• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Sains dalam Islam pada Masa Keemasan (Daulah Abbasiyah): Kontribusi & Rekonstruksi dalam Perkembangan Keilmuan Kekinian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dinamika Sains dalam Islam pada Masa Keemasan (Daulah Abbasiyah): Kontribusi & Rekonstruksi dalam Perkembangan Keilmuan Kekinian"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Tri Wibowo

Institut Agama Islam Negeri Purwokerto triwibowo@iainpurwokerto.ac.id

Abstract: The Dynamics of Science in Islam in the Golden Age (Abbasid Daula): Contribu-tion & ReconstrucContribu-tion in Contemporary Scientific Development. The reason for taking the

topic is to know and study more deeply about the contributions and triggers of the rapid progress of Islamic science during the Abbasid Dynasty so that it can be reconstructed for the development and progress of contemporary science. The contribution of Islamic science in the golden age (Abbasid Dynasty) to the Western Renaissance was to provide an ideal model of human civilization imbued with Islamic values that could support the realization of civil society that had a collective awareness of the rights and obligations that must be carried out. The existence of collective awareness can en-courage the achievement of the ideals of a community effectively and efficiently. Reconstruction took the form of reviving movements in the field of science such as strengthening the philosophical foun-dation of Islamic science that is unique in the realm of epistemology. The epistemological domain includes sources of knowledge, methods and instruments of knowledge. The sources of knowledge in Islam are al-Qur’an and al-Hadith which are understood through the universe, reasons and history. The method of obtaining knowledge uses dialectical methods as well as instruments used to acquire knowledge in Islam through the senses, ratios and intuition.

Keywords: Science in Islam; Abbasid; Contribution and Reconstruction

Abstrak: Dinamika Sains dalam Islam pada Masa Keemasan (Daulah Abbasiyah): Kon-tribusi & Rekonstruksi dalam Perkembangan Keilmuan Kekinian. Alasan pengambilan

topik ialah untuk mengetahui dan mengkaji lebih dalam tentang kontribusi dan pemicu kemajuan sains Islam yang sangat pesat pada masa Daulah Abbasiyah, sehingga dapat direkonstruksi un-tuk perkembangan dan kemajuan keilmuan kekinian. Kontribusi sains Islam pada zaman keemasan (Daulah Abbasiyah) bagi Renaisans Barat adalah memberikan sebuah model peradaban umat ma-nusia ideal yang dijiwai nilai-nilai keislaman yang dapat mendukung terwujudnya masyarakat madani yang memiliki kesadaran kolektif akan hak dan kewajiban yang harus dijalankan. Adanya kesadaran kolektif tersebut dapat mendorong tercapainya cita-cita sebuah komunitas masyarakat secara efektif dan efisien. Rekonstruksinya berupa menghidupkan lagi gerakan dalam bidang ilmu pengetahuan (sains) seperti pengokohan landasan filososofis keilmuan Islam yang khas dalam ranah epistemologi. Ranah epistemologi ini antara lain meliputi sumber pengetahuan, metode dan instru-men pengetahuan. Sumber ilmu pengetahuan dalam Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadist yang dipahami melalui alam, rasio, dan sejarah. Metode memperoleh pengetahuan menggunakan metode dialektik serta instrumen yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan dalam Islam melalui indra, rasio dan intuisi.

Kata Kunci: Sains dalam Islam; Abbasiyah; Kontribusi dan Rekonstruksi Pendahuluan

Islam merupakan agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan (sains) dan menganjurkan bagi para pemeluknya supaya menjadi insan yang berilmu serta berkahlak mulia. Setidaknya semangat dan anjuran itu nampak dari wahyu

per-tama dalam Al Quran surah al-‘Alaq ayat 1-5 yang diturunkan kepada nabi Muham-mad SAW mengenai membaca dalam arti yang holistik-komprehensif. Membaca da-lam arti luas tidak hanya sebatas membaca teks-teks yang ada di dalam al-Qur’an, al-Hadist, ijma, qiyas dan lain sebagainya.

(2)

Tetapi juga membaca ayat-ayat Allah SWT yang ada di alam semesta (ayat kauniyah). Pembacaan terhadap ayat-ayat Allah SWT tersebut (kauniyah dan kauliyah) akan menghasilkan insan yang berilmu, beri-man dan berakhlak mulia.1 Ilmu

pengeta-huan yang telah didapat individu akhirnya akan bermuara pada terciptanya manusia paripurna (insan kamil) yang memiliki ke-bermanfaatan bagi sesama dan semesta.

Penulisan topik mengenai Dinamika

Sains dalam Islam pada Masa Keemasan: Kon-tribusi dan Rekonstruksi dalam Perkembangan Keilmuan Kekinian dilatarbelakangi fakta

historis bahwa perkembangan sains da-lam Isda-lam mencapai puncak kejayaan pada masa keemasan yang pengaruhnya sangat besar bagi perkembangan serta kemajuan keilmuan dan peradaban kekinian. Ditilik dari periodisasi sejarah politik dunia Is-lam, pembabakannya secara umum diklas-ifikasikan menjadi tiga zaman yaitu Zaman Klasik (650-1250 M), Zaman Pertengahan (1250-1800 M) dan Zaman Modern (1800-sekarang).2 Adapun yang dimaksud

den-gan masa keemasan dalam artikel ini ialah pada masa klasik (650-1250 M) tepatnya za-man pemerintahan Daulah Abbasiyah. Dari zaman inilah muncul para saintis muslim yang menghasilkan berbagai karya monu-mental dalam berbagai bidang keilmuan, yang kemudian pemikiran dan penemuan mereka dijadikan landasan oleh para sain-tis modern (Barat) dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa pencerahan (renaisans) hingga masa keki-nian.

Tujuan penulisan artikel ialah mengeta-hui dan mengkaji secara mendalam tentang dinamika sains dalam Islam pada masa kee-masan: kontribusi dan rekonstruksi dalam perkembangan keilmuan kekinian. Peng-kajian yang mendalam terhadap Peng-kajian ini dapat memberikan sumbangsih berupa pemikiran holistis dan urgensif mengenai dinamika sains dalam tinjauan historis dan peradaban Islam. Kontribusi dan rekon-struksi dalam perkembangan keilmuan Islam kekinian yang ditelisik dari masa kejayaan Islam (Daulah Abbasiyah) akan

memberikan pandangan dan wawasan ke-pada berbagai pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan Islam, semacam memberikan role model (panduan) yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam kekinian.

