• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 1480568150BAB 8 ASPEK TEKNIS SEKTOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 1480568150BAB 8 ASPEK TEKNIS SEKTOR"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

BAB VIII

ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

8.1 Pengembangan Permukiman

8.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Pengembangan pemukiman di Kabupaten Wajo terdiri atas 2 (dua)

bagian yaitu pengembangan permukiman perkotaan dan pengembangan

permukiman perdesaan.

a. Pengembangan Permukiman Perkotaan

Pembangunan dan pengembangan kawasan perkotaan di Kabupaten

Wajo dilakukan dengan mempertimbangkan rencana struktur ruang

wilayah kabupaten yang meliputi rencana sistem pusat-pusat permukiman

dan rencana sistem prasarana wilayah Kabupaten Wajo setiap

kecamatan akan dikembangkan minimal satu pusat kawasan permukiman

(dijadikan sebagai kawasan perkotaan walaupun belum memenuhi kriteria

sebagai kawasan perkotaan).

Pembangunan permukiman perkotaan di Kabupaten Wajo lebih cepat

dibanding permukiman perdesaan karena perkotaan merupakan

konsentrasi penduduk suatu wilayah yang berperan sebagai pusat

pelayanaan yang diemban dan diharapkan sebagai motor penggerak bagi

pertumbuhan wilayah hinterlandnya.

Pengembangan permukiman di Kabupaten Wajo diusahakan baik oleh

masyarakat sendiri maupun dari pihak pemerintah Pusat/Daerah maupun

dari pihak swasta (developer). Permukiman yang diusahakan oleh

masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah dengan

kecenderungan bermukim secara berkelompok dipesisir sungai/danau

seringkali menimbulkan masalah permukiman kumuh dengan kondisi

prasarana dan sarana yang minim, dan telah mendapat perhatian khusus

untuk penanganannya melalui Rencana Pembangunan dan

Pengembangan Kawasan Permukiman/Strategi Pembangunan

(2)

LAPORAN AKHIR

Di samping itu, usaha pemerintah yang bersifat fisik dalam

pengembangan permukiman saat ini yang diusahakan oleh Pemerintah

Pusat berupa Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang

dilaksanakan sejak tahun 2011 melalui Program Peningkatan Kualitas

(bedah rumah) masyarakat berpenghasilan rendah dan penyediaan

prasarana dan sarana Umum yang dilaksanakan sejak tahun 2011

sampai sekarang dan kegiatan yang sama pula dilaksanakan melalui

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan

yang dilaksanakan sejak tahun 2009 sampai sekarang. Namun demikian

program pemerintah ini masih merupakan langkah awal dalam

pengembangan permukiman.

Keterlibatan pihak swasta (developer) dalam pembangunan perumahan di

perkotaan sangat besar bagi pengembangan permukiman perkotaan

dalam penyediaan perumahan bagi masyarakat yang cenderung

berkembang ke arah utara, timur dan selatan Kota Sengkang dan

pusat-pusat ibukota kecamatan, dan sepanjang ruas jalan yang

menghubungkan antar kawasan permukiman dan ruas jalan yang

menghubungkan antar daerah.

a. Pengembangan Pemukiman Pedesaan

Pengembangan pemukiman penduduk pedesaan cenderung mengikuti

jaringan jalan primer, kolektor yang terdiri dari satuan-satuan permukiman

dengan bentuk linear, hal tersebut sangat terpengaruh dengan tingkat

ketersediaan aksesibilitas yang mudah dijangkau oleh masyarakat.

Dengan adanya bantuan Pemerintah Pusat melalui APBN melalui

Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) dilaksanakan

sejak tahun 2012 khususnya pada desa tertinggal/ desa terpencil di

(3)

LAPORAN AKHIR

8.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

Secara fisik, permukiman cenderung berkembang ke daerah

pinggiran kota dan pinggiran sungai/danau dan pesisir pantai. Dalam

perkembangannya diperhadapkan berbagai masalah seperti timbulnya

kawasan kumuh yang dihuni oleh sebagian masyarakat berpenghasilan

rendah dengan menempati rumah yang tidak layak huni dengan kondisi

prasarana dan sarana Infrastruktur lingkungan yang minim dan

kurangnya fasilitas MCK dan air bersih yang tidak memadai serta

sampah berserakan sehingga lingkungan permukiman banyak

mengalami degradasi.

Masalah kawasan kumuh perkotaan (kota Sengkang) sebagian

telah ditangani melalui program peningkatan kualitas permukiman

melalui pembangunan dan perbaikan rumah sejak tahun 2009 sampai

sekarang meliputi Ibu Kota Kabupaten (Kota Sengkang ) Kec. Tempe,

Kecamatan Majauleng, Kecamatan Takkalalla, dan Kecamatan Penrang

dan Pembangunan Prasarana dan Sarana Utilitas (PSU BSPS) melalui

Bantuan Stimulan Perumahahan Swadaya (BSPS) yang dilaksanakan

sejak tahun 2011 sampai sekarang dan Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan yang

dilaksanakan sejak tahun 2009 sampai sekarang pada 16 kelurahan.

Pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman tentu tidak

lepas dari berbagai kendala, yang antara lain :

Terbatasnya Lahan

Perkembangan jumlah penduduk di perkotaan maupun perdesaan,

yang tidak dibarengi dengan ketersediaan lahan mengakibatkan

adanya ketimpangan antara kebutuhan dengan penawaran.

Ketimpangan ini memacu meningkatnya nilai lahan yang digunakan

untuk mengembangkan perumahan dan permukiman sehingga untuk

mendapatkan lahan, menjadi semakin sulit.

(4)

LAPORAN AKHIR

Kondisi sosial ekonomi masyarakat, terutama yang berpenghasilan

rendah, juga merupakan kendala bagi pembangunan perumahan

dan permukiman yang sehat dan layak. Kondisi perumahan dan

permukiman yang kurang layak huni merupakan dampak langsung

dari kemiskinan, disamping itu juga karena kekurang pahaman

masyarakat akan pentingnya pemeliharaan lingkungan yang bersih

dan sehat bagi kesehatan masyarakat.

