• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menggali spiritualitas Santo Vinsensius De Paul sebagai upaya meningkatkan pelayanan para suster SCMM kepada kaum miskin - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Menggali spiritualitas Santo Vinsensius De Paul sebagai upaya meningkatkan pelayanan para suster SCMM kepada kaum miskin - USD Repository"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

KEPADA KAUM MISKIN

Oleh :

Yuliana Apu Day NIM: 061124031

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2010 SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

(2)

i

KEPADA KAUM MISKIN

Oleh :

Yuliana Apu Day NIM: 061124031

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2010 SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

(3)
(4)
(5)

iv

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda yang Berbelaskasih sebagai komunitas religius yang membentuk saya menjadi religius SCMM. Para susterku sekongregasi, yang selalu mendukung dalam perjalanan panggilan

dan perutusan studi saya.

(6)

v

“Jalan terbaik untuk memperoleh sukacita abadi dengan pasti ialah hidup dan mati untuk melayani orang miskin, sambil membiarkan diri dituntun oleh Penyelenggaraan Ilahi dan menyangkal diri untuk mengikuti Kristus”. (Vinsensius, SV III, 392)

“Ketika aku dalam kesesakan, aku berseru kepada Tuhan, dan Ia

(7)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 21 Juni 2010 Penulis,

(8)

vii

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Yulianan Apu Day

NIM : 061124031

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan wewenang bagi Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, karya ilmiah saya yang berjudul:

MENGGALI SPIRITUALITAS SANTO VINSENSIUS DE PAUL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PARA SUSTER SCMM KEPADA KAUM MISKIN

untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk penggalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin maupun memberikan royalti kepada saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 21 Juni 2010 Hormat saya,

(9)

viii

Judul skripsi ini adalah “MENGGALI SPIRITUALITAS SANTO VINSENSIUS DE PAUL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PARA SUSTER SCMM KEPADA KAUM MISKIN.

Judul ini dipilih penulis berdasarkan realitas yang ada dalam kehidupan para suster SCMM, yang memberi kesan, kurang mengetahui, memahami dan menghayati Spiritualitas St.Vinsensius de Paul, yang oleh pendiri telah mengangkatnya menjadi pelindung kedua sekaligus pelindung karya kongregasi SCMM. Kekaburan mereka akan Spiritualitas St.Vinsensius de Paul yang oleh pendiri dijadikan sebagai pelindung karya bagi kongregasi, berdampak pada kurang maksimalnya pelayanan para suster SCMM kepada kaum miskin. Hal tersebut nampak dalam sikap hidup dan karya perutusan yang cenderung mengutamakan pelayanan kepada orang yang mampu atau berkecukupan dari pada kepada orang yang miskin.

Persoalan pokok dalam skiripsi ini adalah, bagaimana para suster SCMM dapat dibantu untuk lebih mengenal, memahami serta mengahayati Spiritualitas St.Vinsensius de Paul sehingga semakin meningkat pula pelayanan mereka terhadap kaum miskin.

Dalam menanggapi persoalan tersebut, penulis menilai perlu adanya proses pengenalan lebih dekat akan tokoh penting St.Vinsensius de Paul yang oleh pendiri telah diangkat sebagai pelindung karya para suster SCMM. Dalam skripsi ini penulis akan memaparkan riwayat hidup St.Vinsensius de Paul, Spiritualitas St.Vinsensius de Paul dan cara St.Vinsensius de Paul berhadapan dengan kaum miskin, yang akan menghantar para suster SCMM untuk semakin mengenal lebih dekat, memahami dan menghayati dalam hidup mereka sehingga bisa menjadi inspirasi dan panutan hidup serta karya mereka dalam melayani kaum miskin.

(10)

ix

The title of this paper is “DEEPENING THE SAINT VINCENT DE PAUL’S SPIRITUALITY AS AN EFFORTS OF SCMM SISTERS TO IMPROVE THE SERVICES TO THE POOR.”

The writer chose this title based on the realities of SCMM Sisters, which gives the impression that they less to know, less to understand and less to living out the Spirituality of St. Vincent de Paul, who has been appointed by the founder as the second patron of SCMM Congregation and as protector of its mission. This vagueness of understanding of St.Vincent de Paul’s spirituality gave less impact on the SCMM sisters in their services to the poor. It can be seen in their attitudes and services that tend to give more priority to the rich than to the poor.

The main problem in this paper is, how to help SCMM sisters to know, to understand, and to living out St.Vincent de Paul’s spirituality better, so that they are able to improve their services to the poor.

In response to this problem, the writer sees the need for closer recognition of St.Vincent de Paul who has been appointed as the protector of the SCMM sisters mission. The writer will present the bibliography of St.Vincent de Paul, his Spirituality, and his ways in dealing with the poor with hope that these could lead the SCMM sisters to see closer, to understand better and to living out St.Vincent de Paul’s spirituality, so that these could be an inspiration and role model of life and their services to the poor.

(11)

x

Puji dan Syukur kepada Allah Tritunggal Maha Kudus karena rahmat dan kasih-Nya yang membimbing, menuntun dan menyertai penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “MENGGALI SPIRITUALITAS SANTO VINSENSIUS DE PAUL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PARA SUSTER SCMM KEPADA KAUM MISKIN”.

Dalam skripsi ini penulis mengangkat keprihatinan yang berkaitan dengan kekurangpengetahuan dan pengenalan para suster SCMM akan Spiritualitas St.Vinsensius de Paul yang oleh pendiri telah mengangkatnya sebagai pelindung kedua kongregasi sekaligus pelindung karya kongregasi SCMM. Oleh karena itu penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para suster SCMM dalam mengenal, memahami dan mengahayati spiritualitas St.Vinsensius de Paul, sehingga semakin meningkatkan pelayanan para suster SCMM terhadap kaum miskin.

Penulis menyadari bahwa terselesainya skripsi ini berkat bantuan dan dukungan dari banyak pihak yang telah memberikan perhatian, dorongan, motivasi dan inspirasi. Maka pada kesempatan ini penulis patut mengucapkan terima kasih kepada :

(12)

xi

memeriksa dan sekaligus menguji skripsi penulis.

3. Dra. J. Sri Murtini,M.Si., selaku dosen penguji III yang telah berkenan mendampingi dan membimbing penulis dengan penuh perhatian dan cinta yang sekaligus memeriksa skripsi dan menguji penulis.

4. Bapak-Ibu dosen dan staf prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang telah mendampingi dengan setia serta menjadi rekan selama penulis melaksanakan studi di IPPAK-FKIP-USD Yogyakarta.

5. Suster Provinsial Kongregasi SCMM beserta dewannya yang telah memberikan kesempatan, dukungan dan motivasi kepada penulis untuk memperkembangkan pengetahuan, kepribadian dan kerohanian selama studi di IPPAK-FKIP-USD Yogyakarta.

6. Para suster komunitas Santa Sesilia yang telah memberikan dukungan, perhatian, doa dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan tugas studi ini. 7. Semua rekan-rekan seangkatan 2006 yang walaupun sudah berpisah, namun

selalu dengan caranya masing-masing, mendukung, memotivasi, mendoakan dan menguatkan penulis sehingga pada akhirnya berhasil menyelesaikan studi di IPPAK tercinta ini.

(13)

xii miskin dan menderita

10.Semua pihak yang penulis tidak sebut pada tulisan ini yang dengan caranya sendiri telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, dengan senang hati dan terbuka penulis menerima segala kritik dan saran demi penyempurnaan dan pengembangan lebih lanjut. Penulis berharap semoga skripsi ini menjadi sumbangan pemikiran bagi siapa saja yang ingin melanjutkan pelayanan Yesus Kristus kepada kaum miskin.

Yogyakarta, 21 Juni 2010 Penulis,

(14)

xiii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... ii

PENGESAHAN ………... iii

PERSEMBAHAN ………... iv

MOTTO ……….... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………. vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………... vii

ABSTRAK ………... Viii ABSTRACT ………. ix

KATA PENGANTAR ………. x

DAFTAR ISI ……… xiii

DAFTAR SINGKATAN ………. xvi

BAB I. PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar Belakang ………. 1

B. Rumusan Permasalahan ………... 4

C. Tujuan Penulisan ………. 4

D. Manfaat Penulisan ……… 4

E. Metode Penulisan ………. 5

F. Sistematika Penulisan ……….. 5

BAB II. GAMBARAN UMUM KONGREGASI SCMM DI INDONESIA……….. 7

A. Sejarah Kongregasi Suster SCMM di Indonesia……….. 7

1. Keadaan Masyarakat Indonesia pada awal abad XX…………... 8

2. Awal mula kongregasi SCMM di Indonesia dan perkembangannya 10 3. Ciri khas dan Tujuan Kongregasi……… ……….... 16

B. Visi dan Misi Kongregasi………. 17

1. Visi Kongregasi………. ……….. 17

2. Misi Kongregasi……….………... 18

(15)

