Adolf S. P. Manurung, 12204049, Sem1 2008/2009
1
Analisis Bottlenecking dalam Jaringan Perpipaan Lapangan Minyak
Analysis of Bottlenecking Problem in Oil Field Piping Network
Oleh:
Adolf S. P. Manurung*
Sari
Lapangan X memiliki lima sumur produksi minyak jenis berat dari sebuah reservoir yang sama. Minyak yang diproduksikan dari tiap sumur dialirkan menuju sebuah gathering station (GS) melalui pipa-pipa produksi. Permasalahan yang umum terjadi pada salah satu fasilitas produksi ini adalah turunnya laju produksi di sumur maupun di gathering station akibat adanya hambatan aliran pada bagian-bagian pipa. Hambatan aliran ini terjadi akibat desain jaringan pipa yang kurang baik. Saat ini belum ada parameter yang dapat menjelaskan besarnya hambatan aliran yang terjadi pada suatu jaringan pipa.
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis hambatan aliran yang terjadi, mencakup pengaruh
flow index terhadap hambatan aliran, optimalisasi desain jaringan pipa, dan menentukan parameter
hambatan aliran. Metode simulasi dilakukan pada model lapangan X. Simulasi diawali dengan melihat pengaruh ukuran diameter dan panjang pipa produksi mulai dari kepala sumur sampai ke GS untuk mendapatkan desain jaringan pipa yang optimal. Selain itu, juga dilakukan analisis pengaruh penurunan tekanan terhadap hambatan aliran, dan menentukan parameter besarnya hambatan aliran
(bottleneck index).
Hasil simulasi menunjukkan bahwa flow index mempengaruhi desain jaringan pipa yang optimal. Harga flow index pipa yang semakin membesar ke arah GS akan memberikan kemudahan bagi fluida untuk mengalir sehingga meningkatkan harga bottleneck index. Bottleneck index (BNI) merupakan parameter yang dapat mengidentifikasi besarnya bottlenecking pada jaringan pipa. Pada studi ini, BNI yang terbaik sebesar 0.968. Pada lapangan X, semakin lama jaringan pipa berproduksi, harga bottleneck index akan semakin kecil. Hal ini terlihat dalam grafik penurunan tekanan terhadap BNI.
Kata kunci : hambatan aliran, diameter pipa, panjang pipa, laju alir, flow index, bottleneck index
Abstract
Field X has five production wells which produce heavy oil from the same reservoir. The produced oil from each wells are flowed to the gathering station (GS) by production pipes. A common problem in this surface facilities is the decreasing of flow rate in the wells and gathering station, it is caused by the obstacles in transmission pipe called bottlenecking. Bottlenecking appears because of the worse production pipe design. Nowadays, there is no parameter index that explain the measurement of bottlenecking in a piping network.
The objective of this paper is to analyze bottlenecking problem, among influence of flow index to bottlenecking problem, to optimize the piping network design, and to determine the bottlenecking parameter. The simulation method is used at field X model. The simulation begins by observe the effects of diameter size and pipe length from the wellhead to GS, it is use to have the optimal pipe design. Beside that, to analyze the relationship between decreasing of pressure and bottlenecking, and to determine the bottleneck index is also done.
The result from simulation showed that the optimal piping network design is influence by flow index. The biggest value of flow index nearest to GS makes the fluids flow easier and increasing bottleneck index value. Bottleneck index is a value that explain the measurement of bottlenecking in a piping network. In this study, the best BNI value is 0.968. In Field X, bottleneck index will decrease by the increasing of production time. It is showed in decreasing of pressure versus BNI plot.
Keywords : bottlenecking, pipe diameter, pipe length, flow rate, flow index, bottleneck index
I. PENDAHULUAN
Dewasa ini, minyak bumi masih menjadi sumber utama energi dunia. Oleh sebab itu, produksi minyak bumi harus dioptimalkan sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Salah satu cara untuk mengoptimalkan produksi minyak bumi adalah dengan melakukan optimasi pada fasilitas permukaan seperti pada jaringan pipa. Masalah yang umum terjadi pada jaringan perpipaan adalah terjadinya hambatan aliran
(bottlenecking) di sepanjang pipa. Untuk
menganalisis masalah aliran dalam pipa secara tepat diperlukan suatu model yang tepat. Model ini nantinya dibangun dengan bantuan
software PIPESIMTM
dl
dP
. Software tersebut juga digunakan dalam simulasi kinerja sistem jaringan perpipaan dengan lebih cepat dan konsisten. Hasil simulasi tergantung pada penentuan parameter masukan model dan penggunaan data yang representatif. Parameter tersebut meliputi data fluida reservoir, sumur, dan pipa seperti tekanan, temperatur,
productivity index (PI), gas oil ratio (GOR), spesific gravity, panjang pipa, inner diameter
(ID) pipa, ketebalan, elevasi, dan kekasaran pipa.
II. DESKRIPSI MASALAH
Tulisan ini membahas masalah bottlenecking yang terjadi pada jaringan pipa produksi minyak. Akibat adanya bottlenecking, produksi minyak di gathering station akan menurun. Oleh sebab itu, perlu dibuat desain jaringan pipa yang optimal dengan melihat aspek keekonomian. Desain jaringan pipa dibuat dengan melakukan sensitivitas pada diameter dan panjang pipa. Parameter berapa besarnya nilai hambatan aliran (bottleneck index) juga menjadi salah satu aspek yang dibahas. Saat ini belum ada parameter yang dapat menjelaskan berapa besarnya nilai bottlenecking yang terjadi dalam suatu jaringan perpipaan. Pengaruh waktu terhadap besarnya nilai
bottleneck index tersebut juga akan menjadi
bagian penting dalam tulisan ini.
