• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI DEMOKRASI NEGARA BERKEMBANG (Analisis Semiotika Roland Barthes Pada Film Newton)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REPRESENTASI DEMOKRASI NEGARA BERKEMBANG (Analisis Semiotika Roland Barthes Pada Film Newton)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

93

REPRESENTASI DEMOKRASI NEGARA BERKEMBANG (Analisis Semiotika Roland Barthes Pada Film Newton)

Wilma Ahlan Diyah Fakza

Prodi Ilmu Komunikasi, Jurusan Ilmu Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya

wilmafakza@mhs.unesa.ac.id Danang Tandyonomanu

Prodi Ilmu Komunikasi, Jurusan Ilmu Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya

danangtandyonomanu@unesa.ac.id Abstrak

Representasi merupakan upaya untuk menghadirkan realitas sosial menjadi lebih dekat. Film Newton merupakan film kritik yang memberikan kritikan terhadap konsep demokrasi di India. Film Newton merepresentasikan realitas tersebut dengan mengkonstruksi ulang kode-kode, konvensi-konvensi dan ideologi budaya kedalam sebuah film. Hasil yang diperoleh adalah demokrasi di India tidak sesuai dengan nilai dasar konsep demokrasi, sehingga mengakibatkan kesenjangan sosial dan tingginya angka kejahatan. Metode yang digunakan dalam menganalisis kode-kode dalam film Newton adalah kualitatif, denan menggunakan teori semiotika milik Roland Barthes. Dengan pemaknaan dua tahap (denotasi, konotasi, mitos). Semiotika Roland Barthes dipilih karena Roland Barthes memberikan kedalaman ketika memaknai sebuah film, dengan berdasarkan penanda, pertanda, gambar atau visual, dan fenomena sosial.

Kata Kunci: film Newton, representasi film, demokrasi di India Abstract

Representation is an attempt to bring social reality closer. Newton is a movie of criticism which provides criticism of the democracy concept in India. It represents the reality of the concept by reconstructing codes, conventions and cultural ideologies into a film. The results obtained are that democracy in India is not in accordance with the basic values of the basic concept of democracy, resulting in social inequality and high crime rates. The method used in analyzing the codes in Newton movie is qualitative research method, using Roland Barthes's semiotic theory with the definition of two stages (denotation, connotation, myth). Roland Barthes's semiotics is chosen because he gives depth in interpreting a movie, based on markers, signs, images or visuals, and social phenomena.

Keywords: Newton film, film representation, democracy in India PENDAHULUAN

Film sebagai media untuk representasi adalah film yang mampu merepresentasikan sebuah realitas sehari-hari menjadi lebih dekat. Hal tersebut diperjelas oleh Soemarno (2006), ia menyebutkan bahwa film yang baik adalah film yang mampu “merekam realitas sosial pada zamannya”. Film sebagai media representasi juga tertuju kepada konstruksi segala bentuk media, khususnya media massa terhadap segala aspek realitas atau hal-hal nyata yang terdapat pada masyarakat. Film sebagai produk budaya dan juga representasi dari masyarakat tidak hanya mengkonstruksi ulang nilai-nilai budaya yang terdapat pada dirinya akan tetapi juga tentang bagaimana nilai-nilai tersebut diproduksi dan dikonsumsi oleh masyarakat yang mengkonsumsi (Irawanto, 1999).

Representasi demokrasi pada film Newton merupakan suatu upaya untuk menghadirkan kembali realitass demokrasi ke dalam sebuah film dengan memperhatikan aspek-aspek dari representasi, yaitu membangun kembali dan menghadirkan realitas tersebut berdasarkan kepada kode-kode, konvensi-konvensi dan ideologi serta kebudayaan. Sasono (2009) kemudian memberikan penjelasan mengenai hal tersebut, bahwa film merupakan media yang istimewa, hal tersebut didasarkan kepada film mampu menirukan realitas yang ada di masyarakat menjadi lebih dekat dengan penonton. Film sebagai media untuk merepresentasikan suatu realitas yang terdapat pada masyarakat tentu tidak terlepas dari berbagai

macam isu-isu yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Salah satunya adalah mengenai isu politik yang merujuk kepada konsep demokrasi pada suatu negara yang dalam penelitian ini adalah negara India.