xiv

2. Pelayanan di bidang Kesehatan……. ……….. 28

3. Pelayanan di bidang Sosial………... 29

BAB III. SPIRITUALITAS ST VINSENSIUS DE PAUL………... 32

A. Riwayat hidup St.Vinsensius de Paul..………... 33

B. Tiga Keutamaan St.Vinsensius de Paul………... 45

1. Kesederhanaan……… ………... 48

2. Kerendahan Hati……….. ……….. 50

3. Cinta Kasih………... 52

C. Lima Pokok dalam Spiritualitas St.Vinsensius de Paul………... 53

1. Kristus……….……… ………... 53

2. Konteks sebagai tempat pertemuan dengan Allah……….. 54

3. Misteri kehadiran Kristus dalam diri kaum miskin………... 55

4. Injil………... ……….. 56

5. Doa dan Perbuatan……….. 56

D. St.Vinsensius de Paul berhadapan dengan kaum miskin……… 57

1. Kategori Kaum Miskin.……… ……….... 58

2. Pelayanan terhadap Kaum Miskin harus diutamakan.………….. 60

3. Alasan melayani Kaum Miskin….……….…………... 61

4. Kunjungn terhadap Orang Miskin.……….... 62

5. Cara Menyediakan Kebutuhan Materiil bagi Kaum Miskin…... 63

6. Beberapa saran untuk memelihara semangat dasar dalam melayani Kaum Miskin……… 64

BAB IV. USULAN PROGRAM RETRET DENGAN TEMA “SPIRITUALITAS ST VINSENSIUS DE PAUL BAGI PARA SUSTER SCMM……… 66

A. Latar Belakang Program Retret.……….. 67

B. Alasan Pemilihan Tema………... 68

C. Rumusan Tema dan Tujuan Retret……….. 70

D. Program Retret Bagi Para Suster SCMM………... 72

(16)

xv

2. Persiapan Pelaksanaan Hari Kedua ………... 88

3. Persiapan Pelaksanaan Hari Ketiga……….. 102

4. Persiapan Pelaksanaan Hari Keempat..……… 116

5. Persiapan Pelaksanaan Hari Kelima ……… 129

6. Persiapan Pelaksanaan Hari Keenam………... 134

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………….……….. 143

A. Kesimpulan… ………. 143

B. Saran……….. ………. 145

(17)

xvi

Berikut ini adalah daftar singkatan berdasarkan urutan alfabetik. Art Ay CM : : : Artikel Ayat

Kongregasi Misi (Roma Lasaris) CMM : Congregatio Matris Misericordiae Dsb DPP DPU : : : Dan sebagainya

Dewan Pimpinan Propinsi Dewan Pimpinan Umum Fr

HK

: :

Frater

Suster Hati Kudus Konst.

KV

: :

Konstitusi Para Suster cintakasih dari Maria Bunda Berbelaskasih

Konsili Vatikan

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

Luk Mat MA : : : Injil Lukas Injil Mateus Mawar Altar

MB : Madah Bakti

Mgr. MSF

: :

Monseigneur

Kongregasi Misionaris Keluarga Kudus

No : Nomor

NTT : Nusa Tenggara Timur

PAK : Pendidikan Agama Katolik

Pr P : : Projo Pater PT SCP SCMM : : : Perguruan Tinggi Shared Christian Praxis

(18)

xvii

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SMU : Sekolah Menengah Umum

SJ St SSpS SV TK TPP

: : : : :

Serikat Jesus Santo

Kongregasi Misi Suster-Suster “Abdi Roh Kudus” Surat-surat Vinsensius

Taman Kanak Kanak Tim Pembina Propinsi

USD : Universitas Sanata Dharma

(19)

1

Pendirian suatu Kongregasi pada umumnya mempunyai norma atau aturan hidup yang diyakini dapat menjadi pedoman hidup anggotanya. Setiap pendiri kongregasi juga memiliki ciri khas tersendiri, baik dalam hal cara hidup maupun pelayanannya. Norma atau aturan hidup ini dimaksudkan membentuk kekhasan hidup dan pelayanan para anggotanya.

Kongregasi SCMM (Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda yang Berbelaskasih) adalah kongregasi yang didirikan oleh Mgr. Joannes Zwijsen pada tanggal 23 November di ‘t Heike Tilburg. Pendirian kongregasi ini, terinspirasi oleh St.Vinsensius de Paul yang peka akan kebutuhan sesama, khususnya mereka yang miskin dan terlantar. Oleh pengikutnya, cara hidup St.Vinsensius de Paul dijadikan “Spiritualitas St.Vinsensius de Paul” dan pendiri mengangkatnya sebagai pelindung karya kongregasi SCMM. Gereja juga memberi gelar kepada St.Vinsensius de Paul sebagai pelindung karya misi.

(20)

SCMM dari pada orang miskin, hal tersebut dapat dikatakan bahwa kongregasi telah kehilangan roh aslinya (Kusnoharjono, 1998:51).

Harapan dari setiap pendiri kongregasi ialah, para pengikutnya mampu meneruskan cara hidup dan semangat yang telah dimulainya dalam hidup dan karya pelayanan di dunia ini. Sejalan dengan harapan pendiri, Paus Paulus VI juga pernah mengamanatkan kepada setiap kongregasi, agar pembaharuan yang dilaksanakan tetap mempertahankan hakekat dan semangat asli kongregasi dan tidak menyimpang dari ketentuan yang sudah ditetapkan dalam tujuan kongregasi. Oleh karena itu pembaharuan harus tetap mempertahankan keutuhan dan semangat asli pendiri (Riberu, 1983:233).

(21)

informasi mengenai karya pelayanan para suster SCMM Indonesia secara khusus dalam melayani kaum miskin. Salah satu keprihatinan bahwa para suster lebih mengutamakan pelayanan kepada orang yang mampu atau berkecukupan dari pada orang yang miskin. Selain itu para suster lebih ingin melakukan karya-karya besar yang ternama dari pada terjun langsung melayani kaum miskin, hal tersebut bahkan mau ditindaklanjuti dengan menutup karya yang tidak cukup memberi income, padahal karya-karya yang seperti itu umumnya berada di pedesaan yang justru banyak melayani masyarakat kurang mampu. Semangat St.Vinsensius de Paul diperjelas dengan pertemuan dan retret yang dibimbing oleh P.Wahyu, CM sebagai salah seorang pengikut Santo Vinsensius de Paul.

(22)

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang pemilihan tema di atas maka penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Apa isi Spiritualitas St.Vinsensius de Paul?

2. Bagaimana Pemahaman Spiritualitas St.Vinsensius de Paul pada para suster SCMM?

3. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk membantu para suster SCMM dalam menghayati spiritualitas St.Vinsensius de Paul, guna meningkatkan pelayanan kepada kaum miskin?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk memahami isi Spiritualitas St.Vinsensius de Paul.

2. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman Spiritualitas St.Vinsensius de Paul pada para suster SCMM.

3. Untuk mengetahui usaha yang dapat membantu para suster SCMM dalam menghayati Spiritualitas St.Vinsensius de Paul guna meningkatkan pelayanan kepada kaum miskin.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan skripsi ini sebagai berikut:

(23)

2. Membantu para suster formator dalam mendampingi dan membina para suster SCMM untuk semakin memahami dan menghayati Spiritualitas St.Vinsensius de Paul dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada kaum miskin.

3. Membantu secara tidak langsung para suster SCMM dalam meningkatkan pelayanan kepada kaum miskin.

E. Metode Penulisan

Skripsi ini ditulis dengan menggunakan metode deskriptif analisis yang menggambarkan dan menganalisa permasalahan yang ada untuk menemukan jalan pemecahan yang memadai atas sebuah studi pustaka dari berbagai buku referensi karangan ilmiah yang berkaitan dengan tema yang diangkat oleh penulis. Selain itu, agar memperoleh wawasan yang lebih luas dalam membahas skripsi ini, penulis juga berusaha menggali konteks permasalahan yakni pemahaman dan penghayatan para suster SCMM Indonesia akan Spiritualitas St.Vinsensius de Paul dalam pelayanan kepada kaum miskin dengan menggunakan hasil pertemuan propinsi 2009 dan retret Vinsensian yang diikuti oleh penulis sendiri dan rangkuman atas evaluasi hidup dan karya para suster SCMM yang tertuang dalam buku “Butir-butir penting hari Propinsi SCMM Indonesia tahun 2009”.

F. Sistematika Penulisan

(24)

Bab I berupa Pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II membahas Gambaran Umum kongregasi suster SCMM di Indonesia yang meliputi: Sejarah kongregasi suster SCMM di Indonesia, Visi dan Misi kongregasi, Pemahaman dan penghayatan Spiritualitas St.Vinsensius de Paul pada para suster SCMM dan Karya pelayanan para suster SCMM di Indonesia.

Bab III membahas Spiritualitas St.Vinsensius de Paul yang meliputi: Riwayat hidup St.Vinsensius de Paul, tiga keutamaan pokok St.Vinsensius de Paul, lima pokok dalam Spiritualitas St.Vinsensius de Paul, dan St.Vinsensius de Paul berhadapan dengan kaum miskin.

Bab IV berisi usulan program Retret bagi para Suster SCMM dengan tema umum ”Spiritualitas St.Vinsensius de Paul bagi para suster SCMM” yang meliputi, latar belakang penyusunan program retret, alasan pemilihan tema retret, rumusan tema dan tujuan retret, program retret bagi para suster SCMM, catatan untuk pelaksanaan program dan contoh persiapan retret.

(25)

7

Pada pembahasan bab II akan dijabarkan dalam empat bagian yakni: Sejarah Kongregasi Suster SCMM di Indonesia; Visi dan Misi Kongregasi; Pemahaman dan Penghayatan Spiritualitas St.Vinsensius de Paul pada para suster SCMM dan Karya pelayanan para suster SCMM di Indonesia. Pada pembahasan Pemahaman dan Penghayatan Spiritualitas St.Vinsensius de Paul pada para suster SCMM, penulis menggunakan analisis atas permasalahan dan keprihatinan dalam hidup dan karya para suster SCMM sesuai dengan hasil pertemuan hari Propinsi dan retret Vinsensian pada tahun 2009 yang diikuti oleh para suster SCMM seluruh Indonesia yang telah dibukukan pada buku “Butir-butir penting Hari Propinsi SCMM Indonesia tahun 2009”. Hasil inilah yang digunakan penulis dalam melihat harapan para suster SCMM Indonesia untuk kembali kesemangat yang ditekankan oleh pendiri.

