• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meningkatnya jumlah penduduk dari waktu ke waktu, tentu berkorelasi dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia sendiri dibagi menjadi 3 yaitu kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Tanah merupakan salah satu kebutuhan primer bagi kehidupan manusia karena semua kegiatan manusia dilakukan di atas tanah. Di sisi lain ketersediaan tanah terbatas, sehingga kondisi ini dapat memicu timbulnya konflik kepentingan antar individu apabila pengelolaan tanah dilakukan dengan cara yang tidak tepat. Salah satu pemanfaatan tanah adalah sebagai papan atau rumah yang juga dapat menimbulkan masalah dengan tanah yang terbatas. Pemenuhan kebutuhan ini, dapat dilakukan oleh individu dengan membangun sendiri atau disediakan oleh pihak lain seperti pengembang melalui perumahan yang ditawarkan

Kabupaten Sleman merupakan salah satu lokasi yang mempunyai pertumbuhan perumahan permukiman yang sangat pesat, dan terus meningkat sejak tahun 2004 hingga saat ini (BPS, 2012). Letaknya yang strategis dan memiliki kenyamanan untuk dijadikan tempat hunian, membuat pengembang perumahan di Kabupaten Sleman akan terus mengembangkan usahanya, walaupun pengendalian pembangunan perumahan diperketat dengan dikeluarkan Peraturan Bupati Sleman Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pengembangan Perumahan, namun minat untuk mengembangkan perumahan di Sleman tetap tinggi.

Perkembangan perumahan di Kabupaten Sleman juga diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang merupakan dasar penyusunan program pembangunan dalam rangka penyeimbangan pembangunan antar wilayah. Maksud dan tujuan RTRW adalah untuk meningkatkan pertumbuhan wilayah secara seimbang antar kawasan dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan kesinambungan.

(2)

2 Pembangunan perumahan di Kabupaten Sleman tentu tidak boleh menyimpang dari RTRW yang telah ada. Jika hal tersebut terjadi, dapat menimbulkan permasalahan yang dikhawatirkan terus terjadi seiring terus bertambahnya kebutuhan manusia terhadap perumahan. Salah satu masalah yang dapat timbul yaitu penyimpangan dalam proses pengembangan. Penyimpangan dilakukan oleh pengembang di Kabupaten Sleman yang tidak dan atau belum mengurus perizinan sesuai dengan ketentuan yang ada misalnya Izin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT), Dokumen Lingkungan, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), serta pecah sertifikat.

Permasalahan perumahan tersebut akan lebih mudah dikaji bila diketahui pola persebarannya secara spasial, serta dapat dengan mudah diklasifikasikan jika terlihat pola spasialnya. Sehingga dapat diketahui faktor apa sajakah yang mempengaruhi pola persebaran perumahan di lokasi penelitian.

1.2. Perumusan Masalah

Pembangunan perumahan yang telah diutarakan sebelumnya menunjukkan pertumbuhan perumahan yang pesat. Salah satu permasalahan pembangunan perumahan bagi developer adalah penentuan lokasi perumahan yang akan dibangun. Pemilihan lokasi ini bagi developer dirasakan sebagai ujung tombak dalam segi pemasaran yang tentunya didukung dengan berbagai fasilitas yang melengkapi keberadaan perumahan tersebut.

Lokasi-lokasi yang tidak jauh dari pusat kota, nyaman, asri, fasilitas yang lengkap dan mudah di akses oleh penghuni merupakan sasaran utama untuk pembangunan perumahan oleh developer. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa lokasi dengan kriteria di atas tidak mudah didapat karena harga yang terus naik seiring dengan keberadaan sarana penunjang kehidupan di sekitar lahan. Maka piluhan lokasi pembangunan perumahan bagi kalangan pembangun oerumahan menjadi semakin terbatas. Pada akhirnya, jalan tengah diambil dengan cara menyeimbangkan semua faktor yang mempengaruhi pembangunnan perumahan atau dengan mengorientasikan pembangunan perumahan tersebut ke arah konsumen dengan kalangan tertentu. Artinya memaksimalkan sebagian faktor dan

(3)

3 mengorbankan faktor lainnya demi mengejar pembelian unit perumahan oleh konsumen.

