• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DIARE

2.1.1. Definisi

Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali dalam satu hari dengan konsistensi tinja yang cair atau dengan frekuensi lebih sering dari individu yang normal (WHO, 2013).

2.1.2. Diare Akut

Diare akut adalah buang air besar yang terjadi pada bayi atau anak yang sebelumnya nampak sehat, dengan frekuensi 3 kali atau lebih per hari, disertai perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah (Sunoto, 2002). Diare akut didefinisikan sebagai suatu episode diare yang memiliki onset akut dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Guandalini, 2012).

2.1.3. Jenis Diare Akut

Menurut WHO (2009), jenis diare akut yang sering terjadi pada anak yang semuanya mempunyai potensi mengancam jiwa dan memerlukan pengobatan yang berbeda-beda yaitu:

a. Diare berair akut, seperti kolera dan dikaitkan dengan kehilangan cairan yang cukup signifikan dan dapat terjadi dehidrasi yang cepat pada individu yang terinfeksi, berlangsung selama beberapa jam atau hari. Patogen umum penyebabnya adalah V.cholerae atau bakteri E.coli serta Rotavirus.

b. Diare berdarah, sering disebut disentri yaitu terlihat atau adanya darah pada tinja yang terjadi akibat kerusakan intestinal dan kehilangan nutrisi pada individu yang terinfeksi.

(2)

2.1.4. Diare Kronis

Diare kronis atau diare persisten adalah frekuensi buang air besar yang terus meningkat, dengan konsistensi tinja yang semakin lembek atau volume tinja bertambah banyak, yang berlangsung lebih dari 2 minggu. Pada bayi, disebut diare jika volume tinja lebih dari 15g/kg/24 jam, sedangkan pada anak umur diatas 3 tahun yang volume tinjanya sudah sama dengan volume orang dewasa, disebut diare jika volume tinjanya lebih dari 200 g/24 jam ( Boyle, 2000).

2.1.5. Etiologi Diare a. Infeksi bakteri

Diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri sangat penting di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis dan berkembang, dan merupakan masalah serius di kalangan anak-anak dan orang dewasa serta bayi dan anak kecil. Mikroorganisme penyebabnya adalah E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Vibrio, dan Clostridium difficile.

b. Infeksi virus

Rotavirus adalah salah satu penyebab paling umum dari diare berat. Virus yang dapat menjadi penyebab penting penyakit diare pada manusia, termasuk Norwalk virus, Adenovirus, Calicivirus, dan Astroviruses. c. Parasit

Parasit dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau air dan menetap di sistem pencernaan. Parasit yang menyebabkan diare termasuk Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, Cyclospora cayetanensis dan Cryptosporidium (Gracey, 1996).

d. Intoleransi makanan

Beberapa orang tidak mampu mencerna beberapa komponen makanan, seperti laktosa-gula yang ditemukan dalam susu, atau gluten yang ditemukan dalam gandum.

(3)

e. Reaksi terhadap obat-obatan

Beberapa jenis antibiotik seperti klindamisin, sefalosporin, sulfonamida, laksatif (obat pencahar) dan antasida (Hung, 2006).

Jenis-jenis mikroorganisme penyebab diare sebagai berikut: Tabel 2.1. Etiologi Diare

Bakteri Virus Parasit

 Diarrheagenic Escherichia coli  Campylobacter jejuni  Vibrio cholerae O1  Vibrio cholerae O139  Shigella species  V.parahaemolyticus  Bacteroides fragilis  C.coli  C.upsaliensis  Nontyphoidal salmonellae  Clostridium difficile  Yersinia enterocolitica  Y.pseudotuberculosis  Rotavirus  Norovirus (calicivirus)  Adenovirus (serotype 40/41)  Astrovirus  Cytomegalovirus Protozoa  Cryptosporidium parvum  Giardia intestinalis  Microsporida  Entamoeba histolytica  Isospora belli  Cyclospora cayetanensis  Dientamoeba fragilis  Blastocystis hominis  Strongyloides stercoralis  Angiostrongylus costaricensis  Schistosoma mansoni,  S. japonicum (Sumber : World Gastroenterology Organisation, 2012)

2.1.6. Faktor Risiko

Ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan transmisi enteropatogen adalah :

(4)

b. Tercemarnya air oleh tinja.

c. Tidak ada atau kurangnya sarana MCK (mandi, cuci, kakus). d. Hygiene perorangan dan lingkungan yang buruk.

e. Cara penyimpanan dan penyediaan makan yang tidak higienis. f. Cara penyapihan bayi yang tidak baik (terlalu cepat disapih, terlalu

cepat diberi susu botol, terlalu cepat diberi makanan padat).