A. Sejarah Kongregasi Suster SCMM di Indonesia

(26)

kecil di daerah ‘t Heike’ di Tilburg untuk melayani dan meringankan kemelaratan umat parokinya yang miskin. Pada awalnya pastor Zwijsen hendak membatasi jumlah susternya sampai tiga belas orang saja, namun kepercayaan teguh akan bimbingan Allah dan Penyelenggaraan Ilahi yang penuh kasih menyebabkan beliau menyetujui perkembangan yang cepat dari kongregasi. Pada tahun 1877 sebagai tahun wafatnya pendiri, kongregasi SCMM memperluas daerah pelayanannya sampai ke Belgia, Inggris, Wales, Amerika Serikat dan pada tahun 1885 kongregasi SCMM masuk ke Indonesia.

1. Keadaan masyarakat Indonesia pada awal abad XX

Pada Awal abad XX bangsa Indonesia masih di bawah jajahan Belanda. Pada masa itu kehidupan bangsa Indonesia tergantung dari sistem politik dan ekonomi yang diterapkan oleh penjajah. Sejak tahun 1870 sampai awal abad XX, di Indonesia diterapkan sistem “Politik Pintu Terbuka”. Ini berarti bahwa arus modal dari luar boleh masuk ke Indonesia dan dengan demikian terjadilah imperialisme (sistem politik yang bertujuan menjajah Negara lain untuk mendapat kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar). Di mana-mana modal asing ditanamkan dan dikembangkan dalam sektor pertanian, pertambangan dan perkebunan (Badrika, 1991: 71-72).

(27)

Paksa, rakyat Indonesia bekerja bagi majikannya yang baru, yakni kaum kapitalis. Dengan sistem ini, kehidupan rakyat tetap miskin dan semakin menderita. Program pembuatan saluran-saluran air hanyalah untuk memenuhi kebutuhan pengairan perkebunan milik pemerintah Belanda dan pemilik modal asing dan bukannya untuk rakyat. Pendidikan dilaksanakan bukan untuk mencerdaskan bangsa Indonesia melainkan hanya untuk kepentingan Pemerintah Belanda. Perpindahan penduduk yang digerakkan hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di perkebunan milik pemerintahan Belanda (Badrika, 1991:65-67).

(28)

2. Awal mula kongregasi SCMM di Indonesia dan perkembangannya

Kongregasi SCMM masuk ke Indonesia pada tahun 1885 di kota Padang. Di wilayah sekitar kota Padang pulau Sumatera, beberapa imam Yesuit aktif dalam pelayanan di bidang karya misi. Salah seorang diantaranya adalah pater Smit yang pada permulaan 1885 memberitahu kepada uskup, Mgr Claessens di Batavia, bahwa tak mungkin ia dapat menjadikan orang Indonesia orang kristen yang baik, tanpa pertolongan suster, yang dapat menangani pendidikan. Dengan demikian munculah gagasan untuk meminta suster SCMM berkarya di Padang. Gagasan tersebut disampaikan oleh rekan imam pater Smith yakni pater Meurs yang pada saat itu sedang berlibur di Negri Belanda, kepada Mgr.Godchalk, uskup Den Bosch. Pada bulan Januari tahun 1885, sebuah surat permohonan dari Mgr.Godchalk kepada suster Syncleticia Smarins Pemimpin Umum Kongregasi SCMM waktu itu, memohon agar beliau mengutus beberapa suster ke Indonesia yang pada masa itu disebut ‘Hindia Belanda”, untuk menangani beberapa sekolah Katolik dan pendidikan ketrampilan putri (Van de Molengraft, 1992: 143-146).

(29)

Juli 1885 mereka tiba di Padang. Para suster disambut meriah oleh panitia yang dihadiri oleh pastor Smith, SJ dan pastor Van Meurs, SJ dan beberapa anggota paroki dengan inkulturasi ala Minangkabau. Mereka menetap di sebuah rumah besar, berdinding papan dengan atap rumbia yang merupakan rumah bekas Bapak Gubernur.

(30)

membutuhkan tenaga, sehingga pada tanggal 18 Agustus 1888 dua anggota SCMM gelombang kedua diutus ke Indonesia, yakni Suster Lusine Preusting dan Suster Remegia (Syukur Agnes & Yustina Hondro, 2004:9-12).

Perkembangan dan pelayanan yang baik tidak selalu berjalan mulus. Cukup banyak mengalami tantangan dari pihak kelompok elit yang merasa disaingi dalam tugas dan kedudukan. Iklim daerah tropis dengan segala jenis penyakit, merenggut nyawa dua suster misionaris pertama, yakni Suster Philomeno pata tanggal 5 Februari tahun 1889 dan Suster Ewalda van Beek pada tanggal 24 Maret tahun 1889. Yang menggantikan Suster Ewalda van Beek sebagai pemimpin biara adalah Suster Lusine Preusting (Syukur Agnes & Yustina Hondro, 2004:19-28).

(31)

Maumere kurang sehat untuk kesehatan para suster, maka Mgr.S.Luypen, SJ, menganjurkan agar para suster pindah ke Lela. Di Lela-Flores, mereka memulai karya dari awal, yakni menangani asrama dan sekolah, serta pelayanan kesehatan. Karya pelayanan para suster sangat berkembang dan mendapat dukungan dari masyarakat. Tahun 1916 Tarekat pastor Jesuit menyerahkan misi mereka, kepada para pastor van STEYL. Pada waktu itu pastor van STEYL menuntut lebih banyak demi peningkatan kualitas misi, dan meminta penambahan tenaga para suster yang berdiploma. Semua program ini diberitahukan kepada Dewan Pimpinan Umum, dan keputusannya, karya misi SCMM diserahkan kepada Suster van STEYL. Alasan lain para suster meninggalkan Lela karena komunikasi antara komunitas Lela dan Padang sangat sulit dan letak geografis Lela sangat tidak menguntungkan untuk pengangkutan. Selama 18 tahun para suster SCMM berkarya di Lela-Flores, dan tanggal 1 Juli tahun 1917, mereka menyerahterimakan karya-karya itu kepada kongregasi SSps dari Steyl (Syukur Agnes & Yustina Hondro, 2004:19-28).

(32)

kedua dari situasi masyarakat yang mayoritas agama Islam fanatik, yang mempunyai pandangan hidup bahwa kaum wanita tak perlu belajar karena toh pekerjaannya adalah pembantu dan pesuruh. Pandangan masyarakat sudah begitu kental dan sangat sulit dirubah. Para suster mencoba beradaptasi dengan membawa visi baru tentang martabat dan hakekat kaum wanita, namun masyarakat setempat tidak siap menerima kehadiran serta pembaharuan para suster. Kunjungan Muder Jendral pada tanggal 4 Agustus sampai dengan tanggal 6 Agustus 1923, memberi kesimpulan akhir untuk mengakhiri perutusan SCMM di Tanjung Sakti. Tepat pada tanggal 15 Mei tahun 1930, berakhirlah karya misi kongregasi SCMM di Tanjung Sakti, karya ini diserahterimakan kepada para Suster Hati Kudus (HK). Setelah enam hari karya misi di Tanjung Sakti berakhir, tepatnya tanggal 21 Mei 1930, Kongregasi SCMM memulai karya baru di Sibolga-Sumatera Utara. Dengan semangat cinta yang berbelaskasih ketujuh suster pemula memulai karya di bidang Pendidikan Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar, menangani asrama putera-puteri dan karya pastoral lainnya. Karya pelayanan di Sibolga berkembang pesat dan sekaligus memacu perkembangan Gereja dengan cepat (Syukur Agnes &Yustina Hondro, 2004:35-43).

(33)

Eugenia Lim yang diganti menjadi Suster Yosefa kembali ke Indonesia pada tanggal 25 Januari tahun 1940 untuk memulai karya perutusan (Syukur Agnes & Yustina Hondro, 2004:56).

Perkembangan panggilan dalam Kongregasi SCMM semakin meningkat. Beberapa putri asal Tionghoa dari Padang dan putri asal Batak, ikut bergabung dalam kongregasi SCMM. Karya pelayanan para suster SCMM semakin menyebar luas di wilayah Nusantara Indonesia yakni: Pulau Nias berawal di Teluk Dalam pada tanggal 15 Agustus 1956, menyusul lima wilayah karya didirikan di Nias dan setelah itu wilayah Tapanuli dan Tarutung pada tanggal 22 November 1968 serta menyusul empat wilayah karya lainnya didirikan di Tapanuli; wilayah Daerah Istimewa Aceh berawal di Banda Aceh pada tanggal 1985 dan Lhokseumawe-Aceh Utara pada tanggal 8 Desember 1987; wilayah Jawa berawal di Jakarta pada tanggal 28 Desember 1987 dan Yogyakarta pada tanggal 24 September 1993; wilayah NTT berawal di Maumere-Flores pada tanggal 25 Juli 1989 setelah itu menyusul tiga wilayah karya didirikan di NTT; wilayah Timor Lorosae berawal di Ossu pada tanggal 11 Desember 1989, di Dili pada tanggal 4 Februari 1994 dan di Sumba pada tanggal 19 Mei 1991 (Kusnoharjono, 2001: 47-85).

(34)

bulan Agustus 2004 dan Banjarbaru pada bulan Maret 2005, dengan menangani sekolah, asrama dan karya pastoral (Mila Ate, 2006:24).