III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Flow Index
Flow index adalah sebuah parameter yang
menunjukkan kemampuan suatu pipa untuk mengalirkan fluida. Semakin besar harga flow
index suatu pipa, maka fluida dalam pipa
tersebut akan semakin mudah untuk mengalir. Persamaan gradien tekanan total aliran fluida dalam pipa secara umum dapat dituliskan sebagai berikut: = el
dl
dp
+ fdl
dp
+ accdl
dp
(1) dimana: eldl
dp
= perubahan energi potensialf
dl
dp
= kehilangan akibat gesekanacc
dl
dp
= perubahan energi kinetikPersamaan dasar aliran fluida satu fasa untuk pipa horizontal adalah:
d
gc
v
f
2
2ρ
=
∂
Ρ
∂
(2)Untuk pipa horizontal dan dengan kecepatan alir tetap akan diperoleh persamaan:
∆Ρ =
d
g
L
fv
c2
2ρ
(3)Penentuan harga kecepatan alir fluida: ν =
A
q
(4) ν =4
.
d
2q
π
(5)Jika kedua ruas persamaan dikuadratkan, maka: ν2
(
2)
2 24
.d
q
π
= (6) ν2 4 2 2.
16
d
q
π
= (7)subsitusikan persamaan (7) ke persamaan (3) sehingga persamaannya menjadi:
∆Ρ =
d
g
L
d
q
f
c2
16
4 2 2ρ
π
(8) ∆Ρ = 2 5 22
16
d
g
fL
q
cπ
ρ
(9)Dengan menggunakan definisi flow index (FI), yaitu:
Adolf S. P. Manurung, 12204049, Sem1 2008/2009
3
qmax q (stb/d) Pwf (psia) FIP
q
∆
=
2 (10) FI 5 2 2 22
16
d
g
fL
q
q
cπ
ρ
=
(11) FI =L
f
d
g
cρ
π
16
2
2 5 (12)Dengan menganggap nilai friksi dan densitas fluida konstant:
ρ
π
f
g
c16
2
2 = constant = c Maka, FIL
d
c
5=
(13)Pada paper ini, diameter pipa menggunakan satuan inch dan panjang menggunakan satuan ft, sehingga satuan FI adalah in5/ft.
3.2 Laju Alir Maksimum Total
Setiap sumur yang berproduksi memiliki laju alir masing-masing. Pada paper ini, laju alir maksimum (qmax) diperoleh melalui kurva
Inflow Performance Relationship (IPR) sumur
dimana input berupa harga productivity index (PI, stb/d/psi) dan output berupa tekanan atmosfer (Patm) sebesar 14.7 psia. Tekanan
atmosfer dipilih dengan anggapan fluida yang keluar dari sumur langsung menuju gathering
station.
Gambar 1. Kurva IPR Sumur
Laju alir maksimum total (qmax)T adalah
jumlah laju alir maksimum dari masing-masing sumur. Secara matematis:
(qmax)T = (qmax)1 + (qmax)2 + (qmax)3 + ...+
(qmax)n
(14)
3.3 Bottleneck Index
Bottleneck index (BNI) adalah suatu parameter
harga yang menunjukkan besarnya hambatan aliran yang terjadi pada jaringan pipa. Fluida produksi dari masing-masing sumur mengalir menuju GS melalui jaringan pipa produksi, sehingga laju alir total semua sumur akan tercatat di GS tersebut. Bottleneck index adalah perbandingan laju alir maksimum total yang tercatat di GS (qGS) dengan laju alir
maksimum total (qmax)T
T max GS
)
(q
q
=
. Secara matematis dapat ditulis: BNI (15)BNI berharga maksimum pada nilai 1. Jika hal ini terjadi, maka laju alir maksimum total yang tercatat di GS sama dengan laju alir maksimum total. Semakin besar harga BNI, maka
bottlenecking yang terjadi semakin kecil.
Begitu juga sebaliknya, semakin kecil harga BNI, maka bottlenecking yang terjadi semakin besar.
3.4 Penghitungan Keekonomian
Aspek keekonomian dalam membuat desain jaringan pipa ini, yaitu:
1. Menghitung cost yang dibutuhkan untuk pembelian material, coating, dan instalasi pipa.
2. Menghitung revenue yang didapatkan dari produksi minyak di GS yang dikalikan dengan harga minyak bumi saat ini.
Perbandingan kedua aspek di atas disebut dengan ratio. Ratio adalah perbandingan
revenue terhadap cost. Secara matematis
ditulis: Ratio
q .
cos
GSP
t
=
(16)IV. DESKRIPSI SISTEM
4.1 Pemodelan Sistem Jaringan Pipa
Model sistem jaringan pipa dibuat menggunakan software PIPESIMTM. Jaringan pipa ini terdapat pada suatu lapangan X yang mempunyai lima sumur produksi minyak, yakni sumur 1, 2, 3, 4, dan 5. Fluida produksi dari masing-masing sumur akan dialirkan melalui setiap flowline (segmen pipa b, d, f, h, dan i) menuju pipa utama (mainline segmen pipa a, c, e, dan g) sepanjang 5 km dan kemudian dialirkan menuju GS yang bertekanan 40 psia. Skema jaringan pipa ini terdapat pada gambar 2.
Pr
Gambar 2. Skema Model Jaringan Pipa
4.2 Data Properti Sumur
Input data sumur yang dibutuhkan adalah tekanan, temperatur, PI, kedalaman, dan ukuran tubing. Pada studi ini semua harga properti sumur bernilai sama. Tabel 1 menunjukkan harga-harga properti sumur.
