Penegakan Prinsip Kebebasan Beragama di Indonesia
Sikap Elit Muslim dan Kontroversi Ahmadiyah Paska Tragedi Cikeusik 2011
Oleh : Bastiaan Scherpen
1. Pendahuluan
Kontroversi Ahmadiyah di Indonesia pada gilirannya berubah menjadi insiden buruk
yang mematikan pada Februari 2011 ketika segerombolan massa yang marah bentrok
dengan para pengikut Ahmadiyah di sebuah desa terpencil di Propinsi Banten, tiga
orang menemui ajal dalam peyerangan brutal itu. Sebuah rekaman grafis bentrokan
Cikeusik juga banyak beredar di YouTube, ormas dan partai-partai berbasis Islam
dipaksa untuk mengambil sikap terkait insiden tersebut. Dalam bab ini, segala hal
paska terjadinya serangan akan dijadikan sebagai obyek studi kasus dalam meneliti
sikap dan perilaku organisasi Islam arus utama dan partai-partai politik berbasis
Islam. Sebagian besar penelitian didasarkan pada wawancara pribadi dan
pemeriksaan laporan di berbagai media, dan juga di Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). Hasil dari penenlitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan mendasar antara
apa yang disampaikan oleh para politisi dan kelompok masyarakat sipil terkait
pandangan mereka tentang bagaimana berurusan dengan sebuah sekte yang hampir
secara bulat dianggap sebagai bentuk penyimpang ajaran di Indonesia. Hal ini
mengindikasikan bahwa kelompok masyarakat sipil arus utama seperti Nahdlatul
Ulama (NU) dan Muhammadiyah tampaknya acap kali mengajukan solusi pragmatis,
nilai-nilai idealisme Islam sering kali diberlakukan di ranah politik.
2. Muslim, minoritas dan demokrasi1
1
Hamparan luas kepulauan Indonesia [dengan beraneka ragam suku, adat, budaya, dan
agamanya; penerjemah] sering kali diklaim sebagai garda terdepan pelopor
'pluralisme' atau Islam ‘moderat’ –sebagai lawan atas ide-ide Islam yang lebih
‘radikal’– yaitu Islam yang banyak dipraktekan dan dianggap berlaku di negara-negara Timur Tengah. Sejumlah perkembangan dalam beberapa tahun terakhir telah
menuntun beberapa pihak untuk mulai mempertanyakan gagasan Indonesia sebagai
representasi dari 'Islam ramah'.2 Titik tolak pembahasan yang sedang dikaji di sini
bahwasanya Indonesia merupakan bentuk negara demokrasi. Kontroversi seputar
kebebasan beragama bisa jadi adalah hal yang menyita perhatian cukup besar, baik di
kalangan internasional ataupun domestik. Sebagai contoh, kehadiran kelompok
minoritas3 sekte Islam Ahmadiyah, yang mana merupakan salah satu di antara yang
memunculkan kontroversi. Isu utama yang menjadi perdebatan dalam ranah teologis
yang sedang terjadi adalah memperdebatkan keyakinan Ahmadiyah terkait status
Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908). Ada sejarah panjang terkait klaim yang sangat
kompleks tersebut dengan klaim yang berlawanan sehubungan dengan kedudukan
Ghulam Ahmad sebagai nabi.4
nara sumber. Yaitu, Martin van Bruinessen, Kees van Dijk, Ridho al-Hamdi, Ahmad-Norma Permata, Nico J.G. Kaptein, Anita Rachman dan Moch Nur Ichwan.
2 Ma ti a B ui esse , What happe ed to the s ili g fa e of I do esia Isla ? Muslim intellectualism and the conservative turn in post-Suha to I do esia, RSIS Working Paper No. 222, 6 Januari 2011, www.rsis.edu.sg/publications/ workingpapers/wp222.pdf.
3
Apakah Ahmadiyah sebenarnya kelomppk Muslim atau tidak merupakan inti dari kontroversi yang ada. Saya memilih untuk menahan diri dari memihak salah satu pihak dalam perdebatan yang sangat kompleks ini, dan saya memilih menganggap Ahmadiyah adalah sebuah sekte Islam karena Ahmadiyah sendiri mengklaim diri mereka sebagai Muslim.
4
Sebuah kajian lebih jauh terkait perdebatan status Mirza Ghulam Ahmad adalah di luar lingkup kajian bab ini. Herman L. Beck mengupas ide-ide kenabian Ghulam Ahmad dan perbedaan doktrin antara Ahmadiyah dan Islam Sunni arus utama dalam bukunya
The uptu e et ee the Muha adi ah a d the Ah adi a , dala Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 161–162 (2005): 210–246, 215–219. Catatan Erni
Pemerintah Indonesia mengalami kesulitan cukup besar dalam menciptakan
perdamaian terkait kehadiran berbagai sekte –sebuah isu yang tidak benar-benar
menjadi masalah hingga hadirnya kelompok yang memiliki lobi kuat yang
memutuskan untuk memilih tindakan itu satu dekade yang lalu.5 Kontroversi aliran
Ahmadiyah terbukti menjadi isu yang begitu memecah belah umat Islam Indonesia,
dan menyebabkan perdebatan sengit di antara organisasi berbasis Islam dalam
beberapa tahun terakhir. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa
Ahmadiyah merupakan aliran sesat dalam beberapa fatwanya, terakhir pada tahun
2005. Bahkan kelompok-kelompok garis keras telah mengancam akan
menggulingkan Pemerintah jika gagal untuk mengeluarkan suatu larangan langsung
terkait sekte Ahmadiyah. Ketika kelompok Ahmadiyah di seluruh negeri menderita
karena intimidasi dan kekerasan fisik, tindakan Pemerintah justru malah
mengeluarkan SKB (Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan
Menteri Dalam Negeri) Nomor 3/2008 pada tanggal 8 Juni tahun 2008. SKB tersebut
melarang segala bentuk dakwah ajaran Ahmadiyah tetapi tidak melarang ajaran
Ahmadiyah tersebut bagi kalangan mereka sendiri. Kelompok pegiat HAM
menyayangkan apa yang mereka lihat tersebut sebagai pembatasan pada kebebasan
beribadah, sementara kelompok-kelompok garis keras mengecam apa yang mereka
anggap sebagai langkah setengah hati yang diambil Pemerintah di bawah tekanan pihak Asing. Dengan latar belakang sebagaimana di atas, pada 6 Februari 2011 tiga
jemaah Ahmadiyah secara brutal dibunuh di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik,
Pandegelang di Propinsi Banten.
Keberadaan kontroversi Ahmadiyah pada gilirannya menyebabkan insiden
mematikan yang memilukan, dan cuplikan rekaman audio visual atas serangan massa
Cikeusik tersebut banyak beredar di YouTube. Berangkat dari tragedi tersebut,
organisasi dan partai-partai berbasis Islam dipaksa untuk mengambil sikap. Hal-hal
berkaitan sikap mereka adalah topik yang akan saya gunakan di sini sebagai obyek
Suryawan, Bukan Sekedar hitam putih: Kontroversi pemahaman Ahmadiyah (Tangerang: AzzahraPublishing, 2005).
5
studi kasus untuk menguji sikap dan perilaku kelompok Islam arus utama seperti
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, dan sikap partai politik berbasis Islam6
ataupun sikap Dewan Perwakilan Rakyat. Pada bab ini juga akan ditunjukkan
bahwasanya terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara sikap para politisi dan
kelompok masyarakat sipil yang memiliki ikatan dengan partai mereka berkaitan
dengan solusi pemecahan tentang bagaimana menangani masalah Ahmadiyah.
Nilai-nilai ideal Islam tampaknya berlaku di kalangan politisi, sementara di kalangan
masyarakat sipil secara umum cenderung lebih pragmatis dalam menyikapi
permasalahan ini. Perbedaan sikap seperti ini kurang lebih terlihat sama ketika
membuat kajian perbandingan antara kelompok tradisionalis, modernis dan aktivis
Tarbiyah. Secara umum kelompok tradisionalis merupakan lanskap wajah Islam
Indonesia, sebagaimana yang ditunjukan oleh Syaifudin Zuhri dalam kontribusi
penelitiannya dalam buku ini, yaitu keterlibatan kelompok tradisionalis dalam
gerakan di berbagai ranah sosial dalam domain agama, seperti halnya masjid.
3. Negara
Pengacara senior Adnan Buyung Nasution mencatat bawhwa seorang yang menjabat
sebagai penasihat hukum untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007-2009),
mengatakan bahwa ia sangat menentang untuk membubarkan kelompok sektarian
Ahmadiyah, akan tetapi SKB itu terpaksa dikeluarkan sebagai langkah kompromi
karena tekanan dari kelompok garis keras.7 Pernyataan ini tampaknya terkonfirmasi
oleh kawat rahasia kediplomatikan pada 11 Juni 2008, Kedutaan Besar AS di Jakarta
6
Partai Keadilan Sejahtera (PKS),Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) adalah (dan yang lainnya) partai berbasis Islam, akan tetapi rata-rata keberadaan partai tersebut adalah partai-partai kecil. Partai Demokrat (PD), partai-partai Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) merupakan partai-partai besar di Indonesia. Meskipun
sa gat jauh dikataka se agai pa tai sekule , pa tai-partai tersebut tidak mengklaim diri mereka sebagai partai berbasis Islam. Dari semua partai yang disebutkan di sini, hanya PDI-P yang tidak memiliki kader dalam Kabinet Indonesia Bersatu II Presiden Susilo Bambang Yudhoyono .
