VI. DAMPAK KEBIJAKAN DOMESTIK DAN FAKTOR EKTERNAL TERHADAP PERDAGANGAN DUNlA MINYAK NABATI
6.1. Hasil Validasi Model
Untuk melihat daya prediksi model perdagangan dunia minyak
nabati digunakan simulasi dasar untuk periode pengamatan tahun 1985-
1997. Untuk Validasi pada simulasi dasar digunakan root-mean squares error (RMSPE) untuk mengukur seberapa jauh penyimpangan peubah endogen dari nilai aktualnya dalam bentuk presentase. Selain RMSPE digunakan juga indikator seperti proporsi bias (Urn) yang mengukur seberapa jauh nilai rata-rata simulasi dan aktualnya menyimpang satu sama lain, proporsi regresi (U,) yang menunjukkan penyimpangan kemiringan regresi aktual dengan nilai dugaannya dan proporsi distribusi (Ud) yang menunjukkan komponen residual yang menggambarkan kesalahan yang tidak sistematik, serta Theil's inequality coefficient (U) untuk evaluasi kemampuan model dalam simulasi. Hasil selengkapnya dari validasi disajian pada Tabel 33. Nilai koefisien RMSPE, U,. U, dan U dikatakan baik apabila mendekati 0, dan apabila nilai U sarna dengan 0, maka daya prediksi dikatakan sempurna, apabila nilai U sama dengan 1
dikatkan naif dan apabila diatas 1 maka hasil daya prediksi salah. Nilai Ud menunjukkan proporsi distribusi kesalahan nonsistimatik dan nilainya
mendekati 1. Program komputer untuk simulasi dan hasil simulasi
kebijakan disajikan pada Lampiran 4 , 5 , 6 dan 7.
Untuk memudahkan melihat kemampuan prediksi maka dari kreteria RMSPE, U,, U,, dan U dibagi dalam 3 kelompok yaitu apabila koefisien
RMSPE, Urn, U,, dan U di bawah 0.3 dikatakan baik, antara 0.3 sampai 0.6 dikatakan sedang dan diatas 0.6 di katakan buruk. Untuk Ud digunakan sebaliknya yaitu diatas 0.6 dikatakan baik, antara 0.3 sampai 0.6 sedang dan dibawah 0.3 dikatakan buruk. Hasil dari pengelompokan tersebut disajikan pada Tabel 34.
Tabel 33. Hasil Pengujian Validasi Model Perdagangan Dunia Minyak Nabati
Tabel 33. Lanjutan
Dari hasil keseluruhan komponen pada Tabel 34 terlihat bahwa 72% dari seluruh persamaan mempunyai validasi yang baik, 18% dalam nilai sedang dan 10% buruk. Nilai tersebut berasal dari kelima komponen baik RMSPE, Urn, U,, Ud dan U-theil. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa Model Perdagangan dunia minyak nabati yang telah d~estimas~ relatif baik dan cukup valid untuk sirnulasi beberapa kebijakan dan faktor eksternal. Beberapa persamaan yang mengindikasikan hasil simulasi yang relatif buruk adalah Ekspor minyak matahari Perancis (XMFr), Harga dunia minyak matahari (HMN), dan Harga impor minyak kedelai China (HKC).
Tabel 34. Pengelompokan lndikator Validasi Model Perdagangan
Dunia Minyak Nabati
Keterangan 1: Jurnlah Persamaan
2: Prosentase dari persamaan total
6.2. Dampak Kebijakan Domestik
Dampak Kebijakan Domestik Indonesia disajikan dalam Tabel 35. Pernbahasan dimulai dari depresiasi nilai tukar, penurunan suku bunga,
penurunan pajak ekspor, dan kebijakan gabungan dari depresiasi nilai tukar, penurunan suku bunga dan pajak ekspor.
6.2.1. Depresiasi Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar Rupiah terhadap US$ sebelum tahun 1997 di pandang sudah overvalued sehingga tidak mendorong pertumbuhan ekspor tetapi menjadikan impor barang konsumsi menjadi lebih meningkat. Oleh sebab itu, Krisis nilai tukar semenjak 1997 yang menjadikan nilai tukar rupiah terdepresiasi dari kisaran Rp. 2 000/US$ menjadi Rp. 4 000/US$ pada tahun 1997 dan menurut IMF, rupiah akan terdepresiasi sekitar 80% dari tahun 1997 atau berkisar pada Rp. 7 200/US$. Depresiasi tersebut diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekspor minyak kelapa sawit dan kelapa Indonesia.
Dampak depresiasi rupiah terhadap Indonesia adalah mendorong peningkatan ekspor minyak kelapa sebesar 32.92%. Hal ini terjadi karena depresiasi meningkatkan penerimaan dan keuntungan dalam bentuk rupiah bagi produsen. Respon yang cukup tinggi dari ekspor minyak kelapa juga disebabkan tidak adanya pajak eskpor, patokan harga dan larangan ekspor atau kebijakan yang rnenghambat ekspor seperti minyak kelapa sawit. Namun demikian peningkatan ekspor minyak kelapa kurang didorong oleh pertumbuhan produksi baik perluasan areal dan peningkatan produktivitas. Luas areal kelapa hanya meningkat 0.054% dan produktivitas tidak meningkat. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa peningkatan volume ekspor kemungkinan berasal dari peralihan konsurnsi dalam negeri dan bukan dari peningkatan produksi. Untuk minyak kelapa sawit, depresiasi tidak banyak mendorong pertumbuhan ekspor, luas areal dan produktivitas. Peningkatan ekspor 4.9I0/o, luas areal 0.41% dan produktivitas tidak meningkat. Hal tersebut dapat diduga disebabkan adanya kebijakan pajak ekspor yang semenjak tahun 1994 berkisar 40-60% dan menghilangkan keuntungan dari ekspor. Disisi lain, pemerintah juga melakukan perubahan-perubahan patokan harga ekspor
selama krisis ekonomi. Sebelum depresiasi terjadi, patokan harga ekspor juga menurun seperti tahun 1998 yaitu 435 US$/ton menjadi 240 US$lton. Hal tersebut lebih menghilangkan insentif dari keuntungan harga
ekspor karena harga dunia dalam US$ cenderung menurun, dan
keuntungan dari harga dibawah 435 US$ karena faktor depresiasi rupiah juga hilang karena dikenakan patokan harga ekspor yang rendah yaitu 240 US$/ton.