Tabel 1. Properti Sumur Properti Satuan Harga Tekanan Psia 2500 Temperatur Fahrenheit 160
PI Stb/d/psi 4 Kedalaman Ft 3000
ID tubing Inch 2.875
4.3 Data Properti Fluida Produksi
Model fluida yang digunakan dalam studi ini adalah black oil. Adapun input data yang dimasukkan adalah water cut (WC), GOR,
spesific gravity (SG), dan API. Tabel 2
menunjukkan harga-harga properti fluida produksi.
Tabel 2. Karakteristik Fluida Properti Satuan Harga
WC % 0
GOR scf/stb 30
SG gas - 0.8
SG water - 1.02
API - 20
V. HASIL PEMODELAN DAN ANALISIS 5.1 Analisis Sensitivitas
Sensitivitas yang dilakukan adalah sensitivitas pada ukuran ID dan panjang pipa produksi. Tujuan sensitivitas ini adalah menghasilkan desain jaringan pipa yang maksimal dengan mempertimbangkan harga BNI. Flow index menjadi acuan dalam merancang desain jaringan pipa ini.
5.1.1 Sensitivitas ID Pipa
Pada awalnya, ukuran ID flowline pada lapangan ini adalah 4 inch, sedangkan ukuran ID mainline adalah 6 inch (lihat lampiran A). Berdasarkan persamaan (13), dapat ditentukan harga flow index setiap segmen pipa. Tabel 3 menunjukkan harga ID dan FI pipa pada saat awal.
Tabel 3. Harga ID dan FI Pipa Awal Segmen Pipa ID (in) FI (in5/ft)
A 4 0.312 B 6 2.370 C 4 0.312 d 6 2.370 e 4 0.312 f 6 2.370 g 4 0.156 h 6 2.370 i 6 2.370
Kemudian dilakukan simulasi yang memberikan besarnya laju alir masing-masing sumur dan laju alir di GS. Tabel 4 menunjukkan harga laju alir pada saat awal.
Tabel 4. Laju Alir Fluida Awal Sumur q (stb/d) 1 3827.3 2 3327 3 3039.2 4 2739.9 5 2739.9 Total (qGS) 15673
Laju alir maksimum total (qmax)T diperoleh
dengan menjumlahkan laju alir maksimum masing-masing sumur. Laju alir maksimum diperoleh melalui perpotongan garis input dan
output pada kurva IPR sumur yang diperoleh
dari simulator PIPESIMTM. Kurva IPR terdapat pada lampiran B. Harga (qmax)T yang diperoleh
sebesar 24030.76 stb/d. Sehingga berdasarkan persamaan (15), desain jaringan pipa tersebut memberikan harga BNI sebesar 0.652. Langkah selanjutnya adalah melakukan sensitivitas terhadap ID pipa. Dengan melakukan sensitivitas ini, maka harga laju alir fluida dan BNI juga mengalami perubahan. Hasil uji sensitivitas dapat dilihat pada lampiran C. Skenario 10 memberikan hasil yang terbaik. Skenario ini memberikan hasil BNI sebesar 0.968. Analisis sensitivitas ID pipa dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada awalnya, desain pipa memberikan harga FI
flowline yang lebih besar dibandingkan harga
FI mainline. Ketika dilakukan sensitivitas dengan mengubah ID pipa, terlihat bahwa laju alir yang tercatat di GS akan semakin besar a b c d e f g i h GS 1 3 2 4 5
Adolf S. P. Manurung, 12204049, Sem1 2008/2009
5
jika FI mainline lebih besar dibandingkan FI
flowline. Hal ini terlihat pada skenario 4.
Harga qGS yang diperoleh sebesar 20932 stb/d.
Harga ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan harga qGS
Dalam sensitivitas ukuran panjang pipa, ukuran diameter pipa yang digunakan (base case) adalah skenario 5. Panjang mainline (segmen pipa a, c, e, dan g) dalam studi ini dijaga tetap, yaitu lima kilometer atau 16404.2 ft. Desain awal sensitivitas ini terdapat pada lampiran D. Sama halnya dengan sensitivitas ID pipa produksi, dalam sensitivitas ini,
pengaruh flow index terhadap besarnya perolehan laju produksi di GS dan harga BNI juga akan dianalisis. Pada skenario 8 (lihat lampiran C), besarnya perolehan laju produksi di GS sebesar 21149 stb/d dan BNI bernilai 0.88. FI segmen pipa pada sistem jaringan ini sudah cukup baik. Hasil sensitivitas panjang pipa selengkapnya dapat dilihat pada lampiran E. Sensitivitas mulai dilakukan dengan mengecilkan FI segmen pipa a (skenario 2) dengan cara menambah ukuran panjang segmen pipa tersebut, sehingga harga FI pipa tersebut lebih kecil dibandingkan harga FI segmen pipa di belakangnya. Hasil simulasi menunjukkan laju alir di GS semakin kecil, yakni sebesar 20047 stb/d. BNI juga mengalami penurunan menjadi 0.834. Hasil ini menunjukkan bahwa FI sangat mempengaruhi besarnya laju fluida di GS dan besarnya harga BNI. Dengan memperpanjang pipa utama, khusunya pada segmen pipa utama yang paling dekat dengan GS, akan menurunkan FI dan akhirnya berdampak pada penurunan laju fluida di GS maupun turunnya harga BNI. Hal ini terlihat pada skenario 1. Hasil terbaik terdapat pada skenario 7. Pada skenario ini, harga flow index segmen pipa yang mendekati ke GS kebih besar dari FI segmen pipa di belakangnya. Harga BNI yang diperoleh sebesar 0.907 dengan laju fluida produksi di GS sebesar 21786 stb/d. Desain jaringan pipa pada skenario ini berusaha meminimalkan panjang segmen pipa, baik pada flowline maupun mainline. Dengan mengecilkan
panjang pipa, harga FI akan semakin besar sehingga pipa semakin mudah mengalirkan fluida. Ketika panjang mainline ditetapkan sebesar 5 km, maka mengecilkan segmen pipa utama yang terdekat dengan GS menjadi prioritas utama. Dalam skenario ini, panjang segmen pipa a, c, dan e sebesar 0.5 km, sedangkan segmen pipa g memiliki panjang 3.5 km. Dengan komposisi ini, sumur 1, 2, dan 3 dapat mengalirkan fluida produksi lebih banyak dibandingkan sumur 4 dan 5. Oleh sebab itu, perolehan laju produksi di GS dapat dimaksimalkan.
