• Tidak ada hasil yang ditemukan

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

       

Hak cipta dan penggunaan kembali:

Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah,

memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk

kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama

penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat

yang serupa dengan ciptaan asli.

Copyright and reuse:

This license lets you remix, tweak, and build upon work

non-commercially, as long as you credit the origin creator

and license it on your new creations under the identical

terms.

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan sebuah akar dalam kehidupan manusia, tanpa adanya

kegiatan berkomunikasi manusia tidak dapat hidup dan bersosialisasi dengan

lingkungan sekitarnya. Komunikasi juga diperlukan untuk membantu setiap

individu manusia berinteraksi dengan individu lainnya yang ada di bumi.

“Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu communication yang berarti

pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum

atau bersama-sama” (Wiryanto, 2004, h. 5).

Komunikasi membuat individu yang tadinya tidak saling mengenal, dapat

mengenal satu sama lain. Komunikasi yang dilakukan dapat berguna sebagai

proses pengenalan antar individu yang berbeda jenis, baik jenis kelamin, budaya,

hingga latar belakang. Tak hanya itu saja, dari komunikasi seorang individu

manusia dapat melakukan interaksi antar individu dengan sangat personal atau

sering disebut dengan komunikasi antarpribadi.

Komunikasi antarpribadi dapat tercipta karena adanya komunikasi dasar dari

setiap individu untuk saling mengenal, meningkat secara bertahap sampai menjadi

sebuah komunikasi yang terus berlangsung secara berulang-ulang antar individu.

(3)

terorganisasi maupun pada kerumunan orang” (Wiryanto, 2004, h. 32).

Menurut Joseph DeVito dalam buku The Interpersonal Communication Book,

Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang berlangsung antara orang-orang

untuk saling terhubung (Devito, 2013, h. 34). Kegiatan komunikasi antarpribadi

yang dilakukan oleh masing-masing individu manusia berguna untuk saling

mengenal lebih dalam lagi terutama pada individu yang berlawanan jenis seperti

laki-laki dan wanita. “Komunikasi antarpribadi juga dapat dibagi berdasarkan

hubungan diadik. Hubungan diadik diartikan komunikasi antarpribadi sebagai

komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan

yang mantap dan jelas” (Wiryanto, 2004, h. 33).

Dengan begitu komunikasi antarpribadi khususnya pada hubungan diadik

sangat bermanfaat bagi setiap individu yang memiliki hubungan khusus yang

jelas. Tetapi dalam menjalankan suatu hubungan yang mantap dan jelas, setiap

“perbedaan budaya pada pasangan pernikahan beda budaya yang terjadi pada keluarga menuntut adanya keputusan bersama untuk mengikuti budaya yang

mendominasi. Hal itu membuat salah satu dari budaya pada sebuah keluarga

secara tidak langsung mengikuti budaya yang mendominasi sehingga seiring

berjalannya waktu akan terjadi sebuah proses peleburan (proses asimilasi)”

(Hestiana, 2014, h. 5).

Semua itu karena banyaknya suku bangsa yang ada di negara ini. Tak hanya

(4)

komunikasi sebagai dasar pendekatan manusia, dan berlanjut pada komunikasi

antarpribadi yang berdasarkan pada hubungan diadik, dan proses selanjutnya

terjadi komunikasi antarbudaya.

Ogawa menyatakan dalam buku Intercultural Communication, A Reader

bahwa komunikasi antara budaya adalah komunikasi antara orang-orang yang

berbeda kebudayaan, misalnya antara suku bangsa, etnik, ras, dan kelas sosial

(Liliweri, 2002, h. 12). Maka tak heran jika di Indonesia dengan begitu beragam

suku yang ada, komunikasi antarbudaya dapat tercipta melalui setiap individu

yang saling berinteraksi satu sama lain.

Kedekatan individu melalui interaksi menumbuhkan rasa kasih sayang, lepas

dari perbedaan budaya mereka. Kedekatan yang telah terbangun bisa menuju

kepada hal yang serius yaitu sebuah pernikahan antar individu dengan latar

belakang berbeda budaya. Hal ini sering terjadi di Indonesia.

Pernikahan antarbudaya adalah fenomena yang menarik. Proses pernikahan

beda budaya ini bukanlah perkara mudah dalam kebudayaan Indonesia, sebab

banyak hal-hal besar yang harus dipertimbangkan .

