1) Alumnus Prodi Teknik Lingkungan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura 2) Staf Pengajar Prodi Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura 3) Staf Pengajar Prodi Teknik Lingkungan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura
151
Ella Prastika Erlanda1), Stefanus Barlian Soeryamassoeka2), Erni Yuniarti3) Abstrak
Peristiwa sedimentasi atau pengendapan partikel-partikel tanah yang terbawa aliran sungai seringkali terjadi di sungai-sungai, tidak terkecuali Sungai Kapuas di Pontianak Kalimantan Barat, khususnya pada sumber-sumber air baku PDAM Kota Pontianak. Tingkat sedimentasi yang tinggi mengakibatkan pendangkalan dan perubahan kualitas air sungai sehingga dapat mempengaruhi beberapa aktivitas masyarakat yang memanfaatkan sumber-sumber air baku tersebut, sehingga perlu diketahui besarnya tingkat sedimentasi dan debit air yang terjadi di sekitar intake PDAM Kota Pontianak. Metode yang digunakan pada saat pengambilan data primer menggunakan metode sesaat di mana hasil yang ada menggambarkan kondisi pada lokasi tertentu pengambilan sampel. Dalam menganalisis data digunakan metode grab sample (metode sesaat) dan metode L.C Van Rijn. Analisis data perhitungan menggunakan kedua metode ini menghasilkan nilai yang berbeda karena cara pandang setiap metode berbeda. Untuk metode sesaat debit sedimen dipengaruhi oleh debit aliran dan konsentrasi sedimen, sedangkan metode L.C Van Rijn debit sedimen dipengaruhi oleh diameter ukuran sedimen, kerapatan jenis, dan kecepatan. Dari hasil analisis didapat besar debit sedimen dengan metode sesaat di intake Selat Panjang saat pasang 3393,387 ton/hari, saat surut 927,208 ton/hari; di intake Imam Bonjol saat pasang 308,558 ton/hari, saat surut 158,506 ton/hari; di intake Penepat saat pasang 55,019 ton/hari, saat surut 34,388 ton/hari. Jumlah angkutan sedimen dengan metode L.C Van Rijn di intake Selat Panjang saat pasang 980,0276 ton/hari, saat surut 1,1517 ton/hari; di intake Imam Bonjol saat pasang 129,7662 ton/hari, saat surut 0,4585 ton/hari; di intake Penepat saat pasang 0,1267 ton/hari, saat surut 0,2964 ton/hari. Debit air di intake Selat Panjang saat pasang 1354,321 m3/detik, saat surut 357,989 m3/detik, di intake Imam Bonjol saat pasang 223,205 m3/detik, saat surut 114,660 m3/detik; di intake Penepat saat pasang 18,729 m3/detik, saat surut 12,876 m3/detik.
Kata-kata kunci: PDAM Kota Pontianak, debit aliran, debit sedimen
1. PENDAHULUAN
Kota Pontianak merupakan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Barat yang terletak di Delta Kapuas. Kota Pontianak dilalui banyak sumber air baku permukaan, di antaranya Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Selain perairan Penepat, kedua sumber air baku ini telah lama dijadikan
sebagai sumber air baku PDAM Kota Pontianak. Sumber air baku PDAM Kota Pontianak yang berada di Delta Kapuas antara lain intake Selat Panjang yang berada di Sungai Landak, intake Penepat yang berada di perairan Penepat, serta intake Imam Bonjol yang berada di Sungai Kapuas Kecil (Barlian, 2011).
Sumber-sumber air baku PDAM Kota Pontianak tersebut sangat potensial untuk dikembangkan. Sungai ini sangat besar perannya bagi aspek-aspek kehidupan masyarakat di sekitarnya, selain sebagai sumber air baku, juga digunakan sebagai sumber irigasi serta sangat dominan digu-nakan untuk sarana transportasi air yang menghubungkan pemukiman-pemukiman sekitarnya dengan Kota Pontianak.