Perkembangan sains yang begitu pesat dan maju pada zaman keemasan tidak ter-lepas dari masuk dan berkembangnya keg-iatan penerjemahan secara besar-besaran (kolektif) karya-karya monumental bangsa Yunani Klasik ke dalam bahasa Arab yang dipelopori oleh Khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M). Dari kegiatan-kegiatan pener-jemahan manuskrip, secara tidak langsung telah terjadi persentuhan kultur, pemikiran dan keilmuan Islam dengan Yunani Klasik yang pada akhirnya melahirkan peradaban Islam intelektualistik-religius yang khas ditandai dengan munculnya para saintis muslim yang piawai di berbagai bidang keilmuan umum (fardu kifayah) dan mahir dalam ilmu keagamaan (fardu ‘ain).3

Tinjauan pustaka dilaksanakan dengan melakukan penelusuran terhadap ber-macam-macam sumber literatur terkait, ter-dapat berbagai tulisan yang mengkaji men-genai dinamika Sains dalam Pendidikan Islam pada masa keemasan (Daulah Ab-basiyah). Diantaranya yaitu tulisan Amira Bennison yang berjudul The Great Caliphs: The Golden Age of the ‘Abbasid Empire.4

Tulisan ini mengungkapkan bahwa pada masa Keemasannya (Daulah Abbasiyah), kota Baghdad dikenal sebagai pusat Re-naisans ilmu pengetahuan Islam. Umat Is-lam masa Daulah Abbasiyah membangun fondasi intelektual Arab pra-Islam yang diletakkan oleh Daulah Umayyah untuk dikembangkan menjadi berbagai cabang ilmu teoretis maupun aplikati-pengemban-gan. Ilmu-ilmu agama pun dikembangkan secara optimal, sastra dan seni bergerak ke arah inovasi yang diilhami oleh gera-kan penerjemahan terhadap manuskrip-manuskrip Yunani Klasik.

Kemudian tulisan Firas Alkhateeb yang berjudul Lost Islamic History: Reclaiming Muslim Civilisation From The Past.5

(3)

kesembilan hingga ketiga belas, di dunia Muslim (Daulah Abbasiyah) menandai era pengembangan ilmu pengetahuan, agama, filsafat dan budaya dalam kapasitas serta pengaruh yang yang luar biasa bagi dunia luar. Kontribusi besar Daulah Abbasiyah bagi kebudayaan modern yaitu sebagai jembatan antara ilmu pengetahuan zaman Yunani Klasik dengan Renaisans Barat serta meletakkan dasar-dasar untuk dunia ilmiah modern saat ini. Lalu tulisan Iqbal yang berjudul Peranan Daulah Abbasiyah terhadap Peradaban Dunia.6 Tulisan ini

menguraikan bahwa Abbasiyah merupa-kan salah satu Daulah besar dalam rekam jejak historis umat Islam atau yang dikenal sebagai “Masa Keemasan Islam” dengan menjadikan Baghdad sebagai pusat pe-merintahan, pusat peradaban dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan (Sains) bagi umat Islam melalui kegiatan pener-jemahan manuskrip-manuskrip klasik ke dalam bahasa Arab.

Selanjutnya tulisan Ahmad Asmuni yang memiliki judul Kontribusi Islam terhadap Peradaban Barat membahas peran perada-ban Islam pada masa keemasan (Daulah Abbasiyah) yang mampu mewarnai per-adaban Barat sehingga menginspirasinya untuk membentuk model peradaban umat manusia yang maju, visioner, dinamis dan berorientasi pada masa depan. Dalam ka-camata historis, hal ini dianggap sebagai sebuah kontribusi peradaban Islam terh-adap peradaban Barat.7 Terakhir tulisan

Nunzairina berjudul Daulah Abbasiyah: Kemajuan Peradaban Islam, Pendidikan dan Kebangkitan Kaum Intelektual. Tu-lisan ini memaparkan bahwa masa Daulah Abbasiyah tata kelola pemerintahan dan kemasyarakatannya sudah sangat maju dikarenakan dukungan penuh penguasa dalam berbagai bidang serta berkembang-nya ilmu pengetahuan yang sangat pesat dari segenap elemen bangsa. Maka tidak mengherankan jika Daulah Abbasiyah di-nobatkan sebagai salah satu Daulah terbaik pada sejarah umat Islam dan dunia. Dalam literatur historis Islam, Baghdad dikenal sebagai pusat peradaban Islam, baik

da-lam bidang sains, kultur-kemasyarakatan, ekonomi, perdagangan, sosial, pertaha-nanan dan sastra. Kemajuan peradaban tersebut menjadikan Baghdad sebagai kota para intelektual yang disemarakkan, tidak hanya oleh orang Arab, tapi juga bangsa Eropa, Persia, India, Tiongkok dan Afrika turut berperan serta dalam perkembangan atmosfer keilmuan tersebut.8

Dari fakta historis-empiris tentang perkembangan sains yang begitu semarak pada zaman keemasan, dapat ditarik benang merah tentang keterkaitan sains pada masa Islam ternyata memiliki ika-tan yang sangat erat dengan masa Yunani Klasik, renaisans hingga kekinian. Ikatan-ikatan itu berupa simpul peradaban dari berbagai bangsa yang kemudian ditrans-misikan dan transformasikan melalui ber-bagai kegiatan penerjemahan manuskrip-manuskrip klasik berbahasa asing ke dalam bahasa Arab. Kegiatan penerjemahan se-cara kolektif itu tidak hanya sebatas alih bahasa, namun juga sangat berpengaruh dalam pemikiran dan persentuhan budaya Arab dengan bangsa lain (Yunani Klasik). Adapun untuk mengkaji lebih mendalam & mendetail mengenai perkembangan, keterkaitan, kontribusi, serta rekonstruksi Sains dalam berbagai masa (Yunani Klasik, Islam dan Barat) akan dibahas pada tu-lisan ini terkhusus pada Masa Keemasan Islam yaitu masa Daulah Abbasiyah yang berpusat di Baghdad.