Sementara pemerintah sebagai pengawas dan penyeimbang pembangunan melaksanakan tugasnya dengan membuat berbagai peraturan di bidang perumahan. Aturan-aturan yang diterbitkan oleh pemerintah tersebut diharapkan dapat mengarahkan pembangunan perumahan supaya dapat mencukupi kebutuhan semua kalangan masyarakat dan juga tetap menjaga keselarasan pembangunan dibidang lain tanpa meninggalkan keselarasan dengan kelestarian lingkungan. Produk pemerintah terkait dengan lokasi pembangunan perumahan adalah penentu daerah-daerah atau kawasan yang diperbolehkan atau disarankan untuk didirikan perumahan.

Sebagai langkah awal dalam kajian perumahan secara luas, kompleks perumahan dapat dikaji sebagai titik yang tersebar dalam wilayah administrasi pemerintahan. Titik-titik sebaran lokasi perumahan yang ada dapat mengindikasikan banyak hal, seperti pola sebaran dan pilihan lokasi pembangunan perumahan.

Atas dasar tersebut maka beberapa pertanyaan penelitian yang terkait dengan pembangunan perumahan di Kabupaten Sleman adalah:

1. bagaimana pola lokasi perumahan di Kabupaten Sleman?

2. faktor apa saja yang mempengaruhi pola sebaran lokasi perumahan menurut status perizinan di Kabupaten Sleman?

3. apakah sebaran perumahan tersebut sesuai dengan Tata Ruang Kabupaten Sleman?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruh pola sebaran perumahan di Kabupaten Sleman ini bertujuan untuk :

1. mengetahui pola lokasi perumahan di Kabupaten Sleman.

2. mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola sebaran lokasi perumahan di Kabupaten Sleman.

(4)

4 3. mengetahui kesesuaian sebaran perumahan dengan RTRW Kabupaten

Sleman tahun 2011 – 2031.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Penyusunan penelitian skripsi dimaksudkan sebagai salah satu syarat pada kelulusan sarjana tingkat strata satu di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada yang bertujuan untuk pengembangan ilmu pendidikan khususnya dalam kajian ilmu Geografi.

2. Menjadi referensi penelitian sejenis dimasa yang akan datang. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pola persebaran perumahan sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhinya serta sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan dan mengendalikan perkembangan lokasi perumahan.

1.5. Tinjauan Pustaka

Tinjuan pustaka dipergunakan untuk memberikan landasan-landasan ilmu yang akan diterapkan dalam penelitian ini sehingga segala aspek yang akan dikaitkan dengan penelitian dapat dikaji berdasarkan sumber yang telah terpercaya. Maka dengan tinjuan pustaka ini, kinerja yang akan diterapkan dalam penelitian ini sesuai dengan ilmu yang ada.

1.5.1. Perumahan

Perumahan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Sebagai salah satu kebutuhan utama manusia disamping sandang dan pangan, perumahan merupakan unsur pokok kesejahteraan rakyat. Keberadaan perumahan tidaklah dapat dipisahkan dari manusia. Sebagai pemenuhan kebutuhan, paling tidak adanya rumah merupakan pertahanan manusia terhadap alam sekitarnya dan bahaya yang dapat mencelakakan hidup manusia. Rumah juga diperlukan untuk menyelenggarakan kegiatan dan kepentingan dipermukaan bumi. Sementara itu kegiatan dan kepentingan tersebut bertujuan untuk melangsungkan kehidupannya.

Menurut Husodo (1991) rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Jadi, selain berfungsi

(5)

5 sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, rumah juga merupakan tempat awal pengembangan kehidupan.

Sedangkan menurut Doxiadis C.A,1974 (dalam Ridlo,2001) bahwa Permukiman adalah penataan kawasan yang dibuat oleh manusia yang tujuannya untuk mempertahankan hidup secara lebih mudah dan lebih aman, dan mengandung kesempatan untuk pembangunan manusia seutuhnya. Dengan demikian pengertian permukiman dapat dirumuskan sebagai suatu kawasan perumahan yang ditata secara fungsional sebagai satuan sosial, ekonomi, dan fisik tata ruang, dilengkapi dengan prasarana lingkungan, sarana umum, dan fasilitas sosial.