3. Ciri khas dan Tujuan Kongregasi

Setiap kongregasi yang didirikan mempunyai ciri khas dan tujuan dalam menampakkan karya kasih di dunia. Dalam Dekrit KV II tentang Pembaharuan yang serasi Hidup Kebiaraan artikel dua, dipaparkan bahwa pembaharuan kehidupan kebiaraan yang serasi mencakup usaha terus-menerus kembali ke sumber-sumber kehidupan Kristen dan semangat asli lembaga dengan menyesuaikan keadaan zaman yang berubah. Setiap lembaga mempunyai ciri dan tugas khasnya, oleh sebab itu harus diakui dan dipertahankan dengan setia semangat Pendiri dan tujuan-tujuan khas yang merupakan warisan tiap lembaga (Riberu, 1983:233).

(35)

semangat kesederhanaan dan kesiapsediaan seturut teladan Maria, Hamba Tuhan dan Bunda Belaskasih (Konstitusi SCMM, 1989: art. 12-20).

B. Visi dan Misi Kongregasi

Setiap pendirian sebuah Kongregasi harus dilandaskan pada visi dan misi yang jelas. Kongregasi SCMM juga mempunyai visi dan misi yang menjadi dasar dalam hidup dan karya perutusan para suster SCMM di tengah dunia.

1. Visi Kongregasi

Visi adalah gambaran keadaan yang dicita-citakan atau cita-cita yang hendak dicapai. Berdasarkan pengertian ini, maka uraian mengenai visi Kongregasi SCMM akan lebih menekankan pandangan hidup dan cita-cita. Yang ingin dicapai oleh Kongregasi adalah: Mengikuti Yesus Kristus yang berdoa dan melayani; mengamalkan cinta yang berbelaskasih kepada sesama sebagai panggilan pembebasan dan penyelamatan, dengan menjadikan Maria sebagai model dan teladan; menyelenggarakan karya-karya pelayanan cinta kasih yang membebaskan dan menyelamatkan, yang sesuai dengan kebutuhan aktual Gereja dan masyarakat setempat demi peningkatan taraf hidup dan mengangkat martabat manusia (Konstitusi SCMM, 1989: art. 1-12).

(36)

miskin dan tertindas mengalami belaskasih Allah yang membebaskan dan menyelamatkan lewat kehadiran dan pelayanan para suster SCMM; Visi Praktis Kongregasi diuraikan dalam dua bagian yakni: a) terbentuk pribadi-pribadi religius wanita apostolik, yang dalam menghayati ketiga kaulnya untuk mengikuti Yesus Kristus yang berdoa dan melayani, mampu mengamalkan cinta yang berbelaskasih kepada sesamanya sebagai suatu panggilan pembebasan dan penyelamatan, dengan menjadikan Maria sebagai model teladannya; b) terselenggaranya karya-karya pelayanan cinta kasih yang membebaskan dan menyelamatkan sesuai kebutuhan aktual Gereja dan masyarakat setempat demi peningkatan taraf hidup dan mengangkat martabat manusia, terutama lewat pendidikan, pembinaan, pengajaran anak-anak, wanita, kaum muda, dengan prioritas orang kecil, lemah, miskin dan tertindas di bawah perlindungan dan inspirasi St.Vinsensius de Paul. Visi inilah yang menjadi landasan dan dasar dalam penjabaran misi kongregasi SCMM melalui hidup dan karya para suster SCMM (TPP SCMM, 2002:2).

2. Misi Kongregasi

(37)

mengamalkan cinta yang berbelaskasih serta menghayati ketiga kaul religiusnya seturut teladan Maria. b) Menyelenggarakan karya-karya pelayanan cinta kasih yang membebaskan dan menyelamatkan sesuai kebutuhan-kebutuhan aktual Gereja dan masyarakat setempat demi peningkatan taraf hidup dan mengangkat martabat manusia, terutama lewat pendidikan, pembinaan dan pengajaran anak-anak, wanita dan kaum muda, dengan prioritas orang kecil, lemah, miskin dan tertindas di bawah perlindungan dan inspirasi St.Vinsensius de Paul (TPP SCMM, 2002:2).

Berdasarkan visinya, Kongregasi menentukan dan memprogramkan misi dalam bidang-bidang: Pelayanan di bidang pendidikan, pelayanan di bidang kesehatan, dan pelayanan di bidang sosial. Kongregasi SCMM yakin bahwa karya-karya belaskasih yang di laksanakan di dunia dapat membawa dampak dan perubahan hidup ke arah yang lebih baik, dan semakin banyak orang yang mengalami pelayanan, khususnya mereka yang miskin, lemah dan tertindas.

C. Pemahaman dan penghayatan Spiritualitas St.Vinsensius de Paul pada para suster SCMM

(38)

cocok dengan kehidupan spiritual pendiri. Pada masa hidupnya Mgr.Zwijsen sebagai pendiri SCMM banyak membaca buku kecil dengan amsal-amsal dari St.Vinsensius de Paul, sehingga beliau kadang-kadang disebut sebagai Vinsensius de Paul dari Tilburg oleh orang sezamannya (Blommestijn, Hein & Jos Huls, 1995:13-17). Sejalan dengan itu pendiri SCMM mengangkat St.Vinsensius de Paul sebagai pelindung kedua dari kongregasi SCMM. Hal ini dipaparkan secara jelas dalam Konstitusi Suster SCMM (1989: 14) sebagai berikut:

Ia melihat Maria Bunda yang berbelaskasih sebagai pelindung kongregasi. Pendiri kita juga mempunyai hormat yang besar kepada St.Vinsensius De Paul. Santo ini yang hidup di Perancis abad ketujuh belas, merupakan pembela dan pendukung kaum miskin. Ia mendirikan Kongregasi Puteri-puteri Kasih pertama di Paris. Dengan alasan ini pendiri kita menjadikan St.Vinsensius sebagai pelindung kedua kongregasi kita dan pelindung karya-karya kita.

Sebagaimana pendiri SCMM telah mengangkat St.Vinsensius de Paul sebagai pelindung kedua kongregasi sekaligus pelindung karya bagi kongregasi SCMM, diharapkan juga para suster SCMM dapat menjadikan Vinsensius de Paul sebagai inspirasi dan teladan mereka dalam hidup dan karya pelayanan, secara khusus dalam melayani kaum miskin.

(39)

kongregasi yang juga didirikan oleh Mgr.Zwijsen, membuat kegiatan ziarah bersama ke Belanda dan Perancis bagi calon pengkaul kekal. Kegiatan ini telah terlaksana sejak tahun 2007. Dari sharing para suster yang termuat dalam majalah ‘Compassion’ sebagai salah satu majalah Kongregasi edisi November/Desember 2007, terungkap kegembiraan mereka atas kegiatan ini, yang awalnya hanya mengetahui St.Vinsensius de Paul sebagai pelindung karya amal kongregasi, tetapi dengan kegiatan ini mereka semakin mengetahui apa yang menjadi Spiritualitas St.Vinsensius de Paul dan yang menggerakkan beliau dalam melayani dan mencintai orang miskin. Kegiatan ini memacu para suster dan para frater calon pengkaul kekal untuk kembali ke semangat asli pendiri dan mencintai pelayanan khusus mereka yang miskin, lemah dan tertindas, sehingga semakin banyak orang mengalami keselamatan.

Takdapat dipungkiri bahwa pemahaman yang minim dari para suster SCMM tentang Spiritualitas St.Vinsensius de Paul membawa kesan kurang memadainya pelayanan para suster SCMM dalam melayani kaum miskin. Untuk memberi gambaran yang lebih jelas akan apa yang menjadi keprihatinan penulis, di sini penulis menjabarkan isi dari pertemuan propinsi 2009 dari pengalaman konkrit penulis waktu itu dan satu dokumen penting kongregasi yang memuat butir-butir penting hasil pertemuan propinsi Indonesia 2009 yang diikuti oleh seluruh suster SCMM.

(40)

pada tanggal 31 Juli sampai dengan 11 Agustus 2009 yang dihadiri oleh seluruh suster SCMM Indonesia termasuk penulis sendiri, yang pada saat itu bertugas sebagai notulis dan ketua kelompok. Selain para suster SCMM hadir juga Pastor Elias Sembiring, OFM Cap selaku moderator SCMM dan Pastor Wahyu, CM selaku anggota Vinsensian yang akan memberikan retret kepada para suster SCMM. Pertemuan ini diberi tema “Bersaudara dan berkarya sebagai SCMM yang Berbelaskasih”, yang dijabarkan dalam tiga sub tema: Bersaudara dan berkarya sebagai SCMM yang berbelaskasih dalam pelayanan hidup berkomunitas dan panti jompo. Bersaudara dan berkarya sebagai SCMM yang berbelaskasih dalam pelayanan di bidang Pendidikan; dan yang terakhir adalah Bersaudara dan Berkarya sebagai SCMM yang berbelaskasih dalam pelayanan di bidang Karya Sosial dan di Bidang Kesehatan (DPP SCMM, 2009:15-37).

Pertemuan ini dikemas dalam bentuk peragaan yang akan ditampilkan oleh kelompok-kelompok yang telah disusun oleh panitia. Setelah peragaan selesai, acara dilanjutkan dengan diskusi kelompok dan pleno. Saat diskusi pleno, setiap suster diberi kesempatan untuk mengungkapkan apa yang menjadi keprihatinan dan harapan sebagai masukan yang berarti untuk kongregasi. Hasil keseluruhan pertemuan akhirnya menjadi evaluasi untuk hidup dan karya sekaligus harapan ke depan para suster SCMM yang tertuang dalam buku “Butir-butir penting hari propinsi SCMM tahun 2009 yang terdiri dari tiga bagian yakni: bidang pendidikan, kesehatan dan sosial.

