20 A. Simpanan Berdasarkan Akad Mudharabah
1. Simpanan
Berdasarkan UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank Syariah
dan/atau UUS berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk giro, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Simpanan mudharabah merupakan produk penghimpunan dana oleh
lembaga keuangan syariah yang menggunakan akad mudharabah muthlaqoh.
Dimana, LKS bertindak sebagai mudharib dan nasabah sebagai shahibul
maal.
2. Mudharabah
2.1 Pengertian Mudharabah
Secara etimologi, mudharabah berasal dari kata dharb, yang
berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam
menjalankan usaha.1
Menurut istilah fiqh, kata mudharabah adalah akad perjanjian
antara kedua belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal
1Muhammad Syafi’i Antonio,
Bank Syariah dari teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hlm 95
kepada yang lain supaya dikembangkan sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati. Kerugian
financial menjadi beban pemilik dana (shahibul maal), apabila kerugian
itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola (mudharib).
Berdasarkan prinsip mudharabah LKS akan berfungsi sebagai
mitra baik dengan deposan maupun nasabah pembiayaan. Dalam menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana, LKS bertindak
sebagai mudharib (pengelola) sementara deposan sebagai shahibul maal
(penyandang dana). Sedangkan LKS sebagai penyalur dana, LKS
bertindak sebagai shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib. Antara
keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian
keuntungan masing-masing pihak. 2.2 Dasar Hukum Mudharabah
Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih
mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal itu tampak dalam ayat-ayat dan hadist, serta ijma’ dan qiyas.
a. Al-qur’an
ا يِف َن ْوُب ِرْضَي َن ْوُرَخاَء َو
َ
ِ ِ ْضَف ْنِ َن ْوُ َ ْبَي ِ ْر
….
Artinya :
“ Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah ” (Al-Muzammil: 20)2
2
Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahan, Semarang: CV. Asy Syifa’, hlm 990
Yang menjadi argumen surah Al-Muzammil: 20 adalah adanya
kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti
melakukan suatu perjalanan.
ا ًرْيِثَك َ ا ْوُرُكْذا َو ِ ِ ْضَف ْنِ ا ْوُ َ ْبا َو ِ ْرَ ْا ىِف ا ْوُرِشَ ْناَف ُةاولَّصلا ِتَي ِضُق اَذِإَف
َن ْوُ ِلْ ُ ْ ُكَّلَ َّل
Artinya:
“ Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung ” (Al-Jumu’ah: 10)3
ْ ُكبِّبَّر ْنِ ً ْضَف ا ْوُ َ ْبَ ْنَا حٌااَنُ ْ ُكْيَلَ َ ْيَل
Artinya :
“ Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari tuhanmua ” (Al-Baqarah: 198)4
Dari surah Al-Jumuah: 10 dan Al-Baqarah: 198 intinya akad berisi dorongan bagi setiap manusia untuk melakukan perjalanan usaha dalam dunia modern seperti sekarang ini. Siapa saja akan menjadi lebih mudah untuk melakukan investasi yang benar-benar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
b. Hadist
Berikut ini beberapa hadist yang berkenaan dengan al-mudharabah
1. Hadist dimana Ibnu Majah meriwayatkan dari Suhaib ra. Bahwa
nabi Muhammad bersabda: 3
Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahan, Semarang: CV. Asy Syifa’, hlm 933
4
َ اَق َ َلَس َو ِهِلآ َو ِهْيَلَ ُ ىَّلَص ُيِبَّنلا َّنَا
:
ُةَك َرَبْلا َّنِهْيِف حٌث َلََث
:
لٍ َ َا ىَلِا ُ ْيَبْلَا
,
ِ ْيَبْلِل َ ِتْيَبْلِل ِرْيِ َّشلااِب َّرُبلا ُ ْلَخ َو حٌهَضَراَ ُ لا َو
Artinya :“Nabi bersabda : Tiga hal padanya terdapat berkah: jual beli dengan pembayaran kemudian, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan jelai untuk kepentingan rumah tangga, bukan untuk diijual ”5
2. Hadist riwayat Thabrani yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Ia
berkata
َ اَق ُهْنَا اَ ُهْنَ ُ َي ِضَر ُ اَّبَ ُنْبِا ُها َوَر
:
ِدْبَ ُنْب ُ اَّبَ لااَنُدبِّيَس َناَك
ا ًر ْ َب ِهِب َكُلْسَي َ ْنَا ِهِبِ اَص ىَلَ َ َرَ ْشِا ًةَبَراَضُ َ اَ ْلا َ َفَد اَذِإ ِببِّلَ ُ ْلا
,
اًيِدا َو ِهِب َ ِزْنَي َ َو
,