Permukiman atau tempat tinggal secara khusus, sering disebut perumahan, yang menyangkut semua jenis tempat perlindungan (shelters) buatan manusia, seperti tempat kediaman, gudang, bengkel, sekolah, gereja, toko, depot, atau dengan kata lain semua bentuk bangunan rumah secara fisik (Ritohardoyo, 2000). Rumah mencerminkan ciri khas atau karakteristik suatu wilayah, jika karakteristik tersebut dikaitkan dengan lingkungan dan kebudayaan penghuni atau masyarakat yang menempatinya. Secara lebih khsusu, Zee (1979, dalam Ritohardoyo, 2000) memberi arti permukiman secara sempit sebagai perumahan, yang terdiri dari bangunan tunggal maupun kelompok bangunan rumah.

Menurut Koestoer dkk (2001) bahwa, wilayah permukiman di perkotaan yang sering disebut sebagai daerah perumahan, memiliki keteraturan bentuk secara fisik. Artinya, sebagian besar rumah menghadap secara teratur kearah kerangka jalan yang ada dan sebagian besar terdiri dari bangunan permanen, berdinding tembok, dan dilengkapi dengan penerangan listrik. Kerangka jalannya-pun bertingkat mulai dari jalan raya, jalan penghubung hingga jalan lingkungan atau lokal.

Menurut UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, "Perumahan adalah kumpulan rumah seabagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan

(6)

6 prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni" (pasal 1 ayat 2).

1.5.2. Sarana Lingkungan Perumahan Kota

Sehubungan dengan pembahasan Sarana Lingkungan Perumahan, maka tidak terlepas dari pembahasan sistem prasarana, sebagaimana dikatakan oleh Jayadinata (1999) bahwa pengertian sarana dalam sistem prasarana atau infrastruktur : adalah alat pembantu didalam prasarana yang merupakan alat (mungkin tempat) utama dalam mendukung kegiatan sosial atau kegiatan ekonomi.

Haynes dalam Jayadinata (1999), menyatakan bahwa “Pertama, modal (barang modal) dapat dianggap prasarana, jika merupakan sumber ekonomi luaran (exsternal) dan jika unitnya besar; kedua perlengkapannya pun dapat dianggap prasarana. Dengan meminjam istilah didalam prasarana, maka prasarana disini dapat dianggap sebagai modal pemerintah (umum) yang merupakan dasar dalam mewadahi semua kegiatan sosial ekonomi lainnya di suatu wilayah (perkotaan atau perdesaan). Adapun ciri dari sarana prasarana sendiri adalah merupakan sistem fisik dan dikatakan oleh Grigg, dalam Kodoatie (2003) bahwa Sistem prasarana atau infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas phisik atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial, dan sistem ekonomi masyarakat.

Menurut Undang-undang Perumahan dan Permukiman tahun 1992, bahwa Sarana lingkungan merupakan fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, ekonomi dan budaya. Berdasarkan pengertian sebagaimana tersebut diatas, definisi mengenai sarana didalam sistem prasarana atau infrastruktur dapat di artikan sebagai bentuk Pelayanan publik berupa Sistem fisik atau bangunan, yang secara ekonomi merupakan belanja modal bersifat eksternalitas yang dibutuhkan sebagai wadah yang menunjang bagi penyelenggaraan kegiatan masyarakat dalam kehidupan sistem sosial, dan sistem ekonomi. Sehubungan dengan kota, maka fasilitas

(7)

7 pelayanan lingkungan permukiman adalah meliputi: pelayanan air bersih, pelayanan transportasi, pelayanan pengelolaan sampah, pelayanan kesehatan, pendidikan, peribadatan, budaya, perumahan, tempat untuk melakkukan usaha jasa dan perdagangan, bank, pemerintahan, bangunan serbaguna, pelayanan transportasi, dan lain-lain.

Berdasarkan buku Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota (Departemen PU), Sarana adalah kelengkapan lingkungan yang berupa fasilitas : pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga, pemerintahan, pelayanan umum, peribadatan, rekreasi, dan kebudayaan, olah raga dan lapangan terbuka.Sedangkan fasilitas pelayanan prasarana adalah : penyediaan air bersih, penyediaan moda transportasi, pengelolaan sampah/limbah.

