1
REKONSTRUKSI CITRA MENGGUNAKAN ALGORITMA
STRUCTURE-ADAPTIVE NORMALIZED CONVOLUTION
Nama Mahasiswa : Imaddudin Septyan P
NRP : 1207 100 062
Jurusan : Matematika FMIPA-ITS
Dosen Pembimbing : 1. DR. Imam Mukhlash, S.Si, MT
2. Drs. Suhud Wahyudi, M.Si
Abstrak
Super Resolusi adalah sebuah teknik untuk membuat sebuah citra atau kumpulan citra dengan resolusi yang tinggi dari sebuah citra atau rangkaian citra dengan resolusi rendah yang berurutan. Hal ini dimungkinkan karena terdapat informasi piksel dari rangkaian citra masukan yang dapat diproses untuk menjadi informasi baru menjadi citra resolusi tinggi.
Terdapat dua langkah utama dalam algoritma Super Resolusi yaitu estimasi gerakan antara citra-citra yang berbeda (Registrasi) dan proyeksi dari nilai-nilai piksel resolusi-rendah ke grid resolusi-tinggi (Rekonstruksi). Tugas Akhir ini menitikberatkan pembahasannya pada proses rekontruksi menggunakan algoritma Structure-Adaptif Normalized Convolution (SANC). Batasan format untuk citra masukan adalah *.tif. Selanjutnya, dilakukan pengukuran hasil Super-Resolusi menggunakan Peak Signal to Noise Ratio (PSNR), dan dilihat citra hasil peningkatan resolusi secara visual.
Dari uji coba yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa algoritma Structure-Adaptive Normalized Convolution (SANC) dapat merekonstruksi citra dengan baik, hal ini dapat dilihat dari nilai PSNR yang mencapai 33,0496 dB pada citra rontgen dengan perbesaran 4x lipat.
Kata-kunci: Super Resolusi, Rekonstruksi Citra, Structure-Adaptif Normalized Convolution, Peak Signal to Noise Ratio.
1. PENDAHULUAN
Komunikasi visual memainkan peranan penting dalam kehidupan saat ini. Data atau informasi tidak hanya disajikan dalam bentuk teks, tetapi juga dapat berupa multimedia seperti gambar, audio, dan video. Salah satunya adalah informasi yang dimunculkan melalui suatu gambar. Citra, istilah lain untuk gambar, sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra kaya akan informasi karena mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh data teks.
Semakin tinggi resolusi citra tersebut, semakin kaya pula informasi yang terkandung di dalamnya. Namun, seringkali citra yang kita miliki mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring), dan sebagainya. Tentu saja citra semacam ini menjadi lebih sulit diinterpretasi karena informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang. Citra yang mempunyai resolusi yang baik bisa diperoleh dengan alat yang baik pula. Optik dengan presisi yang tinggi dan sensor yang tajam akan menghasilkan citra dengan kualitas yang baik. Namun, hal ini membutuhkan biaya yang cukup besar untuk penyediaan alat-alat tersebut. Super Resolusi
ditawarkan sebagai alternatif untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh karena itu, pendekatan perangkat lunak dikedepankan daripada penggunaan perangkat keras. Super Resolusi digunakan untuk perbaikan citra yang dapat mengubah citra terdegradasi tersebut menjadi sebuah citra beresolusi tinggi. Dengan demikian, biaya untuk mendapatkan citra dengan resolusi tinggi dapat ditekan.
