• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALTERNATIF PERKUATAN TANAH PASIR MENGGUNAKAN LAPIS ANYAMAN BAMBU DENGAN VARIASI JARAK DAN JUMLAH LAPIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ALTERNATIF PERKUATAN TANAH PASIR MENGGUNAKAN LAPIS ANYAMAN BAMBU DENGAN VARIASI JARAK DAN JUMLAH LAPIS"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.1 – 2009 ISSN 1978 – 5658 1 ALTERNATIF PERKUATAN TANAH PASIR MENGGUNAKAN LAPIS ANYAMAN BAMBU DENGAN VARIASI JARAK DAN JUMLAH LAPIS

As’ad Munawir, Widodo Suyadi dan Tintus Noviyanto Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang

Jl. Mayjen Haryono 147 Malang ABSTRAK

Berbagai metode perbaikan tanah telah banyak dikembangkan. Salah satunya dengan metode perkuatan tanah sebagai alternatif pemecahan masalah terhadap penurunan dan daya dukung tanah yang rendah. Penelitian ini tentang alternatif perkuatan tanah pasir (medium sand) menggunakan lapis anyaman bambu. Tujuan dari penelitian ini untuk memberikan alternatif perkuatan tanah yang baik, murah dan tersedia di pasaran. Penelitian ini dilakukan dengan uji pembebanan di laboratorium. Parameter yang diteliti adalah pengaruh variasi jarak dan jumlah lapis anyaman bambu sebagai lapis perkuatan.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa penambahan jarak lapis dari 3,5 cm ke 5 cm pada pemakaian 2 lapis anyaman bambu memberikan peningkatan daya dukung yang paling efektif. Untuk variasi jumlah lapis anyaman bambu, peningkatan daya dukung paling efektif terjadi pada penambahan jumlah lapis dari 2 lapis ke 3 lapis dengan jarak lapis 3,5 cm.

Dari keseluruhan uji pembebanan dapat diketahui bahwa seiring bertambahnya jarak dan jumlah lapis anyaman bambu, maka daya dukung tanah akan terus meningkat. Penambahan jarak dan jumlah lapis anyaman bambu akan memberikan pola peningkatan yang cenderung linear. Oleh karena itu pada penelitian ini belum didapatkan suatu nilai optimum dari penambahan jarak dan jumlah lapis.

Kata Kunci : perbaikan tanah, anyaman bambu, daya dukung PENDAHULUAN

Tanah yang terdapat di bawah suatu konstruksi harus dapat memikul beban konstruksi di atasnya tanpa adanya kegagalan geser (shear failure) dan dengan penurunan (settlement) yang dapat ditoleransi untuk konstruksi tersebut. Pasir memiliki sifat yang kurang menguntungkan, terutama pasir yang mempunyai nilai kerapatan relatif yang rendah (pasir lepas). Permasalahan utama pada tanah pasir lepas adalah penurunan dan daya dukung yang rendah apabila diberikan pembebanan di atasnya.

Oleh karena itu untuk mengurangi penurunan yang berlebihan pada tanah pasir dan untuk meningkatkan daya dukungnya, maka hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan usaha stabilisasi terhadap tanah tersebut.

Pengertian stabilisasi tanah adalah suatu usaha untuk meningkatkan sifat-sifat dan kekuatan tanah. Salah satu aplikasi penstabilisasian tanah adalah konstruksi tanah pondasi yang diperkuat, yang disebut RSF (Reinforced Soil Foundation) untuk mendukung pondasi dangkal.

Penelitian tentang perkuatan tanah dengan menggunakan anyaman kulit bambu, juga sudah pernah dilakukan oleh Yusep Muslih Purwana (2002). Penelitian ini mengenai uji model kapasitas daya dukung pondasi telapak lingkaran pada tanah pasir lepas menggunakan lapisan perkuatan bambu. Lapisan perkuatan ini diletakkan di bawah pondasi dengan lapisan perkuatan tunggal maupun rangkap. Hasil pengujian ini menunjukkan penempatan lapisan

(2)

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.1 – 2009 ISSN 1978 – 5658 2 anyaman kulit bambu sebagai perkuatan

menyebabkan terjadinya peningkatan BCR maksimal sebesar 3,07 untuk perkuatan tunggal; 3,5 untuk perkuatan rangkap 2; dan 3,7 untuk perkuatan rangkap 3. BCR maksimal terjadi pada konfigurasi perkuatan pada jarak spasi antar perkuatan sebesar 0,5 diameter pondasi.

Oleh karena itu, dengan berbagai dukungan data yang memperkuat penelitian ini, maka anyaman bambu dapat digunakan sebagai alternatif perkuatan tanah. Dan dengan digunakannya anyaman bambu sebagai lapis perkuatan pada tanah di bawah pondasi, diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ultimit yang diijinkan pada penurunan tertentu.