Dampak depresiasi rupiah terhadap ekspor dan impor dunia yaitu: kenaikan ekspor minyak kelapa sawit dunia 0.78%, minyak kelapa dunia 2.04%, impor minyak kelapa sawit dunia 0.06% dan impor minyak kelapa dunia 0.02%. Kenaikan ekspor minyak kelapa sawit dan minyak kelapa dunia juga mendorong harga dunia menurun sebesar -1.31% untuk minyak kelapa sawit dan -0.17% untuk minyak kelapa. Penurunan harga dunia ini yang mendorong impor naik yaitu 0.06% untuk minyak kelapa sawit dan 0.02% untuk minyak kelapa. Dampak kenaikan impor minyak kelapa sawit dan minyak kelapa adalah terjadinya penurunan ekspor minyak kedelai sebesar -0.014%, dan minyak matahari -0.005%, ha1 ini terjadi karena hubungan yang saling subsitusi antara minyak kedelai
dengan minyak kelapa sawit dan minyak kelapa dengan minyak
matahari. Penurunan impor juga menyebabkan penurunan harga minyak kedelai dunia sebesar -0.485% dan minyak matahari -0.262%.
Dampak terhadap volume ekspor setiap negara adalah ekspor minyak kelapa sawit Malaysia tetap dan ekspor minyak kelapa Philipina
meningkat sebesar 0.003%. Ekspor minyak kedelai pada umumnya
menurun semua baik di Argentina -0.016%, USA -0.012%, dan Brazil -0.025%. Ekspor minyak matahari yang terbesar juga menurun yaitu Argentina -0.007%, sedangkan USA dan Perancis mengalami kenaikan. Dampak terhadap volume impor terlihat ada kenaikan pada importir minyak kelapa sawit khususnya China 0.441%, Jepang 0.136% dan Pakistan 0.069%. Kenaikan impor minyak kedelai juga terjadi di Iran 0.291%, Pakistan 0.293%, dan China 0.037%.
Tabel 35. Dampak Perubahan Kebijakan Domestik Terhadap Perdagangan Dunia Minyak Nabati
Tabel 35. Lanjutan
Tabel 35. Lanjutan
Perubahan Gabungan adalah gabungan dari depresiasi nilai tukar 80%, penurunan suku bunga 5% dan penurunan pajak ekspor 30% A
ul
Dampak terhadap harga ekspor dan impor yaitu penurunan harga ekspor dan impor pada semua negara pada kisaran 0.100% sampai 1.747%. Penurunan harga impor yang relatif besar adalah harga impor minyak kelapa sawit di Pakistan sebesar 1.716%, Jepang 0.370% dan China 1.747%. Harga ekspor juga menurun antara, untuk harga ekspor minyak kelapa sawit Malaysia menurun -0.442% harga minyak kedelai Brazil turun -0.306%.
6.2.2. Penurunan Suku Bunga
Penurunan suku bunga pinjaman sebesar 5%, dari suku bunga pinjaman sebesar 20% rnenjadi 15% pertahun dimaksudkan untuk
menghidupkan sektor riel. Dampak kebijakan ini adalah terjadinya
kenaikan luas areal baik kelapa sawit dan kelapa. Luas areal kelapa sawit naik 0.386% dan kelapa 1.632%. Produktivitas kelapa sawit naik menjadi 1.060% dan minyak kelapa 1.408%. Untuk ekspor minyak kelapa sawit naik 0.962% dan minyak kelapa 2.897%.
Dampak penurunan suku bunga terhadap indikator perdagangan dunia minyak nabati tidak terlalu besar, ekspor minyak kelapa sawit dunia naik 0.153%, minyak kelapa 0.180%. Harga minyak sawit dunia menurun -0.218%. Harga minyak kelapa juga rnenurun sebesar -0.082%. Ekspor minyak kedelai dan minyak matahari juga mengalami penurunan sebesar
-0.003% dan -0.001%. Volume ekspor setiap negara cenderung
menurun terutama ekspor minyak kedelai dan minyak matahari untuk Argentina. Ekspor yang naik hanya Malaysia dan Philipina untuk minyak kelapa sawit dan kelapa. Kenaikan ekspor ini didorong permintaan impor yang naik, karena harga dunia yang relatif menurun.
Akibat dari penurunan harga dunia, lmpor dunia juga meningkat, minyak kelapa sawit 0.012%, minyak kedelai yang paling besar yaitu 0.007%, sedangkan minyak kelapa 0.002% dan minyak matahari 0.003%.
mengalami kenaikan impor adalah impor minyak kelapa Jerman 0.109%, impor minyak kelapa sawit 0.086% dan impor minyak kedelai Iran 0.052%. Kenaikan impor minyak kelapa sawit China karena minyak kelapa sawit
menjadi lebih murah terhadap minyak kedelai. Harga ekspor pada
umumnya tetap tidak berubah, kecuali di Philipina yang menurun
-0.073%. Harga impor masing-masing negara juga relatif tetap, namun
ada yang mengalami penurunan yaitu harga impor minyak kelapa sawit China -0.437%, harga impor minyak kelapa sawit Pakistan -0.245% dan impor minyak kedelai China -0.094%.
6.2.3. Penurunan Pajak Ekspor
Kebijakan pajak ekspor ini khususnya adalah pajak ekspor minyak kelapa sawit dimana diturunkan sebesar 30% dari pajak ekspor semula 40% menjadi 10%. Dampak kebijakan ini adalah mendorong ekspor minyak kelapa sawit sebesar 24.052%. Luas areal kelapa sawit juga meningkat sebesar 1.964%. Dampak yang begitu cukup besar disebabkan adanya kaitan langsung antara pajak ekspor dengan kelapa sawit. Penurunan pajak ekspor berarti memberikan penerimaan yang lebih besar kepada pelaku usaha di perkebunan kelapa sawit. Dengan harga ekspor minyak kelapa sawit lndonesia sebesar 544 US$/ton dan nilai kurs Rp. 7 200lUS $, maka tambahan penerimaan akibat penurunan pajak ekspor sebesar 30% akan berkisar Rp. 1 175 0401ton atau Rp. 3 642 624lhalth dengan asumsi bahwa produktivitas hanya 3.1 tonlhalth minyak kelapa sawit. Tambahan penerimaan inilah yang mendorong pertumbuhan luas areal dan ekspor minyak kelapa sawit.
