Sekolah Tinggi Kesehatan Ngudi Waluyo Program Studi Diploma IV Kebidanan Skripsi, Agustus 2013
Siti Nur Lathifah (030111b047)
Perbedaan Kecemasan Remaja Putri Usia Pubetas Dalam Menghadapi Menarche Sebelum Dan sesudah Diberikan Pendidikan Kesehaan Tentang Menstruasi Di SDN Wilayah Desa Kiyonten Kabupaten Ngawi
(xiv + 67 Halaman + 3 Bagan + 4 Tabel + 17 Lampiran)
ABSTRAK
Untuk mengurangi kecemasan pada remaja putri saat menghadapi menstruasi diperlukan peran orang tua maupun guru disekolah untuk memberikan informasi yang benar tentang kondisi perubahan pada masa remaja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kecemasan remaja putri usia pubertas dalam menghadapi menarche sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang menstruasi di SDN wilayah Desa Kiyonten.
Desain penelitian yang digunakan adalah Pre Eksperimental dengan rancangan one group pre and post-test only. Populasi dan sampel dari penelitian ini adalah semua siswi kelas 6 di SDN wilayah Desa Kiyonten yaitu sebanyak 3 SDN yang berjumlah 28. Alat pengumpulan data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah Kuesioner. Analisis data menggunakan uji paried t test.
Hasil penelitian didapatkan tingkat kecemasan remaja putri usia pubertas pada siswi kelas 6 di SDN wilayah Desa Kiyonten dalam menghadapi menarche sebelum diberikan pendidikan kesehatan ada pada kategori cemas (100%). Tingkat kecemasan remaja putri usia pubertas pada siswi kelas 6 di SDN wilayah Desa Kiyonten dalam menghadapi menarche sesudah diberikan pendidikan kesehatan ada pada kategori cemas (60,7%). Terdapat perbedaan kecemasan remaja putri usia pubertas dalam menghadapi menarche sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang menstruasi dengan P-value = 0,000 < α (0.05).
Disarankan kepada remaja agar menambah pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan remaja usia pubertas tentang menarche sehingga ada persiapan ketika menghadapi menarche.
Kata kunci : Pendidikan Kesehatan, Kecemasan, Menarche Kepustakaan : 2004-2012
Pendahuluan
Isu remaja merupakan masalah yang menarik untuk dibahas karena kelompok populasi remaja sangat besar. Saat ini jumlah remaja di dunia sedang terjadi pembengkakan, tidak terkecuali di Indonesia. Jumlah remaja di Indonesia mencapai 22% atau sekitar 44 juta jiwa. Remaja adalah calon generasi penerus bangsa yang besar pengaruhnya atas segala tindakan yang mereka lakukan. Remaja yang baru belasan tahun merupakan kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap berbagai permasalahan, mulai dari sosial, perilaku hingga masalah kesehatan reproduksi (BKKBN, 2006). Menurut WHO (World Health Organization) batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun, sedangkan menurut Departemen Kesehatan Indonesia adalah remaja yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum menikah. Pubertas pada perempuan dapat ditandai dengan datangnya menstruasi untuk pertama kalinya yang disebut dengan menarche. Remaja putri yang mempunyai kecenderungan nerotis dalam usia pubertas, banyak mengalami konflik batin dari datangnya menstruasi pertama yang dapat menimbulkan beberapa tingkah laku patologis, meliputi kecemasan-kecemasan berupa fobia, wujud minat yang sangat berlebih, rasa berdosa atau bersalah yang sangat ekstrim yang kemudian menjelma menjadi reaksi paranoid (Yetty, 2005).
Kecemasan merupakan respons individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari, merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa
objek yang spesifik (Suliswati, dkk, 2005). Kecemasan merupakan gejala yang sering terjadi dan sangat mencolok pada peristiwa menarche yang kemudian diperkuat oleh keinginan untuk menolak proses fisiologis tersebut (Kartono, 2006).
Kecemasan tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan remaja putri tentang perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi saat remaja sehingga menstruasi dianggap sebagai hal yang tidak baik (Dariyo, 2004), kesiapan mental dan kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri yang diperlukan saat menstruasi (Ferry, 2007).
