• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan kedokteran terdiri dua tahap, yaitu pendidikan tahap sarjana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan kedokteran terdiri dua tahap, yaitu pendidikan tahap sarjana"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan kedokteran terdiri dua tahap, yaitu pendidikan tahap sarjana kedokteran dan profesi dokter (klinik). Mahasiswa Program Studi Profesi Dokter (PSPD), sering disebut dengan istilah dokter muda atau koasisten, menjalani pembelajaran rotasi klinik dari satu departemen (bagian klinik) ke departemen yang lain. Sehari-hari mahasiswa PSPD akan berhadapan secara langsung dengan kasus pasien, sehingga memerlukan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis dibutuhkan dalam penalaran klinik untuk dapat melakukan tindakan diagnosis dan penatalaksanaan pasien dengan baik. Salah satu komponen penting penalaran klinik dan pengambilan keputusan klinis adalah metakognisi. Dalam pendidikan dokter, metakognisi sangat berperan dalam proses penalaran klinik (Tan et al, 2010).

Metakognisi didefinisikan sebagai belajar bagaimana belajar, berpikir bagaimana berpikir. Metakognisi penting karena pebelajar dewasa perlu bertanggung jawab pada pembelajaran mereka sendiri (Amin dan Eng, 2003; Bruning et al, 2003; Dawson, 2008; Omrod, 2009). Metakognisi merupakan prediktor paling relevan dalam pembelajaran. Mahasiswa yang mempunyai metakognisi baik diharap tidak menghadapi kesulitan dalam proses belajar ilmu kedokteran dan aplikasinya (Veenman et al, 2004). Beberapa penelitian menunjukkan metakognisi seseorang bisa dikembangkan, dipelajari dan diajarkan (Dawson, 2008; Turan dan Demirel, 2010).

(2)

Penelitian terdahulu menemukan bahwa pada tahap pendidikan profesi dokter masih ditemui masalah-masalah tentang metakognisi dan penalaran klinik mahasiswa. Pada tahun 2005 dan 2006, telah dilakukan penelitian kualitatif pada 10 Fakultas Kedokteran di Amerika, membandingkan persepsi mahasiswa dan dosen tentang masalah dalam pembelajaran klinik. Mahasiswa dan dosen pembimbing klinik mempunyai pendapat yang sama tentang hambatan pembelajaran di tahap pendidikan profesi yang berhubungan dengan kemampuan belajar mandiri mahasiswa (O Brien et al, 2007). Kemampuan belajar mandiri dan motivasi belajar sering dihubungkan dengan metakognisi (du Boulay et al, 2010).

Mahasiswa pendidikan dokter tahap klinik banyak yang mengalami kesulitan akademik, sebagian besar karena hal yang berhubungan dengan kognitif, diantaranya adalah penalaran klinik. Masalah dalam penalaran klinik ini sering sulit dideteksi secara dini karena kurangnya perhatian yang diberikan pada mahasiswa (Audetat et al, 2013). Mahasiswa kedokteran tahap klinik sering melatih penalaran klinik secara informal karena variasi pembimbing klinik (Lee et al, 2010). Perlu dikembangkan pembelajaran bersifat student centered yang dapat membuat mahasiswa menyadari adanya kesulitan dalam penalaran klinik dengan perhatian dari pembimbing klinik dan dukungan dari fakultas (Audetat et al, 2013).

Metakognisi dan penalaran klinik bisa ditingkatkan dengan pembelajaran teman sebaya dan refleksi (Tan et al, 2010; Sandi-Urena, 2008). Refleksi pada mahasiswa tahap sarjana kedokteran berpengaruh terhadap kualitas penyelesaian kasus (Koole et al, 2012). Dalam pendidikan kedokteran, pembelajaran reflektif

(3)

merupakan hal yang sangat penting. Sayangnya, belum banyak yang menerapkan pembelajaran reflektif ini dengan efektif dalam pendidikan kedokteran. Ada tiga unsur dalam pelaksanaan pembelajaran reflektif yaitu fakultas, mahasiswa dan dosen (Papadimos, 2009). Pembimbing klinik masih banyak yang mengalami kebingungan dalam mendefinisikan dan mengimplementasikan refleksi dalam pembelajaran. Belum ada model yang dapat dijadikan panduan untuk refleksi pada pembelajaran klinik. Penelitian kualitatif yang dilakukan di Inggris menyatakan bahwa masih ada perbedaan persepsi mahasiswa dan dosen dalam memahami refleksi (Muir, 2012). Perlu penelitian untuk mengembangkan strategi pembelajaran reflektif pada tahap klinik yang mempunyai situasi kompleks dalam pembelajaran. Bukti yang menginformasikan tentang intervensi dan inovasi pembelajaran reflektif dalam kurikulum banyak yang masih bersifat teoretis (Mann et al, 2007). Diperlukan penelitian tentang kurikulum pendidikan klinik dan strategi pembelajaran klinik (O‘Brien et al, 2007).