Penelitian terdahulu yang membahas mengenai isu serupa adalah penelitian milik Bagus Martantio pada tahun 2015 dengan judul “Representasi Demokrasi pada Film Frekuensi”. Perbedaan dari penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah fokus yang diangkat oleh peneliti. Pada penelitian milik Bagus Martantio, representasi tersebut berfokus kepada keberpihakan suatu media terhadap para pemegang modal dan konsep konglomerasi media. Sedangkan media sebagai salah satu pilar demokrasi, media harus bersifat netral dan tidak berpihak. Kemudian penelitian berikutnya adalah milik Fajar Nugraha yang dilakukan pada tahun 2014 dengan judul “Representasi Demokrasi Indonesia dalam Film Democracy Is Yet to Learn”. Hasil dari penelitian tersebut adalah film tersebut merepresentasikan bahwa kondisi di Indonesia telah mengalami perubahan dan menjadi kapitalis. Meskipun sama-sama mengangkat isu demokrasi, perbedaan dari penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan saat ini adalah mengenai fokus negara dan juga film yang berbeda. Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti fokus negara yang dipilih adalah India dengan film yang diproduksi oleh industri perfilman di India, yaitu film Newton.

Konsep-konsep yang saling berketerkaitan pada penelitian ini antara lain, konsep demokrasi. Konsep demokrasi sendiri merupakan suatu konsep pemerintahan

(2)

yang dijalankan oleh suatu negara. Pada dasarnya demokrasi merupakan sebuah konsep pemerintahan yang identik dengan kedaulatan rakyat. Pada konsep tersebut seluruh kuasa berada ditangan rakyat, sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi dalam melaksanakan sistem pemerintahan dalam suatu wilayah negara (Mayo: 1960). Hal tersebut juga dipertegas dengan pernyataan dari Soerensen (2014) menurut Soeresnsen, konsep dari demokrasi secara lingkup kecil (mikro) adalah sebuah mekanisme sistem politik untuk memililih pemimpin yang akan dijadikan wakil rakyat dan pemimpin dari suatu negara yang dipilih oleh seluruh rakyat yang mendiami suatu wilayah negara tersebut. Selain konsep demokrasi, konsep lain yang digunakan adalah konsep semiotika dari Roland Barthes.

Konsep Semiotika Roland Barthes dipilih karena mampu memberikan kedalaman dalam proses pemaknaan yang terdapat pada film. Proses pemaknaan tersebut berdasar kepada penanda dan petanda, gambar atau visual serta fenomena sosial. Hal tersebut juga tentu mengacu kepada semiotika Roland Barthes yang berfokus pada gagasan mengenai signifikasi dua tahap. Pada signifikasi pertama berfokus kepada hubungan antara penanda dan petanda dalam sebuah tanda dari realitas eksternal yang dikenal dengan istilah denotasi. Kemudian berikutnya adalah signifikasi tahap kedua yang menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan kenyataan atau emosi yang dikenal dengan istilah konotasi. Pada tahap signifikasi kedua tersebut berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana representasi demokrasi di India yang dihadirkan melalui film Newton, khususnya dari segi demokrasi yang terjadi pada negara tersebut. Dampak yang dihasilkan dari penelitian ini secara akademis tentu saja diharapkan mampu memperkaya kajian ilmu komunikasi khususnya pada bidang film dan semiotika yang merepresentasikan suatu kondisi dari realitas sosial pada lingkup politik dengan konsep demokrasi. Secara praktik dampak yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan warna baru bagi dunia perfilman untuk memproduksi suatu film dengan isu-isu yang lebih menarik dan dikemas secara baik ke dalam film.