Meningkatnya aktivitas manusia di
sepanjang aliran Sungai Kapuas telah memberi pengaruh terhadap ekosistem perairan sumber air baku PDAM Kota
Pontianak tersebut. Kegiatan yang
memberikan dampak terhadap perairan tersebut antara lain penebangan hutan di bagian hulu. Kegiatan ini menyebabkan meningkatnya pengikisan tanah di sepan-jang aliran sungai. Sebagai dampaknya,
jumlah sedimen di dalam sungai
(suspended solid) bertambah dan menye-babkan pendangkalan dan perubahan kualitas air, di mana perubahan yang terjadi ini berpengaruh besar terhadap produktivitas kinerja intake serta aktivitas masyarakat yang memanfaatkan air sungai tersebut. Dengan demikian, perlu mempelajari pengetahuan mengenai ang-kutan sedimen yang akan memungkinkan untuk melakukan pengukuran sedimen
yang melayang terbawa aliran
(suspended load) ataupun sedimen yang bergerak di dasar sungai (bed load). Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini antara lain:
a) Di dalam penulisan ini, yang dibahas adalah proses angkutan sedimentasi.
b) Daerah aliran sungai yang diteliti adalah daerah aliran Sungai Kapuas (lokasi PDAM di Sungai Kapuas Kecil, yaitu Imam Bonjol) dan Landak (intake Selat Panjang), dan perairan di sekitar intake Penepat c) Untuk perhitungan sedimen layang
digunakan metode perhitungan debit sedimen berdasarkan pengukuran metode sesaat dan metode L.C Van
Rijn, sedangkan sedimen dasar
digunakan metode L.C Van Rijn. Metode perhitungan debit sedimen berdasarkan lengkung debit sedimen
(hubungan antara debit dengan
suspended load dan bed load). Data yang digunakan merupakan data primer (intake Penepat) dan sekunder (intake Imam Bonjol dan Selat Panjang). Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu mengetahui besarnya sedimentasi (suspended load dan bed load) dan mengetahui debit air di sekitar intake PDAM Kota Pontianak.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya yang mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, saluran air, sungai, dan waduk (Asdak, 1995).
Dasar sungai biasanya tersusun oleh endapan material angkutan sedimen yang terbawa oleh aliran sungai dan material tersebut dapat terangkut kembali apabila kecepatan aliran cukup tinggi. Angkutan
sedimen dapat bergerak, bergeser di sepanjang dasar sungai atau bergerak melayang pada aliran sungai, tergantung pada komposisi serta kondisi aliran.
Menurut sumber asalnya angkutan
sedimen dibedakan menjadi (Soewarno, 2000):
a) muatan material dasar (bed material load);
b) muatan bilas (wash load).
Menurut mekanisme pengangkutannya, angkutan sedimen dibedakan menjadi:
a) muatan sedimen melayang
(suspended load);
b) muatan sedimen dasar (bed load). Menurut Asdak (1995), pada saat sedimen memasuki badan sungai maka berlang-sunglah transport sedimen. Kecepatan transport sedimen merupakan fungsi dari kecepatan aliran sungai dan ukuran partikel sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti tanah liat dan debu dapat diangkut
aliran air dalam bentuk terlarut,
sedangkan partikel yang lebih besar, antara lain, pasir cenderung bergerak dengan cara melompat. Partikel yang lebih besar daripada pasir, seperti kerikil (gravel) bergerak dengan cara merayap atau menggelinding di dasar sungai.
Untuk menerangkan tentang tanah
berdasarkan ukuran-ukuran partikelnya, beberapa organisasi telah mengembangkan batasan-batasan ukuran jenis tanah yang telah dikembangkan MIT (Massachussetts Instute of Tecnology), USDA (U.S. Departement of Agriculture), AASHTO (America Association of State Highway and Transportation Officials) dan oleh U.S. Army Corps of Engineers dan U.S.
Bureau of Reclamation yang kemudian menghasilkan apa yang disebut sebagai USCS (Unified Soil Classification System) (La An, 2007). Dalam penelitian ini digunakan metode USDA. Menurut Das (1993) metode USDA terdiri dari tiga jenis fraksi ukuran butiran tanah yaitu:
Pasir : butiran dengan diameter
0,05 – 2 mm
Lanau : butiran dengan diameter
0,002 – 0,05 mm
Lempung : butiran dengan diameter < 0,002 mm.
2.1 Analisis Angkutan Sedimentasi dengan Metode Sesaat
Berdasarkan angkutan sedimen yang terjadi maka debit angkutan sedimen
layang dihitung dengan rumus
(Soewarno, 2000):
Qs = 0,0864CQw (1)
di mana
Qs : debit angkutan sedimen (ton/hari)
C : konsentrasi sedimen (mg/l) Qw : debit sungai (m
3
/detik).