Penelitian ini menerapkan Super Resolusi menggunakan Algoritma Structure-Adaptive Normalized Convolution (SANC) untuk menghasilkan sebuah citra dengan resolusi yang tinggi dari rangkaian citra beresolusi rendah yang berurutan. Beberapa tahun belakangan, banyak algoritma Rekonstruksi dalam Super Resolusi yang telah diteliti, diantaranya adalah algoritma
interpolasi non-uniformly spaced samples, iterative back projection (IBP), dan maximum a posteriori estimate [2]. Namun, normalisasi konvolusi adalah
metode yang umum digunakan untuk filtering data yang hilang dan tidak pasti. Algoritma
Structure-Adaptive Normalized Convolution (SANC) termasuk
algoritma non-uniformly spaced samples yang mentransformasikan perpindahan piksel tak standart ke pemindahan piksel standart dan selanjutnya digunakan untuk rekonstruksi dalam Super Resolusi. Algoritma SANC digunakan dalam penelitian ini
2
karena SANC adalah strategi baru dalam proses filtering pada struktur lokal yang bekerja dengan konvolusi ternormalisasi [4].Pada penelitian ini diberikan batasan masalah dan asumsi sebagai berikut :
a. Rekonstruksi citra yang dipakai bersifat statis. Output dari rekonstruksi ini berupa citra tunggal beresolusi tinggi yang berasal dari input berupa rangkaian citra beresolusi rendah.
b. Pergeseran citra masukan adalah pergeseran translasi.
c. Proses registrasi menggunakan metode
Vandewalle.
d. Parameter yang digunakan untuk menguji hasil Super Resolusi untuk rekonstruksi citra adalah nilai Peak Signal to Noise Ratio (PSNR).
Tujuan dari penelitian ini adalah membangun sebuah perangkat lunak yang dapat menghasilkan citra tunggal beresolusi tinggi yang berasal dari rangkaian citra resolusi rendah dengan mengimplementasikan algoritma Structure Adaptive
Normalized Convolution.
2. Tinjauan Pustaka 2.1 Citra Digital
Citra adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi.
Citra dibentuk dari persegi empat yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antara piksel satu dengan yang lain adalah sama pada seluruh bagian citra. Indeks x bergerak ke bawah dan indeks y bergerak ke kanan. Untuk menunjukkan koordinat digunakan posisi kanan bawah dalam citra berukuran m x n piksel. Gambar 2.1 menunjukkan koordinat pada suatu citra digital.
Gambar 2.1 Koordinat pada Citra Digital
Citra digital dapat direpresentasikan dalam bentuk matriks. Misalkan citra berukuran 𝑀𝑥𝑁 (𝑀 baris dan 𝑁 kolom), maka representasi citranya ditunjukkan pada matriks berikut ini:
. 𝑓(0,0) 𝑓 0,1 ⋯ 𝑓(0, 𝑁 − 1) 𝑓(1,0) ⋮ 𝑓(𝑀 − 1,0) 𝑓(1,1) ⋯ 𝑓(1, 𝑁 − 1) ⋮ ⋱ ⋮ 𝑓(𝑀 − 1,1) ⋯ 𝑓(𝑀 − 1, 𝑁 − 1)
2.2 Konsep Tetangga Piksel
Pada pengolahan citra digital dibutuhkan beberapa konsep dasar tentang citra, misalnya untuk mencari rata-rata piksel atau variansi lokal citra dibutuhkan konsep piksel tetangga. Salah satu konsep piksel tetangga yang digunakan adalah 8-tetangga, yang dinotasikan dengan N8(p). Agar piksel tepi dapat dioperasikan seperti piksel di bagian dalam citra maka dilakukan penambahan satu piksel di sekeliling citra. Piksel tambahan dapat bernilai 0, 1 atau sama dengan piksel tepi dan pemilihannya disesuaikan dengan kebutuhan.
Hubungan piksel N8(p) direpresentasikan oleh Gambar 2.2.
f(x-1,y-1) f(x-1,y) f(x-1,y+1)
f(x,y-1) f(x,y) f(x,y+1)
f(x+1,y-1) f(x+1,y) f(x+1,y+1)
Gambar 2.2 Hubungan Piksel N8(p) 2.3 Super Resolusi
Super Resolusi adalah suatu teknik yang bertujuan untuk mendapatkan citra resolusi tinggi dari rangkaian citra beresolusi rendah. Dengan menggunakan informasi dari ketidak-aturan data sampling, estimasi pergerakan rangkaian citra resolusi rendah, atau interpolasi, fuzzy dan noise dapat diperkecil sehingga citra resolusi tinggi dapat diperoleh. Istilah “super” pada Super Resolusi merepresentasikan karakteristik dari teknik pengolahan sinyal yang dapat mengatasi keterbatasan dari sitem pencitraan resolusi rendah.