(41)

pada kepada orang miskin; di mana sekolah-sekolah yang dikelola oleh kongregasi SCMM banyak menampung anak orang kaya dari pada anak orang miskin, karena jangkauan uang sekolah yang sangat tinggi yang tidak bisa dijangkau oleh orang kecil, sehingga terkesan sekolah hanya untuk orang kaya; selain itu nampak kurangnya perhatian dari para suster yang memegang karya terhadap kenaikan gaji para guru dan karyawan. Menanggapi situasi yang ada di bidang pendidikan, dipikirkanlah suatu terobosan, yaitu kembali ke semangat awal kongregasi, yaitu mengutamakan orang yang miskin, lemah dan tertindas, dan meningkatkan sikap kerendahan hati, kesederhanaan, kepekaan dan hati yang penuh belaskasih sebagai cerminan hidup para suster SCMM (DPP SCMM, 2009:147-167).

(42)

mampu memberi pelayanan yang maksimal terhadap orang yang dilayani dan yang paling utama, dalam pelayanan mementingkan keselamatan pasien dari pada uang (DPP SCMM, 2009:225-287).

Karya pelayanan di bidang Sosial pun banyak mengalami pasang-surut. Beberapa keprihatinan dalam karya pelayanan sosial yang ditangani oleh para suster yakni: Adanya suster yang kasar, kurang ramah, kurang berhati ibu, banyak mengeluarkan kata-kata yang tak enak didengar, kurang tegas dalam menyelesaikan masalah, ada sikap pilih kasih atau perbedaan dalam memberikan kasih sayang dan perhatian. Setelah ditelusuri, salah satu penyebabnya adalah penempatan para suster yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya dan juga dari pribadi para suster yang tidak mau belajar, sehingga para suster tersebut tidak melaksanakan karyanya secara maksimal dalam memancarkan belaskasih kepada orang yang dilayani (DPP SCMM, 2009:203-230).

(43)

D. Karya pelayanan para suster SCMM di Indonesia

Struktur pelayanan pada masa Gereja Purba mencakup juga kepemimpinan yang dilaksanakan secara kelompok, seperti kelompok para rasul, para pengajar dan diakon atau pun yang dilaksanakan oleh perorangan yang langsung terjun ketengah-tengah jemaat, seperti yang telah dilakukan oleh para rasul: Petrus, Paulus dan rasul lainnya. Tugas pelayanan pada masa Gereja purba didasarkan atas tahbisan dan juga berdasarkan karisma yang diterima oleh seseorang dari Allah (Hardawiryana, 1977:10).

Pelayanan yang dimengerti sebelum Konsili Vatikan II adalah para hirarki, artinya mereka yang menjadi pelaksana pelayanan dalam Gereja, umat tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pelayanan. Sesudah Konsili Vatikan II sampai sekarang, pelayanan dimengerti sebagai cara untuk melayani umat beriman yang kehidupannya tidak lepas dari keadaan masyarakatnya (Hardawiryana, 1977:12). Jadi pelayanan gerejani tidak hanya ditangani oleh hirarki tetapi juga oleh religius dan umat secara keseluruhan.

(44)

cinta Allah yang penuh belaskasih dan kehadiran Tuhan yang telah bangkit yang membawa keselamatan. Hal tersebut dilakukan oleh para suster dengan mengabdikan diri untuk memulihkan keretakan dan membawa keselamatan dan pembebasan, khususnya dengan perhatian sepenuhnya kepada orang yang sangat membutuhkan pertolongan yaitu yang malang, miskin dan tertindas baik yang dekat maupun yang jauh. Tanggapan ini telah diwujudkan dalam pelbagai bidang pelayanan seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan kepada anak miskin dan cacat, pelayanan kepada orang lanjut usia dan karya pastoral di paroki. Pelayanan ini disesuaikan dengan perubahan keadaan sekitarnya serta kebutuhan masyarakat (Konstitusi SCMM, 1989: art. 1-17).

(45)

1. Pelayanan di bidang Pendidikan

Karya perutusan kongregasi SCMM yang utama adalah bidang pendidikan. Hal ini diutamakan sesuai dengan tujuan didirikannya Kongregasi SCMM yang mengutamakan pendidikan bagi anak-anak yang tidak bisa mengeyam pendidikan akibat kemiskinan. Dalam pelaksanaan karya belaskasih, pendiri SCMM memprioritaskan pendidikan bagi anak-anak gadis, dengan alasan bahwa mereka akan menjadi ibu-ibu masa depan dan jika mereka dididik secara religius maka anak-anak mereka pun pada gilirannya akan dididik oleh mereka, dan anak-anak itu akan berkembang dalam suasana religius pula.

Pendidikan yang dibayangkan oleh Pendiri SCMM tidak terbatas pada peralihan pengetahuan dan pengembangan ketrampilan, tetapi ditujukan pada pembentukan “hati si anak, karena hati dari seorang anak merupakan lahan pertumbuhan bagi kebajikan dan kejahatan. Pendidikan dalam belaskasih dimulai dengan menghormati tabiat anak-anak yang dilayani, dan seorang pendidik tidak berada di atas para murid, dan tidak memaksa murid untuk berfikir dan melihat sebagaimana yang dipikirkan oleh pendidik, oleh karena itu pendiri SCMM menganjurkan kepada para suster SCMM agar menggunakan setiap kesempatan dalam mengajarkan kebajikan-kebajikan kepada anak-anak, secara menarik dan mencintai mereka sesuai dengan keunikan mereka masing-masing (Blommestijn, Hein & Jos Huls, 1998:82-86).

(46)

mereka belajar melihat dirinya sendiri “dengan mata Allah”. Pendidikan dalam belaskasih dapat terwujud melalui usaha-usaha dari pihak pendamping yang memberikan perhatian kepada masing-masing anak didik secara personal dan intensif, dengan tujuan agar kepribadian dan keunikan setiap anak didik dapat dikenal secara baik sehingga dapat diarahkan ke jalan yang benar agar dengan demikian mereka akan berkembang menurut keunikan masing-masing. Atas dasar inilah maka proses pendidikan (belajar-mengajar) yang khas belaskasih harus mampu menciptakan kondisi yang bisa mendorong setiap anak didik untuk berkembang menjadi manusia dewasa, baik secara kristiani maupun manusiawi, dan agar setiap orang bisa menjadi “dirinya sendiri” (Blommestijn, Hein & Jos Huls, 1995:85-90).

2. Pelayanan di Bidang Kesehatan

(47)

dengan selalu ramah, bijaksana, sabar, dan penuh cinta; dan memperhatikan kebersihan bagi para pasien. Para suster SCMM juga diharapkan memperhatikan kesehatannya sendiri dengan mengatur jam istirahat dan makan yang teratur, sehingga dengan kesehatan yang baik akan mampu melayani para pasien dengan baik pula (Zwijsen, 2000:93-95).

Pelayanan dan penyembuhan adalah tanda kedatangan Kerajaan Allah di dunia. Karya keselamatan yang ingin diwujudkan oleh Kongregasi SCMM dalam pelayanan kesehatan merupakan salah satu keprihatinan Gereja bagi sesama yang menderita. Oleh karena itu, selain memperhatikan mutu pelayanan secara professional, juga perlu mewujudkan keyakinan dasar yang menyangkut makna kehidupan yang terdalam. Hal ini meliputi martabat manusia yang diciptakan oleh Allah menurut citra-Nya, serta dipanggil untuk hidup dalam Kristus Yesus (Riberu, 1983:477).

3. Pelayanan di Bidang Sosial

Pelayanan di bidang sosial yang ditangani oleh para suster SCMM di Indonesia meliputi: Panti asuhan, panti jompo, PKK/Konveksi, kantin, pastoral, asrama putra dan putri. Pelayanan di bidang sosial ini merupakan tanggapan kongregasi terhadap situasi nyata yang membutuhkan pelayanan, yang harus dilakukan oleh para suster SCMM. Pelayanan ini merupakan wujud dari panggilan dan perutusan kongregasi yang tertera dalam Konstitusi Suster SCMM (1989: artikel 17) yang mengatakan:

(48)

mengamalkan cinta yang penuh belaskasih dengan menanggapi kebutuhan manusiawi dalam semangat pelayanan. Tanggapan ini telah dinyatakan dalam pelbagai bidang, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan kepada anak-anak yang miskin dan cacat dan kepada orang tua-tua dan juga karya pastoral di Paroki-paroki. Pelayanan ini selalu disesuikan dengan perubahan situasi sekitarnya.

Karya pelayanan yang dilakukan oleh para suster SCMM disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Awalnya pelayanan para suster terfokus pada pendidikan dan kesehatan, tetapi karena kebutuhan yang mendesak di lapangan, karya pelayanan diperluas sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sehingga muncullah karya pelayanan yang berhubungan dengan masyarakat setempat yang biasanya disebut dengan pelayanan sosial. Pelayanan di bidang sosial ini dibagi dalam dua bidang yakni: Karasulan Kategorial dan Kerasulan Parokial. Kerasulan Kategorial mencakup panti asuhan, panti jompo, asrama putra-putri dan lembaga pengembangan masyarakat. Sedangkan dalam kerasulan parokial, para suster terlibat dalam kegiatan paroki seperti pewartaan sabda, pendalaman iman, katekese umat, pengajar sekolah minggu, pemberi pelajaran Agama Katolik di sekolah-sekolah dan kampung-kampung dan pembinaan kaum muda dan remaja.

(49)

pribadi sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan demikian mereka dapat menampakkan cinta yang penuh belaskasih yang membawa keselamatan dan pembebasan khususnya dengan perhatian sepenuh hati kepada orang-orang yang sangat membutuhkan yang miskin, malang, tertindas, baik yang dekat maupun yang jauh (Konstitusi SCMM, 1989: artikel 5-7).

