• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Padi (Oriza sativa)

Padi merupakan tanaman pokok di sawah karena merupakan tanaman pokok. Tanaman penghasil makanan pokok hampir sebagian penduduk dunia ini merupakan tanaman yang unik. Tanaman ini dapat hidup pada dua ekosistem, yaitu ekosistem darat dan air. Padi dapat hidup baik di sawah maupun di darat (tanpa air tergenang) sehingga berdasarkan tempat tumbuhnya dikenal dua jenis padi : padi sawah dan padi gogo. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa padi merupakan tanaman peralihan antara ekosistem darat dan air.

Tanaman padi memiliki alat khusus berupa tabung pada akar, batang, dan daun sehingga memungkinkan hidup dalam genangan air. Tabung ini berfungsi untuk mengalirkan udara dari daun dan batang sampai ke akar. Dengan demikian akar memiliki persediaan udara yang cukup untuk melakukan respirasi walaupun dalam keadaan terendam air. Ketinggian air yang cocok untuk pertumbuhan padi adalah sekitar 15 cm. Namun, tanaman ini masih dapat tumbuh di rawa-rawa yang ketinggian airnya mencapai beberapa meter. Sifat padi yang dapat tumbuh di sawah (lahan tergenang air) inilah yang menyebabkan tanaman itu dapat di tanam bersama ikan. Secara garis besar tanaman padi dapat digolongkan menjadi dua bagian utama, yaitu bagian vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif terdiri dari akar, batang, dan daun. Sedangkan bagian generatif berupa malai, bunga, dan buah padi (Sudirman, 2003:7).

Padi merupakan komoditas strategis yang mendapat prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Menurut sejarah, padi telah dikenal dan ditanam orang sejak zaman hindu bahkan sebelumnya. Pada umumnya masing-masing daerah mempunyai jenis padi sendiri-sendiri. Jenis padi itu berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaanya antara lain terletak pada umur tanaman, banyaknya hasil, mutu beras, dan tahan tidaknya terhadap gangguan hama maupun penyakit. Secara keseluruhan kualitas padi yang terdapat di masing-masing daerah itu sangat rendah, mungkin hasilnya sedikit, mudah diserang hama atau penyakit dan lain-lain. Namun masih banyak orang di daerah yang menanamnya.

Luas lahan sawah Indonesia mencapai 8.3 juta Ha. Kontribusi padi sawah pada produksi padi nasional mencapai kurang lebih 95 persen. Dari total luas lahan sawah tersebut, 40 persen ada di Pulau Jawa. Secara umum, kondisi persawahan di Jawa lebih baik di bandingkan dengan di luar Jawa. Sarana dan prasarana di Jawa lebih maju dan lengkap, misalnya sarana jalan atau

(2)

transportasi, irigasi, ketersediaan saprodi, peralatan teknologi, dan sumberdaya manusia atau petaninya (Prasetio, 2002:9).

B.Usahatani Padi Sawah

Definisi usahatani adalah seluruh organisasi dari alam, tenaga kerja, modal dan manajemen yang ditujukan kepada produksi dilapangan pertanian. Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, baik yang terkait secara genealogis, politis maupun teritorial. Dalam hal ini usahatani mencakup pengertian mulai dari bentuk sederhana yaitu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sampai pada bentuk yang paling modern yaitu mencari keuntungan (Hernanto, 1989:4). Menurut Soekartawi (1986:2), usahatani adalah sistem organisasi produksi dilapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur tenaga kerja yang mampu bertumpu pada anggota keluarga tani. Terdapat unsur modal yang beranekaragam jenisnya salah satunya adalah unsur pengelolaan atau menajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani. Tipe unsur mempunyai kedudukan yang sama penting dalam usahatani dan tak dapat dipisahkan satu sama lain.