Adapun kriteria penentuan baku kelengkapan pendukung prasarana dan sarana lingkungan dalam peencanaan kawasan perumahan kota menurut keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 378/KPTS/1987, menyebutkan bahwa : untuk menghasilkan suatu lingkungan perumahan yang fungsional, sekurang-kurangnya bagi masyarakat penghuni, maka terdiri dari: a) kelompok rumah-rumah, b) prasarana lingkungan, dan c) sarana lingkungan..

Besaran standar sarana hunian berupa rumah-rumah ditetapkan kepadatan rumah di lingkungan perumahan daerah perkotaan tidak kurang dari 40 rumah/Ha (dengan luas kaveling antara 90 -200 m²). Dimana kebutuhan luas lantai per orang dalam satu umpi (keluaraga terdiri dari ayah + ibu + anak ) adalah 6 m² ditambah 50% untuk ruang pelayanan, tetapi bila dalam satu umpi hanya terdiri dari 1 (satu) orang kebutuhan lantai adalah 18 m² (sudah termasuk pelayanan). Building coverage 50% dari seluruh bangunan jadi untuk kaveling terkecil dengan anggota keluaraga 4 jiwa adalah 72 m², dan bila terdiri dari 5 jiwa adalah 90m².

Prasarana pendukung lingkungan perumahan terdiri dari:, 1) saluran air minum, termasuk didalamnya adalah fasilitas kran kebakan, kran umum, pipa penghubung, sambungan rumah dan meter air; 2) saluran air limbah, meliputi tangki septick, badan penerima untuk menerima mengalirkan atau menampung air buangan; 3) saluran air hujan; 4) pembuangan sampah (TPS); 5) jaringan listrik, dan Jalan lingkungan perumahan terdiri dari:

(8)

8 a. jalan penghubung lingkungan perumahan, yaitu jalan yang menghubungkan lingkungan perumahan dengan jalan lokal (merupakan jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.).

b. jalan poros ligkungan perumahan, yaitu jalan yang menghubungkanasing-masing satuan pemukiman atau lingkungan perumahan.

c. jalan lingkungan perumahan, yaitu jalan yang ada dalam satuan pemukiman atau lingkungan perumahan,

d. jalan lingkungan perumahan I, yaitu jalan di dalam lingkungan perumahan yang dipergunakan untuk segala macam kendaraan roda 4 (empat)

e. jalan lingkungan perumahan II (setapak kolektor), yaitu jalan di dalam lingkungan perumahan yang dipergunakan untuk menampung arus manusia dari jalan setapak menuju fasilitas lingkungan.

f. jalan lingkungan perumhahan III (jalan setapak) adalah jalan yang dipergunakan untuk pejalan kaki.

Kawasan perumahan merupakan suatu lingkungan hunian yang perlu dilindungi dari ganguan-ganguan, seperti : gangguan suara, kotoran udara, bau dan lain-lain. Sehingga kawasan perumahan harus bebas dari gangguan tersebut dan harus aman serta mudah mencapai pusat-pusatpelayanan serta tempat kerja. Dengan demikian dalam kawasan perumahan harus disdiakan sarana-sarana lain yaitu: sarana pendidikan, kesehatan, perbelanjaan, rekreasi, dan lain-lain.

1.5.3. Lokasi Pertumbuhan Perumahan dan Permukiman

Dalam buku “Perumahan dan Permukiman di Indonesia”, (Budihardjo ed, 2009), mengisyaratkan bahwa penentuan lokasi Perumahan yang baik perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. teknis pelaksanaan: Mudah mengerjakannya dalam arti tidak banyak pekerjaan cut & fill; bukan daerah banjir, bukan daerah gempa, bukan daerah angin ribut, bukan daerah rayap; mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti; tanahnya baik sehingga konstruksi bangunan yang ada dapat direncanakan dengan sistem semurah mungkin; mudah mendapatkan sumber air bersih, listrik, pembuangan

(9)

9 air limbah/kotor/hujan (drainage) dan lain-lain; mudah mendapatkan bahan-bahan bangunan;