Metode Penelitian

Artikel ini disusun berdasarkan metod-ologi penelitian tertentu. Jenis riset yang digunakan yaitu penelitian kepustakaan (library research) dengan mengumpulkan data melalui penelusuran literatur-liter-atur yang terkait dengan dinamika sains dalam Islam pada masa keemasan (Daulah Abbasiyah) baik berupa buku, artikel, hasil riset maupun tulisan terkait lainnya.

Pendekatan yang digunakan harus ses-uai topik yaitu menggunakan pendekatan historis. Pendekatan historis ialah sebuah pendekatan yang dapat dipergunakan da-lam melakukan riset mengenai objek

(4)

kese-jarahan, agar dapat mengungkapkan berb-agai dimensi dari peristiwa yang dianggap penting dalam rentang waktu tertentu. Metode riset yang digunakan berupa me-tode deskriptif-analitis. Meme-tode ini dipakai untuk menggambarkan dinamika sains dalam Islam pada masa keemasan, kemu-dian kemu-dianalisis aspek-aspek yang menjadi pemicu kemajuan sains masa keemasan Is-lam untuk direkonstruksi daIs-lam perkem-bangan keilmuan kekinian.

Penggunaan metode deskriptif-analitis diharapkan dapat mengungkap secara gamblang mengenai topik riset berupa dinamika sains dalam Islam pada masa keemasan, menemukan data yang valid bagi penyusunan kerangka berpikir da-lam mengungkapkan data dibalik fenom-ena dan peristiwa yang dianggap penting. Penting tidaknya suatu data yang diper-oleh dalam proses riset sangat bergantung kepada relevansi dengan objek penelitian dan signifikansinya serta permasalahan yang sedang diteliti supaya mendapatkan data yang valid.

Hasil dan Pembahasan

A. Kedudukan Sains dalam Islam

Ilmu pengetahuan (sains) dalam Islam memiliki posisi yang sangat urgen dan strategis. Hal ini bisa dilihat dari literatur utama dalam Islam (al-Qur’an dan al-Ha-dist) yang menyebutkan bahwa manusia yang berilmu akan diangkat derajatnya (QS.58:11). Oleh karena itu, sains dapat di-jadikan standar kualitas manusia (QS.39:9). Selain itu, sains memiliki kedudukan ting-gi dalam pandangan Islam antara lain meliputi:9

1. Sains adalah Alat untuk Mencari

Kebe-naran

Penggunaan akal yang dibimbing hati akan menuntun manusia untuk senantiasa menemukan kebenaran-kebenaran dalam hidupnya. Keya-kinan akan adanya kebenaran multak dapat dicapai oleh manusia ketika dirinya telah benar-benar memahami seluruh alam semesta dan mengenali dirinya secara komprehensif.

Sebelum memahami alam semesta, se-orang individu sebaiknya memahami dirinya sendiri. Karena pada hakikat-nya manusia ialah alam semesta ke-cil (mikro kosmos) yang merupakan bagian dari alam semesta (makro kos-mos). Sehingga dengan mengenali diri sendiri merupakan jalan terbaik untuk menuju pada pengenalan alam semes-ta yang tujuan akhirnya pengenalan kepada Tuhan yang menciptakan di-rinya serta mampu mendayagunakan segenap potensi yang dimiliki untuk kebermanfaatan diri dan masyarakat-nya. Pada akhirnya diharapkan dapat tercipta kehidupan yang aman, damai dan sejahtera.

2. Sains sebagai Prasyarat Amal Shalih Hanya manusia yang dibimbing oleh

sains yang dapat berjalan di atas kebe-naran yang pada akhirnya akan mem-bawa kepada sang pencipta yaitu Al-lah SWT (QS.35:28) serta dengan iman dan penguasaan sains menjadikan manusia mencapai puncak kemanu-siaan yang tinggi (QS.3:28). Seorang insan yang berbuat amal shalih tanpa didasari ilmu pengetahuan (sains) akan mendapatkan yang tidak terlalu banyak, jika dibandingkan dengan in-san yang melakukan sesuatu didasari oleh ilmu pengetahuan (sains). Dari sini dapat dilihat bahwa ketika ses-eorang yang memiliki pengetahuan akan mendapatkan banyak keuta-maan dari perbuatan yang dilakukan-nya.

3. Sains adalah Alat untuk Mengelola

Sum-ber-sumber Alam guna Mendapat Ridho Allah SWT

Sains merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diamanatkan Allah SWT kepada makhluk-Nya yaitu menye-jahterakan diri dan sesamanya. Kes-ejahteraan dapat diperoleh jika ma-nusia mengelola sumber daya alam (natural resources) dengan mengeta-hui hukum-hukum yang

(5)

memung-kinkan manusia dapat mengelola dan memanfaatkan bumi beserta seisinya dengan bijak dan santun (QS.31:10). Hal ini hanya mungkin terjadi jika manusia tersebut berbekal sains dan iman yang pada gilirannya tidak akan terjadi kerusakan lingkungan di berb-agi tempat di segenap belahan dunia. 4. Sains sebagai Alat Pengembangan Daya

Pikir

Sains dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu sebagai produk berpikir ataupun kegiatan ilmiah dan pengembangan daya pikir. Sebagai pengembangan daya pikir, sains merupakan alat un-tuk memahami dan membiasakan diri untuk berpikir secara sistematis dan mempertajam daya pikir manusia. Se-lain itu, manusia juga dikenal sebagai makhluk yang berpikir, dari lahir sam-pai liang lahat. Hampir semua tan manusia tidak terlepas dari kegia-tan berpikir. Berpikir pada dasarnya merupakan sebuah serangkaian gerak akal dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang pada akhirnya sam-pai kepada sebuah kesimpulan yang berupa ilmu pengetahuan (sains). Penggunaan akal selalu dianjurkan oleh Allah SWT guna menghasilkan sains yang dapat bermanfaat bagi ses-amanya (QS.2:30, 39:9, 58:11).