Menurut Kadarsan (1993:4), usahatani adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan ada orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian. Dapat disimpulkan bahwa Ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen. Dilanjutkan oleh Abdulrachman et al, (2012:16), bahwa dalam pelaku usahatani padi yaitu petani padi sawah yang langsung menangani dan melakukan pekerjaan budidaya padi. Bagi petani pemilik lahan sawah yang bertindak sebagai manajer dan tidak secara langsung mengelola pekerjaan budidaya padi. Ditambahkan oleh Rahim dan Hastuti (2007:158), bahwa usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelolah input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien dan untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam usahatani padi sawah adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan ada orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti sebagai berikut :

(3)

1. Faktor-Faktor Produksi 1.1 Alam

Alam merupakan semua kekayaan yang terdapat di alam untuk dimanfaatkan dalam proses produksi, karena sudah begitu saja ada pada kita dan sejak dulu dimanfaatkan untuk produksi, maka sumberdaya alam ini termasuk faktor produksi yang meliputi tanah, air, iklim, udara, dan sebagainya. Kekayaan alam yang besar belum tentu menjamin tingkat kemakmuran yang tinggi, alam sebagai faktor produksi hanya menyediakan bahan-bahan atau kemungkinan-kemungkinan untuk berproduksi, jika kemungkinan-kemungkinan yang tersedia di dalam lingkungan alam itu tidak dimanfaatkan, maka kemungkinan-kemungkinan itu tinggal potensi belaka (Sukirmo, 2006:6).

Menurut Soekartawi (1990:5), salah satu sumberdaya alam yaitu tanah. Dalam banyak kenyataan, lahan pertanian dapat dibedakan dengan tanah pertanian. Lahan pertanian banyak diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan usahatani misalnya sawah, tegal dan pekarangan, sedangkan tanah pertanian adalah tanah yang belum tentu diusahakan tanah pertanian. Dengan demikian luas tanah pertanian selalu lebih luas dari pada lahan pertanian.

Disamping ukuran luas lahan, maka ukuran nilai tambah juga perlu diperhatikan, keadaan seperti ini berlaku di pedesaan dan nilainya akan berubah karena beberapa hal antara lain : a). Tingkat kesuburan Tanah, b). Lokasi, c). Topografi, d). Status lahan, dan e). Faktor lingkungan.

1.2 Tenaga Kerja

Menurut Daniel (2002:86), yang dimaksud tenaga kerja adalah suatu alat kekuatan fisik dan otak manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan pada usaha produksi. Tenaga kerja ternak atau traktor bukan termasuk faktor tenaga kerja, tetapi termasuk modal yang menggantikan tenaga kerja.

Menurut Suratiyah (2006:20), tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan kualitas produksi. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga (family farms), khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Rumah tangga tani yang umumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi modal, peranan tenaga kerja keluarga sangat menentukan. Jika masih dapat diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga sendiri maka tidak perlu

(4)

mengupah tenaga luar, yang berarti menghemat biaya. Baik pada usahatani keluarga maupun perusahaan pertanian peranan tenaga kerja belum sepenuhnya dapat diatasi dengan teknologi yang menghemat tenaga (teknologi mekanis). Hal ini dikarenakan selain mahal juga ada hal-hal tertentu yang memang tenaga kerja manusia tidak dapat digantikan.

Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup yang tersedianya tenaga kerja tetapi juga memiliki kualitas dan tenaga kerja perlu diperhatikan. Pembahasan agro-industri baru misalnya, selalu dihadapkan pada kendala kurangnya tenaga kerja sementara itu pembukaan agro-industri baru yang relatif memiliki banyak tenaga kerja (Soekartawi, 1990:10).

1.3 Modal

Menururt Daniel (2002:74), modal atau kapital mengandung banyak arti, tergantung pada penggunaannya. Dalam arti sehari-hari, modal sama artinya dengan harta kekayaan yang dimiliki seseorang yaitu semua harta berupa uang, tanah, mobil, dan lain sebagainya. Arti modal atau kapital adalah segala jenis barang yang dihasilkan dan dimiliki masyarakat, disebut dengan kekayaan masyarakat. Sebagai kekayaan itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan sebagian digunakan untuk memproduksi barang-barang baru dan ini yang disebut modal masyarakat atau modal sosial.

Menurut Vink (1984:33), dalam usahatani yang dimaksud modal adalah benda ekonomi yang dipergunakan untuk memperoleh keuntungan atau untuk mendapatkan pendapatan. Tanah jika ditinjau dari segi jumlahnya sudah sangat terbatas, maka dapat dikatakan modal. Sebenarnya modal dalam pertanian ditunjukan untuk mencari substitusi dari pada tanah atau tenaga kerja, di mana untuk substitusi tanah diartikan sebagai penghemat terhadap penggunaan tanah (land saving) sedang substitusi tenaga kerja (labor saving).