5.2 Pengaruh Penurunan Tekanan dan PI Terhadap BNI
pada saat awal. Demikian juga halnya dengan harga BNI. BNI yang diperoleh pada skenario ini sebesar 0.871. Pada skenario 3, terlihat dengan mengecilkan nilai FI pada salah satu segmen pipa utama, yakni segmen pipa e, dimana harga FI ini lebih kecil dibandingkan harga FI segmen pipa dibawahnya membuat laju produksi sumur 3, 4, dan 5 mengecil sehingga laju alir di GS juga semakin mengecil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mengubah ID mainline akan memberikan hasil yang cukup signifikan pada perolehan laju alir fluida produksi di masing-masing sumur maupun di GS. Pipa utama merupakan jalur transmisi minyak yang terhubung dengan semua pipa produksi sumur sehingga dampak perubahan ID mainline mempengaruhi laju produksi sistem secara keseluruhan. Sedangkan jika ID
flowline diubah dan ID mainline tidak diubah,
maka perolehan yang terdapat di GS tidak mengalami perubahan yang terlalu besar. Hal ini terlihat pada skenario 6 dan 7 terhadap skenario 8. Hal penting lain yang dapat dilihat adalah jika FI segmen suatu pipa lebih besar dari FI segmen pipa dibelakangnya, laju alir yang diperoleh akan semakin besar. Hal ini terlihat pada skenario 8. Skenario ini mengubah FI segmen pipa a sampai dengan f menjadi lebih besar dibandingkan FI segmen pipa dibelakangnya, yakni segmen pipa g, h, dan i. Jika skenario 8 dibandingkan dengan desain awal maupun skenario 3 terlihat perbedaan yang cukup signifikan. Kemampuan pipa untuk mengalirkan fluida pada skenario 8 lebih baik dibadingkan pada desain awal maupun pada skenario 3. Pipa utama yang semakin dekat ke GS juga harus memiliki FI yang semakin besar karena pipa tersebut mengalirkan semua fluida produksi dari pipa-pipa di belakangnya. Dalam hal ini, skenario 10 memberikan hasil terbaik. Segmen pipa a, b, dan c memiliki harga FI yang terbesar dibandingkan segmen pipa lain di belakangnya. Oleh sebab itu, skenario ini memberikan harga BNI yang paling besar.
5.1.2 Sensitivitas Panjang Pipa
Sistem jaringan pipa yang digunakan pada analisis pengaruh waktu terhadap BNI sama dengan desain awal pada sensitivitas panjang pipa (lihat lampiran D). Pada saat tekanan reservoir sebesar 2500 psia dan PI sebesar 4 stb/d/psi, harga BNI sebesar 0.88 dan laju produksi di GS sebesar 21149 stb/d. Seiring dengan berjalannya waktu, besarnya tekanan reservoir akan semakin menurun. Dalam bagian ini akan dibahas pengaruh waktu
lamanya lapangan berproduksi dengan besarnya BNI jaringan pipa. Simulasi mulai dilakukan dengan menurunkan harga tekanan reservoir sebesar 10% dari harga data awal. Kemudian parameter tersebut diturunkan lagi sampai 50% dari data awal. Tabel 5 menunjukkan besarnya penurunan tekanan reservoir . Tabel 5. Penurunan Pr Penurunan Pr (psia) Awal 2500 10% 2250 20% 2000 30% 1750 40% 1500 50% 1250
Disamping itu, dalam studi ini juga dilakukan simulasi penurunan PI terhadap BNI. Penurunan PI dapat terjadi meskipun tekanan reservoir tetap. Tabel 6 menunjukkan besarnya penurunan PI reservoir. Tabel 6. Penurunan PI Penurunan PI (stb/d/psi) Awal 4 10% 3.6 20% 3.2 30% 2.8 40% 2.4 50% 2
Akibat turunnya harga tekanan reservoir masing-masing sumur, laju alir fluida produksi juga mengalami penurunan (lihat lampiran F). Turunnya laju alir produksi di tiap sumur secara otomatis menurunkan laju alir fluida produksi yang tercatat di GS. Dengan demikian harga BNI sistem jaringan pipa juga akan semakin kecil. Ketika PI mengalami penurunan, harga BNI akan mencapai maksimal pada harga tertentu. Misalnya pada tekanan 1500 psia, harga BNI maksimal tercapai pada harga PI sebesar 3.2 stb/d/psi. Hal ini menunjukkan bahwa harga PI yang terlalu besar dapat mengakibatkan laju alir di GS yang tidak maksimal. Grafik hubungan penurunan PI terhadap harga BNI dapat dilihat pada lampiran F.