TINJAUAN PUSTAKA Bambu

Bambu merupakan salah satu jenis kayu yang bisa didapatkan hampir di seluruh daerah di Indonesia. Jenis kayu ini banyak dipakai sebagai struktur bangunan karena harganya yang relatif murah. Bila dibandingkan dengan bahan lainnya bambu memiliki beberapa kelebihan diantaranya batangnya kuat, ulet, lurus, rata dan keras. Selain itu bambu juga mudah dibelah, dibentuk dan dikerjakan, serta ringan sehingga mudah untuk diangkut. Adapun beberapa penggunaan bambu dalam bidang konstruksi antara lain : bahan untuk perancah, tiang penyangga rumah (kolom) pada rumah tradisional, bahan jembatan serta dinding (gedek).

Anyaman Bambu (Gedek)

Anyaman bambu merupakan bahan hasil pengolahan bambu dalam bentuk anyaman dari pita-pita serat bambu (iratan bambu). Anyaman bambu atau gedek diperoleh dari bambu yang sudah dibelah dan dianyam. Umumnya anyaman bambu ini digunakan sebagai bahan konstruksi untuk dinding dan

langit-langit pada rumah. Lembaran gedek memiliki ukuran yang bervariasi dan ukuran dari serat bambu pada gedek ini berkisar antara 2-5 cm. Pemotongan serat bambu ini disesuaikan dengan lingkar atau keliling batang bambu serta ketebalan dari bambu bagian luar hingga bagian dalam.

Bambu yang diambil dan dibuat untuk serat pada anyaman bambu ini dipilih pada batang terluar hingga kira-kira 2/3 ketebalan bambu. Untuk sisanya, yaitu bambu bagian dalam tidak digunakan karena kondisinya yang rapuh dan mudah patah. Bambu bagian luar merupakan serat atau bagian terkuat dibandingkan yang lainnya, dan bagian terluar ini lebih sulit patah apabila dibengkok-bengkokkan daripada bambu bagian dalam.

Pemilihan bentuk dari anyaman bambu sangat dipengaruhi oleh jenis bambu yang digunakan dan kemudahan bambu untuk dijadikan serat. Jenis anyaman ini dibedakan berdasarkan cara menganyam. Beberapa jenis anyaman bambu digambarkan sebagai berikut :

(3)

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.1 – 2009 ISSN 1978 – 5658 3 Tanah Pasir

Tanah berasal dari pelapukan batuan yang terjadi secara fisika maupun kimia. Perbedaan jenis dan sifat tanah terjadi karena beragamnya bahan-bahan yang terkandung di dalam tanah. Tanah pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah dipisahkan satu sama lain dengan kocokan air.

Secara umum ukuran dari partikel tanah adalah sangat seragam dengan variasi yang cukup besar. Tanah umumnya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir

(sand), lanau (silt), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut. Interaksi antara Tanah dan Beban

Kapasitas tanah untuk menahan beban bervariasi bukan hanya karena kekuatannya tetapi juga karena besar dan distribusi beban. Bertambahnya beban secara bertahap membuat tanah berdeformasi. Saat beban runtuh kritis (Qo) tercapai angka deformasi bertambah besar sekalipun beban bertambah sedikit atau tidak sama sekali. Kurva beban dan penurunan pada beberapa jenis tanah ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 2. : Kurva Beban - Penurunan untuk Pondasi Sumber : Sowers George F, 1979 : 446 Penurunan

Jika tanah mengalami pembebanan di atasnya maka tanah tersebut akan mengalami regangan dan penurunan (settlement). Jumlah regangan sepanjang kedalaman lapisan merupakan penurunan total tanahnya. Penurunan dapat terjadi disebabkan berubahnya susunan tanah, relokasi partikel, deformasi partikel tanah, keluarnya air atau udara dari dalam pori, dan sebab-sebab lainnya. Pada arah vertikal penurunan tersebut disebut sebagai ∆H. Umumnya penurunan tak seragam lebih membahayakan daripada penurunan totalnya.

Ada beberapa penyebab terjadinya penurunan akibat pembebanan yang bekerja di atas tanah, yaitu:

1. Keruntuhan geser akibat terlampauinya daya dukung tanah, hal ini akan menyebabkan penurunan sebagian (differential

settlement) dan penurunan

diseluruh bangunan.

2. Kerusakan akibat defleksi yang besar pada pondasinya. Kerusakan ini umumnya terjadi pada pondasi dalam.

3. Distorsi geser pada tanah pendukungnya (shear distorsion) dari tanah pendukungnya.

4. Turunnya tanah akibat perubahan angka pori.

(4)

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.1 – 2009 ISSN 1978 – 5658 4

Gambar 3. : Contoh Kerusakan Bangunan Akibat Penurunan Sumber : Hary Christady H, 1996 : 142

Pertimbangan pertama dalam menghitung besarnya penurunan adalah penyebaran tekanan pondasi ke tanah dasar, hal ini sangat bergantung pada kekakuan pondasi dan sifat-sifat tanah. tekanan yang terjadi pada pertemuan antara dasar pondasi dan tanah disebut tekanan sentuh (contact pressure) yang berpengaruh terhadap distribusi momen dan tegangan geser pondasi terhadap tanah. dalam praktek jarang dijumpai pondasi yang benar-benar kaku, karena itu distribusi tekanan sentuh yang terjadi adalah antara pondasi kaku dan fleksibel sehingga dapat dianggap seragam bila beban terbagi ratanya seragam.