Dalam kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan menjadi dua macam, yaitu modal tidak bergerak (biasanya disebut dengan modal tidak tetap atau modal variabel). Perbedaan tersebut disebabkan karena ciri yang dimiliki oleh modal tersebut. Faktor produksi seperti tanah, bangunan dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam kategori modal tetap. Dengan demikian modal tetap dapat didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi tersebut. Peristiwa ini terjadi dalam waktu relatif pendek (short tem) dan tidak berlaku untuk jangka panjang (long term). Sebaliknya modal tidak tetap atau modal variabel, modal tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam

(5)

proses produksi dan habis dalam satu kali proses produksi tersebut, misalnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan, atau yang dibayarkan untuk tenaga kerja (Soekartawi, 1990:12).

1.4 Pengelolaan

Pengelolaan usahatani meliputi kemampuan petani dalam menentukan dan mengkordinasikan faktor-faktor produksi yang bermacam-macam seefektif mungkin sehingga produksi pertanian memberikan hasil yang lebih baik. Dengan demikian pengelolaan usahatani bukan hanya menyangkut cara memperoleh hasil semaksimal mungkin dari cabang usahatani tetapi juga mempertinggi pendapatan dari suatu cabang usahatani (Soehardjo, 1979:53).

Dalam usahatani modern, peranan manajemen menjadi sangat penting dan strategis. Manajemen dapat diartikan sebagai seni dalam merencanakan mengorganisasian, dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu proses produksi. Karena proses produksi ini melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari berbagai tingkat maka menajemen berarti bagai mana mengelola orang-orang tersebut dalam tingkat atau dalam tahapan proses produksi (Soekartawi, 1990:7).

2. Biaya Produksi

Menurut Soeharjo (1973:127), pengeluaran usahatani adalah pengorbanan yang dilakukan oleh produsen dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Ditambahkan oleh Rahim dan Hastuti (2007:10), pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap dan biaya variable. Biaya terbagi atas Biaya tetap (Fixed Cost), Biaya variabel (Variable Cost), dan Biaya total (Total Cost), sebagai berikut :

a) Biaya tetap (Fixed Coxt) yaitu biaya yang harus dikeluarkan meskipun tidak melakukan proses produksi (usahatani) sifatnya tidak tetap dan tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi, contoh : sewa tanah, pajak lahan, penyusutan alat, tenaga kerja dalam keluarga. b) Biaya variabel (Variable Cost), yaitu biaya yang hanya dikeluarkan jika ada proses produksi sifatnya berubah-ubah dan besar kecilnya dipengaruhi produksi contoh : bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja luar keluarga (sewa tenaga kerja), upah panen.

c) Biaya total (Total Cost) yaitu jumlah seluruh biaya dalam kegiatan produksi.

Menurut Soekartawi (1995:56), biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (a) biaya tetap (fixed cost) dan (b) biaya tidak tetap (varibel cost). Biaya tetap ini umumnya

(6)

didefinisikan sebagai biaya yang relative tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan sebagai biaya yang relative tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun pruksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Maka besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Contohnya pajak. Biaya untuk pajak akan tetap dibayar walaupun hasil usahatani itu besar atau gagal.

Dwi dan kawan-kawan (2011:28), menambahkan pengertian biaya tetap dapat menjadi biaya variabel karena sewa tanah dapat berubah sejalan dengan meningkatnya nilai tanah, alat-alat pertanian harus ditambah karena telah melampaui umur ekonomisnya, serta bangunan gudang harus diperluas dan diperbaiki karena sudah tidak layak lagi menampung dan menyimpan hasil produksi.

Menurut Hanafi (2010:199), biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses produksi. Biaya produksi dibagi menjadi dua, yaitu biaya-biaya yang berupa uang tunai (misalnya, untuk upah kerja, serta biaya-biaya untuk membeli pupuk dan obat-obatan), serta biaya-biaya yang dibayarkan dalam bentuk in-natura misalnya, biaya-biaya panen, bagi hasil, sumbangan-sumbangan, dan pajak. Besar-kecilnya biaya berupa uang tunai ini sangat mempengaruhi pengembangan usahatani. Terbatasnya jumlah uang tunai yang dimiliki petani, apalagi ketika fasilitas perkreditan belum ada, sangat menentukan berhasil tindaknya pembangun pertanian.