Untuk mengurangi kecemasan pada remaja putri saat menghadapi menstruasi diperlukan peran orang tua maupun guru disekolah untuk memberikan informasi yang benar tentang kondisi perubahan pada masa remaja (Dariyo, 2004). Selain itu diperlukan pemberian infomasi kesehatan reprodusi remaja (KRR) khususnya tetang menstruasi karena informasi KRR masih sangat kurang (BKKBN, 2005).
Gambaran-gambaran yang menakutkan mengenai menstruasi itu mulai timbul pada masa remaja. Gambaran tersebut merupakan interpretasi yang keliru terhadap informasi-informasi yang tidak riil yaitu informasi dari orang tua, atau kenalan lain yang menakutkan mengenai pendarahan disaat menstruasi. Apabila remaja perempuan sudah diberitahu tentang menstruasi sebelum ia benar-benar mengalaminya mungkin ia akan gembira ketika menstruasi tiba, karena dengan demikian ia menapak ke arah kedewasaan. Mereka yang tidak mendapat penjelasan tentang menstruasi akan merasa ketakutan
ketika melihat darah mulai keluar dari vagina (Ibrahim, 2002).
Seseorang yang tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang cukup akan cenderung mengabaikan kesehatan reproduksi dan pada akhrinya dia akan memliki tindakan yang membahayakan atau acuh bagi dirinya sendiri. Kesimpulanya, karena tidak memilki pengetahuan yang memadai tentang kesehatan reproduksi maka seseorang akan mudah bertindak yang membahayakan atau acuh terhadap kesehatan repoduksi, sebaliknya jika seseorang memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi akan memilih bertindak yang tepat dalam menjaga alat reproduksinya (BKKBN, 2006)
Ellis dalam bukunya Kartono (1992) yang dikutip kembali tahun 2006, menyebut bahwa ada seorang remaja putri melakukan bunuh diri dengan alasan menderita suatu penyakit kotor, setelah diperiksa ternyata penyakit kotor yang dimaksud adalah haid. Dari survey yang telah dia lakukan, remaja memperoleh informasi menstruasi dari rekan-rekan dan hanya sedikit yang memperoleh informasi dari buku-buku kesehatan.
Keterkaitan antara perasaan cemas saat menarche terlihat dari kondisi psikologis remaja putri dengan gejala pramenstruasi yang biasa terjadi. Gejala pramenstruasi ini ditandai dengan kondisi emosi sedih, cemas, marah dan kesal, kondisi intelektual yang menunjukkan konsentrasi menurun dan sulit untuk belajar, serta kondisi perilaku yang memperlihatkan motivasi rendah dan tidak mau bersosialisasi dengan orang lain (Ramaiah, 2006).
Rosidah (2006), dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Pengetahuan Remaja Tentang Menarche Dengan Tingkat kecemasan Dalam Menghadapi Menarche menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan remaja tentang menarche dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi menache dari 52 responden berdasarkan pengetahuan tentang menarche diperoleh responden dengan pengetahuan baik sebanyak 15 siswi, pengetahuan cukup sebanyak 14 siswi dan dengan pengetahuan kurang sebanyak 23 siswi.
Penelitian lain menyebutkan bahwa, di SLTP Negeri 4 Jember dengan sempel sebanyak 20 orang didapatkan hasil siswi yang mengalami menarche sebanyak 7 orang (35%) tidak mengalami kecemasan, 9 orang (45%) mengalami kecemasan ringan, 4 orang (20%) mengalami 4 kecemasan sedang dan tidak ada yang mengalami kecemasan berat (Bagiada, 2007).
Pemberian pendidikan kesehatan sekolah merupakan masalah penting yang perlu mendapatkan perhatian semua pihak, sekolah merupakan langkah yang strategis dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat karena sekolah merupakan lembaga yang sengaja didirikan untuk membina dan meningkatkan sumber daya manusia baik fisik, mental, moral maupun intelektual. Pendidikan kesehatan melalui sekolah paling efektif diantara usaha kesehatan masyarakat yang lain, karena usia 6-18 tahun mempunyai prosentase paling tinggi dibandingkan dengan kelompok umur yang lain (Notoatmodjo, 2007). Hasil dari pemberian pendidikan kesehatan dapat merubah pola pikir individu. Karena, tidak semua individu mampu menerima perubahan semasa
remaja, terutama saat menghadapi menarche salah satunya adalah kecemasan (Dariyo, 2004).