Pada umumnya, Super Resolusi terdiri dari dua tahap, yaitu:
1. Registrasi citra 2. Rekonstruksi citra.
Kajian-kajian mengenai Super Resolusi biasanya mencoba untuk menyelesaikan kedua permasalahan tersebut. Meskipun pendekatan yang digunakan berbeda, hasil akhirnya adalah sama. Gambar 2.3 mendeskripsikan kedua langkah tersebut secara grafis.
3
Gambar 2.3 Langkah-langkah Teknik Super-
Resolusi
2.4 Registrasi Citra dan Rekonstruksi Citra
Registrasi citra merupakan proses overlay dua atau lebih citra dengan obyek yang sama, yang diambil pada waktu yang berbeda, dari sudut pandang yang berbeda, dan atau oleh sensor yang berbeda pula [10]. Definisi lain yaitu proses menemukan kembali titik-titik yang bersesuaian antara citra 𝐼1 dengan citra 𝐼2 dimana citra 𝐼2 yang mengalami transformasi geometri seperti pergeseran (translasi), rotasi, perbesaran (scaling), pembalikan (fliping), dan penarikan (stretching)[9].
Registrasi citra dapat dilakukan pada domain spasial dan domain frekuensi. Pada domain spasial, registrasi dilakukan dengan cara mencari nilai rata-rata, median, atau ukuran statistika lainnya pada setiap nilai derajat keabuan (grayscale) atau RGB [6]. Konsep registrasi citra pada domain spasial dan frekuensi adalah estimasi pergeseran dan estimasi rotasi. Estimasi pergeseran diberikan sebagai berikut, misal 𝐼2 adalah citra 𝐼1 yang mengalami pergeseran sebesar ∆𝑥, ∆𝑦 maka
𝐼1 𝑥, 𝑦 = 𝐼2(𝑥 + ∆𝑥, 𝑦 + ∆𝑦) (2.1) Untuk estimasi rotasi diberikan sebagai berikut, jika 𝐼2 adalah citra 𝐼1 yang mengalami rotasi sebesar ∆𝜃, maka untuk menemukan sudut rotasi ∆𝜃 dilakukan dengan mengubah sistem koordinat kartesian pada citra 𝐼1 dan 𝐼2 menjadi sistem koordinat polar sehingga
𝐼1 𝑟, 𝜃 = 𝐼2(𝑟, 𝜃 + ∆𝜃) (2.2) Rekonstruksi citra merupakan proses mendapatkan kembali (rekonstruksi) citra asli dari suatu citra yang telah mengalami proses degradasi [3]. Dengan menggambarkan model tersebut (Gambar 2.4), maka pada hakikatnya suatu citra yang dilihat sesungguhnya merupakan citra yang telah mengalami suatu proses degradasi yang dalam hal ini digambarkan sebagai H ditambah suatu derau n(x,y):
𝑔 𝑥, 𝑦 = 𝐻𝑓 𝑥, 𝑦 + 𝑛(𝑥, 𝑦) (2.3) Berarti, proses rekonstruksi dalam hal ini dapat diartikan sebagai proses mendekati citra f(x,y) dari suatu citra g(x,y) dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki mengenai operator H dan derau n(x,y).
Gambar 2.4 Model Degradasi
2.5 Rekonstruksi Citra Menggunakan SANC
Algoritma SANC merupakan algoritma interpolasi citra yang bekerja pada ruang lingkup Normalized Convolution. Setelah rangkaian citra resolusi rendah diregistrasi untuk didapatkan nilai perpindahan piksel, maka parameter translasi maupun rotasi perpindahan citra-citra tersebut akan digunakan untuk proses rekonstruksi. Salah satu citra dalam rangkaian citra resolusi rendah akan digunakan sebagai acuan dalam rekonstruksi. Citra tersebut akan diperbesar yang nantinya digunakan sebagai grid citra resolusi tinggi. Nilai parameter translasi dan rotasi perpindahan piksel digunakan untuk memproyeksikan citra citra resolusi rendah pada grid citra resolusi tinggi. Tentukan fungsi aplikabel berdasarkan jarak titik piksel dengan ketetanggaanya. Setelah itu, cari fungsi basis yang didapat dari nilai kepastian pada citra citra tersebut. Operasikan nilai nilai tersebut berdasarkan persamaan 2.6. Operasi diatas merupakan proses Normalized Convolution. Untuk membuat citra semakin tajam, maka proses tersebut diulang kembali namun dengan penambahan parameter-parameter lainnya. Seperti estimasi struktur dan skala citra lokal harus diketahui terlebih dahulu yang kemudian dibuat menjadi densitas citra. Selain itu, fungsi aplikabel dibuat menggunakan fungsi gaussian
anisotropic. Proses perulangan inilah yang disebut
dengan Structure Adaptive Normalized Convolution.
