1. Tari Tradisional Gorontalo - "Tari Dana - Dana"
Tari dana-dana
adalah tarian tradisi yang berasal dari Provinsi
Gorontalo. Penamaan tari Dana-dana ini berasal dari bahasa daerah yaitu
daya-dayango yang berarti menggerakkan seluruh anggota tubuh sambil
berjalan.
Tari dana-dana
merupakan tari pergaulan remaja gorontalo. Tarian ini
dilakukan oleh 2 sampai 4 orang laki-laki. Tarian ini dimainkan dengan
gerakan-gerakan yang dinamis dan lincah. Dalam tarian ini seluruh
anggota badan harus bergerak sesuai dengan irama musik. Tarian ini
diiringi oleh alat musik gambus dan rebana serta lagu berisi pantun yang
bertema percintaan atau nasehat-nasehat yang bertemakan kehidupan
remaja. Tarian dana-dana memang menggambarkan sosok remaja yang
energik dengan gairah hidup yang besar, kehidupan dunia remaja dan
keakraban pergaulan remaja.
Tarian dana-dana dari Gorontalo ini mulai dikenal seiring dengan
masuknya pengaruh agama Islam ke Gorontalo. Pada tahun 1525 M, Tari
Dana-Dana turut serta menyebarkan dakwah Islam di Gorontalo. Tarian ini
dipentaskan pada saat pesta pernikahan Sultan Amay dan Putri
Owotango. Tarian ini sebenarnya dibawakan secara berpasang-pasangan
antara remaja laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, ketatnya ajaran Islam
pada saat itu tidak mengijinkan laki-laki bisa dengan mudah menyentuh
perempuan yang bukan muhrimnya sehingga tari dana-dana hanya
dibawakan oleh kaum laki-laki saja.
Tari Dana-dana salah satu tarian
Gorontalo
2. Tari Tradisional Gorontalo - "Tari Polopalo"
Tari Polopalo dari
Gorontalo
Tari Polopalo merupakan tari pergaulan yang berasal dari Provinsi
Gorontalo. Polopalo sendiri merupakan sebuah alat musik
tradisionalyang berasal dari Gorontalo. Alat musik tradisional Polopalo
merupakan alat musik jenis idiofon atau golongan alat musik yang sumber
bunyinya diproleh dari badannya sendiri (M. Soeharto 1992 : 54), Dalam
artian bahwa ketika Polopalo tersebut di pukul atau sebaliknya
memperoleh pukulan, bunyinya akan dihasilkan dari proses bergetarnya
seluruh tubuh Polopalo tersebut.
Kedua tarian polo palo tradisional dan modern memiliki beberapa
perbedaan, antara lain jumlah penarinya. Tari polo -" palo tradisional
biasanya dimainkan oleh penari tunggal yang diringi oleh musik yang
dimainkan sendiri atau solo. Selain itu tari polo - palo modern lebih sering
ditampilkan secara berkelompok dengan iringan musik yang sudah
diaransemen.
Pada tari polo -" palo tradisional pemukul tidak hanya dimainkan dengan
cara memukulkannya pada alat musik tetapi juga pada bagian anggota
penari khususnya lutut dengan irama yang beraturan. Sedangkan pada
tari polo -" palo modern, pemukul hanya dipukulkan pada alat musiknya,
tidak pada bagian tubuh.
PAKAIAN
Keunikan Pakaian Adat Gorontalo
Sebagai negara yang memiliki suku bangsa terbanyak di dunia, secara otomatis
indonesia memiliki keanekaraaman budaya kesenian daerah, baik tari, lagu, alat
musik tradisional, adat-istiadat, upacara keagamaan, rumah adat, serta pakaian adat
tradisional yang diwariskan oleh nenek moyang terdahulu. Salah satunya berupa
pakaian adat Gorontalo yang biasa dikenakan pada saat upacara pernikahan,
upacara khitanan, upacara baiat (pembeatan wanita), upacara penyambutan tamu,
maupun upacara adat lainnya.
Sumber : http://www.skyscrapercity.com
Pakaian adat Gorontalo umumnya terdiri atas tiga warna yaitu warna ungu, warna
kuning keemasan, dan warna hijau. Sedangkan dalam upacara pernikahan adat
Gorontalo, masyarakat hanya menggunakan empat warna utama, yaitu merah, hijau,
kuning emas, dan ungu.