Terbatasnya Informasi

Faktor lain yang menjadi kendala dalam pembangunan perumahan

dan permukiman adalah keterbatasan informasi tentang segala hal

yang berkaitan dengan pengadaan teknologi pembangunan

perumahan dan permukiman terutama bagi masyarakat yang

berpenghasilan dan daya beli rendah.

Terbatasnya Kemampuan Pemerintah Daerah

Kendala yang berkaitan dengan kemampuan pemerintah daerah

adalah terbatasnya kemampuan pemerintah daerah untuk

memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman itu, disamping

keterbatasan dalam penyediaan sarana dan prasarananya.

Permasalahan pembangunan permukiman di Kabupaten Wajo adalah

meliputi berbagai aspek seperti aspek kelembagaan dan SDM aparatur,

aspek pendanaan dan aspek peran serta masyarakat.

a. Aspek kelembagaan dan SDM Aparat

Masih terbatasnya SDM sebagai unsur pelaksana kegaiatan, baik

dalam instansi pemerintah maupun dalam Organisasi Masyarakat

sebagai pelaku kunci utama pada penyelenggaraan pengembangan

permukiman, srtra institusi dan penyediaan prasarana dan sarana

pendukung lainnya.

b. Aspek Pendanaan

Terbatasnya dana dari berbagai sumber dana yang dapat digunakan

untuk pembangunan prasarana dan sarana permukiman dari APBD

Kabupaten, APBD Provinsi, APBN, swasta dan Swadaya Masyarakat.

(5)

LAPORAN AKHIR

Masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya

partisipasi sebagai pendampingan dalam pengembangan

permukiman baik secara individual maupun organisasi masyarakat

yang ada.

Melihat tingkat permasalahan pengembangan permukiman di Kabupaten

Wajo ditinjau dari berbagai aspek, seperti aspek kelembagaan dan

SDM aparatur pelaksana, aspek pendanaan dan aspek peran serta

masyarakat, dapat di selesaikan melalui beberapa alternative

pemecahan masalah, selanjutnya direkomendasikan sebagai berikut

a. Perlu adanya peningkatan SDM apatur yang menangani Bidang

Permukiman khusunya pengembangan permukiman, serta

penyebaran uraian tugas dan fungsi (tupoksi) yang jelas,

penempatan tenaga pelaksana sesuai dengan latar belakang

pendidikan dan pengalaman kerja yang dimiliki.

b. Adanya pengorganisasian pendanaan dari berbagai sumber (APBD

Kabupaten, APBD Provinsi, APBN dan Swadaya) yang

pelaksanaannya ditangani oleh suatu satuan kerja berada dalam

SKPD, dan meningkatkan koordinasi antar instansi.

Peningkatan peran serta masyarakat dalam menangani

program/kegiatan pengembangan permukiman baik individu maupun

Organisasi Masyarakat.

8.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

Sistem Infrastruktur permukiman yang diusulkan dalam rencana

pembangunan adalah adanya keserasian dan keseimbangan

pembangunan infrastruktur permukiman sektor perkotaan dan

perdesaan diharapkan mengacu kepada konsep pembangunan

prasarana kota terpadu antar sektor sesuai dengan rencana induk

sistem prasarana dan sarana yang ada seperti peningkatan kualitas

permukiman kumuh dan pengembangan pemukiman baru, yang

ditunjang dengan pembangunan sector lainnya seperti pembangunan

drainase, persampahan, pengelolaan air limbah dan pembangunan jalan

kota. Sedangkan sistem infrastruktur perdesaan adalah mengacu pada

konsep TRIBINA melalui program pemberdayaan masyarakat setempat

(6)

LAPORAN AKHIR

dan nelayan, peningkatan prasarana dan sarana KTP2D/DPP, dan

pembangunan infrastruktur pemukiman desa tertinggal yang ditunjang

dengan pembangunan sector jaringan jalan kolektor dalam rangka

meningkatkan aksebilitas kehidupan dan penghidupan masyarakat

menuju terwujudnya masyarakat damai dan sejahtera dan yang

terlanyanai dengan baik

8.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan

permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:

a. pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk

pembangunan Rusunawa serta

b. peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.

Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:

a. pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan

potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta

perbatasan dan pulau kecil,

b. pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program

PISEW (RISE),

c. desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.

Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan

permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan

RP2KP/SPPIP dan RPKPP ataupun review bilamana diperlukan.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

 Infrastruktur kawasan permukiman kumuh  Infrastruktur permukiman RSH

 Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

 Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial

(Agropolitan/Minapolitan)

 • Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana

(7)

LAPORAN AKHIR

 • Infrastruktur perdesaan PPIP  • Infrastruktur perdesaan RIS PNPM

8.2 Penataan Bangunan dan Lingkungan

8.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Penanganan tata bangunan dan lingkungan di Kabupaten Wajo

dilakukan melalui kebijaksanaan pemberian surat izin mendirikan

bangunan (IMB) dan Pelaksanaan Rencana Tata Bangunan dan

Lingkungan. Namun dalam hal ini belum banyak memberi dampak positif

terhadap keserasian bangunan dan lingkungan masih bercampur baur

kawasan perumahan, perdagangan dan pergudangan di daerah

perkotaan, demikian pula dengan tidak tertibnya garis-garis sempadan

bangunan menurut peruntukannya serta pemanfaatan ruang yang tidak

terkendali baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan terlihat

pembangunan dan pemanfaatan lahan dilakukan pada kawasan non

budidaya seperti pada kemiringan lahan >40%, dikawasan pantai dan

pinggiran sungai sehingga sering terjadi bencana banjir, tanah longsor

dan bencana lainnya.

Dengan tujuan agar dapat diperoleh peningkatan dalam

pembangunan sektor perumahan dan permukiman yang jelas dan

terarah, maka kemudian ditetapkan berbagai undang-undang oleh

Pemerintah Pusat antara lain dengan disahkannya Undang-undang

Nomor 16 pada tahun 1985 (Pelita IV) tentang rumah susun,

Undang-undang ini dimaksudkan untukmengatur tatacara perolehan dan

pembangunan rumah susun.

Pada Pelita V ditetapkan Undang-undang Nomor 4 tahun 1992

tentang perumahan dan permukiman, mengatur mengenai penataan

rumah dan permukiman. Untuk hal yang berkaitan dengan tata ruang

dan pemanfaatannya juga ditetapkan Undang-undang Nomor 24 Tahun

1992 tentang Penataan Ruang (sekarang Undang-undang No. 26 Tahun

2007) yang menjelaskan tentang perencanaan, pemanfaatan,

pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukan dan daya

dukung lingkungan.