5.3 Penghitungan Keekonomian
Usaha mengubah flow index pada analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah ukuran diameter dalam dan panjang pipa produksi. Kedua properti tersebut erat kaitannya dengan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan. Oleh sebab itu, aspek keekonomian juga harus diperhatikan. Biaya yang dikeluarkan adalah pembelian material
pipa, biaya coating pipa, dan instalasi pipa. Tabel biaya secara rinci dapat dilihat pada lampiran G. Revenue yang diperoleh adalah laju alir produksi di GS dikalikan harga minyak saat ini, sebesar US$ 40/bbl. Aspek keekonomian dikaji melalui perbandingan
revenue terhadap cost. Ratio yang berharga
satu menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan dapat langsung ditutupi oleh pendapatan pada hari pertama produksi. Pada sensitivitas ID pipa, skenario 5 memiliki ratio yang paling tinggi, yakni sebesar 2.15. Namun, dalam jangka waktu yang panjang, pendapatan yang diperoleh tidak akan sebesar pendapatan pada skenario 11. Oleh sebab itu, skenario 11 menjadi pilihan yang baik karena selain biaya yang dikeluarkan dapat langsung tertutupi pada hari pertama, pendapatan yang kita peroleh juga tetap tinggi sampai waktu yang cukup lama. Ratio untuk setiap skenario sensitivitas ID dapat dilihat pada lampiran H. Pada sensitivitas panjang pipa, skenario 7 memberikan harga ratio yang paling tinggi, yaitu 2.179. Skenario ini merupakan pilihan yang paling baik karena revenue jangka pendek dan jangka panjang yang didapat merupakan yang tertinggi dari semua skenario yang ada. Ratio untuk setiap skenario sensitivitas panjang dapat dilihat pada lampiran I.
5.4 Profil Flow Index Terhadap Segmen Pipa, Bottleneck Index, dan Cost
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan diatas, bahwa flow index berpengaruh terhadap besarnya harga bottleneck index. Harga FI yang semakin besar ketika semakin dekat dengan GS akan memberikan harga BNI yang semakin besar. Akibatnya, masalah
bottlenecking pada jaringan pipa dapat
diminimalisasi. Sebaliknya, jika harga FI segmen pipa menuju GS semakin mengecil atau tidak teratur maka BNI akan semakin kecil pula. Berikut ini adalah profil FI terhadap Segmen Pipa yang memberikan harga BNI terbesar. Pada sumbu x, semakin ke kanan adalah segmen pipa yang semakin dekat ke GS.
Adolf S. P. Manurung, 12204049, Sem1 2008/2009
7
Gambar 3. Profil FI terhadap Segmen Pipa Skenario 10 (Skenario Terbaik) Sedangkan gambar di bawah ini adalah profil FI terhadap segmen Pipa yang memberikan harga BNI terburuk.
Gambar 4. Profil FI terhadap Segmen Pipa Skenario 1 (Skenario Terburuk) Profil lengkap FI terhadap segmen pipa dapat dilihat pada lampiran J. Selain FI, terdapat juga FIaverage, yakni hasil penjumlahan FI tiap
segmen pada jaringan pipa dibagi jumlah segmen pipa.
Tabel 7. Hubungan FIaverage
Skenario
Terhadap BNI dan
Cost pada Sensitivitas ID Pipa
FIaverage BNI Cost
1 1.438 0.652 389425 2 1.667 0.751 409173.3 3 1.552 0.838 428921.7 4 1.095 0.871 389425 5 2.238 0.875 488166.7 6 1.552 0.876 428921.7 7 1.552 0.876 428921.7 8 1.781 0.88 448670 9 7.740 0.942 551100 10 34.246 0.968 773351
Tabel 8. Hubungan FIaverage
Skenario
Terhadap BNI dan
Cost pada Sensitivitas Panjang Pipa
FIaverage BNI Cost
1 2.515 0.817 448670 2 2.018 0.834 448670 3 2.044 0.877 424261.7 4 2.044 0.879 424261.7 5 1.781 0.88 448670.0 6 1.957 0.893 448670 7 3.041 0.907 399853.3 Dari kedua tabel di atas, terlihat harga FIaverage
yang besar tidak secara otomatis meningkatkan harga BNI. Oleh sebab itu, besarnya harga BNI juga dipengaruhi oleh arah pembesaran FI segmen pipa. Grafik hubungan FIaverage
terhadap BNI dapat dilihat pada lampiran K. Begitu juga dengan hubungan FIaverage terhadap
cost. Biaya pembelian pipa yang semakin besar
tidak menjamin akan memberikan harga BNI yang besar pula. Bahkan pada skenario 7 sensitivitas panjang pipa, biaya yang terkecil memberikan harga BNI yang terbesar. Hal ini diakibatkan oleh pembelian pipa yang efektif dan ukuran pipa seminimal mungkin. Grafik hubungan FIaverage
1. Harga flow index (FI) segmen pipa yang semakin membesar ke arah Gathering
Station (GS) akan meningkatkan laju alir
fluida produksi total dan mengurangi masalah bottlenecking.
terhadap cost dapat dilihat pada lampiran L.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
2. Adanya bottlenecking yang terdapat dalam suatu sistem jaringan pipa diidentifikasi melalui harga bottleneck index (BNI).
3. Harga BNI yang semakin besar mengindikasikan minimnya masalah
bottlenecking pada jaringan pipa.