Wilayah Desa Kiyonten memiliki 3 SD yang terdiri dari SD 1 dengan jumlah siswi putri 16 siswi, SD 2 dengan jumlah 15 siswi, SD 3 dengan jumlah 19 siswi, jumlah keseluruhan siswi di SD wilayah Desa Kiyonten sebanyak 50 siswi, yang sudah mengalami menarche sebanyak 22 siswi dan yang belum sebanyak 28 siswi.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 7 Juni 2013 di SDN wilayah Desa Kiyonten, diketahui bahwa di SDN tersebut belum pernah diberikan penyuluhan kesehatan reproduksi terutama tentang menstruasi dan karena tidak adanya program atau materi tentang kesehatan reproduksi. Studi pendahuluan dilakukan dengan pembagian kuesioner pada siswi kelas 6 didapatkan dari 14 siswi terdapat 4 siswi yang sudah mengalami menarche menyebutkan timbul perasaan cemas dan gelisah karena tidak tahu dan mengira menarche akan terjadi ketika SD, dan 3 dari siswi tersebut mengerti sedikit tentang menstruasi dari orang tuanya. Pada 10 siswi yang belum mengalami menarche mereka merasa cemas dan takut menghadapi menarche mereka mengatakan belum pernah mendapatkan materi pendidikan kesehatan tentang menarche, tidak adanya pembelajaran tentang menarche, kurangnya informasi tentang menstruasi dan tidak terdapatnya buku-buku tentang menstruasi dalam perpustakaan.
Berdasarkan data yang diperoleh diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Perbedaan kecemasan remaja putri usia pubertas dalam menghadapi menarche sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang menstruasi di SDN wilayah Desa Kiyonten, Kabupaten Ngawi”.
Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian dengan menggunakan Design Pre Eksperimental dengan model rancangan one group pre and post-test only. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Total Sampling. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah seluruh siswi kelas 6 yang belum menarche di SDN Wilayah Desa Kiyonten. Sebanyak 28 siswi. Alat ukur yang digunakana untuk mengumupulkan data adalah dengan menggunkan kuesioner tentang kecemasan yang dibuat oleh peneliti yang terdiri dari 12 pertanyaan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat.
Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di di SDN wilayah Desa Kiyonten dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan kecemasan remaja putri usia pubertas dalam menghadapi menarche sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang menstruasi di SDN wilayah Desa Kiyonten. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 28 siswi
Analisis Univariat
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi kecemasan remaja putri usia pubertas dalam menghadapi menarche sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang menstruasi
Kecemasan Sebelum Sesudah Frekuensi Presentasi (%) Frekuensi Presentasi (%) Cemas 28 100.0 17 60,7 Tidak Cemas - - 11 39,3 Total 28 100 28 100
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa seluruh remaja putri usia pubertas sebelum diberikan pendidikan kesehatan mengalami cemas dalam menghadapi menarche yaitu 28
responden (100%), dan setelah dilakukan pendidikan kesehatan, tidak cemas pada remaja putri usia pubertas dalam menghadapi menarche yaitu 11 responden (39,3%).
Analisis Bivariat
Tabel 5.2 Uji Hipotesis Paired Samples T-test
Eksperimen Mean N SD T
hitung P-value
Pretest 7.29 28 2.477
8.800 0.000
Postest 3.18 28 2.829
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat rata-rata kecemasan sebelum diberikan pendidikan kesehatan 7.29 dan setelah diberikan pendidikan kesehatan 3.18 adalah 4.11, pada p value < α, maka Ho ditolak, namun jika p value > α, maka Ho gagal ditolak.
Hasil penelitian nilai thitung adalah t= 8.800 dengan p-value 0.000.
