• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENDUKUNG KEPUTUSAN UPAYA PENGG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PENDUKUNG KEPUTUSAN UPAYA PENGG"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDUKUNG KEPUTUSAN : UPAYA

PENGGUNAAN ENERGI RAMAH LINGKUNGAN

-PENCAMPURAN BBM DENGAN BIOETHANOL

MELALUI PENDEKATAN MODEL BROWN GIBSON

Disusun untuk mengikuti

Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Tingkat Fakultas

Oleh :

Faishal Nararia Rafie 13415024

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

(2)

2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... 2

DAFTAR TABEL ... 3

SUMMARY ... 4

BAB I PENDAHULUAN ... 8

1.1 Latar Belakang ... 8

1.2 Tujuan ... 13

1.3 Asumsi ... 13

1.4 Batasan ... 13

BAB II TELAAH PUSTAKA ... 14

2.1 Ethanol ... 14

2.2 Teknologi Proses Produksi Ethanol ... 17

2.3 Industri Domestik Bioethanol ... 21

2.4 Metode Brown Gibson ... 22

BAB III ANALISIS DAN SINTESIS ... 26

BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 35

(3)

3

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Daftar Industri Bioethanol bermutu Gasohol di Indonesia ... 12

Tabel 2 Perbandingan Sifat Termal, Kimia, dan Fisika atas Ethanol / Bioethanol terhadap BBM jenis Premium ... 16

Tabel 3 Konversi Bahan Baku Tanaman yang Mengandung Pati atau Karbohidrat dan Tetes Menjadi Bio-Ethanol ... 17

Tabel 4 Produsen Bioethanol Mutu Industri ... 21

Tabel 5 Estimasi Biaya Produksi Bioethanol dengan Berbagai Bahan Baku ... 27

Tabel 6 Rincian Perhitungan Biaya Total Pencampuran BBM Premium dengan Bioethanol 99.5% dalam beberapa skema ... 28

Tabel 7 Estimasi nilai RON untuk Pencampuran Premium dengan Bioethanol ... 28

Tabel 8 Inisialisasi Biaya Produksi Pencampuran Premium dan Bioethanol ... 29

Tabel 9 Inisialisasi Penurunan Emisi CO ... 29

Tabel 10 Variabel Penilaian Visualisasi Kondisi Pengotoran Ruang Bakar... 30

Tabel 11 Variabel Penilaian Perubahan Kondisi Operasional Mesin ... 30

Tabel 12 Data Biaya Faktor Objektif untuk tiap Alternatif ... 31

Tabel 13 Data Nilai Biaya Faktor Objektif untuk tiap Alternatif setelah Inisialisasi ... 31

Tabel 14 Data Nilai Faktor Objektif (OFi) ... 32

Tabel 15 Forced-Choise Pairwise Comparison Faktor Subjektif ... 33

Tabel 16 Nilai Faktor Objektif dan Subjektif ... 33

(4)

4

SUMMARY

Sustainable Development Goals (SDGs) are a collection of 17 goals compiled by the United Nations. It has broad and interconnected goals, although each country has its own target to achieve. The number of derived target from this SDG amounted to 169. SDG covers various social and economic development issues. These include poverty, hunger, health, education, climate change, gender equality, water, sanitation, energy, the environment and social justice. SDG is also published as "Transforming our World: the 2030 Agenda for Sustainable Development" or simply referred to as "Agenda 2030". The goal is to replace the Millennium Development Goals (MDGs) ending in 2015. Unlike the MDGs, the SDG framework does not differentiate between "developed" and "developing" countries. Instead, the purpose applies to all countries (UN, 2014). Of the 17 goals, there are several topics currently being pursued by the Indonesian government namely, Affordable and clean energy; Industry, Innovation and Infrastructure; Responsible Consumption and Production.

(5)

5 country which means that the consumption of Indonesian fuel is mostly supplied from abroad.

Looking at this gap, as an Industrial Engineering student, we see this as a problem that need solution to solve it. However, there has been a viable solution to replace fuel with a more environmentally friendly fuel, without the technical constraints that disturb or even damage with the use of biofuels or biofuels one of them is bioethanol with levels of 99.5% - 100%. And there are already some industries of bioethanol with quality of gasohol or 99.5% - 100%, with capacity of 82,850 Kilo Liter (Soerawidjaja, November 2013).

In this study, our focus is only on bioethanol. And one of the bioethanol plant, PT Energi Agro Nusantara (Enero) with capacity of 100 thousand kiloliters per day. However, with various constraints, both from the technical side and in terms of government policy, resulting in the development of bioethanol is still a path in place. Even because of the absorption of bioethanol production by Pertamina, PT. Enero exports bioethanol to a number of countries. PT. Enero sells bioethanol to neighboring countries such as Philippines and Singapore each 12 million liters and 4 million liters. Not yet absorbed bioethanol PT. Enero by Pertamina was caused Pertamina reasoned price of bioethanol requested by PT. Enero is still expensive at Rp 8,500 per liter. In view of PT. Enero, the price is not expensive if you see the quality of bioethanol PT Enero is claimed 99.5 percent with RON 120 (TEMPO.CO, 2015).

This scientific paper is structured for the following purposes:

1. Determine the decision to mix fuel with BBN gasohol quality or direct the bioethanol industry towards industrial grade and other products, with techno-economic approach.