Beberapa faktor risiko pada pejamu (host) yang dapat meningkatkan kerentanan pejamu terhadap enteropatogen diantaranya adalah :

a. Malnutrisi.

b. Bayi berat lahir rendah (BBLR). c. Imunodefisiensi dan imunodepresi. d. Rendahnya kadar asam lambung. e. Peningkatan motilitas usus. f. Faktor genetik (Sunoto, 2002).

2.1.7. Patogenesis

Patogenesis terjadinya diare sangat bervariasi dari satu penyebab ke penyebab lain, secara garis besar patogenesisnya adalah sebagai berikut : a. Virus

Virus terbanyak penyebab diare adalah rotavirus, selain adenovirus, enterovirus, astrovirus, minirotavirus, calicivirus. Awalnya virus masuk bersama makanan dan minuman ke dalam traktus digestivus, kemudian berkembang biak dalam usus. Setelah itu virus masuk ke dalam epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan bagian apikal vili usus halus. Sel epitel usus halus bagian apikal akan diganti oleh sel dari bagian kripta yang belum matang, berbentuk kuboid atau gepeng. Akibatnya sel-sel epitel ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan. Sebagai akibat lebih lanjut akan terjadi diare osmotik. Vili usus kemudian akan memendek sehingga

(5)

kemampuannya untuk menyerap dan mencerna makanan pun akan berkurang. Pada saat inilah biasanya diare mulai timbul. Setelah itu sel retikulum akan melebar, dan kemudian akan terjadi infiltrasi sel limfoid dari lamina propria, untuk mengatasi infeksi sampai terjadinya penyembuhan.

b. Bakteri

Patogenesis terjadinya diare oleh karena bakteri berawal pada saat bakteri masuk bersama makanan ataupun minuman yang terkontaminasi ke dalam traktus digestivus, kemudian berkembang biak didalamnya. Bakteri ini kemudian mengeluarkan toksin yang akan merangsang epitel usus sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim adenil siklase (bila toksin bersifat tahan panas, disebut labile toxin = LT) atau enzim guanil siklase (bila toksin bersifat tahan panas, disebut stable toxin = ST). Sebagai akibat peningkatan aktivitas enzim-enzim ini akan terjadi peningkatan cAMP (cyclic Adenosin monophospate) atau cGPM (cyclic Guanosine monophospate), yang mempunyai kemampuan mensekresi klorida, natrium dan air dari dalam sel ke lumen usus serta menghambat absorbsi natrium, klorida dan air dari lumen usus ke dalam sel. Hal ini menyebabkan peninggian tekanan osmotik di dalam lumen usus. Kemudian akan terjadi hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan dalam lumen usus, sehingga cairan dapat dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar (kolon). Dalam keadaan normal, kolon orang dewasa dapat menyerap sebanyak 4400 mL cairan sehari, karena itu produksi atau sekresi cairan sebanyak 4500 mL sehari belum menyebabkan diare. Bila kemampuan penyerapan kolon berkurang, atau sekresi cairan melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare. Pada kolera sekresi cairan dari usus halus ke usus besar dapat mencapai 10 liter atau lebih sehari. Oleh karena itu, diare pada kolera biasanya sangat hebat, suatu keadaan yang disebut diare profus.

(6)

Secara umum golongan bakteri yang menghasilkan cAMP akan menyebabkan diare lebih hebat dibandingkan golongan bakteri yang menghasilkan cGMP. Golongan kuman yang mengandung LT dan merangsang pembentukan cAMP, diantaranya V.cholera, ETEC, Shigella spp. dan Aeromonas spp. Sedangkan yang mengandung ST dan merangsang pembentukan cGMP adalah ETEC, campylobacter sp., Yersinia sp. dan Staphylococcus sp (Sunoto, 2002).

2.1.8. Patofosiologi

Diare berdasarkan mekanisme patofisiologinya yaitu sebagai berikut: a. Diare Osmotik

Diare yang disebabkan oleh memakan makanan cair atau zat terlarut yang sulit diserap (misalnya, magnesium, fosfat, gula yang tidak terserap, alkohol dan sorbitol), atau zat yang tidak dapat diserap dengan baik karena kelainan usus ( misalnya, laktosa karena defisiensi laktase, glukosa pada diare karena Rotavirus). Karbohidarat yang mengalami malabsorpsi ini secara khas difermentasi di usus besar dan menghasilkan asam lemak rantai pendek. Bentuk diare ini biasanya jumlahnya lebih sedikit dibanding diare sekretorik dan berhenti dengan berpuasa (Ulshen, 2000). b. Diare Sekretorik

Diare yang disebabkan karena peningkatan sekresi usus halus atau penurunan absorpsi. Biasanya disebabkan oleh enterotoksin bakteri, hipersekresi gaster, laksatif, insufisiensi pankreas, atau penyakit mukosa usus halus. Biasanya volumenya besar, tinja cair tanpa darah atau sel darah putih.

c. Diare Eksudatif

Diare yang disebabkan oleh peradangan (misalnya, penyakit radang usus, infeksi oleh organisme invasif, sitotoksin, iskemia, atau vaskulitis).