Fakultas Kedokteran UNS mulai tahun 2007 menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi dengan Problem Based learning (PBL) hibrid. Nandi et al. (2000) melakukan meta-analisis yang membandingkan kurikulum PBL dengan konvensional dengan hasil mahasiswa kurikulum PBL lebih baik dalam penggunaan jurnal dan data dasar sebagai sumber informasi, menggunakan material pembelajaran untuk belajar mandiri, lebih percaya diri dalam mencari informasi belajar, belajar secara mendalam dan berpikir hipotetik-deduktif (Nandi et al, 2000). Di sisi lain, ada penelitian yang menyatakan bahwa penalaran klinik pada mahasiswa kurikulum konvensional lebih baik daripada kurikulum PBL,

(4)

sehingga perlu perhatian dari fakultas dan dosen yang menggunakan kurikulum PBL tentang hal ini (Goss etal, 2011).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian kompetensi mahasiswa pendidikan dokter dan menyebabkan pencapaian kompetensi yang rendah. Faktor terbesar berasal dari diri mahasiswa sendiri. Mahasiswa yang sering mendapat pencapaian rendah antara lain adalah mahasiswa yang frekuensi kehadiran pada kegiatan pembelajaran kurang, jenis kelamin laki-laki, mahasiswa dengan usia yang lebih tua dibanding teman-temannya, mahasiswa yang masuk Fakultas Kedokteran sebagai utusan daerah, gangguan mental, kurangnya motivasi untuk kuliah kedokteran dan gangguan kepribadian (Pinyopornpanish et al, 2004). Pencapaian yang kurang dapat dilihat dengan indeks prestasi yang rendah. Kurangnya frekuensi kehadiran dapat membuat pencapaian yang kurang karena kurangnya paparan dengan kasus atau kegiatan pembelajaran. Fakultas Kedokteran perlu memperhatikan faktor-faktor tersebut dalam implementasi pembelajaran sehingga dapat memperlancar pencapaian kompetensi mahasiswa.

Budaya pembelajaran timur dan barat masih menjadi perdebatan sebagai salah satu faktor yang menentukan keberhasilan belajar. Pembelajar dari timur dianggap mempunyai karakter pasif dalam belajar, kurang aktif dalam berdiskusi atau debat, lebih sering hanya menunggu informasi dari guru (Xiao, 2006). Survei di Fakultas Kedokteran UNS tahun 2011 pada 38 dosen pembimbing tahap profesi menyatakan bahwa menurut dosen mahasiswa tahap profesi cenderung menjadi pebelajar pasif. Mahasiswa juga belum dapat menempatkan diri sebagai pebelajar dewasa yang bertanggungjawab terhadap pembelajarannya sendiri. 51,6 %

(5)

mahasiswa menganggap bahwa Fakultas Kedokteran sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap pencapaian kompetensi, bukan diri sendiri (Unit Pendidikan Kedokteran FK UNS, 2011).

Banyak mahasiswa tahap klinik yang tinggal jauh dari orang tua. Mahasiswa tahap klinik di Fakultas Kedokteran UNS berasal dari berbagai daerah yaitu Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara dan Malaysia. Asal daerah (tempat tinggal keluarga) merupakan aspek yang perlu diperhatikan sehubungan dengan dukungan keluarga sebagai salah satu hal yang mempengaruhi prestasi seseorang (Rusinani et al, 2010; Budiarti, et al, 2010; Fathoni, et al, 2010). Keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian kompetensi mahasiswa kedokteran (Pinyopornpanish et al, 2004).

Berdasar uraian diatas bahwa masih ada masalah dalam metakognisi dan penalaran klinik mahasiswa tahap profesi dokter; belum banyaknya penelitian pada tahap profesi dokter terutama tentang inovasi metode pembelajaran; pembelajaran yang bersifat student centered di tahap profesi dokter masih kurang optimal; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran klinik; masih adanya mahasiswa kedokteran dengan pencapaian kompetensi yang tergolong rendah karena faktor jenis kelamin, umur dan kurangnya paparan dengan kegiatan pembelajaran; dan yang paling utama adalah belum ada model pembelajaran reflektif yang dapat digunakan sebagai panduan pembimbing tahap profesi dokter, maka penelitian ini dipandang perlu untuk dilakukan.

(6)

B. Rumusan Masalah

Berdasar latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimana model pembelajaran reflektif yang dapat digunakan sebagai

panduan dosen dalam memfasilitasi pembelajaran reflektif pada mahasiswa program studi profesi dokter?