Dampak peningkatan ekspor minyak sawit lndonesia adalah ekspor dunia meningkat 3.817% dan harga dunia minyak kelapa sawit menurun -6.972%. Penurunan harga dunia ini mengakibatkan impor minyak kelapa sawit naik 0.296%. Penurunan harga dunia minyak kelapa sawit juga mengakibatkan penurunan harga dunia minyak kedelai sebesar -1.820%
menyebabkan ekspor turun sebesar -0.060% untuk minyak kedelai dan -0.017% untuk minyak matahari. Volume impor pada minyak dunia terlihat meningkat yaitu minyak kedelai 0.154% dan minyak matahari 0.065%.
Dampak terhadap ekspor Malaysia relatif tetap. Dampak negatif berupa penurunan volume ekspor terjadi pada minyak kedelai Brazil
sebesar --0.102%, minyak kedelai USA -0.050%, minyak kedelai
Argentina -0.068% dan minyak matahari Argentina sebesar -0.022%. Brazil dan Argentina memang merupakan negara penting dalam produksi minyak kedelai dan matahari dibandingkan dengan eksportir lain untuk komoditi tersebut, sehingga pengaruh penurunan harga dunia pengaruhnya dapat langsung terjadi, mengingat juga kedelai dan bunga matahari merupakan tanaman semusim..
Dampak terhadap impor memperlihatkan kecenderungan
meningkat. Peningkatan terbesar adalah impor minyak kelapa sawit
China 2.123%, impor minyak kedelai Iran 1.213% dan impor minyak kedelai Pakistan 0.993%. Dampak terhadap harga ekspor pada umumnya menurun, harga ekspor minyak kelapa sawit Malaysia mengalami penurunan sebesar -2.649%, Brazil -1.233%, Argentina -0.483% dan harga ekspor Indonesia menurun -5.143%, sedangkan harga domestik
menurun relatif kecil yaitu -0.003%. Untuk harga impor pada umumnya
mengalami penurunan. Harga impor yang mengalami penurunan relatif besar adalah harga impor minyak kelapa sawit Pakistan -8.297% harga impor minyak kelapa sawit China -7.843%, Jepang -2.407%.
6.2.4. Perubahan Gabungan
Perubahan gabungan adalah memadukan seluruh kebijakan domestik yaitu penurunan suku bunga dan pajak ekspor, serta depresiasi nilai rupiah terhadap US$. Dampak kebijakan ini adalah ekspor minyak kelapa sawit naik 29.946%, luas areal kelapa sawit 2.760% dan produktivitas 1.060%. Kenaikan ekspor dan luas areal didorong tersebut
lebih disebabkan oleh kebijakan pajak ekspor, sedangkan produktivitas oleh kebijakan suku bunga. Untuk minyak kelapa, ekspor tumbuh mencapai 35.613%, luas areal kelapa 1.624% dan produktivitas 1.408%. Peningkatan ekspor didorong oleh depresiasi nilai rupiah, sedangkan kebijakan lain kurang rnernberikan dorongan selain suku bunga. Dorongan ekspor rninyak kelapa ini tidak didukung oleh peningkatan produksi baik luas areal dan produktivitas, oleh sebab itu, kenaikan volume ekspor di peroleh dari alokasi konsumsi dalam negeri, dimana harga ekspor lebih rnenguntungkan daripada harga domestik.
Dampak kebijakan gabungan terhadap ekspor nlinyak kelapa saw~t dunia adalah peningkatan ekspor dunia sebesar 4.752%, sehingga harga dunia rnenurun cukup besar yaitu 8.175O/0. Turunnya harga dunia rnenyebabkan irnpor naik 0.362%. Penurunan harga minyak kelapa sawit yang jauh lebih besar dari minyak kedelai (0.198%) menyebabkan Impor minyak kedelai naik lebih kecil yaitu 0.198% dan ekspornya mengalami
penurunan -0.076%. Untuk pasar minyak kelapa, harga dunia turun
sebesar -0.247%, ekspor naik sebesar 2.212% dan impor juga naik 0.025%.
Dampak pada ekspor setiap negara adalah ekspor minyak sawit Malaysia tetap, ekspor rninyak kedelai Brazil dan Argentina turun sekitar -0.131% dan 0.087%, ekspor minyak matahari Argentina turun -0.030% sedangkan ekspor minyak kelapa Philipina naik 0.004%. Dampak pada negara importir adalah volume impor yang naik secara signifikan yaitu irnpor minyak kelapa sawit China 2.651%, Iran 1.557%, Jepang 0.820% dan Pakistan 0.4156%. Harga ekspor pada umurnnya rnenurun dan yang cukup besar adalah harga ekspor minyak kelapa sawit Indonesia -6.476%, Malaysia -3.091%, Brazil -1.529% dan Argentina -0.644%. Penurunan harga impor yang juga signifikan adalah harga impor minyak kelapa sawit di China -10.044%, Pakistan -9.804%, Jepang -2.833%
.
6.3. Dampak Faktor Ekternal
Dampak faktor ekternal disajikan dalam Tabel 36. Pembahasan dimulai dari kenaikan produksi minyak kelapa sawit Malaysia, gabungan antara kenaikan produksi minyak kelapa sawit Malaysia dan kebijakan gabungan lndonesia, kenaikan produksi minyak kedelai, kenaikan produksi minyak kelapa, kenaikan produksi minyak matahari, kemudian dari sisi importir adalah depresiasi dan apresiasi nilai tukar dan kenaikan pendapatan.
6.3.1. Peningkatan Produksi Minyak Kelapa Sawit Malaysia
Malaysia pada saat ini merupakan negata produsen utama dan terbesar minyak kelapa sawit pada khususnya dan rninyak nabati pada
umumnya. Kenaikan produksi minyak kelapa sawit Malaysia
diproyeksikan naik sebesar lo%, dampak dari kenaikan tersebut adalah ekspor minyak kelapa sawit Malaysia meningkat sebesar 6.950% atau setara dengan 253 050 tonltahun dan hsmpir setara dengan 81 629.032
ha kebun kelapa sawit di lndonesia dengan produktivitas rata-rata 3.1
tonlhalth.
Peningkatan ekspor minyak kelapa sawit Malaysia menyebabkan
ekspor dunia meningkat 4.935%, harga dunia minyak kelapa sawit
menurun -9.150% dan impor minyak kelapa sawit naik sebesar 0.374%.