7
melaporkan ke Washington terkait pemberlakuan SKB. Kawat rahasia diplomatik
tersebut menyatakan bahwa Pejabat Kedutaan merasa khawatir dengan perrnyataan
salah satu penasihat urusan luar negeri Yudhoyono tersebut yang diduga mengarah
kepada pihak Amerika. Bahwasanya terdapat kata-kata ambigu terkait keputusan
yang berupa keputusan ‘keseimbangan’, dan 'kita memang menghadapi sedikit
kerumitan' dalam merancang kompromi.8
Bagaimanapun perlu digarisbawahi, baik dari segi hukum nasional dan
kovenan-kovenan atau deklarasi internasional, tidaklah kurang itikad dari pihak pemerintah
Indonesia untuk menunjukkan dedikasinya terhadap kebebasan beragama. Beberapa
contoh misalnya, pada tahun 2005 Indonesia meratifikasi Kovenan Internasional
tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR). Selama 60 tahun sebelumnya pun Republik Indonesia yang masih
muda juga sudah menggariskan dalam konstitusinya bahwa ‘negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat sesuai agama dan kepercayannya itu’.9
3.1 Sikap ganda Eksekutif : dialog untuk melanggengkan monolog
Tidak berselang lama paska tragedi berdarah Cikeusik, Presiden Yudhoyono
mengejutkan para pengamat dengan pernyataannya yang dianggap tidak serius.
Presiden mengatakan dia 'menyesali' fakta adanya korban meninggal. Dia malah tidak
memerintahkan adanya penyelidikan menyeluruh, justru malah mengatakan bahwa
polisi tampaknya telah gagal untuk melakukan perlindungan.10 Djoko Suyanto,
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan menambahkan bahwa
Pemerintah mengutuk siapa saja yang berada di balik kekerasan terhadap setiap
8Kedutaa Besa AS di Jaka ta, Ka at No. jaka ta , Se t e e s allo ed to
o ship despite edi t . Di uat Ju i , dirilis oleh WikiLeaks pada 30 Agustus 2011, http://wikileaks.org/cable/2008/06/08JAKARTA1143.html (diakses 10 September 2011). 9Muha ad Asʾad, Ah adi ah a d the f eedo of eligio i I do esia , Jou al of Indonesian Islam 3–2 (Desember 2009): 390–413, 392–393.
warga negara Indonesia'. Namun, ia juga meminta pemeluk Ahmadiyah untuk
'menghormati kesepakatan bersama [SKB No.3/2008] yang telah ditandatangani pada
tahun 2008'.11
Suryadharma Ali, lulusan IAIN Syarif Hidayatullah (angkatan 1984) dan mantan
aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), yang juga menjadi ketua PPP
sejak 2007, merupakan aktor penting dalam kontroversi Ahmadiyah. Bukan cuma
karena dia menjabat sebagai Menteri Agama, tetapi juga karena pernyataannya bahwa
Ahmadiyah harus dibubarkan di dalam catatannya yang kurang lebih bersifat opini
pribadi.12 Namun, sikap resmi sang Menteri tetap mempertahan dukungannya
terhadap SKB. Lebih lanjut sebagaimana ia katakan bahwa Pemerintah sedang
mengupayakan solusi yang lebih permanen. Pihak Perwakilan dari organisasi induk
Ahmadiyah di Indonesia, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), menolak untuk
menghadiri pertemuan dengan Suryadharma Ali di Kementerian Agama yang
direncanakan pada tanggal 22 bulan Maret 2011. Mereka mengatakan bahwa Menag
tidak bisa diharapkan menjadi fasilitator yang adil untuk dialog. 'Dari awal ia telah
berniat membubarkan Ahmadiyah', ungkap juru bicara JAI Zafrullah Ahmad
Pontoh.13 Gerakan Ahmadiyah Indonesia14 (GAI) yang lebih kecil skala
organisasinya juga tidak menghadiri pertemuan dengan Menag tersebut.
11 SBY O de s I estigatio i to Fatal Atta k o Ah adi ah , Jaka ta Glo e, 7 Februari 2011, www.thejakartaglobe.com/home/sby-orders-investigation-into-fatal-attack-on ahmadiyah/421163 (diakses pada tanggal 18 Maret 2012).
12 Ah adi ah: Da i pada Di ia ka , Le ih Baik Di u a ka , Politik I do esia, Februari 2011, http://politikindonesia.com/index.php?k=politisiana&i=19223 (diakses pada tanggal 8 October 2011). Patut dicatat juga bahwa Menag mendukung 'dialog' sebagai cara untuk membawa kelompok Ahmadiyah kembali kepada Islam arus utama karena dianggap menyimpang: Lihat Shia Co e sio Is Solutio : Mi iste , The Jaka ta Post, 6 September 2012, www.thejakartapost.com/news/2012/09/06/shia-conversion-solution-minister.html (diakses pada 7 Januari 2013).
13 Me ag: Tidak Fai , Alasa Ah adi ah A se Dialog , Politik I do esia, Maret 2011, http://politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=20144 (diakses pada 8 Oktober 2011).
14
3.2. Sikap ganda Legislatif: mencari sebuah solusi.
Pada 9 Februari 2011, tiga hari paska insiden Cikeusik dan kerusuhan bermotif
SARA di Temanggung,15Jawa Tengah, Komisi VIII DPR yang menangani masalah
keagamaan, sosial, dan pemberdayaan perempuan ( Komisi diketuai oleh politikus
PKB Abdul Kadir Karding yang di kemudian hari ia digantikan pada Februar 2012)
melakukan pertemuan dengan Menteri Agama dan Kapolri Timur Pradopo untuk
membahas mekanisme Pemerintah dalam melindungi kebebasan beragama dan
harmonitas keagamaan dan tentang bagaimana cara mencegah kekerasan. Menteri
Agama menyatakan bahwa sejak 1945, konstitusi menjamin kemerdekaan beragama
dan berkeyakinan tiap-tiap warga negara sebagaimana keyakinan memilih suatu
keyakinan, akan tetapi dia juga menambahkan bahwa ‘dalam melaksanakan
kebebasan, setiap orang harus tunduk pada pembatasan yang ditentukan dalam
Undang-Undang’. Suryadharma Ali juga mengatakan bahwa Ahmadiyah telah
menyebabkan masalah sedari awal.16
3.2.1. Partai tradisional: PKB dan PPP
Pemimpin Fraksi PKB di DPR dan ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai,
Marwan Ja'far, setelah terjadinya insiden Cikeusik menyatakan bahwa ‘serangan
terhadap anggota Ahmadiyah sangat tidak bermoral, melanggar hak asasi manusia
dan mengingkari prinsip-prinsip ajaran-ajaran Islam yang damai’. Dia menyebut
serangan itu adalah ‘kemunduran bagi kehidupan beragama di Indonesia’ dan
reformis (mujaddid) keagamaan, bukan Nabi. Di Indonesia, GAI mewakili kelompok kedua.
15
Pada 8 Februari 2011 sekerumunan umat Islam mengamuk di Kota Temanggung, Jawa Tengah, setelah seorang pria Kristen divonis lima tahun penjara karena menghujat Islam, kerumunan massa menganggap vonis cukup ringan. Beberapa gereja dan gedung-gedung pemerintahan pun dirusak kemudian.
16
mengatakan orang seharusnya tidak melakukan tindakan seperti itu untuk
menghakimi siapa yang dianggap kafir dan siapa yang tidak.17
Selama pertemuan di Komisi DPR, Ali Maschan Moesa mengemukakan
pandangan-pandangan Fraksi PKB. Pada tanggal 9 Februari, selama pertemuan
dengan Menteri Agama dan pimpinan Polri, Moesa menyarankan adanya evaluasi
ulang kebijakan yang ada untuk melihat apakah sudah sesuai dalam konteks dialog
antar agama. Dia juga menyarankan adanya penyusunan ulang SKB No. 3/2008
tersebut, dan mengatakan bahwa SKB ternyata tidak mampu mengatasi setiap
masalah yang ada. Menurutnya, kalau cuma mengatakan seseorang kafir itu adalah
mudah, katanya, dan tindakan seperti itu adalah tanda dari pemahaman agama yang
sangat dangkal tentang Islam. Dia menekankan perlunya dialog, bahkan ketika orang
sepakat bahwa orang lain salah, tetap harus mengedepankan dialog, bukan kekerasan.
‘Kita tidak bisa hanya mengatakan: murtad, sementara orang-orang tersebut masih
ingin menjadi Muslim’, jelas Moesa.18
Bagi PKB sendiri, isu Ahmadiyah tampaknya juga digunakan sebagai
kesempatan untuk menunjukan hubungannya dengan NU, mengklaim diri sebagai
perwakilan politik yang sah satu-satunya, dengan melihat pernyataan Karding sebagai
ketua Komisi VIII:19 PKB mengikuti keputusan dari Dewan Pimpinan Pusat NU
(PBNU), saat ditanya apa pendapatnya tentang posisi salah satu kyai atau pemimpin
keagamaan paling liberal di jajaran elit NU, Masdar Farid Mas'udi (yang akan
dibahas secara lebih rinci di bawah). Karding mengatakan ia setuju bahwa hanya
Allah yang berhak untuk memutuskan apakah keyakinan seseorang itu menyimpang
atau tidak. Pada waktu bersamaan, politisi muda PKB tersebut juga mengatakan
keberadaan Ahmadiyah merupakan tantangan politik yang sangat rumit, terutama dari
perspektif hukum. ‘keberadaan Ahmadiyah harus diatur, tapi SKB tidak memiliki legitimasi [hukum]’, katanya. Dia menambahkan bahwa akan sulit untuk
17 Seju lah Pa tai Isla Kutuk t agedi Cikeusik , Politik I do esia, Fe ua i , http://politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=18162 (diakses pada 8 Oktober 2011).
18
DPR RI, Risalah Rapat, 9 Februari 2011. 19
memutuskan apakah Ahmadiyah bisa diterima secara akidahnya jika dilihat dari
perspektif agama, atau sebagai aliran dalam Islam. Karding menyimpulkan bahwa
solusi terbaik adalah menciptakan payung hukum yang melingkupi Ahmadiyah, dan
yang akan melindunginya secara menyeluruh dan juga yang mengayomi semuanya,
yang menjamin kerukunan umat beragama di Indonesia.