2. Determine the best mixture of bioethanol technique using Brown Gibson method.

Here are the data collected from the Thai Tapioca Starch Association (Thailand Tapioca Starch Association, December 2011) page:

(6)

6

 Cassava conversion factor to bioethanol: 6.55 kg / liter [Starch content: 24.12%]

 Factor conversion of molasses to bioethanol: 4.17 kg / liter [Sugar in drops 42.09%]

Conversion Fees

 The cost of bioethanol conversion from cassava: Rp3112 / liter [7.107 baht / liter]

 The cost of bioethanol conversion from molasses: Rp2682 / liter [6,125 baht / liter]

Then, a survey is conducted in the online market for commodity market prices for related raw materials. Quoted from page Price Month ini.com (Price This Month, 2018), obtained data selling price for 32 regions with price range from Rp800 / kg to Rp650 / kg. The average selling price for cassava is Rp746 / kg. Which then this value is used as the base price writer for cassava in the market. Then, for the sale price of sugarcane drops on the market from the factory directly, quoted from the page Alibaba.com (Alibaba.com, 2018) obtained a price for 1 ton drops of sugar cane, sold for $ 100. Conversion is made to rupiah, at the exchange rate of Rp13500 / $ 1. Thus, the sale price of cane drops at a price of Rp1350 / kg.

And then calculated for the cost of producing bioethanol with each raw material, if the price of cassava and sugar cane units is known, then the cost of ethanol production from these two raw materials can be calculated.

Bahan

(7)

7 Brown-Gibson method is used which is a multi-criteria decision support model, with quantitative and qualitative data. This, in accordance with the conditions of the problem to be solved, is the need to determine the choice of purchase option of a product, in this case the effort of mixing Bioethanol into Premium with some other criteria.

It takes determination of some factor data as follows: I. Objective Factor Data

a. Mixed Fuel Production Cost b. Decrease in CO Emissions II. Subjective Factor Data

a. Visualization of Furnace Casting

b. Changes in Engine Operating Conditions (Pull of gas, Engine ignition in cold conditions)

Based on calculations manually using Brown Gibson analysis, then got the value of LPMi per alternative mixing of fuel with Bioethanol, for the highest recommendation is E15, E10, E5, and BBM Premium Pure.

No. Alternatif Nilai LPMi

1 E15 0.371103118

2 E10 0.275179856

3 E5 0.198441247

4 Bensin Premium Murni 0.155275779

(8)

8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan kumpulan dari 17 goals yang disusun oleh Perserikatan Bangsa Bangsa. Memiliki tujuan yang luas serta saling terkait, meskipun setiap negara memiliki target sendiri untuk diraih. Jumlah target turunan dari SDG ini berjumlah 169. SDG mencakup berbagai isu pembangunan sosial dan ekonomi. Ini termasuk kemiskinan, kelaparan, kesehatan, pendidikan, perubahan iklim, kesetaraan jender, air, sanitasi, energi, lingkungan dan keadilan sosial. SDG juga dipublikasikan sebagai "Transforming our World: the 2030 Agenda for Sustainable Development" atau singkatnya disebut sebagai “Agenda 2030”. Tujuannya untuk menggantikan Millennium Development Goals (MDGs) yang berakhir pada tahun 2015. Berbeda dengan MDGs, kerangka kerja SDG tidak membedakan antara negara-negara "maju" dan "berkembang". Sebaliknya, tujuannya berlaku untuk semua negara (UN, 2014). Dari 17 goals tersebut, terdapat beberapa topik yang saat ini tengah diupayakan oleh pemerintah Indonesia yakni, Affordable and clean energy; Industry, Innovation and Infrastructure; Responsible

Consumption and Production.

Kebutuhan akan energi oleh umat manusia tidak bisa dipungkiri, menjadi kebutuhan primer selain pangan, sandang, dan papan. Kebutuhan akan energi ini semakin lama semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah populasi manusia. Disisi lain, fakta bahwa belum optimalnya penggunaan sumber energi terbarukan khususnya di Indonesia, menyebabkan masyarakat sulit untuk lepas dari ketergantungan terhadap energi tak tebarukan. Salah satu contoh dari penggunaan energi yakni, sektor transportasi. Belum tersedianya dengan baik sarana transportasi bertenaga listrik, sebagai bentuk konversi energi yang mudah digunakan serta masih menjadi fokus penelitian dan pengembangan baik untuk teknologi transportasi, baterai, hingga pembangkit listrik bersumber energi terbarukan yang belum menemui nilai ekonomis untuk dilakukan industrialisasi.

(9)

9 2050 saat cadangan minyak bumi dan batu bara yang terkandung dalam perut bumi habis. Cadangan minyak bumi di Indonesia pun cenderung semakin turun sedangkan konsumsi semakin meningkat. Dikutip dari laman Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM, 2017) diketahui bahwa jumlah cadangan minyak bumi yang terbukti dari tahun 2012 hingga 2017 semakin menurun, hingga terakhir pada tahun 2017, hanya sebesar 3170.9 MMSTB, tercantum pada grafik dibawah ini. Namun, disisi lain konsumsi BBM diestimasikan meningkat, bahkan untuk tahun ini pada 2018, diestimasikan konsumsi BBM mencapai 75 juta kiloliter (CNBC Indonesia, 2018). Mengacu pada tahun 2016, produksi minyak bumi dan kondensat sebesar 831,059 BOPD. Untuk memenuhi kebutuhan BBM sebesar 66,939,111.8 Kilo Liter, dilakukan impor sebesar 22,801,063 Kilo Liter (ESDM, 2017). Dan import ini dilakukan terus menerus, terlihat pada grafik dibawah, sejak tahun 2012 hingga 2016, selalu dilakukan impor BBM. Salah satu contoh ini, sebagai bukti bahwa Indonesia sudah menjadi negara net importir yang berarti bahwa konsumsi bahan bakar minyak Indonesia sebagian besar dipasok dari luar negeri.

(10)

10 Gambar 2 Grafik Jumlah impor BBM yang masuk ke Indonesia pada tahun 2012 - 2016

Industri bahan bakar nabati atau biofuel merupakan satu bentukan industri yang bergerak di bidang nabati, selain industri proses pangan, dan pertanian. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa, serta lahan potensial yang luas merupakan faktor-faktor pendukung utama yang akan memampukan negara ini merealisasikan maksud tersebut. Biofuel khususnya bioethanol memiliki potensi yang baik sebagai pengganti BBM, terbukti dengan dicapainya prestasi tim Rakata ITB dengan rekam jejak penelitian dari tahun 2011 hingga saat ini dengan capaian terbaik penghematan penggunaan energi yakni 840,539 Km/Liter, yang konsisten menggunakan gasohol atau bioethanol dengan kadar 99.5%. Dengan pengaturan rasio kompresi pembakaran 13.5 : 1 (Rakata Team ITB, 2018). Dengan pemasok bahan bakar berupa bioethanol / ethanol dengan kadar 99.5% yang kemudian dapat disebut sebagai gasohol, didukung oleh salah satu perusahaan BUMN Indonesia yakni, PT. Energi Agro Nusantara (ENERO).

