• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Jaringan komunitas mikroba pendegradasi hidrokarbon minyak (Head et al. 2006). Produksi Biosurfaktan. Mineralisasi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Jaringan komunitas mikroba pendegradasi hidrokarbon minyak (Head et al. 2006). Produksi Biosurfaktan. Mineralisasi."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Gambar 1 Jaringan komunitas mikroba pendegradasi hidrokarbon minyak (Head et al. 2006).

Pencemaran minyak dan Bioremediasi

Hidrokarbon minyak adalah polutan utama pada lingkungan laut sebagai akibat dari limbah kilang minyak, produksi minyak lepas pantai, aktivitas pelayaran, dan tumpahan minyak akibat kecelakaan. Evaporasi dan fotooksidasi adalah cara yang umum digunakan untuk detoksifikasi minyak. Degradasi secara sempurna atau pemanfaatan senyawa yang ada dalam minyak dapat dilakukan oleh mikroflora laut dan bakteri dilaporkan merupakan mikroorganisme yang paling dominan untuk fungsi ini (Gambar 1) (Yakimov et al. 1998; Head et al. 2006).

Beberapa bakteri yang dapat mendegradasi hidrokarbon adalah dari jenis

Alcanivorax (Yakiminov et al. 1998), Cycloclasticus (Dyksterhouse et al. 1995),

Marinobacter (Gauthier et al. 1992), Neptumonas (Hedlund et al. 1999),

Oleiphilus (Golyshin et al. 2002) dan Oleispira (Yakimov et al. 2003) yang termasuk ke dalam γ-Proteobakteria, serta dari genus Planococcus, yang merupakan bakteri gram positif (Engelhardt et al. 2001).

Sayangnya, degradasi alami yang dilakukan oleh bakteri terjadi dalam waktu yang cukup lambat pada lingkungan laut, dikarenakan suhu air laut yang rendah dan kurangnya sumber nitrogen dan garam-garam fosfat yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri yang berperan.

P Mineral P Mineralisasi Degradasi minyak Konsumen Protozoa pemusnah

Senyawa antara degradasi Produksi Biosurfaktan

Penggunaan kembali nutrien

(2)

Pada dasarnya mekanisme aplikasi teknik bioremediasi terbagi 2, yaitu proses bioaugmentasi dan biostimulasi (Tabel 1). Proses bioaugmentasi adalah teknik bioremediasi yang banyak dikembangkan selama ini. Proses bioaugmentasi dilakukan dengan cara menebarkan mikroorganisme potensial dan nutrisinya langsung ke tempat terjadinya cemaran. Proses ini banyak dikembangkan untuk membersihkan tanah yang tercemar, tetapi belum banyak dikembangkan untuk lingkungan laut. Selama ini diprediksi efektifitas aplikasi teknik bioremediasi dengan proses bioaugmentasi tidak tinggi. Ditambah penerimaan masyarakat terhadap proses tersebut tidak baik karena kekhawatiran penggunaan mikroorganisme asing dan menebarkannya ke lingkungan tercemar dapat memberikan efek negatif terhadap ekosistem lingkungan tersebut.

Teknik bioremediasi yang banyak diharapkan dan dikembangkan akhir-akhir ini adalah proses biostimulasi, yaitu penambahan nutrisi yang spesifik untuk merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang memang telah hidup dilingkungan yang tercemar. Biostimulasi diprediksi dapat memberikan hasil yang lebih efektif dibandingkan dengan bioaugmentasi. Karena itu informasi komunitas mikroorganisme yang hidup di daerah cemaran menjadi hal yang signifikan. Kemajuan dalam bidang ilmu biologi molekular banyak membantu dalam pengungkapan komunitas mikroorganisme yang hidup di berbagai tempat.

Tabel 1 Klasifikasi teknik bioremediasi

Bioremediasi Definisi Keterangan

Bioaugmentasi Memasukkan mikroorganisme dan nutrisi ke lingkungan tercemar

 Tidak efektif untuk diaplikasikan

 Kondisi lingkungan berpengaruh dalam proses biodegradasi

Biostimulasi Memasukkan nutrisi dan aerasi ke lingkungan tercemar untuk merangsang aktivitas

mikroorganisme yang telah ada

 Lebih efektif diaplikasikan, karena mikroorganisme telah terkondisikan

 Selama ini hanya diaplikasikan untuk degradasi di tanah

(3)

