• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN MANAJEMEN PERUBAHAN MASYARAKAT KOTA SURABAYA TERHADAP GREEN BUILDING DENGAN MODEL CHANGE ACCELERATION PROCESS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN MANAJEMEN PERUBAHAN MASYARAKAT KOTA SURABAYA TERHADAP GREEN BUILDING DENGAN MODEL CHANGE ACCELERATION PROCESS"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERANCANGAN MANAJEMEN PERUBAHAN MASYARAKAT KOTA SURABAYA TERHADAP GREEN BUILDING DENGAN MODEL CHANGE ACCELERATION PROCESS

Angga Ari Prasetio, Maria Anityasari

Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

Email: angga.ari105@gmail.com ; m_anityasari@yahoo.com.au

Abstrak

Saat ini semakin banyak negara, kota, industri, komunitas hingga individu yang peduli terhadap lingkungan. Sustainable Development memiliki peranan penting dalam perkembangan konsep green di semua aspek kehidupan. Doing more with less in all aspect of human life adalah konsep yang saat ini semakin dipahami oleh manusia sebagai sebuah perkembangan kehidupan di masa datang. Sustainable Development memunculkan konsep turunan diantaranya adalah sustainable building. Sustainable building atau green building atau bangunan hijau perlu diperhatikan karena sebuah bangunan memiliki emisi yang besar dan jangka waktu pakai yang panjang. Oleh karena itu muncul berbagai alat ukur atau rating tools untuk mengukur tingkat berkelanjutannya suatu bangunan. Greenship adalah alat ukur bangunan hijau yang dimiliki Indonesia dibawah Green Building Council of Indonesia (GBCI), terdiri dari 6 kriteria, 4 level sertifikasi, dan beberapa jenis aplikasi bangunan. Kota Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia memiliki visi menuju green eco city, hal ini sulit terwujud karena belum ada sosialisasi, standar, dan panduan untuk masyarakat. Manajemen perubahan dibutuhkan untuk melakukan socio engineering terhadap masyarakat Kota Surabaya terhadap green building. tujuan dari perubahan yang dilakukan adalah implementasi konsep green building terhadap masyarakat Kota Surabaya.

Kata kunci: Green Building, Change Management, Change Acceleration Process (CAP).

Abstract

In recent times, the environmental issues have been being concerned by many countries, cities, industries, communities, and even they have been an individual concerning issue. The Sustainable Development plays an important role in the green concept development in the entire aspects of human life. Doing more with less in all aspect of human life is a recent more perceivable concept, which leads to the development of future life. Sustainable Development came up with its derivative concepts; one of them is sustainable building. Sustainable building or so-called green building needs to be highlighted as an important concerning issue because a building will be used in a long period and it might emit large scale of emissions. Therefore, along with the emergence of green building, the variety of rating tools is developed to measure the sustainability level of a building. Greenship is one of green building rating tools being used by Indonesia under the authority of Green Building Council of Indonesia (GBCI); it comprises six criteria, four certification levels, and many varieties of building application. Surabaya, which is the second biggest city in Indonesia, has a vision to be a green eco city. This vision is not successfully reached yet because of the absence of the socialization, standard, and guidance for society. The management of change is required to conduct a socio-engineering about green building to Surabaya Society. The purpose of this management of change is to implement the green building concept to the Surabaya Society.

(2)

2

1. Pendahuluan

Sustainability atau keberlanjutan adalah salah satu faktor yang saat ini semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Hampir seluruh pemangku kepentingan mulai dari industri, pemerintah, dan masyarakat menyadari pentingnya memperhatikan segi lingkungan dalam setiap kegiatan atau akibat positifnya terhadap sumber daya yang tersisa untuk generasi mendatang. Konsep keberlanjutan dirumuskan pada tahun 1987 pada konferensi Brundtland sebagai suatu konsep pembangunan berkelanjutan dimana pemenuhan kebutuhan generasi saat ini dapat terpenuhi tanpa mengurangi hak-hak generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya saat itu. Setelah konferensi Brundtland, bermunculan konferensi yang membahas mengenai komitmen mengurangi kerusakan bumi, pengurangan emisi, pengurangan pola konsumsi, pembatasan pengeluaran gas rumah kaca, dan langkah-langkah lain. Tujuan utama dari konferensi ini adalah mengajak seluruh negara di dunia untuk bertanggungjawab terhadap kerusakan yang terjadi di bumi khususnya pemanasan global atau Global Warming. Pemanasan global telah terbukti sebagai pemicu berbagai bencana alam. Kondisi ini disebabkan oleh tingginya laju pertumbuhan penduduk dunia dan pertumbuhan konsumsi per kapita yang semakin tinggi . [1]