Dalam kelompok Islam Politik yang lebih konssrvatif, PPP adalah pendukung
setia atas adanya larangan langsung pada Ahmadiyah. Politisi PPP sendiri
menggambarkan partai sebagai satu-satunya wakil sejati kelompok Islam pluralis
Indonesia, dan memang orang-orang PPP sebagian besar berasal dari ormas Islam
arus utama yang berperan aktif di partai tersebut. Berbeda dengan PKB yang
berideologikan Pancasila, PPP berdasarkan ideologi Islam, dengan tujuan untuk
menjelaskan bahwa mereka yakin hanya Islam adalah yang benar-benar rahmatan lil alamin (rahmat bagi semua ciptaan).
Suryadharma Ali adalah Ketua Umum PPP, tapi sebagaimana yang telah
dipaparkan di atas, karena dia juga merangkap sebagai Menteri Agama, jelas ia
diharapkan tidak menyimpang terlalu jauh dari garis resmi Pemerintah dalam
menyikapi kontroversi Ahmadiyah. Di sisi lain, anggota Parlemen dari PPP tidak
menghadapi pembatasan etis seperti halnya Menag, dan setelah insiden Cikeusik,
tampaknya para politisi PPP berusaha untuk menebus batasan yang dihadapi oleh
pemimpin Parpol mereka.
Pada tanggal 9 Februari, anggota Komisi VIII, Hasrul Azwar membuat
pernyataan untuk pembubaran sekte tersebut dengan menjelaskan bahwa sejak
Ahmadiyah masuk ke Indonesia pada tahun 1920, telah menimbulkan masalah. Dia
bahkan memiliki pengalaman buruk ketika satu kali di Medan, Sumatera Utara, ia
melakukan salat di sebuah mesjid Ahmadiyah. Setelah ia selesai, ruang yang tadi
digunakannya dibersihkan dengan air, dia berkata, 'siapa yang kafir: saya atau
Ahmadiyah?’.20
Menurut Hasrul Azwar, semua komponen Pemerintahan seharusnya melakukan
tindakan tegas dan membubarkan Ahmadiyah. Anggota Parlemen tersebut juga
20
mengatakan bahwa masalah Ahmadiyah tidak seharusnya diklasifikasikan sebagai isu
hak asasi manusia. ‘Ini penistaan, penodaan agama yang saya anut’, jelasnya, Dia
menambahkan bahwa seseorang tidak boleh bersembunyi di balik hak asasi manusia
untuk menistakan agama. Seminggu kemudian, juga di gedung DPR dalam
menghadapi pemimpin JAI (amir) Abdul Basit, Hasrul Azwar memastikan tidak akan ada kesalahpahaman tentang posisi sikapnya. Keyakinan Ahmadiyah secara
substansial berbeda dari Islam yang benar, tegasnya, dan hanya ada satu solusi:
'Bubarkan Ahmadiyah!’.21
Akan tetapi di luar gedung Parlemen, setidaknya seorang politikus senior PPP
mengambil sikap lebih lunak paska bentrokan Cikeusik. Lukman Hakim Saifudin,
wakil kepala Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan merupakan ketua Dewan
Pimpinan Pusat PPP dan juga mantan aktivis NU mengatakan tindakan kekerasan
tidak bisa dibenarkan, tetapi ia juga menekankan bahwa semua pihak yang terlibat
harus menghormati SKB.22 Sentimen terhadap Ahmadiyah juga datang dari M.
Arwani Thomafi, seorang elit PPP lainnya yang juga anggota Komisi VIII terkait
insiden Cikeusik. Arwani mengatakan ia percaya bahwa SKB tersebut sudah menjadi
dasar hukum yang cukup untuk melarang keberadaan Ahmadiyah, tapi Pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono tampaknya tidak mau ‘menindaklanjuti apa yang telah diputuskan oleh Kementerian Agama’ atas dasar ‘[pemerintah] memiliki pertimbangan politik sendiri’.23
Menyangkut isu Ahmadiyah tersebut, Arwani menegaskan tidak pernah ada
peninjauan kembali terkait garis kebijakan partai terkait Cikeusik. PPP telah
mengambil sikap dan hal itu telah disampaikan kepada Presiden untuk melakukan
tindakan, tandasnya. Alasan di balik sikap tersebut bahwasanya PPP melihat
masyarakat Indonesia, atau setidaknya konstituennya, sebagai masyarakat yang
menganggap agama memainkan peran yang sangat penting.
21
Laporan pada tangggal 16 Februari 2011, pertemuan antara perwakilan JAI dan anggota Komisi VIII DPR RI. Info diperoleh dari rekaman oleh tv Parlemen.
22 Seju lah Pa tai Isla Kutuk t agedi Cikeusik , Politik I do esia, Fe ua i . 23
Pun begitu, sikap masyarakat ini tidak berarti bahwa di masyarakat ada
kelompok-kelompok yang berpaham fundamental, atau lawan kata dari pluralisme,
Arwani menegaskan. ‘Tentu telah terbukti bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang dapat disatukan oleh Pancasila’, katanya. Tapi ketika menyangkut masalah keyakinan agama, katanya, hal itu adalah sesuatu yang berakar kuat dalam
hati masyarakat, ‘yang harus dilihat sebagai masalah fundamental’. Dia
menambahkan bahwa bagi orang Kristen atau Hindu konsep keyakinan seperti
Ahmadiyah juga tidak bisa diterima jika sesuatu yang dianggap suci itu harus diejek
atau bahkan dilecehkan. ‘Muhammad dalam keyakinan Islam dianggap sangat mulia,
dan sangat sakral. Terlindung dari perbuatan dosa (maksum). Jika konsep seperti ini yang dilanggar, apa yang terjadi adalah marahnya masyarakat’.
Menurut Arwani, masalah Ahmadiyah bukan masalah pluralisme, melainkan
masalah internal Islam. ‘Ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan pluralisme, dan bukan pula berkaitan dengan prinsip kebebasan beragama’, katanya. Ketika
mengaitkannya terhadap hak asasi manusia, Arwani menegaskan bahwa hak asasi
dibatasi oleh hak asasi orang lain. Bagaimanapun, untuk menjalankan prinsip
kebebasan beragama tersebut tentu haruslah mematuhi setiap ajaran keyakinan
tersebut. ‘Pun jangan memeluk agama tertentu untuk merusak [ajaran] agama-agama
lain’, tegasnya. ‘Umat Kristiani percaya bahwa Tuhannya adalah Jesus. Bagaimana
jika beberapa orang tiba-tiba muncul mengaku sebagai orang Kristen, tetapi
Allah-nya tidak Yesus? AllahAllah-nya adalah Goliath, misalAllah-nya, atau Firaun ...? umat Kristen
akan marah, kan?’
3.2.2. Itikad baik terletak pada Ahmadiyah: PAN
Partai Amanat Nasional (PAN) didirikan pada tahun 1998 oleh sekelompok orang
yang berorientasi reformis, termasuk ketua umum Muhammadiyah waktu itu, Amien
Rais. Oleh karena itu PAN sering dianggap sebagai partainya Muhammadiyah, tetapi
PAN sendiri tidak didasarkan pada ideologi Islam. Pun begitu, partai memandang
agama sebagai ‘landasan moral dan etika berbangsa dan bernegara’.24
Selama sidang dengar pendapat Komisi VIII pada 9 Februari, Amran dan Dewi
Coryati merupakan wakil dari PAN di Komisi tersebut. Amran berpendapat bahwa
SKB tersebut benar-benar perlu disosialisasikan kepada masyarakat di tingkat akar
rumput, sebagaimana ia telah melakukan komunikasi dengan beberapa pimpinan di
daerah pemilihannya paska menyebarnya berita insiden Cikeusik – di televisi –
tentang adanya SKB tersebut. Amran, yang berasal dari Sulawesi Selatan, selanjutnya
menjelaskan25 bahwa pihaknya tidak memperjuangkan kebebasan beragama, tapi
memperjuangkannya dalam arti ‘menikmati agama sesuai dengan ajaran-ajarannya. Kristen, misalnya, bebas untuk menyembah berdasarkan ajaran Alkitab. Tapi dalam
kasus Ahmadiyah, jelas bahwa aliran tersebut sesat karena para pemimpin Islam - dan
bahkan Qur'an - telah mendefinisikan sangat jelas bahwa Muhammad adalah nabi
terakhir. Ahmadiyah mengatakan ada satu lagi nabi setelah nabi yang terakhir
tersebut. Keyakinan seperti itu menyimpang dari syariat Islam’, jelasnya. ‘Oleh
karena itu ada dua alternatif: jika Ahmadiyah ingin mengidentifikasikan dirinya
sebagai Muslim, mereka harus kembali ke ajaran-ajaran Islam, dan jika mereka tidak
mau kembali pada ajaran-ajaran Islam, mereka harus menanggalkan Islam’. Pun
begitu, anggota Dewan tersebut juga menekankan bahwa Ahmadiyah memiliki hak
untuk hidup di Indonesia sebagai warga negara dan dialog merupakan satu-satunya
solusi.
Dalam pertemuan 16 Februari dengan pemimpin JAI, sebagian besar pandangan
fraksi PAN diwakili bukan oleh Amran, tapi oleh Ahmad Rubaie, wakil ketua fraksi
partai di DPR. Dia mengatakan bahwa darah tidak seharusnya mengalir ketika
menyinggung insiden Cikeusik sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Tapi
dia menjelaskan bahwa setiap agama memiliki panutan-panutan (ulama/tokoh agama)
dan bagi umat Islam Indonesia yang harus jadi panutan adalah MUI, yang mana
24 Platfo Pa tai A a at Nasio al , Pa tai A a at Nasio al,
www.pan.or.id/ index.php?comp=home.detail.99 (diakses pada 12 November 2011).