2. tata guna tanah: tanah secara ekonomis telah sukar dikembangkan secara produktif, misal: (a) bukan daerah persawahan, (b) bukan daerah-daerah kebun-kebun yang baik, (c) bukan daerah usaha seperti, pertokoan, perkantoran, hotel, pabrik/industri; tidak merusak lingkungan yang ada, bahkan kalau dapat memperbaikinya; sejauh mungkin dipertahankan tanah yang berfungsi sebagai reservoir air tanah, penampung air hujan dan penahan air laut;

3. kesehatan dan kemudahan: lokasi sebaiknya jauh dari lokasi pabrik-pabrik yang dapat mendatangkan polusi misalnya debu pabrik, buangan sampah-sampah dan limbah pabrik; lokasinya sebaiknya tidak terlalu terganggu oleh kebisingan; lokasinya sebaiknya dipilih yang udaranya masih sehat; lokasinya sebaiknya dipilih yang mudah untuk mendapatkan air minum, listrik, sekolah, pasar, puskesmas dan lain-lain; lokasi sebaiknya mudah dicapai dari tempat kerja penghuninya;

4. politis dan ekonomis: menciptakan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekelilingnya; dapat merupakan suatu cotoh bagi masyarakat sekelilingnya untuk membangun rumah dan lingkungan yang sehat, layak dan indah walaupun bahan-bahan bangunannya terdiri dari bahan-bahan produksi local; mudah dalam pemasarannya karena lokasinya disukai oleh calon pembeli dan dapat mendatangkan keuntungan yang wajar bagi developernya.

Keempat kriteria di atas mengartikan bahwa pemilihan lokasi perumahan yang baik dapat mencakup beberapa hal tersebut agar tercipta nuansa kesesuaian dan kenyamanan baik terhadap penghuni maupun terhadap lingkungan perumahan, hal ini pula dapat membentuk suatu pola kawasan yang tertata dan teratur.

Tata guna lahan perkotaan menunjukan pembagian dalam ruang dan peran kota. Misalnya kawasan perumahan, kawasan tempat bekerja, kawasan pertokoan dan juga kawasan rekreasi (Jayadinata, 1999). Sedangkan pemanfaatan lahan

(10)

10 dengan melihat aspek aksesbilitas menurut Chapin (1995), pemanfaatan lahan untuk fasilitas pelayanan kota cenderung mendekati akses barang dan orang sehingga dekat dengan jaringan transportasi serta dapat dijangkau dari kawasan permukiman dan tempat berkerja serta fasilitas pendidikan. Sementara fasilitas rekreasi, terutama untuk skala kota atau regional, cenderung menyesuaikandengan potensi alam seperti pantai, danau, daerah dengan topografi tertentu, atau flora dan fauna tertentu. Dipahami bahwa lokasi perumahan sangat dipengaruhi oleh fasilitas pelayanan kota yang ada dengan memanfaatkan akses transportasi. Dengan demikian bahwa tumbuhnya perumahan dan permukiman selalu memperhitungkan jarak yakni menuju dan dari lokasi/kawasan sehingga dapat bernilai keuntungan.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan pola permukiman, yakni :

1. geografi dan alam ; topografi, iklim, dan ketersediaan bahan bangunan.

2. buatan manusia ; kekuatan utama yang mempengaruhi bentuk kota (kegiatan perdagangan, kekuatan sosial politik dan keagamaan) ; berbagai faktor yang terkait dengan perkembangan masyarakatdan teknologi; dan faktor yang besar pengaruhnya (antara lain infrastruktur kota, pola jaringan jalan, peraturan dan perundang-undangan).

3. Faktor lokasi

a. Permukiman yang timbul secara organik

1. Ketersediaan sumber daya alam

2. Permukiman yang potensial untuk petahanan

3. Faktor lokasi pasar (lokasi strategis dekat persimpangan jalan, dekat sarana transportasi pelabuhan, terminal, bandara dan muara sungai). b. Permukiman yang terencana

1. Kriteria-kriteria yang digunakan untuk menentukan lokasi yang akan direncanakan untuk mengembangkanpermukiman sama dengan faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan permukiman secara organik.

(11)

11

2. Faktor-faktor lain (sosial, politik, religi) antara lain strategi, peluang pengembangan ekonomi dan pertanian, keberadaaan sumberdaya mineral dan alasan-alasannya

c. Kesesuaian dengan fungsi kota sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, kebudayaan, agama, pertahanan, produksi, kesehatan, rekreasi dan campuran.