Sustainable Development memiliki berbagai turunan konsep yang dapat digunakan dalam segala aspek hidup manusia mulai dari sustainable manufacturing, sustainable agriculture, sustainable energy, dan sustainable building. Sustainable building atau yang lebih sering disebut green building merupakan aspek keberlanjutan yang perlu prioritas lebih, dikarenakan bangunan komersial dan residensial memiliki prosentase terbesar terhadap penyumbang emisi CO2 di dunia

dari bahan bakar fosil yaitu sebesar 38% . [2] Faktor penggunaan dan perawatan juga menjadi poin penting, karena seberapa baik tingkat keberlanjutan atau sustainability suatu bangunan tidak akan bertahan jika pengguna dan perawatannya tidak sesuai. Bangunan sendiri memiliki jangka waktu pakai yang relatif panjang 20-50 tahun, dan akan secara kontinu menghasilkan emisi CO2. Jika bangunan baru atau bangunan lama

dapat digunakan dengan mengkonsumsi 50% lebih sedikit energi maka akan menghemat 6 juta ton metric CO2 atau sama dengan menghilangkan 1

juta mobil setiap tahun [2]. Dari segi emisi CO2

manfaat yang ditimbulkan sangat signifikan, belum lagi dengan aspek penghematan air, penggunaan green material dan faktor lain yang mengurangi dampak lingkungan dari bangunan.

Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia dengan luas wilayah sebesar 374,36 km2 dan memiliki populasi sekitar 3.5 juta jiwa

merupakan kota yang penerapan jumlah bangunan berkelanjutan yang masih rendah, gambaran pembagian penggunaan lahan di Kota Surabaya tahun 2008 yang tertinggi adalah prosentase penggunaan lahan untuk perumahan sekitar 42%, pertanian 32%, jasa 9%, industri 7%, lahan non produktif 5%, lainnya 3%, dan perusahaan 2%. Secara singkat, mayoritas masyarakat perumahan inilah yang seharusnya diberikan pengetahuan mengenai penerapan kriteria Green Building agar mayoritas pengguna bangunan di Kota Surabaya mengetahui konsep ini.

Hingga tahun 2013 belum ada sebuah inisiasi pengenalan dan pembuatan standar bangunan hijau di Kota Surabaya. Bangunan yang menerapkan kriteria Greenship di Kota Surabaya hanya Gedung Graha Pangeran dan Gedung Graha Wonokoyo. Kedua gedung tersebut dibangun oleh Ir. Jimmy Priatman, M.Arch., IAI dengan mempertimbangkan kriteria Greenship dalam efisiensi penggunaan energi operasional gedung. Saat ini Jakarta telah memulai implementasi bangunan hijau dengan munculnya Peraturan Gubernur nomor 38 tahun 2012. Peraturan ini berisi mengenai penerapan kriteria tertentu untuk bangunan baru dan bangunan yang telah terbangun.

Surabaya memiliki komitmen untuk menjadi green eco-city [3], tujuan ini diimplementasikan dengan banyaknya taman yang tersebar di seluruh Kota Surabaya mulai dari taman lansia, taman bungkul, taman apsari, taman yos sudarso, dan taman lainnya. Perubahan lebih lanjut diperlukan untuk segera mungkin menuju green eco-city, rancangan teoritis dari perubahan yang akan dilakukan harus sesegera mungkin dibuat mulai dari ukuran penerapan Greenship suatu bangunan, mapping perubahan, dan faktor-faktor lain yang dapat menginterpretasikan konsep plan-do-check-action (PDCA) atau continuous improvement. Belum lagi terdapat faktor penghalang yaitu kemauan masyarakat yang tidak ingin berubah dan tidak mengetahui konsep ini, hal ini terbukti dari press release mengenai wacana lomba green building di Kota Surabaya yang dihadiri sekitar 40 wartawan yang sama sekali tidak mengetahui tentang konsep ini padahal wartawan adalah garda terdepan tersebarnya suatu informasi. Hal ini semakin memperbesar gap antara penerapan bangunan berkelanjutan dan tingkat pengetahuan dan kemauan masyarakat Kota Surabaya.