4. Laju produksi minyak di GS suatu jaringan pipa berbanding lurus dengan BNI sistem jaringan pipa tersebut.
5. Skenario 10 yang memiliki harga BNI tertinggi dapat meningkatkan laju produksi minyak menjadi 23272 stb/d dari 15673 stb/d pada desain awal.
6. Pada sebuah reservoir yang sama, semakin lama lapangan berproduksi maka harga BNI jaringan pipa akan semakin kecil.
7. FIaverage
6.2 Saran
dan biaya yang tinggi tidak secara otomatis meningkatkan harga BNI.
1. Pengubahan diameter pipa lebih baik diutamakan pada pipa utama karena berdampak pada sistem jaringan secara keseluruhan.
2. Penempatan GS sebaiknya diletakkan sedekat mungkin dengan jaringan pipa produksi.
3. Desain sistem jaringan pipa sebaiknya memperhatikan besar flow index setiap segmen pipa.
4. Diperlukan model yang lebih kompleks dalam menganalisis masalah bottlenecking secara detail.
VII. DAFTAR SIMBOL
f
= faktor gesekanν = kecepatan alir, ft/s L = panjang pipa, ft ρ = densitas fluida, lbm/ft3
d = diameter dalam pipa, ft
∆Ρ = kehilangan tekanan, lbf/ft2 gc 2
sec
lbf
ft
lbm
= faktor konversi massa dengan berat (= 32.174 )
ID = diameter dalam pipa, in q = laju alir, ft3
/s FI = flow index, in5/ft
FIaverage = flow index rata-rata, in5/ft
(qmax)T = laju alir maksimum total, stb/d
(qmax)1 = laju alir maksimum sumur ke-1, stb/d
(qmax)2 = laju alir maksimum sumur ke-2, stb/d
(qmax)3 = laju alir maksimum sumur ke-3, stb/d
(qmax)n
1. Mucharam, L. 2006. Slide Kuliah Pengolahan Lapangan dan Transportasi TM ITB. Bandung
= laju alir maksimum sumur ke-n, stb/d P = Harga minyak mentah , US$/stb
Cost = Total biaya pipa yang dibutuhkan, US$
BNI = Bottleneck Index, dimensionless
VIII. UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah dan kasihNya selama hidup penulis dan dalam menyelesaikan perkuliahan di Teknik Perminyakan ITB. Tidak ada yang mustahil bagi Allah!! Kepada kedua orang tua, abang dan adik, dan juga semua keluarga, penulis mengucapkan terima kasih untuk setiap doa, dukungan, dan perhatian yang tidak pernah berhenti. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Natasha Amelia untuk doa, bantuan, dan ejekan yang menyertai hari-hari penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan, kesabaran, waktu, pikiran dan tenaga yang diluangkan oleh Ir. Leksono Mucharam, M.Sc., Ph.D., sebagai dosen pembimbing tugas akhir sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Pudji Permadi sebagai dosen wali akademik penulis, dan juga kepada seluruh dosen dan pegawai tata usaha Teknik Perminyakan ITB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di markas besar Gandok kosan Ciumbuleuit Sukandi 8, TM’04, PATRA, dan UKSU, atas candaan, tawa, diskusi, bantuan, dan dukungan selama ini. Dan kepada semua pihak yang telah membantu selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini.
IX. DAFTAR PUSTAKA
2. Beggs, D.H. 1991. Production Optimization – Using Nodal Analysis, OGCI Publications, Tulsa
3. Paramita, D. 2005. Metodologi Untuk Mengidentifikasi dan Menyelesaikan Masalah Hambatan Aliran dalam Jaringan Perpipaan Produksi Minyak. Tesis TM ITB. Bandung
4. Noviansyah, M. 2008. Identifikasi dan Solusi Masalah Bottlenecking dalam Jaringan Perpipaan Produksi Gas. Tugas Akhir TM ITB. Bandung
Adolf S. P. Manurung, 12204049, Sem1 2008/2009
9
LAMPIRAN
LAMPIRAN A
Adolf S. P. Manurung, 12204049, Sem1 2008/2009
11
LAMPIRAN BLAMPIRAN C
HASIL UJI SENSITIVITAS ID PIPA
ID (in) 1 (base case) 2 3 4 5 6 7 8 9 10
a 4 6 6 6 6 6 6 6 8 12 b 6 6 6 4 6 6 6 6 8 12 c 4 4 6 6 6 6 6 6 8 12 d 6 6 6 4 6 4 6 6 8 10 e 4 4 4 6 6 6 6 6 8 10 f 6 6 6 4 6 6 4 6 8 8 g 4 4 6 6 6 6 6 6 8 8 h 6 6 4 4 6 4 4 4 6 6 i 6 6 4 4 6 4 4 4 6 6
Flow index (in5/ft)