C.Penerimaan Usahatani

Penerimaan adalah hasil penjualan dari sejumlah barang tertentu yang diterima atas penyerahan sejumlah barang kepada pihak lain. Jumlah penerimaan didefinisikan sebagai penerimaan dan penjualan barang tertentu yang diperoleh dari jumlah barang yang terjual dikalikan dengan harga penjualan setiap satuan (Soedarsono, 1995:12). Sedangkan menurut Budiono (2002:28), penerimaan (revenue) adalah penerimaan dari hasil penjualan outputnya. Menurut Soekartawi (2003:32) penerimaan adalah banyaknya produksi total dikalikan harga atau biaya produksi (banyaknya input dikalikan harga). Menurut Suratiyah (2006:65), Penerimaan adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan.

Untuk menghitung total penerimaan usahatani perlu dipisahkan: (a) Analisis parsial usahatani, dan (b) Analisis keseluruhan usahatani. Jadi kalau sebidang lahan ditanami tiga (3) tanaman secara monokultur (misalnya tanaman padi, jagung, dan ketela pohon), dan bila

(7)

tanaman yang akan diteliti adalah satu macam tanaman saja, maka analisis seperti ini disebut analisis parsial. Sebaliknya kalau ketiga-tiganya seperti ini disebut analisis keseluruhan usahatani (wholefarm analysis).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menghitung penerimaan usahatani: 1. Tidak semua produksi pertanian dapat di panen secara serentak.

2. Produksi mungkin dijual beberapa kali sebagai diperlukan data frekuensi penjualan dan harga jual berbeda.

3. Dalam penelitian usahatani, diperlukan teknik wawancara dengan baik untuk membantu responden petani.

Penerimaan petani dipengaruhi oleh hasil produksi. Petani akan menambah hasil produksi bila setiap tambahan produksi tersebut akan menaikkan jumlah penerimaan yang akan diperoleh. Menurut Soeharjo dan Patong (1973:137), penerimaan usahatani berwujud 3 hal seperti: a) Hasil penjualan tanaman, ternak, ikan atau produk yang akan dijual, b) Produk yang dikonsumsi pengusaha dan keluarganya selama melakukan kegiatan, c) Kenaikan hasil inventarsi nilai berbeda-beda inventaris yang dimiliki petani, berubah tiap tahun, dengan demikian ada perbedaan nilai pada awal tahun dengan akhir tahun perhitungan.

D.Pendapatan Usahatani

Berusahatani sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh produksi dilapangan pertanian, pada akhirnya akan dinilai antara total penerimaan yang diperoleh dan semua biaya yang dikeluarkan. Selisih keduanya merupakan pendapatan dari kegiatan usahanya. Dalam kegiatan ini yang bertindak sebagai pekerja, pengelola, dan penanam modal adalah petani, maka pendapatan itu dapat digambarkan sebagai balas jasa dari kerja sama faktor-faktor produksi (Soeharjo dan Patong, 1973:129).

Bentuk dan jumlah pendapatan mempunyai fungsi yang sama, yaitu memenuhi keperluan hidup sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya. Pendapatan ini akan digunakan juga untuk mencapai keinginan-keinginan dan memenuhi kewajiban-kewajibannya. Dengan demikian pendapatan yang diterima petani akan dialokasikan pada berbagai kebutuhan, jumlah pendapatan dan cara menggunakan inilah yang menentukan tingkat hidup (DPTP, 1994:18).

(8)

Pendapatan petani akan berbeda apabila lingkungan petani berbeda. pendapatan petani yang didataran rendah yang umumnya menanam padi tidak sama dengan pendapatan petani yang didataran tinggi yang umumnya menanam palawija sebagai sumber utama pendapatan (Soekartawi et al, 2011:7). Ditambahkan oleh Rahim dan Hastuti (2007:170), bahwa sumber pendapatan masyarakat petani berasal dari berbagai kegiatan yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi industri, pengrajin, dan jasa angkutan.

Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman, yang diinvestasikan kedalam usahatani (Soekartawi et al., 2011:80).

Menurut Soekartawi (1995:5),bahwa pendapatan menjadi dua bagian yaitu :

1. Pendapatan Kotor (penerimaan) usahatani adalah nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual, dikonsumsi oleh rumah tanga petani, dan disimpan di gudang pada akhir tahun.

2. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih pendapatan antara pendapatan kotor usahatani dengan biaya produksi seperti upah buruh, pembelian bibit, obat-obatan, dan pupuk yang digunakan oleh usahatani.