25
‘tidak memiliki kewenangan menegakkan keyakinan tetapi memiliki kewenangan
untuk menjelaskan, sosialisasi dan mendidik’. Sebagaimana keluaran fatwa MUI pada
tahun 2005 menyatakan Ahmadiyah sesat, solusi terbaik adalah Ahmadiyah kembali
ke Islam demi ‘memelihara kemurnian Islam’. Perbedaan penafsiran kemudian harus diserahkan kepada MUI. ‘Jika mereka tidak ingin bergabung dengan Islam’, kata politisi PAN tersebut,’mereka harus mendeklarasikan agama baru’. Inisiatif terletak
pada Ahmadiyah.
3.2.3. Implikasi terhadap dunia riil: PKS
PKS dalam beberapa tahun terakhir mendapat perhatian lebih banyak oleh para
sarjana dan media dibanding parti-partai lain yang kurang lebih diidentifikasi sebagai
partai-partai berbasis Islam, mungkin karena kekhawatiran yang meluas –di Indonesia
dan luar negeri– terkait agenda Islamisasinya. PKS adalah sebuah partai yang
terorganisir dengan baik yang mengangkat isu-isu Islam sangat serius. Namun hal itu
tampaknya cenderung merupakan keprihatinan mendalam terhadap isu-isu bersifat
moral, misalnya Undang-Undang Anti Pornografi yang disahkan pada tahun 2008.26
Berkenaan dengan kontroversi Ahmadiyah, Dewan Syariah Pusat (DSP) PKS telah
menetapkan sikapnya yang sangat jelas dalam bayan (penjelasan terkait bentuk fatwa) pada awal Mei 2008.27 Apa yang paling menarik tentang bayan ini adalah PKS secara eksplisit merujuk pada implikasi praktis atas perlakuan menyimpang
Ahmadiyah dari perilaku Muslim lainnya – sesuatu yang partai politik lain dan juga
kelompok-kelompok masyarakat sipil tampaknya kurang mempedulikannya. Menurut
DSP yang diketuai oleh KH. Surahman Hidayat (yang pada Oktober 2011 sempat
menjabat Wakil Ketua Komisi VIII), ‘Ahmadiyah telah menodai kesucian Islam,
menodai kesucian Al-Qur'an dan menodai Nabi Muhammad saw sebagai nabi
terakhir dan utusan-Nya’. Ahmadiyah telah ditegur terkait penyimpangan [akidah]
26
Kajian Ahmad-Norma Permata tentang PKS telah memberikan pemahaman kepada saya tentang hal ini.
27 Ba a DSP PKS No o : / /k/dsp
dan siapa saja dari pengikut Ahmadiyah menolaknya bisa dihukumi murtad dan
musyrik (penyembah berhala), bukan sebagai ahlul kitab (Ahli Kitab, seperti Kristen).
Lebih lanjut, sebagai konsekuensi hukum atas murtadnya pengikut Ahmadiyah, maka
tidak halal untuk menikahi wanita Ahmadiyah, membiarkan wanita Muslim
menikahdengan seorang pria Ahmadiyah atau makan daging hewan yang disembelih
oleh pengikut Ahmadiyah’. Juga, seseorang yang meninggal sebagai pengikut
Ahmadiyah tidak sah diberikan upacara penguburan sesuai cara-cara orang Islam
ataupun mendoakannya, dan tidak diperbolehkan untuk dimakamkan di pemakaman
Muslim.28
Bayan dari DSP PKS adalah uraian yang paling rinci atas konsekuensi praktis terkait penyimpangan ajaran Ahmadiyah dan menunjukkan keasyikan terhadap
unsur-unsur yang lebih condong kepada pemikiran keagamaan PKS dengan perspektif Islam
praktisnya. Namun di tingkat politik, anggota Parlemen PKS juga telah menyerukan
kepada Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap Ahmadiyah, terutama untuk
mencegah konflik dalam masyarakat.29 Menurut mantan aktivis KAMMI30 dan senior
PKS di Parlemen yang saat itu, Mahfudz Siddiq pada 2010 bahwa sudah waktunya
Pemerintah mengambil tindakan.31 Dia mengatakan bahwa jika Pemerintah sudah
memiliki alasan untuk membubarkan Ahmadiyah, lebih baik segera dijalankan.
‘Sudah ada [dasar alasannya] fatwa MUI, sehingga Pemerintah sudah memiliki kejelasan mengenai status Ahmadiyah, tapi sejauh ini belum dieksekusi’. Mahfudz
28
Pada Maret 2011, Warga di Kecamatan Cililin, Bandung, Jawa Barat, memindahkan jenazah pengikut Ahmadiyah (yang baru saja dimakamkan) dari komplek
pe aka a Isla . Lihat Maka Pe gikut Ah adi ah Di o gka Wa ga, Je azah Diletakka di Ta ah Koso g , Pos Kota, Ma et , .poskota. o.id/ e ita - terkini/2011/03/03/makam-pengikut-ahmadiyah-dibongkar-warga-jenazah-diletakkan-di-tanah-kosong (diakses pada tanggal 18 Desember 2011)
29
Untuk penjelasan detail tentang kelompok-kelompok di dalam PKS dan tujuan politik serta strateginya, lihat pada kontribusi Ahmad-Norma Permata dalam buku ini.
30
KAMMI, atau Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, tidak secara resmi terkait dengan PKS, tapi berbagi pandangan ideologis. Perihal berkaitan KAMMI akan dibahas dalam bagian 4 bab ini.
31 PKS: Pe elesaia Ah adi ah Ja ga Be la ut
mengatakan bahwa ia mencemaskan jika Pemerintahnya terus-menerus angkat tangan
terhadap masalah ini, isu ini akan menjadi akumulasi yang ‘mengundang situasi berbahaya’.
Terkait insiden Cikeusik, Sekjen PKS Anis Matta32 juga meminta polisi untuk
bertindak tegas terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kekerasan ‘meskipun
berlatarbelakang agama, ini adalah tindakan kriminal’. Matta, yang juga wakil ketua
DPR saat itu, menambahkan bahwa masalah yang berkaitan dengan status
Ahmadiyah bisa didiskusikan kemudian, tapi masalah keadilan bagi orang-orang
yang dibunuh harus menjadi prioritas.33 Dalam sebuah wawancara pada hari yang
sama yang mana Matta sebagi juru bicara, anggota dewan dari fraksi PKS dan juga
anggota Komisi VIII, Herlini Amran mengatakan dua hal yang harus dilakukan: (i)
Pemerintah harus bersikap tegas dalam masalah ini dan (ii) Ahmadiyah harus berhenti
mengaku sebagai bagian dari Islam. Katanya, akar permasalahan adalah prinsip iman
[Islam], dia menambahkan bahwa Ahmadiyah akan memiliki kehidupan yang
menyejukkan, berdampingan dengan kelompok agama dari denominasi lain, termasuk
Islam, kalau saja mereka mau melepaskan klaim mereka sebagai bagian dari Islam.
Untuk Pemerintah, Herlini mengharapkan kejelasan sikap: ‘Pemerintah, khususnya
pihak Kejaksaan, benar-benar perlu mengambil sikap tegas terhadap Ahmadiyah.
Anda ingin membubarkan atau tidak?... Jangan ragu-ragu, seperti sekarang ini.
Kondisi seperti ini, Ahmadiyah sendiri dalam bahaya.’34
Ditanya apakah ia merasa bahwa hak asasi manusia pengikut Ahmadiyah telah
dilanggar dengan mengatakan kepada mereka harus meninggalkan Islam, dia
mengatakan bahwa ‘tidak semuanya harus dihubungkan dengan isu-isu hak asasi
manusia, terutama masalah yang berkaitan dengan kepercayaan dan iman’.
Membahas tentang fatwa MUI 2005 bahwa beberapa aktivis dan pihak Ahmadiyah
32
Anis Matta mendudukkan kembali Luthfi Hasan Ishaaq sebagai presiden Partai PKS pada tanggal 1 Februari 2013. Di kemudian hari Luthfi mengundurkan diri di tengah adanya kecurigaan keterlibatannya dalam kasus mega korupsi.
33Seju lah Pa tai Isla kutuk t agedi Cikeusik , PolitikI do esia, Fe ua i . 34 He li i A a : Se aik a Ah adi ah uat Aga a Ba u Saja ,
sendiri telah disalahkan atas kekerasan berkaitan sectarian tersebut. Herlini
mengatakan, MUI telah melaksanakan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan
Undang-Undang yang berlaku. Sejalan dengan tugasnya untuk melindungi Islam,
MUI telah melakukan penilaian mendalam tentang keberadaan Ahmadiyah. ... Aqidah
Ahmadiyah terdistorsi, sehingga harus dinyatakan sesat’. Dan oleh karena itu, Herlini mengatakan, ‘Fatwa terhadap Ahmadiyah tidak bisa secara serta-merta dilihat sebagai
salah satu pemicu kekerasan mematikan di Cikeusik’. Herlini juga mengatakan Pemerintah harus mendengarkan umat Islam yang merupakan mayoritas di
Indonesia.35
Dalam pertemuan antara anggota Parlemen dan pejabat senior Pemerintah pada 9
Februari 2011, seorang anggota parlemen Jazuli Juwaini – dari Banten – sebagian
besar mengutarakan pandangannya mewakili PKS. Dia mengatakan bahwa ia
‘menyesalkan’ fakta bahwa ada ‘orang dibantai atas nama agama’. ‘Semua warga negara Indonesia harus dilindungi, apapun keyakinan mereka, iman atau agamanya’,
tandasnya, mengkritik Polri dengan menanyakan bagaimana mungkin kekerasan
massal seperti yang terjadi di Cikeusik bisa terjadi. Dia juga ingin tahu apakah
serangan itu didalangi oleh seseorang dan bagaimana hal itu secara tiba-tiba berupa
kerumunan massa yang banyak bisa muncul di daerah yang relatif terpencil ini. Saran
juga dialamatkan kepada Menteri Agama, Jazuli mengatakan bahwa status
kontroversial Ahmadiyah harus diperjelas sekarang, oleh karena itu ‘... kita harus
membedakan antara kebebasan orang perorang dalam beragama dengan penodaan
agama’. Dan dia juga menambahkan, ‘kebebasan beragama tidak berarti berarti menodai agama yang sudah ada’. Dia juga mengatakan langkah Menag adalah hal
positif dalam mengundang Ahmadiyah untuk dialog dalam rangka memberitahu
mereka bahwa jika mereka ingin menggunakan nama Islam, mereka harus kembali ke
ajaran Islam yang benar, dan jika mereka tidak ingin, mereka harus memulai dengan
sebutan agama mereka sendiri tanpa menggunakan nama Islam’. Namun, ia juga
menekankan bahwa ‘tidak peduli seberapa banyak orang telah menyimpang dari Islam, tidak ada seorangpun berhak mengambil tindakan hukum menurut cara mereka
35
sendiri, membunuhi orang dengan impunitas, menghancurkan properti – tindakan
seperti ini tidak pernah bisa dibenarkan'.