2. Adakah pengaruh dan seberapa besar pengaruh metode pembelajaran klinik reflektif dan metakognisi terhadap penalaran klinik mahasiswa program studi profesi dokter dengan riwayat kurikulum tahap sarjana PBL hibrid, memperhitungkan faktor umur, jenis kelamin, lama menempuh rotasi klinik, lama menempuh tahap sarjana kedokteran dan IPK tahap sarjana kedokteran? 3. Bagaimana metode pembelajaran klinik reflektif dan metakognisi dapat

mempengaruhi pembelajaran mahasiswa program studi profesi dokter? Bagaimana dukungan keluarga dan budaya pembelajaran mempengaruhi motivasi, metakognisi dan penalaran klinik mahasiswa program studi profesi dokter?

C. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengembangkan model pembelajaran reflektif untuk tahap profesi dokter. 2. Mengukur besar pengaruh metode pembelajaran klinik reflektif dan

metakognisi terhadap penalaran klinik mahasiswa program studi profesi dokter dengan riwayat kurikulum tahap sarjana PBL hibrid, memperhitungkan jenis metode pembelajaran yang telah ditempuh pada tahap sarjana

(7)

kedokteran, IPK tahap sarjana kedokteran, lama menempuh tahap sarjana kedokteran, jenis kelamin, lama menempuh rotasi klinik, dan umur.

3. Menjelaskan pengaruh metode pembelajaran klinik reflektif dan metakognisi terhadap pembelajaran mahasiswa program studi profesi dokter, pengaruh dukungan keluarga dan budaya pembelajaran (timur dan barat) terhadap motivasi, metakognisi dan penalaran klinik mahasiswa program studi profesi dokter.

D. Manfaat Manfaat teoretis:

Diharapkan hasil penelitian ini berperan dalam pengembangan teori tentang metode pembelajaran reflektif, metakognisi dan penalaran klinik, khususnya pada pendidikan kedokteran tahap klinik (program profesi dokter).

Manfaat praktis:

1. Bagi institusi pendidikan kedokteran dan kesehatan: untuk pengembangan metode pembelajaran tahap profesi dokter dengan cara memperkuat faktor internal mahasiswa yaitu metakognisi, sehingga dapat meningkatkan kemampuan penalaran klinik mahasiswa.

2. Bagi pembimbing tahap profesi dokter: model dapat digunakan sebagai panduan dalam menjalankan tugas sebagai pembimbing tahap profesi dokter khususnya untuk memfasilitasi pembelajaran reflektif.

(8)

3. Bagi mahasiswa tahap profesi dokter: masukan untuk pengembangan strategi pembelajaran diri sendiri dengan penguatan kemampuan refleksi, metakognisi dan penalaran klinik.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang tahap pendidikan profesi dokter di Indonesia masih sangat terbatas. Beberapa penelitian terdahulu mengenai pendidikan tahap profesi dokter, metakognisi, penalaran klinik dan pembelajaran reflektif adalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan oleh Emilia (2008) mengkaji pengaruh lingkungan belajar terhadap kompetensi mahasiswa tahap profesi dokter. Penelitian yang dilakukan di Yogyakarta ini, meneliti lingkungan belajar di tiap bagian rotasi klinis dan pengaruhnya terhadap kompetensi (Emilia, 2008).

2. Widyandana (2010), secara kualitatif meneliti tentang salah satu komponen dalam kompetensi mahasiswa tahap profesi dokter yaitu ketrampilan klinis. Penelitian yang dilakukan di Yogyakarta ini menyatakan bahwa mahasiswa mengalami hambatan dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh sebelumnya di tahap preklinis ke tahap klinik (Widyandana et al, 2010).

3. Rahayu (2008) mengembangkan instrumen untuk mengukur penalaran klinik mahasiswa pendidikan dokter, termasuk didalamnya mahasiswa tahap profesi dokter (Rahayu dan McAleer, 2008).

4. Penelitian tentang metakognisi yang dilakukan oleh Mitchell di Amerika tahun 2000-2002, mengukur learning behaviour (kognitif dan metakognitif)

(9)

mahasiswa pendidikan dokter spesialis. Aspek kognitif meliputi memorisasi, konseptualisasi dan refleksi; sedangkan metakognitif meliputi belajar mandiri dan berpikir kritis (Mitchell, 2005).

