• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN METODE ETNOGRAFI PARTICIPATIO. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGGUNAAN METODE ETNOGRAFI PARTICIPATIO. pdf"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN METODE ETNOGRAFI, PARTICIPATION ACTION RESEARCH, DAN FOCUS GROUP DISCUSSION

SEBAGAI SEBUAH STRATEGI PENELITIAN SOSIAL

KEAGAMAAN1

Amilda

Latar Belakang

Tulisan ini berangkat dari pertanyaan yang cukup mendasar mengapa penelitian dikalangan Perguruan Tinggi Agama Islam cenderung tidak begitu variatif dalam menggunakan metode penelitian dalam mengkaji permasalahan social keagamaan. Kajian sosial keagamaan yang berkembang umumnya lebih fokus kepada hal-hal yang bersifat normatif. Fokus kajian normatif ini acapkali tidak dapat menyentuh permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam yang lebih luas. Kondisi ini berakibat Perguruan Tinggi Islam tidak dijadikan barometer rujukan untuk menyelesaikan permasalah keagamaan dihadapi oleh masyarakat. Kondisi ini memaksa para intelektual Perguruan Tinggi Islam untuk melakukan refleksi diri terhadap hasil kajian-kajian mereka terhadap permasalahan yang berkembang sehingga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut. Salah satu dari refleksi tersebut adalah

1

Makalah disampaikan pada “Forum Diskusi Dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam IAIN Raden Fatah Palembang”, 06 Juli 2011.

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam IAIN Raden Fatah Palembang.

apakah metode yang digunakan untuk mengkaji suatu permasalahan telah mengikuti perkembangan metode yang mutakhir atau telah tertinggal jaman.

Kajian keagamaan akan lebih menarik bila tidak hanya mengkaji ajaran-ajaran normatif yang dipesankan kitab suci sebagai sebuah panduan bagi kehidupan umat manusia (model of), tetapi juga mengkaji bagaimana para pemeluknya menginterpretasikan ajaran-ajaran tersebut dalam perilaku kesehariannya, serta memberikan ruang makna dari tindakan tersebut (model for). Dengan melihat kedua sisi ini, kajian keagamaan akan menjadi lebih komprehensif dan subur dengan berbagai masalah penelitian, sehingga akan memberikan ruang gerak yang lebih cair bagi berbagai fenomena sosial yang berkaitan dengan tindakan manusia dalam menjalankan ajaran agamanya serta interaksi mereka dengan manusia dan komunitas lain dalam kerangka lingkungannya.

(2)

penelitian yang kerap digunakan dalam menjawab fenomena keagamaan adalah penelitian qualitative.

Penelitian qualitative bertujuan untuk mendapatkan gambaran, makna, dan pemahaman tentang kualitas dari suatu tindakan yang dimiliki oleh masyarakat pemiliknya. Penelitian qualitative adalah penelitian yang kaya dengan metode dan berbagai riset strategi yang dapat digunakan sesuai dengan permasalahan dan paradigma yang dipilih peneliti. Tulisan ini mencoba untuk memperkenalkan tiga riset strategi yang dapat digunakan dalam melakukan kajian sosial keagamaan yaitu Etnografi, Participant Action Research (PAR), dan Focuss Group Discussion (FGR). Karena sifat dari tulisan ini hanya memberikan pengantar, maka pembahasan yang dihadirkan lebih banyak ketataran teoritik dari ketiga bentuk riset strategi tersebut, dengan harapan akan memunculkan minat untuk mulai menggenal dan menggunakannya.

Sekilas tentang Penelitian Qualitatif

Lebih dari dua dekade ini, perkembangan metodologi penelitian mengalami revolusi yang sangat pesat terutama di lingkungan ilmu social dan humaniora, dikenal dengan “the Qualitative revolution”. Revolusi ini menggeser peran statistic yang memiliki peran penting pada penelitian ilmu sosial dan humaniora pada waktu itu (Denzin & Lincoln, 1994:ix). Proses perubahan yang cepat ini memberikan ruang bagi penelitian yang ‘lain’ seperti

ethnografi, wawancara tidak terstruktur, analisis textual, serta studi-studi sejarah. Ruang-ruang interpretasi dalam penelitian ilmiah mendapat ruang dalam kancah keilmuan sama hanya seperti ilmu pasti yang dipandang telah ‘ilmiah’2.

Penelitian qualitatif merupakan multi metode dalam fokus, melibatkan interpretasi, dan merupakan pendekatan yang menempatkan subyek penelitian tersebut secara alami. Hal ini berarti bahwa penelitian qualitatif, mempelajari “sesuatu” dalam setting yang aslinya sehingga mendapatkan sebuah pengertian, atau penafsiran, pemahaman suatu fenomena berdasarkan pemahaman masyarakat pemiliknya. Dengan kata lain, penelitian qualitatif memuat lingkup yang sangat luas berbagai metode –study kasus, life story, interaksional, dan visual text- dan saling bertemu dalam rangka memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang suatu subyek ((Denzin & Lincoln, 1994:2). Pemilihan metode dalam kegiatan penelitian sangat tergantung pada pertanyaan penelitian dan dipengaruhi oleh konteks pertanyaan tersebut (Nelson dkk. 1992:2).