Model Keruntuhan Tanah Tanpa Perkuatan

Tanah harus mampu memikul beban dari setiap konstruksi teknik yang diletakkan pada tanah tersebut tanpa kegagalan geser (shear failure). Besarnya tegangan geser tanah di bawah pondasi bergantung pada besarnya beban dan ukuran pondasi. Jika beban cukup besar atau ukuran pondasi terlalu kecil, maka tegangan geser yang terjadi dapat melampaui kekuatan geser tanah yang bisa menyebabkan keruntuhan daya dukung dari pondasi.

Gambar 4. : Tipe keruntuhan pondasi serta tipe grafik hubungan beban dan penurunan yang menyebabkan keruntuhan pondasi

(a.)Keruntuhan Geser Umum (b.) Keruntuhan Geser Lokal (c.) Keruntuhan Geser Pons

Sumber : Coduto, 1994 : 164

Berdasarkan pengujian model, Vesic (1963) membagi mekanisme keruntuhan pondasi menjadi tiga macam, yaitu :

a. Keruntuhan geser umum (general

shear failure)

Keruntuhan geser umum terjadi pada tanah yang relatif padat dan relatif

(a) (b)

(5)

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.1 – 2009 ISSN 1978 – 5658 5 tidak mampu mampat (incompressible)

(Terzaghi, 1943). Keruntuhan ini terjadi dalam waktu yang relatif mendadak, bidang longsoran yang terbentuk berupa lengkungan dan garis lurus yang menembus hingga mencapai permukaan tanah.

b. Keruntuhan geser lokal (local shear

failure)

Untuk tanah yang relatif mampu padat (compressible) maka keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan geser lokal, dimana garis gelincir tampak jelas di bawah pondasi tapi penyebarannya hanya pada jarak pendek dalam massa tanah dan tidak mencapai permukaan.

c. Keruntuhan geser pons (punching

shear failure)

Pada keruntuhan tipe ini, dapat dikatakan keruntuhan geser tanah tidak terjadi. Akibat bebannya, pondasi hanya

menembus dan menekan tanah ke samping yang menyebabkan pemampatan tanah di dekat pondasi. Pemampatan tanah akibat penetrasi pondasi, berkembang hanya pada zona terbatas tepat di dasar dan di sekitar tepi pondasi. Model Keruntuhan Tanah dengan Perkuatan (Geosintesis)

Hasil penelitian oleh Koerner (1990) menunjukkan bahwa umumnya kerusakan geosintesis, dalam hal ini adalah geotekstil terjadi pada saat pemasangan dan konstruksi. Penempatan agregat dan pelaksanaan pemadatan dengan alat berat mengakibatkan tegangan yang tinggi pada geotekstil.

Beberapa mode keruntuhan yang terjadi pada pondasi dangkal dengan beberapa lapis geotekstil adalah sebagai berikut :

Gambar 5. : Tipe keruntuhan tanah pada pondasi dangkal dengan perkuatan geogrid

a. Keruntuhan daya dukung di atas lapisan geogrid

b. Keruntuhan tekan atau patah pada lapisan geogrid c. Keruntuhan rangkak atau creep pada lapisan geogrid d. Keruntuhan tarik pada lapisan geogrid

Sumber : Robert M. Koerner, 1994 : 234 Daya Dukung

Tanah harus mampu memikul beban dari setiap konstruksi teknik yang diletakkan pada tanah tersebut tanpa kegagalan geser (shear failure) dan dengan penurunan (settlement) yang dapat ditolerir untuk konstruksi tersebut. Kegagalan geser tanah dapat menimbulkan distorsi bangunan yang berlebihan dan bahkan keruntuhan.

Selain kegagalan geser, penurunan yang berlebihan juga dapat mengakibatkan kerusakan struktural. Secara umum kriteria yang harus diperhatikan dalam perencanaan pondasi adalah :

1. Kriteria stabilitas

Faktor keamanan terhadap keruntuhan akibat terlampauinya daya dukung harus dipenuhi. Dalam perhitungan

(a) (b)

(6)

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.1 – 2009 ISSN 1978 – 5658 6 daya dukung, umumnya digunakan

angka 3.

2. Kriteria penurunan

Penurunan pondasi harus masih dalam batas-batas nilai yang ditoleransikan. Khususnya penurunan yang tidak seragam (differiential settlement)

harus tidak mengakibatkan kerusakan pada struktur.