METODE

Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah teori semiotika milik Roland Barthes. Jenis pendekatan yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Objek pada penelitian ini adalah film Newton. Dalam membaca film yang menggunakan teori semiotika Roland Barthes, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan antara lain, Sikap, merupakan sesuatu yang ditampilkan oleh sebuah objek dalam film. Dalam sikap terdapat sebuah pandangan yang langsung dapat dijadikan sebagai proses penandaan, Objek, dalam film dapat meningkatkan daya tarik terhadap siapapun yang menonton atau menyaksikan film tersebut. Objek dalam film merujuk pada ide-ide tertentu. Estetisme, setiap film memiliki komposisi yang berisi substansi visual tertentu.

Berdasar kepada semiotika milik Roland Barthes, penelitian yang akan dilakukan terhadap film Newton akan diawali dengan pemaknaan dengan membaca tanda dan petanda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Film Newton merupakan salah satu film yang mengangkat isu demokrasi. Dari film tersebut dapat diketahui bagaimana representasi demokrasi pada negara berkembang, pada contoh kasus tersebut adalah negara India. Wiwoho (2019) menyatakan rezim Modi mengalami kekalahan di negara bagian Hindi Madhya Pradesh, Rajasthan dan Chhatisgarh. Ketiga negara bagian tersebut merupakan benteng pertahanan dari partai Narendra Modi yaitu BJP (Bharatiya Janata Party). Lebih lanjut lagi menurut Pew Research Center India memiliki masalah yang juga tidak kalah menjadi fokus utama. Tingginya angka kejahatan dan kriminalitas serta terorisme menimbulkan banyak keresahan dan ketidaknyamanan serta mengganggu ketertiban ditengah-tengah masyarakat.

Kampanye sebagai Bentuk Protes yang Satire

Pada negara demokrasi, pesta demokrasi selalu memiliki rangkaian-rangkaian menuju puncak demokrasi. Kampanye merupakan salah satu rangkaian pesta demokrasi. Kampanye merupakan upaya penyusunan strategi yang bertujuan untuk mendapatkan suara dan kepercayaan dari rakyat. Pada film Newton representasi demokrasi ditampilkan pada scene saat seorang calon wakil rakyat melakukan aksi kampanye dihadapan seluruh massa di kota. Kampanye yang ia sampaikan tidak hanya disaksikan oleh pendukungnya, melainkan juga warga biasa yang berada disana. Sehingga semua orang mengetahui visi misi yang ia sampaikan.

Gambar 1.1 Mangal Netham melakukan kampanye. Denotasi pada gambar dari rangkaian scene diatas dapat menampilkan sosok calon wakil rakyat yang melakukan kampanye dikawasan padat penduduk. Ia diarak oleh warga dan dikalungi dengan kalungan bunga. Banyak warga yang membawa bendera, spanduk dan alat musik untuk menambah kesemarakan. Mangal Netham juga berorasi mengenai janji-janji politik yang menjadi fokus utamanya saat ia terpilih sebagai wakil rakyat. Mangal Netham sesekali mengangkat tangannya (melambaikan) tangan menyapa warga dan warga juga mengangkat tangan tanda kegembiraan dan dukungan terhadap Mangal Netham. Tampak juga warga sangat antusias untuk mendukung dan mendengarkan kampanye dari calon wakil rakyat tersebut.

Kemudian konotasi dari gambar tersebut adalah sosok calon wakil rakyat yang melakukan kampanye merupakan suatu rangkaian dalam demokrasi. Kampanye merupakan salah satu cara bagi calon wakil rakyat untuk menyampaikan visi misi mereka dan alasan mengapa rakyat harus memilih calon wakil rakyat tersebut. Proses kampanye sering ditemukan pada negara yang menganut sistem demokrasi. Biasanya kampanye dilakukan dengan ketentuan waktu tertentu. Hal itu dapat dilihat bagaimana seorang calon wakil rakyat berusaha mencari dukungan suara rakyat melalui kampanye.