Perkembangan penelitian qualitative memiliki sejarah yang panjang, Richardson (1991) ditandai dengan kritik terhadap aliran positivisme yang berkembang (pada awal 1900-an) dan menjadi

2

(3)

barometer bagi pengkategorian ilmiah dalam ilmu pengetahuan pada masa itu. Pada masa ini, metode qualitatif menggunakan kriteria “objektivitas” seperti halnya pada ilmu alam. Asumsí dasarnya adalah (1) manusia merupakan bagian dari alam sehingga harus diperlakukan seperti fenomena alam yang lain; (2) hanya ada satu dunia yang memiliki eksistensi, yaitu yang “objektif”3; (3) dan hanya satu bentuk pengetahuan yaitu ilmu alam. Berdasarkan asumsi ini maka dunia harus dipelajari dengan menggunakan metode dan cara-cara yang digunakan oleh ilmu alam, karena perilaku manusia merupakan bagian dari gejala alam (Bryant, 1985:3-5).

Berdasarkan asumsi ini, maka untuk menjelaskan satu fakta social tersebut dengan mengadopsi metode penelitian yang digunakan dalam ilmu alam yaitu semua gejala harus memiliki ukuran sehingga dapat digeneralisasikan dalam rangka menemukan hukum-hukum yang berlaku universal dibalik suatu fenomen, seperti halnya dalam ilmu alam. Berdasarkan pandangan positivisme ini, maka penelitian yang dilakukan penelitian qualitatif yang menghasilkan menggunakan data yang tidak dapat diukur dan digeneralisasikan dianggap tidak ilmiah.

3

Objektivitas ini akan dapat diperoleh bila suatu fenomena tersebut merupakan gejala yang empirik dan dapat diobservasi sebagai dasar dari pengetahuan manusia (Bryant, 1985:6,12). Kriteria empirik dan dapat diobservasi ini, pada perkembangannya dipandang tidak mampu untuk memayungi berbagai pertanyaan yang ‘tidak empirik’ dan ‘tidak dapat diobservasi’.

Penolakan ini memuncul aliran yang berbeda dengan aliran positivis, diawali pasca PD II. Studi-studi qualitatif dengan kerja participant observation mendapat ruang tersendiri pada ilmu social dan humaniora. Di awali oleh Malinowsky dengan penelitian lapangannya di Pulau Trobrian, setelahnya penelitian lapangan yang bersifat qualitatif menjadi semakin penting dalam pengembangan ilmu social dan humaniora. Peran stategis dari penelitian qualitatif ditunjukan bagaimana penelitian ini menempatkan sikap subjek penelitiannya sebagai suatu yang nyata, yang memiliki pikiran, kepercayaan, dan pengalaman. Sifat dari subyek penelitian tersebut menuntut penelitian qualititaf melakukan kajian yang sifatnya multidisipliner sehingga memungkin untuk menggunakan berbagai metode penelitian dalam rangka memahami subyek penelitiannya (Denzin & Lincoln, 1994:12).

Penelitian qualitatif menggunakan berbagai paradigma4 interpretasi yang dibangun oleh serangkaian kepercayaan dan perasaan tentang dunianya dan bagaimana kepercayaan dan perasaan tersebut dipahami dan dipelajari. Dalam penelitian qualitatif –secara umum- terdapat empat paradigma yaitu positivist-postpositivist, constructivist-interpretive, critical (Marxist, emancipatory), dan feminist-poststructural. Pilihan terhadap paradigma sangat ditentukan

4

(4)

oleh masalah penelitian serta asumsi-asumsi dasar yang akan digunakan dalam menjawab permasalahan tersebut.

Beragam paradigma yang bersifat abstrak tersebut kemudian dioperasionalkan dalam suatu strategi penelitian. Penelitian qualitative memiliki beragam riset strategi yang dapat digunakan dalam rangka bagaimana masalah penelitian tersebut akan dijawab. Strategi penelitian ini berhubungan dengan metode pengumpulan dan analisis data. Strategi riset antara lain adalah case study, ethnography, phenomenology, grounded theory, action and applied research, focuss group research.

Strategi Penelitian

Strategi penelitian dimanifestasikan pada desain penelitian, sebuah gambaran akan seperti apa penelitian tersebut dijalankan. Secara structural, desain penelitian memuat isu utama, yaitu (1) bagaimana desain penelitian akan dihubungkan dengan paradigma yang akan digunakan; (2) siapa dan apa yang akan dipelajari?; (3) strategi penelitian apa yang akan digunakan?; serta (4) metode pengumpulan dan analisa apa yang akan digunakan?. Berdasarkan struktur penelitian di atas, maka strategi penelitian menjadi penting untuk mengarahkan bagaimana penelitian tersebut akan dijalankan sesuai dengan alur paradigma yang dipilih.

