i
TUGAS AKHIR – TM 145502DESAIN KONSTRUKSI RANGKA DAN CRADLE PADA
REMOTE CONTROL WEAPON SYSTEM KALIBER
12.7 MM
IMAM WAHYUDI NRP 2113 030 010
Dosen Pembimbing
Hendro Nurhadi, Dipl.Ing., Ph.D. Liza Rusdiyana, ST., MT.
PROGRAM STUDI DIPLOMA III JURUSAN TEKNIK MESIN Fakultas Teknologi Industri
TUGAS AKHIR - TM 145502
DESAIN KONSTRUKSI RANGKA DAN CRADLE
PADA REMOTE CONTROL WEAPON SYSTEM
KALIBER 12.7 MM
IMAM WAHYUDI NRP 2113 030 010
Dosen Pembimbing
Hendro Nurhadi, Dipl.-Ing., Ph.D. Liza Rusdiyana, ST., MT.
PROGRAM STUDI DIPLOMA III JURUSAN TEKNIK MESIN Fakultas Teknologi Industri
FINAL PROJECT - TM 145502
DESIGN CONSTRUCTION FRAME AND CRADLE
OF REMOTE CONTROL WEAPON SYSTEM
CALIBER 12.7 MM
IMAM WAHYUDI NRP 2113 030 010
Academic Supervisor
Hendro Nurhadi, Dipl.-Ing., Ph.D. Liza Rusdiyana, ST., MT.
STUDY PROGRAM DIPLOMA III
DEPARTEMENT OF MECHANICAL ENGINEERING Faculty of Industrial Technology
vi 12.7 MM
Nama Mahasiswa : IMAM WAHYUDI
NRP : 2113 030 010
Jurusan : D3 Teknik Mesin FTI-ITS
Dosen Pembimbing : Hendro Nurhadi, Dipl.-Ing., Ph.D. Liza Rusdiyana, ST., MT.
Abstrak
Pertahanan negara merupakan segala bentuk daya dan upaya oleh warga negara yang tinggal di suatu negara, yang bertujuan untuk melindungi dan menjaga kedaulatan negara dari segala bentuk ancaman, baik dari luar maupun dari dalam. Salah satu faktor pendukung pertahanan negara adalah dari bidang teknologi adalah desain senjata Remote Control Weapon Station (RCWS). Dimensi RCWS yang digunakan tergantung dari kebutuhan pemakaian. Semakin besar kaliber peluru, maka semakin besar dimensi dan berat RCWS. Akibatnya akan semakin sulit dikendalikan. Untuk itu perancangan desain khususnya pada bagian Rangka dan cradle yang sesuai diperlukan.
Langkah- langkah penelitian yang dilakukan adalah merancang bentuk RCWS yang sesui dengan kebutuhan. Untuk merancang bentuk desainya diperlukan data rancangan transmisi yang akan digunakan. Setelah itu studi literatur pada model sebelumnya. Selanjutnya diakhiri dengan pengujian kestabilan dari desain tersebut.
Hasil pengujian metode elemen hingga analisa numerik dengan harga defleksi yang diijinkan yaitu 0,05 mpada rangka 1.0 didapatkan defleksi maksimum 1,393265x10-8m, pada rangka 2.0 didapatkan defleksi maksimum 1,30725x10-8m, Pada cradle didapatkan defleksi maksimum 8,2112x10-8m.
vii
viii
12.7 MM
Nama Mahasiswa : IMAM WAHYUDI
NRP : 2113 030 010
Departement : D3 Mechanical Engineering FTI-ITS Advisor : Hendro Nurhadi, Dipl.-Ing., Ph.D.
Liza Rusdiyana, ST., MT.
Abstract
National defense is all forms of power and an attempt by the citizens who live in a country, which aims to protect and safeguard the sovereignty of the state of all forms of threats, both from outside and from within. One contributing factor is the state of the field of defense technology is the weapon design Remote Control Weapon Station (RCWS). RCWS dimensions are used depending on user needs. The larger the caliber, the bigger dimensions and weight RCWS. The result will be more difficult to control. For the design of the design, especially in the framework and the appropriate cradle required.
The steps of the research is to design forms within their RCWS needs. To design a form desainya necessary design data transmission to be used. After the study of literature on the previous model. Furthermore, ending with testing the stability of the design. The test results of the finite element method numerical analysis with the price of the allowable deflection of 0.05 m in frame 1.0 obtain the maximum deflection 1,393265x10-8m. in frame 2.0 obtain the maximum deflection 1,30725x10-8 m, in cradle obtain the maximum deflection 8,2112x10-8 m.
ix
x
Puji syukur kepada Allah swt yang telah memberikan kekuatan dan limpahan rahmat –Nya bagi penulis sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Tugas akhir ini merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Jurusan D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Atas bantuan berbagai pihak dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
Kedua orang tua, Bapak Zainal Abidin dan Ibu Malikah serta kakak Zuliana Hermawati, Ima Duddin, AMd., adik Lubis Rohman atas segala dukungan dan motivasi yang selama menjadi mahasiswa di D3 Teknik Mesin ITS.
PT. Pindad (Persero), khususnya Bapak Rastra, Bapak Aldi, dan Ibu Irma yang telah memfasilitasi penulis dalam melakukan studi lapangan.
Segenap Bapak/Ibu Dosen Pengajar dan Karyawan di D3 Teknik Mesin ITS, yang telah memberikan banyak ilmu dan pengetahuan selama penulis menuntut ilmu di kampus ITS.
KoncoKenthel seperjuangan Tugas Akhir : Sandro Prasetiyo, Gustri Erwin, Alhadiyat Luhung Jati, Nuril, Ardi, Reno, Idang, Tito serta rekan-rekan Tim Buser MechRob : Mbak Ina, Mbak Iiep dan Mas Alif.
Warga Lab. Mekatronika di D3 Teknik Mesin ITS.
xi
Keluarga Besar D3MITS angkatan 2K13 dan D3MITS 2K12 serta adik tingkat D3MITS 2K15.
Keluarga Start Surabaya Khusunya Tim project balikin.Id Tamam, Novi, Baskara, Ica.
Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu dalam kesempatan ini.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik terhadap penulis sangatlah diperlukan. Semoga Tugas Akhir ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surabaya, Agustus 2016
xii
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ...x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR TABEL ...xx
DAFTAR SIMBOL ... xxii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxix
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Rumusan Masalah ...2
1.3 Batasan Masalah ...2
1.4 Tujuan Penelitian ...3
1.5 Manfaat Penelitian ...3
1.6 Sistematika Penulisan ...3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...5
2.1 Remote Control Weapon System ...5
2.2 Teori penunjang ...6
2.3 Desain dan perancangan ... 8
2.4 Teori dasar analisis perancangan ... 8
2.4.1 Pembebanan ... 9
2.4.2 Distribusi beban statis ... 11
2.4.3 Kriteria kegagalan material ... 13
2.4.4 Faktor keamanan (N) ... 13
2.5 Poros ... 13
2.5.1 Menghitung diameter Poros ... 14
2.5.2 Koreksi kekuatan Poros ... 14
2.6 Bantalan ... 15
xiii
2.7.1 Rumus perhitungan Mur... 18
2.7.2 Rumus perhitungan Baut ... 18
2.8 Sambungan Keling ... 19
2.8.1 Kekuatan dan efisiensi keling ... 20
2.8.2 Sambungan keling untuk struktur ... 20
2.9 Sambungan Las ... 23
2.9.1 Jenis sambungan Las ... 24
2.9.2 Kekuatan sambungan las fillet melintang ... 25
2.9.3 Kekuatan sambungan las fillet sejajar ... 26
2.9.4 Kasus khusus sambungan Las fillet ... 27
2.10 Metode Elemen Hingga ... 30
2.10.1 Property of Material... 31
2.10.2 Meshing ... 31
2.10.3 Boundary Condition ... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33
3.1 Spesifikasi teknis RCWS caliber 12,7 mm ... 33
3.2 Diagram alir penelitian secara umum ... 34
3.2.1 Penjelasan diagram alir perencanaan ... 35
3.2.1.1 Studi Literatur ... 35
3.2.1.2 Perumusan Masalah ... 35
3.2.1.3 Pembuatan Model dengan software CAD 35 3.2.1.4 Analisa Perhitungan Statis ... 35
3.2.1.5 Pemilihan Material ... 35
3.2.1.6 Perencanaan Komponen elemen Mesin ... 36
3.2.1.7 Pengujian Kekuatan Quasi-Statis ... 36
3.2.1.8 Pembuatan Laporan ... 36
3.3 Diagram alir perencanaan komponen elemen mesin ... 37
3.3.1 Penjelasan diagram alir perencanaan ... 38
3.3.1.1 Diagram alir Perencanaan Poros ... 38
3.3.1.2 Diagram alir Perencanaan Bantalan ... 39
3.3.1.3 Diagram alir Perencanaan Keling ... 40
xiv
3.4.1 Penjelasan diagram alir perencanaan ... 43
BAB IV HASIL DAN ANALISA ... 45
4.1 Desain RCWS kaliber 12,7 mm ... 45