Analisis daya dukung mempelajari kemampuan tanah dalam mendukung beban pondasi struktur yang terletak di atasnya. Daya dukung menyatakan tahanan geser tanah untuk melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah di sepanjang bidang gesernya (Hary Christady H, 1996). Sedangkan daya dukung ultimit (qult) didefinisikan sebagai tekanan

terkecil yang dapat menyebabkan keruntuhan geser pada tanah pendukung tepat di bawah dan di sekeliling pondasi (Craig, 1994).

Pemakaian Anyaman Bambu sebagai Bahan Perkuatan Tanah

Jenis-jenis perkuatan telah banyak dikembangkan untuk mendukung pondasi dangkal. Salah satunya adalah dengan pemakaian geosintetis seperti geotekstil, geogrid, geonet dan lain-lain. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa lapisan geosintetis yang diletakkan di bawah pondasi dapat meningkatkan daya dukung ultimit yang diijinkan pada penurunan tertentu.

Pemakaian geosintetis sebagai bahan perkuatan tanah mempunyai harga rasio kedalaman yang paling optimum. Oleh karena itu diperlukan jarak yang efektif untuk lapis pertama geosintetis dan dasar pondasi terhadap lebar pondasi.

Untuk perkuatan yang menggunakan satu lapis geogrid, rasio kedalaman berkisar antara 0,3B, sedangkan untuk multi lapis geogrid, rasio kedalaman berkisar 0,25B. BCR akan cenderung menurun dengan meningkatnya rasio kedalaman tapi perubahan BCR tersebut tidak terlalu berarti untuk rasio kedalaman kurang dari 0,3B.

Sedangkan Singh (1988) menyebut rasio kedalaman optimum adalah 0,25B baik untuk satu lapis geogrid atau lebih. Sementara Akimmurusu dan Akinbolade (1981) menyebut rasio kedalaman optimum adalah 0,5B untuk pondasi persegi pada multilapis geogrid. Untuk rasio kedalaman kurang dari 0,25B, pola penurunan yang terjadi menyerupai keruntuhan geser pons, indikasinya adalah pada lapis geogrid teratas tampak seperti dilengkungkan ke bawah dengan ukuran yang sesuai dengan luasan pondasi.

Untuk jarak antar lapis geogrid, Yetimoglu (1994) menyarankan nilai 0,2B. Sedangkan Singh (1988) menyarankan nilai 0,15B – 0,25B. Secara umum jarak lapis pertama dan jarak antar lapis geogrid disederhanakan sbb :

Tabel 1. Pembagian jarak lapis pertama dan jarak antar lapis perkuatan Jarak lapis pertama

jarak antar lapis 1 lapis multi lapis

Yetimoglu (1994) 0.3B 0.25B 0.2B

Singh (1988) 0.25B 0.25B 0.15B - 0.25B

Akinmurusu dan Akinbolade (1981) - 0.5B -

Penelitian lain juga dilakukan oleh Yusep Muslih Purwana (2002) yang menggunakan tanah pasir lepas. Lapisan anyaman kulit bambu diletakkan di bawah pondasi telapak lingkaran dengan

berbagai konfigurasi jumlah lapis dan jarak spasi serta variasi lapisan perkuatan tunggal maupun rangkap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penempatan lapisan perkuatan

(7)

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.1 – 2009 ISSN 1978 – 5658 7 dengan anyaman kulit bambu dapat

menaikkan daya dukung ultimit. Untuk perkuatan tunggal, peningkatan kapasitas daya dukung maksimal sebesar 3,07. Untuk perkuatan rangkap 2, daya dukung meningkat sebesar 3,5 dan untuk perkuatan rangkap 3 peningkatan daya

dukungnya mencapai 3,7. Kemudian BCR maksimal terjadi pada konfigurasi perkuatan dengan jarak spasi antar perkuatan sebesar 0,5 diameter pondasi. Selain itu semakin banyak serta semakin rapat lapisan perkuatan cenderung akan menaikkan BCR.

METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui klasifikasi tanah pasir yang akan digunakan sebagai media penelitian untuk dilakukan pengujian terhadap daya dukungnya. Tahap kedua merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk memperoleh nilai daya dukung dan nilai

penurunan yang terjadi dari tanah pasir tersebut yang telah diperkuat dengan lapis anyaman bambu dengan variasi jumlah dan jarak lapis, akibat pembebanan yang dilakukan.