Sebuah strategi penelitian meliputi kemampuan peneliti, asumís-asumsi yang dimiliki peneliti, serta segala tindakan yang

digunakan ketika peneliti mulai menterjemahkan paradigma dan rancangan penelitiannya kepada tindakan mengumpulkan dan menganalisa data. Misalnya pada penelitian yang menggunakan strategi penelitian case study/studi kasus5, maka peneliti akan menggunakan teknik pengumpulan datanya dengan melakukan wawancara, observasi, dan analisa dokumentasi. Pada studi kasus, paradigma diletakkan pada lokasi yang telah pasti/tertentu dan metode yang telah pasti pula yaitu menempatkan sebuah kasus sebagai objek dari penelitian (Stake, 1994:236-246). Begitu pula pada bentuk riset strategi yang lain. Tulisan ini hanya akan membahas tiga bentuk riset strategi yang yaitu etnografi, participation action research (PAR), dan focuss group discussiom (FGD).

Etnografi

Secara harfia etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suku-bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan yang memakan waktu lama. Laporan antropologis tersebut bersifat khas, sehingga istilah etnografi

5

(5)

mengacu pula kepada metode yang digunakan untuk menghasilkan laporan tersebut6.

Brewer (2000:10) secara eksplisit memberikan definisi etnografi sebagai the “study of people in naturally occuring getting or ‘fields’ by means of methods which capture their social meanings

and ordinary activities, involving the reseacher participating directly

in the setting if not also the activities, in order to collect data in a

systematic manner but without meaning being imposed on the

externally”. Etnografi, secara umum mengacu pada bentuk penelitian

social yang:

 Menekankan pada explorasi fenomena social pada setting aslinya.

 Data yang digunakana bersifat tidak terstruktur.

 Penelitian dilakukan bersifat mikro.

 Analisis data meliputi interpretasi makna dan fungsi dari tindakan manusia, hasil dari analisa tersebut berupa deskripsi verbal dan paparan penjelasan (Atkinson dkk, 2001:323). Berdasarkan criteria tersebut maka ciri khas penelitian ini adalah bersifat holistic-integratif, thick description, dan analisis kualitatif dalam rangka mendapatkan native’s point of view. Dalam rangka mendapatkan native’s point of view tersebut, etnografi

6

Korelasi antara etnografi dan antropologi diungkapkan oleh Margaret Mead, “Anthropology as a sciences is entirely dependent upon field work records made by individuals within living societies”(dalam Naroll & Cohe, 1970).

menggunakan observasi partisipasi sebagai teknik pengumpulan datanya dalam rangka memahami nalar masyarakat pemilik kebudayaan tersebut. Pemahaman terhadap nalar tersebut menjadi penting karena budaya suatu masyarakat terdiri atas segala sesuatu yang seharusnya diketahui atau dipercayai seseorang agar ia dapat berperilaku sesuai dengan cara yang diterima oleh masyarakatnya (Goodenough dalam Marzali, 1997:xix).

1) Teknik Pengumpulan dan Verifikasi Data

(6)

Data etnografi juga diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam (depth interview) dalam bentuk wawancara tidak terstruktur. Wawancara ini menghasilkan respon verbal dari informan. Selain itu data personal dari informan dan riwayat hidupnya menjadi data pendukung dalam melakukan analisa etnografi (Brewer, 2000:73). Verifikasi data menggunakan prinsip trianggulasi yaitu dengan menggunakan berbagai metode untuk mendapatkan data. Prinsip trianggulasi data digunakan karena ruang lingkup pengumpulan data dapat diperoleh dari berbagai sumber.

2) Analisis Data

Analisis data dalam etnografi merupakan analisis data7 yang berproses, data dianalisis bersamaan dengan proses pengumpulan data. Analisa data etnografi meliputi klasifikasi dan interpretasi data etnografi (Brewer, 2000:115). Klasifikasi data didasarkan pada konsep yang digunakan pada penelitian tersebut, proses taxonomi dan typology data. Data diklasifikasikan sesuai dengan makna yang dihadirkan oleh data tersebut.

Interpretasi merupakan bagian terpenting dalam analisa etnografi, yaitu menempatkan data dalam kerangka ilmu, “in the social sciences, there is only interpretation” (Denzin, 1997:313).

7

Analisa data melalui tiga subproses yaitu (1) reduksi data, menseleksi data yang akan digunakan; (2) display data, menempatkan data dalam setting penelitian secara keseluruhan; (3) menggambarkan kesimpulan berupa interpretasi terhadap temuan (Huberman & Miles, 1998:180).