B. Perkembangan Sains pada Zaman Keemasan Islam (Daulah Abbasiyah) Perkembangan sains dalam Islam men-capai puncak keemasannya pada masa Daulah Abbasiyah. Sesuai dengan watak sosialnya, bahwa sains akan berkembang jika ada sikap keterbukaan, inklusif, ako-modatif, selektif dan kreatif. Artinya, Islam terbuka dan akomodatif dalam menerima berbagai ilmu pengetahuan (sains), buda-ya, peradaban dari luar, tetapi juga selektif hanya menerima sesuatu yang tidak ada pertentangan dengan Qur’an dan al-Hadist serta bersikap kreatif dalam men-gakulturasi segala sesuatu yang berasal dari luar Islam agar tetap selaras dan

har-monis dengan jati diri Islam sebagai agama keselamatan untuk umat manusia di muka bumi.

Pemicu yang menunjang kemajuan sains dalam dunia Islam masa keemasan tidak terlepas dari kegiatan penerjemahan manuskrip-manuskrip karya maestro Yu-nani Klasik seperti Thales, Socrates, Plato dan Aristoteles. Manuskrip-manuskrip klasik yang diterjemahkan terdiri atas berbagai bahasa seperti bahasa Yunani, Suryani, Persia, Ibrani, Qibti, India, Nibti dan Latin.10 Dari kegiatan penerjemahan

ini, selanjutnya muncul lembaga-lembaga pendidikan seperti maktab/kuttab dan masjid yang pada gilirannya melahirkan para saintis muslim generasi unggul yang mewarnai dan membangun peradaban Islam yang maju dalam berbagai bidang keilmuan.

Proses transformasi sains dari Yunani Klasik ke dalam peradaban Islam mela-lui pendidikan dan pengkajian terhadap manuskrip-manuskrip Yunani Klasik yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.11

Dari hasil pendidikan tersebut, muncullah para filsuf dan saintis muslim yang ahli da-lam berbagai bidang keilmuan. Misalnya dalam bidang filsafat muncul dan berkem-bang gerakan pemikiran filosofis dan ilm-iah cemerlang yang menghasilkan karya orisinil dan bernilai tinggi. Adapun filsuf muslim yang masyhur dalam bidang ilmu filsafat antara lain al Kindi (801-866 M), al-Farabi (850-950 M), ar-Razi (864-926 M), Ibnu Sina (908-1037 M), Ibnu Miskawaih (941-1030 M) dan al-Ghazali (1051-1111 M).12

Dalam ilmu pengetahuan alam (kimia), terdapat saintis muslim yang terkenal se-bagai tokoh ahli kimia muslim pada awal perkembangan ilmu kimia yaitu Jabir Ibnu Hayyan. Aktivitas ilmiah yang dilakukan-nya dalam bidang kimia sudah menggu-nakan metode ilmiah berupa eksperimen dan membuat catatan yang sistematis dan terstruktur atas observasi dan eksperimen yang telah dilakukan. Karena kecintaan dan jasanya dalam bidang kimia, Jabir Ibnu Hayyan mendapat gelar sebagai “Ba-pak Kimia Islam”.13 Kemudian dalam ilmu

(6)

pasti dan ilmu pengetahuan alam terdapat berbagai tokoh terkenal seperti Khawariz-mi (780-850 M), Biruni (973-1051 M), Khayyani (1045-1123 M), dan Nashirudin al-Thusi (1200-1274 M). Selanjutnya dalam ilmu kedokteran tokoh-tokohnya adalah Ali bin Rabban at-Tabari, ar-Razi, Ali bin al-Abbas, Ibnu Sina, al-Kindi dan al-Farabi.14

Selanjutnya ilmu astronomi (Falak), dikembangkan oleh para saintis muslim dikarenakan ilmu tersebut berkaitan erat dengan beberapa pelaksanan kegiatan kea-gamaan umat Islam, seperti penentuan iba-dah sholat maktubah, penentuan arah kib-lat, penentuan awal dan akhir bulan. Selain itu, para saintis muslim juga mengemban-gan ilmu astronomi untuk mengukur jarak antara bumi dan matahari, membuat jadw-al pergerakan bulan dan bintang, menjelas-kan sistem geologi bumi serta pengaruh bulan dan matahari terhadap pergantian musim. Adapun para saintis muslim yang berjasa dalam bidang ilmu ini antara lain: al-Biruni, Nasirudin at-Tusi al-Khawariz-mi, al-Fazari dan lain sebagainya.15

Pada bidang arsitektur dan seni rupa memiliki berbagai gagasan dan karakter-istik khas Islam yang meliputi: (a) natu-ralistis, berfokus kepada alam dan sedikit tentang makhluk hidup. (b) Struktur modular, campuran berbagai bentuk yang melahirkan karya baru sebagai sebuah en-titas yang distingtif dalam bingkai estetis. (c) Integrasi, perpaduan secara runtut un-tuk menghasilkan karya seni yang bernilai tinggi. (d) Pengulangan tingkat tinggi dan dinamis.16 Arsitektur dan seni rupa dalam

Islam memiliki kontribusi yang besar da-lam mendukung dan memajukan perada-ban terutama dalam corak perada-bangunan yang khas dan dijiwai filosofi Islam terhadap hasil karya tersebut dalam menunjang ter-ciptanya tempat ibadah yang nyaman & estetik.

C. Faktor Pendukung Kemajuan Sains Zaman Keemasan Masa Daulah Ab-basiyah

Kemajuan sains masa keemasan Islam (Daulah Abbasiyah) pasti memiliki banyak

faktor yang melingkupinya. Faktor-faktor tersebut yang menjadikan sains mengala-mi kemajuan yang sangat pesat pada masa Daulah Abbasiyah. Adapun faktor-faktor pendukung kemajuan sains zaman kee-masan pada masa Daulah Abbasiyah yaitu sebagai berikut.17

1. Asimilasi Kebudayaan

Adanya asimilasi yang terjadi pada kalangan Arab dengan bangsa lain mengakibatkan semakin meluasnya ilmu pengetahuan, kultur, sosial ke-masyarakatan dan lain sebagainya. Dalam catatan sejarah dikemukakan bahwa pada saat kepemimpinan Daulah Abbasiyah banyak pemeluk agama Islam berasal dari kalangan bukan Arab. Hal inilah yang men-jadikan proses asimilasi dapat ber-jalan dengan baik antara kalangan bangsa Arab dan non Arab, sehingga dari proses asimilasi tersebut akan memunculkan rasa kesamaan sikap yang dibingkai dalam semangat kea-gamaan dan keilmuan.