2.5.1 Normalized Convolution
Normalized Convolution adalah metode untuk
analisis sinyal yang memperhitungkan ketidakpastian dari nilai sinyal dan pada saat yang sama memungkinkan lokalisasi fungsi analisis spasial tak terbatas. Definisi lain menyebutkan, Normalized
Convolution adalah teknik untuk memodelkan
proyeksi dari sinyal lokal ke satu himpunan fungsi basis. Meskipun banyak fungsi basis yang dapat digunakan, namun pada umumnya basis polinomial
4
{1, 𝑥, 𝑦, 𝑥2, 𝑦2, 𝑥𝑦, . . . } yang sering digunakan, dimana 1 = [11. . . . ]𝑇 (Nseries), 𝑥 = [𝑥1𝑥2. . . . 𝑥𝑁 ]𝑇, 𝑥2 = [𝑥12𝑥22. . . . 𝑥𝑁2 ]𝑇 dan seterusnya yang direkonstruksi dari koordinat lokal
N sampel input. Penggunaan fungsi basis polinomial
membuat Normalized Convolution sama dengan deret Taylor lokal yang diperluas. Pusat ketetanggaan lokal terdapat di 𝑆0 = (𝑥0, 𝑦0), nilai intensitas di posisi 𝑠 = (𝑥 +x0, 𝑦 +y0) didekati
dengan polinomial yang diperluas:
𝑓 s, 𝑠0 = p0 s0 + p1 s0 x + p2 s0 + p3 s0 x2+ p4(s0)xy +
p5(s0)y2+. . .. (2.4) dimana (𝑥, 𝑦) adalah koordinat lokal dari sampel 𝑠 berhubungan dengan pusat 𝑠0. 𝑃(𝑠0) = [𝑝 0𝑝1 𝑝2 . . . 𝑝𝑚]𝑇 (𝑠0) adalah koefisien proyeksi dari hubungan fungsi basis polinomial di 𝑠0.
2.5.2 Least-Squares Estimation
Untuk menyelesaikan koefisien proyeksi 𝑝 di posisi output 𝑠0, pendekatan Least-Squares pada fungsi aplikabel 𝛼 di 𝑠0 ditulis dengan persamaan 2.5 berikut:
𝜀(𝑠0) = ∫ [ 𝑓 (𝑠0) − 𝑓 (𝑠, 𝑠0)]2𝑐(𝑠)𝛼(𝑠 − 𝑠0)𝑑𝑠 (2.5)
dimana sinyal kepastian 0 ≤ 𝑐(𝑠) ≤ 1 menetapkan ukuran realibilitas di 𝑠, dengan 0 melambangkan data tidak dapat dipercaya dan 1 sebagai data yang realibel. Meskipun 𝑐 dan 𝛼 adalah bobot skalar untuk error kuadrat, namun keduanya memiliki sifat yang berbeda, masing-masing dapat dibuat adaptif dengan data citra lokal. Untuk ketetanggaan pada sampel N, regresi kuadrat standart menghasilkan solusi dalam bentuk matrik persamaan (2.6) berikut:
𝑝 = (𝐵𝑇𝑊𝐵)−1𝐵𝑇𝑊 𝑓 (2.6)
dimana f adalah sebuah matrik 𝑁𝑥1 dari intensitas input 𝑓 (𝑠), 𝐵 = [𝑏1 𝑏2 . . . 𝑏𝑚] adalah sebuah matrik 𝑁𝑥𝑚 dari sampel fungsi-fungsi basis di koordinat lokal sampel input 𝑁, dan 𝑊 = 𝑑𝑖𝑎𝑔(𝑐). 𝑑𝑖𝑎𝑔(𝑎) adalah sebuah matrik diagonal 𝑁𝑥𝑁 yang dibangun dari hasil tiap elemen per elemen dari kepastian sinyal 𝑐 dan penerapan sampel 𝑎.