Oleh karena Qi dan Ci, kedua-duanya
tidak tetap selama periode waktu 24 jam maka besarnya rata-rata debit sedimen hariannya dihitung dengan persamaan
n i wi i s t Q C Q 1 24 0864 , 0 (2) di manaQs : rata-rata debit sedimen harian
Ci : konsentrasi sedimen pada saat ti
(mg/l)
Qwi : besar aliran pada saat ti (m 3
/detik)
ti : interval waktu pengukuran (jam)
n : jumlah pengukuran.
2.2 Analisis Angkutan Sedimen dengan Metode L.C. Van Rijn
Muatan sedimen layang bergerak
bersama dengan aliran air sungai, terdiri dari pasir halus yang senantiasa didukung oleh air, dan hanya sedikit sekali berinteraksi dengan dasar sungai karena sudah didorong ke atas oleh turbulensi aliran. Di samping itu, dalam sedimen layang juga terdapat sedimen bilas (wash load) yang berukuran sangat kecil (<50 mikrometer) (Rijn, 1987).
Hasil sedimen tergantung pada besarnya erosi total di DAS (daerah aliran sungai) dan tergantung pada transport partikel-partikel tanah yang tererosi tersebut keluar dari daerah tangkapan air DAS. Produksi sedimen umumnya mengacu pada laju sedimen yang mengalir melewati satu titik pengamatan tertentu dalam suatu DAS. Besarnya hasil sedimen biasanya bervariasi mengikuti karakteristik fisik DAS. Satuan yang biasa digunakan adalah ton/ha²/tahun. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen terlarut dalam sungai (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di dalam waduk.
3. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan.
Data primer ini berupa data hidrometri (kecepatan aliran, lebar, kedalaman, dan suhu), sampel air dan sampel sedimen
untuk selanjutnya akan diuji di
laboratorium. Tahapan penelitian antara lain:
1. Persiapan pendahuluan 2. Studi pustaka
3. Observasi
4. Survey pengambilan sampel a. Pembagian jarak sungai b. Pengukuran penampang sungai
5. Analisis sampel sedimen di
laboratorium
6. Pengolahan dan kompilasi data.
4. PEMBAHASAN
4.1 Hasil Perhitungan Debit Aliran dan Angkutan Sedimen pada Beberapa Titik di Sepanjang Sungai Ambawang
Pengambilan sampel dilakukan di tiga titik, yakni intake Penepat, intake Imam Bonjol dan intake Selat Panjang. Data hasil perhitungan debit, TSS (Total Suspended Solid) dan debit sedimen pada saat pasang dan surut disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2, serta pada Gambar 1. Dari gambar ini terlihat bahwa tingkat sedimentasi yang terjadi di intake Selat Panjang, intake Imam Bonjol dan intake Penepat jauh lebih tinggi pada saat pasang, sedangkan pada saat surut tingkat sedimentasi yang terjadi begitu rendah. Debit sedimen total merupakan hasil penjumlahan debit sedimen dasar dan layang pada metode L.C Van Rijn, di mana berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4,
serta Gambar 2, terlihat bahwa tingkat sedimentasi pada intake Selat Panjang, intake Imam Bonjol dan intake Penepat
paling tinggi terjadi saat pasang.
Berdasarkan hasil analisis yang telah
dilakukan terlihat bahwa jumlah
angkutan sedimen di lokasi intake Selat Panjang lebih tinggi dibanding intake
Imam Bonjol dan intake Penepat
terutama pada saat terjadinya pasang. Lokasi intake Selat Panjang memiliki tingkat sedimentasi yang paling tinggi
dibandingkan lokasi intake lainnya
terutama pada saat terjadinya pasang. Hal ini dapat disebabkan oleh lokasi intake Selat Panjang berada di muara Sungai Landak (pertemuan Sungai Kapuas Kecil
dan Sungai Landak), sehingga
sedimentasi akan semakin besar ke arah hilir terutama di muara/kuala sungai. 4.2 Persamaan Debit Lengkung dan
Perhitungan Korelasi Debit Sedimen
Besarnya debit sedimen memiliki
hubungan dengan parameter-parameter lainnya, antara lain debit sedimen dengan kedalaman, debit aliran sungai dan kecepatan aliran sungai. Penjabaran
Tabel 1. Data hasil perhitungan dengan metode sesaat saat pasang
No Lokasi Qw (m
3
/detik) C (TSS) (mg/l) Qs (ton/hari)
1 Intake Penepat* 18,729 34 55,019
2 Intake Imam Bonjol** 223,205 16 308,558
3 Intake Selat Panjang** 1354,321 29 3393,387
Keterangan: * data primer ** data sekunder
Tabel 2. Data hasil perhitungan dengan metode sesaat saat surut
No Lokasi Qw (m3/detik) C (TSS) (mg/l) Qs (ton/hari)
1 Intake Penepat* 12,876 31 34,488
2 Intake Imam Bonjol** 114,660 16 158,506
3 Intake Selat Panjang** 357,989 30 927,908
Keterangan: * data primer ** data sekunder 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Intake Penepat Intake Imam Bonjol Intake Selat Panjang Qs (to n /h ar i) Lokasi Saat pasang Saat surut
persamaan lengkung debit sedimen yaitu menggunakan model analisis regresi linier dan polinomial derajat dua.