(7)

Mukosa usus meradang, yang menyebabkan mukus, darah dan pus bocor ke dalam lumen.

d. Gangguan Motilitas

Diare terkait dengan hipertiroidisme, karsinoid, atau sindrom dumping pasca gastrektomi (Graber et al., 2006).

2.1.9. Gejala Klinis Diare

Gejala klinis diare umumnya berbeda-beda berdasarkan mikroorganisme penyebabnya. Biasanya diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri menunjukkan gejala klinis seperti nyeri abdomen, demam, mual, muntah, dan bisa terlihat tinja yang berdarah. Pada diare yang disebabkan oleh virus dan parasit mempunyai kesamaan gejala klinis dengan diare akibat infeksi bakteri, hanya saja tidak dijumpai tinja yang berdarah pada infeksi virus dan parasit (WGO, 2012).

(8)

2.1.10. Diagnosis Diare

Tabel 2.2. Karakteristik Tinja dan Menentukan Sumbernya. Karakteristik

tinja Usus halus Usus besar

Konsistensi Cair Mukoid / darah

Volume Banyak Sedikit

Frekuensi Meningkat Sangat meningkat Darah Mungkin positif, tetapi tidak

terlihat

Terlihat / nyata WBC Mungkin < 5/lpb > 5 /lpb

Serum WBC Normal Mungkin leukositosis

Organisme Virus  Rotavirus  Adenovirus  Calicivirus  Astrovirus  Norovirus Bakteri invasive  Escherichia Coli (enteroinvasive, enterohemorrhagic)  Shigella species  Salmonella species  Campylobacter species  Yersinia species  Aeromonas species  Plesiomonas species Bakteri Enterotoxigenic  E coli Klebsiella Clostridium perfringens Cholera species Vibrio species Bakteri Toxic  Clostridium difficile Parasit  Giardia species Cryptosporidium species Parasit  Organisme Entamoeba Sumber : ( Guandalini, 2012)

(9)

2.1.11. Pencegahan Diare

a. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun.

b. Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur.

c. Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang cukup.

d. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar.

e. Buang air besar di jamban.

f. Membuang tinja bayi dengan benar.

(10)

2.1.12. Penatalaksanaan Diare

Untuk menentukan derajat dehidrasi pada diare dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.3. Penentuan Derajat Dehidrasi Gejala/derajat dehidrasi Diare tanpa dehidrasi Diare dehidrasi ringan/sedang Diare dehidrasi berat

Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai/ tidak sadar

Mata Tidak cekung Cekung Cekung

Keinginan untuk minum

Normal, tidak ada rasa haus

Ingin minum terus, ada rasa haus

Malas minum Turgor kulit Kembali segera Kembali lambat Kembali sangat

lambat

Bila terdapat

dua tanda atau lebih

Bila terdapat dua tanda atau lebih

Bila terdapat dua tanda atau lebih

Sumber : (Depkes RI, 2011) 1. Pencegahan Dehidrasi

Pada balita yang mengalami diare tanpa dehidrasi dapat dikelola secara aman dan efektif dirumah dengan pemberian cairan oral rehidrasi. Ibu dapat diedukasi untuk memberikan cairan oral rehidrasi pada anaknya seperti air kelapa, larutan garam dan gula, air beras dengan garam, atau oralit. Jika anak terlihat sangat haus, buang air besar banyak dengan tinja yang cair, muntah berulang, demam atau ada darah dalam tinja, ibu harus

(11)

segera membawa anak ke dokter untuk penanganan selanjutnya (Bhattacharya, 2000).