Green Building Council Indonesia atau GBCI, merupakan lembaga yang memiliki otoritas untuk mensertifikasi bangunan di indonesia ke dalam peringkat atau level green building dalam Greenship. Namun, sistem auditing dan dibutuhkannya expertise dari GBCI untuk memperoleh proses sertifikasi Greenship menimbulkan masalah mengenai besarnya biaya sertifikasi yang mencapai 80 juta rupiah (5 juta

(3)

3

untuk registrasi, dan 75 juta untuk proses sertifikasi). Hal ini menjadi trade off dimana sebenarnya green building atau bangunan berkelanjutan adalah solusi terbaik dalam pengurangan emisi CO2 namun hal ini masih sulit untuk tersosialisasikan dan dilakukan secara mudah dan mandiri dalam penerapan kriteria Greenship. [4]

Oleh karena itu diperlukan suatu studi yang memberikan rancangan perubahan atau manajemen perubahan implementasi konsep green building kepada masyarakat Kota Surabaya mulai dari awal hingga tercapainya tujuan Kota Surabaya sebagai green eco-city.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini diawali dengan adanya permasalahan dan rencana dari pemerintah Kota Surabaya terkait isu degradasi lingkungan. Adapun permasalahan tersebut adalah sosialisasi isu green building sebagai salah satu langkah menuju Kota Surabaya yang berorientasi eco city. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan model Change Acceleration Process (CAP) analisa perubahan terhadap kondisi eksisting dari penerapan isu green building atau bangunan berkelanjutan sebagai salah satu dukungan terhadap Kota Surabaya yang berorientasi eco city. Tujuh tahapan dalam metode CAP akan diterapkan melalui konsep-konsep rancangan dan uji coba yang akan dilakukan.

CURRENT STATE IMPROVED STATE TRANSITION STATE Leading Change

Changing Systems and Structures Creating a Share Need

Shaping a Vision

Mobilising Commitment

Making a Change Last

Monitoring Progress

Gambar 1. Model Change Acceleration Process Metode penelitian ini terbagi menjadi enam tahapan yaitu tahapan identifikasi dan perumusan masalah, tahapan pengumpulan data sekunder, tahapan setting up project team;leading change;& creating a shared need, tahapan shaping a vision; mobilizing commitment; & making a

change last, tahapan monitoring progress; changing systems and structures, dan tahapan simpulan dan saran

Tahap awal dari penelitian ini adalah melakukan identifikasi masalah berdasarkan program yang akan dilakukan. Dalam kondisi nyata di masyarakat Kota Surabaya, permasalahan yang terjadi adalah belum ada standar, panduan, dan peraturan mengenai isu penerapan green building di Kota Surabaya. Sedangkan di Kota Jakarta telah ada Peraturan Gubernur yang mengatur tentang pengembangan dan pengaturan bangunan hijau. . Perumusan masalah yang diangkat adalah memberikan rekomendasi manajemen perubahan berdasarkan model Change Acceleration Process. Setelah dilakukan perumusan masalah, maka dilakukan perumusan tujuan penelitian. Hasil dari penelitian ini akan mengacu pada tujuan – tujuan yang ditetapkan.

Tahap selanjutnya adalah dilakukannya studi literature dan studi lapangan. Studi literature dilakukan untuk memperkuat konsep dan landasan teori yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diselesaikan. Hal ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari buku, jurnal, artikel, dan penelitian sebelumnya. Sedangkan studi lapangan dengan wawancara pada pihak-pihak terkait khususnya Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Pemerintah Kota Surabaya dan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya. Wawancara yang dilakukan mengenai rancangan strategis menuju Kota Surabaya berorientasi eco city.

Tahapan kedua adalah tahap pengumpulan data sekunder. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang meliputi data sekunder. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpukan informasi tentang profil Kota Surabaya mulai dari visi, misi, dan strategi dalam periode pemerintahan saat ini. selanjutnya dilakukan survey mengenai kondisi eksisting bangunan yang ada di Kota Surabaya. Kemudian dilakukan identifikasi rancangan perubahan yang akan dilakukan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Pemerintah Kota Surabaya dan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya. FDG dan rapat koordinasi yang telah dilakukan juga merupakan bagian dari pengumpulan data sekunder. Dari hasil identifikasi pihak dinas akan melakukan diskusi intensif dalam pembentukan roadmap dan blueprint perubahan terhadap isu green building.

Tahapan ketiga adalah tahapan setting up project team;leading change;& creating a shared need. Pada tahap awal dari model Change Acceleration Process ini dilakukan tahap awalan sebelum masuk ke model CAP yaitu Setting Up Project Team. Tahapan ini diinisiasi dengan tujuan mendefinisikan scope of work atau batasan dari proyek yang akan dilakukan, membuat struktur tim

(4)

4

yang efektif dan diketahui seluruh pemangku kepentingan, dan mendefinisikan tanggung jawab dan ekspektasi dari seluruh pemangku kepentingan.