2.5.3 Estimasi Struktur dan Skala Citra Lokal
Untuk peningkatan level pada Normalized
Convolution, sistem Struktur Adaptive Normalized Convolution harus menggunakan informasi pada
struktur citra aktual serta jarak antar data input.
Untuk membangun sebuah kernel adaptif di piksel output, sekitar struktur lokal citra harus diketahui terlebih dahulu. Gradient Structure Tensor (GST) didefinisikan dengan persamaan (2.7) dan (2.8) : 𝐺𝑆𝑇 = ∇ 𝐼 ∇ 𝐼𝑇 = 𝐼 𝑥2𝐼𝑥𝐼𝑦 𝐼𝑥𝐼𝑦𝐼𝑦2 = 𝜆𝑢𝑢𝑢𝑇+ 𝜆 𝑣 𝑣𝑣𝑇 (2.7) ∅ = 𝑎𝑟g 𝑢 , 𝐴 = 𝜆𝑢− 𝜆𝑣 𝜆𝑢+𝜆𝑣 (2.8)
dimana ∅ adalah sumbu utama, A adalah nilai intensitas anisotropic, yang keduanya dihitung dari eigenvector 𝑢, 𝑣 yang berkorespondensi dengan eigenvalue (𝜆𝑢 ≥ 𝜆𝑣). 𝐼𝑥 = 𝜕𝐼
𝜕𝑥 dan 𝐼𝑦 = 𝜕𝐼
𝜕𝑦 adalah gradien koresponden.
Karakteristik data penting lainnya adalah densitas sampel lokal, karena menggambarkan seberapa banyak informasi yang tersedia di dekat poin-poin grid resolusi tinggi.
2.5.4 Fungsi Aplikabel Structure-Adaptive
Fungsi aplikabel adaptif adalah sebuah fungsi
Gaussian anisotropic yang sumbu utamanya diputar
untuk menyesuaikan dengan orientasi dominan lokal: 𝛼 𝑠, 𝑠0 = 𝜌 𝑠 − 𝑠0 exp − 𝑥 cos ∅+𝑦 sin ∅𝜎
𝑢(𝑠0) 2 − − 𝑥 sin ∅+𝑦 cos ∅ 𝜎𝑣(𝑠0) 2 (2.9) dimana 𝑠0 = 𝑥0, 𝑦0 adalah pusat analisis, 𝑠 − 𝑠0 = 𝑥, 𝑦 adalah koordinat lokal sampel-sampel input yang berhubungan dengan 𝑠0. 𝜌 adalah sebuah fungsi
pillbox yang berpusat di titik asal yang membatasi
kernel untuk radius tertentu. 𝜎𝑢 dan 𝜎𝑣 adalah skala arah dari kernel Gaussian Anisotropic. 𝜎𝑣 adalah skala yang memanjang sepanjang orientasi dan lebih besar atau sama dengan 𝜎𝑢. Kedua skala arah ini disesuaikan dengan skala lokal 𝜎𝑐.
𝜎𝑢 = 𝛼
𝛼+𝐴 𝜎𝑐 , 𝜎𝑣= 𝛼+𝐴
𝛼 𝜎𝑐 (2.10) Parameter dan fungsi yang digunakan untuk merekonstruksi citra resolusi tinggi, yang digunakan cukup karakteristik struktur citra dan detail informasi, bentuk dan ukuran ketetanggaan lokal dapat diatur secara adaptif.