Selain berbagai kebijakan pemerintah yang sudah ditetapkan dalam

(8)

LAPORAN AKHIR

penanganan prasarana dan sarana, ditetapkan juga Peraturan

Pemerintah tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dibidang

Pekerjaan Umum kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Untuk

menjamin kepastian hukum dan pemanfaatan rumah susun juga sudah

ditetapkan peraturan pemerintah.

Guna menciptakan pemerataan pembangunan sektor perumahan,

pemerintah juga telah menetapkan peraturan tentang pemantapan

sistem pembiayaan pengadaan rumah sederhana, yang pada pokoknya

menegaskan bahwa pembangunan perumahan harus selalu mengacu

pada keseimbangan sosial dengan pertimbangan komposisi penghuni

perumahan antara kelompok berpenghasilan rendah, menengah dan

tinggi.

Selain berbagai kebijakan pemerintah yang sudah ditetapkan dalam

bentuk Undang-undang tersebut, untuk mengupayakan desentralisasi

penanganan prasarana dan sarana, ditetapkan juga Peraturan

Pemerintah tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dibidang

Pekerjaan Umum kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Untuk

menjamin kepastian hukum dan pemanfaatan rumah susun juga sudah

ditetapkan peraturan pemerintah.

Guna menciptakan pemerataan pembangunan sektor perumahan,

pemerintah juga telah menetapkan peraturan tentang pemantapan

sistem pembiayaan pengadaan rumah sederhana, yang pada pokoknya

menegaskan bahwa pembangunan perumahan harus selalu mengacu

pada keseimbangan sosial dengan pertimbangan komposisi penghuni

perumahan antara kelompok berpenghasilan rendah, menengah dan

tinggi.

Kebijakan penataan bangunan gedung dan lingkungan di

Kabupaten Wajo dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan

masyarakat dalam menjalankan roda pemerintahan,

Penataan bangunan gedung dan lingkungan masih terbatas pada

kegiatan rehabilitasi bangunan gedung yang mengalami kerusakan

seperti bangunan perkantoran dan rumah dinas. Sedangkan penataan

(9)

LAPORAN AKHIR

8.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

Penyelenggaraan bangunan di Kabupaten Wajo sesuai dengan

aturan yang dipersyaratkan oleh peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan

Direktur Jendral Cipta Karya, maupun peraturan dan

perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan

gedung, secara fisik permasalahan penyelenggaraan bangunan gedung

pada umumnya telah memenuhi syarat teknis maupun keserasian antar

bangunan dan lingkungannya seperti yang terjadi di kawasan perumahan,

Perkantoran, perdagangan dan pada kawasan khusus seperti kawasan

Wisata dan kawasan bersejarah. Dilain pihak masih ada bangunan yang

melanggar peruntukan khusunya pada kawasan hijau/bukit yang berada

di tengah kota sengkang, garis sempadan jalan, sungai, pantai, dan

kawasan non budi daya lainnya.

Permasalahan penataan gedung dan lingkungan yang dihadapi di

Kabupaten Wajo :

 Pekembangan bangunan perkantoran yang diarahkan kebagian

utara kota dan pembangunan fasiltas olah raga telah sesuai, tetapi

memperlihatkan adaya pengalian dan penebangan pohon yang tidak

teratur pada tapak bangunan secara keseluruhan.

 Bangunan kantor bupati dan DPRD kabupaten Wajo mengalami

keretakan.

 Bangunan rumah penduduk di daerah sekitar perbukitan dan daerah bantaran sungai Cenranae - Walennae umumnya tidak memenuhi

kriteria teknis suatu bangunan, dari hal jarak antara rumah, penataan

dan elevasi sehingga sering terjadi kebakaran, menimbulkan

lingkungan kumuh karena tidak teratur dan rutin dilanda banjir yang

disebabkan luapan danau Tempe di musim hujan, genangan

sampai berbulan-bulan dan berpotensi menimbulkan bau dan

berbagai macam penyakit.

 Penataan bangunan di kecamatan masih dalam koridor yang ditetapkan sehingga tidak menimbulkan masalah.

8.2.3 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Masih banyaknya kabupaten yang saat sekarang ini tidak memiliki

(10)

LAPORAN AKHIR

dengan UUBG. Selain itu, masih tidak dilibatkannya Tim ahli bangunan

gedung yang berfungsi dalam pembinaan penataan bangunan dan

lingkungan.

Pemda belum menerbitkan sertifikasi layak Fungsi (SLF) bagi seluruh

bangunan gedung yang ada terutama bangunan baru hasil pembangunan

8.2.4 Program dan Kriteria KesiapanPengembangan PBL

Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:  Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;

 Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;  Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan

Kemiskinan.

Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan

Lingkungan adalah:

1. Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung

Kriteria Khusus:

 Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda

Bangunan Gedung;

 Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi

Ranperda BG.

2. Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman

Berbasis Komunitas

Kriteria Khusus

 Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan  Permukiman Berbasis Komunitas:

 Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;

 Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM

 Pronangkis-nya;

 Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta,

dan masyarakat;

(11)

LAPORAN AKHIR

3. Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)

Kriteria Lokasi :

 Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;  Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;

 Kawasan yang dilestarikan/heritage;  Kawasan rawan bencana;

 Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi

usaha, fungsi sosial/budaya dan/atau keagamaan serta fungsi

khusus, kawasan sentra niaga (central business district);  Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;

 Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan

investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang

terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau

pengembangan wilayahnya;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat;  Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

4. Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang

Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah

Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan

termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan

pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DAED/DED.