(11)

11 telah didapatkan berdasarkan uji unjuk kerja dan durabilitas yang telah dilakukan oleh Jurusan Teknik Mesin ITS. Pada pengujian tersebut dilakukan pencampuran bensin jenis “Premium” dengan penambahan ethanol 99.5% pada kadar 5%, 10%, dan 15% untuk kemudian didapatkan kadar ethanol campuran yang tepat pada unjuk kerja yang paling optimal.Dengan pemasok yang sama dengan Rakata Team ITB yakni PT. Energi Agro Nusantara. Secara keseluruhan penambahan ethanol sampai kadar 15% tidak menimbulkan perubahan pada kondisi operasional mesin, baik itu temperatur mesin, tarikan maupun penyalaan mesin saat kondisi dingin sehingga secara teknis dapat dikatakan operasionalnya lancar dan tidak terkendala. Emisi gas CO terendah didapatkan oleh campuran E10 dan E15 dengan penurunan sebesar 15,30%. Emisi gas HC terendah didapatkan oleh campuran E10 dengan penurunan sebesar 11,79%. (Winanda & Sudarmanta, 2016).

Realita yang ada bahwa, Indonesia telah menjadi negara net importir BBM, sedangkan kebutuhan BBM terus meningkat, akibat pertumbuhan populasi serta perekonomian yang juga positif. Kemudian, harapan/ekspektasi untuk mencapai tujuan yang selaras dengan SGD yakni tercapainya penggunaan energi yang bersih dan mudah dijangkau; peningkatan industri, infrastruktur, serta inovasi; dan kegiatan produksi dan konsumsi yang bertanggungjawab, Indonesia masih dalam upaya pencapaian untuk itu.

(12)

12 Tabel 1 Daftar Industri Bioethanol bermutu Gasohol di Indonesia

No. Perusahaan Lokasi Kapasitas, Ton/Tahun

Akses bahan mentah 1 PT. Molindo Raya Industrial Malang 7900 Pasar murni

2

PT. Energi Agro Nusantara (Anak Perusahaan PT. Perkebunan Negara X)

Mojokerto 23700 Pasar - kerjasama dengan PTPN X

3 PT. Acidatama Surakarta 25952 Pasar murni

4 PT. Medco Ethanol Lampung Lampung 7900 Pasar murni 65452 (82850 KL) TOTAL

Sumber : Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia dikutip dari (Soerawidjaja, November 2013)

(13)

13 Diperlukan analisis, dan solusi tepat untuk mengatasi permasalahan kompleks ini. Pendekatan teknis dan konseptual, mengarahkan pada pemanfaatan bioethanol sebagai campuran dalam BBM, bentuk upaya penggantian BBM kedepannya. Pendekatan tekno ekonomi diperlukan, dalam memberikan solusi dan keputusan bagi status penggunaan bioethanol dalam BBM jenis bensin, serta bagi arah industri bioethanol kedepannya. Untuk tetap mengembangkan anhydrous ethanol (99.5% v/v) atau lebih berfokus pada peningkatan kapasitas dalam pemenuhan industrial grade ethanol (95%), atau untuk kelas Food Grade yakni Super fine grade ethanol

(97%).

1.2 Tujuan

Karya tulis ilmiah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :

1. Menentukan keputusan untuk melakukan pencampuran BBM dengan BBN mutu gasohol atau mengarahkan industri bioethanol kearah produk kelas industri dan lainnya, dengan pendekatan tekno ekonomi.

2. Menentukan kadar campuran bioethanol terbaik secara teknik yang menggunakan pendekatan metode Brown Gibson.

1.3 Asumsi

Karya tulis ilmiah ini disusun dengan asumsi sebagai berikut :

1. Kondisi bisnis di bidang industri biofuel / Bahan Bakar Nabati, hingga saat ini masih belum mendapat keputusan riil di lapangan terkait kebijakan pencampuran BBM dengan BBN.

2. Analisis penentuan kadar campuran bioethanol didasarkan pada pengujian dengan objek uji yakni, mesin 4 silinder, 16 katup, kapasitas 1497 cc. 1.4 Batasan

Karya tulis ilmiah ini disusun dengan batasan sebagai berikut :

(14)

14

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Ethanol

Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua.

Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5). Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol yang memabukkan juga telah diketahui sejak dulu. Pada zaman modern, etanol yang ditujukan untuk kegunaan industri seringkali dihasilkan dari etilena (Myers & Myers, 2007).

Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.

Etanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari Cina bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik (Roach, 2015).

(15)

15 1796 oleh Johan Tobias Lowitz yaitu dengan cara menyaring alkohol hasil distilasi melalui arang. (Couper, 1858)

Sebagaimana diketahui bahwa ethanol/bio-ethanol mempunyai nilai oktan yang lebih tinggi dibandingkan dengan premium. Ethanol/bio-ethanol apabila dicampur dengan premium dapat meningkatkan nilai oktan, dimana nilai oktan untuk ethanol 98% adalah sebesar 115, selain itu mengingat ethanol/bio-ethanol mengandung 30% oksigen, sehingga campuran ethanol/bio-ethanol/bio-ethanol/bio-ethanol dengan gasoline dapat masuk katagorikan high octane gasoline (HOG), dimana campuran sebanyak 15% bioethanol setara dengan pertamax (RON 92) dan campuran sebanyak 24% bioethanol setara dengan pertamax plus (RON 95).