Rancangan Percobaan

Variasi jarak dan jumlah lapis anyaman bambu tampak seperti pada sketsa berikut :

Gambar 6. : sketsa variasi jarak dan jumlah lapis anyaman bambu yang digunakan dalampenelitian

(8)

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.1 – 2009 ISSN 1978 – 5658 8

Tabel 2. Rancangan percobaan

Benda uji Posisi Kedalaman (cm) Pengulangan

Lapis 1 Lapis 2 Lapis 3

Tanpa lapis anyaman bambu - - - - 1 x

1 lapis anyaman bambu

A 2.5 - - 1 x

B 3.5 - - 1x

C 5 - - 1 x

2 lapis anyaman bambu

A 2.5 2.5 - 1 x

B 3.5 3.5 - 1 x

C 5 5 - 1 x

3 lapis anyaman bambu

A 2.5 2.5 2.5 1 x

B 3.5 3.5 3.5 1 x

C 5 5 5 1 x

Total benda uji 10

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jarak dan jumlah lapis anyaman bambu. Sedangkan variabel tak bebas adalah hasil pembebanan dan nilai pembacaan dial gauge. Lapis 1 anyaman bambu diletakkan 0,25B; 0,35B dan 0,5B di bawah pondasi. Sedangkan lapis 2 memiliki jarak antar lapis 0.25B; 0,35B

dan 0,5B. Selain itu untuk lapis 3 digunakan jarak 0,25B; 0,35B dan 0,5B. lapis ke-3 ini memiliki jarak maksimal 1,5B dari bawah pondasi, hal ini dikarenakan telah disinggung pada bab sebelumnya bahwa peningkatan BCR kurang berarti pada kedalaman perkuatan melampaui 1,5B.

PEMBAHASAN

Percobaan Pembebanan (Loading Test) Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui nilai daya dukung tanah dan besarnya penurunan yang terjadi pada tanah pasir yang diperkuat dengan menggunakan anyaman bambu. Pembebanan ini dilakukan sebanyak 10 kali sesuai dengan banyaknya variasi jumlah dan jarak lapis perkuatan. Pembebanan dilakukan sampai penurunan 50% B untuk mendapatkan qultimit masing-masing perlakuan Vesic

(1975). Penentuan qultimit menggunakan

cara Michael T. Adams dan James G. Collins ditunjukkan pada lampiran IV. Rasio Daya Dukung

Peningkatan daya dukung ultimit terhadap adanya perkuatan dinyatakan dengan rasio daya dukung (BCR) yang merupakan perbandingan antara tegangan tanah di bawah pondasi pada tanah yang diperkuat dengan tanah yang tidak perkuat. Rasio daya dukung dalam penelitian ini ditentukan atas dasar beban batas yang terjadi. Besarnya rasio daya dukung dapat dilihat dalam tabel 3.

Tabel 3. Rasio daya dukung terhadap daya dukung batas

Jumlah lapis Jarak lapis q ult BCR

(cm) (kg/cm2)

Tanpa lapis anyaman bambu - 3.75 1

1 lapis anyaman bambu 2.5 5.80 1.5467

(9)

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.1 – 2009 ISSN 1978 – 5658 9

5.0 7.05 1.8800

2 lapis anyaman bambu

2.5 - 2.5 6.60 1.7600

3.5 - 3.5 7.50 2.0000

5.0 - 5.0 11.35 3.0267

3 lapis anyaman bambu

2.5 - 2.5 - 2.5 9.45 2.5200 3.5 - 3.5 - 3.5 11.50 3.0667 5.0 - 5.0 - 5.0 13.30 3.5467 Nilai BCR Dengan Variasi Jarak Lapis

Pada Jumlah Lapis Yang Sama

Secara keseluruhan nilai BCR selalu meningkat seiring dengan semakin bertambahnya jarak lapis, hal ini dapat

dilihat pada gambar 7. Peningkatan nilai BCR yang terjadi akibat penambahan jarak lapis pada beberapa jumlah lapis dapat dilihat pada diagram batang, gambar 8. 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 1 2 3 Jumlah Lapi s B C R

Jarak 2.5 cm Jarak 3.5 cm Jarak 5 cm

Gambar 7. : Grafik hubungan antara jumlah lapis dan BCR dengan variasi jarak lapis

1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 1 2 3 Jumlah Lapis B C R

Jarak 2.5 cm Jarak 3.5 cm Jarak 5 cm

Gambar 8. : Diagram batang pada beberapa jumlah lapis dengan variasi jarak lapis

Dari analisis di atas dapat diketahui bahwa penggunaan anyaman bambu efektif dilakukan pada jarak lapis 5 cm. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai BCR yang paling tinggi serta persentase peningkatan yang relatif besar yaitu 17,33% s/d 102,67%. Persentase

peningkatan sebesar 17,33% ini terjadi pada 1 lapis perkuatan, dan untuk penggunaan 2 lapis menghasilkan persentase peningkatan BCR yang sangat besar yaitu 102,67%. Untuk penggunaan 3 lapis perkuatan, menghasilkan persentase yang relatif besar yaitu

(10)

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.1 – 2009 ISSN 1978 – 5658 10 48,00%, tetapi nilai BCR masih

meningkat dari penambahan jarak dari 2,5 cm ; 3,5 cm dan 5 cm.