(50)

32

Kata Spiritualitas berasal dari bahasa Prancis yakni: spiritualite. Kata dasarnya ”spiritus” yang berarti Roh. Apabila seseorang disebut seorang spiritualis berarti dia digerakkan oleh Roh Kudus untuk berbuat sesuatu (Darmawijaya, 1984:110). Spiritualitas juga dimengerti sebagai sesuatu yang melatarbelakangi bentuk atau cara hidup seseorang dalam menyadari dan menghayati hidup sesuai dengan yang dicita-citakan baik dalam relasi dengan Tuhan maupun dengan sesama (Banawiratma, 1998:58).

Spiritualitas tidak tumbuh dengan sendirinya. Spiritualitas perlu digali, dipikirkan, direnungkan, dan dihayati dalam kenyataan hidup konkrit setiap harinya. Oleh karena itu tumbuh berkembangnya suatu spiritualitas dipengaruhi oleh berbagai unsur. Unsur terpenting dalam hal ini ialah bentuk kehidupan, kebudayaan dan perkembangan sejarah.

(51)

A. Riwayat hidup St.Vinsensius de Paul

Riwayat hidup seseorang sangat berarti dalam menggali, meneruskan dan menghayati semangat pengabdian yang telah dilaksanakan dalam hidup, karya dan perutusannya. Hal ini juga terjadi pada seseorang yang berpengaruh dalam Gereja secara khusus St.Vinsensius de Paul, sebagai tokoh yang oleh Gereja dijuluki sebagai bapak kaum miskin. Penulisan riwayat hidup dan spiritualitas St.Vinsensius de Paul, yang akan diuraikan pada bab ini, menggunakan tiga buku sumber yakni: Vinsensius de Paul Sang Pelopor karangan Bernard Pujo, Ia Membuat Segalanya Menjadi Baik karangan Antonius Sad Budianto, CM dan Ziarah Vinsensius de Paul – CMM, SCMM 2001, karangan Andre de Veer, CMM.

(52)

membantu keluarga mengerjakan ladang dan menggembalakan ternak. Ia juga anak yang murah hati, tak jarang ia memberikan sebungkus tepung atau roti bekalnya bila bertemu dengan orang miskin di jalan, dan kadang ia juga rela memberikan uang tabungannya kepada orang yang membutuhkan. Kesalehannya juga tampak dari kesukaannya untuk berjiarah ke kapel Buglose tempat patung Bunda Maria yang cukup terkenal di sekitar desa itu.

Ayahnya ingin agar Vinsensius de Paul mengikuti studi, karena dari keenam putra-putrinya, Vinsensiuslah paling cerdas, tekun dan bersungguh-sugguh dalam setiap pekerjaan, maka dia didorong untuk menjalankan studi yang memungkinkan menjadi imam dengan harapan agar sesudahnya, ia bisa memilih suatu tugas gerejani, dan dengan hasil itu ia sanggup membantu dan menghidupi keluarga dan juga dapat mengangkat status sosial keluarga (De Veer , 2001:18).

(53)

agar dapat mengajari anak-anaknya, sekaligus dapat menjalankan studi di sekolahnya. Tawaran ini ditanggapi dengan senang hati oleh Vinsensius de Paul dan orang tuanya, karena dengan kegiatan ini, ia dapat membiayai sekolahnya. Kesempatan untuk mengejar pendidikan tidak disia-siakan oleh Vinsensius, sehingga dengan usaha dan dukungan dari keluarga dan Monsier de Comet, ia dapat ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 23 September 1600 dari Mgr Francois de Bourdeille uskup Perigueux yang telah berusia 84 tahun.

Setelah tahbisan Vinsensius de Paul mendapat surat pengangkatan dari Vikaris Jendral Dax untuk menjadi pastor di Tilh. Ternyata di paroki Tilh telah ada romo Saint Soube yang mendapat pengangkatan dari Curia Roma. Pengalaman ini menjadi kegagalan pertama bagi Vinsensius justru pada saat jalan sepertinya mulai terbuka ketika dirinya ditahbiskan menjadi imam. Menyusul kegagalan menjadi pastor di Tilh, Vinsensius de Paul pergi ke Roma, di tempat ini ia beberapa kali mengalami sentuhan rohani dan ia sangat terkesan dengan Paus Clement VIII yang dipandangnya sebagai santo. Kunjungannya di Roma tentu sangat singkat, karena ia harus melanjutkan studinya di Toulouse untuk mendapatkan gelar sarjananya, yang akan memungkinkan dia mendapatkan posisi yang lebih tinggi (Pujo Bernard, 2007:10-26).

(54)

tahun dan ia berturut-turut pindah ke tangan empat majikannya yang berbeda. Dalam situasi malang itu, berkat rahmat Tuhan Vinsensius de Paul berhasil mempertobatkan majikannya dan tak lama kemudian ia bersama dengan tuannya ke Perancis untuk menjadi katolik kembali. Setelah mendarat di Perancis mereka segera menuju Avignon untuk memohon kepada wakil Paus agar diterima kembali dalam Gereja Katolik. Kehadiran mereka diterima baik oleh Mgr Pietro de Montorio yang menjabat sebagai wakil paus pada waktu itu.

(55)

Sakit Karitas dari uang yang diperolehnya. Sangat berbeda dengan sikapnya ketika menerima dan mengejar warisan yang diberikan kepadanya dulu. Bisa saja Vinsensius de Paul memberikan penghasilannya kepada keluarganya, dengan alasan mereka juga miskin, tetapi itu semua tidak dilakukannya, karena bagi Vinsensius de Paul segalanya kini adalah warisan untuk orang miskin yang dilayaninya dalam Tuhan (Budianto, Antonius Sad, 2009:27- 40).

(56)

waktunya dengan banyak mengunjungi petani dan buruh miskin di wilayah de Gondi yang sangat luas meliputi pedesaan di luar kota Paris.

(57)

wilayah tersebut dan sepakat untuk memulai organisasi kasih. Organisasi Karya Kasih ini sangat berkembang dan banyak orang yang dapat ditolong, sehingga Vinsensius de Paul yakin bahwa Allah telah memanggilnya untuk karya kasih ini. Kini Vinsensius de Paul semakin mantap dengan panggilannya, dan ia melihat Tuhan dalam diri orang yang dilayaninya. Pelayanan yang dilakukan Vinsensius de Paul bersama umat di paroki Chatillon le Dombes harus diakhirinya karena ia dipanggil lagi oleh keluarga de Gondi agar Vinsensius de Paul dapat menjadi penasehat dan pembimbing rohani bagi keluarga mereka. Karena ketaatan kepada Tuhan dan bimbingan Roh kudus lewat retret dan konsultasi dengan pembimbing rohaninya, ia memutuskan untuk kembali lagi menjadi penasihat dan pembimbing rohani bagi keluarga de Gondi dengan satu perjanjian agar keluarga de Gondi mencari orang yang dapat membimbing anak-anaknya sehigga Vinsensius de Paul dapat dengan bebas melakukan karya di desa-desa dalam melayani dan berjumpa dengan orang miskin.

(58)

peraturan khusus untuk setiap tempat. Sejak saat itu Vinsensius de Paul bersama Madame de Gondi sering pergi ke desa. Kesempatan ini sangat menyenangkan bagi Vinsensius de Paul, karena ia dapat bertemu dengan orang-orang yang dicintainya, selain itu ia sangat didukung oleh Madame de Gondi dalam bentuk dana, perhatian dan juga keterlibatan nyata dalam mengunjungi orang yang miskin dan sakit (Pujo Bernard, 2007:60-87).

(59)

Setelah 26 tahun Vinsensius de Paul merantau, ia merasa rindu untuk pulang ke kampung halamannya. Namun ia ragu karena melihat beberapa imam yang giat merasul, namun kehilangan semangat karena tergoda untuk memberi bantuan keuangan untuk keluarganya. Dengan berbagai pertimbangan ia berangkat ke Pouy selama sepuluh hari untuk berlibur bersama keluarganya. Kedatangan Vinsensius de Paul sangat dirindukan oleh keluarganya dan ada harapan bahwa ia akan membawa uang yang dapat dipergunakan oleh keluarga dalam mencukupi kebutuhan hidup mereka. Tetapi kenyataan berbeda, Vinsensius de Paul tidak membawa apa-apa untuk keluarganya, ia hanya memberi penjelasan melalui kotbahnya saat misa bersama di Gereja tentang keberadaan dirinya, bahwa keluarga tidak boleh mengharapkan keuangan darinya, karena seandainya dia punya uang pun, segala milik imam adalah milik Allah dan orang miskin. Kini Vinsensius de Paul telah menemukan apa arti imamat baginya. Setelah meninggalkan desanya barulah ia mengalami krisis yang hebat, beberapa kali ia tergoda untuk mengirim bantuan keuangan kepada keluarganya. Vinsensius de Paul tak putus-putus berdoa memohon agar Tuhan membebaskannya dari godaan itu, baru tiga bulan setelah itu ia dapat dibebaskan dari belenggu keluarga yang menggoda itu. Kini ia benar-benar bebas untuk mempersembahkan diri seutuhnya mengikuti kehendak Tuhan dan melaksanakan misiNya (Budianto, Antonius Sad, 2009:71-84).