Proses interpretasi adalah proses meletakkan atau memberikan makna pada data sesuai dengan konteksnya, karena interpretasi selalu bertalian dengan metode yang digunakan. Pada tahapan ini, juga harus menampilkan polyphony voices yang diperoleh dari lapangan karena terdapat berbagai versi kebenaran diantara anggota masyarakat (Brewer, 2000:124).

3) Penerapan etnografi dalam kajian social keagamaan

(7)

Clifford Geertz (2000) adalah contoh etnografer yang menghasilkan tulisan yang berkaitan dengan peran social budaya dari kehidupan beragama pada masyarakat hindu Bali, dalam tulisannya Negara Teater. Pada penelitian ini, Geertz menggunakan metode etnografik dalam rangka merekonstruksikan kehidupan masyarakat Bali yang sangat kuat dipengaruhi oleh agama Hindu Bali. Negara dalam sistem kekuasaan di Bali merupakan jelmaan dari konsep dewata sehingga yang hadir dalam tiga konsep relasi yang penting yaitu relasi raja dengan para pendeta Hindu, raja dengan dunia material, dan raja dengan dirinya sendiri. Berdasarkan tulisan ini, Geertz menginterpretasikan bagaimana struktur kekuasaan di Bali tidak dapat dilepaskan dari representasi raja sebagai dewata.

Tulisan etnografi dengan gaya berbeda, walaupun satu aliran, ditampilkan oleh Hefner (1999) ketika ia mengupas tentang agama dan politik di Indonesia dalam rangka mencari wacana civil society di negara yang sangat kuat pengaruh keagamaannya. Ia mengulas bagaimana pertarungan politik aliran baik ideologi maupun agama yang terjadi di Indonesia pada masa transisi pasca keruntuhan orde lama dan berkuasanya orde baru. Tulisan ini mengungkapkan kenyataan bahwa kekerasan social politik menjadi bahaya laten bangsa ini dan akan berlanjut menjadi budaya kekerasan. Hefner juga menunjukkan perubahan social yang terjadi pada masyarakat Tengger menunjukkan kompleksitas persoalan yang dikaitkan

dengan tradisi, agama, identitas social, dan pertarungan politik yang sarat dengan kepentingan. Pada akhirnya Hefner menunjukkan bahwa kekuatan masyarakat sipil harus dibangun di atas dasar-dasar pluralitas yang ada dalam masyarakat dimana keragaman agama, tradisi, dan kebudayaan menjadi bagian yang memperkokoh dasar masyarakat sipil tersebut.

Partisipasi Action Reseach (PAR)

Berbeda dengan etnografi yang menempatkan posisi peneliti bersifat pasif terhadap subyek penelitiannya, maka PAR merupakan bentuk penelitian yang sangat berbeda dengan bentuk penelitian participan yang berkembang selama ini. Teknik participan tradisional –mengacu pada partisipasi yang bersifat satu arah- karena hanya bertujuan untuk memahami masyarakat yang diteliti dalam rangka kepentingan akademis sedangkan masyarakatnya tidak mengalami atau memperoleh apapun dari proses tersebut, sedangkan mereka adalah pemiliki pengetahuan tersebut. Idealnya terjadi proses pertukaran pengetahuan yang saling menguntungkan antar keduanya, peneliti dan masyarakat yang diteliti (Reason, 1994:325-326). PAR berorientasi proses transformasi sosial melalui penggabungan kegiatan penelitian, pendidikan, dan tindakan. Asumsi dasar dari bentuk penelitian ini adalah “those who have been most systematically excluded, oppressed, or denied carry specifically

(8)

fracture points in unjust social arrangement”, sehingga PAR merepresentasikan sebuah bentuk pendekatan counter-hegemoni dalam pengetahuan. Berdasarkan asumsi ini maka PAR menggunakan paradigma feminism, postcolonialism, Marxism, dan critical theory (Kindon, 2007:9-14).

Berdasarkan tujuan tersebut, maka PAR sebagai sebuah strategi penelitian memiliki dua fungsi utama yaitu untuk menghasilkan pengetahuan dan tindakan nyata yang dapat dirasakan manfaatnya oleh kelompok masyarakat tersebut, melalui penelitian, pendidikan, dan aksi yang bersifat social, ekonomi, dan politik. Fungsi kedua adalah memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk mengembangkan proses konstruksi pengetahuan yang mereka miliki agar dapat memberikan manfaat bagi seluruh anggota masyarakat. Meminjam istilah Paulo Freire sebagai conscientification –proses membangun kesadaran bersama melalui pengenalan diri sendiri dan melakukan refleksi (Fals-Borda & Rahman, 1991:16). Fungsi ini hanya dapat dicapai melalui suatu komitmen bersama untuk bekerjasama semua unsur yang terlibat. Peneliti sebagai penggagas proses ini berperan sebagai agen perubahan, ia terikat pada etika untuk bersikap demokratis dan menghargai kearifan lokal masyarakat tersebut.