لٍةَب ْ َر لٍدِبَك َتاَذ ًةَّباَد ِهِب َ ِرَ ْشَي َ َو
,
َنِ َض َ َ َف ْنِاَف
,
َغَلَبَف
ُه َزا َ اَف َ َّلَس َو ِهْيَلَ ُ ىَّلَص ُ َ ْوُسَر ُهُ ْرَش
Artinya :“ Bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah. Ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi aturan tersebut, yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun membolehkannya ”.6
Dari hadist diatas menunjukan bahwa mudharabah
merupakan kerja sama dimana pihak shahibul maal yang
menyediakan dana 100% akan menanggung resiko kehilangan
modal. Sehingga pihak mudharib selaku pengelola dana harus
benar berhati-hati dan selalu melaksanakan akad mudharabah
5
Kitab At-tijarah, dikutip oleh Muhammad Syafi’i Antonio, dalam bukunya Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001, hlm 108
6
dengan penuh itikad baik. Sehingga apabila kesalahannya menyebabkan kerugian, maka ia juga bertanggung jawab atas dana
yang telah diberikan oleh shahibul maal.
c. Ijma’
Sebelum Rasulullah diangkat menjadi rasul, Rasulullah SAW
pernah melakukan mudharabah dengan Khadijah, dengan modal dari
Khadijah. Beliau pergi ke Syam dengan membawa modal tersebut untuk diperdagangkan.
Ibnu Hajar, sebagaimana dikutip dalam kitabnya Nasbu
Ar-Rayah telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus akan
legitimasi pengolahan harta anak yatim secara mudharabah.
Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadist yang dikutip
oleh Abu Ubaid dalam kitabnya Al-Amwal
“ Rasulullah saw. Telah berkhotbah di depan kaumnya seraya berkata wahai para wali yatim, bergegaslah untuk menginvestasikan harta amanah yang ada di tanganmu janganlah didianmkan sehingga termakan oleh zakat ”7
Indikasi dari hadist diatas adalah menginvestasikan harta anak
yatim secara mudharabah sudah dianjurkan, apalagi mudharabah
dalam harta sendiri. Adapun pengertian zakat disini, seandainya harta
tersebut diinvestasikan, maka zakatnya akan diambil dari return on
investment (keuntungan) bukan dari modal. Dengan demikian harta
amanat tersebut akan senantiasa berkembang, bukan berkurang.8
7
Kitab Al-amwal, dikutip Muhammad Syafi’i Antonio, ibid, hlm 459
8
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2005, hlm 15
d. Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-musyaqoh (menyuruh seseorang untuk mengelola kebun). Selain diantara manusia, ada yang miskin dan ada yang kaya. Di satu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua golongan tersebut, yakni untuk kemaslahatan manusia dalam
rangka memenuhi kebutuhan mereka.9
2.3 Rukun dan Syarat Mudharabah
a. Rukun Mudharabah
Adapun rukun yang harus ada dalam akad mudharabah yaitu10
1) Pelaku, terdiri atas: pemilik dana dan pengelola dana
Ketentuan yang berlaku untuk pelaku akad mudharabah
diantaranya :
a) Pelaku harus cakap hukum dan baligh
b) Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau dengan
non muslim
c) Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha
tetapi ia boleh mengawasi
9
Rachmat Syafe'I, Fiqih Muamalah untuk IAIN, STAIN, PTAIS, dan Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2001, hal. 226
10
Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan, Jakarta: Tazkia Institue, 1999, hlm 174
2) Objek Mudharabah
Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dengan
dilakukannya akad mudharabah. Ada 2 objek mudharabah, yaitu :
a) Modal
Ketentuan syariah untuk modal dalam akad mudharabah
diantaranya :11
1. Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset
lainnya, harus jelas jumlah dan jenisnya
2. Modal harus tunai dan tidak utang
3. Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga
dapat dibedakan dari keuntungan
4. Pengelola dana tidak diperkenankan untuk
memudharabahkan kembal modal mudharabah, dan apabila terjadi akan dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana
5. Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal
menurut kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri, selama tidak dilarang secara syariah.