Hal itu menunjukkan bahwa bio-ethanol dapat dimanfaatkan sebagai aditif pengganti MTBE untuk meningkatkan efisiensi pembakaran dan menghasilkan gas buang yang lebih bersih. Pada tahun 2003, pasar HOG menurut Pertamina adalah sebesar 1750 kl/hari, dimana 1400 kl/hari berasal dari pertamax (RON 92) dan 350 kl/hari berasal dari pertamax plus (RON 95). Pada tahun yang sama ethanol diperkirakan dapat memasok 294 kl/hari, dimana 210 kl/hari ethanol yang dipasok setara dengan pertamax (RON 92) dan 84 kl/hari ethanol yang dipasok setara dengan pertamax plus (RON 95). Apabila pada tahun 2013, diperkirakan pasar HOG dan ethanol meningkat 10 kali lipat terhadap tahun 2003, sehingga dapat dipastikan bio-ethanol berpotensi untuk diproduksi dan dimanfaatkan (Wahid, 2006).

(16)

16 Etanol dapat dioksidasi menjadi asetaldehida, yang kemudian dapat dioksidasi lebih lanjut menjadi asam asetat. Dalam tubuh manusia, reaksi oksidasi ini dikatalisis oleh enzim tubuh. Pada laboratorium, larutan akuatik oksidator seperti asam kromat ataupun kalium permanganat digunakan untuk mengoksidasi etanol menjadi asam asetat. Proses ini akan sangat sulit menghasilkan asetaldehida oleh karena terjadinya overoksidasi. Etanol dapat dioksidasi menjadi asetaldehida tanpa oksidasi lebih lanjut menjadi asam asetat menggunakan (PCC) Pyridinium chloro chromate (Streitweiser & Heathcock, 1976).

Perbandingan sifat thermal, kimia dan fisika dari ethanol/bio-ethanol dan premium ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 2 Perbandingan Sifat Termal, Kimia, dan Fisika atas Ethanol / Bioethanol terhadap BBM jenis Premium

No. Keterangan Unit Ethanol /

Bio Ethanol Premium 1 Sifat Thermal

a. Nilai kalor

b. Panas penguapan pada 20o C c. Tekanan uap pada 38o C d. Angka oktan motor

(17)

17 2.2 Teknologi Proses Produksi Ethanol

Produksi ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larutair. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat dan tetes menjadi bio-ethanol ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 3 Konversi Bahan Baku Tanaman yang Mengandung Pati atau Karbohidrat dan Tetes Menjadi Bio-Ethanol

Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa enzyme. Berdasarkan kedua jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa asam (misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini dipergunakan dengan hydrolisa enzyme. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzyme; kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi ethanol/bio-ethanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.

(18)

18 Meskipun teknik produksi ethanol/bioethanol merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun ethanol/bio-ethanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan ethanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses produksi ethanol masih perlu dilakukan. Secara singkat teknologi proses produksi ethanol/bio-ethanol tersebut dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu gelatinasi, sakharifikasi, dan fermentasi.

1. Proses Gelatinasi

Dalam proses gelatinasi, bahan baku ubi kayu, ubi jalar, atau jagung dihancurkan dan dicampur air sehingga menjadi bubur, yang diperkirakan mengandung pati 27-30 persen. Kemudian bubur pati tersebut dimasak atau dipanaskan selama 2 jam sehingga berbentuk gel. Proses gelatinasi tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

 Bubur pati ditambah enzyme termamyl dipanaskan langsung sampai mencapai temperatur 130oC selama 2 jam.

 Bubur pati dipanaskan sampai 130oC selama 30 menit, kemudian didinginkan sampai mencapai temperature 95oC yang diperkirakan memerlukan waktu sekitar ¼ jam. Temperatur 95oC tersebut dipertahankan selama sekitar 1 ¼ jam, sehingga total waktu yang dibutuhkan mencapai 2 jam.

(19)

19 Gelatinasi cara kedua, yaitu cara pemanasan bertahap mempunyai keuntungan, yaitu pada suhu 95oC aktifitas termamyl merupakan yang paling tinggi, sehingga mengakibatkan yeast atau ragi cepat aktif. Pemanasan dengan suhu tinggi (130oC) pada cara pertama ini dimaksudkan untuk memecah granula pati, sehingga lebih mudah terjadi kontak dengan air enzyme. Perlakuan pada suhu tinggi tersebut juga dapat berfungsi untuk sterilisasi bahan, sehingga bahan tersebut tidak mudah terkontaminasi. Hasil gelatinasi dari ke dua cara tersebut didinginkan sampai mencapai 55oC, kemudian ditambah SAN untuk proses sakharifikasi dan selanjutnya difermentasikan dengan menggunakan yeast (ragi) Saccharomyzes ceraviseze.

2. Fermentasi

Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan menggunakan yeast. Alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi ini, biasanya alkohol dengan kadar 8 sampai 10 persen volume. Sementara itu, bila fermentasi tersebut digunakan bahan baku gula (molases), proses pembuatan ethanol dapat lebih cepat. Pembuatan ethanol dari molases tersebut juga mempunyai keuntungan lain, yaitu memerlukan bak fermentasi yang lebih kecil. Ethanol yang dihasilkan proses fermentasi tersebut perlu ditingkatkan kualitasnya dengan membersihkannya dari zat-zat yang tidak diperlukan.

(20)

20 95 persen diperlukan proses lainnya, yaitu proses distilasi. Proses distilasi dilaksanakan melalui dua tingkat, yaitu tingkat pertama dengan beer column dan tingkat kedua dengan rectifying column.

Definisi kadar alkohol atau ethanol/bio-ethanol dalam % (persen) volume adalah “volume ethanol pada temperatur 15oC yang terkandung dalam 100 satuan volume larutan ethanol pada temperatur tertentu (pengukuran).“ Berdasarkan BKS Alkohol Spiritus, standar temperatur pengukuran adalah 27,5oC dan kadarnya 95,5% pada temperatur 27,5oC atau 96,2% pada temperatur 15oC (Wasito, 1981).