4.1.1 Desain bagian Rangka ... 46
4.1.2 Desain bagian Cradle ... 47
4.1.3 Desain Laras ... 47
4.1.4 Aplikasi RCWS kaliber 12,7 mm ... 47
4.2 Analisa Titik Berat ... 48
4.2.1 Titik berat pada rangka 1.0 ... 49
4.2.2 Titik berat pada rangka 2.0 ... 50
4.2.3 Titik berat pada cradle ... 52
4.3 Analisa Perhitungan Statis ... 53
4.3.1 Distribusi beban cradle di sumbu x ... 54
4.3.2 Perhitungan tumpuan pada rangka 1.0 ... 58
4.3.3 Perhitungan tumpuan pada rangka 2.0 ... 62
4.3.4 Perhitungan reaksi tumpuan pada cradle .... 66
4.4 Perencanaan Komponen Elemen Mesin ... 69
4.4.1 Perencanaan poros ... 69
4.4.2 Perencanaan bantalan ... 72
4.4.3 Perencanaan keling ... 73
4.4.4 Perencanaan baut ... 75
4.4.5 Perencanaan las ... 77
4.5 Hasil Simulasi Metode Elemen Hingga ... 79
4.5.1 Simulasi kekuatan rangka 1.0 ... 79
4.5.2 Simulasi kekuatan rangka 2.0 ... 81
4.5.3 Simulasi kekuatan cradle ... 82
BAB V Kesimpulan dan Saran ... 85
5.1 Kesimpulan ... 85
5.2 Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
xx
Tabel 2.1. Dimensi RCWS produksi PT.Pindad ... 7
Tabel 2.2. Ukuran keling untuk sambungan umum, menurut ISO: 1929-1982 ... 21
Tabel 2.3.Pitch dari keling untuk sambungan struktur ... 23
Tabel 5.1.Spesifikasi Rangka 1.0 ... 85
Tabel 5.2.Spesifikasi Rangka 2.0 ... 85
Tabel 5.3.Spesifikasi Cradle ... 85
xxi
xxix
Lampiran 1. Aluminium 2014-T6;2014-T651 ... 91
Lampiran 2. Konversi Satuan ... 93
Lampiran 3. Nilai faktor beban radial (X) dan faktor beban aksial (Y) pada Bantalan... 95
Lampiran 4. Momen inersia polar dan section modulus dari las ... 96
Lampiran 5. Dimensi standar ISO untuk Ulir ... 98
Lampiran 6. Modeling RCWS 12,7mm keseluruhan ... 101
Lampiran 7. Modeling Rangka 1.0 - RCWS 12,7mm ... 103
Lampiran 8. Modeling Rangka 2.0 - RCWS 12,7mm ... 105
Lampiran 9. Modeling Cradle - RCWS 12,7mm ... 107
xxx
xxiii
1 1.1 Latar Belakang
Pertahanan negara pada dasarnya merupakan segala bentuk daya dan upaya oleh seluruh warga negara yang tinggal di negara tersebut, yang bertujuan untuk melindungi dan menjaga kedaulatan negara dari segala bentuk ancaman yang datang baik dari luar maupun dari dalam. Setiap warga negara Indonesia berhak dan wajib untuk ikut serta dalam usaha bela negara, seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 30 ayat 1. Sementara itu komponen utama usaha pertahanan dan keamanan negara diatur dalam pasal 30 ayat 2, dimana TNI dan Polri sebagai kekuatan utama, serta rakyat Indonesia sebagai kekuatan pendukung.
Salah satu faktor pendukung usaha pertahanan negara adalah dari segi sarana dan prasarana, seperti teknologi persenjataan maupun kualitas SDM yang mumpuni. Salah satu teknologi persenjataan yang ada yaitu Remote Control Weapon System (RCWS). RCWS adalah sistem senapan yang dapat bergerak untuk menembak target dengan pergerakan arah dan sudut yang mengikuti pergerakan target. RCWS otomatis karena dikendalikan dari jarak jauh menggunakan remote control, sehingga operator dapat mengoperasikan dengan aman.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah.
a. Bagaimana mendesain rangka dan cradle RCWS 12,7 mm beserta komponen standart secara detail ?
b. Bagaimana menganalisa kekuatan konstruksi rangka dan cradle beserta komponen kritis berdasarkan analisa quasi-static statik menggunakan software ANSYS 17.0?
1.3 Batasan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut:
a. Perancangan desain menggunakan software CAD solidwork 2017.
b. Simulasi quasi-statis pada kekuatan konstruksi menggunakan software ANSYS 17.0.
c. Pembahasan ada pada perhitungan statis beserta elemen mesin dan software ANSYS 17.0. Dimana hasil benda kerja tidak dibahas
d. Komponen yang dianalisa rangka 1.0, rangka 2.0 dan cradle karena lebih diutamakan keamananya.
e. Material rangka dan cradle yang digunakan aluminium. f. Jenis keling dan baut yang dipakai dianggap fix dan aman. g. Perhitungan terhadap gaya dan getaran yang terjadi pada
mesin diabaikan
h. Usia bearing yang dihitung hanya pada 1 tumpuan bearing pada cradle (elevasi) dan rangka (azimuth).
i. Tumpuan bearing lainnya diabaikan.
j. Pemodelan desain sesuai dengan parameter standart. k. Metode las yang direncanakan sudah dianggap aman. l. Pengujian kekuatan metode elemen hingga dipakai gaya
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
a. Mendapatkan desain rangka dan cradle beserta komponen pendukung
b. Mendapatkan data numerik kekuatan konstruksi rangka dan cradle RCWS.kaliber 12,7 mm.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah mampu sebagai acuan dalam hal merancang RCWS secara detail sesuai standart. Kedepannya acuan ini dapat dibuat sendiri oleh Indonesia tanpa harus mengandalkan negara lain dalam hal persenjataan.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunkan dalam penelitian ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian ini diuraikan latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian ini diuraikan beberapa landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bagian ini akan diuraikan metode penelitian secara umum, perhitungan statis serta perencanaan elemen mesin dan analisa numerik quasi – statis menggunakan software ANSYS 17.0. BAB IV HASIL DAN ANALISA
Dalam bab ini dibahas tentang desain, perhitungan teoritis dan analisis numerik yang terakumulasi dalam flowchart penelitian. BAB V PENUTUP
Pada bagian ini berisi kesimpulan hasil penelitian serta saran-saran konstruktif untuk penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
5
2.1.Remote Control Weapon Station
Senjata adalah suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk menyerang maupun untuk mempertahankan diri, dan juga untuk mengancam dan melindungi. Apapun yang dapat digunakan untuk merusak (bahkan psikologi dan tubuh manusia) dapat dikatakan senjata. Senjata bisa sederhana seperti pentungan atau kompleks seperti peluru kendali balistik (wikipedia.org).
Remote Control Weapon System (RCWS) merupakan sistem persenjataan yang canggih pada sebuah kendaraan tempur darat, air maupun udara yang memiliki senjata berkaliber besar hingga sedang. Persenjataan ini banyak digunakan pada kendaraan tempur modern saat ini.
Gambar 2.1. M153 Protector RCWS (Sumber : kongsbreg,2013)
model kendaraan milik militer baik tank, panser ataupun helikopter.
Gambar 2.2. M153 Protector RCWS yang di instal pada Anoa 6X6 (Sumber : PT.Pindad,2015)
2.2. Teori Penunjang
Teknologi senjata RCWS bisa mengurangi resiko personil militer jadi korban serangan saat berperang, senjata ini bisa membuat mereka tetap mengendalikan senjatanya dari tempat yang lebih aman di dalam kendaraan. Maka dalam merancang R C W S, dimana jumlah komponen sangat banyak. Namun secara garis besar tersusun atas empat komponen utama, yaitu :
1.
Rangka2.
Cradle3.
Bodi4.
Senapan5.
Kotak Munisi6.
KameraKebutuhan dalam Penelitian ini untuk merancang konstruksi rangka dan cradle dengan akselerasi kekuatan dan keamanan.
RCWS saat ini masih berupa wujud rangka dan cradle dengan spesifikasi material AISI 4340.
Gambar 2.3. (1) Rangka tampak Belakang, (2) Rangka tampak atas, (3) Rangka tampak isometri, (4) Dudukan pada rangka
Gambar 2.4. Cradle
Tabel. 2.1. Dimensi RCWS produksi PT.Pindad
Panjang rangka 650 mm
Lebar bagian depan rangka 490 mm Lebar bagian belakang rangka 520 mm
Tinggi rangka 540 mm
Panjang cradle 550 mm
Tinggi cradle 145 mm
2.3. Desain atau Perancanngan
Meskipun kriteria yang digunakan oleh seorang perancang adalah banyak, namun semuanya tertuju pada kriteria berikut ini:
1.