Nilai BCR Dengan Variasi Jumlah Lapis Pada Jarak Lapis Yang Sama

Seperti halnya dengan penambahan jarak lapis, secara garis besar nilai BCR juga selalu meningkat

dengan dilakukannya penambahan jumlah lapis. Hubungan antara nilai BCR dengan jarak lapis pada beberapa jumlah lapis ditampilkan pada gambar 9. Dan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan akibat penambahan jumlah lapis dapat dilihat pada diagram batang pada gambar 10. 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 2.5 3 3.5 4 4.5 5 Jarak Lapi s B C R

1 lapis 2 lapis 3 lapis

Gambar 9. : Grafik hubungan antara jarak lapis dan BCR dengan variasi jumlah lapis

1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 2.5 3.5 5 Jarak Lapis B C R

1 lapis 2 lapis 3 lapis

Gambar 10. : Diagram batang pada beberapa jarak lapis dengan variasi jumlah lapis

Dari variasi jumlah lapis anyaman bambu pada jarak lapis 2,5 cm; 3,5 cm dan 5 cm di atas dapat diketahui bahwa penggunaan jumlah lapis anyaman bambu yang paling efektif adalah 3 lapis. Persentase peningkatan BCR yang terjadi yaitu 52,00% s/d 106,67%, nilai ini sangat besar begitu juga dengan nilai BCR yang terjadi pada 3 lapis perkuatan pada beberapa jarak lapis yang juga besar yaitu 2,5200 s/d 3,5467.

Nilai BCR dengan Variasi Jarak Lapis Pada Beberapa Penurunan

Peningkatan besarnya rasio daya dukung pada beberapa titik penurunan yang terjadi dan tidak berdasarkan kriteria beban batas, dalam hal ini diambil penurunan 10%B, 20%B dan 50%B dapat dilihat pada tabel 4. Dalam tabel tersebut disajikan besarnya nilai daya dukung, rasio daya dukung yang merupakan perbandingan antara daya

(11)

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.1 – 2009 ISSN 1978 – 5658 11 dukung tanah yang diperkuat dengan

tanah tanpa perkuatan pada penurunan tertentu, serta persentase peningkatan

BCR terhadap beberapa variasi jarak lapis pada beberapa jumlah lapis.

Tabel 4. Hubungan antara rasio daya dukung dan penurunan dengan variasi jarak lapis Penuruna

n

Jarak lapis

1 lapis 2 lapis 3 lapis

q (kg/cm2 ) BCR % peningkatan q (kg/cm2 ) BCR % peningkatan q (kg/cm2 ) BCR % peningkatan 10% B Tanpa 3.46 1 - 3.46 1 - 3.46 1 - 2.5 cm 4.27 1.235 1 23.5 1 5.06 1.464 6 46.46 6.23 1.802 0 80.20 6.75 6.75 6.75 3.5 cm 4.50 1.302 6 30.2 6 5.30 1.532 1 53.21 6.46 1.869 5 86.95 17.5 5 16.87 23.6 2 5 cm 5.11 1.478 1 47.8 1 5.88 1.700 8 70.08 7.28 2.105 7 110.5 7 20% B Tanpa 4.20 1 - 4.20 1 - 4.20 1 - 2.5 cm 6.09 1.448 7 44.8 7 7.40 1.759 5 75.95 10.45 2.486 5 148.6 5 11.6 5 16.65 10.5 4 3.5 cm 6.58 1.565 2 56.5 2 8.10 1.926 0 92.60 10.90 2.591 9 159.1 9 11.1 0 61.05 41.6 2 5 cm 7.05 1.676 2 67.6 2 10.66 2.536 4 153.6 4 12.65 3.008 2 200.8 2 50% B Tanpa 5.44 1 - 5.44 1 - 5.44 1 - 2.5 cm 9.26 1.702 6 70.2 6 13.81 2.538 9 153.8 9 21.16 3.889 7 288.9 7 4.29 27.87 18.0 1 3.5 cm 9.50 1.745 5 74.5 5 15.33 2.817 6 181.7 6 22.14 4.069 8 306.9 8 8.58 107.2 1 93.4 9 5 cm 9.96 1.831 3 83.1 3 21.16 3.889 7 288.9 7 27.23 5.004 7 400.4 7

Dari analisis di atas terhadap variasi jarak lapis pada beberapa jumlah lapis dapat disimpulkan bahwa penambahan jarak lapis akan meningkatkan persentase peningkatan

BCR. Penambahan jarak lapis yang paling efektif adalah dari 3,5 cm ke 5 cm. Hal ini dapat dilihat dengan besarnya persentase peningkatan BCR yang terjadi pada penambahan jarak lapis tersebut..

