• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Lembaga Adat dalam Pelestarian Kearifan Lokal (Orom Sasadu/Makan Adat) Suku Sahu di Desa Balisoan Kecamatan Sahu Kabupaten Halmahera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Lembaga Adat dalam Pelestarian Kearifan Lokal (Orom Sasadu/Makan Adat) Suku Sahu di Desa Balisoan Kecamatan Sahu Kabupaten Halmahera Barat"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kata budaya berasal dari kata buddhayah sebagai bentuk jamak dari buddhi (Sanskerta) yang berarti „akal‟ (Koentjaraningrat, 1962: 77). Menurut Tylor, kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lain (Nyoman Kutha Ratna, 2005: 5). Definisi yang mutakhir dikemukakan oleh Marvin Harris (1999: 19) yaitu seluruh aspek kehidupan manusia dalam masyarakat, yang diperoleh dengan cara belajar, termasuk pikiran dan tingkah laku. Kecuali itu juga ada definisi yang dikemukakan oleh Parsudi Suparlan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, yang digunakan untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi, dan untuk menciptakan serta mendorong terwujudnya kelakuan (1981/ 1982: 3).

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 149), disebutkan bahwa: “ budaya “adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedangkan “kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu dll). Sedang ahli sejarah mengartikan kebudayaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan. Definisi-definisi tersebut menunjukkan bahwa jangkauan kebudayaan sangatlah luas, salah satunya mengenai Kearifan Lokal.

(2)

2 diamalkan oleh beberapa orang dalam jumlah yang kecil, misalnya desa.Namun ada pula kearifan lokal yang digunakan oleh sekelompok besar masyarakat, misalnya kearifan lokal etnik.

Kearifan lokal ini juga tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan masyarakat yang mendukungnya. Kearifan lokal, biasanya mencakup semua unsur kebudayaan manusia, yang mencakup: sistem religi, bahasa, ekonomi, teknologi, pendidikan, organisasi sosial, dankesenian. Kearifan lokal bermula dari ide atau gagasan, yang kemudian diaplikasikan dalam tahapan praktik, dan penciptaan material kebudayaan.

Kearifan lokal di peringkat etnik juga bisa bermacam-macam bidang, misalnya untuk merespon alam sekitar manusia membuat rumah dengan aspek-aspek spiritual untuk menjaganya.Begitu juga dengan sistem perkawinan, ada yang mendasarkan kepada perkawinan di luar kleim (eksogamus), perkawinan untuk kepentingan politik kekuasaan, perkawinan perempuan melamar lelaki atau sebaliknya.Selain itu, kearifan lokal juga tercermin dalam filsafat atau pandangan hidup manusia yang memikirkan dan menggunakannya. Sebagai contoh dalam masyarakat Batak Toba dikenal dengan filsafat dalihan na tolu (DNT), dalam masyarakat Aceh dikenal (adat bak petumeuruhom hukom bak syaiah kuala, dalam kebudayaan Minangkabau ada filsafat alam nan takambang menjadi gur), dalam kebudayaan Jawa terdapat filsafat alon-alon waton kelakon dan sederek, dalam masyarakat Sulawesi ada filsafat persaudaraan universal pelagandong, dan lain-lainnya.

(3)

3 bentuk “ikatan sosial budaya” biar berbeda-beda tetapi tetap satu (bhinneka tunggal ika).

Berdasarkan skripsi ini adapun Peran lembaga adat yang menangani masalah kebudayan ini. Peran adalah suatu tindakan atau aktivitas yang diharapakanoleh masyarakat atau pihak lain untuk dilakukan oleh seseorang sesuaidengan status yang mereka miliki sehingga peran atau peranan tersebutdapat dirasakan pengaruhnya dalam lingkup kehidupan. Sedangkan Lembaga adat adalah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan, Lembaga Adat adalah Lembaga Kemasyarakatan baik yang sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan berkembang di dalam sejarah masyarakat atau dalam suatu masyarakat hukum adat tertentu dengan wilayah hukum dan hak atas harta kekayaan di dalam hukum adat tersebut, serta berhak dan berwenang untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang berkaitan dengan dan mengacu pada adat istiadat dan hukum adat yang berlaku.

(4)

4 sultan sedang makan sahur, maka kemudian hari ini engkau mendirikan daerahmu dan namailah daerah itu Sahu.

Suku ini terbagi menjadi dua bagian yaitu suku Sahu Tala’i dan suku Sahu Padusua. Secara budaya kedua kelompok suku ini memiliki budaya yang sama dan sangat sulit untuk menemukan perbedaannya seperti dalam wujud benda-benda hasil karya manusia/arsitektur rakyat yang dinamakan Sasadu (rumah adat), namun ketika mendengar dialek kedua suku ini dalam menggunakan bahasa daerah maka akan mengetahui perbedaan suku ini. Suku Sahu Tala’i dengan dialek yang lebih kasar sedangkan suku Sahu Padusua dengan dialek yang lebih halus.