Pada umumnya hasil fermentasi adalah bio-ethanol atau alkohol yang mempunyai kemurnian sekitar 30 – 40% dan belum dpat dikategorikan sebagai fuel based ethanol. Agar dapat mencapai kemurnian diatas 95% , maka alkohol hasil fermentasi harus melalui proses destilasi.

3. Distilasi

Sebagaimana disebutkan diatas, untuk memurnikan bioetanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkohol hasil fermentasi yang mempunyai kemurnian sekitar 40% tadi harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali.

(21)

21 Gambar diatas menunjukkan suatu proses lengkap dari pembuatan etanol yang dari bahan pati-patian dimulai dari konveyor, gelatinisasi, fermentasi, destilasi sampai ke penyimpanan.

Untuk memperoleh bio-ethanol dengan kemurnian lebih tinggi dari 99,5% atau yang umum disebut fuel based ethanol, masalah yang timbul adalah sulitnya memisahkan hidrogen yang terikat dalam struktur kimia alkohol dengan cara destilasi biasa, oleh karena itu untuk mendapatkan fuel grade ethanol dilakukan pemurnian lebih lanjut dengan cara Azeotropic destilasi.

2.3 Industri Domestik Bioethanol

Sebagian besar pabrik biofuel saat ini masih dalam skala yang relatif kecil, karena kebanyakan adalah milik beberapa lembaga penelitian sebagai pilot project. Terdapat 9 pabrik bioetanol dengan total kapasitas produksi mencapai 133.632 kilo liter, dan beberapa diantaranya telah mulai produksi pada tahun 2007. Kebanyakan pabrik bioetanol di dunia (dan semua pabrik bioetanol di Indonesia) memproduksi bioetanol mutu gasohol (kadar air maksimum 0,5 %-berat) dengan mengeringkan bioetanol mutu industri (atau bioetanol azeotropik) yang berkadar air sekitar 5 %-volume (atau sekitar 6 %-berat). Produk bioetanol mutu azeotropik ini dihasilkan oleh tahap distilasi dan diniagakan untuk keperluan industri kimia, industri farmasi, dan industri minuman. Tabel berikut menyajikan daftar produsen bioetanol mutu industri berkapasitas terpasang besar.

Tabel 4 Produsen Bioethanol Mutu Industri

No. Nama perusahaan Lokasi Kapasitas Ton/Th

1 PT. Medco Ethanol Lampung Lampung 47400

2 PT. Molindo Raya Industrial Malang 39500

3 PT. Indo Acidatama Solo 39500

4 PT. Energi Agro Nusantara Mojokerto 23700

5 PT. Indonesia Ethanol Industry Lampung 63300

6 PT. Indo Lampung Distillery Lampung 47400

7 PSA Jatiroto (PTPN XI) Jatiroto 5530

8 PSA Palimanan (PT. RNI) Cirebon 5530

9 PT. Madubaru Yogyakarta 5530

10 PT. Molasindo Alur Pratama Medan 3950

11 PT. Basis Indah Makassar 3950

(22)

22 Perusahaan produsen bioethanol mutu gasohol (yaitu memenuhi syarat untuk dijadikan pencampur bensin) yang tersaji dalam Tabel 1, termasuk PT. Energi Agro Nusantara, anak perusahaan PT. Perkebunan Negara X (PTPN X). Kecuali PT. Medco Ethanol Lampung, pabrik tersebut dirancang untuk berbahan mentah tetes tebu (cane mollases). PT. Medco Ethanol Lampung sendiri mulanya dirancang untuk berbahan mentah umbi singkong (dari pasar murni), tetapi karena senantiasa kesulitan memperoleh bahan mentah ini, sekarang berbahan mentah tetes tebu juga. merupakan tabel yang menyajikan data perusahaan bioethanol mutu gasohol. Perbandingan kapasitas total yang tercantum di dalam Tabel 1 dan Tabel 4 menunjukkan bahwa, saat ini di Indonesia kapasitas produksi bioetanol mutu gasohol memiliki perbandingan tak sampai ¼ dari kapasitas total produksi bioetanol (mutu industri). Ini menunjukkan bahwa, jika saja harga bioetanol mutu gasohol cukup menarik minat para produsen, maka mereka akan memasang instalasi pengeringan etanol (yang membutuhkan waktu kurang dari setahun) dan memproduksi serta meniagakan bioetanol mutu gasohol. Bahkan sebetulnya, kapasitas total dari perusahaan yang baru berencana maupun yang telah siap memproduksi bioetanol mutu gasohol serta telah mendapat izin niaga BBN dari Direktorat Bionergi Kemen. ESDM adalah 328.800 ton/th (Soerawidjaja, November 2013).

2.4 Metode Brown Gibson

Metode Brown Gibson biasa digunakan untuk membantu analisis data dalam proses pengambilan keputusan yang memiliki multi atribut. Proses penilaian kandidat lokasi dengan menggunakan metode Brown Gibson akan menggunakan sistem bobot, di mana pada akhir penilaian kandidat lokasi yang memperoleh penilaian terbaik akan menjadi pilihan alternatif terbaik (Suryadi & Ramdhani, 2002).

(23)

23 berupa pembobotan pada pengambil keputusan terhadap kriteria-kriteria yang disyaratkan dalam penentuan lokasi baru.

Metode Brown Gibson dikembangkan oleh dua orang peneliti yang bernama Philip Brown dan David Gibson pada tahun 1972. Dasar penerapan metode ini awalnya digunakan untuk menganalisa altenatif lokasi yang dikembangkan berdasarkan “Preferences Of Measurement”, yaitu dengan cara mengkombinasikan faktor objektif dan faktor subjektif. Metode Brown Gibson biasa digunakan untuk membantu analisi data dalam proses pengambilan keputusan yang memiliki multi atribut (Ammarapala & Luxhoj, 2000).