Pernikahan beda budaya yang sering kita jumpai di tengah-tengah masyarakat

yaitu pernikahan etnis Batak dan Tionghoa, etnis Jawa dan Minangkabau, etnis

Jawa dan etnis Tioghoa. Percampuran adat dalam pernikahan itulah yang

membuat suatu fenomena yang luar biasa menarik. “Sebab fenomena sendiri tiada

(5)

marriage atau pernikahan beda budaya. Menurut Tseng (dalam McDermott &

Maretzki, 1977) perkawinan antar etnis (intercultural marriage) adalah

perkawinan yang terjadi antara pasangan yang berasal dari latar belakang budaya

yang berbeda.

Pasangan nikah budaya pasti memiliki sebuah konsep dalam perkawinan.

Dalam buku Psikologi Keluarga pada konsep perkawinan yang tradisional berlaku

pembagian tugas dan peran suami istri. Konsep ini lebih mudah dilakukan karena

segala urusan rumah tangga dan pengasuhan anak menjadi tanggung jawab istri,

sedangkan suami bertugas mencari nafkah (Lestari, 2015, h.10).

Selain dari konsep perkawinan, setiap pasangan beda budaya yang telah

melakukan prosesi pernikahan memiliki tujuan yaitu menjadi orang tua, memiliki

keturunan anak, dan menjadi keluarga yang bahagia. Di sinilah merupakan

pekerjaan baru dari kedua pasangan yang telah melakukan pernikahan beda

budaya. Sebab ketika seorang anak telah lahir dan bertumbuh kembang dalam

keluarga dengan latar belakang budaya yang berbeda, pastilah ada cara-cara

tertentu dari kedua orang tua dalam menerapkan pola-pola untuk mendidik

seorang anak agar kelak dapat membentuk sebuah identitas diri anaknya.

Pembentukan identitas diri anak tidak terlepas dari peran setiap orang tua

yang ada di dalam keluarga. Salah satunya ialah faktor pola asuhan. “Pola asuh

meliputi berbagai aspek perkembangan yang diberikan oleh orang tua terhadap

(6)

laku yang baik” (Gunarsa, 2008, h. 128). Inilah peran orang tua dalam mendidik seorang anak agar menjadi anak yang memiliki sifat dan karakteristik yang baik,

dengan begitu mendidik melalui pola asuh yang baik sangat diperlukan.

Mendidik melalui pola asuhan yang diberikan oleh orang tua dalam keluarga

merupakan hal terpenting, sebab “Pola asuh diartikan sebagai pola pengasuhan

anak yang berlaku dalam keluarga, yaitu bagaimana keluarga membentuk perilaku

generasi berikut sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan

kehidupan masyarakat” (Hardywinoto, 2003 , h. 212).

Pola asuh yang diberikan oleh orang tua akan membentuk sikap anak, sebab

“Secara garis besar pola pengasuhan orang tua terhadap anak dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu otoriter atau otoritarian, autoritatif, dan permisif”

(Widyarini, 2009, h. 11). Pola asuh yang orang tua kelak akan menentukan sikap

anak di masa depan.

Sementara itu, orang tua tak hanya berhenti pada pola asuh yang baik bagi

anak. Pola komunikasi juga perlu diperhatikan “sebab keluarga berpengaruh

paling besar dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian anak” (Tembong, 2006, h. 23). Begitu besar peran dari sebuah keluarga dalam mendidik

seorang anak maka “Faktor keluarga memberikan pengaruh pada masa

pertumbuhan dan perkembangan anak sangat besar melalui pola hubungan anak

dan keluarga atau orang tua serta nilai-nilai yang ditanamkan” (Hidayat ,2008 ,h.

5). Karena pola komunikasi dan keluarga begitu diperlukan dalam perkembangan

(7)

merasa nyaman berada di tengah-tengah lingkungan keluarga.

Jika pola komunikasi tidak berjalan dengan baik, maka pola asuh orang tua

dalam keluarga tidak dapat berjalan dengan baik dan lancar, karena komunikasi

ini merupakan sebuah dasar manusia untuk berkomunikasi dengan individu

lainnya. Pola komunikasi diperlukan untuk mendidik anak dalam pembentukan

identitas diri anak. Dengan adanya pola komunikasi ini orang tua dapat dengan

dengan mudah membentuk serta memberi arahan melalui pola komunikasi.

Dalam pembentukan identitas diri anak dalam sebuah keluarga orang tua

memiliki pengaruh. Lebih lanjut Santrock (2003, h. 356) menyebutkan “orang tua

adalah figur yang penting bagi perkembangan identitas remaja. Pola asuh yang

demokratis mendorong perkembangan identitas remaja”. Komunikasi itu juga

tidak dapat dipisahkan dari peran orang tua dalam menyampaikan pesan-pesan

pola asuh yang ingin diberikan kepada anak. Dengan adanya pola komunikasi,

anak akan meniru apa yang telah diajarkan atau diberikan oleh orang tuanya

dalam keluarga. Pola asuh yang diberikan orang tua melalui pola komunikasi yang

disampaikan akan membentuk identitas dirinya.