Function (fungsi/pemakaian)2.
Safety (keamanan)3.
Reliability (dapat dihandalkan)4.
Cost (biaya)5.
Manufacturability (dapat diproduksi) 6. Marketability (dapat dipasarkan)Kriteria, pertimbangan dan prosedur tambahan yang dimasukkan dalam program secara khusus masalah keamanan produk, kegagalan pemakaian (malfunction) suatu produk. Beberapa pertimbangan dan prosedur penting itu adalah:
1.
Pengembangan dan penggunaan suatu system rancang ulang secara khusus menegaskan analisa kegagalan, mempertimbangkan keamanan, dan memenuhi standar dan pemerintahan.2.
Pengembangan daftar ragam operasi dan pemeriksaan penggunaan produk dalam setiap mode/ragam.3.
Identifikasi lingkungan pemakaian produk, termasuk memperkirakan pemakaian, menduga penyalahgunaan, dan fungsi yang diharapkan.4.
Penggunaan teori desain spesifik yang menegaskan kegagalan atau analisa kegagalan pemakaian dan mempertimbangkan keamanan dalam setiap ragam operasi.2.4. Teori Dasar Analisis Prancangan
Rangka dan Cradle terbuat dari aluminum yang dirancang sedemikian rupa sehingga mampu untuk menahan sebagian besar beban yang ada dalam senjata RCWS. Fungsi utama dari rangka dan cradle adalah :
2.
Bagian rangka untuk menahan torsi dari motor, kopling sentrifugal, aksi percepatan dan perlambatan, dan juga untuk menahan gaya torsi ketika menembak.3.
Bagian cradle sebagai landasan untuk meletakkan senapan.4.
Untuk menahan getaran ketika menembak. 2.4.1 PembebananPembebanan pada elemen mesin adalah beban (gaya) aksial, gaya geser murni, torsi dan bending. Setiap gaya menghasilkan tegangan pada elemen mesin, dan juga deformasi, artinya perubahan bentuk. Di sini hanya ada 2 jenis tegangan: normal dan geser. Gaya aksial menghasilkan tegangan normal. Torsi dan geser murni, menghasilkan tegangan geser, dan bending menghasilkan tegangan normal dan geser.
Balok pada Gambar 2.5 dibebani tarik sepanjang axis oleh gaya P pada tiap ujungnya. Balok ini mempunyai penampang yang seragam (uniform), dan luas penampang A yang konstan.
Gambar 2.5. gaya aksial pada balok
Tegangan, dua gaya P menghasilkan beban tarik sepanjang axis balok, menghasilkan tegangan normal tarik σ sebesar :
𝜎 =𝑃𝐴 (2-1)
Regangan, gaya aksial pada Gambar 2.5 juga menghasilkan
regangan aksial
dengan δ adalah pertambahan panjang (deformasi) dan L adalah panjang balok.
Diagram tegangan-regangan
Jika tegangan
σ
diplotkan berlawanan dengan
regangan
İ
untuk balok yang dibebani secara aksial,
diagram tegangan-regangan untuk material ulet dapat
dilihat pada Gambar 2.3, dengan
A
adalah batas
proporsional,
B
batas elastis, D kekuatan ultimate
(maksimum), dan
F
titik patah.
Gambar 2.6. Diagram tegangan-regangan untuk material ulet
Diagram tegangan-regangan adalah linier sampai batas proporsional, dan mempunyai slope (kemiringan) E dinamakan modulus elstisitas. Dalam daerah ini persamaan garis lurus sampai batas proporsional dinamakan hukum Hooke’s, dan diberikan oleh Persamaan (2-3):
2.4.2. Distribusi beban Statis
Gambar 2.7. Diagram benda bebas
a) Beban distribusi Laras Bagian A1-A2
Gambar 2.8. DBB Bagian A1-A2
Σ𝑀 𝐴1= 0
𝑊𝐿. 𝑋1 − 𝐴2. (𝑋1 + 𝑋2) = 0
𝐴2 =𝑋1+𝑋2𝑊𝐿.𝑋1 (N)
b) Beban distribusi Cradle Bagian B1-B2
Gambar 2.9. DBB Bagian B1-B2
Σ𝑀 𝐵1= 0
𝑊𝐶. 𝑌1 − 𝐵2. (𝑌1 + 𝑌2) = 0
𝐵2=𝑌1+𝑌2𝑊𝐶.𝑌1 (N)
𝐵1= 𝐵2 (N) ( Karena jarak tumpuannya sama ) c) Beban distribusi Rangka
Bagian C1-C2
Gambar 2.10. DBB Bagian C1-C2
Σ𝑀 𝐶1= 0
𝑊𝑅. 𝑍1 − 𝐶2. (𝑍1 + 𝑍2) = 0
𝐶2=𝑍1+𝑍2𝑊𝑅.𝑍1 (N)
2.4.3. Kriteria Kegagalan Material
Dalam suatu rekayasa teknik, merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan batasan tegangan yang menyebabkan kegagalan material tersebut. Untuk material yang ulet( ductile ), kegagalan biasanya ditandai dengan terjadinya luluh( yielding ) dan jika material getas ( brittle ), di tandai dengan terjadinya patahan [fracture adalah menentukan tegangan utama( principal stress ) dan tegangan geser( shear stress ) ]
2.4.4. Faktor Keamanan (N)
Definisi umum faktor keamanan adalah rasio antara tegangan maksimum (maximum stress) dengan tegangan kerja (working stress), secara matematis ditulis:
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑎𝑚𝑎𝑛𝑎𝑛 =𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑑𝑒𝑠𝑖𝑔𝑛 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠𝑀𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠 Untuk material yang ulet seperti baja karbon rendah, faktor keamanan didasarkan pada yield point stress (tegangan titik luluh);
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑎𝑚𝑎𝑛𝑎𝑛 =𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑑𝑒𝑠𝑖𝑔𝑛 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 𝑝𝑜𝑖𝑛 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠
Untuk material yang getas seperti besi cor, faktor keamanan didasarkan pada ultimate stress (kekuatan tarik);
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑎𝑚𝑎𝑛𝑎𝑛 =𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑑𝑒𝑠𝑖𝑔𝑛 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠𝑈𝑙𝑡𝑖𝑚𝑎𝑡𝑒 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠
Hubungan ini bisa juga digunakan untuk material yang ulet. Catatan : rumus di atas untuk faktor keamanan pada beban statis.
2.5. Poros
2.5.1. Perhitungan Poros
2.5.2. Menghitung Diameter Poros Tegangan geser maksimum :
𝜏 = 𝜎B
Kelenturan poros dari pembebanan : 𝑦 = 3,23. 10−4 𝑚𝑡.𝑙12.𝑙22
𝑑44.𝐿 (Sularso, 1997 : 8)
2.5.3. Koreksi Kekuatan Poros
𝜏𝑚𝑎𝑥 = (5,1𝑑3) . √(𝐾𝑚. 𝑀)2+ (𝐾1. 𝑀)2 (Sularso, 1997 : 18)
2.6. Bantalan (Bearing)
Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman, dan panjang umur. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau tidak bekerja secara semestinya.
Dalam Perencanaan ini, bantalan yang digunakan adalah bantalan gelinding.(untuk poros elevasi model ball dan dan Azimuth model Roll).
2.6.1. Klasifikasi bantalan gelinding
Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau rol jarum dan rol bulat.
a.
Atas dasar arah beban terhadap poros1
Bantalan radialArah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu poros.
2
Bantalan aksialArah beban yang ditumpu bantalan ini adalah sejajar sumbu poros.
3 Bantalan kombinasi, Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus sumbu poros.
b.
Atas dasar elemen gelinding
Roll
Ballatau rol, ketelitian tinggi dalam bentuk dan ukuran merupakan keharusan. Karena luas bidang kontak antara bola atau rol dengan cincinnya sangat kecil maka besarnya beban per satuan luas atau tekanannya menjadi sangat tinggi. Dengan demikian bahan yang dipakai harus mempunyai ketahanan dan kekerasan yang tinggi.