(12)

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.1 – 2009 ISSN 1978 – 5658 12 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45% 50% Penurunan (%B) B C R

Jarak 2.5 cm Jarak 3.5 cm Jarak 5 cm tanpa perkuatan

Gambar 11. : Grafik hubungan antara penurunan dan BCR pada 1 lapis anyaman bambu dengan variasi jarak lapis

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45% 50% Penurunan (%B) B C R

Jarak 2.5 cm Jarak 3.5 cm Jarak 5 cm tanpa perkuatan

Gambar 12. : Grafik hubungan antara penurunan dan BCR pada 2 lapis anyaman bambu dengan variasi jarak lapis

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45% 50% Penurunan (%B) B C R

Jarak 2.5 cm Jarak 3.5 cm Jarak 5 cm tanpa perkuatan

Gambar 13. : Grafik hubungan antara penurunan dan BCR pada 3 lapis anyaman bambu dengan variasi jarak lapis

Nilai BCR dengan Variasi Jumlah Lapis Pada Beberapa Penurunan

Peningkatan besarnya rasio daya dukung pada beberapa titik penurunan

yang terjadi yaitu pada penurunan 10%B, 20%B dan 50%B dengan variasi jumlah lapis pada beberapa jarak lapis disajikan dalam tabel 5.

(13)

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.1 – 2009 ISSN 1978 – 5658 13

Tabel 5. Hubungan antara rasio daya dukung dan penurunan dengan variasi jumlah lapis Penurunan Jumlah

lapis

Jarak lapis 2.5 cm Jarak lapis 3.5 cm Jarak lapis 5 cm

q (kg/cm2 ) BCR % peningkatan q (kg/cm2 ) BCR % peningkatan q (kg/cm2 ) BCR % peningkatan 10% B Tanpa 3.46 1 - 3.46 1 - 3.46 1 - 1 lapis 4.27 1.2351 23.51 4.50 1.3026 30.26 5.11 1.4781 47.81 22.94 22.94 22.27 2 lapis 5.06 1.4646 46.46 5.30 1.5321 53.21 5.88 1.7008 70.08 33.74 33.74 40.49 3 lapis 6.23 1.8020 80.20 6.46 1.8695 86.95 7.28 2.1057 110.57 20% B Tanpa 4.20 1 - 4.20 1 - 4.20 1 - 1 lapis 6.09 1.4487 44.87 6.58 1.5652 56.52 7.05 1.6762 67.62 31.08 36.07 86.02 2 lapis 7.40 1.7595 75.95 8.10 1.9260 92.60 10.66 2.5364 153.64 72.70 66.60 47.17 3 lapis 10.45 2.4865 148.65 10.90 2.5919 159.19 12.65 3.0082 200.82 50% B Tanpa 5.44 1 - 5.44 1 - 5.44 1 - 1 lapis 9.26 1.7026 70.26 9.50 1.7455 74.55 9.96 1.8313 83.13 83.62 107.21 205.84 2 lapis 13.81 2.5389 153.89 15.33 2.8176 181.76 21.16 3.8897 288.97 135.09 125.22 111.50 3 lapis 21.16 3.8897 288.97 22.14 4.0698 306.98 27.23 5.0047 400.47

Tetapi secara umum dapat diketahui bahwa penambahan jumlah lapis akan meningkatkan persentase peningkatan BCR. Penambahan jumlah lapis yang paling efektif adalah dari 2 lapis ke 3

lapis. Karena penambahan jumlah lapis ini akan memberikan persentase peningkatan BCR yang lebih besar daripada penambahan jumlah lapis dari 1 lapis ke 2 lapis. 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45% 50% Penurunan (%B) B C R

1 lapis 2 lapis 3 lapis tanpa perkuatan

Gambar 14 : Grafik hubungan antara penurunan dan BCR pada jarak 2.5 cm dengan variasi jumlah lapis

(14)

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.1 – 2009 ISSN 1978 – 5658 14 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45% 50% Pe nurunan (%B) B C R

1 lapis 2 lapis 3 lapis tanpa perkuatan

Gambar 15. : Grafik hubungan antara penurunan dan BCR pada jarak 3.5 cm dengan variasi jumlah lapis 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45% 50% Penurunan (%B) B C R

1 lapis 2 lapis 3 lapis tanpa perkuatan

Gambar 16. : Grafik hubungan antara penurunan dan BCR pada jarak 5 cm dengan variasi jumlah lapis

KESIMPULAN

Perkuatan tanah dengan menggunakan lapis anyaman bambu pada tanah pasir (medium sand) di bawah pondasi telapak persegi dapat meningkatkan daya dukung tanah pasir. Penambahan jarak dan jumlah lapis anyaman bambu akan meningkatkan daya dukung tanah. Ditinjau dari grafik hubungan beban – penurunan dan nilai BCR, dapat disimpulkan bahwa pengaruh penambahan jarak dan jumlah lapis akan meningkatkan nilai BCR.

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan mengenai pengaruh penambahan jarak dan jumlah lapis anyaman bambu terhadap daya dukung

tanah pasir (medium sand) ditinjau dari grafik beban – penurunan dan nilai BCR didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Penambahan jarak lapis secara

keseluruhan memberikan peningkatan daya dukung yang efektif. Tetapi penambahan jarak lapis dari 3,5 cm ke 5 cm pada pemakaian 2 lapis anyaman bambu memberikan peningkatan daya dukung yang paling efektif.