Tahapan Leading Change, dimana tahapan ini dimaksudkan agar tanggung jawab, alasan pemilihan, kelebihan, dan kekurangan dari pemimpin perubahan yang ditunjuk sesuai dengan struktur tim dapat terdefinisikan secara jelas.

Selanjutnya masuk ke tahapan creating a shared need. Pada tahap ini dilakukan identifikasi dan analisa ketidakpuasan masyarakat, kemudian mengidentifikasi kebutuhan masyarakat terhadap peraturan dan panduan terkait penerapan green building, serta mengidentifikasi tantangan perubahan.

Tahapan keempat adalah tahapan shaping a vision; mobilizing commitment; & making a change last. Pada tahap shaping a vision dilakukan analisis terhadap kondisi yang ada saat ini (current state) dengan kondisi yang diharapkan di masa mendatang (future state). Setelah itu menyusun visi perubahan yang menjadi tujuan dalam pelaksanaan manajemen perubahan.

Pada tahap mobilizing commitment diidentifikasi potensi penolakan terhadap perubahan dan menyusun langkah strategis untuk memobilisasi komitmen agar kelompok yang menolak perubahan dapat menerima perubahan.

Pada tahap making change last dilakukan analisa peta kekuatan terhadap potensi penolakan yang masih ada selama implementasi. Perubahan dikatakan berhasil jika bentuk-bentuk penolakan tidak ditemukan muncul kembali. Pada tahap ini diputuskan implementasi awal green building di Kota Surabaya akan dilakukan dengan kegiatan Green Building Awareness Award.

Tahapan kelima adalah tahapan monitoring progress; changing systems and structure. Pada tahapan ini bersifat pengawasan, feedback dan evaluasi terhadap keseluruhan tahapan metode ini. jika ditemukan hambatan, maka pada tahap ini menjelaskan mengenai perubahan sistem dan strutur organisasi dalam mengatasi permasalahan implementasi perubahan.

Tahapan monitoring progress terdiri dari dua langkah yaitu ujicoba rancangan instrument ke suatu bangunan yaitu gedung Bapekko Surabaya. Setelah dilakukan ujicoba instrumen maka akan didapat validasi dan verifikasi dari rancangan kuisioner, kemudian dilakukan evaluasi terhadap rancangan instrumen yang disebut Green Building Self Assessment Instrument.

Tahapan changing system & Structures adalah tahapan dimana dilakukan verifikasi terhadap rancangan manajemen perubahan dan GBAA yang telah dibuat sebelumnya. Verifikasi dilakukan oleh pelaksana program ini yaitu Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang dan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya. Dengan dilakukannya verifikasi

sehingga dapat diberikan rekomendasi timeline perubahan untuk pihak pemerintah Kota Surabaya.

Tahapan terakhir adalah analisis kesimpulan dan saran. Pada tahap ini semua pengolahan data dan analisis telah dilakukan sehingga dapt ditarik kesimpulan secara umum dari hasil penelitian untuk menjawab tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan saran berupa pemberian saran dan masukan yang bermanfaat bagi pemerintah Kota Surabaya dan juga untuk perkembangan penelitian selanjutnya.

3. Hasil dan Diskusi

Pada identifikasi awal dijelaskan mengenai gambaran umum pemangku kepentingan yang bertanggung jawab secara langsung terhadap proyek perubahan yaitu Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) dan Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya (Bappeko).

Selanjutnya disusun hasil dari tahapan ketiga yaitu struktur tim proyek. Tim proyek yang dibentuk terdiri dari dua lembaga yang telah disebutkan diatas. Team Leader Team Member CAP Coach Team Sponsor Kepala Bappeko Kepala Subbid Lingkungan Hidup - Dosen - Asosiasi Masyarakat - Staf Dinas CKTR - Staf Subbid Lingkungan Hidup

Bappeko

Gambar 2. Struktur Tim Proyek Perubahan untuk Implementasi Konsep Green Building di Kota Surabaya.

Selanjutnya dari data yang didapat disusun perbandingan kondisi saat ini (current state)dan kondisi masa datang (future state). Kedua kondisi ini diidentifikasi agar didapatkan misi dari proyek perubahan. Visi dari proyek perubahan ini adalah “Implementasi konsep Green Building secara benar dan perencanaan yang sistematis dengan didukung komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan Kota Surabaya”

(5)

5

Gambar 3. Struktur Tim Proyek Perubahan untuk Implementasi Konsep Green Building di Kota Surabaya

Dari hasil tahapan mobilizing commitment, disusun langkah-langkah strategis yang merupakan turunan dari misi proyek perubahan, yaitu :