Gambar 2.11. Macam bantalan Gelinding
( Sumber : Sularso dan Kiyokatsu,1997 “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin”, halaman 106 )
2.6.2. Rumus perhitungan bantalan Mencari beban ekuivalen dinamis bantalan
𝐏𝐫= 𝐗. 𝐕. 𝐅𝐫+ 𝐘. 𝐅𝐚 (Sularso, 1997)
Keterangan :
Pr =Beban ekuivalen dinamis ( kg ) X = Faktor beban radial
Menentukan faktor – faktor:
Faktor putaran V = 1, untuk cincin dalam berputar
Faktor beban radial dan aksial
𝐹𝑎
𝐶𝑎 Ca= Kapasitas nominal dinamis statik (kg)
Dari tabel faktor beban radial dan aksial didapat; Faktor beban radial X
Faktor beban aksial Y
Maka beban ekuivalen bantalan: Pr = (X.V.Fr)+(Y.Fa)
Menghitung faktor kecepatan (fn)
Untuk bantalan bola : 𝑓𝑛= (33,3
Menghitung factor umur (fh) kedua bantalan : 𝑓ℎ= 𝑓𝑛. 𝐶
𝑃
C = Kapasitas nominal dinamis spesifik (kg)
Umur Nominal (Lh)
Untuk bantalan bola, Lℎ= 500. fℎ3 (𝐽𝑎𝑚) Untuk bantalan roll, Lℎ= 500. fℎ10/3 (𝐽𝑎𝑚)
2.7. Mur dan Baut
2.7.1. Rumus Perhitungan Mur
h = tinggi profil yang bekerja menahan gaya (mm) z = jumlah lilitan ulir
d2 = diameter efektif ulir luar (mm) W = gaya tarik pada baut (kg)
Sumber : (Sularso dan Kiyokatsu,1997 “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin”, hal 297)
2.7.2. Rumus Perhitungan Baut
𝜏𝑔 (𝑖𝑗𝑖𝑛)= (0,5 − 0,75). 𝜎. 𝑡 (𝑚𝑚𝑁2)s (Sularso, 1983) Keterangan :
𝜏𝑔 (𝑖𝑗𝑖𝑛) = Tegangan Geser ijin (N/mm2) 𝜎𝑡 = Tegangan Tarik (N/mm2)
Gaya geser yang terjadi pada tiap-tiap baut :
𝜏𝑔 (𝑖𝑗𝑖𝑛)= 𝜋.𝑑1.𝑏.𝑛.𝑛𝐹 1 (N/mm2) (Khurmi,1980)
𝜏𝑔 (𝑖𝑗𝑖𝑛) = Tegangan Geser ijin (N/mm2)
Tegangan mulur tiap-tiap baut : 𝜏. 𝑏 = 𝐹𝑖
Keling (rivet) adalah sebuah batang silinder pendek dengan kepala bulat. Keling digunakan untuk membuat pengikat permanen antara plat-plat seperti dalam pekerjaan struktur, jembatan, dinding tangki dan dinding ketel.
2.8.1. Kekuatan dan Efisiensi Sambungan Keling
Kekuatan sambungan keling didefinisikan sebagai gaya maksimum yang dapat diteruskan tanpa mengakibatkan kegagalan. Kita dapat melihat bagian 4.6 bahwa Pt, Ps dan Pc adalah tarikan yang diperlukan untuk meretakkan plat, menggeser keling dan merusakkan keling.
Efisiensi sambungan keling didefinisikan sebagai rasio kekuatan sambungan keling dengan kekuatan tanpa keling atau plat padat. Kita sudah membahas bahwa kekuatan sambungan keling adalah Pt, Ps dan Pc. Kekuatan tanpa keling per panjang pitch adalah:
P = p.t.σt (2-10)
Efisiensi sambungan keling 𝜂 adalah:
𝜂 =𝑠𝑒𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑃𝑡,𝑃𝑠 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑐
𝑝.𝑡.𝜎𝑡 (2-11)
Dimana :
p = Pitch keling, t = Ketebalan plat, dan
σt = Tegangan tarik yang diijinkan dari material plat
2.8.2
.Sambungan Keling Untuk Struktur
Sambungan keling dikenal sebagai Lozenge joint yang digunakan untuk atap, jembatan atau balok penopang dan lain-lain adalah ditunjukkan pada Gambar 2.20. Misalkan :
b = Lebar dari plat, t = Ketebalan plat, dan
d = Diameter dari lubang keling.
Gambar 2.13. Sambungan Keling untuk struktur)
1.
Diameter keling.Diameter lubang keling diperoleh dengan menggunakan rumus Unwin’s, yaitu:
𝑑 = 6√𝑡 (2-12)
Tabel 2.2: Ukuran keling untuk sambungan umum, menurut ISO: 1929 – 1982.
2.
Jumlah keling.
Jumlah keling yang diperlukan untuk sambungan
dapat diperoleh dengan tahanan geseran atau tahan crushing
dari keling. Misalkan
P
t= Aksi tarik maksimum pada sambungan. ini
adalah tahanan retak dari plat pada bagian luar
yang hanya satu keling.
N = Jumlah keling
sebuah keling pada double shear adalah 1,75 kali dari pada single shear.
Tahanan geser untuk 1 keling,
𝑃𝑆= 1,75. (𝜋4) . 𝑑2. 𝜏
dan tahanan crushing untuk 1 keling, 𝑃𝑐 = 𝑑. 𝑡. 𝜎𝑐 Jumlah keling untuk sambungan,
𝑛 = 𝑃𝑡
𝑃𝑠𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑃𝐶 (2-13)
3.
Ketebalan butt strap (plat pengikat ujung/penutup) Ketebalan butt strap,t1 = 1,25t, untuk cover strap tunggal = 0,75t, untuk cover strap ganda (double)
4.
Efisiensi sambunganHitung tahanan-tahanan sepanjang potongan 1-1, 2-2, dan 3-3. Pada potongan 1-1, di sini hanya 1 lubang keling.
Jadi tahanan
retak dari sambungan sepanjang 1-1 adalah:
𝑃𝑡1 = (𝑏 − 𝑑). 𝑡. 𝜎𝑡
Tahanan retak dari sambungan sepanjang 2-2 adalah:
𝑃𝑡2 = (𝑏 − 2𝑑). 𝑡. 𝜎𝑡+ kekuatan satu keeling didepan potongan 2 − 2
(Untuk keretakan plat pada potongan 2-2, keling di bagian depan potongan 2-2 yaitu pada potongan 1-1 harus yang pertama patah).
Dengan cara yang sama pada potongan 3-3 di sini ada 3 lubang keling. Tahanan retak dari sambungan sepanjang 3-3 adalah:
𝑃𝑡3 = (𝑏 − 3𝑑). 𝑡. 𝜎𝑡+ 𝑘𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛 𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔𝑎𝑛 3 − 3
Kita mengetahui bahwa kekuatan plat tanpa keling adalah: 𝑃 = 𝑏. 𝑡. 𝜎𝑡
Efisiensi sambungan,
𝜂 =𝑃𝑡1, 𝑃𝑡2, 𝑃𝑡3𝑃, 𝑃𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑃𝑐
Catatan: Tegangan yang diijinkan dalam sambungan struktur adalah lebih besar dari pada yang digunakan dalam desain pressure vessel. Nilai berikut biasa dipakai.
Untuk plat dalam tarikan = 140 Mpa Untuk keling dalam geser = 105 Mpa Untuk crushing dari keling dan Plat Geser tunggal = 224 Mpa Geser ganda = 280 Mpa
5. Pitch dari keling diperoleh dengan menyamakan kekuatan tarik sambungan dan kekuatan geser keling. Tabel berikut menunjukkan nilai pitch menurut Rotscher.
Tabel 2.3 : Pitch dari keling untuk sambungan struktur
6. Pitch terkecil (m) harus lebih besar dari pada 1,5.d 7. Jarak antara baris dari keling adalah 2,5d sampai 3d.
2.9. Sambungan Las (Welding Joint)
disambung bersamaan, dengan atau tanpa tekanan dan bahan pengisi. Panas yang dibutuhkan untuk peleburan bahan diperoleh dengan pembakaran gas (untuk pengelasan gas) atau bunga api listrik (untuk las listrik).
Pengelasan secara intensif digunakan dalam fabrikasi sebagai metode alternatif untuk pengecoran atau forging (tempa) dan sebagai pengganti sambungan baut dan keling. Sambungan las juga digunakan sebagai media perbaikan misalnya untuk menyatukan logam akibat crack (retak), untuk menambah luka kecil yang patah seperti gigi gear.
2.9.1. Jenis Sambungan Las
Ada dua jenis sambungan las, yaitu:
1.
Lap joint atau fillet jointSambungan ini diperoleh dengan pelapisan plat dan kemudian mengelas sisi dari plat- plat. Bagian penampang fillet (sambungan las tipis) mendekati triangular (bentuk segitiga). Sambungan fillet bentuknya seperti pada Gambar 2.21 (a), (b), dan (c).
Gambar 2.14. Sambungan las jenis lap Joint
2.
Butt joint.Gambar 2.15. Sambungan las butt joint
Jenis lain sambungan las dapat dilihat pada Gambar 2.23 di bawah ini.
Gambar 2.16. Sambungan las tipe lain
2.9.2. Kekuatan Sambungan Las Fillet melintang
Lap joint (sambungan las fillet melintang) dirancang untuk kekuatan tarik, seperti pada Gambar 2.24 (a) dan (b).
Gambar 2.17. (a) fillet joint
Untuk menentukan kekuatan sambungan las, diasumsikan bahwa bagian fillet adalah segitiga ABC dengan sisi miring AC seperti terlihat pada Gambar 2 . 2 5. Panjang setiap sisi diketahui sebagai ukuran las dan jarak tegak lurus kemiringan BD adalah tebal leher. Luas minimum las diperoleh pada leher BD, yang diberikan dengan hasil dari tebal leher dan panjang las.