Kriteria Umum:

 Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;

Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario

pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);

 Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi

dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan

wilayahnya;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan

dan Revitalisasi Kawasan:

(12)

LAPORAN AKHIR

 Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan

kualitas;

 Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan

masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang

Terbuka Hijau:

 Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia

dengan taman (RTH Publik);

 Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang

penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik

alamiah maupun ditanam (UU No.26/2007 tentang Tata ruang);  Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik

minimal 20% dari luas wilayah kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak

Permukiman Tradisional Bersejarah:

 Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat

(kota/kabupaten);

 Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan

yang khas dan estetis;

 Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;  Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta,

dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi

Kebakaran (RISPK):

 Ada Perda Bangunan Gedung;

(13)

LAPORAN AKHIR

 Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi

resiko tinggi;

 Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP

No.26/2008 ttg Tata Ruang;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan

Permukiman Tradisional/Ged Bersejarah:

 Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional-Bersejarah;

 Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;  Ada DDUB;

 Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;

 Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang

publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh

unsur tradisionalnya;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi

Kebakaran:

 Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala

Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota);

 Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap

pembahasan dengan DPRD);

 Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;  Ada lahan yg disediakan Pemda;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;

(14)

LAPORAN AKHIR

Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan

Lingkungan:

 Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;

 Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat

peribadatan, terminal, stasiun, bandara);

 Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas

sosial masyarakat (taman, alun-alun);

 Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

8.3 Sistem Penyediaan Air Minum

8.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Sub bidang air minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen

Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan

meningkatkan pelayanan air minum di perdesaan maupun perkotaan,

khususnya bagi masyarakat miskin di kawasan rawan air. Selain itu

meningkatkan keikutsertaan swasta dalam investasi dalam

pembangunan sarana air minum di perkotaan.

Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam pengembangan sistem

pengadaan air minum antara lain :

1. Peran kabupaten/kota dalam pengembangan wilayah

2. Rencana pembangunan kabupaen/kota

3. Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi kabupaten/kota

bersangkutan, seperti struktur dan marfologi tanah, tipoografi dan

sebaginya.

4. Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

5. Dalam penyusunan RPJIM harus memperhatikan Rencana Induk

Sistem Pengembangan air minum.

6. Logical Frework (kerangka logis) penilaian kelayakan investasi

pengelolaan air minum.

7. Keterpaduan pengelolaan air minum dengan pengembangan

Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dilaksanakan pada setiap

(15)

LAPORAN AKHIR

dilaksanakan pada setiap perencanaan, baik dalam penyusunan

rencana induk maupun dalam perencanaan teknik.

Memperhatikan perundangan dan peraturan serta pedoman dan

petunjuk yang tersedia. Kabupaten Wajo merupakan salah satu

Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang pada saat ini berkembang

cukup pesat, baik jumlah penduduk maupun pembangunan sarana kota.

Dalam kehidupan sehari-hari kebutuhan air bersih tidak lagi

semata-mata digunakan untuk minum, masak dan mencuci, namun juga untuk

kepentingan pembangunan sarana dan prasarana lain, antara lain adalah

pertamanan kota, pemadam kebakaran fan peternakan, disamping itu

juga merupakan penunjang dalam mencapai target kesehatan.

Secara umum kondisi eksisting sistem penyediaan air minum di

Kabupaten Wajo yang dikelola langsung oleh Perusahaan Daerah Air

Minum adalah sbb:

 Kapasitas sistem terpasang : 40,5 ltr/detik

 Total kapasitas produksi : 43,8 ltr/detik

 Total kapasitas distribusi : 22,9 ltr/detik

 Tingkat kebocoran : 47 %

 Jumlah penduduk terlayani : 26,970

8.3.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan,dan Tantangan

DATA EKSISTING AIR MINUM KABUPATEN WAJO

N

O JENIS

PERKOTAAN

(SENGKANG) IKK PERDESAAN

(16)

LAPORAN AKHIR

3 Sumber Air Baku Sungai - Sumur dalam

- Air Tanah dalam

- Cekdam

- Mata Air

- Sungai

- Air Permukaan

- Mata Air

- Cekdam

- Air Tanah

dalam

Sumber : PDAM Kab. Wajo

8.3.3 Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum

 Area Pelayanan

Pada saat ini PDAM Kabupaten Wajo telah mempunyai instalasi

pengelolaan air minum dengan menggunakan sistem perpompaan air

dari Intake kemudian didistribusikan kepengguna secara grafitasi,

mulai didistribusikan dan dilengkapi dengan sarana dan prasarana

pendukung. Ada beberapa faktor membuat PDAM terbatas dalam

melayani pelanggan yaitu :

1.

Terbatasnya dana investasi

Peralatan-peralatan yang digunakan PDAM kabupaten wajo

seperti mesin pompa, water meter, pipa transmisi/distribusi

sudah berumur sangat tua yaitu dari sejak tahun 1939 hingga

sekarang, dengan kondisi seperti itu pengelolaan air baku

sebagai air minum tidak maksimal sehingga kualitas serta

kuantitas air masih sangat rendah dan ini mejadi kendala bagi

PDAM dalam meningkatkan pelayanan air minum bagi

pelanggan.

2.

SDM yang masih terbatas

PDAM kabupaten wajo belum memiliki staf ahli yang membidangi

ilmu tentang keairan dan lingkungan atau tidak ada pegawai

PDAM kabupaten yang bergelar sarjana teknik.

3.

Rendah minat masyarakat terhadap pemakaian air PDAM

Sebagian besar masyarakat di kabupaten wajo lebih

mengutamakan sumber mata air tanah dalam untuk di

manfaatkan sebagai air minum, hal ini di karenakan air yang

mereka manfaatkan selama ini sebagai air minum, lebih jernih

(17)

LAPORAN AKHIR

 Tingkat pelayanan total

Cakupan pelayanan PDAM baru pada daerah perkotaan yaitu

Ibukota Kabupaten Wajo (Kota Sengkang) yakni Kecamatan Tempe

dan Tanasitolo, atau cakupan pelayan air minum baru mencapai

48,80%. Layanan sambungan terpasang (SL) 5.450 dan diperkiraan

masih banyak masyarakat yang belum terlayani terutama di daerah

pedesaan. Cakupan pelayanan air minum di Daerah pedesaan baru

mencapai 71,15% dari seluruh penduduk pedesaan, yang meliputi

sisitem perpipaan 9,20% dan sisitem non perpipaan 90,8%. Semua

pelayanan air minum dipedesaan tidak dikelola oleh PDAM akan

tetapi swadaya masyarakat maupun inverstasi swasta.

Analisis Kebutuhan Air

Analisa Kebutuhan air

Proyeksi jumlah penduduk domestik yang terlayani PDAM

Kabupaten Wajo sampai tahun 2014 penduduk + 62.626 jiwa atau

sekitar 71 % dari jumlah penduduk daerah pelayanan.