2. Gerakan Penerjemahan Manuskrip Klasik Ada tiga fase dalam gerakan intensif

dalam kegiatan penerjemahan ber-macam literatur klasik yang melipu-ti: (a) Masa pemerintahan Al Mansur sampai Harun al Rasyid. Dalam fase ini yang banyak diterjemahkan ialah manuskrip-manuskrip dalam bidang mantik dan astronomi. (b) Masa Khal-ifah Al Mansur sampai tahun 300 hi-jriyah. Pada masa ini lebih banyak menerjemahkan naskah-naskah da-lam bidang kedokteran dan filsafat. (c) Masa setelah tahun 300 hijriyah. Fase ini kegiatan penerjemahan lebih semarak lagi dengan ditemukannya proses pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan melalui manuskrip klasik semakin meluas dibanding masa sebelum-nya. Masa ini sangat semarak sekali dalam pengkajian ilmu pengetahuan dan keagamaan oleh segenap elemen

(7)

masyarakatnya.

3. Dukungan Penuh Penguasa

Adanya dukungan penuh dari pen-guasa menjadikan eksistensi sains pada masa Daulah Abbasiyah se-makin menghegemoni masyarakat-nya. Peran aktif dan kesadaran para khalifah Daulah Abbasiyah dalam memajukan peradaban melalui ilmu pengetahuan patut dicontoh oleh generasi setelahnya. Khalifah-khali-fah yang sangat berjasa ini antara lain Al Mansur, Harun al Rasyid dan Al Makmun. Mereka sangat mencurah-kan perhatian dengan sepenuh hati dan jiwa guna bertumbuhkembang-nya ilmu pengetahuan dan filsafat di zamannya.18 Dengan pertumbuhan

dan perkembangan sains akan men-jadikan suatu bangsa dapat mem-bangun dirinya dengan baik serta menopang peradaban guna tercapa-inya kemakmuran bagi segenap ele-men bangsa dan negara.

D. Lembaga Pendidikan pada Zaman Keemasan Islam (Daulah Abbasiyah) Pada masa keemasan Islam (Daulah Ab-basiyah) segenap aspek kehidupan men-galami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat. Bidang pendidikan adalah salah satunya. Bidang pendidikan menga-lami kemajuan melalui lembaga-lembaga pendidikan yang berkembang pada saat itu. Islam mentransmisikan ajarannya den-gan baik lewat lembaga pendidikan yang berkualitas unggul dan mumpuni di bi-dangnya. Adapun lembaga-lembaga pen-didikan yang berkembang pada zaman keemasan Islam (Daulah Abbasiyah) yaitu sebagai berikut.

1. Kuttab

Kuttab ialah lembaga pendidikan tingkat dasar nonformal yang ter-integrasi dengan masjid atau mem-fungsikan masjid sebagai madrasah. Materi yang diajarkan kepada para murid berupa baca tulis al Qur’an, tata bahasa arab, kisah para nabi dan

juga sastra.19 Pada masa ini, fungsi

masjid tidak hanya sebagai tem-pat ibadah, melainkan juga sebagai pusat transmisi ilmu pengetahuan (sains).20 Melalui lembaga ini, para

murid diharapkan memiliki kepan-daian dalam bidang al-Quran, tata bahasa Arab, sastra serta mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dan mempersiapkan di-rinya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

2. Madrasah Menengah

Madrasah Menengah pada masa kepemimpinan Daulah Abbasiyah merupakan lembaga pendidikan lanjutan dari pendidikan jenjang tingkat dasar. Materi yang diajarkan pada tingkat ini berbeda dengan jen-jang pendidikan dasar. Materi yang diajarkan pada tingkat menengah (madrasah) berupa al-Qur’an, basa Arab dan basastra, tafsir, Fiqih, ha-dist dan ilmu tata bahasa.21 Materi

yang diajarkan pada tingkat ini mer-upakan kelanjutan dari jenjang sebe-lumnya. Artinya, ada kesinambun-gan materi pendidikan dari berbagai jenjang untuk mencapai tujuan pen-didikan yang dicita-citakan. Tujuan pendidikannya yaitu terciptanya insan yang beriman, bertakwa, ber-wawasan luas serta memiliki akhlak yang mulia.

3. Pendidikan Tinggi (Madrasah

Nizhami-yyah)

Madrasah Nizhamiyah merupak-an sebuah prototype dalam lembaga pendidikan tinggi Islam, tonggak baru bagi penyelenggaraan pendidi-kan Islam serta memiliki karakteris-tik tradisi pendidikan Islam formal dengan sistem asrama.22 Materi yang

diajarkan pada jenjang pendidikan tinggi meliputi ilmu-ilmu agama (al Qur’an, hadist, tafsir), filsafat, baha-sa, sastra dan lain sebagainya. Para pencari ilmu mempelajari berbagai

(8)

macam disiplin ilmu pengetahuan (sains) tersebut berdasarkan pemi-natan yang dipilihnya. Materi kea-gamaan dijadikan dasar dan pokok dalam kegiatan pembelajaran di lem-baga pendidikan ini. Maka tidak her-an jika pada masa ini, bher-anyak mela-hirkan ilmuwan yang tidak hanya pandai dalam ilmu agama, namun juga menguasai ilmu-ilmu umum (natural science dan social science) yang memiliki kontribusi besar bagi perkembangan dan kemajuan pada masa keemasan Islam (Daulah Ab-basiyah).