Identitas diri adalah mengenal dan menghayati dirinya sebagai pribadi sendiri

serta tidak tenggelam dalam peran yang berubah, misalnya sebagai anak, teman,

pelajar, ataupun teman sejawat. “Identitas sendiri merupakan hal yang dinamis

(8)

namun berubah menurut pengalaman hidup setiap individu” (Samovar, 2010, h.

185).

Identitas ini juga memberikan sebuah gambaran akan arti penting dari

identitas pasangan. Identitas keduanya telah ada sejak kecil, ditanamkan oleh

orang tuanya terlebih dahulu. Setelah tumbuh menjadi dewasa identitas ini

melekat kepada setiap individu. Nantinya identitas ini akan bertemu kepada

identitas lainnya yang berbeda.

Pada akhirnya identitas yang berbeda ini akan menjadi satu dalam sebuah

ikatan perkawinan atau pernikahan, serta menghasilkan seorang anak yang lahir

dari kedua orang tua yang memiliki latar belakang identitas diri yang berbeda.

Namun identitas diri yang berbeda itu, dapat melebur menjadi satu dan diturunkan

kepada anak yang lahir dari kedua pasangan menikah beda budaya seperti antar

etnis Jawa dan etnis Tionghoa.

Dalam masyarakat Jawa, sistem patriarki melekat pada “stereotip negatif

terhadap perempuan yang dapat dilihat pada ungkapan swarga nunut neraka katut

atau kanca wingking. Karena nasib perempuan sangat bergantung pada suami

maka kedudukan perempuan dipandang lebih rendah” (Kusnadi, 2006 ,h. 5).

Sedangkan, budaya patriarki pada etnis Tionghoa menurut Malagina (2009)

memegang teguh garis keturunan laki-laki (patriarki). Mereka tidak diperbolehkan

menikah dengan etnis lain guna untuk mempertahankan kemurnian, keturunan

(9)

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana proses pembentukan identitas diri anak dalam pernikahan beda

budaya ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ingin menekankan dan menjawab sebuah proses

pembentukan identitas diri anak dari pasangan beda budaya khususnya etnis Jawa

dan etnis Tinghoa, serta menggali pemahaman serta perspektif anak yang

dibesarkan dalam keluarga berlatar belakang berbeda budaya.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Signifikansi Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah kajian ilmiah

khususnya dalam bidang ilmu komunikasi antarbudaya, terkait pembentukan

identitas diri.

1.4.2. Signifikansi Praktis

Hasil penelitian diharapkan jadi acuan bagi orang tua untuk memahami

proses pembentukan identitas diri anak yang berasal dari pasangan dengan

Referensi

Dokumen terkait

Dari Gambar 1 tampak baik simulasi pada data suhu udara maupun data kecepatan angin memiliki rataan yang lebih mendekati data setelah menggunakan algoritma Filter

pengujian hipotesis daya tahan jantung paru (X 1 ) dan daya tahan otot tungkai (X 2 ) terhadap kemampuan tendangan sabit (Y) pada Atlet Putra Pencak Silat UKM Unsyiah

karakteristik manusia dan dalam bidang pendidikan merupakan hasil belajar. Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar dan memiliki peran penting. Keberhasilan

Kertas ini mengkaji corak kemeruapan harga saham sektor ekonomi di Bursa Malaysia, di samping mengenal pasti sektor yang meruap secara berkelangsungan bagi tempoh masa sebelum,

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa spesies burung rangkong (Bucerotidae) yang terdapat di pegunungan Gugop Kemukiman Pulo Breuh Selatan Kecamatan Pulo Aceh

1) Dalam Pelaksanaannya Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau sudah menjalankan kewenangannya, sebagaimana kewenanganya yang diatur dalam pasal 8 Undang-Undang

Bu nedenle kredi aynı tarihte (14/12/2014) kapatıldığında ilgili ayda tahakkuk eden peşin komisyon tutarı olan 1.268,81 TL ve geri kalan sekiz aya ilişkin itfa edilmemiş

dengan menawarkan sejumlah kemudahan. Ditambah dengan pembeli digital Indonesia diperkirakan mencapai 31,6 juta pembeli pada tahun 2018, angka ini meningkat dari