Dari sisi lndonesia, penurunan harga dunia sebesar 9% dan adanya pajak
ekspor di dalam negeri menyebabkan ekspor menurun sebesar -0.165%,
pada tahap selanjutnya perkembangan luas areal, produktivitas juga tidak tumbuh dengan memuaskan. Harga ekspor minyak kelapa sawit lndonesia
Tabel 36. Darnpak Perubahan Faktor Eksternal Terhadap Perdagangan Dunia Minyak Nabati
: Kenaikan produks~ minyak sawit Malaysia 10%. dan Perubahan Gabungan Indonesia yaitu suku bunga turun 5%, pajak eksporturun 30% dan depresias~ nila~ tukar 80%
..
: Depresiasi China, Iran. Belanda, Jerman dan Jepang 10%. apresiasi Turkey dan Pakistan 20% serta Rusia 80%**.
T a b e l 36. Lanjutan
Peubah Endogen
1
Nilai DasarPerubahan Faktor Eksternal
Produksi Produksi Malaysia Produksi Produksi M. Produksi M. Nilai Tukar Pendapatan Malaysia dan Perubahan Minyak Kedela~ Kelapa Matahari Impoitir" Perkapita Naik 10% Gabunqan (Brazil, Araen- (Philioina naik . . (Aaentina naik , " Imoortir"
lndonesia'
I
iina ~ a i k5%)
I
5%) 5%)Nilai
I
%I
NilaiI
%I
Nilai1
%/
Nilai/
%/
Nilai/
%1
NilaiI
0 , aI
NilaiI
%Penurunan harga minyak kelapa sawit (9%) yang lebih besar dari minyak kedelai (2%) menyebabkan ekspor minyak kedelai menurun
sebesar -0.077% dan impor hanya naik 0.200%. Di pasar minyak
matahari, ekspor juga menurun sebesar -0.023%, karena produk ini bersubtitusi dengan minyak kelapa yang mengalami kenaikan impor sebesar 0.028%.
Volume ekspor minyak kedelai dan matahari pada umumnya menurun dan lebih kecil dari 0.5%. Volume impor pada umumnya naik yaitu impor minyak kelapa sawit China 2.745% minyak kedelai Iran 1.568%, minyak kedelai Pakistan 1.284%, dan minyak sawit Jepang
0.849%. Untuk harga ekspor pada umumnya juga menurun yaitu
Malaysia -3.311%, Brazil -1.529% dan Argentina -0.644%. Harga impor yang menurun secara signifikan adalah harga impor minyak sawit Pakistan -10.294%, minyak sawit Jepang -2.963%, harga impor sawit China -5.594% dan harga mpor minyak kedelai China -2.833%.
6.3.2. Peningkatan Produksi Minyak Kelapa Sawit Malaysia dan Perubahan Gabungan
Dampak peningkatan produksi Malaysia dan perubahan gabungan ini cukup besar, dimana ekspor minyak kelapa sawit dunia meningkat 9.687% dan 2.449%, dimana pengaruh Malaysia 3.9 kali lebih besar dari Indonesia. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan ekspor Indonesia sebesar 29.781% dan Malaysia 6.950%. Peningkatan ekspor minyak sawit dunia sebesar hampir 10% menyebabkan harga dunia minyak kelapa sawit menurun -17.865% dan mendorong impor naik sebesar 0.736%. Penurunan harga dunia juga menyebabkan harga ekspor Indonesia rnenurun sebesar -13% dan harga domestik menurun sebesar 3%. Kenaikan impor minyak kelapa sawit juga membuat ekspor minyak kedelai turun sebesar -0.153% dan minyak matahari -0.046%. Penurunan ekspor minyak kedelai didorong oleh harga minyak kedelai yang rnenjadi relatif lebih mahal daripada harga minyak kelapa sawit. Menggunakan data
dasar, harga minyak kedelai mencapai 789 US$lton dan minyak kelapa sawit hanya 452 US$/ton, oleh sebab itu penurunan impor menjadi sangat logis dan konsumen lebih memilih minyak kelapa sawit terutama di China dan Pakistan.
Pada sisi negara eksportir, penurunan volume ekspor terjadi di Argentina sebesar -0.175%, Brazil -0.264% dan USA -0.130%. Ekspor minyak kelapa Philipina tetap tumbuh sekitar 0.05%. Volume impor masing-masing negara cenderung naik yaitu impor minyak kelapa sawit China 5.396%, minyak kedelai Iran 3.125%%, rninyak kedelai China
0.398%, minyak kedelai Pakistan 2.559%, minyak sawit Jepang 1.669%
dan minyak sawit Pakistan 0.844%. Dampak terhadap harga irnpor pada ilmumnya menurun. Negara irnportir yang mengalami penurunan harga yang relatif besar adalah minyak kelapa sawit China -10.723%, rninyak sawit Pakistan -20.098%, minyak sawit Jepang -6.1 1 I%, dan minyak kedelai China -5.760%.
Dampak kenaikan dan penurunan produksi minyak kelapa sawit antara Malaysia dan lndonesia relatif besar terhadap indikator
perdagangan. Hal tersebut terjadi karena Malaysia dan lndonesia
menguasai produksi minyak kelapa sawit sebesar 78% dari produksi dunia
dan mampu mengekspor 82% dari kebutuhan minyak kelapa sawit dunia.
Sebagai sesama sumber rninyak kelapa sawit, lndonesia harus mencermati perkembangan rninyak kelapa sawit Malaysia sebagai antisipasi terhadap produksi kelapa sawit lndonesia.
Dari sisi produktivitas terlihat bahwa rasio produktivitas kelapa sawit lndonesia terhadap Malaysia rata-rata mencapai 65%, dengan demikian produksi lndonesia masih lebih rendah 35% dari produksi Malaysia. Namun demikian dari waktu ke waktu terlihat ada perbaikan produktivitas lndonesia dari rasio 52% ke 72% dalam kurun 1993-1999. Peningkatan
produktivitas menjadi sangat berarti bagi lndonesia untuk dapat bersaing dengan Malaysia.