a 0.312 2.37 2.37 2.37 2.37 2.37 2.37 2.37 9.988 75.844 b 2.37 2.37 2.37 0.312 2.37 2.37 2.37 2.37 9.988 75.844 c 0.312 0.312 2.37 2.37 2.37 2.37 2.37 2.37 9.988 75.844 d 2.37 2.37 2.37 0.312 2.37 0.312 2.37 2.37 9.988 30.48 e 0.312 0.312 0.312 2.37 2.37 2.37 2.37 2.37 9.988 30.48 f 2.37 2.37 2.37 0.312 2.37 2.37 0.312 2.37 9.988 9.988 g 0.156 0.156 1.185 1.185 1.185 1.185 1.185 1.185 4.994 4.994 h 2.37 2.37 0.312 0.312 2.37 0.312 0.312 0.312 2.37 2.37 i 2.37 2.37 0.312 0.312 2.37 0.312 0.312 0.312 2.37 2.37 mass (lb/s) 1 14.58 17.05 16.92 16.61 17.77 16.87 16.87 16.86 17.54 17.95 2 12.68 14.69 16.48 16.15 17.26 16.13 16.39 16.4 17.33 17.89 3 11.58 13.35 14.77 15.87 15.25 16.09 15.86 16.12 17.22 17.8 4 10.44 11.94 14.32 15.6 14.96 15.57 15.59 15.61 17.1 17.55 5 10.44 11.94 14.32 15.6 14.96 15.57 15.59 15.61 17.1 17.55 GS 59.72 68.81 76.69 79.76 80.09 80.2 80.24 80.58 86.26 88.67 liq (stb/d)
Adolf S. P. Manurung, 12204049, Sem1 2008/2009
13
ID (in) 1 (base case) 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 3827.3 4474.6 4440.3 4359.4 4664.7 4426.7 4426.5 4425.6 4604.4 4710.5 2 3327 3854.3 4326.2 4238 4530.4 4233.6 4300.7 4304.8 4547.7 4694.2 3 3039.2 3502.6 3876.1 4165.2 4002.2 4223.4 4162.4 4230.5 4519.4 4670.3 4 2739.9 3133.1 3757.4 4094.4 3926.9 4087.6 4091.6 4096 4487.3 4604.7 5 2739.9 3133.1 3757.4 4094.4 3926.9 4087.6 4091.6 4096 4487.3 4604.7 GS 15673 18059 20126 20932 21020 21049 21058 21149 22639 23272 Qmax 24030.766 24030.766 24030.766 24030.766 24030.766 24030.766 24030.766 24030.766 24030.766 24030.766 BNI 0.652 0.751 0.838 0.871 0.875 0.876 0.876 0.88 0.942 0.968 FIaverage 1.438 1.667 1.552 1.095 2.238 1.552 1.552 1.781 7.740 34.246
LAMPIRAN D
Adolf S. P. Manurung, 12204049, Sem1 2008/2009
15
LAMPIRAN EHASIL UJI SENSITIVITAS PANJANG PIPA
Skenario 1 2 3 4 5 (base case) 6 7
a 3.5 2.5 1 1 1 0.5 0.5 b 1 1 1 0.5 1 1 0.5 c 0.5 1 1 1 1 1 0.5 d 1 1 1 1 1 1 0.5 e 0.5 1 1 1 1 1.5 0.5 f 1 1 0.5 1 1 1 1 g 0.5 0.5 2 2 2 2 3.5 h 1 1 1 1 1 1 1 i 1 1 1 1 1 1 1
Flow index (in5/ft)
a 0.677 0.948 2.37 2.37 2.37 4.74 4.74 b 2.37 2.37 2.37 4.74 2.37 2.37 4.74 c 4.74 2.37 2.37 2.37 2.37 2.37 4.74 d 2.37 2.37 2.37 2.37 2.37 2.37 4.74 e 4.74 2.37 2.37 2.37 2.37 1.58 4.74 f 2.37 2.37 4.74 2.37 2.37 2.37 2.37 g 4.74 4.74 1.185 1.185 1.185 1.185 0.677 h 0.312 0.312 0.312 0.312 0.312 0.312 0.312 i 0.312 0.312 0.312 0.312 0.312 0.312 0.312 mass (lb/s) 1 15.35 15.92 16.86 16.89 16.86 17.23 17.23 2 15.13 15.48 16.39 16.38 16.4 16.73 16.98 3 15 15.22 16.13 16.09 16.12 16.29 16.77 4 14.72 14.93 15.56 15.58 15.61 15.78 16.05 5 14.72 14.93 15.56 15.58 15.61 15.78 16.05 GS 74.85 76.38 80.33 80.44 80.58 81.79 83.01
Skenario 1 2 3 4 5 (base case) 6 7 Liq (stb/d) 1 4027.5 4179.1 4426.3 4431.9 4425.6 4520.9 4523.3 2 3971 4063.1 4301.6 4299.1 4304.8 4391.5 4456.4 3 3937.4 3994.4 4233.2 4224 4230.5 4276.1 4401.7 4 3863.8 3919.3 4084.6 4089.2 4096 4142.4 4211.4 5 3863.8 3919.3 4084.6 4089.2 4096 4142.4 4211.4 GS 19644 20047 21083 21112 21149 21466 21786 Qmax 24030.766 24030.766 24030.766 24030.766 24030.766 24030.766 24030.766 BNI 0.817 0.834 0.877 0.879 0.88 0.893 0.907 FIaverage 2.515 2.018 2.044 2.044 1.781 1.957 3.041
Adolf S. P. Manurung, 12204049, Sem1 2008/2009
17
LAMPIRAN FTABEL PENURUNAN TEKANAN RESERVOIR DAN PI PI = 4 stb/d/psi P (psia) 2500 2250 2000 1750 1500 1250 liq (stb/d) 1 4425.6 3609.1 2781.4 1944.3 1093.5 91.33 2 4304.8 3513 2715.3 1880.1 1066.8 73.63 3 4230.5 3455.9 2676.6 1855.5 1051 61.68 4 4096 3352.6 2608.4 1827 1021.1 36.95 5 4096 3352.6 2608.4 1827 1021.1 36.95 GS 21149 17270 13390 9322.5 5244.5 298.36 Qmax 24030.766 19778.572 15352.243 10812.534 6188.7555 1137.5495 BNI 0.880 0.873 0.872 0.862 0.847 0.262 PI = 2 stb/d/psi P (psia) 2500 2250 2000 1750 1500 1250 liq (stb/d) 1 2428.7 1971 1511.5 1047.2 546.83 54.53 2 2395.4 1938.4 1486.8 1034.5 529.61 47.21 3 2378.1 1922.5 1475 1025.6 515.73 42.17