Untuk mencapai kehidupan yang lebih baik bagi manusia dalam wadahnya, maka permukiman berkembang menjadi permukiman yang direncanakan dengan berbagai konsep. Konsep-konsep pola permukiman yang dikembangkan sejak dikenalnya perencanaan permukiman hampir selalu didasarkan pada kaidah :

a. kedekatan (proximity) b. kemudahan (accessibility) c. ketersediaan(availability) d. kenyamanan (amenity)

1.5.4. Pola Permukiman

Bintarto (1983), menulis bahwa ketidak puasan orang membincangkan pola pemukiman (settlements) secara deskriptif menimbulkan gagasan untuk membincangkannya secara kualitatif. Peter Haggett dalam Bintarto (1983) menyampaikan bahwa pola pemukiman yang dikatakan seragam (uniform), tersebar tidak merata (random), dan mengelompok (clustered) dapat diberikan ukuran yang berifat kuantitatif. Pendekatan kuantitatif tersebut dilakukan dengan Analisis Tetangga Terdekat (nearest-neighbour analysis).

1.6. Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai perumahan telah banyak dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya baik mengenai pola persebaran, karakteristik, maupun faktor-faktor penentu dalam pemilihan lokasi perumahan. Namun pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pola serta faktor yang mempengaruhi pola sebaran perumahan di Kabupaten Sleman.

Penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya. Namun penelitian ini telah dikembangkan dengan

(12)

12 penggunaan variabel, metode, teknik, dan wilayah penelitian yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Peneliti juga berusaha untuk mengkaitkan status perizinan yang banyak bermasalah di Kabupaten Sleman sebagai pertimbangan kebijakan oleh pemerintah ke depannya. Adapun perbandingan penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan dengan penelitian ini dirangkum dalam Tabel 1.1

(13)

13

Nama/Judul Tujuan/ Hipotesis Metode Hasil

Agus Warsono (2006)

Perkembangan Permukiman Pinggiran Kota pada Koridor Jalan Kaliurang Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman

Mengkaji karakteristik perkembangan kelompok-kelompok permukiman pinggiran kota pada koridor Jalan Kaliurang di Desa Sinduharjo dan Desa Sardonoharjo Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman

Survei Deskriptif

Faktor-faktor kenampakan keruangan pinggiran kota sebagai bentuk perkembangan permukiman pinggiran kota secara fisik yang paling mempengaruhi tipologi perkembangan kelompok permukiman yakni: faktor pertumbuhan penduduk (population growth), dan faktor hak-hak kepemilikan lahan (property rights), selain itu adalah faktor persaingan memperoleh lahan (competition

for land).

Lutfiana (2009)

Persepsi Penduduk Pedukuhan Tentang Dampak Keberadaan Perumahan yang Dibangun Pengembang terhadap Lingkungan di Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman

1. Mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi penduduk pedukuhan sekitar perumahan yang dibangun pengembang

2. Mengkomparasi persepsi penduduk tentang dampak keberadaan yang dibangun pengembang

Survei Kuantitatif Kualitatif

1. Penduduk memiliki karakteristik sosial ekonomi yang berbeda.

2. Penduduk menganggap perumahan punya kehidupan sendiri.

Rusdi Wardana (2010)

Evaluasi Pelaksanaan Perizinan Pembangunan Rumah Tinggal di Kawasan Resapan Air Kabupaten Sleman

1. Mengkaji prosedur IMB untuk rumah tinggal yang dibangun di kawasan resapan air

2. Mengidentifikasi persepsi para pihak yang terlibat terhadap proses pengajuan IMB untuk rumah tinggal yang dibangun di kawasan resapan air 3. Mengidentifikasi persepsi dari pihak terlibat

terhadap efektifitas IMB dalam peranannya sebagai instrument pengendalian kawasan resapan air

Deskriptif Kualitatif

1. Kajian prosedur pengajuan IMB untuk tempat tinggal dibangun di kawasan resapan air

2. Ragam persepsi stakeholder terhadap prosedur pengajuan IMB untuk rumah tinggal yang dibangun di kawasan resapan air Kabupaten Sleman

3. IMB belum efektif dalam mengendalikan kawasan resapan air, disebabkan masih banyaknya penyimpangan yang terjadi.

Hafid Ikhsan Dwiatmojo (2009)