1) Teknik pengumpulan data

Data diperoleh berdasarkan kesepakatan bersama dengan masyarakat, secara bersama-sama menyusun agenda permasalahan yang dihadapi bersama dan analisa pun dilakukan bersama. Kontrol terhadap data dilakukan melalui hasil yang dicapai berdasarkan agenda dan analisa yang telah dilakukan bersama. Pada proses ini merupakan tahapan mengkomunikasikan masalah actual yang dihadapi oleh masyarat tersebut.

Karena tujuan dari penelitian ini adalah membangun kesadaran bersama, maka desain penelitian, pengumpulan data, analisa data, dan sebagainya tidak lagi menjadi hal utama yang harus dilakukan. Proses terpenting dalam PAR adalah proses kolaborasi dan dialogis membangun, memotivasi, menumbuhkan sikap menghargai diri sendiri, dan membangun solidaritas bersama. Media penting dalam PAR adalah pertemuan dan berbagai kegiatan yang melibatkan setiap anggota masyarakat, sehingga akan terjadi proses saling berbagi pengalaman dan mengumpulkan informasi dan bersama-sama merefleksikan capai dari proses PAR yang tengah berlangsung (Kindon, 2007:17).

2) Analisis Data

(9)

kemudian hasil analisis awal ini akan didiskusikan kembali di dalam kelompok sehingga dapat dilakukan refleksi terhadap apa yang telah dicapai serta koreksi yang mungkin dilakukan. Model analisa seperti ini disebut dengan analisa dengan alur melingkar8, dimana peneliti akan membangun pertanyaan yang akan dijawab oleh para participan sehingga akan memunculkan perspektif berbeda dari masing-masing participan, kemudian akan dihasilkan kerangka pemikiran bersama dan akhirnya akan menghasilkan interpertasi bersama, pada proses ini akan menghasilkan permasalahan baru, yang akan direfleksi kembali. Hasil dari proses analisa ini adalah sebuah proses diskusi yang terbangun dan dokumentasi kesepakatan atau ketidaksepakatan terhadap suatu permasalahan.

Proses membangun diskusi dan

kesepakatan/ketidaksepakatan melalui proses verifikasi data menggunakan trianggulasi multiple point of view yaitu berbagai perspektif yang disampaikan oleh participant terhadap suatu masalah. Proses verifikasi data ini merupakan proses negosiasi antar berbagai perspektif berbeda, yang muncul dalam proses diskusi, sebagai bentuk dari konstruksi sosial dan pengalaman hidup dari masing-masing participant. Pada proses ini peneliti berperan untuk meletakkan pengalaman pribadi participant kepada kerangka teori

8

Pada penelitian qualitative umumnya menggunakan alur lineal dimana data dianalisa bertahap diawali oleh problem identifikasi, pengumpulan data, analisis data, presentasi hasil penelitian berupa teori (Cahil, 2007:184).

sosial, merepresentasikan kembali hubungan tersebut dalam tataran konteks permasalahan yang lebih luas, sebagai bentuk dari validasi data. Pada proses ini, peneliti dituntut untuk cermat menempatkan data yang bersifat personal tersebut dalam kerangka sosial politik yang lebih luas (Cahill, 2007:182-187).

3) Penerapan PAR dalam kajian sosial keagamaan

Karena sifat metode PAR yang menuntut peneliti mengawal sebuah proses perubahan dalam waktu yang cukup lama, maka penelitian ini belum begitu diminati oleh para peneliti dikalangan perguruan tinggi. Tujuan dari PAR adalah berkomitmen mendorong transformasi social dalam masyarakat, menjadi sangat relevan untuk digunakan karena ia menjadi media yang menjembatani peran seorang akademisi yaitu melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat. PAR menawarkan sebuah bentuk yang memungkinkan seorang peneliti melakukan keduannya.

(10)

kesulitan ekonomi tersebut. proses ini didukung peran Romo Mangunwidjaya yang sangat besar bersama Yayasan Pondok Rakyat untuk membuat kesepakatan bagaimana mengelola perekonomian bersama dalam bentuk kelompok-kelompok usaha. Dalam membangun proses ini tahapan pertama yang dibangun adalah menghilangkan hambatan dan kecurigaan antar anggota masyarakat Ledok yang disebabkan oleh perbedaan agama. Kelompok-kelompok usaha ini merupakan strategi yang disepakati bersama antar anggota masyarakat dalam mengatasi kesulitan ekonomi mereka.