Proses penilaian kandidat lokasi dengan menggunakan metode Brown Gibson akan menggunakan sistem bobot, dimana pada akhir penilaian kandidat lokasi yang memperoleh penilaian terbaik akan menjadi pilihan alternatif terbaik. Dalam menentukan kriteria-kriteria yang akan digunakan untuk menilai kandidat dari alternatif, maka akan digunkan faktor-faktor kriteria objektif dan faktorfaktor kriteria subjektif (Wignsoebroto, 1996).

. Prosedur dan langkah-langkah yang harus ditempuh guna mengaplikasikan metode Brown Gibson secara garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut (Wignsoebroto, 1996) :

1. Eliminasi setiap alternatif pilihan yang secara sepintas jelas tidak layak dan fesible untuk dipilih, atas dasar pertimbangan-pertimbangan teknis, atau utilities lainnya dalam kapasitas altternatif yang dibutuhkan, dan bisa dijadikan alasan utama untuk mengeleminir suatu alternative dalam daftar nominasi alternatif.

2. Hitung dan tetapkan performanse measurement dari faktor objektif (OFi) untuk setiap alternatif. Ukuran performace untuk faktor objektif dihitung berdasarkan estimasi seluruh perkiraan total biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pemilihan alternatif yang dipertimbangkan.

� = [� . ∑ � ]−1 Dimana : ∑ � =

(24)

24 OFi = Faktor Objektif

i = Alternatif Solusi

3. Tentukan faktor-faktor yang memberi pengaruh signifikan dan harus dipertinmbangkan pada saat pemilihan alternatif. Faktor-faktor ini lebih bersifat subjektif. Estimasi dari ukuran faktor performansi atas faktor subjektif (SFi) untuk setiap alternatif pilihan ditentukan dengan menggunakan rumus:

� = ∑ � .

Dimana : ∑ � =

Wi = Rating faktor dengan menggunakan forced choice pairwise comparison

Rij = Rangking faktor subjektif masing masing alternatif j = Faktor Subjektif

i = Alternatif Solusi

Cara “forched choice pairwise comparison” pada prinsipnya adalah membandingkan dan menilai suatu faktor subjektif terhadap faktor subjektif yang secara berpasangan (pairwise) yang didasarkan pada:

 Lebih baik diberi point = 1

 Sama baik diberi point masing-masing = 1

 Sama jelek diberi point masing-masing = 0

 Lebih jelek diberi point = 0

4. Buat pembobotan, mana yang lebih baik di pertimbangkan, antara faktor objektif (bobot = k) dengan faktor subjektif (bobot = 1 – k) dari nila batas (0<k<1). Kombinasikan faktor objektif (OFi) dengan faktor subjektif (SFi) yang akan menghasilkan “location preference measure” (LPMi) untuk setiap alternatif yang ada. Secara matematis di tunjukan dengan rumus:

= � � + − � �

Dimana : ∑ =

LPMi = Nilai location preference measure pada objektif alternatif perhitungan

(25)

25 SFi = Faktor Subjektif

OFi = Faktor Objektif

(26)

26 BAB III

ANALISIS DAN SINTESIS 3.1 Analisis Biaya Produksi Bioethanol

Dalam proses produksi bioethanol, bahan mentah paling umum untuk pembuatan bioethanol di Indonesia adalah tetes tebu (cane molasses) dan umbi singkong. Tetes tebu adalah sirop hitam kental produk samping dari pabrik gula pasir berbahan dasar tebu, yang berkadar gula 42 – 55 %. Umbi singkong berkadar pati (zat yang bisa dikonversi menjadi bioethanol) rata-rata 24 %. Produksi ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat dan tetes menjadi bioethanol ditunjukkan pada Tabel 3.

Berikut adalah data yang dihimpun dari laman Thai Tapioca Starch Association (Thai Tapioca Starch Association, Desember 2011) :

 Faktor Konversi

o Faktor konversi singkong menjadi bioethanol : 6.55 kg/liter [Kadar pati : 24.12%]

o Faktor konversi tetes tebu menjadi bioethanol : 4.17 kg/liter [Kadar gula dalam tetes 42.09%]

 Ongkos Konversi

o Ongkos konversi bioethanol dari singkong : Rp3112/liter [7.107 baht/liter]

o Ongkos konversi bioethanol dari tetes tebu : Rp2682/liter [6.125 baht/liter]

(27)

27 dikutip dari laman Alibaba.com (Alibaba.com, 2018) didapat harga untuk 1 ton tetes tebu, dijual dengan harga $100. Dilakukan konversi ke rupiah, dengan kurs yang digunakan sebesar Rp13500 / $1. Maka, didapat harga jual tetes tebu dengan harga Rp1350/kg.

Kemudian dilakukan perhitungan untuk biaya produksi bioethanol dengan masing masing bahan mentah, jika harga satuan singkong dan tetes tebu diketahui, maka ongkos produksi etanol dari kedua bahan mentah ini dapat dihitung. Dan diarenakan telah dicari data untuk bahan mentah tersebut, berikut meruapakan penghitunan biaya produksi yang dibutuhkan. Sebagai contoh, harga singkong segar memiliki rata rata sebesar Rp.746/kg (juga harga yang berlaku sekarang ini, merupakan rata rata harga di 32 daerah berbeda), maka ongkos produksi etanol = (6,55)(746) + 3112 = Rp. 7998.3. Selanjutnya, jika harga tetes tebu adalah Rp. 1350/kg (harga pasar dewasa ini, di kawasan Asia Tenggara – Indonesia dan Vietnam) maka ongkos produksi etanol = (4,17)(1350) + 2682 = Rp.8311.5/liter. Seluruh skema in ditampilkan pada tabel dibawah ini. Berdasarkan contoh perhitungan ini maka dapat disimpulkan bahwa harga bioethanol yang ditawarkan oleh PT. Energi Agro Nusantara kepada Pertamina pada tahun 2015 silam lalu masih relevan, yakni dengan harga jual sebesar Rp8500/liter.