4 2349.6 1900.9 1459.9 1009.9 497.41 31.09 5 2349.6 1900.9 1459.9 1009.9 497.41 31.09 GS 11902 9633.8 7393 5123.4 2578.5 205.79 Qmax 12837.568 10411.174 8066.753 5623.1865 3138.8565 582.654 BNI 0.927 0.925 0.916 0.911 0.821 0.353 P = 1500 psia PI (stb/d/psi) 4 3.6 3.2 2.8 2.4 2 liq (stb/d) 1 1093.5 994 890.2 776.79 662.2 546.83 2 1066.8 969.85 865.89 754.55 642.88 529.61 3 1051 951.31 849.14 741.08 629.09 515.73 4 1021.1 924.47 823.92 718.86 608.12 497.41 5 1021.1 924.47 823.92 718.86 608.12 497.41 GS 5244.5 4756.4 4249.1 3707.9 3150.3 2578.5 Qmax 6188.7555 5600.239 4977.795 4355.8185 3746.427 3088.1905 BNI 0.847 0.849 0.854 0.851 0.841 0.835
LAMPIRAN G
TABEL BIAYA PIPA
ID Pipa (in) Material (US$/mtr) Coating (US$/mtr) Total (US$/mtr) Instalasi (US$/mtr) 4 19.31 2.76 22.07 7.00 6 33.96 4.36 38.32 10.50 8 37.18 5.60 42.78 13.90 10 50.96 7.01 57.96 17.40 12 88.99 8.40 97.39 20.92
Adolf S. P. Manurung, 12204049, Sem1 2008/2009
21
R atio vs B NI
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
1
1.25
1.5
1.75
2
Ratio
B N I LAMPIRAN HRATIO SKENARIO SENSITIVITAS ID PIPA
ID 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 4” 145341.7 116273.3 87204.99 145341.7 0 87204.99 87204.99 58136.66 0 0 6” 244083.4 292900 341716.7 244083.4 488166.7 341716.7 341716.7 390533.4 97633.34 97633.34 8” 0 0 0 0 0 0 0 0 453466.6 170050 10” 0 0 0 0 0 0 0 0 0 150726 12” 0 0 0 0 0 0 0 0 0 354940 Cost US$) 389425 409173.3 428921.7 389425 488166.7 428921.7 428921.7 448670 551100 773351 Rev(US$/d) 626920 722360 805040 837280 840800 841960 842320 845960 905560 930880 Ratio 1.61 1.765 1.877 2.15 1.722 1.963 1.964 1.885 1.643 1.204
S kenario vs R atio
1.20
1.45
1.70
1.95
2.20
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
S kenario
R a ti oR atio vs B NI
0.80
0.85
0.90
0.95
1.75 1.8 1.85 1.9 1.95
2
2.05 2.1 2.15 2.2
Ratio
B N I LAMPIRAN IRATIO SKENARIO SENSITIVITAS PANJANG PIPA
Skenario 1 2 3 4 5 6 7 Material+coating 350670 350670 331511.7 331511.7 350670.02 350670 312353.35 Instalasi 98000 98000 92750 92750 98000 98000 87500 Cost US$) 448670 448670 424261.7 424261.7 448670.02 448670 399853.35 Rev(US$/d) 785760 801880 843320 844480 845960 858640 871440 Ratio 1.751 1.787 1.988 1.99 1.885 1.914 2.179
S kenario vs R atio
1.50 1.75 2.00 2.25 1 2 3 4 5 6 7 S kenario R a ti oAdolf S. P. Manurung, 12204049, Sem1 2008/2009
23
S eg men P ipa S ens itivitas ID vs F I
0 20 40 60 80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 S eg men P ipa FI B NI = 0.942 B NI = 0.968 LAMPIRAN J
PROFIL FLOW INDEX (FI) TERHADAP SEGMEN PIPA
S eg men P ipa S ens itivitas ID vs F I
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 S eg men P ipa FI B NI = 0.652 B NI = 0.751 B NI = 0.838 B NI = 0871 B NI = 0.875 B NI = 0.876 B NI = 0.88
S eg men P ipa S ens itivitas P anjang vs F I 0.30 0.80 1.30 1.80 2.30 2.80 3.30 3.80 4.30 4.80 0 1 2 3 4 5 6 7 8 S eg men P ipa FI B NI = 0.817 B NI = 0.834 B NI = 0.877 B NI = 0.879 B NI = 0.88 B NI = 0.893 B NI = 0.907
Adolf S. P. Manurung, 12204049, Sem1 2008/2009
25
LAMPIRAN KGRAFIK HUBUNGAN FIAVERAGE
F I averag e vs B NI S ens itivitas ID
0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 0.000 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 F I a vera g e B N I
TERHADAP BOTTLENECK INDEX (BNI)
F I averag e vs B NI S ens itivitas P anjang
0.80 0.85 0.90 0.95 1.700 2.200 2.700 F I a vera g e B N I
LAMPIRAN L
GRAFIK HUBUNGAN FIAVERAGE
F I averag e vs C os t S ens itivitas ID
0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0 5 10 15 20 25 30 35 F I a ve ra g e C o st x 1 0^ 6 TERHADAP COST
F I averag e vs C os t S ens itivitas P anjang
0.40 0.41 0.42 0.43 0.44 0.45 1.700 2.200 2.700 3.200 F I a vera g e C o st x 1 0^ 6