Karena p-value (0.000 < 0.05), maka terdapat perbedaan kecemasan remaja putri usia pubertas dalam menghadapi menarche sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang menstruasi di SDN wilayah Desa Kiyonten
. Pembahasan Analisis Univariat
Berdasarkan data hasil penelitian terhadap 28 responden yang dilakukan pada siswi kelas 6 di SDN Wilayah Desa Kiyonten mengenai kecemasan remaja putri usia pubertas
dalam menghadapi menarche akan dijelaskan sebagai berikut:
Kecemasan Remaja Putri Usia Pubertas dalam Menghadapi Menarche Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan Tentang Menstruasi.
Hasil penelitian terhadap 28 responden mengenai kecemasan remaja purti usia pubertas dalam mengaapi Menarche sebelum diberikan pendidikan kesehatan menunjukkan bahwa seluruh responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan mengalami kecemasan yaitu 28 siswi (100%). Hal ini dikarenakan informasi yang masih kurang khususnya kesehatan tentang menstruasi serta pendidikan yang masih tingkat dasar sehingga mempengaruhi pengetahuan dan emosional mereka dan mudah mengalami kecemasan. Kecemasan tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan remaja putri tentang perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi saat remaja sehingga menstruasi dianggap sebagai hal yang tidak baik (Dariyo, 2004), kesiapan mental dan kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri yang diperlukan saat menstruasi (Ferry, 2007).
Terbuktikan dari hasil kuesioner responden yang diisi pada poin meliputi: ada perasaan berdebar-debar saat mendengar cerita tentang mestruasi 15 responden megalami cemas, merasa sesak bernafas saat mendengar cerita tentang menstruasi 17 responden mengalami cemas, tidak dapat tidur nyenyak bila mengetahui akan mengalami menstruasi 18 responden mengalami cemas, sulit konsentrasi bila mendengar hal-hal yang berkaitan dengan menstruasi 22 responden mengalami cemas, merasa terganggu bila mendengar cerita tentang menstruasi 13 responden mengalami cemas, merasa khawatir bila memikirkan tentang menstruari 16 responden mengalami cemas, merasa tegang bila membayangkan menstruasi 19 responden mengalami cemas, merasa gelisah bila mendengar tentang
menstruasi 17 responden mengalami cemas, tidak percaya diri bia menghadapi menstruasi 17 responden mengalami cemas, tidak sabar menanti datangnya menstruasi 17 responden mengalami cemas, waspada yang berlebihan menanti datangnya menstruasi 15 responden mengalami cemas, merasa takut bila nanti mengalami mestruasi 17 responden mengalami cemas (Savitri, 2005). Kecemasan merupakan respons individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari, merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik (Suliswati, dkk, 2005). Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu dalam memelihara keseimbangan, pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal.
Kecemasan tersebut terjadi karena adanya faktor yang dapat mempengaruhi. Seperti, umur bahwasanya umur yang lebih muda (kurang dari 20 tahun) lebih mudah mengalami stres dibandingkan umur yang lebih tua (20-30 tahun) atau lebih dari 30 tahun (Prawirohardjo,2003). Keadaan fisik, karena seseorang yang sedang sakit akan lebih mudah mengalami kecemasan dibanding seseorang yang sehat (Prawirohardjo,2003). Pengetahuan, Soewandi (1997) mengatakan bahwa pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah mengalami stress. Ketidak tahuan terhadap suatu hal dianggap sebagai tekanan yang dapat mengakibatkan krisis dan dapat menimbulkan
kecemasan. Stress dan kecemasan dapat terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan yang rendah, disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh (Prawirohardjo, 2003). Pendidikan, bahwa pendidikan rendahakan lebih mudah mengalami kecemasan dibanding seseorang yang berpendidikn tinggi, karena seseorang yang memiliki pendidikan tinggi akan memberi respon
yang lebih rasional
(Prawirohardjo,2003).