Misalkan t = Tebal leher (BD). s = Ukuran las = Tebal plat, l = Panjang las,
Dari Gambar 5.5, kita temukan ketebalan leher adalah:
t = s.sin45o = 0,707.s
Luas minimum las atau luas leher adalah:
A = t.l=0,707.s.l (2-14)
Jika σt adalah tegangan tarik yang diijinkan untuk las logam, kemudian kekuatan tarik sambungan untuk las fillet tunggal (single fillet weld) adalah:
P = 0,707.s.l. σt (2.15)
dan kekuatan tarik sambungan las fillet ganda (double fillet weld) adalah:
P = 2.0,707.s.l. σt= 1,414.s.l. σt (2-16)
2.9.3. Kekuatan Sambungan Las Fillet Sejajar
Gambar 2.19. Sambuangan las fillet sejajar dan kombinasu
Jika τ adalah tegangan geser yang diijinkan untuk logam las, kemudian kekuatan geser dari sambungan untuk single paralel fillet weld (las fillet sejajar tunggal),
P = 0,707.s.l.τ (2-17)
dan kekuatan geser sambungan untuk double paralel fillet weld,
P = 2.0,707.s.l. τ = 1,414.s.l.τ (2-18)
Catatan:
1.
Jika sambungan las adalah kombinasi dari las fillet sejajar ganda dan melintang tunggal seperti Gambar 5.6 (b), kemudian kekuatan sambungan las adalah dengan menjumlahkan kedua kekuatan sambungan las, yaitu;P = 0,707.s.l1. σt + 1,414.s.l2. τ (2-19)
dimana l1 adalah lebar plat.
2.
Untuk memperkuat las fillet, dimensi leher adalah 0,85.t. 2.9.4. Kasus Khusus Sambungan Las FilletKasus berikut dari sambungan las fillet adalah penting untuk diperhatikan:
Gambar 2.20. Las fillet melingkar yang dikenai torsi
Dimana :
d = Diameter batang, r = Radius batang,
T = Torsi yang bekerja pada batang, s = Ukuran las,
t = Tebal leher,
J = Momen inersia polar dari bagian las =
π.t.d
3/4
Kita mengetahui bahwa tegangan geser untuk material adalah:
𝜏 =𝑇.𝑟𝐽 =𝑇.𝑑/2𝐽 =𝜋.𝑡.𝑑𝑇.𝑑/23/4=
Tegangan geser terjadi pada bidang horisontal sepanjang las fillet. Geser maksimum terjadi pada leher las dengan sudut 45o dari bidang horizontal
Panjang leher 𝑡. sin 45𝑜= 0.707𝑠
dan tegangan geser maksimum adalah:
𝜏𝑚𝑎𝑥
=𝜋.0,707.𝑠.𝑑2.𝑇 2= 2.83.𝑇𝜋.𝑠.𝑑2 (2-20)
Gambar 2.21. Las fillet melingkar yang dikenai momen bending
Dimana :
d = Diameter batang,
M= Momen banding pada batang, s = Ukuran las,
t = Tebal leher,
Z = Section modulus dari bagian las = π.t.d2/4 Kita mengetahui bahwa momen bending adalah:
𝜎 =𝑀𝑍 =𝜋.𝑡.𝑑𝑀2/4= 4.𝑇 𝜋.𝑡.𝑑2
Tegangan bending terjadi pada bidang horisontal sepanjang las fillet. Tegangan bending maksimum terjadi pada leher las dengan sudut 45o dari bidang horizontal.
Panjang leher 𝑡. sin 45𝑜= 0.707𝑠
dan tegangan bending maksimum adalah:
𝜎𝑏(max)=𝜋0.707𝑠𝑑4𝑀 2=5.66𝑀𝜋𝑠𝑑2 (2-21)
Gambar 2.22. Las fillet memanjang yang dikenai beban torsi
Dimana :
T = Torsi yang bekerja pada plat vertikal, l = Panjang las,
s = Ukuran las, t = Tebal leher
J = Momen inersia polar dari bagian las
= 2 (𝑡×𝑙
2
12) = ( 𝑡×𝑙2
6 ) (untuk 2 sisi)
2.10. Metode Elemen Hingga
Metode elemen hingga (Finite element methode) adalah sebuah metode penyelesaian permasalahan teknik yang menggunakan pendekatan dengan membagi-bagi (diskretisasi) benda yang akan dianalisa kedalam bentuk elemen-elemen yang berhingga yang saling berkaitan satu sama lain.
Permasalahan teknik biasanya mendekati dengan sebuah model matematik yang berbentuk persamaan differential. Setiap model matematik tersebut memiliki persamaan-persamaan matematik lainnya yang ditentukan berdasarkan asumsi dan kondisi aktual yang disebut kondisi batas (boundary condition).
2.10.1 PropertyofMaterial
Prosedur pemilihan material yang sesuai dengan kondisi sebenarnya merupakan salah satu bagian dari aktifitas perancangan suatu struktur. Pemilihan material ini harus mempertimbangkan kriteria dari material yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan struktur.
2.10.2. Meshing
Pembagian model menjadi elemen-elemen yang lebih kecil biasa disebut dengan proses meshing. Meshing ini biasa dilakukan sebelum menentukan boundary condition dari sebuah rencan analisa. Semakin kecil nilai meshing semakin kecil pula pembagian elemen pada model sehingga hasilnya semakin akurat dan sebaliknya untuk nilai meshing yang semakin besar maka pembagian elemen pada model hasilnya kurang akurat.
Meshing adalah bagian penting dari analisa. Karena apabila tidak mendekati meshing buruk, maka akan menghasilkan hasil yang berbeda atau tidak mendekati kondisi aktualnya. Kualitas meshing bisa 0.4, dikatakan sedang jika mempunyai nilai rata-rata 0.5-0.7, dan dikatakan jelek jika mempunyai nilai rata-rata 0.8-1.0. Meshing merupakan representasi dari metode elemen hingga.
2.10.3. Boundary Condition
Boundary condition merupakan batas kondisi atau batasan-batasan yang digunakan pada suatu simulasi. Boundary condition pada analisa statis, ditentukan beban-beban yang bekerja pada geometri dan tumpuan apa saja yang akan digunakan pada geometri tersebut. Boundary condition sama penting halnya dengan meshing, karena boundary condition menentukan hasil dari simulasi.
33
3.1. Spesifikasi Teknis RCWS Kaliber 12,7 mm
RCWS
drive in traverse and elevation :
electrical
- Elevation : -10 °s.d. +60°- Azimuth/Rotation : 360°
- Operation : Automatic and Manually
Senapan Mesin Berat (SMB)-1. - Caliber : 12.7 mm
- Weapon weight : 9,84 kg - Weapon length :1626 mm
- Rifling : 8 grooves. rh. 1 turn in 381mm
Maximum range of firing:
-
Against aerial targets :~ 1,500
m
-Against ground targets :
~ 2,000 m
Recoilling Force : 1140 N Kecepatan max azimuth : 30 rpm Kecepatan max elevasi : 25 rpm
Sighting Devices
- Day channel : Telescopic sight with CCD TV camera High resolution CCD TV camera -
Night channel : Thermal imaging camera
-Laser channel : Eye safe laser rangefinder
Aplikasi RCWS 12.7 mm- Panser Anoa 6x6
- Kendaraan Taktis Komodo 4x4 Armoured Personnel Carrier (APC) - Stewart Platform
3.2. Diagram Alir Penelitian Secara Umum
3.2.1. Penjelasan Diagram Alir Perencanaan
Penelitian Desain konstruksi rangka dan cradle dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan sebagai berikut:
3.2.1.1.Studi Literatur
Pada tahap ini dilakukan mengambail berbagai bentuk RCWS yang sudah ada dan mencari informasi berbagai sumber di internet.
3.2.1.2.Perumusan Masalah
Pada tahap ini menentukan perumusan masalah untuk sebagai pertimbangan dan acuan untuk memperoleh hasil desain sesuai dan aman.
3.2.1.3.Pembuatan Model dengan software CAD
Pada tahap ini, pembuatan model 3D di software CAD SOLIDWORK versi 2017 dengan detail dari per part lalu di assembly setelah itu expload desain dan drawing detail.
3.2.1.4.Analisa Perhitungan Statis
Pada tahap ini, Pada tahapan ini dilakukan analisa secara teoritis mengenai struktur mekanik rangka dan cradle. Pertama adalah menghitung gaya - gaya yang akan diterima oleh rangka dan cradle. Gaya maksimum yang akan diterima oleh rangka dan cradle akan digunakan sebagai dasar perancangan struktur mekanik. Perhitungan tersebut juga digunakan sebagai dasar perencanaan elemen mesin.
3.2.1.5.Pemilihan Material
3.2.1.6.Perencanaan Komponen elemen Mesin
Pada tahap ini dilakukan perencanaan elemen mesin dengan harapan aman untuk digunakan. berikut komponen – komponen perancangan terdiri dari : Poros, keling, baut, bantalan dan las.