Publikasi penggunaan metode PAR lebih banyak dilakukan oleh NGO’s sebagai bentuk dokumentasi proses pemberdayaan yang dibangun ditingkat masyarakat. Salah satu laporan penelitian yang menggunakan metode PAR ini diterbitkan oleh CIFOR dalam menginisiasi proses Adaptive Collaborative Management (ACM). Buku Belajar Beradaptasi Bersama-sama Mengelola Hutan di Indonesia(2006) menggambarkan bagaimana membangun kesadaran bersama dalam pengelolaan kehutanan rakyat. Proses participatif ini dibangun dari level masyarakat hingga level multistakeholder dan disepakatinya kebijakan pengelolaan bersama.

Hingga sekarang, hasil penelitian PAR yang berkorelasi dengan kajian sosial keagamaan belum dipublikasikan secara luas. Niat untuk mendorong penggunaan metode ini cukup gencar

dilakukan oleh berbagai lembaga baik pemerintah dan non-pemerintah. Direktorat Pendidikan Tinggi Islam memberikan ruang yang cukup luas untuk melakukan penelitian PAR ini dengan memberikan porsi tersendiri setiap tahunnya. Isu-isu sosial keagamaan yang diangkat umumnya berkaitan dengan isu global seperti kemiskinan, kesetaraan gender, pendidikan, dan kesehatan.

Focus Grup Discussion (FGD)

Penggunaan FGD telah cukup banyak digunakan oleh para peneliti ilmu sosial, khususnya mereka yang melakukan penelitian kebijakan. Berbeda dengan dua metode sebelumnya, yang menuntut peneliti terjun langsung dalam kehidupan informan atau partisipannya, maka FGD tidak menuntut keterlibatan penuh peneliti terhadap subyek penelitiannya. Inti dari penelitian ini adalah perekaman melalui notulensi. Pada umumnya digunakan sebagai sarana konfirmasi terhadap sebuah isu yang diketahui oleh masyarakat luas.

FGD9 merupakan metode yang cukup unik dalam penelitian qualitatif, karena metode ini mensyaratkan adanya diskusi yang cukup intens terhadap suatu isu yang spesifik sebagai permasalahan penelitian, dan kelompok diskusi tersebut telah dipersiapkan atau

9

(11)

dirancang terlebih dahulu oleh peneliti. FGD berbeda dengan metode penelitian qualitatif lainnya dari tujuan, susunan dan proses pengumpulan data. Tujuan dasar dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi berbagai pandangan yang berbeda diseputar topik penelitian dan untuk memdapatkan memahami isu tersebut dari perspektif partisipan (Hennink, 2007:4). Model penelitian ini mulai digunakan pada ilmu sosial pada tahun 1940-an dan beberapa dekade kemudian FGD lebih banyak digunakan pada penelitian pasar, bagaimana pandangan konsumen terhadap suatu produk.

Metode ini muncul karena dirasakannya adanya keterbatasan dari model wawancara yang umumnya dilakukan, dimana peran interviewer menjadi sangat dominan sehingga menimbulkan bias terhadap data yang dihasilkan. Kritik terhadap model interview tradisional tersebut kemudian menghasilkan non-directive interviewing, dimana peran interviewer bersifat terbatas dan dinamika kelompok menjadi media untuk mengumpulkan data melalui respon spontan partisipan terhadap topik diskusi (Krueger, 1988). Model penelitian ini berfungsi untuk mengurangi dominasi interviewer, peran interviewer digantikan oleh partisipan, sedangkan interviewer berperan sebagai pendengar.

Metode FGD ini dapat digunakan untuk (1) mengeksploitasi isu-isu baru, mengidentifikasi norma-norma social atau praktek-praktek budaya yang berkembang dalam masyarakat. Data tersebut

dapat digunakan oleh para pembuat kebijakan untuk membuat kebijakan politik, rencana pembangunan, atau peraturan yang akan berdampak kepada masyarakat luas. (2) FGD dapat digunakan untuk mengevaluasi efectivitas suatu program menurut pandangan masyarakat yang terkena peraturan tersebut, misalnya apakah efektif untuk menerapkan kebijakan Light-on pada pengendara sepeda motor di siang hari. (3) FGD juga dapat digunakan untuk memahami perilaku dan memberikan penjelasan terhadap kepercayaan, kebiasaan, perilaku yang ada di masyarakat yang dijadikan target sebuah kebijakan. Misalnya bagaimana respon masyarakat terhadap kebijakan Kali Bersih (PROKASIH).

1) Teknik Pengumpulan Data

Data dalam metode FGD diperoleh melalui media diskusi. Diskusi tersebut terdiri dari individu-individu yang telah diseleksi terlebih dahulu. Partisipan diskusi diharapkan tidak lebih dari 5-12 orang, dengan durasi pertemuan 2-3 jam. Pemilihan participan ini didasarkan pada kriteria keterlibatan atau memiliki pengalaman terhadap topik penelitian tersebut. Pemilihan participan ini menjadi sangat penting dalam membangun FGD. Participant10 dipilih secara purposive recruitment berdasarkan criteria dari objek penelitian.