Berlanjut pada mitos yang dapat diambil dari gambar tersebut adalah dengan melakukan kampanye serta

(3)

95 berorasi mengenai janji politik kemudian juga menyampaikan visi misi yang disampaikan oleh calon wakil rakyat, maka dapat mempengaruhi pengambilan keputusan rakyat untuk memilih atau tidak memilih calon wakil rakyat yang sedang melakukan orasi dan kampanye tersebut. Dengan kata lain kampanye merupakan komunikasi politik. Roger dan Storey (1987) memberikan penjelasan mengenai kampanye politik, kampanye politik merupakan beberapa tindakan yang sudah terkonsep dengan baik dan terencana yang memiliki tujuan agar mampu menciptakan dampak atau efek kepada masyarakat yang dalam skala jumlah besar yang dikerjakan terus menerus pada kurun waktu yang sudah ditentukan. Sehingga mitos dari adegan kampanye tersebut merupakan sindiran bagi para calon wakil rakyat yang sering melontarkan janji-janji politik untuk menarik simpati dan suara rakyat akan tetapi janji tersebut tidak dapat dibuktikan dengan mensejahterakan seluruh rakyat. Kelompok Separatisme Menjadi Sindiran untuk Pemerintah

Dalam setiap negara yang ada tentu tidak dapat terlepas dari suatu konflik. Akan tetapi negara dapat melakukan upaya untuk menekan kemunculan konflik. Film Newton merepresentasikan mengenai munculnya konflik dalam negeri yang dilakukan oleh kelompok yang menolak tunduk kepada pemerintah dengan upaya memboikot pemilihan dan melakukan tindak kekerasan kepada calon wakil rakyat yang mengancam keselematan. Kelompok separatisme merupakan kelompok yang lahir dari hasil ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah. Hal tersebut direpresentasikan secara dekat melalui gambar 1.2 yang terdapat pada film Newton.

Gambar 1.2 Kelompok Maois melakukan penyergapan.

Denotasi pada gambar diatas adalah terdapat kelompok bersenjata yang sedang menghadang jalannya mobil yang sedang melaju, mereka juga mengenakan penutup wajah. Didalam mobil tersebut terdapat salah satu calon wakil rakyat yang sedang melakukan panggilan telefon dengan keluarganya yang kemudian kendaraannya diberhentikan secara paksa oleh kelompok bersenjata tersebut. Setelah itu kelompok bersenjata tersebut menembak wakil rakyat dan juga menganiaya supir.

Konotasi dari gambar tersebut adalah kekerasan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata dapat diartikan sebagai bentuk perlawanan yang telah direncakan dengan menarget calon wakil rakyat. Kelompok bersenjata tidak segan-segan melakukan hal tersebut agar mereka dianggap kelompok yang kuat dan nyata. Sehingga suara-suara mereka dalam melakukan aksi tersebut mampu didengar. Dengan kata lain mereka ingin menunjukkan eksistensi mereka. Kekerasan memang kerap kali terjadi apabila diskusi dan perundingan tidak dapat membuahkan hasil yang menyenangkan dan adil. Sehingga kekerasan atau konflik dijadikan sebagai akhir dari keputusan, sebagai wujud dari protes dan ketidakpuasan.

Mitos dari gambar tersebut adalah kelompok separatis akan muncul apabila terdapat golongan-golongan yang merasa tidak puas akibat dari pengambilan dan pembuatan kebijakan pada suatu negara yang berpotensi dapat memecah belah golongan-golongan yang terdapat pada suatu negara dan mengganggu ketertiban. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) separatisme merupakan paham yang bertujuan mencari keuntungan dengan cara memecah belah bangsa. Hal tersebut juga diperkuat dari pendapat CF Strong (2004) bahwa munculnya gerakan pemberontakan atau yang lebih dikenal dengan separatisme akan muncul apabila negara dianggap melakukan kegiatan yang menyimpan mengenai kedaulatan dan kesepakatan yang telah disepakati bersama. Sehingga berdampak pada munculnya kelompok yang selalu diuntungkan dengan memperoleh kesempatan yang luas dan kelompok yang termarjinalkan. Mitos yang ingin ditampilkan adalah, kelompok separatisme dalam adegan tersebut dimunculkan untuk menyindir pemerintahan bahwa pemerintah kurang bersikap tegas dan adil dalam menangani hal tersebut.