3.2.1.7.Pengujian Kekuatan Quasi-Statis
Pada tahap ini hasil dari desain yang sudah direncanakan di simulasikan motode elmen hingga dengan software ANSYS versi 17.0 pada static structural dan akan didapatkan hasil tegangan, regangan dan total deformasi.
3.2.1.8.Pembuatan Laporan
Pada tahap ini merupakan ujung dari perancangan RCWS kaliber 12,7 mm, dengan menarik kesimpulan semua data laporan tentang desain konstruksi rangka dan cradle dan hasil pengujian yang telah dilakuakan.
3.3. Diagram Alir Perencanan Komponen Elemen Mesin
3.3.1. Penjelasan Perencanaan Komponen Elemen Mesin a. Mengetahui data spesifikasi data perhitungan analisa statis
rangka dan cradle serta material dan safety factor.
b. Perencanaan Poros untuk elevasi dan Azimuth yaitu poros utama dan poros bintang. Dengan diperoleh hasil diameter poros minimum untuk poros utama dan panjang poros serta tinggi spline untuk poros bintang.
c. Perencanaan bantalan atau bearing akan didapatkan hasil diameter dalam dan luar bantalan serta lebar.
d. Perencanaan keling, dengan diketahui tebal pelat dua penghubung dan jumlah keling maka akan didapatkan hasil diameter keeling.
e. Perencanaan Baut, dengan didaptakan gaya pada tiap baut maka didapatkan hasil diameter baut.
f. Perencanaan Las akan dodapatkan hasil tebal atau lebar pengelasan.
3.3.1.1.Diagram alir Perencanaan Poros
Gambar 3.6. Diagram Alir Perencanaan Poros Bintang
3.3.1.2.Diagram alir Perencanaan Bantalan
Gambar 3.7. Diagram Alir Perencanaan Bantalan
3.3.1.3.Diagram alir Perencanaan Keling
Gambar 3.8. Diagram Alir Perencanaan Keling
3.3.1.4.Diagram alir Perencanaan Baut
s
A
s
Gambar 3.9. Diagram Alir Perencanaan Baut
3.3.1.5.Diagram alir Perencanaan Las
Gambar 3.10. Diagram Alir Perencanaan Las
s
s
3.4. Diagram Alir Simulasi Quasi-Statis dengan ANSYS
3.4.1. Penjelasan diagram alir Simulasi Quasi-Statis dengan ANSYS
a. Langkah pertama sebelum melakukan percobaan adalah melakukan studi literatur untuk memperoleh segala informasi atau petunjuk untuk mengarahkan penelitian sesuai dengan konsep yang diinginkan
b. Membuat sebuah rumusan masalah agar konsep penelitian berjalan secara structural
c. Membuat desain rangka, cradle beserta komponen kritis dengan software CAD menggunakan solidwork 2016 d. Melakukan analisa perhitungan terhadap Rangka dan
Cradle beserta komponen kritis pendukung.
e. Kemudian pengujian simulasi quasi-statis menggunakan software ANSYS 17.0
f. Langkah berikutnya adalah pecatatan hasil numerik
meshing, boundary condition, (von-mises) stress dan total deformation. Dari hasil pengujian, apakah sesuai dengan yang direncanakan dan aman untuk diproduksi
Jika hasil yang diperoleh tidak memuaskan kemudian dilakukan input parameter dengan variable yang berbeda hingga diperoleh hasil yang optimum
45
4.1. Desain RCWS kaliber 12,7 mm
Dalam perencanaan desain rangka dan cradle RCWS kaliber 12.,7 mm dilakukan pemodelan desain dengan software solidworks 2016. Berikut pemodelan desain rangka dan cradle :
4.1.1. Desain Bagian Rangka
Gambar 4.2. Alternatif Desain Rangka 1.0
4.1.2. Desain Bagian Cradle
Gambar 4.4. Desain Cradle
4.1.3. Desain Laras
Gambar 4.5. Desain Laras
4.1.4. Aplikasi RCWS Kaliber 12,7 mm
Gambar 4.7. Senjata RCWS diinstal pada Hexapod
4.2.Analisa Titik Berat
Langkah pertama ketika ingin mengetahui titik berat suatu benda, kita harus mencari luasan bidang tersebut dan menentukan titik 𝑋0, 𝑌0 dan 𝑍0. Apabila dalam suatu bidang mempunyai bentuk yang rumit ata tidak simetris maka bentuk gambar disederhanakan dan membagi bidang menjadi beberapa bagian luasan untuk mempermudah dalam proses penghitungan luasan bidang tersebut.
Untuk menentukan titik berat suatu benda menggunakan rumus sebagai berikut :
Untuk sumbu X ;
𝑋𝑜 =∑ 𝐴∑ 𝐴𝑛𝑋𝑛 𝑛 Untuk sumbu Z ;
𝑌𝑜=∑ 𝐴∑ 𝐴𝑛𝑌𝑛 𝑛 Dimana :
𝑋0 =Absis (mm) 𝑌0=Ordinat (mm)
4.2.1. Titik berat pada Rangka 1.0
Gambar 4.8. Titik berat pada Rangka 1.0
Dimensi Bidang I sama dengan Bidang II,
Bidang I :
𝑋1= 5502 = 275 mm 𝑌1=652 = 32,5 mm
𝐴1 = 65.550 = 35750 mm2
Bidang II :
𝑋2 = (160−782 ) + 78 = 119 mm 𝑌2=(552−65)2 = 243,5 mm
𝐴2= (160-78).(552-65) = 39934mm2 Bidang III :
Maka nilai 𝑋0 dan 𝑌0pada Rangka 1.0 adalah
𝑋𝑜 =𝐴1𝑋𝐴1+ 𝐴2𝑋2+ 𝐴3𝑋3 1+ 𝐴2+ 𝐴3
𝑋𝑜 =35750.275 + 39934.119 + 39934.34935750 + 39934 + 39934
𝑋𝑜 =981750 + 7946866 + 13936966115618 𝑿𝒐= 𝟏𝟐𝟎, 𝟓𝟒mm
𝑌𝑜=𝐴1𝑌𝐴1+ 𝐴2𝑌2+ 𝐴3𝑌3 1+ 𝐴2+ 𝐴3
𝑌𝑜=35750.32,5 + 39934.243,5 + 39934.243,535750 + 39934 + 39934
𝑌𝑜=1161875 + 9723929 + 9723929115618 𝒀𝒐=178,26 mm
4.2.2. Titik berat pada Rangka 2.0
Dimensi Bidang III sama dengan Bidang IV,
𝑋𝑜 =8640.262 + 118140.119 + 126000.102,5 + 126000.457,58640 + 118140 + 126000 + 126000
𝑋𝑜 =2263680 + 14058660 + 12915000 + 57645000252000 𝑿𝒐= 𝟏𝟔𝟕, 𝟐𝟕mm
𝑌𝑜=8640.20 + 118140.150 + 126000.400 + 126000.4008640 + 118140 + 126000 + 126000
𝑌𝑜=172800 + 17721000 + 50400000 + 50400000252000 𝒀𝒐=344,7 mm
4.2.3. Titik berat pada Cradle
Gambar 4.10. Titik berat pada Cradle
Dimensi Bidang I sama dengan Bidang III,
Bidang I :
𝑋1= 312 = 15,5 mm 𝑌1=2022 = 101 mm 𝐴1 = 31.202 = 6262 mm2
Bidang II :
𝑋2 = (312) + 168 = 183,5 mm 𝑌2=(116−36)2 + 36 = 76 mm