Oleh karena itu, setiap kali melakukan analisis, perlu disebutkan analisis apa yang digunakan. Untuk menggali data yang dipergunakan untuk keperluan analisis cash-flow, maka seperangkat pertanyaan diajukan dan disusun meliputi 5 komponen yaitu: 1) Pengenalan Tempat 2) Keterangan Pencacahan 3) Produksi 4) Biaya atau pengeluaran usahatani dan 5) Keterangan Umum.

Soeharjo dan Patong (1973:135), analisis pendapatan mempunyai tujuan dan kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usahatani dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang petani analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak.

(9)

Analisis Usahatani adalah suatu alat analisis yang bertujuan untuk melihat keadaan finansial suatu proyek usahatani. Sementara proyek usahatani merupakan suatu kegiatan investasi usahatani yang dilakukan pada suatu lahan tertentu, pada periode tertentu (umumnya di evaluasi dalam kurun waktu satu tahun) dan dengan mengunakan paket input tertentu. Melalui analisis usahatani, akan diperoleh gambaran mengenai efisien dan profitabilitas dari proyek usahatani tersebut. Pada dasarnya analisis usahatani, didasarkan pada ada perbedaan antara manfaat yang diperoleh dengan pengorbanan yang di curahkan selama usia ekonomi proyek tersebut (Soekartawi, 1995:23).

Berbagai kriteria investasi dapat dipertanggungjawabkan dan sering digunakan untuk menilai kelayakan usahatani tersebut adalah Revenue/Cost Ratio (R/C Ratio), dan Benefit Cost Ratio (B/C Ratio). Dalam penelitian ini digunakan menghitung kelayakan usahatani padi sawah adalah Analisis R/C Ratio (Revenue/Cost Ratio) adalah untuk melihat tingkat keuntungan suatu cabang usahatani dalam mengelolah dan menganalisis berbagai kriteria investasi.

Menurut Soekartawi (1995:3), keuntungan usahatani dapat dianalisis dengan menggunakan analisis R/C ratio untuk mengetahui apakah usahatani tersebut menguntungkan atau tidak dan analisis fungsi keuntungan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh, analisis biaya per unit untuk mengetahui keuntungan setiap unitnya (Kg). bahwa dalam melakukan usaha pertanian seorang pengusaha atau petani dapat memaksimumkan keuntungan dengan “Profit Maximization dan Cost Minimization”. Profit Maximization adalah mengalopkasikan input seefisien mungkin untuk memperoleh output yang maksimal. Sedangkan Cost Minimization adalah menekankan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Kedua pendekatan tersebut merupakan hubungan antara input dan output produksi yang tidak lain adalah fungsi produksi.

Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak juga dianalisa nilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisien adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan R/C rasio (Revenue cost ratio). Dalam analisis R/C rasio akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Dengan kata lain analisis rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak. Selanjutnya Soeharjo dan Patong (1973:130) menjelaskan bahwa usahatani dikatakan

(10)

menguntungkan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari 1 dan sebaliknya suatu usahatani dikatakan belum menguntungkan apabila nilai R/C rasio kurang dari 1.

Menurut Andri (2002:18), Analisis R/C Rasio adalah analisis ini menunjukan besar penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan utunk kegiatan usahatani, semakin besar nilai R/C rasio maka akan semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Kegiatan usahatani yang dikategorikan layak jika memiliki nilai R/C rasio > 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari pada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usahatani menguntungkan. Sebaliknya dikategorikan tidak layak jika memiliki nilai R/C rasio < 1 yang berarti untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan biaya atau kegiatan usahatani merugikan.sedangkan untuk kegiatan usahatani yang memiliki nilai R/C rasio = 1 berarti kegiatan usahatani berada pada keuntungan normal (normal profit).

F. Penelitian Terdahulu

Andri (2002), melakukan penelitian di Kecamatan Tempurang, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat, tujuan penelitian ini menganalisis keragaan usahatani padi input rendah di kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat, dan menganalisis pendapatan usahatani dan kelayakan finansial usahatani padi input rendah dibandingkan dengan usahatani padi konvensional. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan mengunakan analisis pendapatan usahatani, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio Analisis), analisis ekonomimetrika (econometric Analysis). Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu, Usahatani padi input rendah menerima pendapatan setara dengan usahatani padi konvesional. Hal ini disebabkan karena usahatani padi input rendah mengeluarkan biaya tunai lebih kecil dibandingkan dengan usahatani padi konvesional.