b) Kerja
Adapun ketentuan syariah untuk kerja dalam akad mudharabah
adalah
11
1. Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian, keterampilan, dan lain-lain
2. Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh diintervensi
oleh pemilik dana
3. Pengelola dana harus menjalankan usahanya sesuai syariah
3) Ijab Kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling rela diantara pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis atau menggunakan cara-car komunikasi modern
4) Nisbah Keuntungan
Adapun ketentuan nisbah keuntungan dalam akad mudharabah,
yaitu :
a. Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian
keuntungan, mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh
b. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak
c. Shahibul maal tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat menimbulkan riba.
b. Syarat Mudharabah12
Adapun syarat mudharabah yang harus dipenuhi, yaitu :
1) Dana mudharabah (modal)
Syarat ketentuan yang ada untuk dana mudharabah adalah
a) Harus dalam bentuk uang tunai dan dinyatakan jelas jumlahnya
b) Harus segera diserahkan kepada mudharib, agar dapat
melakukan usaha.
2) Keuntungan
Syarat ketentuan untuk keuntungan mudharabah adalah
a) Pembagian keuntungan antara mudharib dan shahibul maal
berdasarkan nisbah sesuai kesepakatan awal
b) Nisbah pembagian keuntungan harus dicapai melalui negosiasi
dan dituangkan dalam akad secara tertulis
c) Pembagian keuntungan hanya untuk satu pihak, tidak sah
akadnya.
d) Bersifat mutlak artinya tidak mengikat mudharib dalam
usaha-usahanya memperoleh keuntungan 2.4 Jenis-jenis Mudharabah
Secara umum, jenis mudharabah dibagi menjadi 2 yaitu, mudharabah
muthlaqoh dan mudharabah muqayyadah.
12
Sofyan Safri Harahap, Wiroso, Muhammad Yusuf, Akuntansi Perbankan Syariah,
a. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah muthlaqoh merupakan bentuk kerja sama antara
shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh jenis usaha, waktu, tempat, perusahaan dan pelanggan. Investasi tidak terikat ini pada usaha perbankan atau lembaga keuangan syari’ah lainnya (non bank) diaplikasikan pada tabungan
dan deposito.13
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari muhdarabah muthlaqoh. Mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu,
dantempat usaha. Adanya pembatasan ini sering kali
mencerminkankecenderungan umum si shohibul al-maal dalam
memasuki dunia usaha.
B. Bagi Hasil
1. Pengertian Bagi Hasil
Bagi hasil menurut terminologi asing (inggris) dikenal dengan profit
sharing. Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba.
Secara definitif profit sharing diartikan: “Distribusi beberapa bagian dari laba
pada para pegawai dari suatu perusahaan”.14
13
Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perangsurasian Syari’ah di Indonesia, Edisi I, Jakarta: PT. Pranada Media, 2004, hlm. 84
14Muhammad Syafi’i Antonio,
Bank Islam dari Teori dan Praktek, Gema Insani Press, Jakarta, 2001, hlm 18
Bagi hasil merupakan konsep yang paling lazim dan tidak ada keraguan
didalamnya, dan hampir seluruh ulama sepakat dengan transaksi bagi hasil.15
Transaksi bagi hasil yang dapat diterapkan dalam lembaga keuangan syari’ah
pada umumnya dibagi dalam 2 jenis transaksi, yakni mudharabah dan
musyarakah. Dalam teori bagi hasil menyatakan, bahwa lembaga keuangan
syari’ah akan memberikan sumber pembiayaan (financial) yang luas kepada
peminjam (debitur) berdasarkan atas bagi resiko baik menyangkut keuntungan
maupun kerugian. Hal ini berbeda dengan pembiayaan (financial) dengan
sistem bunga pada lembaga keuangan konvensional yang semua resikonya
ditanggung oleh peminjam (debitur).16
2. Metode Bagi Hasil
Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah dengan pertimbangan, bahwa pembagian hasil usaha di antara para pihak (mitra) dalam suatu bentuk usaha kerjasama boleh didasarkan pada :
Prinsip Bagi Untung (Profit Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari
pendapatan setelah dikurangi modal dan biaya-biaya.
15Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut bankir Indonesia, Bank Syari’ah: Konsep, Produk dan Implementasi operasional, Jakarta: Djambatan, 2001, hlm. 69
16
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga: Studi Kritis dan Interprestasi Kontemporer tentang Riba dan Bunga, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hlm 90
Prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi modal dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan;
Dalam fatwa tersebut ditetapkan sebagai berikut:
1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue
Sharing) maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya.
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha
sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing).
3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati
dalam akad.
2.1 Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi
keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit
secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total
revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).
Profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi modal dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan
hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari
pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.17
Dalam menerapkan pembagian hasil usaha berdasarkan prinsip bagi
untung (profit sharing), bank syariah harus membuat dua laporan laba rugi
yang terpisah, yaitu laporan laba rugi bank sebagai institusi keuangan
syariah dan laporan pengelolaan dana mudharabah dimana bank sebagai
mudharib.
1) Laporan hasil usaha mudharabah (bank sebagai mudharib)18
Laporan hasil usaha mudharabah ini dibuat sebagai
pertanggungjawaban bank syariah dalam mengelola dana mudharabah
mutlaqah yang telah dipercayakan shahibul maal (deposan) kepada
bank syariah sebagai mudharib. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam laporan ini yaitu:
a. Pendapatan operasi utama
Besarnya pendapatan yang dibagikan dalam pembagian hasil usaha
pada prinsip bagi untung (profit sharing) ini adalah pendapatan dari
pengelolaan dana (penyaluran) sebesar porsi dari dana mudharabah
(investasi tidak terikat) yang dihimpun.
b. Beban mudharabah
Bank syariah harus dapat memisahkan beban yang menjadi tanggungan bank syariah sendiri dan beban yang dibebankan pada
pengelolaan dana mudharabah.
17
Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press, hlm 101
18
c. Laba atau rugi mudharabah
Pendapatan operasi utama dikurangi dengan beban mudharabah
inilah yang akan menghasilkan laba atau rugi.
2) Laporan laba rugi bank syariah (bank sebagai institusi keuangan syariah) Data-data yang ada pada laporan ini adalah data-data untuk kepentingan bank syariah sendiri dalam mengelola institusi keuangan syariah, khususnya beban-beban yang dikeluarkan oleh bank syariah dan data-data yang telah diperhitungkan dalam pembuatan laporan
pengelolaan dana mudharabah. Dalam laporan laba rugi ini, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a. Pendapatan bank sebagai mudharib
Pendapatan yang ada dalam laporan ini adalah bagian pendapatan atas
pengelolaan dana mudharabah yang diperoleh bank syariah dan
pendapatan penyaluran yang menjadi milik bank syariah sendiri.
b. Pendapatan operasi lainnya
Pendapatan operasi ini adalah pendapatan yang sama dengan pendapatan operasi lainnya dalam prinsip bagi hasil.
c. Beban operasi
Beban-beban dalam laporan ini adalah beban-beban yang dikeluarkan oleh bank syariah sebagai institusi keuangan syariah sendiri tidak ada
kaitannya dengan pengelolaan dana mudharabah, baik beban tenaga
Penentuan beban-beban ini merupakan unsur distribusi hasil usaha apabila bank syariah mempergunakan prinsip distribusi hasil usaha adalah
pembagian laba (profit sharing), karena dalam prinsip ini hasil usaha yang
akan dibagikan antara mudharib dan shahibulmaal merupakan keuntungan
yang diperoleh yaitu pendapatan pengelolaan dana mudharabah dikurangi
dengan beban-beban yang dikeluarkan sehubungan dengan pengelolaan
dana mudharabah.