2. Penambahan jumlah lapis yang akan memberikan peningkatan daya dukung paling efektif adalah pada penambahan dari 2 lapis ke 3 lapis dengan jarak lapis 3,5 cm.

(15)

JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 3, No.1 – 2009 ISSN 1978 – 5658 15 UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Laboratorium Mekanika Tanah, Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang sebagai tempat

pelaksanaan penelitian serta semua pihak atas dukungan dan partisipasinya selama penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Adams, Michael T., Collin, James G., (1997). Large Model Spread Footings Load Test on Geoshynthetic Reinforced Soil Foundations. Journal of Geotechnical Engineering. ASCE, Volume 123, No 1.

Bowles, Joseph E., (1997). Analisa dan

Desain Pondasi. Edisi Keempat,

Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta. Coduto, Donald P. (1994). Foundation Design (Principles and Practices). Prentice-Hall, Inc., New Jersey. Das, Braja M., (1993). Mekanika Tanah

(Prinsip-prinsip Rekayasa

Geoteknis). Terjemahan oleh

Noor Endah dan Indrasurya B. Mochtar. Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Das, Braja M., (1999). Shallow Foundations : Bearing Capacity and Settlement. CRC Press Boca

Raton, London, New York, Washington DC.

Hardiyatmo, Hary Christady. Mekanika

Tanah 1. Edisi ke dua. Jurusan

Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Hardiyatmo, Hary Christady, (1996).

Teknik Fondasi 1. Penerbit PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Head, K.H., (1982). Manual of Soil

Testing Laboratory. Volume 2.

Pentech Press Limited. Estover Road, Pivmouth, Devon.

Janssen, J.J.A., (1981). The Mechanical

Properties of Bamboo Used in

Construction. Bamboo Research

in Asia, IRDS Canada.

Janssen, J.J.A., (1991). Mechanical

Properties of Bamboo. Kluwer

Academic Publishers.

Janssen, J.J.A., (2000). Designing And Building With Bamboo. Journal

of International Network for Bamboo and Rattan.

Jones, Collins J.F.P., (1996). Earth

Reinforcement & Soil Structures.

Thomas Telford Book, New York.

Koerner, Robert M., (1994). Designing

With Geoshynthetics. Third

Edition. Prentice Hall, Inc, Upper Saddle River, New jersey.

Lambe, T. W. (1951). Soil Testing for Engineers. New York : John Wiley and Sons, Inc.

Purwana, Yusep Muslih, (2002). Uji Model Kapasitas Daya Dukung Pondasi Telapak Lingkaran Menggunakan Perkuatan bambu.

Journal of Research and

Development Agency, central

Java Provincial, Semarang.

Sowers, George F., (1979). Introductory

Soil Mechanics & Foundations : Geotechnical Engineering. Fourth

Edition. Macmillan Publishing Co., Inc., New York.

Yetimoglu, T., Wu, J.T.H., and Saglamer, A. (1984). Bearing Capacity of Rectangular Footings on Geogrid-Reinforced Sand.

Journal of Geotechnical

Engineering. ASCE, Volume 120, No 12.

Gambar

Gambar 4. : Tipe keruntuhan pondasi serta tipe grafik hubungan beban dan penurunan yang menyebabkan  keruntuhan pondasi
Gambar 6. :  sketsa variasi jarak dan jumlah lapis anyaman bambu yang digunakan dalam penelitian
Tabel 3.   Rasio daya dukung terhadap daya dukung batas
Gambar 8. : Diagram batang pada beberapa jumlah lapis dengan variasi jarak lapis
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui konsep sistem produksi dan model tata letak mesin produksi serta untuk mengetahui berapa besar tingkat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keragaman kucing domestik ( Felis domesticus ) berdasarkan morfogenetik, meliputi warna, pola warna,

Adapun saran-saran yang diajukan untuk perbaikan yaitu: (1) penghematan harus terus dilanjutkan untuk mencapai sasaran Binus sebagai Kampus pelopor hemat energi di Indonesia, karena

Teknik Interpretasi foto udara dan citra satelit untuk keperluan rekayasa sudah dimanfaatkan lebih dari tiga dekade, akan tetapi penggunaan citra radar dan metoda radar

Hasil uji homogenitas dari data waktu alir yaitu menghasilkan nilai significance sebesar 0,006 lebih kecil dari 0,05, hal ini menunjukkan bahwa H 0 ditolak berarti

Surat pernyataan ini saya buat untuk memenuhi persyaratan dalam rangka mendaftarkan diri mengikuti Seleksi Terbuka Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Kepala Biro Perencanaan

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah pemanfaatan metode inkuiri terpimpin disertai penggunaan LCD proyektor