Komposisi minyak bumi dan mikroorganisme pendegradasi minyak

Untuk merancang strategi proses bioremediasi yang efisien, pertama harus diketahui komponen yang terkandung pada minyak bumi dan mikroorganisme spesifik yang hanya bisa mendegradasi senyawa minyak bumi. Pada umumnya minyak merupakan campuran komplek hidrokarbon dan senyawa organik lainnya, yang terdiri lebih dari 17000 senyawa. Senyawa ini diklasifikasikan menjadi 4 kelompok besar, yaitu hidrokarbon rantai jenuh (n-alkana, isoalkana, sikloalkana), senyawa aromatik, asphalten dan resin (N,S,O) (Gambar 2). Hidrokarbon rantai jenuh yang mengikuti struktur kimianya termasuk dalam kelompok alkana (paraffin) dan sikloalkana (napthenes) yang merupakan komponen utama minyak mentah. Aromatik hidrokarbon mempunyai satu atau lebih cincin aromatik dengan atau tanpa tersubstitusi (s) alkil. Hidrokarbon dengan lebih dari satu cincin aromatik disebut dengan polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH), sedangkan yang tersubtitusi dikenal dengan polisiklik aromatik hidrokarbon subtitusi (PAHs). Prosentase senyawa hidrokarbon aromatik sangat melimpah dalam minyak dan batubara dan umumnya senyawa-senyawa dalam kategori ini bersifat toksik karsinogenik dan mutagenik. Resin dan aspaltan berisi komponen hidrokarbon non polar, strukturnya sangat komplek dan tidak banyak diketahui (Harayama 2004). Mekanisme biodegradasi senyawa PAH di daratan telah banyak diketahui tetapi untuk lingkungan perairan dirasakan masih kurang informasinya. Untuk proses biodegradasi aspalten dan resin sangat sulit dilakukan karena resistan terhadap mikroorganisme dan dapat dilakukan dengan menggunakan biosurfaktan.

Gambar 2 Komposisi minyak mentah (Head et al. 2006).

Minyak Mentah

Hidrokarbon Non-Hidrokarbon

Aromatik

Alifatik Naften Sulfur Nitrogen Oksigen Logam

(25%) C1-C50 (17%) (C6H5)n Sikloalkana (50%) <8% <1% <3% <100 ppm S S H S H N O COOH

(4)

Penelitian tentang bioremediasi untuk mengatasi masalah tumpahan minyak selama ini telah banyak dilakukan di laut bagian utara yang mempunyai kondisi suhu dibawah 20 oC. Aktivitas mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu dan lingkungan. Karena itu meski teknik bioremediasi di negara maju sudah berkembang, di satu sisi sulit untuk diaplikasikan di lingkungan laut tropis dengan suhu rata-rata permukaan sekitar 30 oC.

Degradasi minyak oleh mikroba

Hidrokarbon minyak merupakan substrat yang baik untuk mikroba dari jenis kemoorganotrof. Namun demikian sebelum digunakan sebagai sumber karbon, mikroba harus memecahnya melalui proses oksidasi. Proses oksidasi hidrokarbon tersebut melibatkan oksigen sebagai akseptor elektron (Harayama et al. 1999). Peran oksigen ini terutama terjadi pada metabolisme seluler dan berperan langsung sebagai reaktan pada proses anabolisme dan katabolisme.

Oksigenase ialah enzim yang berperan dalam reaksi masuknya atom oksigen ke dalam senyawa kimia. Monooksigenase mengkatalisis masuknya satu atom ke dalam senyawa organik. Molekul oksigen bergabung dengan senyawa organik dalam bentuk gugus hidroksil (OH) dan satu atom oksigen lainnya membentuk molekul air (H2O). Aktivitas enzim monooksigenase yang

mengkatalisis masuknya gugus OH ke dalam senyawa organik, disebut juga enzim hidroksilase. Pada sebagian besar monooksigenase, sebagai donor elektron ialah NADH atau NADPH, meskipun dalam prosesnya penggabungan molekul oksigen direduksi oleh NADH dan NADPH.

Proses degradasi hidrokarbon minyak dapat berlangsung secara aerobik (pada senyawa alifatik) dan anaerobik (beberapa hidrokarbon aromatik oleh bakteri tertentu) (Harayama et al. 1999). Pada degradasi hidrokarbon minyak alifatik rantai jenuh, bakteri mengoksidasi senyawa ini dengan reaksi enzimatik (Gambar 3). Pada tahap pertama, molekul hidrokarbon jenuh bereaksi dengan atom oksigen dengan katalis monooksigenase. Kemudian satu gugus hidroksil masuk ke dalam molekul hidrokarbon. Proses selanjutnya ialah dehidrogenase gugus hidroksil menjadi keton, kemudian dilanjutkan dengan proses karboksilasi. Setelah melalui proses -oksidasi, terbentuklah asetil Ko-A dan dapat bergabung dengan jalur metabolisme dalam sel bakteri (Van Hamme et al. 2003).