5. Penelitian Dominguez di Amerika tahun 1997, meneliti tentang keahlian dan metakognisi pada bedah laparoskopi. Keahlian bedah memerlukan penentuan tujuan, prediksi, persepsi terhadap data dan keadaan yang dihadapi. Secara konsep, hal ini dapat ditemui pada konsep metakognisi. Sampel penelitian ini adalah sepuluh ahli bedah dan sepuluh residen bedah tahun keempat dan kelima, dilakukan secara kualitatif. Metodenya adalah dengan pemutaran video kasus laparoskopi dan masing-masing informan diminta menganalisis kasus tersebut, misalnya perlukah kasus ini dilakukan laparokopi? Apa alasannya? Apa yang harus dilakukan? Bagaimanakah tindakan yang dilakukan dokter bedah yang ada di video tersebut? (Dominguez, 1997).

6. Penelitian oleh Bormotova tahun 2010 di Amerika meneliti secara kualitatif metakognisi secara khusus dalam hal refleksi, yaitu pandangan, atitude dan perasaan pengalaman refleksi pada mahasiswa (Bormotova, 2010).

7. Penelitian Dunphy dan kawan-kawan tahun 2010 di Canada, meneliti metakognisi dokter spesialis kandungan dan kebidanan terhadap pengambilan keputusan medis. Salah satu hasil penelitian ini adalah metakognisi tidak mempunyai hubungan dengan dampak dari penalaran klinik (Dunphy et al, 2010).

8. Penelitian Sandi-Urena, mengembangkan strategi pembelajaran reflektif di bidang ilmu Kimia. Hasil penelitian menyatakan bahwa dengan strategi

(10)

pembelajaran refleksi yang dikembangkan akan meningkatkan metakognisi (Sandi-Urena, 2008).

9. Penelitian tentang refleksi oleh Griggs, secara kualitatif meneliti tentang konsep refleksi yang digunakan pada pembelajaran mahasiswa kedokteran tahun pertama dan kedua. Penelitian ini membahas tentang bagaimana refleksi didefinisikan dan dievaluasi pada kurikulum, bagaimana pandangan dan nilai fakultas dan dosen tentang refleksi (Griggs, 2009).

10. Penelitian di Belgia, tentang pengaruh refleksi terhadap kemampuan pemecahan masalah pada mahasiswa tahap sarjana kedokteran. Hasil penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan walaupun pengaruh tersebut kecil (Koole et al, 2012).

Menurut review pustaka, penelitian tentang strategi untuk memperkuat refleksi masih relatif terbatas, dan jarang yang menggunakan kelompok kontrol (Mann et al, 2009). Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan ada pada tujuan penelitian, bidang ilmu yang diteliti, variabel yang diteliti dan rancangan penelitian yang digunakan. Peneliti akan meneliti metakognisi dan penalaran klinik mahasiswa tahap profesi dokter, dengan riwayat menggunakan metode pembelajaran PBL hibrid di tahap sarjana kedokteran. Fokus penelitian adalah mengembangkan model metode pembelajaran refleksi klinik, dan bagaimana pengaruhnya pada metakognisi dan penalaran klinik. Rancangan penelitian yang digunakan adalah mixed methods. Peneliti sejauh ini belum menemukan model pembelajaran klinik reflektif yang mempunyai langkah rinci pada penelitian pembelajaran klinik sebelumnya,

(11)

sehingga penelitian ini diharap dapat memberi alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran klinik untuk memfasilitasi pembelajaran reflektif dan metakognisi dalam upaya meningkatkan penalaran klinik mahasiswa.

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan yang terbaik untuk induksi organogenesis bunga aksis pisang Kepok dan Kosta adalah BA 3 mg/l sedangkan untuk Raja Bulu, Siem, dan Ayam masih perlu dioptimasi

bahwa untuk melakukan penelitian, para dosen mengajukan proposal penelitian untuk diseleksi oleh Tim Pembina Penelitian Direktorat dan Tim Pakar tingkat Poltekkes

Kelimpahan mikroplastik dari setiap zona di tiga stasiun, tiga transek, dan dua kedalaman yang diamati menunjukkan bahwa zona 1 memiliki kelimpahan mikroplastik tertinggi

Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah: Kecamatan Batu (terutama Desa Sidomulyo secara keseluruhan, sebagian besar Kelurahan Temas, Kelurahan Sisir, Kelurahan

NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA REALISASI TAHUN 2017 REALISASI NASIONAL KET 1 2 3 4 5 6 1 Terwujudnya Pemberdayaan Masyarakat dalam pencegahan dan

Tidak semua jenis sengketa yang ada dalam masyarakat harus diselesaikan melalui musyawarah adat dalam tingkatan kedua, yakni musyawarah Dalihan na Tolu, tapi hanya terbatas

Akan melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai Panitia Pembangunan Sekolah dan melaksanakan rehabilitasi...( isi sesuai jenis Kegiatan DAK ) sesuai dengan Petunjuk Teknis

Na špulice se direktno može namatati i više niti pređe od jednom, što bi značilo da je to najjednostavniji oblik upredanja više niti različitih boja u