pada gambar 1.

Gambar 1. Poligon Data Motivasi Belajar IPA Kelompok Eksperimen

Berdasarkan gambar 1, diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M), sehingga kurva di atas adalah kurva juling negatif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Distribusi frekuensi motivasi belajar siswa kelas kontrol disajikan pada gambar 2.

Gambar 2. Poligon Data Motivasi Belajar IPA Kelompok Kontrol

(6)

Berdasarkan gambar 2, diketahui mean lebih besar dari median dan median lebih besar dari modus (M>Md>Mo), sehingga kurva di atas adalah kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah.

Setelah distribusi data, dilakukan uji prasyarat analisis data yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil uji normalitas menggunakan Chi-square

kelompok eksperimen menunjukkan bahwa nilai x2hit adalah 2,5661 dan x2tab dengan taraf signifikansi 5% (db=3) adalah 7,815. Hal ini berarti,

2hitung lebih kecil dari

tabel 2

(

2hitung

2tabel), sehingga data hasil motivasi belajar IPA kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan hasil uji normalitas kelompok kontrol menunjukkan bahwa x2hit adalah 1,1450 dan x2tab dengan taraf signifikansi 5% (db=3) adalah 7,815. Hal ini berarti,

2hitung lebih kecil dari

2tabel

(

2hitung

2tabel), sehingga data hasil motivasi belajar IPA kelompok kontrol berdistribusi normal. Selanjutnya, dilakukan uji homogenitas varians antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji homogenitas varians yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji F. Hasil uji homogenitas varians menunjukkan Fhitung 1,0459, sedangkan nilai Ftabel dengan dbpembilang = 23, dbpenyebut = 26, dan taraf signifikansi 5% adalah 1,97. Hal ini berarti Fhitung < Ftabel sehingga varians data motivasi belajar IPA kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen. Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data skor motivasi belajar IPA siswa kelas IV adalah normal dan homogen.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus polled

varians. Rangkuman hasil perhitungan uji-t

antara kelompok eksperimen dan kontrol disajikan pada tabel 3.

Tabel 3 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t

Data Kelompok N X s2 thitung ttabel (5%) Motivasi

Belajar IPA

Eksperimen 27 117,37 8,47

7,856 2,009

Kontrol 24 98,5 8,667

Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji-t di atas, diperoleh nilai thitung sebesar 7,856. Sedangkan nilai ttabel dengan taraf signifikansi 5% adalah 2,009. Hal ini berarti nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak atau H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan motivasi belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model discovery learning dengan kelompok siswa yang

dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung pada siswa kelas IV SD Negeri di Gugus I Kecamatan Jembrana tahun pelajaran 2014/2015.

Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian, kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model discovery Learning memiliki motivasi belajar lebih

tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung. Tinjauan ini berdasarkan rata-rata skor motivasi belajar IPA siswa setelah diberikan perlakuan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata skor motivasi belajar IPA yang dibelajarkan dengan model discovery learning adalah 117,38 dan rata-rata skor

motivasi belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung adalah 98,5.

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan nilai thitung = 7,856 dan nilai ttabel dengan taraf signifikansi 5% = 2,009. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel (thitung > ttabel). Hal ini berarti, terdapat perbedaan motivasi belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan dengan model

(7)

dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung.

Perbedaan yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model discovery learning dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran langsung disebabkan karena perbedaan perlakuan pada langkah-langkah pembelajaran dan penyampaian materi. Pembelajaran dengan model

discovery learning telah sesuai dengan

hakikat IPA, karena menurut Sulistyorini (2007) IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan proses penemuan. Peran guru dalam pembelajaran model discovery learning hanya sebagai fasilitator yang memberikan tanggung jawab kepada siswa untuk memperoleh sendiri konsep-konsep yang diperlukan melalui interaksi dengan anggota kelompoknya. Sehingga kegiatan belajar berpusat pada siswa (student

centered).

Pembelajaran dengan model

discovery learning yang memiliki

langkah-langkah diantaranya, Stimulation

(pemberian rangsangan), Problem Statement (identifikasi masalah), Data Collection (pengumpulan data), Data Processing (pengumpulan data),

Verification (pembuktian) dan

Generalization (menarik kesimpulan) dapat

membuat siswa aktif dalam pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Pembelajaran bermakna mendorong siswa untuk lebih termotivasi dalam belajar.