Menarche merupakan pertanda awal suatu perubahan status sosial dari kanak-kanak ke dewasa. Pada studi budaya, menarche mempunyai variasi makna termasuk rasa tanggung jawab, kebebasan dan harapan untuk memulai bereproduksi. Menarche merupakan suatu tanda yang penting bagi seorang perempuan yang menunjukan adanya produksi hormon yang normal yang dibuat oleh hipotalamus dan kemudian diteruskan pada ovarium dan uterus. Selama sekitar dua tahun hormon-hormon ini akan merangsang pertumbuhan payudara, perubahan kulit, perubahan siklus, pertumbuhan rambut ketiak dan rambut pubis serta bentuk tubuh menjadi bentuk tubuh wanita yang ideal (Proverawati, 2009). Hal ini yang mendasari peneliti untuk melakukan pendidikan kesehatan kepada remaja putri usia pubertas untuk mengetahui perubahan tingkat kecemasan yang dihadapi remaja putri usia pubertas setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
Kecemasan Remaja Putri Usia Pubertas dalam Menghadapi Menarche Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan Tentang Menstruasi.
Hasil penelitian terhadap 28 responden setelah diberikan pendidikan kesehatan
menunjukkan bahwa setelah dilakukan pendidikan kesehatan terdapat 11 siswa (39,3%) yang tidak mengalami kecemasan, sedangkan yang masih mengalami kecemasan terdapat 17 siswi (60,7 %), Hal ini disebabkan karena dengan adanya pendidikan kesehatan khususnya dalam menghadapi menarche akan menambah pengetahuan seseorang sehingga orang tersebut akan berfikir secara rasional dan logis. Namun, masih ada yang mengalami kecemasan dikarenakan tidak semua individu mampu menerima perubahan semasa remaja, terutama saat menghadapi menarche salah satunya adalah kecemasan (Dariyo, 2004).
Hasil kuesioner responden saat posttes sudah mengalami menurunan dapat dilihat pada point: ada perasaan berdebar-debar saat mendengar cerita tentang mestruasi 15 responden megalami cemas menurun menjadi 5 responden, merasa sesak bernafas saat mendengar cerita tentang menstruasi 17 responden mengalami cemas urun menjadi 5 responden, tidak dapat tidur nyenyak bila mengetahui akan mengalami menstruasi 18 responden mengalami cemas turun menjadi 9 responden, sulit konsentrasi bila mendengar hal-hal yang berkaitan dengan menstruasi 22 responden mengalami cemas turun menjadi 6 responden, merasa terganggu bila mendengar cerita tentang menstruasi 13 responden mengalami cemas turun menjadi 10, merasa khawatir bila memikirkan tentang menstruari 16 responden mengalami cemas turun menjadi 6 responden, merasa tegang bila membayangkan menstruasi 19 responden mengalami cemas turun menjadi 9 responden, merasa gelisah bila mendengar tentang menstruasi 17
responden mengalami cemas turun menjadi 9 responden, tidak percaya diri bia menghadapi menstruasi 17 responden mengalami cemas turun menjadi 9, tidak sabar menanti datangnya menstruasi 17 responden mengalami cemas turun menjadi 6 responden, waspada yang berlebihan menanti datangnya menstruasi 15 responden mengalami cemas turun menjadi 8 responden, merasa takut bila nanti mengalami mestruasi 17 responden mengalami cemas turun menjadi 7 responden (Savitri, 2005). Kartono (2007) mengungkapkan bahwa peristiwa paling penting pada masa pubertas dan remaja pada anak perempuan adalah gejala menstruasi atau haid. Anak gadis yang normal memiliki antisipasi yang berbeda-beda terhadap menstruasi. Anak-anak perempuan yang memiliki sikap positif terhadap menstruasi, maka pada saat datangnya menarche hal itu tidak akan menyebabkan anak perempuan menjadi cemas. Hasil dalam penelitian didukung dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Rempel dan Baumgartner (2003) bahwa anak perempuan yang berkembang lebih cepat dari usia seharusnya mengalami menarche, terbukti mereka memiliki sikap yang negatif dan kecemasan yang lebih tinggi, dibandingkan bila anak perempuan mengalami menarche sesuai dengan usia yang semestinya. Reaksi yang muncul saat menarche adalah reaksi negatif yaitu suatu pandangan yang kurang baik dari seorang remaja putri ketika dirinya memandang terhadap munculnya menstruasi. Reaksi positif yaitu remaja putri yang mampu memahami, menghargai dan menerima adanya menarche sebagai tanda kedewasaan seorang wanita (Dariyo, 2004). Untuk
mengatasi kecemasan remaja putri saat menghadapi menarche diperlukan adanya komunikasi, karena dengan komunikasi remaja putri dapat mengutarakan kecemasannya kepada orang lain sehingga dapat memperoleh pandangan baru dan lebih baik (Hurlock, 2004).