4. Perpustakaan dan Observatorium Perpustakaan dan observatori-um digunakan sebagai tempat riset dan pusat kajian ilmiah mengenai ilmu keagamaan, kealaman, sosial-kemasyarakatan dan kebudayaan. Tempat-tempat tersebut digunakan juga sebagai tempat kegiatan pem-belajaran bagi para pencari ilmu dari segenap penjuru negeri.23 Kegiatan

pembelajaran dilakukan melalui metode diskusi, membaca referensi dan bekerjasama dalam mendapat-kan segenap ilmu pengetahuan pada berbagai bidang. Pada zaman ini, di setiap sudut yang berisi perkumpu-lan orang biasanya membahas men-genai ilmu. Tiada hari tanpa bertam-bahnya ilmu dan kemanfaatan bagi diri dan masyarakatnya. Maka tidak heran jika masyarakat dan pengua-sa mapengua-sa Daulah Abbasiyah dikenal juga sebagai bangsa yang cinta dan mengagungkan ilmu pengetahuan. E. Kontribusi Sains Zaman Keemasan

Is-lam bagi Renaisans Barat

Berbagai Kegiatan penerjemahan manuskrip-manuskrip sains dan filsafat Yunani Klasik yang dilakukan oleh umat Islam, berimplikasi kepada perubahan pan-dangan hidup menjadi lebih kreatif dan vi-sioner, menggunakan metode ilmiah yang menghasilkan produk dan teknologi

ber-manfaat dan tepat guna bagi umat manusia yang dilandasi penghambaan pada Allah SWT. Paradigma keilmuan yang diban-gun oleh Islam adalah teosentris. Artinya, hubungan antara sains dan Islam memper-lihatkan keharmonisan yang saling men-dukung satu sama lain, sains tumbuh dan berkembang seiring dan seirama dengan agama. Maka tidak heran, jika pada masa keemasaan Islam (Daulah Abbasiyah) para saintis dan ulama hidup rukun dan saling mendukung satu sama lain bahkan banyak dijumpai pada masa itu para saintis seka-ligus sebagai seorang ulama.24 Kegiatan

penerjemahan secara besar-besaran men-jadikan sains sangat maju dan berkembang pada masa Daulah Abbasiyah. Kemajuan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Dalam aspek internal, dipicu adanya semangat normatif yang terinspirasi dari ajaran al Qur’an dan al Hadist terkait konsep sains dan pengembangannya. Aspek eksternal dipicu oleh semangat kompetisi yang se-hat dengan berbagai bangsa-bangsa besar yang ada di dunia dalam pengembangan ipteks dan masyarakat.

Peradaban sains dalam Islam meru-pakan sebuah perpaduan etos cinta ilmu yang masif di kalangan umat Islam dan pemberdayaan masyarakat secara kompre-hensif-holistik yang berlandaskan kepada al-Qur’an dan al-Hadis dalam bentuk ko-munitas pecinta sains dengan mengguna-kan kerangka konseptual sebagai sebuah landasan pelaksanaan kegiatan keilmuan.25

Sains zaman keemasaan Islam (Daulah Ab-basiyah) memiliki kontribusi yang besar bagi perkembangan renaisans Barat. Tradi-si sains Islam zaman keemasan (masa Daul-ah AbbasiyDaul-ah) digunakan Barat sebagai landasan dalam pengembangan keilmuan dalam berbagai bidang dengan menggu-nakan pendekatan ilmiah guna melahir-kan sains mutakhir dan teknologi canggih yang dapat menunjang dan meningkatkan peradaban umat manusia yang berman-faat bagi sesama dan semesta.26 Kontribusi

lain sains Islam zaman keemasan (Daulah Abbasiyah) bagi renaisans Barat adalah

(9)

memberikan sebuah model peradaban umat manusia ideal yang dijiwai nilai-nilai ke-Islaman yang dapat mendukung terwu-judnya masyarakat madani (civil society) guna tercapainya tatanan masyarakat yang sadar akan hak dan kewajibannya sebagai bagian dari komunitas masyarakat, baik dalam lingkup kecil (lingkungan sekitar) maupun besar (bangsa). Karena dengan adanya kesadaran dari masyarakat secara mandiri akan dapat mendorong tercapain-ya cita-cita sebuah komunitas mastercapain-yarakat secara lebih efektif dan efisien. Model per-adaban umat masa keemasan Islam (Daul-ah Abbasiy(Daul-ah) menginspirasi Barat untuk membentuk suatu peradaban maju pesat yang berlandaskan pada ilmu pengeta-huan (sains).

F. Rekonstruksi Sains Zaman Keemasan Islam untuk Keilmuan Keislaman Ke-kinian

Peradaban Islam mencapai puncak za-man keemasan pada masa Daulah Abbasi-yah menurut para ahli (misal Harun Na-sution) dikarenakan pada masa itu tidak ada dikotomi antara ilmu pengetahuan (sains) dan agama. Dalam al-Qur’an juga disebutkan bahwa hubungan sains dan agama sangat dekat dan tidak ada diko-tomisasi keilmuan yang saling bersinergi satu sama lain. Umat Islam dianjurkan un-tuk mentadaburi berbagai ayat al-Qur’an agar belajar dari alam semesta (bumi dan langit) (QS.3:190-191), beberapa fakta ilm-iah seperti dalam disiplin ilmu seperti Bi-ologi (QS.21:30, QS.6:99, QS.22:5), Psikolo-gi (QS.23:12-14), Ilmu Fisika (QS.24:35), Kimia (QS.57:25), Geologi (QS.79:32). Dari berbagai ayat kauliyah tersebut mengajak kepada para umat Islam untuk melakukan aktivitas ilmiah seperti pengamatan terh-adap fenomena alam dan mengeksplorasi secara rinci terhadap ayat-ayat kauniyah yang disemaikan di alam raya ini.