𝐴2= (168-31).(116-36) = 10960 mm2 Bidang III :
𝑌3=(116−36)2 + 36 = 76 mm 𝐴3= 82.(552-65) = 39934 mm2
Maka nilai 𝑋0 dan 𝑌0pada Rangka 1.0 adalah 𝑋𝑜 =𝐴1𝑋𝐴1+ 𝐴2𝑋2+ 𝐴3𝑋3
1+ 𝐴2+ 𝐴3
𝑋𝑜 =6262.15,5 + 10960.183,5 + 39934.1846262 + 10960 + 39934
𝑋𝑜 =97061 + 2011160 + 734785657256 𝑿𝒐= 𝟏𝟔𝟓, 𝟒mm
𝑌𝑜=𝐴1𝑌𝐴1+ 𝐴2𝑌2+ 𝐴3𝑌3 1+ 𝐴2+ 𝐴3
𝑌𝑜=6262.101 + 10960.76 + 39934.7635750 + 39934 + 39934
𝑌𝑜=632462 + 832960 + 303498457256 𝒀𝒐=78,6 mm
4.3. Analias Perhitungan Statis
Pada analisis dari beban statis, berikut penunjang data teknis adalah :
Material = Alumunium alloy 2014-T6
Rangka ( WR) = 28,8 kg
Cradle ( WC ) = 8,5 kg
Laras ( WL ) = 9,8 kg
Percepatan grafitasi, g = 9,80665
m/s
24.3.1. Distribusi Beban Cradle pada sumbu x
Gambar 4.11. Diagram benda bebas pada sumbu x
Pada analisis cradle sumbu x ini, data dari beban statis utamanya adalah :
Jarak 𝑎 − 𝑐 = 72 𝑚𝑚≈ 0,72 m
Jarak 𝑎 − 𝑄 = 159,8 𝑚𝑚≈ 1,598 m
Jarak 𝑄 − 𝑏 = 159,2 𝑚𝑚≈ 1,592 m
Jarak 𝑄 − 𝑑 = 99,2 mm ≈ 0,992 m
Jarak 𝑎 − 𝑑 = 259 𝑚𝑚≈ 2,59 m
Jarak 𝑎 − 𝑏 = 319 𝑚𝑚≈ 3,19 m
Karena beban masing-masing diatas posisinya berbeda maka secara rill tiap-tiap tumpuan menerima beban berbeda pula
Σ𝑀 𝑏 = 0
𝑎𝑣. 𝑎𝑏 − 𝑄. 𝑄𝑏 = 0 𝑎𝑣=(179,5 ). 1,592 3,19
Σ𝑀 𝑎 = 0 N. langkah selanjutnya mencari momen terbesar dari distribusi beban cradle Nmm. Selanjutnya mencari momen inersia pada cradle dengan poros pejal. Dengan data teknis yang sudah ditetapkan,
𝐽 =3,14. 3232 4
𝐽 =3292528,64 32
𝐽 = 102891,52 mm4
Ditinjau terhadap tegangan geser : 𝜏𝑔 =𝑇. 𝑐𝐽
𝜏𝑔 =141,264.319102891,52
𝜏𝑔 =45063,216102891,52
𝜏𝑔 = 0,43 N/mm2 ≈ 0,43 MPa
Verifikasi perhitungan di software MdSolid :
Gambar 4.12. Diagram benda bebas pada sumbu x di Mdsolid
Gambar 4.14. Diagram momen di Mdsolid
Ditinjau terhadap tegangan puntir : Momen puntiran,𝑀𝑡 = 9549𝐻𝑝
Maka didapatkan tegangan puntir,
𝜏𝑡 =𝑀𝑊𝑡 𝑡 𝜏𝑡 =173,6317,15
𝜏𝑡 = 10,124N/mm2≈ 10,124 MPa
Ditinjau terhadap tegangan bending : 𝜎𝑏 =32. 𝑀𝜋𝑑3𝑏
𝜎𝑏 =32.6449,8323,14. 323
𝜎𝑏 =206394.624102891.52
𝜎𝑏 = 2,00594 N/mm2≈ 2,00594 MPa
Ditinjau terhadap tegangan maksimum :
Akibat gabungan tegangan bending dan momen tersebut maka tegangan maksimum yang terjadi dapat dinyatakan:
𝜏𝑚𝑎𝑥 = √(𝜎2 )𝑏 2+ 𝜏𝑡2
𝜏𝑚𝑎𝑥 = √(1,992 )2+ 10,1242
𝜏𝑚𝑎𝑥 = √0,99 + 102,49 𝜏𝑚𝑎𝑥 = √103,48
𝜏𝑚𝑎𝑥 = 10,172511N/mm2≈ 10,172511 MPa
4.3.2. Perhitungan Reaksi Tumpuan pada Rangka 1.0
Beban yang diterima pada rangka 1.0 di sumbu z digambarkan dibawah ini :
Dimana :
Jarak 𝑎 − 𝑐 = 372 𝑚𝑚 Jarak 𝑎 − 𝑄 = 619 𝑚𝑚
Jarak 𝑐 − 𝑄 = 619 − 372 = 247 𝑚𝑚 Jarak 𝑎 − 𝑑 = 919 𝑚𝑚
Jarak 𝑎 − 𝑒 = 1128 𝑚𝑚 Jarak 𝑎 − 𝑏 = 1626 𝑚𝑚
Σ𝑀 = 0
(𝑏𝑙𝑘𝑛𝑔. 𝑐𝑓) − (( 𝑊𝑅+ 𝑊𝐶). 𝑑𝑓)) − (𝑊𝐿. 𝑒𝑓) = 0 (𝐵𝑙𝑘𝑛𝑔. 547) − (365,913.372) − (96,138.300) = 0 𝐵𝑙𝑘𝑛𝑔 =136119,6 −28841,4 547
𝐵𝑙𝑘𝑛𝑔 = 196,12 𝑁
𝐷𝑝𝑛 = (282,528 + 83,385 + 96,138) − 196,12 𝐷𝑝𝑛 = 265.931 𝑁
Dalam perhitungan kekuatan rangka 1.0 ini dihitung berdasarkan anggapan sumbu z atau depan dan belakang sebagai tumpuan sederhana ( simple beam atau tumpuan engsel-rol).
Dari hasil perhitungan lalu digunakan software Mdsolid untuk memperoleh perhitungan Momen maksimum yang diterima rangka 1.0
Gambar 4.17. Diagram Geser sumbu z rangka 1.0
Gambar 4.18. Diagram moment sumbu z rangka 1.0
Kekuatan bagian sumbu z atau depan dan belakang rangka 1.0 diperhitungkan terhadap gaya momen dan geser. Untuk perhitungannya, beban 𝑊diambil yang terbesar yaitu (𝑊𝑅1+ 𝑊𝐶+ 𝑊𝐿) = 47,1 𝑘𝑔
Ditinjau dari Tegangan geser :
Material Alumunium alloy 2014-T6, maka𝜎𝑚𝑎𝑥= 415MPa Angka keamanan = 2, maka𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛=415
2 = 207,5 MPa Tegangan geser ijin material (𝜏𝑔 𝑖𝑗𝑖𝑛) sebesar 290MPa Luas penampang Rangka 1.0(A’) = 115618 mm2 𝜏𝑔 = 0,8 . 𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛 (Sularso, 2002)
𝜏𝑔 = 0,8 . 207,5 = 166 𝑀𝑃𝑎 ≈ 166𝑁/𝑚𝑚2
𝜏 =(𝑊𝑅1+ 𝑊𝐴′𝐶+ 𝑊𝐿)< 𝜏𝑖𝑗𝑖𝑛
𝜏 =282,5 + 83,38 + 96,14115618
Ditinjau dari Tegangan bending :
Defleksi yang terjadi
Dalam perhitungan defleksi ini, digunakan beban yang menimbulkan momen lenturan terbesan dimana diketahui recoiling force yang terjadi sebesar 1140 N dan defleksi yang diijinkan, 𝑦𝑎 = 0,05 𝑚
Gambar 4.19. DBB Defleksi pada rangka 1.0
𝛿𝑚𝑎𝑥= 1140. 0,11 2 48. 7. 1010. 0,029
𝛿𝑚𝑎𝑥= 1,41. 10−8 𝑚 ≤ 𝑦𝑎 (Aman)
Kesimpulan : Pada rangka 1.0 terbukti aman terhadp tegangan geser, tegangan bending dan defleksi.
𝜏 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 = 0,0039 𝑁/𝑚𝑚2≤ 𝜏 𝑖𝑗𝑖𝑛 𝜎𝑏 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 = 112,9 𝑁/𝑚𝑚2≤ 𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛 𝛿𝑚𝑎𝑥𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 = 1,41. 10−8𝑚 ≤ 𝑦𝑎
4.3.3. Perhitungan Reaksi Tumpuan pada Rangka 2.0
Σ𝑀𝑅2 𝑑𝑝𝑛 = 0
(𝑏𝑙𝑘𝑛𝑔. 𝑐𝑓) − (( 𝑊𝑅2+ 𝑊𝐶). 𝑑𝑓)) − (𝑊𝐿. 𝑒𝑓) = 0 (𝐵𝑙𝑘𝑛𝑔. 517) − (381,6.269) − (96,138.101) = 0 𝐵𝑙𝑘𝑛𝑔 =102652,8 −9709,9 517
𝐵𝑙𝑘𝑛𝑔 = 179,8 𝑁 𝐷𝑝𝑛 = (298,224 + 83,385 + 96,138) − 179,8
𝐷𝑝𝑛 = 297.94 𝑁
Dalam perhitungan kekuatan rangka 2.0 ini dihitung berdasarkan anggapan sumbu z atau depan dan belakang sebagai tumpuan sederhana ( simple beam atau tumpuan engsel-rol).
Dari hasil perhitungan lalu digunakan software Mdsolid untuk memperoleh perhitungan Momen maksimum yang diterima rangka 2.0.