Tabel 37. Kondisi Produksi, Ekspor dan Produksivitas Minyak Kelapa Sawit lndonesia dan Malaysia Tahun 1993-1999
Dari sisi ekspor, Malaysia rnampu rnengekspor minyak kelapa sawit setiap tahunnya 7.2 juta ton sedang lndonesia hanya 2.4 juta ton, atau rasio ekspor lndonesia terhadap Malaysia hanya 30%. Iial yang menyebabkan rendahnya ekspor lndonesia adalah keperluan dalarn negeri lndonesia yang relatif besar yaitu berkisar 4.0-4.5 juta ton pertahun, sedang Malaysia kebutuhan dalam negerinya hanya 12% dari produksi di dalam negeri. Sedangkan dari sisi diversifikasi produk, Malaysia sudah mampu menghasilkan 27 buah produk turunan seperti kecap sawit, beta karotin untuk jenis makanan serta produk oleochemical, sedang lndonesia hanya mampu menghasilkan olein atau rninyak goreng serta dalam jumlah terbatas menghasilkan RBD oil.
Besarnya pengaruh Malaysia terhadap dunia minyak kelapa sawit tidak terlepas dari besarnya peran pernerintah dalam mendukung perkembangan industri ini yaitu : (1) memberikan keringan pajak sarnpai 100% untuk investasi bagi perusahaan yang bersifat pioner untuk menghasilkan produk baru kelapa sawit, (2) membebaskan pajak untuk
Rasio Produk-
Tahun Produksi Ekspor Rasio
seluruh komponen biaya penelitian dan pengembangan produk baru kelapa sawit yang dilakukan perusahaan, serta (3) niemberikan keringan 50% pajak bagi tenaga ahli asing yang bekerja di perusahaan domestik dalam rangka melakukan pendidikan, penelitian untuk menghasilkan produk pioner (Budget Highlights 1997-1998, Malaysia).
Oleh sebab itu dalam jangka panjang, lndonesia haruslah memperhatikan kebijakan Malaysia dan melakukan kerjasama yang sinergi dan bukan menganggap sebagai kompetitor. Kebijakan minyak kelapa sawit lndonesia ke depan adalah mendorong peningkatan produktivitas dengan bekerjasama dengan Malaysia karena ketertinggalan teknologi lndonesia mengenai pembibitan dan pemupukan, serta industri hilirnya. Kebijakan-kebijakan insentif sangat diperlukan seperti penurunan tarif pajak baik PBB, dan PE serta kemungkinan pemberikan insentif pengurangan pajak untuk industri pioner.
6.3.3. Peningkatan Produksi Minyak Kedelai
Kenaikan produksi minyak kedelai diproyeksikan di Brazil dan Argentina sebesar 5%. Dampak dari kenaikan tersebut adalah kenaikan ekspor Brazil sebesar 3.950% dan Argentina sebesar 1.338%. Ekspor minyak kedelai dunai meningkat 1.316% dan harga dunia minyak kedelai menurun -0.364%.
Dampak terhadap pasar minyak kelapa sawit adalah harga dunia menurun -0.436%, ekspor menurun sebesar -0.001% dan impor dunia meningkat 0.016%. Dampak bagi lndonesia adalah terjadinya penurunan ekspor sebesar -0.007% dan luas areal juga menurun -0.0018%, harga ekspor minyak kelapa sawit menurun -0.190% dan harga domestik tidak mengalami perubahan. Untuk minyak kelapa, ekspor menurun -0.093% dan untuk luas areal -0.007%. Penurunan ini disebabkan oleh harga dunia yang menurun, apabila harga ekspor dibandingkan dengan harga domestik, pajak ekspor dan biaya ekspor lebih kecil maka dorongan
ekspor akan menurun. Penurunan ekspor ini pada akhirnya juga akan menurunkan luas areal baik kelapa sawit dan kelapa walaupun penurunan itu relatif kecil.
Dampak pada importir adalah terjadinya kenaikan impor minyak kedelai di Pakistan sebesar 0.166% Iran 0.202% dan China 0.026%. Peningkatan impor ini didukung oleh penurunan harga impor masing- masing -0.148%, -0.248% dan -0.283%. Penurunan harga dunia juga rnenyebabkan harga ekspor menurun yaitu harga ekspor Brazil -0.153%. Dampak pada pasar minyak matahari adalah ekspor dunia menurun
-0.005% dan impor dunia meningkat 019%. Harga minyak matahari
dunia menurun -0.262%. Harga ekspor minyak matahari pada umumnya tetap dan harga impor juga menurun yaitu di Rusia -0.098%, dan Turki -0.137%.
Tabel 38. Volume dan Rasio Produksi, Ekspor, Harga Minyak Kelapa Sawit dan Harga Minyak Kedelai Dunia Tahun 1993-1999
Sumber : F A 0 (2000)
Hubungan subtitusi yang tidak sempurna terlihat dari kenaikan produksi minyak kedelai dunia mendorong penurunan ekspor minyak kelapa sawit. Tabel 38 memperlihatkan perkembangan produksi, ekspor, dan rasio harga dunia minyak kedelai dan kelapa sawit untuk melihat kekuatan dan kelemahannya keduanya. Dari sisi produksi, minyak kelapa sawit hanya 84% dari produksi minyak kedelai. Produksi minyak kedelai
berkisar 17-23 juta ton, sedang rninyak kelapa sawit berkisar antara 14-20 juta ton. Namun dernikian produksi rninyak kelapa sawit rnenunjukkan perturnbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan perturnbuhan rninyak kedelai sebesar 1.52% Oleh sebab itu dalarn kurun waktu 5-6 tahun, produksi kelapa sawit kernungkinan akan lebih besar dari rninyak kedelai.
Perkernbangan ekspor,minyak kelapa sawit ternyata lebih besar dari rninyak kedelai, walaupun produksi rninyak kedelai lebih besar. Ekspor rninyak kedelai berkisar 4-8 juta ton, sedang rninyak kelapa sawit berkisar 10-16 juta ton. Ekspor rninyak kelapa sawit tersebut 189% lebih besar dari minyak kedelai, dengan dernikian rnernang rninyak kelapa sawit
rnerupakan saingan yang cukup besar bagi rninyak kedelai. Laju
perturnbuhan ekspor rninyak kelapa sawit lebih besar 0.95% dalam kurun waktu 1993-1999 dibandingkan dengan minyak kedelai. Berkembangnya dominasi ekspor rninyak kelapa sawit dibandingkan dengan kedelai dimungkinkan karena tiga ha1 yaitu (1) harga minyak kelapa sawit lebih rendah dibandingkan dengan rninyak kedelai, harga rninyak kelapa sawit hanya berkisar 0.7-0.9 dari harga rninyak kedelai, narnun demikian terlihat adanya kecenderungan adanya peningkatan harga rninyak kelapa sawit, (2) produsen kelapa sawit rnernprioritaskan ekspor, khususnya Malaysia dan sebagian kecil Indonesia, ha1 tersebut karena konsurnsi dornestik terutarna untuk produk oleochemical yang relatif kecil, yang disebabkan perkernbangan teknologi yang terbatas baik di Malaysia rnaupun di Indonesia, konsurnsi dornestik kedua negara yang paling besar hanya minyak goreng, (3) produk turunan kelapa sawit yang lebih besar dibandingkan dengan turunan minyak kedelai, menyebabkan irnpor negara rnaju seperti Jepang, Jerman, lnggris dan Belanda relatif lebih besar dibandingkan dengan rninyak kedelai.