10

(12)

Kemampuan peneliti sebagai moderator diskusi berperan sebagai menstimulus jalannya diskusi untuk mendapatkan data yang dibutuhkan melalui kemampuannya mengatur dinamika kelompok diskusi tersebut. Data FGD diperoleh pada saat diskusi berlangsung, dimana inti dari FGD adalah proses perekaman melalui notulensi proses diskusi.

Proses perekaman proses ini umumnya menggunakan dua cara yaitu pencatatan proses secara manual serta perekaman proses melalui audio dan visual recorder. Pencatatan secara manual dibutuhkan untuk menjaga proses diskusi tetap berada pada alur penelitian dan menandai isu-isu penting yang muncul ketika proses berlangsung. Catatan ini juga menjadi penting ketika participan menolak pernyataannya direkam. Video recording digunakan untuk mengidentifikasi tindakan dari partisipan, interaksi kelompok yang terbangun, gesture dan ekspresi wajah partisipan ketika berdialog. Kesemuanya ini dibutuhkan untuk meletakkan data dalam catatan manual pada konteks dinamika kelompok. Rekaman audio/tape record memberikan data yang lebih akurat dari isu yang berkembang. Data yang akurat ini dibutuhkan dalam proses analisis data, seperti mengidentifikasi tema-tema yang muncul dalam diskusi dan mendapatkan pengertian yang lebih baik lagi tentang permasalahan penelitian tersebut (Hennink, 2007:193-197).

2) Analisis Data

Karakteristik data FGD berbeda dengan data qualitatif lainnya karena data diperoleh dari proses diskusi yang berkembang diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat sehingga konteks dan dinamika kelompok harus menjadi fokus perhatian dalam melakukan analisa data. Pernyataan-pernyataan yang muncul dalam diskusi harus diletakkan pada konteks permasalahan yang menjadi fokus diskusi. Analisis data dilakukan sejak awal dari proses pengumpulan data hingga penulisan laporan penelitian atau disebut ongoing process, proses pengumpulan data dan analisis data selalu terbangun secara simultan.

(13)

menyatukan berbagai macam tema dan responnya kedalam permasalahan penelitian dan menggambarkan kesimpulan teoritik dari data tersebut (Hennink, 2007:204-209).

3) Penerapan FGD dalam kajian sosial keagamaan

Metode FGD ini telah cukup banyak digunakan dikalangan perguruan tinggi, terutama untuk penelitian yang bersifat terapan, misalnya mengkaji kebijakan pemerintah, dampak kebijakan, dan sebagainya. Tidak dapat pula dipungkiri, karena sifatnya sangat praktis, maka pendokumentasian proses ini pun bersifat terbatas hanya untuk kepentingan tertentu. Bila metode ini digunakan akan cukup efektif untuk menjaring pendapat masyarakat terhadap kebijakan tersebut.

Salah satu kajian yang cukup menarik untuk menggunakan metode ini adalah masalah kerukunan antar umat beragama. Dengan metode ini maka peneliti akan dapat menjaring konsep ‘kerukunan’ pada beberapa kelompok masyarakat dengan cara cepat dan biaya yang tidak begitu besar. Selain masalah tersebut dapat pula membahas tentang penerapan UU yang berkaitan dengan kebijakan negara dalam mengatur kehidupan beragama, atau untuk topik yang lebih up-to-date dapat menggunakan metode ini untuk menjaring respon masyarakat terhadap model dakwah yang dilakukan di media televise sehingga dapat diketahui model dakwah seperti apa yang diminati oleh masyarakat.

Kesimpulan

Penggunaan metode sebagai sebuah strategi dalam melakukan penelitian sangat ditentukan oleh permasalahan penelitian serta bagaimana suatu penelitian akan dijawab. Pilihan ini sangat menentukan akan seperti apa hasil dari penelitian tersebut. Etnografi sebagai suatu strategi penelitian bertujuan untuk mendapatkan pemahaman masyarakat tentang dunia mereka. Metode Participation Action Research adalah bentuk penelitian yang bertujuan mentransformasikan dan membangun kesadaran diri masyarakat terhadap permasalahan yang dihadapi. Metode Focus Group Discussion merupakan metode yang mengandalkan kegiatannya melalui diskusi kelompok dalam rangka menjaring opini dan pendapat masyarakat terhadap masalah penelitian.

(14)

Pustaka

Abdullah, M. Amin. 2010. “Religious Studies in Indonesia: Rethinking or Reinforced?. Makalah disampaikan dalam Diskusi Publik Rethinking Religious Studies in Indonesia. CRCS UGM. Yogyakarta, 26 Juni.

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2001. Stukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra.Yogyakarta: Kepel Press.

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2008. “Paradigma dan Revolusi Ilmu dalam Antropologi Budaya” disampaikan pada “Pengukuhan Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UGM” Yogyakarta, 10 November.