Gambar 4.21. Simple beam sumbu z rangka 2.0
Gambar 4.23. Diagram Geser sumbu z rangka 2.0
Kekuatan bagian sumbu z atau depan dan belakang pada rangka 2.0 diperhitungkan terhadap gaya momen dan geser. Untuk perhitungannya, beban 𝑊diambil yang terbesar yaitu (𝑊𝑅2+ 𝑊𝐶+ 𝑊𝐿) = 48,7 𝑘𝑔
Ditinjau dari Tegangan geser :
Material Alumunium alloy 2014-T6, maka𝜎𝑚𝑎𝑥= 415MPa Angka keamanan = 2, maka𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛=415
Ditinjau dari Tegangan bending :
Defleksi yang terjadi
Dalam perhitungan defleksi ini, digunakan beban yang menimbulkan momen lenturan terbesan dimana diketahui recoiling force yang terjadi sebesar 1140 N dan defleksi yang diijinkan, 𝑦𝑎 = 0,05 𝑚
Gambar 4.24. DBB Defleksi pada rangka 2.0
𝛿𝑚𝑎𝑥=𝑅𝑒𝑐𝑜𝑖𝑙𝑙𝑖𝑛𝑔 𝐹𝑜𝑟𝑐𝑒 .𝐴
Kesimpulan : Pada rangka 2.0 terbukti aman terhadap tegangan geser, tegangan bending dan defleksi.
4.3.4. Perhitungan Reaksi Tumpuan pada Cradle
Beban yang diterima pada Cradle di sumbu z digambarkan dibawah ini :
Gambar 4.25. DBB Cradle di sumbu z
Dimana :
Jarak 𝑎 − 𝑐 = 372 𝑚𝑚 Jarak 𝑎 − 𝑑 = 547 𝑚𝑚 Jarak 𝑎 − 𝑒 = 619 𝑚𝑚 Jarak 𝑎 − 𝑓 = 919 𝑚𝑚 Jarak 𝑎 − 𝑏 = 1626 𝑚𝑚
𝑊𝐶 = 8,5 𝑘𝑔 . 9,81 𝑚/𝑠2= 83,385 𝑁 𝑊𝐿= 9,8 𝑘𝑔 . 9,81 𝑚/𝑠2= 96,138 𝑁`
Σ𝑀𝑅1 𝑑𝑝𝑛 = 0
(𝑏𝑙𝑘𝑛𝑔. 𝑐𝑓) − (𝑊𝐶. 𝑑𝑓) − (𝑊𝐿. 𝑒𝑓) = 0
(𝐵𝑙𝑘𝑛𝑔. 547) − (83,385.372) − (96,138.300) = 0 𝐵𝑙𝑘𝑛𝑔 =31019,22 −28841,4 547
𝐵𝑙𝑘𝑛𝑔 = 3,98 𝑁
𝐷𝑝𝑛 = (83,385 + 96,138) − 3,98 𝐷𝑝𝑛 = 175.54 𝑁
Dari hasil perhitungan lalu digunakan software Mdsolid untuk memperoleh perhitungan Momen maksimum yang diterima cradle.
Gambar 4.26. Simple beam sumbu z cradle
Gambar 4.27. Diagram moment sumbu z cradle
Gambar 4.28. Diagram geser sumbu z cradle
Ditinjau dari Tegangan geser :
Material Alumunium alloy 2014-T6, maka𝜎𝑚𝑎𝑥= 415MPa Angka keamanan = 2, maka𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛=415
Ditinjau dari Tegangan bending :
𝜎𝑏 =𝑀𝐴′𝑏; dimana hasil diagram momen terbesar
Defleksi yang terjadi
Dalam perhitungan defleksi ini, digunakan beban yang menimbulkan momen lenturan terbesan dimana diketahui recoiling force yang terjadi sebesar 1140 N dan defleksi yang diijinkan, 𝑦𝑎 = 0,05 𝑚
𝛿𝑚𝑎𝑥=𝑅𝑒𝑐𝑜𝑖𝑙𝑙𝑖𝑛𝑔 𝐹𝑜𝑟𝑐𝑒 .𝐴
Kesimpulan : Pada cradle terbukti aman terhadp tegangan geser, tegangan bending dan defleksi.
𝜏 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 = 0,0031 𝑁/𝑚𝑚2≤ 𝜏 𝑖𝑗𝑖𝑛 𝜎𝑏 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 = 34,4 𝑁/𝑚𝑚2≤ 𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛 𝛿𝑚𝑎𝑥𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 = 8,4. 10−8𝑚 ≤ 𝑦𝑎
4.4. Perencanaan Komponen Elemen Mesin Data spesifikasi teknis :
Daya maksimum, P max = 81282 W
Putaran, n = 6000 rpm
Torsi maksimum, T max = 141,264 Nm
Putaran, n = 4200 rpm
4.4.1. Perencanaan Poros
Momen-momen yang terjadi pada poros
Momen puntir (torsi)
Dari data teknis dapat diketahui torsi max, T max = 141264 Nmm
Poros dipasang horizontal dengan tumpuan dua buah bantalan yang diasumsikan berjarak 100 mm dengan terletak 60 mm dari titik A dan 40 mm dari titik B. Berat beban total diasumsikan 70 N. Diameter luar pelat D1 = 300 mm.
Gambar 4.30. DBB pada poros
a. Perhitungan poros utama
Momen tangensial akibat momen puntir
𝐹 = 2. 𝑇𝑚𝑎𝑥𝐷 1 =
2. 141264
300 = 941,76 𝑁
Momen lentur yang timbul
Akibat pembebanan (G) 𝑀 = 10 . 𝐺 . 406
𝑀 = 6
10 . 70 . 40 = 1680 𝑁𝑚𝑚
Akibat gaya tangensial 𝑇 = 10 . 𝐹 . 406
𝑇 = 10 . 941,76 . 40 = 22602,24 𝑁𝑚𝑚6
Momen puntir (torsi) ekuivalen 𝑀𝑝𝑒𝑘𝑢𝑖 = √(𝐾𝑚 . 𝑀) 2+ (𝐾𝑡 . 𝑇) 2
Dengan Km = faktor kejut terhadap lentur = 1,5 Kt = faktor kejut terhadap puntir = 1
Bahan yang dipilih 45 C 8 dengan Sf = 6
b. Perhitungan diameter poros bintang
Dengan diameter poros utama, dp = 21 mm sesuai dengan tabel poros bintang (Heavy DIN 5464) diperoleh dimensi poros bintang :
Diameter dalam poros bintang, d1 = 21 mm
Diameter luar poros bintang, d2 = 26 mm
Jumlah spline, i = 10
Pemeriksaan terhadap kekuatan spline Terhadap tegangan geser
Ag = i . b . Li
= 10 . 3 . 40 = 1600 mm2
(Li = panjang spline seluruhnya = 40)
Tegangan geser yang terjadi 𝜏 = 𝐹𝐴
𝜏 = 12.002,46 1600 = 7,5 𝑚𝑚𝑁2
Karena 𝜏 < 𝜏 maka spline kuat terhadap momen puntir
4.4.2. Perencanaan Bantalan
Gaya yang bekerja pada bantalan
𝐹𝑡 = 2 . 𝑇𝑑𝑏𝑚𝑎𝑥= 2 . 141264 129 = 1975,2 𝑁 Dimana, db diasumsikan = 129
Beban bantalan
Fe = ( Xr . V . Fr + Yt . Ft ) . Ks Xr = faktor radial ( 0 )
V = faktor rotasi ( 1 )
Fr = gaya radial (diabaikan karena sangat kecil) Yt = faktor aksial ( 1 )
Ft = gaya aksial
Ks = faktor service ( 2 ), untuk moderate shock load Fe = ( 0 . 1 . 1 + 1975,2 . 1 ) .2 = 3952,4 N
Umur bantalan yang direncanakan Lh ( umur bantalan ) = 6000 jam - Faktor umur
- Faktor kecepatan
𝑓𝑛 = √3 33,3𝑛 = √3 600033,3 = 0,177
- Beban dinamis dasar
𝐶́ = 𝑓ℎ
𝑓𝑛 . 𝐹𝑡 = 2,289
0,177 . 1975,2 = 25543,7 𝑁 → 2606,5 𝑘𝑔
Dengan kapasitas beban tersebut, maka dipilih tipe bantalan 305 jenis bantalan gelinding dengan C = 4200 kg (tabel 22.8 A Text Book of Machine Design, R.S Khurmi, hal 971).
- Dimensi bantalan ( A Text Book of Machine Design, R.S Khurmi, hal 962, tabel 22.4 ).
Diameter dalam bantalan, ddb = 25 mm Diameter luar bantalan, dlb = 62 mm Lebar bantalan, B = 17 mm
Karena
𝐶́
< C, maka perancangan memenuhi syarat.
4.4.3. Perencanaan KelingPerhitungan keling pengikat segmen antar pelat luar Dimensi perancangan :
- Jumlah paku keling, Z = 16 buah - Tebal pelat penghubung, S = 4 mm
- Paku keling ditempatkan pada diameter, dm = 140 mm - Bahan paku keling : Fe 360 dengan faktor keamanan, SF =
7
Tegangan tarik yang diijinkan 𝜎𝑡 = 𝑆𝐹 =𝜎𝑡 3607 = 51,42𝑚𝑚𝑁2