Pemberian informasi tentang kesehatan reproduksi dari orangtua maupun guru di sekolah (Dariyo,2004). Keterbukaan antara guru, murid, dan orangtua dalam membicarakan kesehatan reproduksi (BKKBN, 2006). Pemberian informasi kesehatan reproduksi remaja (KRR) khususnya tentang menstruasi melalui penyuluhan (Depkes, 2000). Informasi KRR khususnya tentang menstruasi yang diberikan harus benar, karena menstruasi merupakan peristiwa yang sangat penting bagi remaja putri yang menjadi tanda dari kematangan seksual dan erat hubungannya dengan fungsi reproduksi (Kartono, 2006).
Analisis Bivariat
Perbedaan Kecemasan Remaja Putri Usia Pubertas dalam Menghadapi Menarche Sebelum dan Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan Tentang Menstruasi
Pada hasil penelitian sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan hasil bisa diketahui bahwa kecemasan remaja putri uisa pubertas dalam menghadapi menarche sebelum diberikan pendidikan kesehatan sebesar 100%, kemudian setelah diberikan pendidikan kesehatan kecemasan tersebut turun menjadi 60,7%. Dan selisih rata-rata sebelum diberika pendidikan kesehatan 7,29 sedangkan setelah diberikan pendidikan kesehatan menurun menjadi 3,18 adalah 4,11. Berdasar nilai thitung adalah t= 8.800 dengan p-value 0.000. Karena p-value
0.000 < 0.05, maka terdapat perbedaan kecemasan remaja putri usia pubertas dalam menghadapi menarche sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang menstruasi di SDN wilayah Desa Kiyonten. Perbedaan ini terjadi karena sebelum siswa mendapatkan pendidikan, tingkat pengetahuannya mengenai menstruasi masih sangat sedikit, sehingga menimbulkan rasa cemas, sedangkan setelah diberikan pendidikan kesehatan, siswa mengalami penururnan tingkat kecememasan hal ini terjadi karena siswa sudah mendapat pendidikan kesehatan yang menginformasikan mengenai menstruasi sehingga persepsi siswa tentang menstruasi mengalami perubahan selain itu semakin banyak seseorang mendapatkan informasi dari banyak sumber maka orang tersebut akan menjadi tahu dan dapat mengatasi masalah yang dihadapi.
Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor perilaku. Konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Seseorang dapat dikatakan belajar apabila didalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak dapat mengerjakan dapat mengerjakan sesuatu. Tetapi tidak semua perubahan itu dikarenakan proses pembelajaran, tetapi karena proses perkembangan. Bertitik tolak pada konsep pendidikan tersebut maka konsep pendidikan kesehatan itu juga proses belajar pada individu, kelompok ataupun masyarakat dari tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi masalah kesehatannya menjadi mampu mengatasi masalah kesehatannya
sendiri dan lain sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Upaya tersebut yang dapat mengurangi kecemasan siswa dalam menghdapi menarche karena sekolah merupakan langkah yang strategis dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat karena sekolah merupakan lembaga yang sengaja didirikan untuk membina dan meningkatkan sumber daya manusia baik fisik, mental, moral maupun intelektual. Pendidikan kesehatan melalui sekolah paling efektif diantara usaha kesehatan masyarakat yang lain, karena usia 6-18 tahun mempunyai prosentase paling tinggi dibandingkan dengan kelompok umur yang lain (Notoatmodjo, 2007). Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
a. Kecemasan remaja putri usia pubertas pada dalam menghadapi menarche sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang menstruasi pada siswi kelas 6 di SDN wilayah Desa kiyonten pada kategori cemas (100%) dan tidak cemas (0%).
b. Kecemasan remaja putri usia pubertas dalam menghadapi menarche sesudah diberikan pendidikan kesehatan pada siswi kelas 6 di SDN wilayah Desa Kiyonten pada kategori cemas (60,7%) dan tidak cemas (39,3%) c. Ada perbedaan kecemasan remaja
putri usia pubertas dalam menghadapi menarche sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang menstruasi di SDN wilayah Desa Kiyonten (p value = 0,000 < 0,05)
Saran
a. Bagi Sekolah
Perlu adanya bimbingan dan konseling pada siswa tentang kesehatan reproduksi khususnya konseling pada siswi usia pubertas tentang menstruasi agar tidak cemas ketika menghadapi menarche.