Pakaian Adat Gorontalo
Masing-masing warna tersebut dipercaya memiliki arti tertentu yang berkaitan
dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat
Gorontalo. Penggunaan warna merah dalam pakaian adat gorontalo memiliki makna
keberanian dan tanggung jawab, warna hijau sebagai lambang kesuburan,
kesejahteraan, kedamaian, dan kerukunan, warna kuning emas untuk
melambangkan kemuliaan, kesetiaan, kebesaran, dan kejujuran, sementara warna
ungu digunakan sebagai simbol keanggunanan dan kewibawaan.
Masyarakat Gorontalo umumnya menghindari pengunaan pakaian dengan warna
coklat yang menyerupai unsur tanah, dan lebih memilih warna hitam yang dianggap
sebagai simbol keteguhan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa jika ingin
menggunakan pakaian yang berwarna gelap. Sementara untuk keperluan ibadah
dan melayat, dipilihlah pakaian berwarna putih yang bermakna kesucian atau
kedukaan. Warna biru muda sering kali dikenakan pada saat peringatan 40 hari
duka, sedangkan warna bitu tua biasanya digunakan pada peringatan 100 hari duka
untuk menghormati orang yang telah meningal.
ALAT MUSIK
1. Alat musik tradisional Gorontalo - Polopalo
Polopalo
adalah alat musik tradisional dari Gorontalo. Alat musik ini terbuat dari
bambu dengan bentuk mirip dengan garputala. Alat musik sejenis dapat pula kita
temui misalnya
alat musik tradisional Sulawesi Barat
Gongga Lima, atau
alat musik
tradisional Sulawesi Selatan
Parappasa.
Untuk menghasilkan ritme yang unik, pada perkembangannya Polopalo dimodifkasi
sehingga terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan ukurannya. Ada 3 jenis
Polopalo, yaitu yang berukuran besar, sedang, dan kecil. Semakin kecil ukuran
Polopalo, semakin tinggi nada yang dihasilkannya. Selain itu kini Polopalo dibuatkan
sebuah pemukul dari kayu yang dilapisi karet agar mempermudah dan membantu
dalam proses memainkan alat musik Polopalo. Hal ini memberikan dampak, selain
anggota tubuh tidak sakit, bunyi yang dihasilkanpun semakin nyaring.
Alat musik polopalo ini digunakan pada
tari tradisional Gorontalo
yang dikenal
dengan
tari
polopalo.
2. Alat musik tradisional Gorontalo - Ganda
Alat musik ganda Gorontalo adalah sejenis alat musik pukul mirip dengan alat musik gendang
yang telah kita kenal. Alat musik ganda Gorontalo ini terbuat dari kayu dan memiliki dua sisi yang
terbuat dari kulit binatang.
SENJATA
Jenis Parang
Aliyawo adalah senjata tradisional masyarakat Gorontalo yang digunakan
pada waktu perang panipi oleh para prajurit kerajaan dalam merebut
kekuasaan. Senjata ini dipakai oleh empat kerajaan yakni kerajaan
Limboto, Suwawa, Gorontalo, dan Gowa.
b.
Wamilo
Wamilo adalah senjata yang umum digunakan oleh masyarakat Gorontalo
dalam aktivitas keseharian terutama untuk bertani. Senjata Wamilo dibuat
dari bahan besi dan memiliki ta’upo (sarung) yang terbuat dari kayu
kuning.
OBJEK UMUM/WISATA
Bentuk pulaunya yang mirip dengan hati atau love, membuat pulau ini diberi nama
Pulau Cinta. Pulau yang berada di Kabupaten Boalemo ini sepertinya cocok untuk
pengantin baru yang ingin bulan madu berdua-duaan.
Pulau Cinta mulai populer dan ramai dikunjungi wisatawan setelah Festival Sail
Tomini Boalemo pada 2015 lalu. Keindahan panorama pulau kecil dengan pasir
putih dan air laut yang tenang telah memikat wisatawan untuk mendatanginya.
Pulau Cinta dikelilingi oleh 15 bangunan cottage yang didesain romantis. Bila kamu
ingin menginap, cottage ini bisa disewa dengan tarif Rp5 juta per malam.
2. Teluk Tomini
Teluk Tomini merupakan teluk terbesar di Indonesia, dengan luas kurang lebih 6 juta
hektar. Teluk ini bersinggungan dengan 3 provinsi di Pulau Sulawesi, yaitu Sulawesi
Tengah, Sulawesi Utara dan Gorontalo.
Teluk Tomini juga mulai populer menjadi destinasi wisata internasional setelah
digelarnya Festival Sail Tomini. Teluk Tomini yang berada tidak jauh dari Bandara
Gorontalo, menawarkan pemandangan bawah laut yang menarik.
Bila ingin menyelam atau sekedar snorkeling, kamu harus menggunakan kapal dari
pelabuhan di kota Gorontalo menuju ke lokasi penyelaman, sekitar 15 menit
perjalanan. Terkadang di tempat ini, kamu dapat menjumpai ikan hiu paus berenang
di permukaan laut. Kamu pun dapat berenang bersamanya di lautan.
Wisata Religi Bongo Hipnotis Perwakilan
10 Negara
:
Gorontalo, CNN Indonesia -- Provinsi Gorontalo memiliki segudang destinasi yang bisa membuat
wisatawan terkagum-kagum. Gorontalo bukan hanya terkenal dengan keindahan alamnya,
melainkan juga pesona adat dan budaya. Salah satunya adalah objek wisata religi Desa Bongo,
Kecamatan Batudaa Pantai, Kabupaten Gorontalo.
Selain menampilkan keindahan pesisir Teluk Tomini, kawasan yang sangat terkenal dengan
Walima (perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW) itu terkenal akan nilai-nilai tradisi dan budaya
Gorontalo. Tidak mengherankan, objek wisata itu cocok menjadi untuk berbagai kalangan.
Taman Wisata Bongo, Gorontalo, Tawarkan Wisata Religi dan
Pemandangan Indah
Desa Bobuho atau yang lebih dikenal dengan nama Taman Wisata Bongo merupakan tempat wisata
religius yang terletak di Kecamatan Batuda’a Pantai, Gorontalo, dengan luas 400 ha. Desa wisata ini
mempunyai banyak nilai sejarah dan merupakan salah satu tempat wisata yang sangat cocok bagi
mereka yang berminat mempelajari dan mengetahui lebih dalam mengenai sejarah dari desa ini.
Tempatnya cukup menarik, karena selain tempatnya yang masih asri, sejuk juga masih dikelilingi oleh
kawasan yang masih hijau, dan sekitarnya tempat pemandangan Teluk Tomini.
Saat ini, Pemerintah Provinsi Gorontalo sedang membangun beberapa asset wisata untuk menarik
pengunjung domestik maupun dari mancanegara. Tempat wisata religi lainnya yang dapat dikunjungi
adalah Masjid Walima Emas yang terletak di puncak bukit. Masjid yang berukuran 10×10 meter ini
memiliki pemandangan yang sangat indah karena langsung dapat menikmati pemandangan laut biru
yang terbentang luas di depannya.
Selain itu, ada Museum Goa dan Museum Batu yang merupakan peninggalan masyarakat leluhur desa
Bongo, dan buku-buku dan foto-foto peninggalan para leluhur yang dapat dilihat di museum tersebut.
Hal lainnya yang dapat dinikmati adalah kebudayaan yang dapat dipelajari baik sejarah maupun
tradisi desa tersebut. Di tempat yang sama, juga terhampar ratusan fosil kayu yang ditata serupa
karya instalasi seni, yang dinamakan sebagai Museum Fosil Kayu.
Tempat wisata ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat, dengan jarak
tempuh hanya sekitar 20 menit dari ibukota Gorontalo. Sepanjang perjalanan, kita dapat memandang
view alam yang masih asri menuju desa Bongo sehingga kita tidak merasa bosan selama perjalanan.
Di sisi kiri dan kanannya dapat kita lihat pemandangan pengunungan, banyak pepohonan yang
tinggi-tinggi.
GEDUNG BERSEJARAH
BENTENG OTANAHA
Kompleks Benteng Otanaha yang terletak di atas bukit desa Dempe, Gorontalo merupakan peninggalan bersejarah yang dibangun oleh Portugis pada abad ke 15. Bangunan yang seluruhnya terdiri dari tiga buah benteng (Benteng Otanaha, Benteng Otahiya, dan Benteng Ulupahu) ini dibangun sebagai wujud kerjasama antara Portugis dengan Raja Ilato yang tengah berkuasa pada tahun 1505 – 1585.
Dikisahkan, suatu saat kapal orang Portugis singgah di Gorontalo. Perwakilan orang Portugis itu kemudian menemui Raja Ilato dan mewarkan kerjasama untuk memperkuat sistem pertahanan dan keamamanan pemerintah. Sebagai tanda kesepakan, Portugis siap membangun tiga benteng yang terletak di atas bukit. Pada tahun 1525, saat Gorontalo diserang musuh, terkuaklah akal bulus Portugis. Rupanya, upaya pendekatan Portugis dengan Raja Ilato hanyalah strategi untuk menyerang Gorontalo. Pada saat terjadi serangan dari musuh itu, Portugis sama sekali tidak membantu Gorontalo, namun justru mendukung musuh untuk menyerang
Gorontalo.
Hingga tahun 1585, Gorontalo masih dalam kemelut perang. Salah seorang putra Raja Ilato, yaitu Naha dan istrinya, Ohihiya, memimpin pertempuran dan membuat ketiga benteng Portugis itu sebagai benteng pertahanan. Dalam pertempuran ini Naha dan seorang putranya, Pahu, gugur. Untuk mengenang perjuangan mereka, ketiga benteng ini kemudian dinamai Naha, Pahu, dan Hiya. Sementara itu penambahan kata Ota merupakan bahasa daerah setempat yang berarti Benteng.
Sebagai cagar budaya yang harus dijaga kelestariannya, kompleks Benteng Otanaha ini sudah dipugar pada tahun 1978 – 1981. Pemerintah setempat juga membangun anak tangga untuk memudahkan wisatawan menjangkau kompleks benteng. Sedikitnya kita harus mendaki 353 anak tangga untuk mencapai benteng utama, yaitu Benteng Otanaha. Sementara itu untuk mencapai Benteng Otahiya ada sekitar 245 anak tangga dan 59 anak tangga menuju Benteng Ulupahu.
Benteng Otanaha merupakan obyek wisata sejarah bangunan peninggalan monumen kuno warisan pada masa lalu dari suku gorontalo dibangun sekitar 1525 letaknya diatas bukit di Kelurahan Dembe I Kecamatan Kota Barat dengan jarak 8 Km dari pusat Kota Gorontalo. Untuk mencapai benteng ini kita harus menapaki anak tangga sebanyak 351 buah dan dan dapat pula melalui jalan melingkar dengan kendaraan roda empat dan roda dua. Benteng ini yempat perlindungan dan pertahanan Raja-raja Gorontalo ketika melawan kolonial Portugis yang ingin menjajah.
Keunikan dari benteng ini bangunanya terbuat dari campuran kapur dan putih burung Aleo. Karena letaknya yang berada dipuncak bukit maka dari benteng ini dapat dilihat pemandangan danau Limboto. Selain benteng Otanaha didekatnya pula dua buah benteng yaitu benteng Otahiya dan Ulupahu.
Panorama yang ditawarkan dari Benteng Otanaha adalah panorama Kota Gorontalo dan Danau
Limboto.Sepanjang mata memandang, mata dimanjakan pemandangan yang bagus karena lokasi benteng yang berada di ketinggian memang memungkinkan untuk melayangkan pemandangan ke mana saja.
dan diameter benteng mungkin sekitar 20 meter.Terdapat 3 benteng yang dihubungkan dengan jalan setapak untuk menuju ke setiap benteng.Lokasinya yang berada di atas bukit memang sangat strategis sebagai benteng pertahanan sekaligus menara intai saat jaman perang dulu.
BENTENG ORANGE
Tempat pembangunan Benteng Orange cukup strategis, dan tersebunyi disebuah bukit sekitar 600 meter dari jalan Trans Sulawesi. Setelah memasuki areal benteng, disana terpampang papan nama benteng yang
bertuliskan ‘Cagar Budaya Benteng Orange’ oleh kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. Tampak, papan ini itu belum lama terpasang didepan tangga pertama benteng.