Korelasi antarparameter tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 s.d. Gambar 14. Berdasarkan grafik korelasi yang telah dibuat, dapat diketahui bahwa debit
sedimen dan parameter yang ada
memiliki hubungan yang positif. Korelasi antara debit sedimen dan kedalaman menunjukkan bahwa semakin dalam dasar sungai maka debit sedimen yang dihasilkan semakin besar. Korelasi antara debit sedimen dan lebar menunjukkan bahwa semakin lebar suatu penampang sungai maka semakin besar pula debit sedimen yang dihasilkan. Korelasi antara
debit sedimen dan kecepatan
menunjukkan bahwa semakin tinggi kecepatan sungai maka debit yang dihasilkan akan semakin besar pula. Korelasi antara debit sedimen dan debit air menunjukkan bahwa semakin besar debit air yang terjadi maka debit sedimen yang dihasilkan akan semakin besar.
Tabel 3. Data hasil perhitungan sedimen total metode L. C. Van Rijn saat pasang
No Lokasi Bed load
(ton/hari) Suspended load (ton/hari) Total load (ton/hari) 1 Intake Penepat* 0,0002 0,216 0,2167
2 Intake Imam Bonjol** 0,8994 128,8668 129,7662
3 Intake Selat Panjang** 2,9808 977,0467 980,0276
Keterangan: * data primer ** data sekunder
Tabel 4. Data hasil perhitungan sedimen total metode L. C. Van Rijn saat surut
No Lokasi Bed load
(ton/hari) Suspended load (ton/hari) Total load (ton/hari) 1 Intake Penepat* 0,0006 0,4576 0,2964
2 Intake Imam Bonjol** 0,0008 0,4577 0,4585
3 Intake Selat Panjang** 0,0015 1,1502 1,1517
Keterangan: * data primer ** data sekunder 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 Intake Penepat Intake Imam Bonjol Intake Selat Panjang T o ta l lo a d (to n /h ar i) Lokasi Saat pasang Saat surut
Gambar 2. Debit sedimen total metode L. C. Van Rijn
Gambar 3. Korelasi debit sedimen dan kedalaman saat pasang metode sesaat
Gambar 4. Korelasi debit sedimen layang dan kedalaman saat surut metode sesaat
Gambar 5. Korelasi debit sedimen total dan kedalaman saat pasang metode L.C.Van Rijn y=843,88x2–884,9x+13589 R2 = 1 y=208,7x2- 2039x+3360 R2 = 1 y=230,94x2-2256,8x+3682,2 R2 = 1
Gambar 6. Korelasi debit sedimen total dan kedalaman saat surut metode L.C.Van Rijn
Gambar 7. Korelasi debit sedimen layang dan kecepatan saat pasang metode sesaat
Gambar 8. Korelasi debit sedimen layang dan kecepatan saat surut metode sesaat y=0,1867x2-1,8147x+3,2527 R2 = 1 y=2372,2x2-1783,6x+346,44 R2 = 1 y=74578x2-39682x+4551,6 R2 = 1
Gambar 9. Korelasi debit sedimen total dan kecepatan saat pasang metode L.C.Van Rijn
Gambar 10. Korelasi debit sedimen total dan kecepatan saat surut metode L.C. Van Rijn
Gambar 11. Korelasi debit sedimen layang dan debit air saat pasang metode sesaat y=562,28x2-281,02x+35,275 R2 = 1 y=66,234x2-34,995x+4,2673 R2 = 1 y=0,0011x2+0,9705x+36,451 R2 = 1
Gambar 12. Korelasi debit sedimen layang dan debit air saat surut metode sesaat
Gambar 13. Korelasi debit sedimen total dan debit air saat pasang metode L.C. Van Rijn
Gambar 14. Korelasi debit sedimen total dan debit air saat surut metode L.C. Van Rijn y=0,0056x2+0,5002x+27,114
R2 = 1
y=0,00009x2+0,6122x-11,28 R2 = 1
5. KESIMPULAN
Dari kajian yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:
a) Proses sedimentasi di sumber air baku PDAM Kota Pontianak yang disurvei (Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil dan perairan Penepat) sangat dipengaruhi oleh pasang surut, kecepatan aliran dan lebar sungai,
namun tidak memperhitungkan
faktor curah hujan. b) Debit air yang dihasilkan:
Saat pasang di intake Selat
Panjang adalah 1354,321
m3/detik, di intake Imam Bonjol adalah 223,205 m3/detik, di intake Penepat adalah 18,729 m3/detik.