2.2 Revenue Sharing
Revenue sharing secara etimologi berarti bagi hasil/pendapatan.
Revenue dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang dan jasa yang dihasilkannya dari
pendapatan penjualan (sales revenue). Berarti juga perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh
pendapatan tersebut.19
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam distribusi hasil usaha
berdasarkan prinsip bagi hasil (revenue sharing) adalah sebagai berikut:20
1) Pendapatan Operasi Utama
Besarnya pendapatan yang dibagikan dalam perhitungan distribusi hasil
usaha dengan prinsip bagi hasil (revenue sharing) ini adalah pendapatan
(revenue) dari pengelolaan dana (penyaluran) sebesar porsi dana
19
Fatwa DSN No. 15/DSN-MUI/IX/2000
20
mudharabah (investasi tidak terikat) yang dihimpun tanpa adanya pengurangan beban-beban yang dikeluarkan oleh bank syariah.
2) Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat
Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat merupakan porsi bagi hasil dari hasil usaha (pendapatan) yang diserahkan oleh bank
syariah kepada pemilik dana mudharabah mutlaqah (investasi tidak
terikat). Penentuannya dilakukan dalam perhitungan distribusi hasil
usaha yang sering disebut dengan profit distribution.
3) Pendapatan operasi lainnya
Pendapatan operasi lain yang diperoleh bank syariah adalah pendapatan atas kegiatan usaha bank syariah dalam memberikan layanan jasa keuangan dan kegiatan lain yang berbasis imbalan seperti pendapatan
fee inkaso, fee transfer, fee LC dan fee kegiatan yang berbasis imbalan
lainnya.
4) Beban Operasi
Pembagian hasil usaha dengan prinsip bagi hasil (revenue sharing)
semua beban yang dikeluarkan oleh bank syariah sebagai mudharib,
baik beban untuk kepentingan bank syariah sendiri maupun untuk
kepentingan pengelolaan dana mudharabah, seperti beban tenaga kerja,
beban umum dan administrasi, beban operasi lainnya ditanggung oleh
Gambar. 2.1
Prinsip Pembagian Hasil Usaha
(-/-) Revenue sharing
(+/+) (-/-)
(-/-)
=
=
Sumber : Wiroso, 2005, hal. 119
3. Faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil
a. Faktor Langsung
Diantara faktor-faktor langsung (direct factor) yang mempengaruhi
perhitungan bagi hasil adalah21
1) Investment rate merupakan presentase aktual dana yang diinvestasikan
dari total dana. Jika bank menentukan investment rate sebaesar 80
persen, hal ini berarti 20 persen dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
21
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Edisi revisi, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005, hlm 110
=
P or si S ha hi b ul M aa l P r of it S h a r in gPrinsip Profit Sharing Laporan Hasil
Usaha Mudharabah (Bank sbg
Mudharib) Prinsip Revenue Sharing Laporan
Laba Rugi (Bank sbg LKS)
(1) Pendapatan
Operasi Utama (1) Pendapatan Operasi
Utama
Bagi hasil (prinsip bagi hasil)
Margin (prinsip jual beli)
Pendapatan neto Sewa
Lainnya (SWBI, IMA
dsb)
(2) Hak pihak ke 3 atas bagi hasil ITT
Perhitungan Pembagian Hasil Usaha
(2) Beban Mudharabah Beban tenaga kerja Beban
administrasi Beban penyusutan Beban opr lainnya (3) Pendapatan operasi Lainnya (4) Beban Operasi (Tenaga kerja, Adm, Opr Lainnya) Shahibul maal (3) Laba/Rugi Mudharabah (5) Laba/ rugi
2) Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode:
a) Rata-rata saldo minimum bulanan
b) Rata-rata total saldo harian
Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan akan menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan.
3) Nisbah (Profit Sharing Ratio)
a) Salah satu ciri al mudharabah adalah nisbah yang harus
ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian.
b) Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berbeda.
c) Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank,
misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.
d) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account
lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.
b. Faktor Tidak Langsung
Faktor tidak langsung yang mempengaruhi bagi hasil adalah22
1. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah
a) Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya.
Pendapatan yang “dibagihasilkan” merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya.
22
b) Jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue sharing.