2.6 Mean Square Error
MSE atau Mean Square Error merupakan suatu metode pengukuran kontrol dan kualitas yang sudah dapat diterima luas. MSE dihitung dari sebuah contoh obyek yang kemudian dibandingkan dengan obyek aslinya sehingga dapat diketahui tingkat
5
Mulai Buat Citra RR dari Citra RT Program Generasi Citra Input Rangkaian Citra RRSimpan Citra Alokasi Memori
Registrasi Citra Rekonstruksi Citra (SANC) Citra Tunggal RT Selesai Ya Tidak Ya Tidak
ketidaksesuaian antara obyek contoh dengan aslinya. Persamaan MSE terhadap deviasi dari target adalah sebagai berikut: 𝑀𝑆𝐸 = 1 𝑀𝑁 𝐼 𝑥, 𝑦 − 𝐼′(𝑥, 𝑦) 2 𝑛 𝑦=1 𝑚 𝑥=1 (2.11) I(x,y) adalah nilai piksel di citra asli, I’(x,y) adalah nilai piksel pada citra hasil rekonstrusi, dan x, y adalah dimensi citra.
3. PERANCANGAN dan IMPLEMENTASI 3.1 Perancangan Sistem
Untuk mengetahui gambaran keseluruhan dari proses kerja perangkat lunak yang akan dibuat nantinya, maka diperlukan langkah awal dalam pembuatan perangkat lunak yaitu melakukan analisis kerja sistem secara keseluruhan.
a. Pembuatan Program Utama
Program Super Resolusi pada citra digital menggunakan algoritma SANC merupakan program utama dalam perangkat lunak ini. Fungsi utamanya adalah merekonstruksi rangkaian citra beresolusi rendah dengan teknik Super Resolusi menggunakan algoritma Structure-Adaptive Normalized Convolution.. Proses pelaksanaan sistem dalam
program ini ditunjukkan oleh Gambar 3.1
Gambar 3.1 Diagram alur program Super-Resolusi
menggunakan algoritma SANC
b. Pembuatan Citra Observasi
Masukan dalam program ini berupa citra tunggal beresolusi tinggi yang kemudian
di-downsampling menjadi rangkaian citra beresolusi
rendah sebagai model observasi. Tujuan utama perangkat lunak ini secara keseluruhan tentu saja untuk menghasilkan citra beresolusi tinggi dari rangkaian citra beresolusi rendah yang diambil dari rangkaian frame sebuah video, untuk mendapatkan informasi tertentu. Pembuatan model observasi lebih dimaksudkan untuk penelitian keberhasilan perangkat lunak secara keseluruhan. Proses pembuatan model observasi ditunjukkan oleh Gambar 3.2
c. Pengujian Hasil Menggunakan PSNR
Proses pengujian citra hasil Super Resolusi menggunakan algoritma SANC digambarkan pada Gambar 3.3
6
Mulai Input Citra Resolusi Tinggi Banyak Citra RR yang ingin dibuatSimpan Citra Alokasi Memori
Menggandakan Citra Input Translasi dan Rotasi rangkaian Citra Downsampling dan Blurring Citra
Penambahan Noise Rangkaian Citra Resolusi Rendah Selesai Ya Tidak
Gambar 3.2 Diagram alur sistem pembuatan
citra observasi Input Citra Asli : S(x,y) Mulai Input Citra Hasil Rekonstruk si : S’(x,y)
Hitung nilai MSE
Hitung nilai PSNR
Selesai Nilai PSNR
Gambar 3.3 Diagram alur program PSNR
4. UJI COBA PROGRAM 4.1 Data Uji Coba
Uji coba pada program dalam penelitian ini dilakukan terhadap rangkaian citra resolusi rendah yang berfungsi sebagai citra observasi. Citra observasi itu sendiri dibentuk dari sebuah citra input yang resolusi tinggi sebagai citra asli atau citra referensi. Citra asli terdiri dari 2 citra grayscale dan 2 citra RGB. Pada citra asli dilakukan proses rotasi dan translasi serta downsampling sehingga dapat dihasilkan citra-citra resolusi rendah (jumlah maksimum 10) dengan ukuran yang 4 kali lebih kecil. Selanjutnya, dilakukan uji coba rekonstruksi citra pada Super Resolusi menggunakan Structure