Pemakaian rata-rata sambungan rumah (SR) meningkat dari

0,0057 lt/dt menjadi 0,0081 lt/dt pada tahun 2014.

Proyeksi kebocoran PDAM akan ditekan dari 39,10 % tahun 2008

menjadi 25,60 % pada akhir tahun 2014.

Kebutuhan air rata-rata meningkat dari 33,923 lt/dt pada tahun

2009 menjadi 0,057 lt/dt pada tahun 2013. atau Total kebutuhan air

maksimum (produksi) tahun 2013 adalah 63,914 lt/dt.

Konsumsi Air

Komsumsi air rata-rata SR masih kecil, jauh dibawah yang

diharapkan yaitu 13,8 m3/pel/bulan pada tahun 2007. indikasi ini

terjadi antara lain; jam layanan 1 kali dalam 2 hari, kondisi/usia

watermeter rata-rata diatas 5 tahun dan kontrol dan pengawasan

pembacaan water meter pelanggan.

(18)

LAPORAN AKHIR

Pengembangan SPAM

Program-Program Pengembangan SPAM

Program SPAM yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat sebagai

berikut:

Program SPAM IKK

Kriteria Program SPAM IKK adalah:

Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM

Kegiatan:

 Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama)

 Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah

(SR) total

Indikator:

 Peningkatan kapasitas (liter/detik)

 Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM

Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)

Kriteria Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah:

Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK

Kegiatan: Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total

SR untuk MBR

Indikator:

 Peningkatan kapasitas (liter/detik)

 Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani SPAM

Program Perdesaan Pola Pamsimas

Kriteria Program Perdesaan Pola Pamsimas adalah:

Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM

Kegiatan:

 Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi

utama)

 Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah

(19)

LAPORAN AKHIR

Indikator:

 Peningkatan kapasitas (liter/detik)

 Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM

Program Desa Rawan Air/Terpencil

Kriteria Program SPAM IKK adalah:

Sasaran: Desa rawan air, desa miskin dan daerah terpencil (sumber air

baku relatif sulit)

Kegiatan: Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit distribusi

utama

Indikator: Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM

Selanjutnya pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)

mengacu pada Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM)

yang disusun berdasarkan:

1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;

2. Rencana pengelolaan Sumber Daya Air;

3. Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM;

4. Kondisi Lingkungan, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat;

5. Kondisi Kota dan Rencana Pengembangan SPAM.

8,4 Penyehatan Lingkungan Permukiman

8,4,1 Air Limbah

8.4.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Penanganan masalah pengelolaan air limbah dalam Rencana Tata

Ruang Wilayah kabupaten Wajo sifatnya mutlak, tetapi bisa secara

berkala dikembangkan/disediakan untuk penduduk. Prioritas

(20)

LAPORAN AKHIR

8.4.1.2 Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

KONDISI EKSISTING PRASARANA DAN SARANA AIR LIMBAH KOTA SENGKANG KABUPATEN WAJO

No Jenis Sarana Dan Prasarana

Jumlah (Unit Tahun 2003-2007) Kondisi

2015 2006 2007 2008 2009

1 2 3 4 5 6 7 8

I Sarana Air Limbah

1 Truk Tinja - - - -

2 IPLT - - - -

3 IPAL 4 4 4 4 4 Baik

Sumber : BLHD dan Tarkim Kab. Wajo

Secara umum isu strategis dan permasalahan pengelolaan air

limbah antara lain :

 Akses masyarakat terhadap pelayanan pengelolaan air limbah

 Akses masyarakat terhadap prasarana sanitasi dasar di

perkotaan mencapai 90,5 % dan di perdesaan mencapai 67 %

(Susenas Tahun 2007)

 Tingkat pelayanan pengelolaan air limbah permukiman di perkotaan melalui sistem setempat (on site) yang aman baru

mencapai 71,06 % dan melalui sistem terpusat (off site) baru

mencapai 2,33 % di 11 kota (Susenas Tahun 2007)

 Tingkat pelayanan air limbah permukiman di perdesaan melalui pengolahan setempat (on site) berupa jamban pribadi dan

fasilitas umum yang aman baru mencapai 32,47 % (Susenas

Tahun 2007)

 Sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat masih belum memenuhi standar teknis yang ditetapkan.

 Peran masyarakat

 Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan air limbah permukiman

 Terbatasnya penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman yang berbasis masyarakat

 Potensi yang ada dalam masyarakat dan dunia usaha terkait sistem pengelolaan air limbah permukiman belum sepenuhnya

diberdayaan oleh pemerintah.

(21)

LAPORAN AKHIR

 Belum memadainya perangkat peraturan perundangan yang diperlukan dalam sistem pengelolaan air limbah permukiman

 Masih lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran peraturan-peraturan yang terkait dengan pencemaran air limbah

 Belum lengkapnya Norma Standar Pedoman dan Manual (NSPM) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) pelayanan air

limbah

 Kelembagaan

 Lemahnya fungsi lembaga di daerah yang melakukan pengelolaan air limbah permukiman

 Belum terpisahnya fungsi regulator dan operator dalam pengelolaan air limbah permukiman

 Kapasitas sumber daya manusia yang melaksanakan pengelolaan air limbah permukiman masih rendah

 Perlu ditingkatkannya koordinasi antar instansi terkait dalam penetapan kebijakan di bidang air limbah permukiman

 Pendanaan

 Rendahnya tarif pelayanan air limbah yang mengakibatkan tidak terpenuhinya biaya operasi dan pemeliharaan serta

pengembangan sistem penglolaan air limbah

 Terbatasnya sumber pendanaan pemerintah, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan tingginya biaya investasi awal

pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat

 Kurang tertariknya sektor swasta untuk melakukan investasi di bidang air limbah

 Rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah untuk pengelolaan dan pengembangan air limbah permukiman

 Belum optimalnya penggalian potensi pendanaan dari masyarakat dan dunia usaha/swasta/koperasi

 Rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan air limbah permukiman baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah.

8.4.1.3 Analisis Kebutuhan Pengelolaan Air Limbah

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan

(22)

LAPORAN AKHIR

sistem pengelolaan air limbah kota. Melakukan analisis atas dasar

besarnya kebutuhan penanganan air limbah, baik itu untuk pemenuhan

kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan

kota (development need).