b. Bagi remaja usia pubertas
Perlunya menambah pengetahuan untuk meningkatkan pengetahuan remaja usia pubertas tentang menarche sehingga ada persiapan ketika menghadapi menarche.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Ariningsih. (2008). Hubungan antara Pengetahuan Siswi tentang Menarche dengan Kesiapan Menghadapi Menarche di MI Al Islam II Nresep Ngemplak Boyolali. Surakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah.
Bagiada, N. A. 2007. Proses Penuaan dan Penanggulangannya. Denpasar: Fakultas Kedokteran. Universitas Udayana.
BKKBN, 2006. Lomba Karya Tulis Remaja. Available online: http://www.bkkbn.go.id/Webs/De tailRubrik.aspx?MyID=2255,c02 Desember 2012.
Blackburn dan Davidson. 2006. Terapi Kognitif Untuk Depresi & Kecemasan Suatu Petunjuk Bagi Praktisi. Semarang : IKIP Semarang
Dariyo A, 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor : Ghalia Indonesia
Depkes, 2000. Buku Pegangan Fasilitator dan Tehnik Penyampaian Materi Inti Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta : Depkes.
Fani, S. (2008). Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Remaja Putri tentang Menarche di SMP Muhammadiyah I Surakarta. Surakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah.
Ferry, 2007. Koping Adaptasi Menarche Sebagai Strategi Peningkatan Kesehatan Reproduksi Remaja. Available online:
http://ferryefendi.blogspot.com/2 007/11/opingadaptasi-menarche- sebagai.html, 02 Desember 2012. Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Riset
Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.
Hawari, 2006. Hawari D. (2006). Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Jakarta: Penerbit Gaya Baru
Hurlock, 2006. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan Kehidupan. Edisi V. Jakarta: Erlangga.
Ayub Sani Ibrahim. 2003. Panik Neurosis dan Gangguan Cemas. Jakarta : PT. Dua As
Kartono K, 2006. Psikologi Wanita 1 Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa. Bandung : CV Mandar Maju.
Laraira, 1998. Principles and practice of psychiatric nursing. USA: Mosby Company
Manuaba, I. B. G. dkk. 1998. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Maramis, SW. 2006. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga Univeristy Press
Notoatmojo, 2002. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
__________, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
__________, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.
_________, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan (edisi revisi). Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. 2003. Metodologi Riset
Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Peplau,. Taylor, S.E, Peplau, L. A., Sears, D.O.
Social Psycology. Prentice Hall: New Jersey: 2004
Prawirohardjo, 2003. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBPSP
Proverawati A, 2009. Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha Medika.
Riwidikdo, 2008. Statistik Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press.
Rosidah, 2006. Hubungan Pengetahuan Remaja Tentang Menarche Dengan Tingkat kecemasan Dalam Menghadapi Menarhe. Karya Tulis Imliah. Tidak Dipublikasikan
Santrock, 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga
Sarwono, 2005. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal., Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Saryono. 2008. Metodologi penelitian Kebidanan DIII, DIV, SI, DAN S2. Yogyakarta: Mitra Cendikia. Savitri, Ramaiah. 2005. Kecemasan
Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor
Soetjiningsih, 2004. umbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Sugiyono, 2006. Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta
________, 2007. Statistika untuk penelitian (Edisi Revisi). Bandung: Alfabeta
________. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi, A. 2010. Metode Penelitian Sosial. Eresco, Bandung
Suliswati, dkk, 2005. Konsep Dasar Keperawatn Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Suryani E, 2009. Psikologi Ibu dan anak. Yogyakarta : Fitramaya. Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan. Jakarta: EGC.
Walgito B, 2005. Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir). Yogyakarta : Andi
Wiknjosastro H, 2002. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Yetty, Asmar k. 2005. Psikologi Ibu dan Anak. Yogyakarta: Fitramaya Yusuf, 2010. Pengantar Ilmu