Adaptive Normalized Convolution pada citra-citra
observasi, citra observasi yang digunakan berjumlah 10. Pembentukan rangkaian citra observasi dengan cara menurunkan kualitas suatu citra resolusi tinggi dimaksudkan agar hasil rekonstruksi dapat dibandingkan dengan citra asli. Daftar citra-citra asli untuk uji coba tersebut antara lain disajikan dalam Tabel 4.1
Tabel 4.1 Data Citra Asli
4.2 Pelaksanaan Uji Coba
No Nama Citra 1 Lena.tif 512 x 512 2 Cameraman.tif 512 x 512 3 Satelit.tif 512 x 512 4 tengkorak.tif 400 x 400
7
Uji coba akan dilakukan dengan memperhatikan input citra asli, dengan memperhatikan ukuran, tipe dan tipe data citra.Untuk meyakinkan bahwa algoritma Structure
Adaptive Normalized Convolution untuk proses
rekonstruksi citra merupakan algoritma yang bisa diterapkan pada citra RGB (Berwarna) dan
Grayscale . Dalam pelaksanaan uji coba, citra asli
akan dibandingkan dengan citra hasil rekonstruksi, citra hasil pembesaran 4 kali dengan metode bicubic pada matlab dan citra yang diperbesar 4 kali menggunakan software microsoft paint. Hal ini untuk melihat apakah algoritma SANC merupakan algoritma yang baik dalam merekonstruksi citra. Dalam pengujian kemampuan algoritma SANC, untuk uji coba pertama, akan digunakan input dengan keterangan sebagai berikut :
Nama Citra Asli : Lena.tif Ukuran Citra Asli : 512 x 512 Jenis Citra : grayscale
a. Citra Asli (512x512)
b. citra observasi (128x128)
c. citra hasil rekonstruksi SANC (512x512)
d. Citra hasil pembesaran dengan microsoft paint (512x512)
e. Citra hasil pembesaran dengan metode
bicubic (512x512)
Semua citra asli dilakukan uji coba yang sama, dan dihitung nilai PSNR dari setiap uji coba. Nilai PSNR dari setiap uji coba dapat dilihat pada tabel tabel berikut:
1. Uji Coba Pertama
Nama Citra Asli : Lena.tif Jenis Citra : grayscale
Tabel 4.2 Perhitungan PSNR Uji Coba Pertama
Citra PSNR
SANC 25.3468
bicubic 24.7070
microsoft paint -
2 Uji Coba Kedua
Nama Citra Asli : Cameraman.tif Jenis Citra : grayscale
Tabel 4.3 Perhitungan PSNR Uji Coba Kedua
Skala PSNR
SANC 22.0303
bicubic 21.3494
microsoft paint -
3 Uji Coba Ketiga
Nama Citra Asli : Satelit.tif
Jenis Citra : RGB(berwarna)
8
Skala PSNR
SANC 18.6471
bicubic 18.0792
microsoft paint 18.1322
4 Uji Coba Keempat
Nama Citra Asli : tengkorak.tif
Jenis Citra : RGB(berwarna)
Tabel 4.5 PerhitunganPSNR Uji Coba Keempat
Skala PSNR
SANC 33.0496
Bicubic 28.3558
microsoft paint 28.4741
4.3 Evaluasi
Pada percobaan diatas secara kasat mata citra hasil proses rekonstruksi citra, perbesaran dengan
bicubic dan perbesaran dengan microsoft paint tidak
begitu jauh perbedaannya. Namun, bila diperhatikan dengan seksama, citra hasil rekonstruksi SANC mempunyai tampilan visual yang lebih baik dibandingkan dengan yang lain. Selanjutnya, citra hasil rekonstruksi SANC, citra hasil perbesaran
bicubic dan citra hasil pembesaran microsoft paint
akan dibandingkan dengan citra asli sehingga didapat nilai numerik dari kualitas citra diatas yang disebut nilai PSNR. Dari nilai PSNR yang didapat, secara numerik, citra hasil rekonstruksi SANC lebih baik dari yang lainnya. Dengan rekonsrtruksi SANC, citra tengkorank.tif 128X128 bisa menghasilkan citra dengan nilai PSNR yang tinggi yaitu 33,04. Nilai ini jauh diatas daripada hasil daripada bicubic dan hasil
microsoft paint.