1. Komitmen Bersama

• Penyadaran akan perlunya perubahan • Pembagian tanggung jawab perubahan 2. Implementasi yang Terencana

• Menampung aspirasi seluruh pemangku kepentingan

• Perencanaan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan

• Melakukan evaluasi di setiap tahapan 3. Peningkatan Pemahaman Masyarakat

• Melakukan Sosialisasi

4. Pendorong Terciptanya Aturan Baru

• Pemaparan mengenai mendesaknya kebutuhan peraturan pemerintah

Dari hasil ketujuh tahapan CAP, dicanangkan sebuah kegiatan yang bernama Green Building Awareness Award dan sebuah kajian yang dibuat untuk memberikan paparan mengenai pentingnya adanya sebuah peraturan dari pemerintah yaitu Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur mengenai penyebaran dan kriteria bangunan hijau. Hal ini dilakukan agar masyarakat Kota Surabaya memiliki sebuah contoh dari pemerintah terhadap komitmen implementasi green building untuk menuju Kota Surabaya yang berorientasi green eco-city.

4. Kesimpulan

Berikut adalah kesimpulan yang didapat dari penelitian mengenai implementasi konsep green building untuk masyarakat Kota Surabaya ini antara lain yaitu :

1. Hasil identifikasi perumusan tahap manajemen perubahan dalam model Change Acceleration Process adalah setting up a project team, dimana dilakukan analisis mengenai ruang lingkup proyek perubahan dan struktur organisasi proyek perubahan mulai dari sponsor (Bappeko), team leader (Pak Iman), CAP coach (Dosen ITS, Asosiasi IAI regional Surabaya), dan team member(staff dari Bappeko dan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang). Tahapan kedua adalah leading change, dimana ditentukan pemimpin proyek perubahan, kualifikasi, dan tanggung jawab dari Pak Iman, selaku pemimpin proyek.Tahapan ketiga yaitu creating a shared need adalah pembentukan suatu nilai yang mencangkup ketidakpuasan, kebutuhan, dan tantangan dari perubahan. Telah diidentifikasi perubahan yang akan dilakukan mendapat dukungan dari sister city Kota Surabaya yaitu Kitakyushu, dan kebutuhan menuju Surabaya sebagai green eco-city. Tahapan keempat yaitu shaping a Vision¸ dimana disusun visi dan misi dari perubahan yang dijadikan tujuan jangka pendek dan jangka panjang dari perubahan. Tahapan kelima yaitu mobilizing commitment, dimana diidentifikasi potensi kelompok yang resisten terhadap perubahan yaitu masyarakat Kota Surabaya. Tahapan keenam yaitu making change last, dimana diidentifikasi mobilisasi komitmen untuk mencapai misi yang telah disusun dan dicanangkannya Green Building Awareness Award. Tahapan ketujuh yaitu monitoring Progress, dimana diperlukannya pengawasan terhadap setiap langkah-langkah perubahan yang dilakukan. Tahapan terakhir adalah changing systems and structures, dimana dipaparkan kebutuhan akan sebuah Peraturan Daerah (Perda) sebagai awalan komitmen dari pemerintah.

2. Rencana aksi untuk perubahan yang telah direncanakan terdiri dari pemaparan perlunya Perda, pelaksanaan Green Building Awareness Award, sosialisasi dan workshop ke seluruh pemangku kepentingan Kota Surabaya, melakukan GBAA dan GBA secara kontinu sesuai dengan tingkat knowledge, skill, and attitude dari pemangku kepentingan Kota Surabaya.

(6)

6

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberi dukungan dan membantu kelancaran terselesaikannya penelitian. Serta khususnya kepada dosen pembimbing yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Anityasari, M., 2002. Reuse or Recycle of Industrial Products- A Technical and Economical Model for Decision Support. Sydney: Mechanical and Manufacturing UNSW.

[2] Hayek, A., 2007. Why Green Buildings?. [Online]

Available at: http://www.hayekgroup.com/newsletter/augus

t2007/editorial.htm [Accessed 4 May 2013].

[3] Sonhaji, A. I., 2013. Rapat Green Building Award Kota Surabaya [Interview] 2013. [4] GBCI, 2013. Rating Tools. [Online] Available at: http://gbcindonesia.org/2012-08-01-03-25-31/2012-08-02-03-43-34/rating-tools

Gambar

Gambar 1. Model Change Acceleration Process
Gambar  2.  Struktur Tim Proyek Perubahan untuk  Implementasi Konsep Green Building di Kota  Surabaya
Gambar  3.  Struktur Tim Proyek Perubahan untuk  Implementasi Konsep Green Building di Kota  Surabaya

Referensi

Dokumen terkait