6.3.4. Peningkatan Produksi Minyak Kelapa
Darnpak peningkatan produksi rninyak kelapa adalah peningkatan ekspor rninyak kelapa Philipina sebesar 1.205% dan Indonesia sebesar
1.144%. Ekspor dunia meningkat 1.060%, irnpor meningkat 0.008% dan harga dunia menurun -0.082%.
Dampak pada harga dunia rninyak kelapa sawit tidak mengalami perubahan, sedangkan harga dunia minyak kedelai menurun -0.121% dan minyak matahari -0.087%. Terhadap volume ekspor, ekspor minyak kelapa sawit tidak rnengalami perubahan, volume ekspor minyak kedelai turun -0.001% dan minyak matahari turun -0.001%.
Penurunan harga rninyak kelapa dunia menyebabkan irnpor rninyak kelapa juga meningkat, namun peningkatannya relatif kecil yaitu di Belanda 0.036%, Arnerika Serikat 0.004% dan Jerman 0.0148%. Peningkatan yang relatif kecil disebabkan pada irnportir pada umumnya adalah negara maju dan peningkatan konsurnsi perkapita juga tidak terlalu besar.
Dampak penurunan harga dunia minyak kelapa terhadap harga ekspor minyak kelapa Philipina sebesar -0.291% dan harga domestik
Indonesia juga menurun -0.121%. Harga impor pada masing-masing
negara tidak mengalami perubahan, kecuali Arnerika Serikat turun sebesar -0.139%. Hal ini terjadi karena Amerika adalah negara tujuan ekspor utama minyak kelapa Philipina.
6.3.5. Peningkatan Produksi Minyak Matahari
Dampak peningkatan produksi rninyak matahari adalah
peningkatan ekspor di Argentina sebesar 3.394%, dan Perancis 0.022%. Ekspor dunia minyak matahari rneningkat 1.994% dan impor dunia
meningkat 0.024%. Harga dunia minyak matahari turun -0.262%.
Kenaikan irnpor minyak matahari dunia terjadi karena harga dunia yang menurun sehingga negara ra konsumen minyak ini seperti Rusia dan Turki meningkatkan impornya.
Volume impor dari negara importir pada umumnya meningkat terutama Turki dan Rusia, impor minyak matahari Turkey naik 0.086%, dan Rusia 0.104%. Harga impor minyak matahari juga menurun di Rusia sebesar -0.195%, dan Turki -.274%.
Dampak terhadap pasar minyak nabati lain tidak terlalu besar, karena pangsa rninyak matahari relatif kecil dalam pasar minyak matahari. Ekspor minyak kelapa sawit tumbuh 0.101%, impor naik 0.010%, harga dunia minyak kelapa sawit turun -0.218%.
6.3.6. Depresiasi dan Apresiasi Nilai Tukar lmportir
Negara-negara selaku importir yang mengalami apresiasi adalah China, Jepan, Iran, Amerika, Belanda dan Jerman. Apresiasi di China menyebabkan irnpor minyak kedelai 0.383%, untuk minyak kelapa sawit turun -1.521%. Negara Jepang mengalami kenaikan impor minyak kelapa sawit 0.186%. Apresiasi di Iran mendorong impor minyak kedelai meningkat sebesar 1.322%. lmpor minyak kelapa di Amerika Serikat
meningkat 0.076%, Belanda 1.161 % dan Jerman 1.642%.
Negara importir yang mengalami depresiasi adalah Pakistan, Rusia dan Turki. Depresiasi di Pakistan menyebabkan impor minyak kedelai menurun -14.076% dan impor minyak kelapa sawit menurun sebesar
-0.251%. Depresiasi di Turki menyebabkan impor rninyak matahari
menurun -0.461% dan di Rusia jauh lebih besar yaitu -26.070%. Dari data diatas terlihat bahwa apresiasi untuk negara maju tidak banyak mendorong irnpor sedang pada negara berkembang yang mengalami depresiasi impor justru mengalami penurunan yang cukup tajam.
Darnpak dari kenaikan dan penurunan impor rninyak tersebut terlihat bahwa irnpor minyak kelapa sawit dunia turun -0.172%, rninyak
kedelai -0.700 dan minyak matahari -2.400% sedang minyak kelapa
mengalami kenaikan sebesar 0.372%. Hal tersebut terjadi karena
pengimpor minyak matahari mengalami depresiasi yang cukup besar yaitu Turki dan Rusia sedangkan untuk importir minyak kedelai, dan minyak sawit juga mengalami depresiasi yaitu Pakistan, sedang Jepang dan China peningkatannya tidak sebesar penurunan impor Pakistan. Untuk minyak kelapa, semua importir mengalami apresiasi, sehingga impor dunia secara keseluruhan juga meningkat.
Dampak depresiasi dan apresiasi terhadap ekspor menunjukkan bahwa ekspor rninyak kelapa sawit meningkat 0.005% dan minyak kelapa 0.015%, untuk minyak kedelai turun -0.058% dan minyak matahari turun
-0.037%. Kenaikan ekspor minyak kelapa sawit dan kelapa, juga
mendorong kenaikan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia sebesar 0.034% dan minyak kelapa 2.490%. Respon minyak kelapa yang lebih baik, diduga disebabkan semua importir minyak kelapa mengalarni apresiasi, dan impor diperkirakan meningkat dari Belanda dan Jerman.