Pada bagian ini Kab./Kota harus menguraikan kebutuhan komponen

pengelolaan air limbah secara teknis dan non teknis baik sistem setempat

individual, komunal maupun terpusat skala kota, serta memperlihatkan

arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah disepakati.

Analisis yang terkait dengan kebutuhan air limbah adalah analisis sistem

pengelolaan air limbah (on site dan off site), analisis jaringan perpipan air

limbah untuk sistem terpusat, analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta

analisis ekonomi.

8.4.1.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Air Limbah

Program Pembangunan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat

(on-site) dan Komunal

Kriteria kegiatan infrastruktur air limbah sistem setempat dan komunal

Kriteria Lokasi

 Kawasan rawan sanitasi (padat, kumuh, dan miskin) di perkotaan yang memungkinkan penerapan kegiatan Sanitasi berbasis

masyarakat (Sanimas);

Kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat.

Lingkup Kegiatan:

 Rekruitmen dan pembiayaan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) untuk kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat;

 pelatihan TFL secara regional termasuk refreshing/coaching;

 pengadaan material dan upah kerja untuk pembangunan prasarana

air limbah (septic tank komunal, MCK++, IPAL komunal);

 TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan

pelatihan KSM/mandor/tukang dan pemberdayaan masyarakat;  pembangunan jaringan pipa air limbah dan IPAL untuk kawasan

RSH;

 membangun/rehabilitasi unit IPLT dan peralatannya dalam rangka

(23)

LAPORAN AKHIR

 sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan Sanitasi Berbasis

Masyarakat dan pengelolaan Septic Tank;

 produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;

 penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan

masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

Kriteria Kesiapan:

 Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah

mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;

 tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah

dibebaskan);

 sudah terdapat dokumen perencanaan yang lengkap, termasuk

dokumen lelang (non Sanitasi Berbasis Masyarakat), termasuk draft

dokumen RKM untuk kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat ;

 sudah ada MoU antara Pengembang dan pemerintah kab./kota (IPAL RSH);

 sudah terdapat institusi yang nantinya menerima dan mengelola prasarana yang dibangun;

 pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk biaya operasi dan pemeliharaan.

8.4.2 Persampahan

8.4.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun

pemerintah kabupaten/kota memiliki tugas yang sama yaitu menjamin

terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan

lingkungan sesuai dengan tujuan pengaturan dalam undang-undang.

Berdasarkan PP No 81 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan

pengelolaan sampah atau kebersihan merupakan urusan yang

diserahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah

Daerah melalui Dinas Tata Ruang dan Permukiman serta Dinas terkait

lainnya menyelenggarakan pengelolaan kebersihan kota sesuai dengan

norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) yang di tetapkan

(24)

LAPORAN AKHIR

wewenang pemerintah kabupaten/kota tersebut antara lain : penyediaan

tempat penampungan sampah, alat angkut sampah, tempat

penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan atau

tempat pemrosesan akhir sampah.

Beban kerja pengelolaan sampah dan kebersihan kota semakin hari

semakin bertambah banyak dan kompleks. Kompleksitas masalah tidak

hanya dalam teknis, tetapi juga dalam hal sosial kemasyarakatan,

ekonomi, lingkungan dan bahkan politik dan keamanan.

8.4.2.2 Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

EKSISTING PERSAMPAHAN KABUPATEN WAJO TAHUN 2014

No Jenis Sarana Dan

Prasarana

Jumlah (Unit Tahun 2003-2007) Kondisi

2009 2010 2011 2012 2013

Beberapa masalah dalam penanganan pelayanan persampahan di

Kabupaten Wajo, sebagai berikut:

1. Aspek Kelembagaan :

a. Organisasi belum sesuai dengan kapasitas kewenangan pelayanan

yang dibutuhkan;

b. Dukungan regulasi persampahan belum memadai;

c. Terbatasnya Sumber Daya Manusia yang dimiliki untuk pengoperasian

(25)

LAPORAN AKHIR

d. Fungsi pengolahan masih tercampur antara pengelolaan yang

berperan sebagai operator dan regulator;

e. Manajemen pelayanan persampahan masih perlu ditingkatkan;

f. Implementasi pelaksanaan perda yang ada belum optimal dan

tindakan sanksi yang tegas bagi pelanggaran;

g. Undang-Undang Sistem Pengolahan Sampah yang benar belum

optimal dilaksanakan.

2. Aspek Operasional/ Teknik

a. Armada alat berat di lokasi TPA hanya jenis bulldozer satu unit

dengan kondisi rusak;

b. Armada angkutan sampah sangat minim dibandingkan jumlah volume

sampah yang dihasilkan setiap hari;

c. Jumlah personil Bidang Kebersihan masih sangat kurang;

d. Sistem operasional TPA masih open dumping dan tidak transparan;

e. Sarana pengolahan sampah belum ada, untuk mengurangi volume

sampah yang akan dibuang ke TPA;

f. Infrastruktur jalan menuju ke lokasi TPA masih jalan tanah;

g. Sarana dan prasarana operasional yang dibutuhkan meliputi Buldoser,

jalan masuk, pagar, kolam lindi, workshop, dan talud;

h. Terbatasnya Sumber Daya Manusia yang dimiliki untuk pengoperasian

persampahan;

i. Fungsi pengolahan masih tercampur antara pengelolaan yang

berperan sebagai operator dan regulator;

j. Manajemen pelayanan persampahan masih perlu ditingkatkan;

k. Sistem pengelolaan sampah/limbah cair dan kering di unit kerja

pemerintah, swasta dan di masyarakat belum tertata dengan baik;

3. Aspek Pembiayaan:

a. Belum optimalnya potensi pendanaan masyarakat;

b. Terbatasnya dana yang di alokasikan untuk pengelolaan

persampahan;

c. Hasil retribusi persampahan tidak seimbang dengan biaya

operasional dan pemeliharaan;

d. Armada pengangkut sampah masih sangat terbatas;

(26)

LAPORAN AKHIR

a. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingya kebersihan;

b. Bentuk partisipasi masyarakat belum optimal, kesadaran masyarakat

untuk membayar retribusi masih rendah;

c. Pembangunan di bidang persampahan yang berbasis masyarakat

masih sangat terbatas;

d. Badan usaha swasta tidak tertarik untuk investasi di bidang

persampahan;

8.4.2.3 Analisis Kebutuhan Persampahan

Uraian faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan

persampahan kota, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat

(basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development

need).