Suku Sahu yang memiliki rumah adat disebut Sasadu yang artinya rumah besar, atau dalam dialek sehari-hari dalam suku Sahu disebut Sabuah. Sasadu dalam tradisi masyarakat suku Sahu digunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan Suku Sahu seperti rapat tokoh-tokoh adat, acara adat, rapat masyarakat maupun tempat berkumpulnya masyarakat untuk saling bersosialisasi diwaktu luang. Suku Sahu memiliki satu tradisi unik dalam budaya mereka yaitu tradisi O’rom Sasadu atau orang suku Sahu biasa menyebutnya sebagai makan-makan sabuah (adat). Suatu tradisi yang diturunkan turun-temurun oleh para leluhur untuk mensyukuri hasil panen yang mereka alami dalam satu tahun itu.Menurut (Visser, 1989) sebelum penjajahan Belanda,lamanyawaktu pelaksana upacara makan bersama (Sasadu) bervariasi dari satu desa dengan desa yang lain. Waktu pelaksana 5(lima) hari, 7(tujuh) hari, atau 9 (Sembilan) hari berdasarkan jumlah atap (waras) yang digunakan sebagai ukuran panjang rumah adat/sasadu. Pada saat wilayah Sahu di duduki oleh Kolonel Belanda, waktu pelaksanaan tradisi makan bersama di batasi 3 (tiga) hari berlaku untuk seluruh desa.

(5)

5 kebudayaan atau adat istiadat, namun dalam perkembangannya mengalami keguncangan budaya (culturalshock) sehingga melahirkan pergeseran pandangan dari satu generasi ke generasi terhadap satu sistem budaya yang dianut sebelumnya.Berdasarkan survei penulis, Desa Balisoan dalam melaksanakan acara makan sasadu (Orom Sasadu), jika dibandingkan dengan desa lain, Balisoan hanya melaksanakan jika ada bantuan raskin, sedangkan desa lain acara makan (Orom Sasadu) dilaksanakan setelah dari hasil panen yang di buat dalam satu tahun satu kali selama tiga hari.

Pergeseran ini sebagai konsekuensi dari adanya kecenderungan sikap masyarakat yang lebih berorientasi pada kebiasaan-kebiasaan yang universal dan modern dibandingkan dengan kebiasaan yang tradisional yang berakar darikebudayaan (Beoloda A, 2003). Kehidupan yang berdasarkan adat, kini hanya mengakar dalam kehidupan generasi tua saja. Perubahan zaman yang dibarengi dengan kemodernisasian, telah menyisihkan keseharian adat dari kehidupan masyarakat, khususnya kaum muda. Tidak heran,jika kini muncul satu keresahan akan kelangsungan keberadaan adat suku Sahu.Pembentukan lembaga adat suku Sahu diharapkan dapatberperan dalam meningkatkanpemahaman masyarakat tentang pentingnya pelestarian budaya dan dapat membangkitkan segala wujud kreatifitas dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis merasa tertartik untuk mengkaji mengenai “Peran Lembaga Adat dalam Pelestarian Kearifan Lokal Suku Sahu di Desa Balisoan Kecamatan Sahu Kabupaten Halmahera Barat”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan ialah:

1. Bagaimana Peran Lembaga Adat Untuk Membangkitkan Pemahaman Masyarakat dalam Pelestarian Budaya Orom Sasadu ?

(6)

6 1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan Peran Lembaga Adat dalam MembangkitkanPemahaman masyarakat tentang pentingnya pelestarian budaya makan bersama di Sasadu. 2. Mendeskripsikan Peran Lembaga Adat dalam Membangkitkan Keaktivitasan

kebudayaan (Orom Sasadu). 1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini hendaknya dapat bermanfaat sebagai berikut: 1.4.1 Secara Teoritis:

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan sosiologi pembangunan dan institusi sosial.

1.4.2 Secara Praktis:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi masyarakat adat, pengurus Lembaga Adat dan Pemerintah Halmahera Barat dalam rangka menumbuhkembangkan nilai-nilai budaya makan bersama (Sasadu) sebagai nilai-nilai positif dalam kehidupan masyarakat Suku Sahu.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh itu, langkah drastik yang diambil oleh Lembaga Zakat Selangor khususnya dengan merekrut usahawan dari golongan asnaf adalah amat bertepatan pada masa sekarang.. Sumber

(2) Media pembelajaran Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis hierarki konsep untuk pembelajaran kimia kelas X Pokok Bahasan Pereaksi Pembatas secara umum memiliki

Pengaturan Transform pada after effect Cs 6 fasilitas yang digunakan untuk merubah transparansi objek menggunakan..A. Pengaturan Transform pada after effect Cs 6 fasilitas

This staggered development is facilitated and supported by legal infrastructure through several legislations and directives namely Islamic Banking Act 1983, Banking and Financial

Perawatan ortodontik cekat teknik Begg menggunakan australian archwire yang lenting dengan penambahan L loop dapat digunakan untuk mengkoreksi kaninus maksila ektopik dengan gaya

pengaruh fraksi air dan fraksi etil asetat daun adam hawa ( Rhoeo discolor Hance) terhadap peluruhan batu ginjal kalsium secara in vitro , terdapat

Lapo- lapo tuak di jalan Arengka dua bisa dikatakan tempat berkumpulnya orang-orang penikmat tuak karena Arengka dua adalah bagian dari Kecamatan Payung Sekaki

Perbedaan jumlah biaya pakan antara pembibitan itik modern dan tradisional karena adanya perbedaan pemberian pakan, seperti diketahui bahwasanya usaha pembibitan