Rendahnya Pengetahuan Masyarakat Desa Terhadap Pemilihan Umum

Masyarakat yang berada pada wilayah desa yang terpencil seringnya tidak dijadikan prioritas dalam pembangunan sumber daya manusia dan sumber daya alam. Sehingga minat dan pengetahuan masyarakat terhadap demokrasi dan pemilihan umum sangat rendah. Pada akhirnya masyarakat kecil hanya dijadikan mainan oleh penguasa untuk menyalurkan suara pada pemilihan umum. Masyarakat yang terepresentasikan pada scene yang ditampilkan pada film tersebut adalah masyarakat miskin yang juga memiliki pendidikan yang rendah. Buta huruf dan tidak dapat membaca. Hal tersebut terepresentasikan pada gambar 1.3 dari cuplikan film Newton.

Gambar 1.3 Proses berjalannya Pemilu. Denotasi dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sedang berjalannya proses pemilihan umum. Newton dan tim terlihat sedang melayani masyarakat yang hendak menyalurkan suara mereka. Malko sebagai tim mencatat nama-nama pemilih, Lokhnat dan Shamboo menyerahkan surat suara. Kemudian tampak warga yang kesulitan untuk menyalurkan suara. Ia hanya berdiri dan diam. Mereka tidak mengetahui cara penggunaan mesin voting dan juga tidak mengetahui siapa saja calon wakil rakyat yang hendak mereka pilih. Sehingga Newton dan tim akhirnya memutuskan untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai cara pengguanaan mesin voting dan memberitahu siapa saja nama-nama calon wakil rakyat yang akan mereka pilih. Newton bertindak sebagai orang yang menjelaskan dengan bahasa Hindi, Malko yang menterjemahkan kedalam bahasa daerah dan Lokhnat yang menunjukkan mesin voting.

Secara konotasi, dalam negara yang menjalankan konsep demokrasi ciri utamanya adalah selalu

(4)

menjalankan pemilihan umum setiap lima tahun sekali sebagai hal yang sudah disepakati secara universal. Pemilihan umum melibatkan masyarakat secara langsung untuk mengikuti pesta demokrasi tersebut dengan turut serta dalam partisipasi politik, yaitu dengan menyalurkan suara mereka dan memutuskan pilihan pada calon yang mereka dukung atau yakini akan mampu membawa perubahan. Akan tetapi dari gambar tersebut diperoleh tanda ketidaktahuan warga dalam prosesi pemilihan umum. Sehingga perlu dijelaskan. Adanya ketidaktahuan tersebut menandakan adanya ketidakrataan dalam proses sosialisasi, kampanye dan penyebaran informasi antara wilayah padat penduduk seperti perkotaan, sehingga wilayah daerah menjadi termarjinalkan dan bukan menjadi prioritas dalam upaya penyusan strategi perolehan suara.

Secara mitos, pemilihan umum pada negara berkembang hanya sebatas formalitas belaka sebagai simbol bahwa negara tersebut menganut sistem demokrasi. Sehingga pemahaman mengenai partisipasi politik yang berhak didapatkan oleh seluruh warga negara tidak dapat terpenuhi secara ideal. Fungsi-fungsi pemilihan umum belum terlaksana dengan sempurna untuk mendidik masyarakat agar peka politik dan demokrasi. Padahal, pemilihan umum pada negara demokrasi merupakan hal yang sangat penting. Haris (1998) memaparkan beberapa fungsi-fungsi pemilihan umum pada negara demokrasi yaitu, sebagai sarana legitimasi politik, melalui pemilihan umum keabsahan pemerintahan dapat lebih ditegakkan juga program dan kebijakan yang akan dihasilkan. Fungsi berikutnya adalah perwakilan politik, pemilihan umum dalam hal ini merupakan suatu mekanisme yang demokratis bagi rakyat untuk menentukan wakilnya yang mampu dipercaya yang akan duduk dikursi pemerintahan yang bekerja sebagai penyambung lidah rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan. Fungsi selanjutnya adalah sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat yang mendiami suatu wilayah negara, pemilihan umum merupakan aksi yang bersifat langsung (empirik) dalam melakukan pendidikan dalam bidang politik untuk rakyat, massal dan terbuka yang diharapkan mampu membuat masyarakat sadar terhadap demokrasi dan berpolitik.