Distribusi Kompleks Perumahan dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh di Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo

1. Megetahui karakteristik kompleks-kompleks perumahan pada daerah penelitian.

2. Mengetahui pola distribusi komplek-komplek perumahan pada daerah penelitian

3. Menganalisis faktor-faktor lokasi penentu dalam pemilihan lokasi perumahan di daerah penelitian

Analisis Data Sekunder Primer overlay, korelasi, regresi

1. Karakteristik perumahan skala kecil

2. Peta sebaran perumahan cenderung mengelompok 3. Faktor kedekatan jalan adalah paling berpengaruh.

Tabel 1.1. Penelitian Sebelumnya

(14)

14 Agus Warsono (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Perkembangan Permukiman Pinggiran Kota pada Koridor Jalan Kaliurang Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman” mendapatkan hasil faktor-faktor kenampakan pinggiran kota sebagai bentuk perkembangan permukiman pinggiran kota secara fisik yang paling mempengaruhi tipologi perkembangan kelompok permukiman yakni: faktor pertumbuhan penduduk (population growth), dan faktor hak-hak kepemilikan lahan (property rights), selain itu adalah faktor persaingan memperoleh lahan (competition for land). Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei, sedangkan analisis menggunakan analisis deskriptif.

Lutfiana (2009) meneliti tentang persepsi penduduk tentang dampak keberadaan perumahan yang dibangun pengembang terhadap lingkungan di Kecamatan Ngaglik. Pengumpulan data penelitian tersebut menggunakan metode survei. Sedangkan teknik analisisnya menggunakan metode campuran atau kuantitatif dan kualitatif. Hasil yang didapat dalam penelitian tersebut, penduduk memiliki karakter sosial ekonomi yang berbeda dibanding para penghuni perumahan, serta para penghuni perumahan kurang dapat bersosialisasi sehingga seolah-olah penghuni perumahan mempunyai kehidupan sendiri.

Penelitian lain yang terkait dengan evaluasi pelaksanaan perizinan pembangunan rumah tinggal di kawasan reasapan air di Kabupaten Sleman dilakukan oleh Rusdi Wardana (2010). Metode analisis yang digunakan yaitu deskriptif dan kualitatif. Hasil yang didapatkan yaitu kajian prosedur pengajuan IMB untuk tempat tinggal dibangun di kawasan resapan air, ragam persepsi stakeholder terhadap prosedur pengajuan IMB untuk rumah tinggal yang dibangun di kawasan resapan air Kabupaten Sleman, dan IMB belum efektif dalam mengendalikan kawasan resapan air, disebabkan masih banyaknya penyimpangan yang terjadi.

Hafid Ikhsan Dwiatmojo (2009) melakukan penelitian dengan judul “Distribusi Kompleks Perumahan dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh di Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo” dengan menganalisis data sekunder serta primer serta pengolahan data dengan cara overlay, korelasi, dan regresi.

(15)

15 Hasil yang didapat dalam penelitian tersebut yaitu karakteristik perumahan skala kecil, peta sebaran perumahan di Kecamatan Grogol cenderung mengelompok, dan faktor kedekatan jalan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap distribusi kompleks perumahan yang ada.

1.7. Kerangka Pemikiran

Laju pertumbuhan penduduk di seluruh Dunia pada skala global dan di Kabupaten Sleman secara lokal yang semakin meningkat, otomatis membuat tumbuhnya perekonomian masyarakat. Hal tersebut membuat aktifitas masyarakat juga ikut meningkat, sehingga membutuhkan ruang untuk menjalankan aktifitas manusia karena sangat mustahil melakukan aktifitas tanpa adanya ruang yang tersedia. Salah satu hal yang dibutuhkan oleh manusia yaitu tempat hunian untuk bertempat tinggal, sehingga kawasan perumahan meningkat secara signifikan di Kabupaten Sleman untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat. Pemenuhan kebutuhan perumahan tersebut dapat dilakukan oleh dua pihak, yaitu individu maupun developer. Sehingga hal tersebut dapat dipetakan bagaimana pola persebarannya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, untuk dianalisis adakah kecenderungan penempatan kompleks perumahan pada lokasi-lokasi tertentu. Kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.2.