Generasi Islam masa kini perlu menghidupkan kembali gerakan dalam bidang ilmu pengetahuan (sains) seperti melalui pengokohan landasan filosofis keil-muan Islam yang khas dalam ranah

episte-mologi. Ranah epistemologi ini antara lain meliputi sumber pengetahuan, metode dan instrumen pengetahuan. Mengenai sumber ilmu pengetahuan dalam Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadis yang dipahami mela-lui alam, rasio, dan sejarah. Metode dalam memperoleh pengetahuan diantaranya yaitu menggunakan metode dialektik ser-ta instrumen/alat yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan dalam Islam antara lain berupa indra, akal/rasio dan hati/intuisi.28

Revolusi saintifik juga dapat digunakan dalam merekonstruksi pendidikan Islam di era kekinian. Revolusi saintifik dilakukan dengan cara proses kritis dalam mendapat-kan pengetahuan terhadap fenomena yang berupa fakta di lapangan (alam semesta) dilandasi nalar epistemologis berbasis Is-lam. Krisis epistemologis yang melanda dunia pemikiran dan pendidikan Islam bisa diatasi dengan mengubah paradigma filosofis dan pendidikan. Pengubahan Par-adigma filosofis dan pendidikan dilakukan dengan cara medekonstruksi alat, sumber dan metode yang digunakan dalam menda-patkan sebuah pengetahuan. Pedekonstru-sian hal-hal tersebut akan sangat berpen-garuh terhadap pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan dan pendidikan. Pada akhirnya proses-proses pendekonstruk-sian paradigma akan melahirkan paradig-ma baru yang lebih sesuai dengan kebutu-han dan perkembangan zaman. Paradigma yang dimaksud akan berbentuk paradigma yang bercorak teo-antroposentris. Paradig-ma bercorak teo-antroposentris merupakan sebuah pandangan dalam berfikir dan ber-tindak yang dilandasi oleh proses dialektis antara teosentrisme dan antroposentrisme.

Rekonstruksi lain yang bisa dilakukan adalah dengan mendirikan sebuah lemba-ga khusus yang konsen mengkaji tentang sains dalam Islam dari berbagai perspektif dan disiplin ilmu (pelembagaan). Adanya kegiatan pelembagaan ini, diharapkan para saintis kontemporer bisa berkumpul secara rutin untuk mengkaji, diskusi dan melakukan penelitian terkait pengemban-gan sains dalam Islam agar dapat

(10)

kem-bali berjaya seperti pada masa keemasan (Daulah Abbasiyah). Sebenarnya dewasa ini, gerakan pelembagaan sains Islam su-dah ada di dunia seperti International In-stitut of Islamic Thought and Civilazation (ISTAC) bertempat di Malaysia yang di-gagas cendekiawan muslim Syed Muham-mad Naquib Al Attas. Lembaga ini kon-sen mengkaji mengenai pemikiran Islam, sains Islam dan peradaban Islam. Namun, alangkah lebih baik jika pendirian pusat lembaga sains Islam ini perlu diperbanyak kuantitasnya, kualitas dan pengoptimalan fungsi serta peran lembaga dalam mema-jukan peradaban dan keilmuan Islam masa kekinian.

Kesimpulan

Ilmu pengetahuan (sains) dalam Islam memiliki posisi yang sangat urgensif. Hal ini bisa dilihat dari literatur utama da-lam Isda-lam (al-Qur’an dan al-Hadist) yang menyebutkan bahwa insan yang berilmu akan diangkat derajatnya (QS.58:11). Oleh karena itu, sains dapat dijadikan standar kualitas manusia (QS.39:9). Selain itu, sains memiliki kedudukan tinggi dalam pan-dangan Islam antara lain: sains adalah alat untuk mencari kebenaran, sains sebagai prasyarat amal shalih, sains adalah alat un-tuk mengelola sumber-sumber alam guna mencapai ridho Allah SWT, sains sebagai alat pengembangan daya pikir, dan sains sebagai hasil pengembangan daya pikir.

Pemicu penunjang kemajuan sains da-lam dunia Isda-lam masa keemasan tidak terlepas dari kegiatan penerjemahan manuskrip-manuskrip karya maestro Yu-nani Klasik seperti Thales, Socrates, Plato dan Aristoteles. Manuskrip-manuskrip yang diterjemahkan terdiri atas berbagai bahasa seperti bahasa Yunani, Suryani, Persia, Ibrani, Qibti, India, Nibti, dan Lat-in. Proses transformasi sains dari Yunani Klasik ke dalam peradaban Islam mela-lui pendidikan dan pengkajian terhadap manuskrip-manuskrip Yunani Klasik yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab yang kemudian memunculkan para filsuf dan saintis muslim yang mahir dan piawai

dalam berbagai bidang keilmuan.

Kontribusi sains Islam zaman keemasan (Daulah Abbasiyah) bagi Renaisans Barat adalah memberikan sebuah model perada-ban umat manusia ideal yang dijiwai nilai-nilai keislaman yang dapat mendukung terwujudnya masyarakat madani (civil so-ciety) guna tercapainya tatanan masyarakat yang sadar akan hak dan kewajibannya se-bagai bagian dari komunitas masyarakat baik dalam lingkup kecil (lingkungan seki-tar) maupun besar (bangsa). Rekonstruksi yang bisa dilakukan untuk keilmuan keis-laman kekinian adalah dengan mendiri-kan sebuah lembaga khusus yang konsen mengkaji tentang sains dalam Islam dari berbagai perspektif (pelembagaan). Adan-ya pelembagaan ini, diharapkan para sain-tis kontemporer bisa berkumpul secara ru-tin untuk mengkaji, diskusi dan melakukan riset terkait pengembangan sains dalam Islam agar dapat kembali berjaya seperti pada masa keemasan (Daulah Abbasiyah). Catatan Akhir

1Marpuah, “Ilmu dalam Pandangan

Is-lam,” 2.

2Harun Nasution, Pembaharuan, 13-14. 3Saintis dalam tulisan ini tidak hanya

bermakna orang yang pandai dalam ilmu alam, melainkan juga mencakup keilmuan lain seperti ilmu agama, sosial, budaya, humaniora dst. Begitu pula dengan defi-nisi Sains. Sains yang dimaksud ialah ilmu pengetahuan secara luas yang tidak terba-tas pada ilmu kealaman/natural science saja.

4Amira K. Bennison, The Great Caliphs,

158-160

5Firas Alkhateeb, The Lost Islamic,

46-49.

6Iqbal, “Peranan Daulah Abbasiyah”,

269.

7Ahmad Asmuni, “Kontribusi Islam,”

168.

8Nunzairina, “Daulah Abbasiyah,” 95. 9Muhaimin & Abdul Mujib, Pemikiran,

28.

10M. Zainal Abidin, “Dinamika,” 26-27. 11Alias bin Azhar, “Sains,” 54-55.

(11)

12Hanung Hasbullah dkk, Mozaik,

138-140.

13Muh. Nahadi dkk, “Hubungan Islam,”

31-32

14Abdul Mun’im M, Tarikh al Hadhoroh,

162-163.