5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian perangkat lunak pada Bab V, maka didapat kesimpulan sebagai berikut:
a. Algoritma Structure Adaptive Normalized
Convolution dapat digunakan sebagai salah satu
metode dalam Super-Resolusi untuk merekonstruksi citra. Dengan membuat fungsi basis dari citra input disertai fungsi aplikabel yang tepat membuat algoritma ini dapat merekonstruksi citra dengan baik.
b. Citra hasil rekonstruksi menggunakan algoritma
Structure Adaptive Normalized Convolution
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan citra hasil interpolasi bicubic dan pembesaran menggunakan microsoft paint baik secara numerik maupun visual.
c. Nilai parameter rekonstruksi, yaitu Peak Signal
to Noise Ratio (PSNR) berbeda-beda pada tiap
data citra masukkan, dimana hal ini terkait dengan kerumitan data citra input tersebut. d. Hasil rekonstruksi citra dengan algoritma
Structure Adaptive Normalized Convolution dengan perbesaran 4x mempunyai nilai PSNR yang cukup tinggi. Dari hasil pengujian 4 citra, didapatkan nilai PSNR 25,3468 dB untuk citra Lena.tif, 22.0303 dB untuk citra Cameraman.tif, 18,6471 dB untuk citra Satelit.tif dan 33,0496 dB untuk citra tengkorak.tif. Artinya, kualitas citra hasil pembesaran mendekati citra asli.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dalam pengembangan tugas akhir ini antara lain adalah:
a. Registrasi citra merupakan bagian yang sangat penting dalam teknik Superesolusi. Untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan penggunaan metode registrasi citra yang lebih baik dalam estimasi translasi ataupun rotasi sehingga teknik Super-Resolusi menggunakan algoritma Structure Adaptive Normalized Convolution akan memberikan hasil yang lebih baik pula.
b. Sebagai pengembangan perangkat lunak, penelitian dapat ditingkatkan untuk menghasilkan video beresolusi tinggi dari video yang resolusinya rendah.
6. DAFTAR PUSTAKA
[1]. Fadlisyah. 2007. “Computer Vision dan Pengolahan Citra”. Yogyakarta : CV. ANDI OFFSET.
[2]. Gonzales, RC. Woods, RE. 2002. “Digital Image Processing”. New Jersey : Prentice Hall, Inc.
[3]. Krokhin, Andrey. 2005. ”Super Resolution in Image Sequences”. Thesis for the degree of Master of Science. Northeastern University.
[4]. Muchlisuddin. 2009. “Teknik High Accuracy Image Registration Menggunakan Fungsi Phase Only Correlation”. Tugas Akhir Jurusan Matematika ITS Surabaya.
[5]. Munir, Rinaldi. 2004. “Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik”. Bandung: Informatika Bandung.
[6] Tiemao, Lin., Xuyuan, Zheng. 2010. “Super-resolution Reconstruction of MR Image Based on Structure-adaptive Normalized Convolution”. ICSP IEEE. Hal 760-762.
[7] Tuan, Pham, Vliet, Lucas. 2003 .“Normalized averaging using adaptive applicability functions with application in image reconstruction from sparsely and randomly sampled data”. Proceedings of 13th
9
Scandinavian Conference on Image Analysis (SCIA). Hal 485-492.[8] Tuan, Pham. 2006. “Robust Fusion of Irregularly Sampled Data using AdaptiveNormalized Convolution”. EURASIP Journal on Applied Signal Processing. Hal 1-12
[9] Tuan, Pham. 2006. “Spational Adaptivity in Super Resolution of Under sampled Image Sequences”. Thesis for the degree of Master of Science. Delft University of Technology.
[10] Westin, Carl. 1993. “Normalized and Differential Convolution”. In Computer Vision and Pattern Recognition. Hal 515-523.