2. Penanganan Dehidrasi

Diare dengan dehidrasi dapat ditatalaksana dengan pemberian larutan garam rehirdrasi oral (Oral Rehydration Salt) (Bhattacharya, 2000). Larutan garam rehidrasi oral mengandung jumlah spesifik dari elektrolit yang hilang akibat diare berair (WGO, 2012). Penggantian cairan yang hilang dapat diberikan larutan rehidrasi oral setiap kali episode diare atau muntah sebanyak 60-120 mL untuk anak dengan berat badan dibawah sepuluh kilogram, dan diberi 120-140 mL pada anak dengan berat badan diatas sepuluh kilogram ( Guandalini, 2012)

2.2.ASI EKSKLUSIF

2.2.1 Definisi ASI Eksklusif

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim kecuali obat-obatan jika sakit (Roesli, 2000). Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan (memberikan ASI Eksklusif). Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (Kemenkes RI, 2011)

(12)

2.2.2 Nilai Gizi ASI

1. Kalori

Untuk pertumbuhan yang normal diet bayi harus memenuhi kebutuhan akan kalori dan energi. ASI memenuhi kebutuhan ini sampai usia 6 bulan. Produksi ASI bulan pertama sekitar 600 ml per hari yang meningkat sampai sekitar 800 ml sehari pada bulan keenam. Setelah 6 bulan volume ASI yang dihasilkan oleh seorang ibu mulai berkurang dan memang sudah saatnya bayi mendapat makanan tambahan yang lebih padat (Suradi, 2002)

2. Lemak

ASI juga mengandung lemak yang penting untuk kesehatan bayi. Hal imi diperlukan untuk perkembangan otak, penyerapan vitamin yang larut dalam lemak, dan merupakan sumber kalori utama. Asam lemak rantai panjang dibutuhkan untuk perkembangan otak, retina, dan sistem saraf (American Pregnancy Assosiation, 2013)

3. Karbohidrat

Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa dan bila dibandingkan dengan susu mamalia lain, kadar laktosa dalam ASI adalah yang paling tinggi, yaitu 7,0 g/dl. Laktosa mudah terurai menjadi glukosa dan galaktosa. Laktosa mempertinggi penyerapan kalsium dan juga merangsang pertumbuhan Lactobacillus bufidus.

4. Protein

Protein dalam ASI adalah kasein dan whei. Protein dalam ASI terutama adalah whei, yaitu 60% dari protein dalam ASI yang kadarnya 0,9 g/dl. Protein ini lebih mudah dicerna dibandingkan dengan kasein yang menjadi protein utama dalam susu sapi. Ada dua asam amino dalam ASI yang tidak terdapat dalam susu sapi yaitu sistin dan taurin. Sistin diperlukan

(13)

untuk pertumbuhan somatik, sedangkan taurin diperlukan untuk perkembangan otak.

5. Vitamin

Bayi yang minum ASI langsung dari ibunya akan mendapatkan vitamin yang terkandung dalam ASI. Vitamin K terdapat dalam ASI dan penyerapannya cukup baik melalui usus, tetapi oleh karena jumlah ASI yang diminum dalam dua hari pertama masih sangat sedikit dan pembentukan vitamin K dalam usus bayi belum ada, dianjurkan pemberian vitamin K yang dapat diberikan per oral. Vitamin E juga banyak sekali terdapat dalam ASI, terutama dalam kolostrum.

6. Garam dan Mineral

Kadar garam dan mineral dalam ASI lebih rendah dibandingkan dalam susu sapi. Fungsi ginjal yang masih belum sempurna belum dapat mengkonsentrasi urin dengan baik sehingga dibutuhkan susu yang rendah garam dan mineral. Bayi yang mendapat susu sapi atau formula yang tidak dimodifikasi sering menderita tetani (hipokalsemia) walaupun kadar kalsium dan magnesiumnya tinggi. Pada susu formula juga mengandung kadar fosfor yang tinggi, sedangkan fosfor mengikat kalsium dan magnesium sehingga tidak diserap.

7. Faktor pertumbuhan Lactobacillus bufidus

Jenis bakteri ini cepat tumbuh dan berkembang biak dalam saluran cerna bayi yang mendapat ASI. Kuman ini dalam usus akan mengubah laktosa yang banyak dalam ASI menjadi asam laktat dan asam asetat, situasi yang asam dalam usus ini akan menghambat pertumbuhan E.coli, kuman yang paling sering menyebabkan diare pada bayi.

8. Laktoferin

Laktoferin adalah protein yang terikat dengan zat besi yang terdapat dalam ASI. Khasiatnya adalah menghambat pertumbuhan Staphylococcus dan

(14)

ferum yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya. Laktoferin juga dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida.

9. Lisozim

Kadar lisozim dalam ASI cukup tinggi yaitu 300 kali lebih tinggi dari kadarnya di dalam susu sapi, selain itu juga lebih tahan terhadap keasaman lambung. Khasiatnya yaitu dapat memecah dinding bakteri (Suradi, 2002). Lisozim adalah suatu enzim yang dapat melindungi bayi terhadap infeksi bakteri E. Coli dan Salmonella. Enzim ini juga mendorong pertumbuhan flora normal usus dan memiliki fungsi anti-inflamasi (American Pregnancy Assosiation, 2013).