4. Suara Islam dalam masyarakat sipil
Arus utama di Indonesia, yaitu partai-partai politik berbasis Islam semua kembali
pada basis-basis kelompok sosialnya hingga batas-batas tertentu. Yang paling penting
dari fenomena ini adalah organisasi sosial keagamaan tradisional Nahdlatul Ulama
(NU, didirikan pada tahun 1926) dan kelompok modernis Muhammadiyah (didirikan
pada 1912). Sulit untuk menyebut angka pasti jumlah orang yang berafiliasi dengan
Ormas-ormas tersebut, tetapi diperkirakan di atas angka puluhan juta untuk kedua
Ormas tersebut, yang mana NU lebih besar pengikutnya daripada yang kedua.
Meskipun tidak terdapat hubungan formal, Muhammadiyah sering dianggap memiliki
kedekatan dengan PAN karena partai ini didirikan pada tahun 1998 oleh ketua
Muhammadiyah pada waktu itu, Amien Rais. Dalam sudut pandang yang sama, PKB
(didirikan pada tahun 1999) dikaitkan dengan NU. Pun begitu, PPP (didirikan pada
tahun 1973 melalui fusi empat partai Islam, termasuk partai NU saat itu) juga
menargetkan basis pemilih NU. Sedangkan PKS yang menargetkan suara dari
gerakan Tarbiyah, sangat menuai sukses di kalangan pemilih perkotaan, dan secara
informal terlibat aktif dan terorganisir dengan kelompok mahasiswa KAMMI.
MUI, organisasi yang telah melarang Ahmadiyah berdasar fatwa keagamaan
dengan tidak kurang mengeluarkan tiga fatwa sejak tahun 1980, tentu saja adalah
pemain penting lain dalam masyarakat sipil Islam di Indonesia, namun posisinya
tidak begitu berpengaruh secara signifikan. Cukuplah di sini untuk mengatakan
bahwa setelah serangan Cikeusik, singkatnya, jelas bahwa kekerasan terhadap
Ahmadiyah tidak dapat ditolerir. Slamet Effendy Yusuf, ketua Komisi Kerukunan
antar Umat Beragama – dan juga salah satu ketua Tanfidziyah NU, atau dewan
yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang’.36
Secara teoritis, MUI mewakili
spektrum luas dari [berbagai golongan] keberadaan umat Islam Indonesia, melalui
elit-elitnya yang dari berbagai organisasi Islam di negeri ini. Lembaga ini adalah
organisasi yang didanai Pemerintah, tapi relatif bersifat independen yang bertujuan
untuk memberi masukan-masukan kepada Pemerintah dan umatIslam dengan
fatwa-fatwanya. Namun, sebagian besar fatwa dikeluarkan melalui sistem satu-organisasi-satu-suara,37 orang-orang dengan kecenderungan garis keras sendiri telah mendominasi struktur MUI.
4.1. Kelompok tradisionalis: dakwah tanpa batas
Nahdlatul Ulama menampilkan dirinya sebagai suara moderat pluralis-inklusif, dan
secara tipikal merupakan organisasi di bidang sosial keagamaan, sangat
mempersilahkan sistem demokrasi melalui himbauan-himbauannya atas pentingnya
musyawarah. Nahdliyin (sebutan pengikut NU), sebagaimana argumennya, meyakini bahwa Al-Qur'an tidak membenarkan kekerasan terhadap kelompok minoritas dan
karena itu mereka jarang terlibat dalam tindak kekerasan. Dalam pandangan ini,
massa NU dikontraskan dengan kelompok garis keras yang terlibat dalam serangan
36 Ze o tole a e uat keke asa atas Ah adi ah , Politik I do esia, Fe ua i 2011, http://politikindonesia.com/index.php?k=pendapat&i=18179 (diakses 16 Maret 2012).
37
Meski relatif kecil pengikutnya (dibandingkan dengan NU dan Muhammadiyah), kelompok-kelompok seperti Hizbut Tahrir Indonesia dan FPI (Front Pembela Islam) memiliki kekuatan yang sama dengan gerakan masif seperti NU dan Muhammadiyah, Ahmad Suaedy menjelaskan hal i i. Lihat ulasa a dala ‘eligious f eedo a d
Cikeusik dan pihak-pihak pelaku penyerangan di Temanggung yang cenderung
‘menggunakan tongkat dari pada logika’.38
Sangat menarik untuk dicermati bahwa banyak pelaku merupakan tokoh penting
yang memiliki latar belakang dari kalangan NU dalam kontroversi Ahmadiyah. Hal
ini tentu saja tidak berarti bahwa NU sebagai induk organisasi memikul segala
tanggung jawab terkait tindakan-tindakan yang dilakukan oleh fungsionarisnya yang
turut serta ambil bagian dalam tindakan di luar kebijakan organisasi oleh
fungsionarisnya tersebut. Pun begitu, hal ini menunjukkan bahwa di internal NU
sendiri juga jauh dari kata seragam (monolitic), dan adanya berbagai ragam perbedaan sikap di kalangan Islam tradisionalis ini ditemukan di semua tingkatan
organisasi sosial keagamaannya yang dapat memunculkan ragam perspektif,
khususnya terkait pertentangan tak kasat mata secara politis. Salah satu pemain kunci,
misalnya, adalah KH. Ma'ruf Amin. Dia adalah salah satu ketua dewan eksekutif
MUI dan anggota dewan penasehat Presiden Yudhoyono (Dewan Pertimbangan
Presiden/Wantimpres), yang mana ia berhubungan dengan urusan keagamaan.
Sebagai mantan ketua Dewan Syuriah (Dewan Pertimbangan) dan anggota Dewan
Mustasyar, ia memiliki kredensial ke-NU-an yang kuat. Setelah selesai Muktamar NU pada tahun 2010, Martin van Bruinessen, pengamat lama organisasi ini, menulis:
[D]engan formasi kepengurusan baru tersebut, NU siap untuk mencari keseimbangan baru antara konservatisme dan sikap politiknya di masa lalu, dan pencarian wacana keagamaan baru 1990-an.... Perhatian terhadap fundamentalisme dan pandangan keagamaan yang anti-liberal tampaknya tidak mungkin untuk terus-menerus dipertahankan di bawah kepengurusan baru dan bahkan mungkin dapat berubah.39
38Zai al A idi Na a i, NU da ‘e italisasi Plu alis e Aga a , e s
ite resmi NU, 28 Februari 2011, http://nu.or.id/page/id/dinamic_detil/4/27067/Kolom/NU_dan_ Revitalisasi_Pluralisme_Agama.html (diakses pada 3 Oktober 2011).
39 Ma ti a B ui esse , Ne Leade ship, Ne Poli ies? ,
Menyikapi hal ini, poin permasalahan yang jadi penyebab insiden Cikeusik,
pihak NU telah mengirim KH. Masdar Farid Mas'udi sebagai wakilnya dalam
pertemuan dengan Komisi VIII pada 17 Februari 2011. Masdar adalah salah satu
pemikir yang paling liberal di jajaran elit NU. Ia dianggap sebagai salah satu senior
Islam liberal di Indonesia 40 dan juga menjabat ketua (rais) Dewan Syuriah.
Kantor Pengurus Pusat PBNU.
Di DPR, Masdar mengatakan cara terbaik untuk mengajak pengikut JAI kembali
ke pangkuan Islam adalah membuka dialog damai dan menahan diri dari memaksa
keyakinan konvensional terhadap mereka. ‘Dengan cara lembut meluruskan mereka.