Tabel 5 Estimasi Biaya Produksi Bioethanol dengan Berbagai Bahan Baku

(28)

28 Tabel 6 Rincian Perhitungan Biaya Total Pencampuran BBM Premium dengan Bioethanol 99.5% dalam

beberapa skema beberapa skema. Selain didapat biaya produksi pencampuran Bioethanol dan Premium secara total untuk tiap liter nya pada beberapa skema. Juga dapat dilakukan estimasi untuk nilai RON yang dapat diraih dari pencampuran ini. Menggunakan analogi perbandingan sebanding. Berikut rincian perhitungan estimasi RON untuk tiap skema.

Tabel 7 Estimasi nilai RON untuk Pencampuran Premium dengan Bioethanol

Campuran

Bioethanol 99.5% Oktan Bioethanol Fraksi Premium

Oktan

3.2 Analisis Kriteria Keputusan

Dalam karya ilmiah ini, untuk mengambil keputusan skema terbaik untuk rencana pencampuran BBM dengan Bioethanol dalam upaya mengurangi impor BBM serta mengurangi emisi gas buang. Digunakan metode Brown-Gibson yang merupakan model pendukung keputusan multi kriteria, dengan data kuantitatif dan kualitatif. Hal ini, sangat sesuai dengan kondisi permasalahan yang akan dipecahkan, berupa kebutuhan untuk menentukan pilihan dari opsi pembelian suatu produk, dalam hal ini upaya pencampuran Bioethanol kedalam Premium dengan beberapa kriteria lainnya.

Dibutuhkan penetapan beberapa data faktor sebagai berikut : I. Data Faktor Objektif

(29)

29 Biaya produksi untuk pencampuran bahan bakar Premium dengan Bioethanol, merupakan penilaian yang diperlukan untuk menentukan keputusan dalam memilih operasi pencampuran BBM dengan Bioethanol terbaik. Tabel dibawah menunjukkan inisialisasi biaya produksi.

Tabel 8 Inisialisasi Biaya Produksi Pencampuran Premium dan Bioethanol

Biaya per Liter Nilai

Rp6500 - Rp6700 1

Rp6700 - Rp6900 2

b. Penurunan Emisi CO

Penurunan Emisi CO merupakan penilaian terkait kebermanfaat secara kuantitaif dari pencampuran Premium dengan Bioethanol, dalam mengurangi polusi udara. Tabell dibawah menunjukkan inisialisasi Penurunan Emisi CO.

Tabel 9 Inisialisasi Penurunan Emisi CO

Penurunan Emisi CO Nilai

0% - 2.5% 6

2.5% - 5% 5

5% - 7.5% 4

7.5% - 10% 3

12.5% - 15% 2

15% - 17.5% 1

II. Data Faktor Subjektif

a. Visualisasi Pengotoran Ruang Bakar

(30)

30 Tabel 10 Variabel Penilaian Visualisasi Kondisi Pengotoran Ruang Bakar

Visualisasi Nilai

Kondisi Mesin relatif sama dengan

pengotoran dalam jumlah sedikit Baik Kondisi Mesin rlatif sama dengan

pengotoran dalam jumlah cukup

banyak Cukup Baik

b. Perubahan Kondisi Operasional Mesin (Tarikan gas, Penyalaan mesin saat kondisi dingin)

Memberikan gambaran kualitatif, terkait performa yang dirasakan pengguna / driver terkait tarikan gas, dan penyalaan dari kondisi mati, atau suhu dingin. Berikut variabel penilaian untuk perubahan kondisi operasional mesin.

Tabel 11 Variabel Penilaian Perubahan Kondisi Operasional Mesin

Kondisi Operasional Mesin Nilai

Tarikan Gas dan Penyalaan mesin

lancar dan tanpa kendala Baik Tarikan Gas dan Penyalaan mesin

lancar dengan sedikit kendala Tidak Baik

3.3 Analisis Keputusan Pencampuran BBM dengan Bioethanol

Setelah data-data masukan di-input, maka dilakukan penghitungan Performance Measurements untuk Faktor Objektif. Ukuran performansi untuk Faktor Objektif

(31)

31 Tabel 12 Data Biaya Faktor Objektif untuk tiap Alternatif

Alternatif Faktor Objektif Nilai

Tabel 13 Data Nilai Biaya Faktor Objektif untuk tiap Alternatif setelah Inisialisasi

Alternatif Faktor Objektif Nilai

Sumber : (Winanda & Sudarmanta, 2016)

(32)

32 Tabel 14 Data Nilai Faktor Objektif (OFi)

Alternatif Faktor Objektif Nilai Ci 1/Ci Ofi

Biaya Produksi 2

Kemudian, dilakukan perhitungan untuk Faktor Subjektif. Pertama, dilakukan perhitungan Forced-choise pairwise comparison dengan cara membandingkan Faktor Subjektif satu dengan Faktor Subjektif lainnya. Proses selanjutnya yaitu analisis Faktor Subjektif, prosesnya yaitu dengan cara “Forced-Choise Pairwise Comparison” yaitu proses membandingkan facktor subjektif dengan Faktor Subjektif lainnya secara berpasangan. Dari perbandingan tersebut, maka dapat dihitung nilai rangking Faktor Subjektif masing-masing alternatif (Relative Importance Index).

Data ini berisi tentang nilai perbandingan antar faktor. Seperti yang dijelaskan di bawah ini:

a. Visualisasi Pengotoran Ruang Bakar >< Perubahan Kondisi Operasional Mesin

Visualisasi Pengotoran Ruang Bakar dinilai lebih penting dari pada faktor Perubahan Kondisi Operasional Mesin, dikarenakan visualisasi pengotoran ruang bakar merupakan indikator yang memiliki bukti secara fisik, dari reaksi pembakaran yang baik atau tidak baik. Berdampak pada kemampuan dan umur mesin.