Pada tahap stimulation dan problem

statement, guru memberikan permasalahan/pertanyaan menantang yang tidak hanya memiliki satu jawaban sehingga siswa dihadapkan pada sesuatu/situasi yang menyebabkan kebingungannya kemudian muncul keinginan untuk memikirkan alternatif jawaban sesuai dengan pengetahuannya dan belajar membuat jawaban sementara (hipotesis) berdasarkan permasalahan/pertanyaan yang diajukan. Keadaan ini mengajak siswa untuk menemukan hal-hal yang menantang sejak awal pembelajaran sehingga terdorong untuk belajar. Keyakinan dalam

menghadapi tantangan merupakan konsep motivasi yang berhubungan dengan tingkah laku seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat Uno (2013) yang menyatakan bahwa salah satu konsep motivasi tingkah laku yaitu apabila seseorang merasa yakin mampu menghadapi tantangan maka biasanya orang tersebut terdorong untuk melakukan kegiatan tersebut.

Pada tahap data collection, siswa dilatih untuk melakukan usaha secara maksimal dan menggunakan berbagai sumber untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis. Usaha tersebut dilakukan melalui percobaan, diskusi, membaca buku, dan kegiatan lainnya yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi dalam membuktikan kebenaran hipotesis. Kegiatan percobaan memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan hal baru dengan mengotak-atik benda konkret atau alat-alat dalam percobaan sehingga kegiatan menjadi lebih menarik. Adanya kegiatan yang menarik merupakan salah satu indikator motivasi belajar siswa. Hal ini didukung dengan pernyataan Uno (2013) yakni kegiatan belajar yang menarik mampu meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Kegiatan pembelajaran dengan mengotak-atik benda konkret juga sesuai dengan perkembangan belajar siswa SD. Hal ini sesuai dengan pernyataan Iskandar (1997) yang mengungkapkan bahwa anak usia SD memiliki kecenderungan belajar melalui proses manipulatif yaitu proses mengotak-atik benda konkret. Apabila pembelajaran yang dirancang guru telah sesuai dengan perkembangan belajar siswa maka siswa akan merasa nyaman untuk mengikuti pembelajaran. Kenyamanan dalam mengikuti pembelajaran juga merupakan salah satu indikator motivasi belajar siswa.

Selanjutnya, pada tahap data processing, siswa dilatih untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan selama tahap data collection untuk digunakan dalam memecahkan masalah dalam LKS. Serangkaian kegiatan pada tahap data collection dan data processing melatih siswa melakukan usaha-usaha yang bertujuan meningkatkan kemampuan belajarnya dengan menggunakan berbagai sumber belajar yang relevan untuk mencari

(8)

dan memecahkan permasalahan. Jika siswa senang untuk mencari dan memecahkan permasalahan maka dapat diinterpretasikan bahwa siswa telah memiliki motivasi untuk belajar. Sebab, Sardiman (2011) mengemukakan bahwa salah satu ciri orang yang memiliki motivasi belajar adalah senang mencari dan memecahkan permasalahan.

Pada tahap verification, siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan dengan menyampaikan temuannya di depan kelas dan membandingkan temuannya dengan kelompok lain untuk memperoleh kesimpulan yang benar dan logis. Kesempatan yang diperoleh siswa untuk menyampaikan hasil belajarnya di depan umum akan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Uno (2013) yang menyatakan bahwa salah satu teknik untuk meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran adalah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemampuan atau hasil belajarnya di depan umum. Memperlihatkan kemampuan atau hasil belajar di depan umum akan menimbulkan rasa bangga dan merasa dihargai hingga pada akhirnya dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Selanjutnya, pada tahap verification ini juga, guru melakukan penilaian dengan pengamatan terhadap siswa, sehingga pada tahap ini juga merupakan ajang menampilkan prestasi. Penilaian yang dilakukan guru selama tahap verification ini mampu meningkatkan keinginan siswa untuk berprestasi sehingga meningkatkan motivasi belajar siswa.