Seperti disebutkan dalam Al-Qur'an, mengajak yang berbeda pemahaman dari kita
dengan dakwah, dengan nasihat yang baik. Jika cara itu tidak berhasil, berdebatlah
dengan mereka dengan etis. Jika Anda menemui jalan buntu, maka sejauh itulah yang
40
bisa dilakukan, pasrahkanlah kepada Allah’. Jelas Masdar kepada para anggota
Dewan.41
Dalam rapat dengar pendapat, Masdar enggan memberikan label pada
Ahmadiyah sebagai sekte sesat. ‘Manusia tidak memiliki hak untuk menentukan
apakah keyakinan seseorang sesat atau tidak’, ujarnya. 'Ketika ditarik ke ranah
agama, memang ada hal yang sepertinya menyimpang. Tetapi jika [konsep ini]
digunakan sebagai norma sosial, cara ini akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan
sosial kita’.42
Pada tahun-tahun sebelumnya, menanggapi fatwa MUI pada 2005 terkait
pelabelan sesat Ahmadiyah, Masdar sudah menyatakan keberatan terkait pendekatan
konfrontatif tersebut, dia juga memprediksi bahwa hal itu hanya akan lebih
meningkatkan tindak kekerasan.43 Ia percaya bahwa keyakinan radikal yang diimpor
dari Timur Tengahlah yang harus disalahkan terkait masalah Ahmadiyah dalam
beberapa tahun terakhir.44 Menurut Masdar, alasan mengapa NU tidak pernah secara
resmi melabeli Ahmadiyah sesat tetapi hanya ‘berbeda’, karena label sesat tersebut
bisa digunakan sebagai lisensi untuk membunuh, atau setidaknya memprovokasi
tindak kekerasan. Pada ranah lebih privat, ia mengatakan: adalah bentuk
kesombongan untuk membuat keputusan tentang suatu hal yang hanya Allah-lah yang
berhak memutuskan. Meskipun Masdar sendiri tidak setuju dengan keyakinan
Ahmadiyah tentang konsep kenabiannya, ia mengatakan perdebatan tentang
penafsiran agama haruslah terbuka. Pada kenyataannya, penting untuk digarisbawahi
adalah adanya keyakinan bahwa Muhammad memang nabi terakhir: ‘…pada
41 Lu uska Ah adi ah de ga Kele uta ,
Kompas, 17 Februari 2011, http:// nasional.kompas.com/read/2011/02/17/22493848/NU.Luruskan.Ahmadiyah.dengan.Kel embutn, (diakses pada 16 Maret 2012).
42 Ibid.
43 Ah ad Su aki , Ilha Mashu i da M. As o Yusuf, ‘espo Tokoh Isla atas
Fat a MUI te ta g Ge aka Ah adi ah I do esia , http://ern.pendis.kemenag.go.id /DokPdf/ern-III-06.pdf (diakses pada 21 September 2011).
dasarnya mengarah pada doktrin kebebasan berpikir’,45
katanya. Pokok argumen
Masdar bahwasanya hal ini sudah jelas bahwa tidak akan ada nabi lain, terserah
kepada umat untuk memutuskan bagaimana untuk memenuhi kebutuhan religius: ‘...
kita tidak lagi perlu cemas bahwa [penafsiran kita tentang Islam] akan ditentang oleh
seseorang dengan otoritas absolut [yaitu, seorang nabi]’. ‘satu-satunya kebenaran mutlak yang tersisa adalah Qur'an, imbuhnya. Jalan keluar dari kontroversi
Ahmadiyah, menurut Masdar, akan membutuhkan dua mekanisme terpisah: (i) negara
harus melindungi hak-hak dasar semua warga negara, dan (ii) Muslim arus utama
harus menjadi lebih dewasa, dengan menyadari bahwa itu bukan tanggung jawab
mereka untuk melakukan penyelarasan masyarakat (homogenise society). Dua
langkah tersebut harus ditetapkan secara terpisah, Masdar mengatakannya sebagai ‘...
negara tidak memiliki hak untuk menilai apakah suatu keyakinan itu benar atau
salah’.
Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj, meskipun mengutuk kekerasan Cikeusik
dan menyerukan menghukum berat kepada para pelaku, dalam statmennya kepada
publik menegaskan bahwa ajaran Ahmadiyah tidak sesuai dengan ajaran-ajaran NU.
Namun, ia berhati-hati untuk tidak menggunakan kata ‘sesat’. ‘Ajaran-ajaran
Ahmadiyah ditolak oleh semua kalangan Islam, hal itu memang benar. Tapi kita tidak
bisa memperlakukan kejam mereka [Ahmadiyah]’, jelasnya. Dia juga mengatakan
kekerasan hanya akan menciptakan jarak antara Ahmadiyah dan umat Islam, sehingga
satu-satunya solusi untuk masalah ini adalah adanya dialog yang beradab untuk
membawa Ahmadiyah kembali ke jalur yang benar: ‘Saya, dari NU, saya siap untuk
diskusi, dialog dengan pihak Ahmadiyah. Diskusi yang objektif, tidak boleh ada
caci-maki atau menyerang satu sama lain’. Dengan melakukan diskusi, Said Aqil
mengatakan, kelompok Ahmadiyah bisa menerima ajakan untuk kembali ke ajaran
yang benar. ‘Insya Allah, jika hasilnya adalah sebagian dari komunitas Ahmadiyah kembali ke Islam Sunni, alhamdulillah. Saya tidak bisa mengajak kepada mereka
45
semua untuk kembali ke Islam Sunni’.46
Ketika ditanya tentang kemungkinan
pembubaran Ahmadiyah, Said Aqil mengatakan langkah tersebut merupakan domain
negara, dan karena itu di luar jangkauan kewenangan NU.47 Dia juga menyebut
tindakan seperti yang terjadi di Cikeusik merupakan 'ciri-ciri masyarakat yang tidak
berbudaya dan tidak beradab’.48
Dewan Syuriah PBNU dalam penjelasan resminya (taushiyah) menyikapi permasalahan tersebut mengatakan dalam kaitannya dengan insiden Cikeusik bahwa
‘ajaran tentang kenabian Mirza Ghulam Ahmad yang dianut oleh Ahmadiyah tidak sejalan dengan akidah ahlu-sunnah wal-jama'ah [kelompok tradisionalis yang
merupakan arus utama Sunni Islam]’.Dewan Syuriah PBNU juga mengatakan bahwa
perbedaan dalam pemahaman agama tidak boleh digunakan sebagai pembenaran
melakukan tindak kekerasan, dan Pemerintah secara konstitusional bertanggung
jawab atas penegakan hukum dan perlindungan ‘semua warga negara tanpa memandang agama atau keyakinan mereka’.49
Namun, seorang rekan Masdar di
Dewan Syuriah, KH. Hasyim Muzadi, salah satu yang berpandangan lebih ‘murni’
dan seseorang yang cenderung political-minded di jajaran elit NU, sebagaimana dikutip pada Maret 2011, mengatakan bahwa aktivitas Ahmadiyah dan dakwahnya
harus dilarang, sebagaimana yang telah diatur dalam SKB. Hasyim Muzadi
berpendapat masalah ini tidak harus dibingkai dalam hal kebebasan beragama: ‘ajaran
Ahmadiyah benar-benar harus dihentikan, karena mereka membuat umat Islam
diliputi kecemasan, kecuali bila Ahmadiyah menjadi agama yang berdiri sendiri dan
46 I a Ma uf, PBNU: Pe e a ga Ah adi ah adalah Ti daka Biada , Ka a Haji, 7 Februari 2011, http://kabarhaji.com/kabar/1716/pbnu-penyerangan-ahmadiyah-adalah-tindakan-biadab (diakases pada 3 Oktober 2011).
47
Ed M. Yaʾku , u, Ah adi ah, da FPI , A ta a, Ma et ,
www.antaranews.com/berita/248702/nu-ahmadiyah-dan-fpi (diakses pada 3 Oktober 2011).
48 Pe e a ga te hadap Ah adi ah: Me e tu ka U at Isla kepada Nega a , Majalah Al Kisah, 16 Februari 2011, http://majalah-alkisah.com/index.php/component /content/article/799-penyerangan-terhadap-ahmadiyah-membenturkan -umat-islam-kepada-negara (diakses pada 23 November 2011).
49 Se ua A ti Keke asa S u i ah PBNU , Fe ua i , . u.o .id/a,pu li -
[mengklaim diri mereka dan tidak menjadi bagian dari] umat Islam. Ini tidak ada
hubungannya dengan kebebasan beragama, tetapi hanya dengan penodaan agama’,
kata mantan Ketua Umum PBNU (2000-2005 dan 2005-2010).50
Posisi NU saat ini, di bawah Ketua Umum Said Aqil, dengan demikian lebih
akomodatif terhadap Ahmadiyah dibanding sikap organisasi tersebut di bawah
kepemimpinan panjang Hasyim Muzadi. Selama melewati tahun-tahun penuh
peristiwa, isu Ahmadiyah digambarkan sebagai masalah penodaan agama bukan
kebebasan beragama. ‘Pancasila memberikan kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi setiap warga negaranya. Akan tetapi itu tidak berarti memberikan kebebasan
untuk menodai agama yang dianggap sah di Indonesia’, jelas Hasyim Muzadi terkait
persoalan SKB pada bulan Juni 2008.51 Pemimpin PBNU pada periode sebelumnya
itu juga menyebut SKB tersebut merupakan langkah yang tepat untuk mencegah
Ahmadiyah guna menyebarkan keyakinannya.52 Menariknya lagi, bagaimanapun
juga, terjadi pertemuan para elit NU di Bogor pada bulan September 2005 yang
dipimpin oleh Ma'ruf Amin, Said Aqil Siradj, Masdar F. Mas'udi dan Rozy Munir
untuk membahas sikap formal pihak NU dalam menyikapi Ahmadiyah. Hasil
pertemuan tersebut –menyebut Ahmadiyah adalah ‘sesat dan ke luar dari Islam’–
diumumkan dalam website resmi NU pada Mei 2008, bertepatan ketika tekanan pada
Pemerintah untuk melakukan tindakan terhadap Ahmadiyah meningkat. Dalam
pernyataan itu, Pemerintah diminta untuk ‘memiliki sikap yang tegas dan konsisten
50Ed M. Yaʾku , NU, Ah adi ah, da FPI .
51 PBNU: Pa asila Ja i Ke e asa Be aga a, Tidak Ke e asa Me odai Aga a , website resmi NU, 12 Juni 2008, http://nu.or.id/page/id/dinamic_detil/ 1/12741/Warta/PBNU__Pancasila_Jamin_Kebebasan_Beragama__Tidak_Kebebasan_M enodai_Agama.html (diakses pada 20 November 2011).