10. Komplemen C3 dan C4

Komplemen C3 dan C4 terdapat dalam ASI walaupun dalam kadar yang rendah. Komplemen ini diaktifkan oleh adanya IgA dan IgE dalam ASI. Komplemen ini mempunyai daya opsonik, anafilatoksik, dan kemotaktik. 11. Imunitas humoral

ASI terutama kolostrum mengandung SIgA (Secretory IgA). SIgA ini tahan terhadap enzim proteolitik dalam traktus intestinalis dan dapat membentuk lapisan dipermukaan mukosa usus sehingga mencegah masuknya bakteri patogen dan enterovirus ke dalam sel.

12. Imunitas selular

Sembilan puluh persen sel dalam ASI terdiri dari makrofag. Fungsi makrofag terutama membunuh dan melakukan fagositosis mikroorganisme, serta membentuk C3, C4, lisozim, dan laktoferin. Sepuluh persen lainnya terdiri dari limfosit T dan B. Fungsinya adalah melawan organisme yang menyerang melalui traktus digestivus (Suradi, 2002)

(15)

2.2.3 Hubungan Kejadian Diare pada Balita yang Tidak Diberi ASI Eksklusif

Kurangnya pemberian ASI eksklusif pada saat usia bayi 0-5 bulan dan tidak diberikannya ASI pada usia 6-23 bulan dikaitkan dengan peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat diare di negara-negara berkembang (Lamberti et al., 2011). Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003 diketahui bahwa bayi usia kurang dari 4 dan 6 bulan yang telah diberikan susu lain selain ASI masing-masing sebesar 12,8% dan 8,4%.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kejadian diare. Salah satu faktor penyebabnya adalah pemberian susu formula. Susu formula sebagai salah satu makanan pengganti ASI pada anak yang penggunaannya semakin meningkat. Adanya cara pemberian susu formula yang benar merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan angka kejadian diare pada anak akibat minum susu formula.

Kemudian diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aniqoh (2006) di Puskesmas Sekardangan Kabupaten Sidoarjo, menunjukkan bahwa penggunaan air, cara penyimpanan setelah pengenceran, cara membersihkan botol susu dan kebiasaan mencuci tangan mempunyai hubungan dengan kejadian diare. Sedangkan menurut Moehji (1985), penyebab lain diare pada pemberian susu formula, karena proses penyeduhan yang terlalu kental dan cara penyimpanan susu formula yang salah ( Suherna et al., 2009)

   

Gambar

Tabel 2.1. Etiologi Diare
Tabel 2.2. Karakteristik Tinja dan Menentukan Sumbernya.
Tabel 2.3. Penentuan Derajat Dehidrasi  Gejala/derajat  dehidrasi  Diare tanpa dehidrasi  Diare dehidrasi ringan/sedang  Diare dehidrasi   berat

Referensi

Dokumen terkait

Ilmu  ukur  tanah  adalah  bagian  rendah  dari  ilmu  Geodesi,  yang  merupakan  suatu  ilmu  yang  mempelajari  ukuran  dan  bentuk  bumi  dan  menyajikannya 

Penggunaan kata one dalam bahasa Indonesia memang lebih sering diartikan menjadi kata satu, padahal bila dilihat lebih lanjut lagi kata one bisa memiliki arti

Tesis bidang linguistik berjudul “Pengaruh Latar Belakang Budaya dalam Proses Pemahaman Metafora Perumpamaan Injil Matius” ini juga tidak akan dapat saya selesaikan tanpa

Fungsi Propeller Shaft Pada Kendaraan 4WD atau 2WD pada umumnya Propeller Shaft merupakan sebuah batang penghubung dari gear box transmisi menuju diferential

mining merupakan proses pencarian pola-pola yang menarik dan tersembunyi (hidden pattern) dari suatu kumpulan data yang berukuran besar yang tersimpan dalam

Pada titik yang pertama, kami menginterpretasi sebuah kolam renang yang berada di dalam lokasi kompleks kodim. #imana lapangan ini tampak pada citra, yaitu memiliki

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk memudahkan menggali data di lapangan adalah dengan teknik angket untuk melihat gambaran motivasi sampel, sedangkan untuk

Kebakaran sering menimbulkan berbagai akibat yang tidak diinginkan baikyang Kebakaran sering menimbulkan berbagai akibat yang tidak diinginkan baikyang menyangkut