Atkinson, Paul, Amanda Coppey, dkk. 2001. Handbook of Ethnography.London: SAGE Publication.

Brewer, Johnd. 2000. Ethnography. Philadelphia: Open University Press.

Bryant, Christopher G.A. 1985. Positivism in Social Theory and Research. New York: St. Martin’s Press, Inc.

Cahill, Caitlin. 2007. “Participatory Data Analysis” dalam Sara Kindon, Rachel Pain, & Mike Kesby (eds.).Participatory Action Research Approaches and Metods Connecting People, Participation, and Place.New York: Routledge.

Denzin, Norman. 1997. Interpretative Ethnography. London: SAGE Publication.

Denzing, Norman K & Yvonna S. Lincoln. 1994. Handbook of Qualitative Research.California: SAGE Publication.

Fals-Borda, O. & M.A. Rahman (eds.). 1991.Action and Knowledge: Breaking the Monopoly with Participatory Action Research.New York: Intermediate Technology/Apex.

Guinness, Patrick. 2009. Kampung, Islam, and State in Urban Java. Singapore: National Uniersity Singapore Press.

Hefner, Robert W. 1999. Geger Tengger Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik.Yogyakarta: LKiS.

Hennink, Monique M. 2007.International Focus Group Research A Handbook for the Health and Social Sciences. Cambridge UK: Cambridge University Press.

Geertz, Clifford. 2000. Negara Teater Kerajaan-kerajaan di Bali pada Abad Kesembilan Belas. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Havilland, William A. 1985. Antropologi edisi keempat. Diterjemahkan oleh RG. Soekadijo. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hammersley, M. & Paul Atkinson. 1983.Ethnography: Principles in

Practice.London: Tavistock.

Huberman, A. & M.B. Miles. 1998. “Data Management and Analysis Methods” dalam N. Denzin dan Y. Lincoln (eds.).Collecting and Interpreting Qualitative Materials.London: SAGE Publication. Kindon, Sara, Rachel Pain, & Mike Kesby. 2007. Participatory

Action Research Approaches and Methods Connecting People, Participation, and Place. New York: Routledge.

Kusuma, Trikurniati, Elizabeth Linda Yuliani, dkk. 2006. Belajar Beradaptasi Bersama-sama Mengelola Hutan di Indonesia. Jakarta: Center for Internacional Forestry Research (CIFOR). Krueger, R. 1988. Practical Guide Applied Research. Thousand

Oaks CA: SAGE Publication.

Krugen, R & M. Casey. 2000. Focus Groups a Practical Guide for Applied Research 3th edition. Thousand Oaks, CA: SAGE Publication.

Marzali, Amri. 1997. “Kata Pengantar” dalam James P. Spreadly. Metode Etnografi.Yogyakarta: Tiara Wacana Yoga.

Nelson, C., P.A. Treichler, & L. Grossberg. 1992. “Culture Studies” dalam L. Grossberg, C. Nelson, & P.A. Treichler (Eds.).Cultural Studies.pp.1-16. New York: Routledge.

(15)

Handbook of Qualitative Research. California: SAGE Publication.

Richardson, L. 1991. “Postmodern Social Theory” dalam Sociological Theory.9. pp. 173-179.

Referensi

Dokumen terkait

Activity Diagram Halaman Administrasi AD Halaman Administrasi Sistem Admin Mengelola Data Member Tampil Data Member Mengelola Data Produk Tampil Data Produk Mengelola Data

Untuk dapat melakukan input data dan unggah dokumen melalui laman Sistem Pendaftaran Beasiswa On-Line, tiap pendaftar harus Login dengan memilih menu pendaftaran beasiswa

Memiliki komputer yang terkoneksi ke internet Atau minimal di warnet untuk sementara waktu dalam merintis untuk memulai bisnis online, tapi tidak saya sarankan untuk jangka waktu

guna jalan ra ya yang berhemah.. 5) M ur id m en ye na ra ik an kepentingan memilih, memakai dan menja ga topi keledar. 1). Murid berbincang dan bersumbang saran mengenai

Pengambilan sampel pada penelitian ini berdasarkan pendapat Supranto (2001) bahwa untuk memperoleh hasil baik dari suatu analisis faktor, maka jumlah responden yang diambil

Pasien yang diambil menjadi responden dalam penelitian ini adalah pasien yang memiliki data rekam medik dan catatan pada formulir asesmen wajib lapor dan

Diceriterakan, konon, sudah lama beliau mengembara mencari putra beliau itu tidak juga dijumpai, sampai akhirnya tiba di kawasan Tohlangkir pengembaraan beliau Setibanya di

Pelebaran jalan raya studi kasus jalan Teuku Umar di Kota Bndar lampung adalah salah satu alternatif pemecahan masalah yang dipilih pemerintah provinsi lampung guna