15Abdul Mun’im M, Tarikh al Hadhoroh,

151-152.

16Umma Farida, “Pemikiran Ismail Raji,”

222.

17Mochamad Muksin, “Islam,” 18-19. 18Refileli, “Peradaban Islam,” 12-13. 19Ning Mukaromah, “Daulah

Abbasi-yah,” 1-3.

20Muchlis, “Perkembangan Pendidikan,”

47.

21Siti Farida, “Analisis Historis,”

352-355.

22Serli Mahroes, “Kebangkitan,” 92-93. 23Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan,

161-162.

24Muh. Kosim, “Ilmu Pengetahuan,”

124-125.

25Mohd. Shukri H, “Pembentukan,”

58-59.

26Muqowim, Genealogi Intelektual, 5-7. 27Rafiu Ibrahim A, “From Islamization,”

30.

28Murthada Mutahhari, Pengantar,

38-40.

29Asyrul Muna, “Menuju Revolusi,”

164-166. Referensi

Abidin, M. Zaenal. “Dinamika Perkemban-gan Ilmu dalam Islam serta Statusnya dalam Perkembangan Peradaban Mod-ern.” Jurnal Ilmu Ushuluddin 11, no. 1 (2012): 21-42.

Adebayo, Rafiu Ibrahim. “From Islamiciz-ing the Science to StrategizIslamiciz-ing for Mus-lim’s Scientific Breakthrough.” Interna-tional Journal of Islamic Thought 7, no. 1 (2015): 25-38.

Alkhateeb, Firas. Lost Islamic History: Re-claiming Muslim Civilisation From The Past. London: C. Hurst & Co, 2014. Asmuni, Ahmad. “Kontribusi Islam

terh-adap Peradaban Barat.” Jurnal Tama-ddun 5, no. 1 (2017): 166-183.

Azhar, Alias bin. “Sains dan Teknologi da-lam Ketamadunan Isda-lam: Analisis Epis-temologi dan Metodologi.” Jurnal Al-Tamaddun 8, no. 1 (2013): 51-66.

Bennison, Amira K. The Great Caliphs: The Golden Age of the ‘Abbasid Empire. United States: Yale University Press, 2009.

Farida, Siti. “Analisis Historis terhadap Integrasi Kurikulum Pendidikan Islam pada Masa Abbasiyah.” Kabilah: Jour-nal of Social Community 2, no. 2 (2017): 340-359.

Farida, Umna. “Pemikiran Ismail Raji al Faruqi tentang Tauhid, Sains dan Seni.” FIKRAH: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keislaman 2, no. 2 (2014): 207-227. Hamda, Hanung Hasbullah dkk. Mozaik

Sejarah Islam. Yogyakarta: Nusantara Press, 2011.

Hanapi, Mohd Shukri. “Pembentukan Ta-sawur dan Kesan terhadap Pembangu-nan Tradisi Keilmuan Islam.” Interna-tional Journal of Islamic Thought 2, no. 2 (2012): 55-61.

Iqbal. “Peranan Daulah Abbasiyah terh-adap Peradaban Dunia.” Jurnal Studi Agama dan Masyarakat 11, no. 2 (2015): 267-279.

Kosim, Muhammad. “Ilmu Pengetahuan dalam Islam: Perspektif Filosofis-His-toris.” Jurnal Tadris 3, no. 2 (2008): 121-140.

Mahroes, Serli. “Kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah Perspektif Sejarah Pen-didikan Islam.” Tarbiya: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam 1, no. 1 (2015): 77-108.

Majid, Abdul Mun’im. Tarikh al-Hadhoroh al-Islamiyah: fi al-‘Ushur al-Wustho, terj. Ahmad R. Usmani. Bandung: Pus-taka, 1978.

Marpuah. “Ilmu dalam Pandangan Islam.” Jurnal Suluh 3, no. 2 (2010): 23-35. Muchlis. “Perkembangan Pendidikan Masa

Daulah Umayyah.” Tsaqofah & Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam 5, no. 1 (2020): 41-50.

Muhaimin dan Mujib, Abdul. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan

(12)

Kerangka Dasar Operasionalnya. Band-ung: Trigenda Karya, 1993.

Mukaromah, Ning. “Daulah Abbasiyah: Metode dan Materi Pendidikan Dasar (Kuttab).” Tarbawi: Jurnal Studi Pen-didikan Islami 5, no. 1 (2018): 1-12. Muksin, Mochamad. “Islam dan

Perkem-bangan Sains dan Teknologi: Studi Perkembangan Sains dan Teknolo-gi Daulah Abbasiyah.” JTMI: Jurnal Teknologi dan Manajemen Informatika 2, no. 4 (2016): 15-19.

Muna, Asyharul. “Menuju Revolusi Sain-tifik melalui Pendidikan Islam.” Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam 6, no. 1 (2017): 164-176.

Muqowim. Genealogi Intelektual Saintis Muslim: Sebuah Kajian tentang Pola Pengembangan Sains dalam Islam pada Periode Abbasiyah. Yogyakarta: Ke-menterian Agama, 2012.

Mutahhari, Murthada. Pengantar Episte-mologi Islam: Sebuah Pemetaan dan

Kritik Epistemologi Islam atas Paradig-ma Pengetahuan Ilmiah dan Relevansi Pandangan Dunia, terj. Muhammad Jawad.Bafaqih. Jakarta: Shadra Press, 2010.

Nahadi, Muhammad dkk. “Hubungan Is-lam dengan Ilmu Pengetahuan AIs-lam dalam Perspektif Sejarah.” Atikan: Jur-nal Kajian Pendidikan (2011): 31-43. Nasution, Harun. Pembaharuan dalam

Is-lam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Nata, Abbudin. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2011.

Nunzairina. “Daulah Abbasiyah: Kema-juan Peradaban Islam, Pendidikan dan Kebangkitan Kaum intelektual.” JUSPI: Jurnal Sejarah Peradaban Islam 3, no. 2 (2020): 93-103.

Refileli. “Peradaban Islam Periode Al-Khu-lafa’ Al-Rasyidin.” Tsaqofah & Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam 1, no. 1 (2016): 1-14.

Referensi

Dokumen terkait