Saat surut di intake Selat Panjang adalah 357,989 m3/detik, di intake Imam Bonjol adalah 114,660 m3/detik, di intake Penepat adalah 12,876 m3/detik. c) Hasil analisis dengan metode sesaat:
Debit sedimen saat pasang di intake Selat Panjang sebesar 3393,387ton/hari, di intake Imam Bonjol 308,558 ton/hari dan intake Penepat 55,019 ton/hari.
Debit sedimen saat surut di intake Selat Panjang sebesar 927,908 ton/hari, di intake Imam Bonjol 158,506 ton/hari dan di intake Penepat 34,488 ton/hari. d) Hasil analisis dengan metode L.C
Van Rijn:
Total load saat pasang di intake Selat Panjang sebesar 980,0276 ton/hari, di intake Imam Bonjol
129,766 ton/hari, di intake
Penepat 0,2167 ton/hari.
Total load saat surut di intake Selat Panjang sebesar 1,1517 ton/hari, di intake Imam Bonjol sebesar 0,4585 ton/hari, di intake Penepat sebesar 0,2964 ton/hari. e) Setiap intake memiliki lebar (b) dan
kecepatan (v) yang berbeda, di intake Selat Panjang b = 412,00 m dan v = 1,57 m/detik, di intake Imam Bonjol b = 156,80 m dan v = 0,3 m/detik, intake Penepat b = 150,81 m dan v = 0,24 m/detik.
f) Sedimentasi yang terjadi di intake Selat Panjang lebih tinggi daripada intake Imam Bonjol dan intake
Penepat, karena semakin lebar
penampang sungai, dan kecepatan
aliran berkurang mengakibatkan
angkutan sedimen akan lebih banyak mengendap di dasar sungai.
g) Nilai TSS (C) digunakan untuk menganalisis debit sedimen layang
dengan metode sesaat dan
berbanding lurus dengan nilai Qw, C
intake Selat Panjang 29 mg/L, C intake Imam Bonjol 16 mg/L, C intake Penepat 34 mg/L. Semakin besar nilai TSS (C) dan Qw maka
semakin besar debit sedimen yang dihasilkan.
h) Sedimentasi yang tinggi
menyebabkan pendangkalan. Apabila terjadi secara terus menerus dapat mengganggu aktivitas transportasi di
sekitar pemukiman-pemukiman Kota
Pontianak serta mempengaruhi
kualitas, kuantitas dan kontinuitas debit air yang masuk ke intake semakin banyak jumlah sedimen yang terjadi, dapat mengganggu
kelancaran produktivitas intake
tersebut.
i) Grafik korelasi polinomial
menghasilkan nilai korelasi yang
lebih akurat yaitu R = 1
dibandingkan grafik korelasi linear. Hal ini menunjukkan bahwa grafik korelasi polinomial lebih presisi dan sesuai daripada grafik korelasi linear.
Daftar Pustaka
Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan
Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai. Yogjakarta: Universitas Gajah Mada.
Barlian, Stefanus. 2011. Kajian
Sedimentasi Pada Sumber Air Baku PDAM Kota Pontianak. Pontianak : Jurusan Teknik Sipil Universitas Tanjungpura.
La An. 2007. Segitiga Tekstur.
http://mbojo.wordpress.com/2007/ 08/15/segitiga-tekstur/, diakses pada tanggal 22 September 2012. Rijn, L. C. Van. 1987. Mathematical
Modelling of Morphologicak
Processes in The Case of
Susupended Sediment Transport. Thesis Approved By The Delft University Of Technoilogy.
Soewarno. 2000. Hidrologi :
Pengukuran dan Pengolahan Data
Aliran Sungai (Hidrometri). Bandung: NOVA.