6.3.8. Peningkatan Pendapatan Perkapita lmportir
Peningkatan pendapatan perkapita diharapkan akan mendorong irnpor dan selanjutnya juga mendorong pertumbuhan ekspor dan produksi. Peningkatan pendapatan rnenunjukkan bahwa volume impor meningkat yaitu China untuk minyak kelapa sawit rneningkat 0.995%, dan untuk minyak kedelai 0.364% dan Jerman 1.510%. Peningkatan irnpor akibat adanya peningkatan pendapatan tersebut menyebabkan impor minyak kelapa sawit dunia meningkat 0.094%, impor rninyak kedelai 0.073%, minyak kelapa 0.006% sedangkan minyak matahari sebesar 0.803%. Peningkatan impor juga mendorong terjadinya kenaikan harga dunia, harga dunia minyak kelapa sawit naik 0.218%, minyak kedelai 0.121% dan minyak matahari 0.087%, sedangkan harga minyak kelapa tetap.
Dampak untuk lndonesia terlihat bahwa ekspor tetap meningkat walaupun relatif kecil. Ekspor rninyak kelapa sawit rneningkat 0.004%, minyak kelapa 0.029%. Untuk luas areal dan produktivitas perturnbuhan tidak mengalami perubahan
Tabel 39. Volume Impor, Penawaran dan Rasio lrnpor Minyak Kedelai
dan Kelapa Sawit China Tahun 1993-1999
Sumber; F A 0 (2000)
China merupakan negara irnportir minyak nabati yang sangat penting, setelah China terbuka bagi perdagangan bebas. China setiap tahunnya mengimpor 3-4 juta ton rninyak nabati untuk rnernenuhi kebutuhan domestiknya. lrnpor China 44% berupa rninyak kelapa sawit dan 39% minyak kedelai, sisanya jenis minyak lain. Perkembangan impor rninyak kelapa sawit relatif besar dari 0.88 juta ton tahun 1993 menjadi harnpir 1.5 juta ton, sedang rninyak kedelai rnengalami penurunan dari kisaran 1.4 juta ton menjadi 0.8 juta ton. Narnun dernikian permintaan irnpor tersebut akan berkembang dengan berkembangnya teknologi rnakanan dan industri yang berbahan baku dari kelapa sawit dan kedelai.
Keberhasilan peningkatan irnpor minyak kelapa sawit diatas minyak kedelai didukung keberhasilan ekspor Malaysia yang lebih dapat
menangkap peluang dibandingkan dengan Indonesia. Malaysia
rnernberikan tenggang waktu pembayaran dengan memberikan kredit kepada irnportir China yang mengirnpor rninyak kelapa sawit Malaysia, disarnping juga mernbangun industri patungan dengan sistem imbal beli.
Strategi Malaysia tersebut untuk rnengirnbangi strategi Arnerika Serikat yang rnemberikan fasilitas yang sejenis yaitu fasilitas kredit 105 yang mernberikan kernudahan pembayaran bagi irnportir minyak kedelai. Oleh sebab itu, lndonesia harus dapat rnengembangkan strategi serupa dengan negara China atau Jepang dalarn bentuk kernudahan ekspor, pernbentukan joint-venture di China dan Jepang untuk industri kelapa sawit serta rnernberikan insentif yang diperlukan.
6.4. Perubahan lndikator Kesejahteraan Ekonorni
Untuk rnelihat perubahan kesejahteraan ekonorni dapat dilihat pada 'Tabel 40, untuk lndonesia di bahas surplus produsen, penerirnaan pemerintah dan devisa ekspor serta untuk negara eksportir dan irnportir
dibahas perubahan devisa yang disajikan pada Larnpiran 8. Pada Tabel
40 terlihat bahwa surplus produsen rninyak kelapa sawit sernuanya positif, kecuali pada faktor eksternal yaitu perubahan pendapatan perkapita irnportir. Pada rninyak kelapa ada 2 kebijakan dornestik yang rnemberikan penurunan surplus yaitu penurunan pajak ekspor dan perubahan gabungan, sedang faktor ekternal adalah kenaikan
pendapatan perkapita negara irnportir. Kebijakan dornestik yang
rneningkatkan surplus produsen minyak kelapa sawit yang terbesar adalah perubahan gabungan, kebijakan pajak ekspor dan kebijakan nilai tukar. Untuk minyak kelapa kebijakan yang mernberikan respon positif adalah depresiasi nilai tukar dan penurunan suku bunga. Dengan dernikian terlihat adanya respon kebijakan antara rninyak kelapa sawit dan minyak kelapa. Minyak kelapa yang diusahakan oleh perkebunan rakyat, tidak dikenakan pajak ekspor, sehingga respon terhadap perubahan nilai tukar dari sisi penerirnaan dan suku bunga dari sisi biaya. Dampak penurunan pajak ekspor berdampak negatif kepada produsen rninyak kelapa, ha1 ini disebabkan penurunan pajak ekspor rnendorong ekspor minyak kelapa sawit, harga dunia rninyak kelapa sawit rnenurun, dan berakibat pada penurunan impor minyak kelapa sebagai subtitusinya.
Tabel 40. Perubahan lndikator Kesejahteraan Ekonomi Terhadap Perubahan Kebijakan Dornestik dan FaMor Eksternal
I 1 I I I I I
Nilai Dasar (dalam jutaan rupiah)
1
8 101 0931
1064 9251
867 356/
10 033 376/
2 662 3141
741 4521
13 447 143Jenis Simulasi
. -. . . - . . -. . . - .
1
b r e n m g k a a FTaduksi ~ ~SaW qM
a~
I
G
7
B
~
F)?_TiF
3 2 .- .I933 ; - . ILIB~./B Penmgkdan Rodul;s~ M i w k Kekpa Sawl Malaysta 100h 8 116450 51 519 70 876 5 945 332 180
1
264421 1 596 601Suplus Produsen Min* Kebpa Sawit Kebijakan Domestik . . . - . .
Net surplus adahh pen]urnhhan dari surplus produsen minyak kdapa sawit, surplus produsen rn~nyak kebpa dan penerirnaan pajak ekspor minyak kdapa
sawit yang mempakan kesejahteman bersih (net welfare)
+.
: Tclal penerimaan devisa adalah penjumhhan penerimaan devisa mmyak kelapa s a i l dan minyak kelapa
-
-.
: Perubahan Gabungan terdiri dari suku bunga turun 5%, pajak ekspor turun 30% dan depresiasi nilai tukar 80%: Depresiasi China, Iran. Belanda. Jerman dan Jepang lo%, apresiasi Turkey, Pakistan 20% dan Rusia 80%
-+.