(5)

Gen-gen yang berperan dalam degradasi alkana

Pengaturan gen-gen pendegradasi alkana di bakteri, khususnya di

Pseudomonas putida GP01 telah dilaporkan (Dinamarca et al. 2003). Gen-gen tersebut dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu alkBFGHJKL dan alkST. Kelompok ini terdiri dari gen alkB yang mengekspresikan enzim alkana monooksigenase. Enzim ini berperan penting dalam degradasi alkana. Selain itu terdapat dua protein terlarut, yaitu AlkG (rubredoksin) dan AlkT (rubredoksin reduktase). Rubredoksin reduktase berperan dalam transpor elektron dari NADH ke rubredoksin dan membran yang mengikat alkana monooksigenase (van Beilen

et al. 2003). Adapun gen alkH, alkJ dan alkK, masing-masing berperan dalam ekspresi enzim aldehid dehidrogenase, alkohol dehidrogenase, dan alkil Ko-A sintetase. Enzim-enzim ini berperan dalam proses degradasi alkana seperti terlihat pada Gambar 3.

Dua kelompok gen tersebut diatur oleh protein AlkS. Ketika di dalam media tidak terdapat alkana, alkS dengan diatur oleh promotor PalkS1 terekspresi dalam tingkat yang rendah, sehingga protein AlkS tidak menginduksi promotor ini. Ketika ada alkana, protein AlkS mengaktifasi transkripsi promotor PalkB dan

PalkS2, sehingga alkS terekspresi. Induksi dua promotor ini oleh adanya alkana Gambar 3 Reaksi enzimatik degradasi senyawa hidrokarbon alkana (Van Hamme et

al. 2003). N-oktana alkana monooksigenase 1-oktanol OH alkahol dehidrogenase 1-oktanal O H aldehid dehidrogenase Oktanoat O O acil-KoA sintetase Oktanosil-KoA O S KoA oktana hidroperoksidase O OH Alkil hidroperoksidase reduktase

(6)

Tidak Alkana

-

AlkS PalkS1 PalkS2 PalkB Kontrol Global + - - - + Ada Alkana

Alkana monooksigenase Rubredoksin Aldehid dehidrogenase Alkohol dehidrogenase Alkil Ko-A sintetase Protein Membran (?) B F G H J K L T S Rubredoksin reduktase operon alk AlkS

Gambar 4 Pengaturan gen-gen pendegradasi alkana pada P. putida GP01 (Dinamarca et al. 2003).

merupakan suatu pengendalian global (global control). Bila sel tumbuh dengan adanya kehadiran sumber-sumber karbon alternatif lainnya, seperti asam-asam organik (suksinat atau pirufat) maupun asam-asam amino, maka AlkS tidak mampu menginduksi promotor PalkB dan PalkS2 (Gambar 4).

Deteksi gen alkB

Gen alkB mengekspresikan enzim alkana monooksigenase. Model tiga dimensi enzim ini diusulkan mempunyai enam molekul transmembran yang membentuk sebuah kantung heksagonal. Di dalam kantung tersebut dapat terselip senyawa alkana (Gambar 5). Empat kelompok histidin (H) yang terdapat dalam molekul transmembran diduga mengikat dua atom Fe yang terdapat di sitoplasma. Pada bagian inilah merupakan sisi aktif enzim alkana monooksigenase (van Beilen et al. 2003).

Gambar 5 Model tiga dimensi enzim alkana monooksigenase (van Beilen et al.

2003; Rojo et al. 2005). Sitoplasma Periplasma W55-AlkB Alkana C5-C12 S55-AlkB

Alkana C5-C16 atau lebih panjang Sitoplasma

Periplasma W55-AlkB

Alkana C5-C12

S55-AlkB

Alkana C5-C16 atau lebih panjang Sitoplasma

Periplasma W55-AlkB

Alkana C5-C12

S55-AlkB

(7)

Beberapa peneliti telah merancang beberapa primer untuk mendeteksi gen

alkB berdasarkan sekuen basa sisi aktif enzim ini dari sejumlah bakteri (Kohno et al. 2002; Kloos et al. 2006). Diantara primer tersebut, AlkB-1F/R mampu mengamplifikasi gen alkB dari beberapa bakteri (Kloos et al. 2006). Primer inilah yang digunakan dalam penelitian ini.

Gambar

Gambar 1  Jaringan komunitas mikroba pendegradasi hidrokarbon minyak (Head et  al. 2006)
Gambar 2  Komposisi minyak mentah (Head et al. 2006).
Gambar  3   Reaksi  enzimatik  degradasi  senyawa  hidrokarbon  alkana  (Van  Hamme  et  al
Gambar  5    Model  tiga  dimensi  enzim  alkana  monooksigenase  (van  Beilen  et  al

Referensi

Dokumen terkait