Henri (2005), melakukan penelitian di Kabupaten Karawang, tujuan penelitian ini menganalisis penyebab rendahnya produktivitas padi ladang. metode anilisis data mengunakan analisis pendapatan usahatani, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio), pendugaan fungsi produksi, dan analisis efisiensi ekonomi. Hasil yang diperoleh adalah pendapatan atas

(11)

biaya tunai adalah Rp 1.104.326,- sedangkan pendapatan atas biaya total adalah Rp.-520.854,- bahwa cabang usahatani padi ladang di Desa Wanajaya tidak menguntungkan bagi petani. Maka analisis imbangan penerimaan dan biaya diperoleh nilai rasio R/C atas biaya total sebesar 0.76 (lebih kecil dari satu). Dan dimana faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi padi ladang adalah tenaga kerja luar keluarga dan dalam keluarga, yang nyata pada taraf kepercayaan 99 persen.

Ambarwati (2002), melakukan penelitian di Kabupaten Donggala. tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola kelayakan finansial usahatani padi sawah berdasarkan kesesuian lahannya, analisis data menggunakan Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate Of Return (IRR), Selain itu juga dilakukan perhitungan titik impas (Break Event Poin/BEP) dengan tujuan untuk mengetahui jumlah hasil penjualan produk agar tidak mengalami kerugian ataupun tidak memproleh laba. Hasil yang diperoleh penelitian ini adalah pada dua ordo kesesuaian lahan yaitu ordo kesesuaian lahan N (tidak sesuai) dan ordo kesesuaian lahan S (sesuai) memiliki besaran input output yang berbeda. Jika biaya tenaga kerja tidak diperhitungkan dalam aliran kas dana serta tanpa menggunakan asumsi rataan produktifitas perordo, Maka usahatani padi sawah di Kabupaten Donggala dilihat berdasarkan ordo kesesuaian lahan yaitu ordo N dan ordo S serta secara agregat memiliki pendapatan yang positif.

Avenia (2008), melakukan penelitian di Kabupaten Tasikmalaya. Tujuan penelitian ini menganalisis pendapatan usahatani padi dan kelayakan finansial usahatani vanili di Kabupaten TasikMalaya. Analisis data mengunakan analisis pendapatan usahatani dan analisis kriteria kelayakan usaha, hasil diperoleh pendapatan usahatani padi di Desa Cibongas menunjukan bahwa komoditi tersebut menguntungkan terlihat dari nilai biaya total sebesar 1,62 yang artinya setiap pengeluaran biaya usahatani sebesar Rp 1 akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,62. Sedangkan atas biaya tunai sebesar 2,86 yang artinya setiap pengeluaran biaya tunai sebesar Rp 1 akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 2,86. Tetapi apabila dilihat dari aspek lingkugan, komoditi vanili lebih ramah lingkungan karena lebih sedikit dalam penggunaan bahan-bahan kimia. Sehingga apabila pertimbangan kedua aspek tersebut, tanaman vinili dipilih sebagai rekomendasi karena selain ramah lingkungan, usahatani vanili masih menguntungkan walaupun tingkat keuntungannya lebih rendah dibandingkan dengan usahatani padi.

Yoshie (2010), melakukan penelitian di Desa Sidomulyo Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai Kartanegara. Tujuan penelitian ini tingkat pendapatan petani padi sawah di Desa

(12)

Sidomulyo Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai Kartanegara. mengunakan metode tingkat pendapatan usahatani padi sawah, dan pengaruh benih, pupuk, tenaga kerja dan sistem terhadap penerimaan usahatani padi sawah. Dimana hasil analisis menunjukan bahwa secara besama-sama variabel bebas meliput biaya benih, pupuk, tenaga kerja dan sistem tanam berpengaruh nyata terhadap penerimaan. secara parsial, variabel biaya, pupuk, tenaga kerja dan sistem tanam berpengaruh nyata terhadap penerimaan, sedangkan biaya benih tidak berpengaruh nyata. Pendapatan yang diiperoleh petani sistem tanam pindah rata-rata sebesar – Rp 216.075,33 hadan petani sistem tanam benih langsung rata-rata sebesar Rp 1. 003. 591,87 hektar.