Pada tahap generalization, siswa dengan atau tanpa bantuan guru merumuskan suatu kesimpulan berdasarkan hasil diskusi antar kelompok yang telah dilaksanakan selama proses pembelajaran. Sebagian besar siswa telah mampu mengemukakan kesimpulan dengan benar, sehingga dapat dikatakan sebagian besar siswa telah mengerti dan memahami materi yang dipelajari. Pada tahap ini guru memberikan penghargaan kepada siswa atas hasil belajar, prestasi, dan keikutsertaannya selama pembelajaran

berlangsung. Penghargaan yang diberikan oleh guru adalah dorongan dari guru dan merupakan salah satu indikator motivasi belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Uno (2013) yang menyatakan bahwa adanya penghargaan dalam belajar dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Paparan di atas memberikan gambaran bahwa model discovery learning mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Samatowa (2006) yang mengungkapkan bahwa pembelajaran melalui discovery learning (penemuan) dapat meningkatkan motivasi belajar IPA siswa sehingga pada akhirnya berimbas pada hasil belajar siswa. Berbeda halnya dengan model pembelajaran langsung yang menuntut siswa lebih banyak mendengar.

Pada model pembelajaran langsung transformasi pengetahuan dilakukan secara langsung oleh guru kepada siswa sehingga pengetahuan yang diperoleh oleh siswa bukanlah hasil penemuannya sendiri melainkan hasil transformasi gurunya. Pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung membuat siswa masih menganggap bahwa guru merupakan satu-satunya sumber informasi yang paling benar. Kondisi ini membuat siswa malas untuk mencari dan menemukan alternatif informasi dari berbagai sumber belajar lainnya dan pada akhirnya terbiasa untuk percaya dengan semua penjelasan gurunya. Kebiasaan tersebut mengakibatkan siswa kurang memaknai pengetahuan yang diperoleh selama pembelajaran sehingga pengetahuan yang diperoleh juga tidak akan bertahan lama dibenak siswa.

Kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung tidak memberikan ruang kepada siswa untuk bergerak dan melakukan berbagai aktivitas selama pembelajaran karena kegiatan pembelajarannya didominasi oleh keaktifan guru. Kondisi seperti ini membuat sebagian besar siswa terlihat bosan, mengantuk dan kurang tertarik mengikuti proses pembelajaran. Apabila ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran sudah mulai berkurang maka dapat diinterpretasikan bahwa motivasi belajar siswa juga berkurang sebab Uno (2013) menyatakan

(9)

bahwa salah satu indikator motivasi belajar adalah adanya kegiatan yang menarik dalam pembelajaran. Dengan demikian, apabila ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran sudah mulai berkurang berarti indikator motivasi belajar tidak mampu dihadirkan dalam proses pembelajaran tersebut.

Perbedaan cara pembelajaran antara pembelajaran dengan model

discovery learning dan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung tentunya memberikan dampak yang berbeda terhadap motivasi belajar siswa. Pembelajaran dengan model discovery

learning membuat siswa lebih termotivasi

dalam mengikuti pembelajaran. Siswa lebih tertantang dalam mengikuti pembelajaran dan menyelesaikan permasalahan sehingga pengetahuan yang didapat lebih bermakna. Dengan demikian, motivasi belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan model discovery learning lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung. Makin besar motivasi belajar siswa maka proses belajar akan berlangsung semakin maksimal dan pada akhirnya hasil belajar siswa semakin meningkat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian tentang penerapan model

discovery learning yang dilaksanakan oleh

Kartikasari (2012). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan model

discovery learning memberikan pengaruh

terhadap motivasi belajar siswa. Sesuai dengan langka-langkah model discovery

learning, pelaksanaan pembelajaran yang

dilaksanakan oleh Kartikasari memberikan pengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa.

Meskipun model discovery learning memberikan pengaruh positif pada pembelajaran kelompok eksperimen, namun ada beberapa hal yang memerlukan pembahasan lebih lanjut mengenai motivasi belajar IPA siswa yaitu faktor-faktor yang menyebabkan motivasi belajar siswa pada kelompok eksperimen belum optimal. Faktor-fakor tersebut diantaranya pertama, siswa belum dibiasakan mandiri dalam belajar. Siswa belum bisa memahami langkah-langkah percobaan sehingga perlu

diberikan penjelasan oleh guru sebelum percobaan dilaksanakan. Kedua peralatan praktikum yang belum lengkap pada sekolah eksperimen membuat pelaksanaan percobaan tidak berjalan optimal. Ketiga, kegiatan pembelajaran menyita waktu yang cukup banyak jika menggunakan model

discovery learning.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh thitung sebesar 7,856. Sedangkan nilai ttabel dengan taraf signifikansi 5% adalah 2,009. Hal ini berarti nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak atau H1 diterima. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan motivasi belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model

discovery learning dengan kelompok siswa

yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran langsung. Rata-rata motivasi belajar IPA kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model

discovery learning adalah 117,38 termasuk

kategori sangat tinggi dan rata-rata motivasi belajar IPA kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model pembelajaran langsung adalah 98,5 termasuk kategori tinggi. Hal ini berarti, rata-rata motivasi belajar IPA kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model discovery learning lebih besar dari pada rata-rata motivasi belajar IPA kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran model pembelajaran langsung.

Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil dari penelitian yang telah peneliti laksanakan yaitu, pertama bagi guru khususnya guru sekolah dasar agar lebih berinovasi dalam pembelajaran dengan menerapkan suatu model yang inovatif seperti model discovery learning untuk meningkatkan motivasi belajar siswa karena berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, penggunaan model

discovery learning sudah terbukti lebih baik

daripada penggunaan model pembelajaran langsung. Kedua, Bagi kepala sekolah agar mengambil kebijakan untuk mengimplementasikan model pembelajaran yang dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran salah satunya penggunaan

(10)

model discovery learning. Ketiga, Bagi peneliti yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model

discovery learning dalam pembelajaran IPA

maupun pembelajaran mata pelajaran lain, agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini dan variabel-variabel lain yang mungkin memiliki pengaruh agar dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, A.A.G. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan (Suatu Pengantar). Singaraja.Undiksha.

Basuki. 2014. Urgensi Model Pembelajaran

Penemuan (Discovery Learning) dalam Pencapaian Tujuan Pembelajaran. Tersedia pada http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/i ndeks/jurnal-kediklatan/719-urgensi- model-pembelajaran-penemuan- discovery-learning-dalam-

pencapaian-tujuan-pembelajaran.html. (diakses tanggal 28 Januari 2015).

Perwitasari, P. 2014. Mendikbud : pendidikan Indonesia dalam kondisi gawat darurat. Tersedia pada http://www.antaranews.com/berita/4 67070/mendikbud--pendidikan- indonesia-dalam-kondisi-gawat-darurat. (Diakses tanggal 14 Pebruari 2015).

Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Rudy. 2011. Pembelajaran Bermakna (Meaningfull Learning). Tersedia

pada

http://rudy-unesa.blogspot.com/2011/02/pembe lajaran-bermakna-meaningfull.html. (Diakses tanggal 14 Pebruari 2015). Samatowa, U. 2006. Pembelajaran IPA di

sekolah dasar. Jakarta:PT Indeks.

Sardiman, A.M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press.

Semiawan, C R. 2002. Belajar dan

Pembelajaran dalam Taraf Anak Usia Dini (Pendidikan Prasekolah dan SD). Jakarta: Prehallindo.

Suastra, I W. 2009. Pembelajaran Sains

Terkini. Singaraja. Universitas Pendidikan Ganesha

Sukardi. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta; PT Bumi Aksara.

Sulistyorini. 2007. Model Pembelajaran IPA

SD dan Penerapannya dalam KTSP. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Susanto, A. 2013. Teori Belajar Pembelajaran di Sekolah Dasar.

Jakarta: Prenadamedia Group. Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang

Gambar

Tabel  2  mendeskripikan  tentang  mean,  median,  modus,  varians,  dan  standar  deviasi  data  motivasi  belajar  IPA kelompok  eksperimen  dan  kelompok  kontrol

Referensi

Dokumen terkait

institusi hukum dan profesi hukum, Pembangunan yang komprehensif harus memperhatikan hak-hak azasi manusia, keduanya tidak dalam posisi yang berlawanan, dan dengan

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan pada bentuk fisik bangunan gedung konser klasik tersebut anatara lain :.. 4.3.1

Prosedur-prosedur harus mencakup perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang memadai untuk membantu meyakinkan adanya pencatatan transaksi. Dokumen ini berupa

Dalam organisasi pemerintahan, kinerja pegawai dalam melakukan tugasnya atau pekerjaannya sering tidak sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Mereka sering

[r]

Proyeksi Bank Dunia memperkirakan bahwa, tanpa kompensasi, peningkatan harga BBM (menjadi Rp 6.500 per liter untuk premium dan Rp 5.500 per liter untuk solar) akan

[r]

Interaksi antara galur probiotik dan permukaan mukosa usus mengaktifkan kompetisi untuk melekat dan mendapatkan nutrisi dengan bakteri patogen yang berdampak pada stimulasi