2. Kebijakan akunting (Prinsip dan Metode Akuntansi)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.
C. Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil
Dalam melakukan perhitungan bagi hasil untuk penyimpan dana terdapat poin-poin yang harus diperhitungkan. Adapun Poin-poin tersebut adalah sebagai berikut:
a. Saldo Rata-rata Harian
Langkah-langkah untuk menghitung saldo rata-rata harian adalah sebagai berikut:
1) Menentukan tanggal berapa keuntungan yang diperoleh dari penempatan dana akan dibagihasilkan.
2) Jumlah hari yang dihitung dalam satu bulan adalah sesuai dengan hitungan kalender.
b. Pendapatan yang akan dibagihasilkan
Pendapatan bagi hasil yang diperoleh bank berasal dari hasil penempatan dana pihak ketiga melalui pembiayaan yang berakad jual beli,
maupun syirkah atau jasa. Hasil dari pendapatan tersebut dibagi hasilkan
Untuk menghitung jumlah pendapatan yang akan didistribusikan, terdapat 3 (tiga) alternatif pendekatan. Pendapatan yang akan dibagi hasil dihitung berdasarkan:
a. Sumber dana pihak ketiga dari dana mudharabah saja.
b. Sumber dana pihak ketiga dari dana mudharabah dan wadiah.
c. Seluruh sumber dana.
Pendapatan untuk bagi hasil dihitung dengan rumus:23
Jumlah Rata-rata Saldo Sumber Dana
Jumlah Rata-rata Saldo Harian Pembiayaan × Jumlah Pendapatan
Rumus perhitungan bagi hasil tabungan dan deposito yang dikemukakan oleh
Muhammad Syafi’i Antonio dalam bukunya ”Bank Syariah dari Teori ke
Praktek” dan Muhammad dalam bukunya “Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syariah” adalah sebagai berikut :
Nominal Deposito
Total dana deposito × Keuntungan yang diperoleh × nisbah bagi hasil Untuk lebih jelas, sebagai illustrasinya adalah sebagai berikut : Contoh Kasus 1 :
Pada bulan Januari, Pak Rafli mempunyai rekening simpanan mudharabah di
Bank A dengan saldo simpanan Rp 4.000.000. Beliau menyetorkan uangnya pada awal bulan yaitu tanggal 2. Bila diasumsikan total saldo simpanan adalah Rp. 350.000.000 dan pendapatan yang dibagihasilkan untuk produk simpanan
mudharabah pada bulan Januari sebesar Rp. 1.250.000. Bagi hasil antara bank dan nasabah adalah 70% : 30%. Berapa Bagi hasil yang diperoleh Bapak Rafli?
23
Rizal Yaya, Aji Erlangga, Ahim Abdurahim, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2009, hlm 375
Cara perhitungan bagi hasil untuk nasabah antara lain
a. Pengendapan dana Bapak Rafli selama bulan Januari
02/01/2014 – 31/01/2014 = Rp 4.000.000
30 hari ×4.000.000=120.000.000
b. Perhitungan saldo rata-rata Bapak Rafli
120.000.000
31 =3.870.968
c. Bagi hasil nasabah
saldo rata-rata simpanan
total rata-rata simpanan × Keuntungan yang diperoleh × nisbah bagi hasil Bagi hasil =350.000.0003.870.968 × 1.250.000 × 30% = 4.147
Contoh kasus 2
Bapak rafli mendepositkan uangnya sebesar Rp 1.000.000 ke Bank B. Jangka waktu yang diambil 1 bulan. Bagi hasil antara bank dan nasabah adalah 45% : 55%. Bila diasumsikan total dana deposito adalah Rp 200.000.000 dan pendapatan yang dibagihasilkan untuk dana deposito sebesar Rp 3.000.000. Maka bagi hasil yang diperoleh Bapak rafli adalah
Nominal Deposito
Total dana deposito × Keuntungan yang diperoleh × nisbah bagi hasil
= 1.000.000
200.000.000 ×3.000.000 ×45% = 82.500
Jadi uang yang diterima Bapak Rafli atas deposito berjangka 1 bulan adalah Rp 1.000.000 + Rp 82.500 = Rp 1.082.500