Pada bagian ini Kabupaten/Kota harus menguraikan kebutuhan

komponen pengelolaan persampahan yang meliputi aspek teknis

operasional (sejak dari sumber sampai dengan pengolahan akhir

sampah), aspek kelembagaan, aspek pendanaan, aspek peraturan

perundangan dan aspek peran serta masyarakat, serta memperlihatkan

arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah disepakati.

Analisis yang terkait dengan kebutuhan persampahan adalah analisis

sistem pengelolaan persampahan, analisis kualitas dan tingkat pelayanan

serta analisis ekonomi.

8.4.2.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengelolaan Persampahan

Pembangunan Prasarana TPA

Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pemrosesan akhir sampah (TPA)

Lingkup Kegiatan :

Peningkatan Kinerja TPA

 Pembuatan tanggul keliling TPA, infrastruktur jalan , perbaikan

saluran gas dan saluran drainase serta pembuatan sel dan lapisan

bawah yang kedap sesuai persyaratan sanitary landfill;

 Pengadaan alat berat (excavator dan dan setelah TPA selesai

dibangun dan pemerintah kab./kota bersedia mengoperasikan TPA

(27)

LAPORAN AKHIR

 Pembuatan jalan akses, pagar hijau (buffer zone) di sekeliling TPA,

pembangunan pos pengendali, sumur pemantau, kantor operasional

oleh pemerintah kab./kota ;

 Pemerintah kab./kota bersedia menyediakan dana untuk pengolahan

sampah di TPA serta pengadaan alat angkut sampah (melalui MoU

Pemda dan Dit. PPLP);

 TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan pelatihan operator Instalasi Pengolahan Leachate (IPL);

 Sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan IPL;

 Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;

 Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan

masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

Pengembangan TPA Regional

 Penyiapan MOU antara 2 (dua) atau lebih kab./kota untuk pengelolaan TPA bersama secara regional;

 Penetapan daerah yang akan memanfaatkan TPA, serta yang bersedia menyediakan lahan sebagai lokasi TPA regional;

 Penyerahan urusan pengelolaan teknis TPA regional kepada Provinsi, selanjutnya Pemerintah Provinsi membentuk unit pelaksana

teknis pengelolaan TPA regional;

 Fasilitasi pembentukan unit pelaksana teknis pengelolaan TPA

regional.

Pemanfaatan Prasarana dan Sarana yang ada

 Rehabilitasi Prasarana Sarana;

 Melengkapi Prasarana Sarana yang telah ada;  Peningkatan Operasi dan Pemeliharaan.

Penyediaan Prasarana dan Sarana Persampahan atau Pembinaan

Sistem Modul Persampahan:

 Pengadaan dan penambahan peralatan;  Pembangunan Prasarana dan sarana;  Pilot Project TPA.

Piranti Lunak

(28)

LAPORAN AKHIR

 Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta;  Penyiapan hukum dan kelembagaan.

Kriteria Kesiapan

Kondisi dan persyaratan perolehan program tersebut di atas adalah:

a. Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau

sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;

b. Adanya minat/permohonan dari Pemerintah Kabupaten/Kota untuk

prasarana yang direncanakan;

c. Adanya dokumen Master Plan Persampahan/Studi/DED;

d. Adanya kesiapan lahan;

e. Adanya kesiapan institusi pengelola.

Pembangunan Prasarana Persampahan 4R

Prinsip 4R yaitu : Reduce (Mengurangi) , sebisa mungkin lakukan

minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak

kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan. Reuse

( Memakai kembali) , sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa

dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali

pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang

sebelum menjadi sampah. Recycle ( Mendaur Ulang), yaitu sebisa mungkin,

barang-barang yang sudah tidak berguna lagi, bisa di daur ulang. Replace

(Mengganti), teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang yang

hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama, pakai

barang yang ramah lingkungan , gantilah kantong kresek dengan keranjang

dan jangan menggunakan styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa

didegradasi secara alami.

Kriteria kegiatan infrastruktur tempat pengolahan sampah terpadu 4R

Lokasi:

 Kawasan permukiman di perkotaan yang memungkinkan penerapan kegiatan berbasis masyarakat;

 Kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat.

Lingkup Kegiatan:

(29)

LAPORAN AKHIR

 Pembangunan hanggar, pengadaan alat pengumpul sampah, alat

komposting;

 Tempat Pengolahan Sampah (TPS) 4R dapat difungsikan sebagai

pusat pengolahan sampah tingkat kawasan, daur ulang atau

penanganan sampah lainnya dari kawasan yang bersangkutan;  TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat melaksanakan

pelatihan KSM dan pemberdayaan masyarakat;  Sosialisasi/diseminasi/ kampanye NSPM TPS 4R;  Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;

 Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan

masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

Kriteria Kesiapan:

 Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;

 Tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan

sudah dibebaskan);

 Penanganan secara komunal yang melayani sebagian/seluruh sumber sampah yang ada di dalam kawasan;

 Mendorong peningkatan upaya minimalisasi sampah untuk mengurangi beban sampah yang akan diangkut ke TPA;

 Pengoperasian dan pemilahan sistem ini dibiayai dan dilaksanakan oleh kelompok masyarakat di kawasan itu sendiri;  Pemerintah Kabupaten/Kota akan melakukan penyuluhan kepada

masyarakat.

8.4.3 Drainase

8.4.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

1. Pembenahan Drainase artinya secara berlanjut petugas kebersihan

selalu mengontrol drainase yang tersumbat pada duiker untuk

dibersihkan

2. Pembangunan drainase yang baru, dengan melihat bobot air yang

turun setiap mjusim hujan perlu diadakan desain baru pada

kompleks agar memperlancar alur air masuk ketempat

(30)

LAPORAN AKHIR

dana yang memadai terutama pada drainase yang sangat vital, baik

pada kompleks yang lama maupun kompleks yang baru.