51 PBNU: Pa asila Ja i Ke e asa Be aga a, Tidak Ke e asa Me odai Aga a , website resmi NU, 12 Juni 2008, http://nu.or.id/page/id/dinamic_detil /1/12741/Warta/PBNU__Pancasila_Jamin_Kebebasan_Beragama__Tidak_Kebebasan_ Menodai_Agama.html (dikases pada 20 November 2011).
dalam menyikapi keberadaan Aliran Ahmadiyah di Indonesia’.53
Akan tetapi,
menurut Masdar pernyataan yang terpampang dalam website resmi tersebut
sebenarnya masih versi draft yang tidak pernah diterima oleh mayoritas ulama yang menghadiri pertemuan tersebut.54 Pernyataan Masdar tersebut dikonfirmasi oleh salah
satu ketua dewan eksekutif (tandfiziyah) NU, Imam Aziz, yang menjelaskan bahwa
NU tidak pernah secara resmi memberi label Ahmadiyah sebagai aliran sesat. ‘NU tidak akan pernah menyebut kelompok lain sesat, kafir atau bid’ah. Itu adalah
keputusan resmi organisasi. Sikap dasar NU adalah seperti itu’, kata Imam.
Ditambahkannya bahwa Ahmadiyah memiliki hak konstitusional untuk beribadah,
dan tidak ada pihak manapun yang bisa mencabutnya.55 KH. Malik Madani, Sekjen
Dewan Syuriah, paska tragedi Cikeusik juga menjelaskan bahwa NU menganggap
pelarangan Ahmadiyah bukanlah sebagai pilihan tepat.56
Menurut Imam Aziz, salah satu pendiri LSM LKiS yang berbasis di Yogyakarta,
yang memiliki visi untuk mempromosikan pemahaman inklusif dan toleran, masalah
utama di Indonesia adalah kurangnya pemahaman –di antara masyarakat umum
ataupun di tingkat pemerintahan– terkait persoalan hak-hak minoritas. Orang harus
tetap berada di dalam batas-batas budaya atau ajaran agama tertentu, Imam Aziz
menjelaskan, dan jika mereka melangkah keluar batas-batas tersebut, mereka
dikatakan sesat. ‘Dan ini adalah masalah, masalah ontologis’, terangnya. Ahmadiyah
dipandang sebagai penyimpangan, untuk menyembuhkannya, mereka harus kembali
ke arus mainstream’. Untuk alasan ini, Imam Aziz mengatakan penggunaan wacana hak asasi manusia – sebagai titik anjak yang berseberangan dalam menangani
53 Taushi ah: Sikap PBNU te ta g Ah adi ah , e site es i NU, Mei , www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/6/12315/Taushiyah/Sikap_PBNU_tentang_Ahmad iyah.html (diakses pada 20 November 2011).
54
Masdar menjelaskan hal ini pada 6 Oktober 2011, wawancara di Jakarta. Pertanyaan tetap tentang bagaimana pernyataan Bogor 2005 –termasuk pentingnya penggunaan kata 'menyimpang'– pada website NU tahun 2008, yang terlihat lebih sebagai bijaksana politik.
55
Wawancara dengan Imam Aziz, Jakarta, 15 November 2011. 56 PBNU Tolak Pe u a a Ah adi ah ,
masalah Ahmadiyah dari perspektif agama – akan sangat berguna. ‘Tidak peduli
betapa berbedanya mereka dari kami, mereka masih memiliki hak’. Sudut pandang
yang NU gunakan dalam menyikapi kontroversi Ahmadiyah adalah pencegahan
tindak kekerasan, jelas Imam. Dia juga mengatakan bahwa dia tidak setuju dengan
ide-ide Ahmadiyah ‘tentang kenabian, tetapi dia menambahkan bahwa konfrontasi
kekerasan harus dihindari di semua agenda. Sebaliknya, dakwah adalah kewajiban
paling mulia, kata dia, tanpa ada batas waktu. ‘Kemungkinan adanya orang lain yang
menyimpang, namun kekurangpahaman itu harus diatasi secara bertahap dan dengan
cara persuasif. Jika kita mengepung mereka, hanya akan meningkatkan jarak’. Segala
sesuatu yang bisa dilakukan Nahdliyin–sebutan pengikut NU– adalah menyampaikan seluruh isi pesan mereka, dan terserah kepada orang lain untuk memutuskan apa yang
ingin mereka lakukan dengan pesan itu. Ketika pihak tertentu memiliki akses lain
untuk melakukan tindak kekerasan, maka negara harus terlibat, karena ini adalah
tugas negara untuk melindungi hak-hak rakyat sipil rakyat (tapi tidak ikut campur
dalam hal iman)’. Berkaitan dengan hal ini, Imam mengatakan, tindakan yang diambil
oleh gerakan pemuda NU, Gerakan Pemuda Ansor, adalah mempromosikan sikap
toleransi beragama harus dilihat hanya sebagai ungkapan simbolis.
Pada pertengahan Juli 2011, website GP Ansor 57 menampilkan foto dari anggota
divisi paramiliternya yang disebut Banser GP Ansor membersihkan jalan-jalan di
Temanggung dari puing-puing setelah kerusuhan terjadi. Organisasi tersebut,
setidaknya di bawah kepemimpinan saat itu, yaitu Nusron Wahid, sangat vokal
menyikapi beberapa isu yang berkaitan dengan pluralisme agama. Pada 8 Februari
2011, misalnya, setelah insiden Cikeusik dan Temanggung, Nusron mengatakan
bahwa tempat-tempat ibadah yang suci dan perlu dilindungi dari gangguan dari pihak
manapun, di manapun.58 Dia mengatakan bahwa pengrusakan gereja di Temanggung
dapat menyebabkan disintegrasi bangsa dan menyebutnya sebagai insiden ‘barbar’
dan ‘secara hukum dan moral tidak bisa diterima di Indonesia’. Untuk itu, dalam
57
http://gp-ansor.org/.
58 ‘usuh Te a ggu g: A so Ba tu ‘e o asi Ge eja ,
kaitannya dengan insiden Cikeusik, Nusron mengatakan pimpinan pusat Ansor telah
menginstruksikan cabang Banten untuk mengirimkan unit Banser untuk melindungi
penganut Ahmadiyah ada.59
4.2 Kelompok modernis:pemisahan masyarakat dan negara
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-45 pada tahun 2005 menandai akhir dari kepemimpinan Ahmad Syafi'i Ma'arif dan awal dimulainya konservatisme di dalam
apa yang mungkin bisa disebut organisasi Muslim modern terbesar di dunia. Ma'arif
digantikan oleh Sirajuddin ‘Din’ Syamsuddin dan, pihak yang terakhir dengan jajaran kepengurusannya, banyak mengambil langkah progresif – sebagian besar
jajaran kepengurusannya masih muda – kelompok intelektual senior Muhammadiyah
merasa terpinggirkan sejak awal.60 Munculnya jaringan informal bernama Jaringan
Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) di bawah arahan almarhum Moeslim
Abdurrahman dan berdirinya Maarif Institute harus dilihat sebagai jawaban bagi
munculnya jajaran fungsionaris intelektualis progresif berhaluan konservatif.
Sebagaimana Pradana Boy ZTF berpendapat bahwa Muhammadiyah 'sayap kiri'
mulai menata diri menyebabkan resistensi lebih kuat dari Kanan dan adanya sikap
saling berkelompok di masing-masing pihak, tetapi bukannya bermaksud
mengakomodasi para pemikir liberal dan bergerak kembali ke jalur tengah (moderat;
penerjemah).61
Sebagaimana Herman L. Beck telah tunjukkan,62 sejarah hubungan
Ahmadiyah-Muhammadiyah adalah salah satu hal yang menarik. Pada tahun-tahun awal
masuknya misionaris Ahmadiyah berdakwah di Jawa dank kala itu masih di bawah
59 Pe e a ga te hadap Ah adi ah: Me e tu ka U at Isla kepada Nega a , Majalah Al Kisah, 16 Februari 2011, http://majalah-alkisah.com/index.php/ component/content/article/799-penyerangan-terhadap-ahmadiyahmembenturkan-umat-islam-kepada-negara (diakses pada 22 November 2011).
60
Pradana Boy ZTF, Para pembela Islam. Pertarungan Konservatif dan Progresif di Tubuh Muhammadiyah (Depok: Gramata Publishing, 2009), 1.
61
Ibid, 185.
kekuasaan Belanda sekiat tahun 1920-an, yaitu misionaris dari cabang organisasi
Lahore, telah menjalin hubungan baik dengan perwakilan dari kaum modernis
Indonesia. Hubungan keduanya terjadi karena kedua organisasi saling berbagi
pandangan modernisme, menekankan kompatibilitas Islam dengan modernitas,
rasionalitas dan ilmu pengetahuan. Namun, Muhammadiyah terang-terangan
memisahkan diri dari Ahmadiyah pada kongres ke-18, yang diselenggarakan di Solo
pada tahun 1929.