(60)

dianggap pantas dan layak menjadi gembala umat Allah, karena pada waktu itu Vinsensius de Paul melihat para imam yang banyak bersenang-senang di kota, dari pada melayani kaum miskin di pedesaan. Karya-karya kasih yang dibentuk oleh Vinsensius de Paul sangat didukung oleh masyarakat dan para wanita dari tingkat tinggi yang ingin terlibat dalam membantu kaum miskin. Pada tahun 1625 Madame de Gondi menyediakan dana untuk beberapa imam yang setiap lima tahun mengadakan misi rakyat di semua daerah miliknya. De Gondi meminta Vinsensius de Paul agar membentuk suatu kelompok misionaris. Vinsensius de Paul menerima tugas itu dengan menandatangani kontrak pada tanggal 17 April 1625. Dengan demikian lahirlah secara resmi Kongregasi Misi yang saat itu hanya diwakili Vinsensius sebagai pendiri. Beberapa waktu sesudah pendirian itu Madame de Gondi meninggal dunia.

(61)

hari-hari hidupnya. Perkenalan dan bimbingan dari Vinsensius de Paul membawa harapan dan makna hidup bagi Louise de Marillac, sehingga dengan kebebasan penuh ia ingin bekerjasama dan terlibat bersama Vinsensius de Paul dalam melayani orang-orang miskin (Budianto, Antonius Sad, 2009:93-116).

(62)

de Marillac itu untuk merawat orang-orang sakit. Gadis-gadis itu menyatakan persetujuannya dan bersedia untuk merawat orang-orang yang menderita. Dibawah pimpinan Luise de Marillac, gadis-gadis itu melaksanakan tugas yang cukup berat, dengan hasil yang sangat mengagumkan. Namun Vinsensius de Paul belum juga mendirikan kongregasi untuk mereka, karena ia membutuhkan waktu yang cukup dalam mendirikan kongregasi yang bercorak lain dari biasanya. Ia menghendaki suatu perserikatan wanita-wanita yang sungguh-sungguh terlibat dalam masyarakat. Ia tidak ingin perserikatan wanita terasing dalam tembok-tembok biara melainkan wanita-wanita yang melakukan ketiga nasihat Injil seraya bekerja di tengah-tengah rakyat sampai ke pelosok-pelosok desa dan gubuk-gubuk orang kecil.

Masyarakat Paris mengenal Vinsensius de Paul sebagai pribadi yang sabar, rendah hati, dan punya sifat revolusioner baik dalam buah pikiran maupun dalam perbuatan. Ia mau menunjukkan Tuhan secara nyata kepada orang-orang miskin lewat pelayanannya yang lembut dan bersahabat. Setelah melewati berbagai pertimbangan akhirnya cita-cita Luise de Marillac dipenuhi oleh Vinsensius de Paul dengan mendirikan Serikat Puteri Kasih di bawah pimpinan Luise de Marillac (Pujo Bernard, 2007:116-156).

(63)

terlantar, para tahanan, korban bencana, pengungsi dan orang-orang cacat yang harus tinggal di rumah. Semuanya dijalankan atas kasih dan cintanya kepada mereka, dengan meneladan Yesus Kristus yang menempatkan diri pada pelayanan bagi kaum miskin. Kepada para pengikutnya ia mengajarkan bahwa karya kasih yang benar tidak saja membagikan bantuan, tetapi juga membantu orang miskin untuk mendapatkan kembali martabat dan kemandirian mereka. Ia meyakini kebajikan sebuah tindakan dan ia suka menggunakan motto “Totum opus nostrum operatione Consistit” yang berarti tindakan adalah keseluruhan tugas kita. Ia juga menambahkan bahwa kesempurnaan tidak datang dari kegembiraan yang meluap-luap, tetapi dari tindakan melaksanakan kehendak Tuhan. Menjelang akhir tahun 1655 kesehatan Vinsensius semakin hari semakin melemah yang akhirnya pada tanggal 27 September 1660 Vinsensius de Paul wafat di Sain-Lasare di pinggiran Paris. Pada tanggal 13 Desember 1729 Vinsensius de Paul diangkat sebagai beato oleh Paus Benediktus XIII dan pada bulan Juli 1737, Paus Clemens XII mengangkatnya menjadi santo, dan pada tahun 1885, Paus Leo XIII mengangkatnya sebagai pelindung karya amal (De Veer ,2001:19-20).

B. Tiga Keutamaan St.Vinsensius de Paul

(64)

mencari orang kecil dan mewartakan kabar gembira kepada mereka. Dalam melanjutkan karya Kristus di dunia, St.Vinsensius de Paul mengharapkan kepada para pengikutnya agar bersemangat seperti Kristus dengan Kasih dan hormat kepada Bapa, Kasih yang nyata dan penuh pengertian kepada orang miskin dan kerelaan untuk dibimbing oleh Penyelenggaraan Ilahi (Seminari Tinggi CM, 1994 edisi September-Desember: 30-32).

(65)

melainkan Gereja untuk orang miskin, yang berarti bahwa Gereja hidup di tengah-tengah masyarakat dan siap melayani kebutuhan dan tantangan masyarakat (Panticelli, S & Armada Riyanto, 2002:33-35).

Mendengarkan panggilan Tuhan melalui peristiwa-peristiwa hidup para miskin, itulah yang menjadi kekhasan dari St.Vinsensius de Paul. Ia mengikuti Kristus Sang pewarta Injil kepada orang miskin dengan menganjurkan kepada keluarga Vinsensian agar melanjutkan panggilan Yesus Kristus, dengan kata-kata Vinsensius de Paul sebagai berikut:

“ Panggilan kita adalah melanjutkan panggilan Yesus Kristus, atau sekurang-kurangnya tampak jelas berhubungan dengannya menurut situasinya. Oh, betapa bahagianya, saudara-saudara! Betapa kita harus merasa wajib memberikan diri untuk itu!... Membimbing para miskin untuk mengenal Allah dan mewartakan Yesus Kristus kepada mereka, berbicara kepada mereka bahwa Kerajaan Allah sudah datang dan bahwa Kerajaan Allah itu diperuntukkan bagi para miskin. Betapa mengagumkan hal ini! Dan bahwa kita dipanggil untuk menjadi rekan kerja Putera Allah dan mengambil bagian di dalam rencana-Nya adalah sesuatu yang jauh melampaui pengertian kita. Betapa! Membuat diri kita… saya tak berani mengatakannya…ya: mewartakan Injil kepada para miskin adalah tugas yang demikian luar biasa dan sesungguhnya itu adalah semata-mata tugas Putera Allah sendiri. Dan kini hal itu diberikan kepada kita, sebagai alat bagi Sang Putera Allah untuk melanjutkan di surga apa yang telah Ia lakukan di dunia” SV XI, 387 (dalam majalah Seminar Tinggi CM, 1998 edisi Januari-Juni: 9-10).

(66)

keutamaan yang diwariskan kepada para Suster Putri Kasih yang terdiri dari keutaman Kesederhanaan, Kerendahan hati dan Cinta Kasih. Keutamaan inilah yang akhirnya menjadi dasar bagi kongregasi-kongregasi yang mengambil dan mengangkat St.Vinsensius de Paul sebagai pendiri dan pelindung karya termasuk kongregasi SCMM yang didirikan oleh Mgr.Joannes Zwijsen.

1. Kesederhanaan

(67)

St.Vinsensius de Paul menekankan kesederhanaan sebagai dasar pijakan yang inspirasinya adalah sabda Yesus sendiri. Menurut Vinsensius de Paul, kesederhanaan yang suci menistakan segala sesuatu yang tidak berkenan kepada Allah dan menyatakan bahwa Allah adalah kebaikan yang sempurna, yang benar, tertinggi, dan satu-satunya sumber kebaikan. Artinya bahwa semua yang baik berasal dari Allah, sehingga tidak ada alasan untuk bersikap remeh terhadap orang lain yang kurang baik, dan tidak ada alasan juga untuk memandang diri sendiri lebih sempurna dari pada orang lain (Tondowidjojo, 1987:4).

(68)

2. Kerendahan Hati

Vinsensius de Paul meyakini bahwa kerendahan hati adalah hidup Putra Allah sendiri. Putra Allah menderita tidak hanya pada masa hidup-Nya, melainkan juga pada saat akhir hidup-Nya. Ia ditolak, diolok-olok, disalibkan dan Ia menerima direndahkan di kayu salib guna keselamatan umat manusia. Kerendahan hati menjadi bagian dari cara hidup Vinsensius de Paul. Ia menyadari diri tak ubahnya dengan seekor cacing saja di hadapan Allah, seorang hamba yang tidak berguna dan ia siap diperlakukan apa saja.

(69)

apotik itu mengaku bahwa ia telah mengambil uang hakim, yang telah menuduh Vinsensius de Paul tersebut (Budianto, Antonius Sad, 2009:32).

Kejadian di atas, hanyalah salah satu dari peristiwa yang dialami oleh Vinsensius de Paul. Dalam kehidupannya ia telah menjalani hidup seperti apa yang telah dihidupi oleh Yesus sendiri ketika ia hidup dan berkarya di dunia. Dasar Vinsensius de Paul menekankan kerendahan hati sebagai sikap dasar para pengikutnya ialah sabda Yesus yang berkata : “…. Belajarlah dari pada-Ku, sebab Aku lemah lembut dan rendah hati” (Mat 11:29).

Bagaimana Yesus Kristus telah memberikan teladan kerendahan hati semasa hidupnya, menggugah hati para pengikutnya untuk meneladani-Nya dalam karya perutusan mereka, hal itu juga dilakukan oleh Vinsensius de Paul semasa hidupnya. Kerendahan hati bagi Vinsensius de Paul dibagi dalam tiga hal pokok yakni:

a. Mengenal dan menerima diri sendiri seperti apa adanya, juga dari segi negatif, b. Tidak merasa ragu-ragu bila orang lain tahu kelemahan dan kekurangan kita. Orang lain boleh mengenal kita seperti apa adanya.

c. Tidak mempromosikan diri sendiri dengan membicarakan sukses dan memamerkan kehebatan. Sukses dan kehebatan adalah rahmat Tuhan.