(33)

33 Tabel 15 Forced-Choise Pairwise Comparison Faktor Subjektif

1 2

1

Visualisasi Pengotoran

Ruang Bakar 2 2 0.667

2 Kondisi Operasional Mesin 1 1 0.333

Relative Importace Pairwise

No. Faktor Subjektif Jumlah

Preferensi

Selanjutnya dengan cara “Forced-Choise Pairwise Comparison ” ini juga dilakukan hal yang sama untuk masing-masing alternatif terhadap Faktor Subjektif. Bobot antara Faktor Objektif dan Faktor Subjektif setelah nilai Faktor Objektif dan Faktor Subjektif sudah diketahui, langkah selanjutnya adalah memberikan bobot antara Faktor Objektif dan Faktor Subjektif. Dalam kasus ini diasumsikan Faktor Objektif 2 kali lebih penting dari subjektif, sehingga bobot objektif adalah:

� = . ;

− � = .333 ;

Kombinasikan Faktor Objektif (OFi) dengan Faktor Subjektif (SFi) yang menghasilkan Location Preference Measurement (LPMi) Selanjutnya kombinasikan Faktor Objektif (OFi) dengan Faktor Subjektif (SFi) sehingga menghasilakan LPMi untuk setiap alternatif yang ada. Tabel 12 menunjukkan Nilai Faktor Objektif dan Faktor Subjektif.

Tabel 16 Nilai Faktor Objektif dan Subjektif

(34)

34 Berdasarkan perhitungan secara manual menggunakan analisis Brown Gibson, maka didapatkan nilai LPMi per alternatif keputusan pencampuran BBM dengan Bioethanol, untuk rekomendasi tertinggi adalah E15, E10, E5, dan BBM Premium Murni.

Tabel 17 Nilai LPMi

No. Alternatif Nilai LPMi

1 E15 0.371103118

2 E10 0.275179856

3 E5 0.198441247

(35)

35

BAB IV

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Peneliti, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Dapat ditentukan keputusan untuk melakukan pencampuran BBM dengan BBN mutu gasohol, yakni Bioethanol 99.5%, dengan peningkatan biaya yang tidak terlalu signifikanm yakni untuk E5 sebesar 1.345%, untuk E10 sebesar 2.689%, dan untuk E15 sebesar 4.034%. Dengan rata rata persen kenaikan biaya sebesar 2.689%. Sehingga keputusan ini tidak akan memberatkan secara finansial, mengacu pada harga BBM dengan RON 90 yakni Pertalite, dijual dengan harga Rp7600. Sedangkan biaya untuk E10, dan E15, tidak mencapai Rp7000 dengan estimasi RON yang sama bahkan lebih baik sedikit untuk E15.

(36)

36 4.2 Rekomendasi

Penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan, disebabkan :

1. Masih terdapatnya asumsi yang membuat penelitian ini kurang relevan apabila benar benar diimplementasikan ke publik.

(37)

37

DAFTAR PUSTAKA

Alibaba.com, 2018. Liquid Molasse/ sugar cane molasses/ molasses from Vietnam

(Ms.Dora). [Online]

Ammarapala, V. & Luxhoj, J. T., 2000. A Review of the BrownGibson Model for Multiattribute Decision Making. Analysis of a group decision suppor t system (GDSS) for aviation safety risk evaluation. [Online] Available at: http://rutgersscholar.rutgers.edu/volume04/maurluxh/maurluxlj.html [Diakses 4 Maret 2018].

BPH Migas, 2018. HARGA BBM DI SPBU WIlayah Jakarta per 24 Februari 2018. [Online]

Available at: http://www.bphmigas.go.id/harga-bbm-di-spbu [Diakses 4 Maret 2018].

CNBC Indonesia, 2018. BPH Migas: Konsumsi BBM Tahun 2018 75 Juta Kiloliter. [Online]

Available at: https://www.cnbcindonesia.com/news/20180108145938-4-894/bph-migas-konsumsi-bbm-tahun-2018-75-juta-kiloliter

[Diakses 4 Maret 2018].

Couper, A., 1858. On a new chemical theory.. Philosophical magazine 16, Volume 16, p. 104–116.

Djojonegoro, W., 1981. Program Alkohol di Indonesia. Jakarta, Hasil-hasil Seminar Energi Nasional II.

ESDM, 2017. Statistik Migas. [Online]

Available at: http://statistik.migas.esdm.go.id/index.php? [Diakses 4 Maret 2018]. Available at: https://www.hargabulanini.com/harga-singkong-terbaru/ [Diakses 4 Maret 2018].

(38)

38 Nurdyastuti, I., 2006. TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI BIO-ETHANOL. Prospek Pengembangan Bio-fuel sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak, Issue April, 2006, p. 75.

Presiden Republik Indonesia, 2007. Undang Undang Republik Indonesia No. 30 tahun 2007, tentang Energi. No. 30 penyunt. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

Rakata Team ITB, 2018. Spesifikasi Kendaraan. 2018 penyunt. Bandung: Rakata Team ITB.

Roach, J., 2015. 9,000-Year-Old Beer Re-Created From Chinese Recipe.. [Online] Available at: http://news.nationalgeographic.com/news/2005 [Diakses 4 Maret 2018].

Soerawidjaja, T. H., November 2013. Evaluasi Cepat Perkembangan Industri Bahan Bakar Nabati Cair dan Kebijakan Pembinaanya , Jakarta : Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Streitweiser, A. J. & Heathcock, C. H., 1976. Introduction to Organic Chemistry. s.l.:MacMillan.

Thai Tapioca Starch Association, Desember 2011. Ethanol Industry, an open

market for. [Online]

Available at: http://www.thaitapiocastarch.org/article24.asp [Diakses 4 Maret 2018].

UN, 2014. Press release UN General Assembly's Open Working Group proposes

sustainable development goals. [Online]

Available at:

http://sustainabledevelopment.un.org/content/documents/4538pressowg13.pdf [Diakses 4 Maret 2018].

Wahid, L. O. M. A., 2006. PEMANFAATAN BIO-ETHANOL SEBAGAI BAHAN. