• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH DASAR DASAR PEDAGOGI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH DASAR DASAR PEDAGOGI INDONESIA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

DASAR DASAR PEDAGOGI

DI SUSUN OLEH : ADE RAYA ANGGRIYANI

ADITYANINGRUM ARFENDA HARUM LUTHFIA ATIKA KUSUMA WARDHANI

ASSABA’I NIZAR URWANI DIAN FAJARWATI SUSILANINGRUM

FAIZAL NOER AS’ARI NUR ADITYA PERDANA PUTRI

NYUNIK SURYANI RAHMAD ANUNG SHINTA MAHARANI

TIONTI HAPSARI

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Yang sudah tentu dalam menjalankan kelanjutan pendidikan tersebut harus ada alat sebagai pegangan yang salah satunya adalah adanya kurikulum.

Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.

Pendidikan bukan hanya sebuah kewajiban, lebih dari itu pendidikan merupakan sebuah kebutuhan. Dimana manusia akan lebih berkembang dengan adanya pendidikan. Tujuan pendidikan itu sendiri beragam, tergantung pribadi tiap individu memandang pendidikan itu sendiri, ada yang memandang pendidikan yang baik dapat memperbaiki status kerjanya, sehingga mendapatakan pekerjaan yang nyaman, ada pula yang memandang pendidikan adalah sebuah alat transportasi untuk membawanya menuju jenjang itu semua.

Kegiatan pendidikan bukanlah sekedar gejala sosial yang bersifat rasional semata, mengingat kita mengharapkan pendidikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia, lebih-lebih untuk anak-anak kita masing-masing; ilmu pendidikan secara umum tidak begitu maju ketimbang ilmu-ilmu sosial dan teknologi tetapi tidak berarti bahwa ilmu pendidikan itu sekedar ilmu atau suatu studi terapan berdasarkan hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu-ilmu sosial dan ilmu perilaku (psikologi pendidikan). Ilmu pendidikan diharapkan akan dapat menjadi landasan yang kuat serta dapat diterapkan oleh para pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan itu sendiri.

(3)

kebutuhan untuk menyikapi setiap adanya perubahan dan perkembangan di dunia pendidikan. Sehingga guru dan tenaga kependidikan kedepannya akan mampu memberikan peranannya dan juga dapat memberikan pelayanan yang prima di bidang pendidikan baik kepada peserta didik maupun kepada masyarakat pemerhati pendidikan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pedagogi? 2. Apa yang dimaksud Pendidikan? 3. Apa saja dasar – dasar ilmu pendidikan? 4. Apa yang dimaksud dengan kurikulum?

5. Apa saja dasar – dasar pengembangan kurikulum? 6. Bagaimana implikasinya terhadap pendidikan?

C. Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pedagogi, pendidikan, unsur, serta dasar - dasarnya.

2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kurikulam dan pengembangannya dalam dunia pendidikan.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PEDAGOGIK

Pedagogik merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing anak, bagaimana sebaiknya pendidik berhadapan dengan anak didik, apa tugas pendidik dalam mendidik anak, apa yang menjadi tujuan mendidik anak.

Pedagogik berasal dari kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki, dan “agogos” artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogic secara harfiah berari pembantu anak laki-laki pada jaman Yunani kuno, yang pekerjaannya mengantarkan anak majikannya ke sekolah. Kemudian secara kiasan pedagogik adalah seorang ahli, yang membimbing anak kearah tujuan hidup tertentu. Menurut Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) pedagogic adalah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak kearah tujuan tertentu, yaitu supaya ia kelak “mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”. Jadi pedagogic adalah ilmu pendidikan anak.

Langeveld (1980), membedakan istilah “pedagogic” dengan istilah “pedagogi”. Pedagogic diartikan dengan ilmu pendidikan, lebih menitik beratkan kepada pemikiran, perenungan tentang pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak, mendidik anak. Sedangkan istilah pedagogi berarti pendidikan, yang lebih menekankan pada praktek, menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak.

Pedagogic merupakan suatu teori yang secara teliti, krisis dan objektif, mengembangkan konsep-konsepnya mengenai hakekat manusia, hakekat anak, hakekat tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan. Walaupun demikian, masih banyak daerah yang gelap sebagai “terraincegnita” (daerah tak dikenal) dalam lapangan pendidikan, karena masalah hakekat hidup dan hakekat manusia masih banyak diliputi oleh kabut misteri.

Wikipedia, pedagogi: seni atau ilmu untuk menjadi seorang guru; merujuk pada strategi-strategi pengajaran, atau corak/gaya pengajaran. Pedagogi juga merupakan penggunaan secara tepat strategi-strategi mengajar. Misalnya, Paulo Freire merujuk metode mengajar orang dewasanya sebagai "critical pedagogy". Dalam strategi-strategi mengajar keyakinan-keyakinan filsafati pengajaran dari guru sendiri berinteraksi dengan latar belakang pengetahuan dan pengalaman siswa, situasi-situasi personal, dan lingkungan, juga tujuan-tujuan belajar yang ditetapkan siswa dan guru.

(5)

B. DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN

Pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang dewasa dalam membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Sedangkan dalam arti luas merupakan usaha manusaia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat.

Tujuan mendidik ingin mencapai kepribadian yang terpadu, yang terintegrasi, yang sering di rumuskan untuk mencapai kepribadian yang sewasa. Tujuan pengajaran yang menggarap kehidupan intelektual anak ialah supaya anak kelak sebagai orang dewasa memiliki kemampuan berpikir seperti yang diharapkan dari orang dewasa secara ideal, yaitu diantaranya mampu berpikir seperti abstrak logis, objektif, kritis, sistematis analisis, sintesis, integrative, dan inovatif. Tujuan latihan ialah untuk memperoleh keterampilan tentang sesuatu. Pendidikan mengandung tiga unsur, yaitu mendidik, mengajar, dan melatih.

Mendidik menurut Darji Darmodiharjo menunjukan usaha yang lebih ditunjukan kepada pengembangan budi pekerti, hati nurani, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketaqwaan dan lain-lainnya. Mengajar berarti memberi pelajaran tentang berbagi ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan berfikirnya. Disebut juga pendidikan intelek. Latihan ialah usaha untuk memperoleh keterampilan dengan melatih sesuatu secara berulang-ulang, sehingga terjadi mekanismesasi atau pembiasaan.

Uraian diatas mengisyaratkan terhadap dasar-dasar pendidikan bahwa praktik pendidikan sebagai ilmu yang sekedar rangkaian fakta empiris dan eksperimental akan tidak lengkap dan tidak memadai. Fakta pendidikan sebagai gejala sosial tentu sebatas sosialisasi dan itu sering beraspirasi daya serap kognitif dibawah 100 % (bahkan 60 %). Sedangkan pendidikan nilai-nilai akan menuntut siswa menyerap dan meresapi penghayatan 100 % melampaui tujuan-tujuan sosialisasi, mencapai internalisasi (mikro) dan hendaknya juga enkulturasi (makro). Itulah perbedaan esensial antara pendidikan (yang menjalin aspek kognitif dengan aspek afektif) dan kegiatan mengajar yang paling-paling menjalin aspek kognitif dan psikomotor. Dalam praktek evaluasinya kegiatan pengajaran sering terbatas targetnya pada aspek kognitif. Itu sebabnya diperlukan perbedaan ruang lingkup dalam teori antara pengajaran dengan mengajar dan mendidik.

Adapun ketercapaian untuk daya serap internal mencapai 100 % diperlukan tolong menolong antara sesama manusia. Dalam hal ini tidak ada orang yang selalu sempurna melainkan bisa terjadi kemerosotan yang harus diimbangi dengan penyegaran dan kontrol sosial.

1. Pedagogik sebagai ilmu murni menelaah fenomena pendidikan

(6)

tertentu melainkan dari pengalaman atas manusia secara hakiki. Itu sebabnya pedagogi dan andragogi memerlukan jalinan antara telaah ilmiah dan telaah filsafah. Tetapi tidak berarti bahwa filsafat menjadi ilmu dasar karena ilmu pendidikan tidak menganut aliran atau suatu filsafat tertentu.

Sebaliknya ilmu pendidikan khususnya pedagogic (teoritis) adalah ilmu yang menyusun teori dan konsep yang praktis serta positif sebab setiap pendidik tidak boleh ragu dalam menerapkan proses pembelajarannya. Hal ini serupa dengan ilmu praktis lainnya yang mikro dan makro. Seperti kedokteran, ekonomi, politik dan hukum. Oleh karena itu pedagogic (dan telaah pendidikan mikro) serta pedagogic praktis dan andragogi (dan telaah pendidikan makro) bukanlah filsafat pendidikan yang terbatas menggunakan atau menerapkan telaah aliran filsafat normative yang bersumber dari filsafat tertentu. Yang lebih diperlukan ialah penerapan metode filsafah dalam menelaah hakikat peserta didik sebagai manusia seutuhnya.

Implikasinya jelas bahwa batang tubuh (body of knowledge) ilmu pendidikan haruslah sekurang-kurangnya secara mikro mencakup :

Relasi sesama manusia sebagai pendidik dengan terdidik (person to person relationship) Pentingnya ilmu pendidikan memepergunakan metode fenomenologi secara kualitatif. Orang dewasa yang berperan sebagai pendidik (educator). Keberadaan anak manusia sebagai terdidik (learner, student) Tujuan pendidikan (educational aims and objectives) Tindakan dan proses pendidikan (educative process), dan Lingkungan dan lembaga pendidikan (educational institution).

Itulah lingkup pendidikan yang mikroskopis sebagai hasil telaah ilmu pendidikan dalam arti pedagogic (teoritis dan sistematis). Mengingat pendidikan juga dilakukan dalam arti luas dan makroskopis di berbagai lembaga pendidikan formal dan non-formal, tentu petugas tenaga pendidik di lapangan memerlukan masukan yang berlaku umum berupa rencana pelajaran atau konsep program kurikulum untuk lembaga yang sejenis. Oleh karena itu selain pedagogic praktis yang menelaah ragam pendidikan diberbagai lingkungan dan lembaga formal, informal dan non-formal (pendidikan luar sekolah dalam arti terbatas), dengan begitu, batang tubuh diatas memerlukan ruang lingkup seperti:

1. Konteks sosial budaya (socio cultural contexs and education)

2. Filsafat pendidikan (preskriptif) dan sejarah pendidikan (deskriptif).

3. Teori, pengembangan dan pembinaan kurikulum, serta cabang ilmu pendidikan lainnya yang bersifat preskriptif.

4. Berbagai studi empirik tentang fenomena pendidikan.

5. Berbagai studi pendidikan aplikatif (terapan) khususnya mengenai pengajaran termasuk pengembangan specific content pedagogy.

(7)

Karena pedagogic tidak langsung membicarakan perbedaan antara pendidikan informal dalam keluarga dan dalam kelompok kecil lainnya. Pendidikan formal dan non formal menjadi tugas dari andragogi dan cabang-cabang lain yang relevan dari ilmu pendidikan. Itu sebabnya dalam pedagogic terdapat pengkajian tentang factor pendidikan yang meliputi :

(a) tujuan hidup,

(b) landasan falsafah dan yuridis pendidikan,

(c) pengelolaan pendidikan,

(d) teori dan pengembangan kurikulum,

(e) pengajaran dalam arti pembelajaran (instruction) yaitu pelaksanaan kurikulum dalam arti luas di lembaga formal dan non formal terkait.

2. Telaah ilmiah dan kontribusi ilmu bantu

(8)

normative. Pedagogik mempergunakan pendekatan fenomenologis secara kualitatif dalam metode penelitiannya :

Pedagogik bersifat filosofis dan empiris. Berfikir filosofis pada satu sisi dan di pihak lain pengalaman dan penyelidikan empiris berjalan bersama-sama. Hubungan-hubungan dan gejala yang menunjukkan ciri-ciri pokok dari objeknya ada yang memaksa menunjuk ke konsekuensi yang filosofis, adapula yang memaksakan konsekuensi yang empiris karena data yang factual. Pedagogik mewujudkan teori tindakan yang didahului dan diikuti oleh berfikir filosofis. Dalam berfikir filosofis tentang data normatif pedagogic didahului dan diikuti oleh oleh pengalaman dan penyelesaikan empiris atas fenomena pendidikan. Itulah fenomena atau gejala pendidikan secara mikro yang mengandung keenam komponen yang menjadi inti dari batang tubuh pedagogic.

3. Kontribusi ilmu-ilmu bantu terhadap pedagogic

Ilmu pendidikan khususnya pedagogic dan androgogi tidak menggunakan metoda deskriptif-eksperimental karena manfaatnya terbatas pada pemahaman atas perubahan perilaku siswa.

Kurang bermanfaat apabila ilmu pendidikan menggunakan metode deskriptif-eksperimental terhadap perubahan-perubahan didalam pendidikan secara kuantitatif. Sebaliknya pedagogic dan androgogi dapat menjadi ilmu otonom yang menerapkan metode fenomenologi secara kualitatif. Maksudnya ialah agar dapat memperoleh data yang tidak normative (data factual) dalam jumlah seperlunya dari ilmu biologi, psikologi dan ilmu-ilmu sosial. Tetapi ilmu pendidikan harus sedapat mungkin melakukan pengumpulan datanya sendiri langsung dari fenomena pendidikan, baik oleh partisipan-pengamat (ilmuwan) ataupun oleh pendidik sendiri yang juga biasa melakukan analisis apabila situasi itu memaksanya harus bertindak kreatif. Tentu saja untuk itu diperlukan prasyarat penguasaan atas sekurang-kurangnya satu ilmu bantu atau filsafat umum.

C. DASAR ATAU LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1)filosofis;

(2)psikologis;

(3)sosial-budaya;dan

(4)ilmu pengetahuan dan teknologi. 1. Landasan Filosofis

Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti: perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.

(9)

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu: (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

3. Landasan Sosial-Budaya

(10)

sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang, Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan. Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal. Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

D. DASAR-DASAR FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN

Dasar-dasaar filsafah keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu pendidikan.

1. Dasar ontologis ilmu pendidikan

(11)

Agar pendidikan dalam praktek terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan. Didalam situasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya menjadi makhluk berperilaku individual atau makhluk sosial yang berperilaku kolektif. Hal itu dapat diterima terbatas pada ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapipada latar mikro, sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak bagi terlaksananya mendidik dan mengajar. Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang berkepribadiaan sendiri secara utuh memperlakukan peserta didiknya secara terhormat sebagai pribadi pula, terelpas dari factor umum, jenis kelamin ataupun pembawaanya.

Jika pendidik tidak bersikap afektif utuh akan terjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas faktor hubungan serta didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan begitu pendidikan hanya akan terjadi secar kuantitatif sekalipun bersifat optimal, misalnya hasil Tes Hasil Belajar summatif, NEM (Nilai Ebtanas Murni) atau pemerataan pendidikan yang kurang mengajarkan demokrasi, juga menjadi kurang berdemokrasi. Sedangkan kualitas manusianya belum tentu utuh.

2. Dasar epistemologis ilmu pendidikan

Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagian dapat dilakukan oleh tenaga pemula namun telaah atas objek formil ilmu pendidikan memerlukaan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin studi empirik dengan studi kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagaai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya. Karena penelitian tertuju tidak hanya pemahaman dan pengertian melainkan untuk mencapai kearifan. Pada fenomena pendidikan maka validitas internal harus dijaga betul dalam berbagai bentuk penlitian dan penyelidikan seperti penelitian koasi eksperimental, penelitian tindakan, penelitian etnografis dan penelitian ex post facto. Inti dasar epistemologis ini, bahwa dalam menjelaskan objek formalnya, telaah ilmu pendidikan tidak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan ilmu pendidikan sebagai ilmu otonom yang mempunyai objek formil sendiri atau problematika sendiri. Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespondensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis.

(12)

Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat intrinsik sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai, mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pendamping dalam pembelajaran. Pendidikan sebagai bidang yang sarat nilai, itu sebabnya pendidikan memerlukan teknologi pula tetapi pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Diakui pula bahwa ilmu pendidikan belum jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu prilaku.

Implikasinya ialah bahwa ilmu pendidikan lebih dekat kepada ilmu prilaku kepada ilmu-ilmu sosial.

1. Dasar antropologis ilmu pendidikan

Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada pihak yang belakangan dalam upayanya belajar mencapai kemandirian dalam batas-batas yang diberikan oleh dunia disekitarnya. Atas dasar pandangan filsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal yaitu: sosialitas, individualita, moralitas.

Untuk di Indonesia apabila dunia pendidikan nasional didasarkan atas kebudayaan nasional yang menjadi konteks dari sistem pengajaran nasional disekolah, tentu akan diperlukan juga dasar antropologis pelengkap yaitu (4) religiusitas, yaitu pendidik dalam situasi pendidikan sekurang-kurangnya secara mikro berhamba kepada kepentingan terdidik sebagai bagian dari pengabdian lebih besar kepada Tuhan Yang Maha Esa.

E. IMPLIKASI LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN 1. Implikasi Bagi Guru

Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang.

(13)

tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu maka semua keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan.

Dimuka juga telah dikemukakan bahwa pendidik dan subjek peserta didik melakukan pemanusiaan diri ketika mereka terlihat di dalam masyarakat profesional yang dinamakan pendidikan atau pelatihan. Pendidikan atau pelatihan hanyalah tahap proses pemanusiaan yang berbeda diantara keduanya, yaitu pendidik dan subjek peserta didik.

Kelebihan yang dimiliki seorang pendidik seperti pengalaman, keterampilan dan wawasan yang dimiliki guru semata-mata bersifat kebetulan dan sementara, bukan hakiki. Oleh karena itu maka kedua belah pihak diberikan kesempatan belajar baik untuk tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan. Khusus untuk guru dan tenaga kependidikan, mendapat kepercayaan dan juga tanggungjawab tambahan menyediakan serta mengatur kondisi untuk membelajarkan subjek peserta didik, mengoptimalkan kesempatan bagi subjek peserta didik untuk menemukan dirinya sendiri, untuk menjadi dirinya sendiri. Hanya individu-individu yang demikianlah yang mampu membentuk masyarakat belajar, yaitu masyarakat yang siap menghadapi perubahan-perubahan yang semakin lama semakin maju tanpa kehilangan dirinya.

Apabila demikianlah keadaannya maka sekolah sebagai lembaga pendidikan formal hanya akan mampu menunaikan fungsinya serta tidak kehilangan hak hidupnya didalam masyarakat, kalau ia dapat menjadikan dirinya sebagai pusat pembudayaan, yaitu sebagai tempat bagi manusia untuk meningkatkan martabatnya. Dengan perkataan lain, sekolah harus menjadi pusat pendidikan. Menghasilkan tenaga kerja, melaksanakan sosialisasi, membentuk penguasaan ilmu dan teknologi, mengasah otak dan mengerjakan tugas-tugas persekolahan, tetapi yang paling hakiki adalah pembentukan kemampuan dan kemauan untuk meningkatkan martabat kemanusiaan seperti telah diutarakan di muka dengan menggunakan cipta, rasa, karsa dan karya yang dikembangkan dan dibina.

Segala ketentuan prasarana dan sarana di sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang diharapkan mewadahi hakekat proses pembudayaan subjek peserta didik. Sarana dan prasarana yang dibangun di sekolah merupakan pendukung untuk membentuk budaya pendidikan yang sehat dan dinamis. Walaupun sarana dan prasarana telah memadai namun tidak diimbangi dengan proses penanaman budaya pendidikan yang seimbang maka perkembangan dan pembudayaan dalam peserta didik tidak akan tercapai dengan baik.

Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang berlebihan kepada kedaulatan subjek didik akan melahirkan anarki sedangkan pemberian bobot yang berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan pembudayaan manusia.

(14)

Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita belum punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini tidak mengherankan karena kita masih belum saja menyempatkan diri untuk menyusunnya. Bahkan salahsatu prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan sebagimaana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagai kegiatan pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah peralatan luarnya bukan bangunan dasarnya. Hal diatas itu dikemukakan tanpa samasekali didasari oleh anggapan bahwa belum ada diantara kita yang memikirkan masalah pendidikan guru itu. Pikiran-pikiran yang dimaksud memang ada diketengahkan orang tetapi praktis tanpa kecuali dapat dinyatakan sebagi bersifat fragmentaris, tidak menyeluruh. Misalnya, ada yang menyarankan masa belajar yang panjang (atau, lebih cepat, menolak program-program pendidikan guru yang lebih pendek terutama yang diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ; ada yang menyarankan perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru dan tenaga kependidikan; ada yang menyoroti pentingnya prasarana dan sarana pendidikan guru; dan ada pula yang memusatkan perhatian kepada perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga bisa bersaing dengan jabtan-jabatan lain dimasyarakat. Tentu saja semua saran-saran tersebut diatas memiliki kesahihan, sekurang-kurangnya secara partial, akan tetapi apabila di implementasikan, sebagian atau seluruhnya, belum tentu dapat dihasilkan sistem pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang efektif.

(15)
(16)

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

 Pendidikan dalam arti khusus. Pedagogik berasal dari kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki, dan “agogos” artinya mengantar, membimbing.

 Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusaia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat.

 Pendidikan pada hakekatnya mengandung tiga unsure, yaitu mendidik, mengajar, dan melatih. Ketiga hal tersebut memiliki pengertian yang berbeda.  Pedagogik sebagai ilmu murni menelaah fenomena pendidikan. Jelaslah bahwa telaah lengkap atas tindakan manusia dalam fenomena pendidikan melampaui kawasan ilmiah dan memerlukan analisis yang mandiri atas data pedagogic (pendidikan anak) dan data andragogi (Pendidikan orang dewasa).  Telaah ilmiah dan kontribusi ilmu bantu. Bidang yang ditelaah oleh teori pendidikan sebagai ilmu yaitu bahwa disekitar manusia dan sesamanya yang memiliki kesamaan dan keragaman di dalam fenomena pendidikan. Yang menjadi inti ilmu pendidikan teoritis ialah Pedagogik sebagai ilmu mendidik yaitu mengenai tealaah (atau studi) pendidikan anak oleh orang dewasa. Pedagogik teoritis selalu bersifat sistematis karena harus lengkap problematic dan pembahasannya.

 Kontribusi ilmu-ilmu bantu terhadap pedagogic. Kurang bermanfaat apabila ilmu pendidikan menggunakan metode deskriptif-eksperimental terhadap perubahan-perubahan didalam pendidikan secara kuantitatif. Sebaliknya pedagogic dan androgogi dapat menjadi ilmu otonom yang menerapkan metode fenomenologi secara kualitatif. Maksudnya ialah agar dapat memperoleh data yang tidak normative (data factual) dalam jumlah seperlunya dari ilmu biologi, psikologi dan ilmu-ilmu sosial. Tetapi ilmu pendidikan harus sedapat mungkin melakukan pengumpulan datanya sendiri langsung dari fenomena pendidikan, baik oleh partisipan-pengamat (ilmuwan) ataupun oleh pendidik sendiri yang juga biasa melakukan analisis apabila situasi itu memaksanya harus bertindak kreatif. Tentu saja untuk itu diperlukan prasyarat penguasaan atas sekurang-kurangnya satu ilmu bantu atau filsafat umum.

 Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama

dalam pengembangan kurikulum, yaitu:

1.filosofis; 2.psikologis;

3.sosial-budaya;dan

4.ilmu pengetahuan dan teknologi.

 Dasar-dasaar filsafah keilmuan terkait dalam arti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan aksiologis, dan dasar antropolgis ilmu pendidikan.

(17)

Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman panca indra yaitu dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam situasi pendidikan atau diharapkan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik. Agar pendidikan dalam praktek terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan.

2. Dasar epistemologis ilmu pendidikan

Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab.

3. Dasar aksiologis ilmu pendidikan

Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab.

4. Dasar antropologis ilmu pendidikan

Atas dasar pandangan filsafah yang bersifat dialogis ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal yaitu: sosialitas, individualita, moralitas

 Implikasi landasan filsafat pendidikan

1. Implikasi Bagi Guru

Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang.

2. Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan

(18)

LAMPIRAN

DAFTAR PERTANYAAN DAN JAWABAN 1. RIFA

Bagaimana hubungan dan perbedaan antar aksiologi dan epistomologi?

Jawab: perbedaannya ialah jika aksiologi itu pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Jika epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab.

Hubungan antara keduanya

2. CITRA

Apa yang dimaksud dengan deskriptif eksperimental?

3. BERLIYANA

(19)

Daftar Pustaka

Idris, Zahara. 1991. Dasar-dasar Kependidikan. Padang : Angkasa Raya. Sadulloh Uyoh. dkk. 2011. Pedagogika. Bandung: Alfabeta.

Salahudin, Anas, Drs., M.Pd., Filsafat Pendidikan. Bandung : CV Pustaka Setia. Wens Tanlain,Dkk.1989. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Gramedia. http://zafazain.blogspot.com/2008/11/dasar-dasar-pendidikan.html/

http://bukanmilikandini.blogspot.com/2012/11/konsep-dasar-pedagogik.html/ http://lilissuma.blogspot.com/2010/10/konsep-dasar-pedagogik.html/

Referensi

Dokumen terkait

Upaya yang dilakukan di setiap kebun tergantung permasalahan spesifik pada kebun, salah satu strateginya adalah meningkatkan produktivitas tanaman dengan penerapan

Undang Nomor 12 Tahun 2005 pada tanggal 28 Oktober 2005, telah melahirkan kewajiban konstitusional Negara Indonesia untuk menjunjung tinggi kewajiban internasionalnya

Dari hasil struktur pohon yang terbentuk dapat diketahui bahwa variabel yang dapat digunakan untuk membedakan mahasiswa Universitas Jember dalam hal lama studinya

Berdasarkan dari laporan tugas akhir dan Aplikasi Catat Nilai Mahasiswa yang telah dilakukan pengujian, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu (1) Aplikasi Catat Nilai Mahasiswa

Graves dalam Saddhono dan Slamet (2014, hlm, 161) mengemukakan bahwa banyak faktor yang menyebabkan peserta didik tidak terlalu menyukai kegiatan menulis meliputi, (1)

Pertama, negara harus menjalankan terlebih dahulu willingness and ability untuk mengadili, jika tidak mau atau tidak mampu dalam mengadili maka kasus tersebut akan

belum mendapatkan hasil yang maksimal dalam mengidentifikasi dan menentukan letak atau area dari tumor otak, dan juga penelitian yang berjudul segmentasi tumor otak

Sumber daya manusia merupakan elemen utama organisasi dibandingkan dengan elemen lain seperti modal, teknologi, dan uang sebab manusia itu sendiri yang