Dampak dari Demokrasi dan Pemilihan Umum Demokrasi merupakan pendapat universal dan norma transnasional. Sehingga banyak negara yang menganut konsep demokrasi sebagai sistem pemerintahan. Artinya terdapat pemilihan umum didalamnya yang wajib dilaksanakan setiap lima tahun sekali untuk memilih calon wakil dan pemimpin rakyat. Ketika pemilihan umum dijalankan dengan berintegritas tinggi maka kesejahteraan rakyat dapat terwujudkan dengan baik. Kemudian demokrasi tersebut juga memiliki nilai yang lebih sebabagai konsep pemerintahan yang telah dianut oleh banyak negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Hal tersebut terepresentasikan dari gambar 1.5

Gambar 1.4 Setelah 6 bulan berlalu pembangunan terjadi di wilayah Chattisgarh.

Denotasi yang tampak adalah setelah enam bulan pasca pemilihan umum berlalu wilayah Chattisgarh mulai tersentuh pembangunan. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya alat berat yang sedang mengeruk pasir untuk pembangunan jalan. Kemudian tampak juga Atma Singh dan keluarga sedang berbelanja di toko untuk belanja bulanan. Penjual toko juga menyebut jumlah uang yang harus dibayar Atma Singh. Pada toko itu juga tampak menjual segala kebutuhan yang diperlukan oleh setiap keluarga.

Konotasi yang tampak adalah dengan adanya alat berat yang membangun jalan di Chattisgarh dan juga toko. Maka itu sebagai tanda bahwa wilayah tersebut telah disentuh oleh pembangunan. Dengan pembangunan maka rakyat tidak lagi hidup miskin. Rakyat akan mendapat akses yang mudah untuk meningkatkan taraf hidup mereka dan rakyat dapat tersejahterahkan.

Mitos yang didapat adalah apabila praktik demokrasi dapat terlaksana secara ideal dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi maka keadilan yang digadang-gadang pada sistem demokrasi dapat terwujud secara merata. Mayo (1970) dalam nilai-nilai demokrasi yang ia jelaskan menyebutkan bahwa negara wajib menegakkan keadilan, artinya keadilan adalah puncak dari tujuan demokrasi, yaitu mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat pada suatu negara yang menganut sistem demokrasi. Keadilan dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan serta politik. Rakyat harus mendapat keadilan dengan porsi sama dalam menyuarakan pendapat tanpa adanya pembatasan-pembatasan hak yang dilakukan oleh kelompok tertentu. Sehingga kesejahteraan rakyat yang menyeluruh dapat terwujud. Tidak ada ketimpangan sosial. Tidak akan ada sistem militerisme, pencitraan dan juga tidak akan muncul kelompok-kelompok yang tidak percaya kepada pemerintah. Sehingga konflik-konfilk internal dapat diredam dan kesejahteraan seluruh rakyat terwujud.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan analisis data yang sudah dilakukan oleh peneliti, dapat diambil kesimpulan bahwa pemilihan umum hanya sebagai formalitas, khususnya dalam penelitian ini adalah negara India, pemilihan umum kurang dapat diindahkan dan dijalankan sesuai asas-asas pemilihan umum dalam suatu negara demokrasi. Pemilihan umum seharusnya setiap warga bebas menyalurkan pendapat atau suara mereka tanpa adanya paksaan dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh pihak aparat keamanan negara. Kemudian praktik pencitraan dilakukan agar mampu menjaga nama baik kelompok tertentu pada pelaksaan pemilihan umum. Artinya pemilihan umum hanya dijadikan sebagai simbol semata dari demokrasi.