(70)

dapat menyadari dirinya sebagai alat yang di tangan Tuhan (Van Lierop P.J. 1996:48-49). Maka untuk menjadikan kerendahan hati menjadi salah satu keutamaan, penyerahan diri kepada Allah lewat doa sangatlah penting, sebab dari pada-Nyalah segala sesuatu yang baik berasal, termasuk anugerah semangat kerendahan hati.

3. Cinta Kasih

Cinta kasih merupakan keutamaan yang ditekankan oleh Vinsensius kepada para suster Putri Kasih, guna meningkatkan semangat pelayanan mereka kepada siapa saja. Cinta kasih selalu menyangkut dua aspek yakni, cinta kepada Allah dan kepada sesama. Cinta kasih adalah rahasia dan sikap Allah yang terdalam. Menurut St.Vinsensius De Paul cinta kasih terhadap sesama itu suatu tanda yang tidak bisa salah, sebab setiap orang benar-benar Putra Allah. Sedangkan satu tindakan nyata dari cinta kasih ialah berbuat secara nyata kepada sesama terutama kepada kaum miskin

(71)

yang bersifat praktis yaitu cinta kasih yang terus-menerus dilaksanakan dalam hidup dan karya mereka (Tondowidjojo, 1987:5-7).

Tiga keutamaan yang diwariskan bagi para suster Putri Kasih, juga harus merupakan dasar pijakan bagi para suster SCMM yang mengambil St.Vinsensius de Paul sebagai bapak pelindung karya amal. Tiga keutamaan tersebut di atas akan mampu membawa para suster SCMM pada pelayanan yang maksimal terhadap kaum miskin, lemah dan tertindas sesuai dengan tujuan didirikan kongregasi SCMM. Dasar pijakan dari ketiga keutamaan di atas adalah Yesus Kristus sendiri, yang semasa hidupnya dekat dan tinggal bersama dengan kaum miskin. Diharapkan ketiga keutamaan Vinsensius de Paul bisa menjadi inspirasi dan daya juang bagi para suster SCMM untuk mampu memaksimalkan pelayanan pada kaum miskin yang dijumpai dalam karya perutusan yang ditangani.

C. Lima Pokok dalam Spiritualitas St.Vinsensius de Paul

Setelah pembahasan ketiga keutamaan di muka, selanjutnya akan dibahas pula lima pokok spiritualitas yang menghantar para pengikutnya untuk melihat dasar dari Spiritualitas St.Vinsensius de Paul dalam melayani orang miskin.

1. Kristus

(72)

ditemukan di tengah masyarakat. Teks Injil yang sering dikutip oleh Vinsensius adalah:

Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab itu telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan bagi orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. (Luk 4:18-19).

Melalui teks Injil Lukas di atas mau diperlihatkan oleh Vinsensius de Paul bahwa Kristus adalah pewarta kabar gembira kepada kaum miskin. Vinsensius de Paul mengharapkan para pengikutnya untuk mencintai Kristus, bersemangat seperti Kristus, agar dengan demikian orang yang dilayani akan mampu melihat wajah Kristus dalam diri orang yang melayani mereka (Van Lierop P.J., 1994:6-8).

2. Konteks sebagai tempat pertemuan dengan Allah

(73)

Allah demi Allah yang berarti: harus ke luar dari kapel kalau dipanggil oleh seorang miskin, karena pada saat itu kita meninggalkan Allah yang dihayati dalam doa, untuk bertemu dengan Allah yang hadir dalam orang kecil (Van Lierop P.J., 1994:8-9).

3. Misteri kehadiran Kristus dalam diri kaum miskin

Vinsensius de Paul memperlihatkan bahwa Kristus datang untuk mewartakan Kabar Gembira bagi kaum miskin, dan pewartaan itu menyangkut orang-orang miskin yang konkrit dalam suatu keadaan yang kongkrit, yang harus dilayani dengan nyata dan praktis. Relasi dengan orang miskin adalah sekaligus relasi dengan Kristus karena Dia hadir dalam diri orang miskin. Dalam suatu kesempatan Vinsensius de Paul berkata kepada para pengikutnya:

Kamu harus yakin bahwa tidak ada rugi bagi kamu, bila kamu harus meniggalkan acara doa atau Perayaan Ekaristi untuk mengunjungi orang-orang miskin, karena kamulah yang mengunjungi Allah, bila kamu melayani kaum miskin. Dalam diri orang miskin harus kamu melihat Allah.

(74)

4. Injil

Bagi Vinsensius de Paul, hidup dan pengalaman selalu nomor satu, kemudian teorinya. Ia tertarik oleh Yesus yang dahulu berbuat sesuatu, baru kemudian memberikan pewartaannya, sehingga Vinsensius de Paul dalam hidupnya mencoba mengobservasi reaksi-reaksi, perbuatan-perbuatan dan kata-kata Yesus dan ia juga membandingkan hal-hal yang dialaminya dengan peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan Injil. Ada dua teks Injil yang sangat menarik bagi Vinsensius de Paul yakni, teks dari Injil Lukas 4:18-19: “Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab itu Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan bagi orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang”. Dan Injil Matius 25:40 : “Dan raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya, segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang yang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukan untuk Aku”. Dengan kedua teks tersebut mau diperlihatkan bahwa panggilan keluarga Vinsensian adalah mewartakan Yesus Kristus kepada kaum miskin dan mengatakan kepada mereka bahwa Kerajaan Allah sudah dekat (Van Lierop P.J., 1994:12).

5. Doa dan Perbuatan

(75)

yang tahu berdoa akan mampu untuk berbuat segala-galanya dan ia akan mampu hidup dalam hadirat-Nya sepanjang hari. Dalam sebuah kesempatan Vinsensius berkata kepada para pengikutnya:

Kalian dan saya harus merencanakan untuk bermeditasi setiap hari. Setiap hari kita harus berdoa. Kalau mungkin, saya mau katakan bahwa sebaiknya doamu tidak berhenti, melainkan berjalan terus, artinya: tetap kamu hidup dalam hubungan dengan Tuhan. Barangkali kamu akan mengatakan: doa itu mengganggu saya untuk menyiapkan obat dan mengunjungi kaum miskin. Doa itu tidak mengganggu kamu untuk berbuat itu, karena dalam batinmu kamu tinggal bersama Tuhan dan dapat kamu berbicara dengan-Nya.

Doa bagi Vinsensius de Paul bukan sekedar duduk di kapel pada jam doa yang telah disediakan, melainkan dapat dilanjutkan dalam kegiatan harian yang dilaksanakan. Lewat doa yang dilakukan dengan tekun akan mampu menemukan diri, belajar mendengarkan, melihat dan mendapat kekuatan yang baru untuk berani berbuat sesuatu. Berdoa menurut gaya Vinsensius de Paul, selalu berhubungan dengan aksi yang konkrit bagi kaum miskin dan kecil (Van Lierop P.J., 1994:13-18).

D. St.Vinsensius de Paul berhadapan dengan kaum miskin

(76)

1. Kategori Kaum Miskin

Vinsensius de Paul membagi kaum miskin ke dalam 8 kategori: orang-orang jelata yang terlantar, kaum muda yang miskin yang butuh pelajaran, kaum miskin yang sakit dan terlantar, orang miskin yang tolol, orang-orang cacat badan, kaum petani yang miskin, kaum tertindas yang miskin dan budak yang miskin.

Orang-orang jelata yang terlantar adalah bayi-bayi, dan anak-anak yang ditinggalkan oleh ayah dan ibu mereka. Vinsensius de Paul, melihat bahwa bayi-bayi ini secara khusus adalah milik Tuhan, dan mereka adalah jiwa-jiwa yang berakal budi yang diciptakan Allah, kehadiran mereka mencerminkan citra Yesus Kristus sendiri yang adalah Tuhan telah menderita, sengsara ketika berada dalam kandungan ibu-Nya, selama perjalanan Santa Maria sebelum melahirkan Yesus; Yesus Kristus yang diungsikan ke Mesir; Yesus Kristus yang menderita kemiskinan, sengsara, fitnah dan dianiaya, dipersalahkan karena kesalahan dan dosa-dosa manusia. Bagi Vinsensius de Paul, orang seperti itulah yang perlu dilayani dengan menjadi ibu yang ramah dan penuh belaskasih kepada mereka, sehingga bayi-bayi, dan anak-anak malang tersebut boleh merasakan kehangatan dan cinta.

(77)

Kategori kaum miskin yang ketiga bagi Vinsensius de Paul adalah kaum miskin yang sakit dan terlantar. Ia mengingatkan para Suster Putri Kasih mengenai tujuan yang harus dimiliki, yang juga telah diutarakan oleh Tuhan yakni dipanggil untuk melayani orang-orang sakit, miskin dan memperbaiki apa yang hendak dirusak oleh orang-orang yang berusah mencabut nyawa orang-orang yang sakit dan terlantar itu. Vinsensius de Paul juga mengharapkan agar para pengikutnya mempunyai semangat yang tulus dan kesiapsediaan dalam melayani mereka.

Kategori kaum miskin yang ketiga adalah orang miskin yang tolol. Vinsensius de Paul melihat bahwa orang miskin yang tolol adalah orang yang sedih, orang yang tak berdaya, orang yang tidak berhasil dalam hidup, dan pribadi-pribadi yang tidak tahu menghargai pelayanan orang lain. Bagi Vinsensius de Paul, mereka adalah orang-orang yang perlu dilayani, karena dengan melayani mereka, akan dapat dilihat dan diraba betapa besar dan aneka ragam derita manusia, dan hal itu perlu ditanggapi dengan pemberian diri yang total dalam melayani mereka.

Referensi

Dokumen terkait