Untuk menembus benteng, harus meniti 139 anak tangga terbuat dari batu gunung berukuran 1x setengah meter. Setelah melalui tangga ke 78, ditemukan ada sebuah pos penjagaan. Kemudian, ketika mencapai tangga ke 120 ada satu lagi pos penjagaan. Sayangnya, pos jaga tentara Portugis ini sudah rusak, sehingga yang terlihat hanya beton bersegi empat ukuran 2 × 2 meter. Perjalanan belum sampai disitu, untuk memasuki pintu gerbang benteng masih ada 29 anak tangga lagi. Disamping kanan, ada post penjagaan lagi yang ukurannya cukup besar. Meski terlihat kumuh namun masih berdiri kokoh. Tampaknya, pejagaan dulu oleh Portugis sangat ketat. Setiap yang masuk harus diperiksa melalui penjaga pos.
Suasana hangat dan sejuk menyambut siapapun yang mengunjungi situs sejarah ini karena areal benteng dipenuhi pohon ketapang yang rimbun. Dari pos induk ini, terlihat satu benteng besar yang kokoh disebelah kiri, dan ada lagi satu pos pengintai dibagian kanan, dengan 45 anak tangga untuk berada dipuncak pos pengintai. Diduga, pos pengintai musuh digunakan oleh Portugis untuk melihat dari jarak jauh kapal-kapal bajak laut atau musuh yang datang menyerang karena dari pos pengintai ini terlihat jelas hamparan laut luas.
Di pos pengintai, ada sebuah benteng perlindungan berbentuk bundar dengan ukuran sekitar 10 × 10 meter dan ketebalan dinding hampir setengah meter. Sayangnya, kini benteng yang satu ini sudah tertimbun tanah, dan sudah ditumbuhi rumput liar karena tak dirawat.
Untuk memasuki benteng utama, harus melalui satu pos penjagaan kecil. Benteng utama ini konon dibuat untuk menjadi sarang pertahanan seluruh tentara Portugis. Betapa tidak, benteng utama ini berukuran 50 x 40 meter persegi dengan ketebalan dinding 60 centi meter. Dibagian kanan benteng, ada lagi satu ruang terbuka untuk ditempati meriam. 13 anak tangga harus dilalui untuk berada di tempat meriam ini. Dibagian ujung benteng, ada dua ruang. Satu ruang yang langsung mengarah ke laut sebagai tempat meriam dan satunya lagi sebagai ruang pelindung.
Menariknya dimasing-masing ruang ini, ada tangga terowongan menuju tempat perlindungan bawah tanah. Dibawah tempat penempatan meriam, ada sebuah tangga menjulur kebawah yang menghubungkan dengan ruang bawah tanah yang terletak dibagian tengah benteng utama ini. Karena, tangga ruang bawah tanah ini sudah tertimbun maka tidak bisa diprediksi berapa luas ruang bawah tanah tersebut. Konon, tempat itu menjadi ruang perlindungan bagi pejabat Portugis juga untuk prajurit jika situasi perang.
Sementara, untuk tangga terowongan yang berada bawah tempat perlindungan menuju ke laut. Sayangnya, terowongan ini sudah tertimbun tanah. “Terowongan bawah tanah ini sekitar 100 meter menuju kelaut. Digunakan Portugis untuk memasuki benteng dari arah laut.
Menurut Opa Gani warga Sulawesi Tenggara yang sudah 18 tahun menjaga benteng ini menuturkan, nama asli benteng Orange belum diketahui. Namun, ketika bangsa Belanda memasuki daerah Gorut pada abad ke 18, mereka kemudian mengubah benteng peninggalan Portugis dengan nama Orange. “Kenapa dinamakan Benteng Orange, karena saat itu ada beberapa orang Belanda yang bermain volli ball di benteng utama yang saat ini saya ditanami tanaman jagung dan ubi jalar. Kala itu, orang-orang Belanda yang main volli menggunakan baju warna orange sehingga pimpinan Belanda berinisiatif menyebutkan benteng ini Benteng Orange, “tutur Lagani, sambil mengingat-ingat sejarah keberadaan benteng tersebut.
dan kedua pada tahun 1980 dipugar oleh bagian kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Dan baru-baru ini, dilakukan perbaikan. Itupun hanya beberapa bagian benteng misalnya, pagar benteng serta jalan menuju benteng.