(5)

97 Prinsip dan nilai-nilai demokrasi pada negara berkembang tidak sepenuhnya berjalan dengan baik dan menciptakan hasil yang ideal. Dengan adanya ketimpangan informasi yang diterima masyarakat, kemudian minat dan partisipasi politik antara masyarakat kota dan desa yang berada di wilayah terpencil sangat berbanding terbalik. Dengan demikian maka memunculkan disintegritas demokrasi pada praktik di negara berkembang.

Saran

Saran yang ingin disampaikan adalah bagi penikmat film dan pembuat film bisa melihat sisi terdalam dari film yang disaksikan dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Mampu mengambil ilmu dan pesan moral yang terdapat pada film. Meskipun pemaknaan selalu bersifat arbiter. Kemudian bagi para pembuat film diharapkan mampu mengangkat isu-isu penting yang tengah terjadi di masyarakat salah satu contoh adalah isu politik.

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, B. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.

Bungin, B. 2013. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Budiman, K. 2004. Semiotika Visual. Yogyakarta: Buku Baik

Budiarjo, M. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Danesi, M. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media.Diterjemahkan oleh Evi Setyarini dan Lusi Lian Piantari. Yogyakarta: Jalasutra.

Eco, U. 2009. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra.

Hoed, B. 2011. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu.

Irwansyah, E. 2006. A-Z About Film Indonesia. Bandung: Mizan.

Jeanne, M. 1975. Semiologi, Kajian Teori Tanda Saussuran antara Semiologi Komunikasi dan Semiologi Signifikasi. Yogyakarta: Jalasutra.

John, L.2009. Teori Komunikasi. Terjemahan oleh Moh. Yusuf Hamdan. Jakarta: Salemba Humanika.

Moleong, L. J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Mulyana, D. 2014. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sobur, A. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Vera, N. 2014. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Van, Z. 1991. Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik. Diterjemahkan oleh Manoekmi Sardjoe. Jakarta: Intermasa.

Alfari, S. 2018. Representasi Liberalisasi Agama dalam Film PK. Surabaya:Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya.

Martantio, B. 2015. Representasi Demokrasi Dalam Film di Balik Frekuensi. Jakarta: Universitas Komputer Indonesia.

Gambar

Gambar 1.1 Mangal Netham melakukan kampanye.
Gambar 1.3 Proses berjalannya Pemilu.
Gambar 1.4 Setelah 6 bulan berlalu pembangunan  terjadi di wilayah Chattisgarh.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam segala kerendahan hati, saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat dan rahmatNya yang berlimpah, saya dapat menyelesaikan skripsi ini

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT karena berkat dan rahmat Nya yang tidak terhingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Representasi

Sehubungan dengan itu maka peneliti merumuskan konsep yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu proses dimana representasi maskulinitas pada film Talak 3

Dimana dalam penelitian sebelumnya, film yang digunakan adalah Film berjudul Nussa dan Rara yang memiliki durasi kurang dari 10 menit untuk setiap seri filmnya dan

Dimana dialog tersebut mengartikan adanya tindakan dari Keuskupan Agung Gereja Katolik dalam membungkam setiap orang terutama jurnalis yang akan mempublikasikan segala hal

Masyarakat Korea Selatan yang mengkalisifikasi diri mereka ke dalam dua jenis keluarga, yaitu keluarga kalangan “sendok emas” yang terlahir dari keluarga kaya dan

Adegan ini persis seperti ideologi kebanyakan, bahwa keluarga adalah hal yang paling utama, dan lansia tidak mengerti urusan keluarga yang lebih muda,

i REPRESENTASI PERJUANGAN KELAS DALAM FILM PENYALIN CAHAYA Analisis Semiotika Roland Barthes TUGAS AKHIR SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1