Penanganan drainase perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan

sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep drainase yang

berwawasan lingkungan.

Sasaran kebijakan pengembangan drainase adalah sebagai berikut :  Terlaksananya pengembangan sstem drainase yang terdesentralisir,

efisien, efektif dan terpadu.

 Terciptanya pola pembangunan bidang drainase yang berkelanjutan melalui kewajiban melakukan konservasi air dan pembangunan

yang berwawasan lingkungan.

 Terciptanya peningkatan koordinasi antara kabupaten/kota dalam

penanganan sistem drainase.

8.4.3.2 Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

KONDISI EKSISTING DRAINASE KABUPATEN WAJO TAHUN 2009

No Jenis Sarana Dan Prasarana

Panjang Saluran Yang Telah

Dibangun (Tahun) Kondisi

2009

1 2 7 8

I Jenis Saluran Drainase

1 Terbuka 1500 m Baik/Sedang/Rusak

2 Tertutup 95 m Baik

II Klasifikasi saluran drainase

1 Saluran primer (Tinggi 3 m, Lebar 3-4

m) Outlet masuk ke sungai

10.400 m 5 % rusak, 95 % baik

2 Saluran sekunder (Tinggi 1 m, Lebar

1-1,2 m) Outlet masuk ke saluran primer

5.520 m

3 Saluran tersier (Tinggi 0,8 m, Lebar 1

m) Outlet masuk ke saluran sekunder

27.350 m Baik

Sumber : TRKP Kab. Wajo

8.4.3.3 Analisis Kebutuhan Drainase

Melihat permasalahan banjir yang selama ini terjadi di kab. Wajo, hal

itu menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan prasarana drainase tersebut

masih jauh dari kebutuhan, namun diakui bahwa untuk membebaskan

sama sekali dari banjir yang memang kondisi geografinya, khususnya

didaerah kota tentu memerlukan biaya yang sangat mahal. Oleh karena

itu untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan kemampuan

(31)

LAPORAN AKHIR

prioritas berdasarkan fungsi kawsan/ wilayah daerah banjir tersebut

sekaligus membuat skenario yang sesuai.

8.4.3.4 Program dan Kriteria Kesiapan PengembanganDrainase

Pembangunan Prasarana Drainase

Kriteria kegiatan infrastruktur drainase perkotaan

Kriteria Lokasi :

 Kota-kota yang sudah memiliki Master Plan Drainase Perkotaan dan

DED untuk tahun pertama;

 Kawasan-kawasan permukiman dan strategis di perkotaan (Metropolitan/Kota Besar) yang rawan genangan.

Lingkup Kegiatan :

 Pembangunan saluran drainase primer (macro drain), pembangunan

kolam retensi, dan bangunan pelengkap utama lainnya (pompa,

saringan sampah, dsb);

 Pembangunan saluran drainase sekunder dan tersier (micro drain) oleh pemerintah kab.kota;

 Sosialisasi/diseminasi/ kampanye NSPM pengelolaan saluran drainase termasuk kegiatan pembersihan sampah di sekitar saluran

drainase;

 Produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;

 Penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

Kriteria Kesiapan :

 Sudah memiliki RPIJM dan SSK/Memorandum Program atau sudah

mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;

 Dilaksanakan dalam rangka pengurangan lokasi genangan di

perkotaan;

 Terintegrasi antara makro drain dan mikro drain, serta dengan sistem

pengendali banjir;

 Terdapat institusi yang menerima dan mengelola prasarana yang

dibangun;

(32)

LAPORAN AKHIR

 Pemerintah kab./kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk

biaya operasi dan pemeliharaan;

 Pemerintah Kabupaten/Kota akan melaksanakan penyuluhan kepada

masyarakat.

8.4.4.2 Usulan Pembiayaan Pengembangan Sanitasi

Pembiayaan proyek perlu disusun berdasarkan klasifikasi tanggung

jawab masing-masing Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Pusat,

Swasta dan masyarakat. Jika ada indikasi program pengelolaan sanitasi

(air limbah, persampahan dan drainase) yang melibatkan swasta perlu

dilakukan kajian lebih mendalam untuk menentukan kelayakannya. Untuk

program yang memerlukan analisis kelayakan keuangan, hasil analisis

harus dilampirkan dan merupakan bagian dari kajian pembiayaan dan

keuangan.

Pembiayaan kegiatan pengelolaan sanitasi sebagaimana diusulkan

dapat berasal dari dana Pemerintahan Kabupaten/Kota, masyarakat,

swasta, dan bantuan Pemerintah Pusat. Bantuan Pemerintah Pusat dapat

berbentuk proyek biasa (pemerataan dalam pemenuhan prasarana

sarana dasar), bantuan stimulan, bantuan proyek khusus (menurut

pengembangan kawasan). Macam bantuan disesuaikan dengan tingkat

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian latar belakang tersebut,permasalan yang dibahas secara umum adalah bagaimana memprediksi nilai IHSG berdasarkan nilai kurs dollar untuk beberapa periode mendatang,

Ada pengaruh penggunaan model pembelajaran treffinger berbantuan LKS dan motivasi belajar terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X SMAN 1 Campurdarat, yang

Pada periode 1966-77, mereka menemukan bahwa ekspor Indonesia berpengaruh positif terbadap pertumbuhan PDB, tetapi tidak sebaliknya Sepintas lalu, temuan tersebut nampaknya

Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan pembelajaran Field Study dan media gambar denah terjadi peningkatan kemandirian dan

akan datang dalam pengelolaan zakat produktif pada bidang usaha mikro.. sebagai upaya pengentasan kemiskinan dalam perspektif ekonomi Islam. secara objektif. 2) Sumbangan

Dari penjelasan di atas walaupun terjadi krisis moneter UKM tetap bertahan, karena apabila terjadi krisis moneter dan inflasi yang meningkat dan masyarakatpun sangat membutuhkan

Teori ini mengacu pada pengertian keseluruhan lebih bermakna dari pada bagian-bagian. Dan keseluruhan bukan kumpulan dari bagian- bagian. manusia dianggap sebagai mahluk organisme

Analisis Negosiasi Identitas Etnik terbagi dalam 3 subbab antara lain: Negosiasi Identitas Etnik pedagang etnis Madura dan etnis Tionghoa di Kembang Jepun