Azwar (2012), melakukan penelitian di Kabupaten Hulu Sungai Utara Propinsi Kalimantan Selatan. Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usahatani padi ciherang pada sistem tanam jajar legowo dan non jojor legowo di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Analisis data mengunakan metode Analisis Revenue Cost Ratio, Analisis Break Event Point, Benefit Analisis Biaya. Hasil yang diperoleh adalah kelayakan rata-rata pada usahatani padi Ciherang pada sistem tanam jajar legowo dan jajar legowo di Kabupaten Hulu Sungai Utara, pada sistem tanam jajar legowo. Kelayakan rata-rata pada usahatani padi Ciherang yang di terima petani adalah sebesar 1,12/usahatani, jadi usahatani pada sistem tanam jajar legowo layak di usahakan. Pada sistem tanam non jajar legowo. Kelayakan rata-rata pada usahatani padi Ciherang yang di terima petani adalah sebesar petani adalah 0,97 artinya usahatani tersebut tidak layak untuk di usahakan.

(13)

G. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian dibawah maka kerangka pikir dalam penulisan ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Analisis Pendapatan Usahatani Padi di Kelurahan Tanggi Kiki Kecamatan Sipatana kota Gorontalo.

Berdasarkan Gambar 1 dapat di jelaskan bahwa pembangunan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status dan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan untuk mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya, lingkungan, yang penting dan dapat membawah ke arah kebijakan pembangunan pertanian dalam pengembangan subsektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam mewujudkan ketahanan pangan.

Pembangunan Pertanian

Sub sektor dan pangan

Usahatani padi

Biaya Produksi

Penerimaan

Keuntungan

kelayakan

Biaya Tetap Biaya Variabel

(14)

Usahatani padi sawah adalah organisasi alam, modal dan tenaga kerja yang ditujukan pada produksi padi sawah di lapangan pertanian. Biaya usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang relative tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit, contoh : pajak lahan, penyusutan alat, dan tenaga kerja dalam keluarga. Biaya variabel merupakan biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi besarnya produksi yang diperoleh contoh : pembelian sarana produksi diantaranya bibit, pupuk, obat-obatan dan sewa tenaga kerja dan upah panen.

Penerimaan usahatani padi sawah adalah jumlah produksi padi sawah dikali dengan harga. Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih penerimaan dengan total biaya usahatani. Dari perbandingan penerimaan usahatani dan biaya usahatani maka akan diketahui apakah usahatani padi sawah di Kelurahan Tanggi Kiki layak atau tidak untuk diusahakan. Untuk menganalisis kelayakan usahatani padi sawah ini dianalisis dengan metode analisis R/C. Analisis R/C ini membandingkan nilai penerimaan (Revenue) dengan total biaya produksi (Cost) dengan menggunakan kriteria, bila nilai R/C > 1, maka usahatani ini layak, bila nilai R/C = 1, maka usahatani ini berada pada titik impas dan bila nilai R/C < 1, maka usahatani ini tidak layak. Agar lebih jelas kerangka pikir penelitian di sajikan pada gambar 1.

H. Hipotesis

Setelah melihat uraian di atas maka peneliti menyusun hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga struktur biaya usahatani padi sawah terdiri atas biaya tetap, biaya variabel. 2. Diduga usahatani padi sawah masih menguntungkan dan layak dikembangkan.

Gambar

Gambar 1.  Kerangka Pikir Penelitian Analisis Pendapatan Usahatani Padi di Kelurahan Tanggi  Kiki Kecamatan Sipatana kota Gorontalo

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan prinsip tersebut untuk dijadikan metode adalah karena prinsip koneksi visual dengan alam memiliki hasil penelitian yang paling kuat untuk merespon stress,

Menurut Darwanto (1995:66-67), media massa milik pemerintah, di dalam melaksanakan tugasnya tidak terlepas dari kebijaksanaan pemerintah, meskipun demikian tidak

BMT Walisongo Semarang belum mampu mengembangkan produk- produk baru yang inovatif yang mampu meningkatkan daya saing dengan lembaga keuangan berskala besar serta lembaga

Reliabilitas merupakann sesuatu yang dibutuhkan tetapi bukan persyaratan mutlak untuk validitas suatu instrument (Rasyid dan Mansur,2007).. Masalah dalam penelitian ini

Secara lengkap bunyi ketentuan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan : Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah

Masail al-Ushul yaitu masail zhahir al-Riwayah, adalah masalah-masalah hukum Islam yang terdapat pada zahir riwayah yaitu suatu permasalahan yang diriwayatkan oleh Abu

Oleh karena itu kewajiban manusia terhadap alam dalam rangka pengabdiannya kepada Allah swt adalah melakukan pemeliharaan terhadap alam. (termasuk pemeliharaan