: Kenaikan pendapatan perkapita Iran 16%. China 12%, Pakistan 5%. Bebnda 7%. J m a n 12% Rusk 1%. Turkey 7% dan Jepang 13%
A. Depresiasi Nilai Tuka Rupiah 800k B. PenurunanSuku Bunga 5% C. Penuunan Pajak Ekspa Wh D. Perubahan GabunganM Suplus Prcdusen Min* Kekpa FaHar F k s t m a l 26 410 14543 87 037 114940 Penerimaan Pajak Ekspcr Min* Kelqa S& 926 977 10 249 -84 563 -74 499
Net Suplus' Penmmaan
D&a 670 1326 670 1 333 Minyak Kelqa
1
5 1 104218 2 175 975 470 497 573210 954 057 26 118 3 144 41 774 Penmmaan Devisa Total Penenmaan Minyak Kekpa 247 343 638 673 7 194 267 611 Devka" 351 561 2 814 648 477 691 840 821Untuk faktor eksternal terlihat surplus produsen yang cukup besar terutarna dari peningkatan produksi rninyak kelapa sawit Malaysia dan perubahan gabungan di lndonesia dan perubahan nilai tukar. Hal tersebut terjadi karena negara importir rninyak kelapa mengalarni depresiasi, sehingga dapat mengimpor lebih banyak, dan perubahan gabungan rnernberikan dampak kenaikan ekspor rninyak kelapa sawit lndonesia.
Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor terlihat menurun
terutama kebijakan penurunan pajak ekspor 84 563(4.90%), perubahan
gabungan 74 499(7.40%). Penurunan penerirnaan pemerintah ini
disebabkan adanya penurunan tarif pajak ekspor sebesar 30%. Narnun demikian pada sisi penerimaan devisa akibat dorongan ekspor rnenunjukkan kecenderungan rneningkat yaitu kebijakan pajak ekspor untuk minyak kelapa sawit rneningkat 470 497 (12%), kebijakan gabungan 573 210(17%) dan kebijakan gabungan lndonesia dan Malaysia sebesar 332 180 (21%).
Pada Tabel 40 juga menunjukkan adanya persaingan antara lndonesia dan Malaysia, pada perubahan produksi Malaysia yang rneningkat lo%, mengakibatkan penerimaan pernerintah lndonesia rnenurun 74 657 (0.64%, penerimaan devisa sebesar 186 642(-6.85%). Persaingan yang juga terlihat adalah minyak kedelai dan rninyak kelapa sawit. Peningkatan produksi minyak kedelai rnenyebabkan penerirnaan pemerintah menurun 2 106(0.0073°h) dan penerimaan devisa juga rnenurun 5 263(0.00331%).
Oleh sebab itu untuk rnenjaga agar surplus devisa tetap rneningkat adalah dengan rnengembangkan industri hilir rninyak kelapa sawit untuk rneningkatkan daya saing dengan Malaysia serta rnemperluas produk turunannya untuk rneningkatkan daya saing dengan rninyak kedelai. Untuk rnengatasi harnbatan perdagangan karena perubahan nilai tukar, mengembangkan industri langsung didaerah konsurnen atau dengan
mengembangkan sistem imbal beli dengan negara importir potensial seperti China, Pakistan dan Iran.
Apabila dilihat dari net surplus, terlihat bahwa kebijakan yang memberikan hasil terbaik adalah depresiasi nilai tukar, perubahan gabungan dan penurunan suku bunga. Respon yang tinggi terhadap depresiasi disebabkan CPO merupakan produk ekspor andalan, dan penerimaan produsen banyak dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar.
Depresiasi memberikan peningkatan penerimaan produsen. Pada
kebijakan penurunan pajak ekspor terjadi trade-off antara minyak kelapa sawit dan kelapa. Penurunan pajak ekpsor mendorong surplus produsen minyak kelapa sawit meningkat, dan juga berakibat penurunan kesejahteraan produsen minyak kelapa. Hal tersebut terjadi, penurunan pajak ekspor, mendorong ekspor meningkat, harga menurun dan
konsumsi meningkat. Peningkatan konsumsi minyak kelapa sawit,
mendorong penurunan konsumsi minyak kelapa.
Perubahan produksi Malaysia menyebabkan penurunan
penerimaan pemerintah yang sangat besar, penurunan tersebut tidak dapat tertutupi dengan kenaikan surplus produsen minyak kelapa sawit dan kelapa. Oleh sebab itu, pada kondisi sekarang Malaysia merupakan pesaing bagi lndonesia. Kenaikan ekspor Malaysia menyebabkan harga dunia menurun dan berdampak pada penurunan devisa lndonesia.
Untuk negara eksportir minyak kedelai sebagaimana hasil pada Lampiran 8, seluruh kebijakan berupa kenaikan ekspor minyak nabati seperti minyak kelapa sawit, dan minyak matahari memberikan dampak penurunan devisa. Penurunan yang relatif besar terjadi akibat kebijakan gabungan, kebijakan gabungan lndonesia dan Malaysia serta kenaikan produksi Malaysia. Hal tersebut terjadi, karena setiap kebijakan yang mengakibatkan kenaikan ekspor dunia akan mendorong penurunan harga dunia, sebagai subtitusinya minyak kedelai mengalami penurunan impor, karena harganya menjadi kurang bersaing.
Untuk negara lmportir baik China, Jepang dan Pakistan pada umumnya mendapatkan keuntungan ekonomi dengan meningkatkan
devisa. Seluruh kebijakan yang meningkatkan produksi, dan ekspor
cenderung rnenurunkan harga dunia dan harga impor masing-masing negara. Dalam kondisi tersebut, impor dapat meningkat dengan harga yang relatif lebih murah. Fenomena tersebut juga memperkuat dugaan bahwa pasar minyak nabati dunia adalah bias kepada konsumen, dimana
konsumen lebih memegang peranan dalam menentukan harga. Hal
tersebut dapat dipahami karena kebanyakan konsumen adalah negara maju yang menguasai teknologi untuk industri hilir minyak nabati terutama untuk penggunaan bahan baku industri kimia. Disisi lain, konsumen juga
memerankan fungsi perantara karena kemapanan dalam jalur
perdagangan, serta sistem keuangan yang memungkinkan melakukan kontrak dengan negara produsen. Dua keunggulan tersebut, menjadikan konsumen lebih diuntungkan dalam pasar minyak nabati dunia.