Pada Muktamar Muhammadiyah tahun 2010, Din Syamsudin terpilih kembali,
dan dirinya menampilkan diri anti liberal sebagaimana Adian Husaini63 yang tidak
kembali dalam jajaran Pimpinan Pusat Dewan (PP Muhammadiyah) organisasi. Din
tampaknya memiliki kepekaan cukup terkait realitas politik: dalam kurun waktu yang
diwarnai oleh aktivitas keagamaan garis keras di dalam masyarakat luas, dengan
kemampuannya itu, mungkin bukanlah ide buruk untuk melibatkan anggota-anggota
lainnya terkait persetujuan beberapa tokoh yang memiliki kesamaan seperti halnya
kesamaan pemikiran. Berkenaan dengan kontroversi Ahmadiyah, Din Syamsuddin
sendiri tampaknya juga memilih kata-katanya dengan hati-hati. Menariknya, Din
Syamsuddin menjadi salah satu pihak yang menandatangani fatwa MUI 2005 yang
menempatkan sekte Ahmadiyah keluar dari ajaran Islam, lalu di kemudian hari ia
menjabat Sekretaris Jenderal MUI. Setelah SKB itu dikeluarkan pada tahun 2008, Din
Syamsuddin mengatakan bahwa pemerintah harus bertindak karena Ahmadiyah telah
menyimpang dari Islam arus utama dan langkah berikutnya haruslah berupa ‘upaya
untuk membujuk pengikut Ahmadiyah untuk kembali ke ajaran Islam pada
umumnya’.64
Setelah insiden Cikeusik, Din mendesak Pemerintah Pusat seharusnya
bertindak tegas pada Ahmadiyah, ia mengatakan sikapnya dengan ragu-ragu bahwa
‘bisa menyebabkan kerusuhan dan bisa membuka peluang bagi sekelompok orang
63
Adian Husaini, aktif dalam organisasi seperti KISDI dan DDII, adalah seorang anggota Majelis Tabligh Muhammadiyah pada 2005–2010. Dia terkenal atas kolomnya
Catata Akhi Peka dala ajalah Suara Hidayatullah, sebagaimana disebut Pradana
ah a ajalah e p o osika pe apa a Isla ult a-konse atif : lihat P ada a, Para Pembela Islam, 10.
64
untuk mengambil tindakan dengan cara mereka dalam menyelesaikan masalah ini’. Dia juga mengatakan, ‘negara memiliki kekuasaan untuk membubarkan Ahmadiyah
atau untuk memberikan pilihan untuk membentuk agama baru di luar Islam’, tetapi ia
juga mendesak Ahmadiyah untuk menerima ajaran Islam pada umumnya. Din
Syamsuddin juga menekankan bahwa kekerasan bukanlah solusi yang tepat untuk
membawa Ahmadiyah kembali ke jalur, melainkan harus ada dialog dan dakwah.65
Pemimpin senior Muhammadiyah lainnya, Syamsul Anwar –Ketua Dewan Tarjih
dan Tajdid, yang memiliki kewenangan pada masalah-masalah hukum dalam domain
keagamaan– menjelaskan bahwa seharusnya ada pembedaan antara sisi keyakinan
atas munculnya kontroversi Ahmadiyah dan dimensi sosialnya.66 ‘Tidak ada statmen
[dari dalam Muhammadiyah] tentang perlu atau tidaknya melarang [Ahmadiyah],
tidak ada’, katanya. ‘Ajaran [Ahmadiyah] tidak dapat diterima, ini sudah jelas. Dan
kami menolak penyebaran ajaran mereka. Tapi kami juga menolak kekerasan
terhadap Ahmadiyah’. Syamsul Anwar menggunakan analogi rumah dalam menggambarkan keberatan kelompok Muslim arus utama dengan Ahmadiyah. ‘Bagi
kami itu seperti serangan terhadap ajaran-ajaran kami. ajaran kami sedang didistorsi.
Kami tinggal di sebuah rumah, kemudian seseorang datang dan mulai membuat
perubahan di dalam rumah kami. Itulah yang sedang kami rasakan –karena mereka
mengatakan bagian dari Islam, dan berbagi keyakinan dengan kita. Itu artinya kita
berbagi dalam rumah yang sama, hidup dalam rumah yang sama, tetapi mereka mulai
membuat perubahan tanpa permisi’.
Ketika ditanya solusi yang bisa dilakukan, Syamsul Anwar mengatakan perlunya
tetap mengedepankan dialog, seperti halnya kecondongannya pada harapan adanya
orang-orang tersebut untuk tetap tinggal dalam rumah yang sama, dalam ungkapan
metamorfosisnya. Dengan dialog, pengikut Ahmadiyah mungkin bisa diajak kembali.
Wacana tentang hak asasi manusia tentu sangat berarti, tetapi hanya berkaitan dengan
dengan kekerasan dan perusakan, tidak dalam kaitannya dalam hal iman. ‘Hak asasi
65 Di S a suddi : Kafi Me aki i ada Na i Ba u , Hida atullah. o , Fe ua i 2011, www.hidayatullah.com/read/15420/18/02/2011/din-syamsuddin 3A-kafir-meyakini-ada-nabi-baru.html (diakses pada 18 March 2012).
66
manusia itu baik, tetapi tidak selalu bisa memecahkan masalah’,jelas Syamsul.
Tambahnya, kontroversi Ahmadiyah sudah menjadi masalah politik, sehingga
membutuhkan solusi politik.
Salah satu tokoh representatif muda, tokoh progresif sayap Muhammadiyah
adalah Fajar Riza Ul Haq, Direktur Eksekutif Ma’arif Institute, yang tidak memiliki hubungan formal pada Muhammadiyah. Paska insiden Cikeusik, dia menghimbau
masyarakat untuk tidak terprovokasi untuk memilih tindakan vandalisme berkaitan
permasalahan keagamaan, karena dengan berbuat demikian mereka hanya akan
melayani kepentingan politik.67 Bagi Fajar, jalan keluar atas kontroversi Ahmadiyah
itu ada pada kemauan pemerintah untuk mengambil sikap tegas terhadap
kelompok-kelompok vigilante untuk mencegah adanya kekerasan lebih lanjut.68 ‘Pemerintah
harus mengatur di wilayah domain publik, karena itulah kewenangan negara. Ketika
ada masyarakat sipil memasuki ruang publik, mereka harus tunduk pada hukum ...
Dan pemerintah, pada saat yang sama, harus menghormati hak masyarakat,
hak-hak privatnya ... Jika NU dan Muhammadiyah memutuskan bahwa Ahmadiyah bukan
Islam, umpamanya, pemerintah harus menghormati itu. Tapi [di domain publik]
kedua ormas Muslim itu harus menghormati aturan pemerintah’.
Akan tetapi, penting untuk digarisbawahi bahwa tidak semua aspek visioner yang
disampaikan Fajar, diamini oleh generasi tua Muhammadiyah, sebagaimana
pandangan Agus Sukaca yang menawarkan beberapa kontradiksi menarik. Ketua
Umum Dewan Tabligh Muhammadiyah ini memiliki kewenangan atas hal-hal yang
berkaitan dengan pelaksanaan dan sosialisasi keputusan yang diambil oleh Dewan
Tarjih dan Tajdid yang telah disebutkan sebelumnya, yang telah lama dipimpin oleh
Syamsul Anwar. Menurut Agus Sukaca, ‘Sudah jelas bahwa Ahmadiyah adalah sesat:
Muhammadiyah telah mengatakannya beberapa dasawarsa lalu dan dalam beberapa
tahun terakhir MUI telah mengkonfirmasi hal itu.69 Menurut Agus Sukaca, masalah
pasti akan selesai jika penagnut Ahmadiyah mendeklarasikan agama baru. Tapi,
67 Maa if I stitute: Mas a akat ja ga te p o okasi , PolitikI do esia, Fe ua i , http://politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=18654 (diakses pada 9 Desember 2011).
68
Wawancara dengan Fajar Riza Ul Haq, Jakarta, 23 Agustus 2011 69
idealnya, penganut Ahmadiyah seyogyanya kembali ke jalan lurus Islam. ‘Jika
mereka bertobat adalah solusi terbaik. Jika mereka tidak mau, mereka harus
menciptakan agama mereka sendiri. Dan jika mereka tidak mau, pemerintah harus
membubarkannya, kata Agus Sukaca. Ketika ditanya apakah ia berpikir SKB itu
merupakan langkah yang tepat, ‘Sebenarnya itu tidak cukup. Kecuali ada pernyataan
yang ditambahkan bahwa kelompok ini berada di luar umat Islam’, imbuhnya.
Menurut Ketua Umum Dewan Tabligh Muhammadiyah tersebut, masalah Ahmadiyah
bukan soal pelanggaran hak asasi manusia, ‘selama mereka mengklaim sebagai
bagian dari Islam, saya berpendapat bahwa umat Islam memiliki hak juga untuk
menyuarakan pendapat, atau untuk mengambil langkah-langkah, untuk mencegah
penyimpangan yang disebarkan. Saya rasa ini adalah bagian dari upaya Islam untuk
menjaga kemurnian tauhid. Karena itu, hal ini bukan masalah hak asasi manusia. Ini
adalah masalah kebenaran’, imbuhnya dengan menekankan bahwasanya kekerasan itu bukan solusi untuk masalah ini. Bahkan, kalau saja pemerintah akan bertindak tegas,
bentrokan lebih lanjut akan bisa dicegah, pendapatnya.
4.3. Aktivis Tarbiyah
Meskipun gerakan mahasiswa KAMMI tujuan dan strateginya merupakan turunan
dari PKS –model kepemimpinan berdasarkan nilai-nilai Islam melalui pendidikan
berbasis Islam yang rumit dalam pengkaderan– namun keduanya tidak terikat secara
formal. Gerakan ekstra kampus KAMMI mengklaim memiliki 15.000 anggota lebih
di 300 kampus dari Sabang sampai Merauke, dengan demikian tidak organisasi sayap
di ranah kemahasiswaan resmi PKS. Bagaimanapun, hal ini juga merepresentasikan
gerakan Tarbiyah yang secara tidak resmi yang juga melahirkan PKS. Oleh karena
itu, tidaklah mengejutkan jika di kemudian hari Fahri Hamzah, pendiri KAMMI,
yaitu sekarang ini menjadi kader PKS senior yang menjadi anggota Parlemen.
Mahfudz Siddiq, Ketua Komisi I di DPR merupakan nama dari PKS, juga memiliki
latar belakang KAMMI.
Sebulan paska insiden Cikeusik, ketua KAMMI mengatakan kepada media