(16)

16 Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran

Faktor-faktor yang mempengaruhi sebaran: a. kemiringan lereng b. pertambahan penduduk c. kepadatan penduduk d. jumlah sarana pendidikan e. jumlah sarana kesehatan f. jumlah sarana ekonomi g. jumlah jaringan jalan Individu Developer Kebutuhan tempat tinggal meningkat Tumbuhnya kawasan perumahan Peningkatan aktifitas masyarakat

Keterbatasan lahan untuk tempat tinggal

Pola sebaran perumahan

(17)

17

1.8. Batasan Operasional

Permukiman dalam arti umum adalah kelompok satuan kediaman orang atau manusia pada suatu wilayah tidak hanya sebatai bangunan rumah tempat tinggal namun mencakup pula fasilitas yang diperlukan untuk menunjang kehidupan penghuninya. Namun dapat diartikan secara khusus yakni bangunan rumah dengan fasilitas pendukungnya (Finch, 1957 dalam Ritohardoyo, 2000).

Perumahan adalah kumpulan rumah seabagai bagian dari permukiman, baik perkotaanmaupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. (UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, pasal 1 ayat 2)

Kompleks perumahan adalah satuan hunian berupa kumpulan rumah tempat tinggal penduduk yang dibangun bersamaan dengan fasilitas pendukungnya oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta, ataupun kerjasama kedua pihak tersebut.

Pola adalah susunan struktural, gambar, corak, kombinasi sifat-sifat kecenderungan membentuk sesuatu yang taat asas dan bersifat khas (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988).

Pola persebaran lokasi perumahan adalah sifat persebaran titik-titik lokasi perumahan yang ada dalam area penelitian (Ritohardoyo, 2000).

Wilayah adalah kesatuan geografis dengan bentuk dan ukuran menurut pengamatan tertentu (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988). Kawasan adalah wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan lingkup

pengamatan fungsi tertentu (Jayadinata, 1999).

Developer adalah individu atau kelompok atau pengusaha atau badan hukum, seperti firma atau perseroan terbatas yang bergerak di bidang usaha yang sangat spekulatif dalam hal pembangunan gedung untuk tujuan investasi (Catanese, 1989).

Lahan adalah bagian dari bentang lahan yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi atau relief, hidrologi bahkan keadaan

(18)

18 vegetasi alami yang semuanya akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976).

Penggunaan lahan adalah seagala macam campur tangan manusia baik secara permanen maupun secara siklis terhadap suatu kumpulan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhannya baik kebendaan maupun spiritual maupun keduanya (Malingreau, 1978).

Referensi

Dokumen terkait

Melakukan kampanye hemat energi listrik kepada para rumah tangga di Bandung tepatnya pada rumah di sekitar Cijawura Girang 6 dan di Cijawura Girang 5 pada perumahan Komplek Cijawura

Menanggulangi gangguan kesehatan pada hewan yang semakin berbahaya, maka sangat dibutuhkan fasilitas rumah sakit hewan yang baik dan sesuai dengan ketentuan syarat usaha rumah

Kompetensi Keahlian Teknik Gambar Bangunan Halaman 9 dari 96 Agar dapat bekerja secara efektif dan efisien serta dapat mengembangkan keahlian dan keterampilan, peserta

Untuk memberikan gambaran tentang apa, bagaimana, dan kenapa dilakukan pembangunan Perumahan Tiuh Tohou Indah dengan konsep Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat) yang

Kelompok ini mencakup kegiatan konstruksi yang dikhususkan pada satu aspek dari berbagai macam struktur bangunan yang memerlukan keahlian atau perlengkapan khusus,

Berdasarkan masalah-masalah tersebut, panti sosial anak yatim piatu ini akan meredesain sebuah bangunan sehingga mampu memaksimalkan interior serta fasilitas dan kebutuhan ruang

Cipto Semarang akan mengkaji ulang tapak dan bangunan eksisting gereja untuk nantinya kembali dapat mengakomodir segala kebutuhan kegiatan peribadatan dan fasilitas penunjang yang

Hal tersebut menjadi dasar utama mengapa diperlukannya sebuah fasilitas khusus yang memberi perhatian lebih pada seseorang, sekelompok maupun komunitas mualaf, karena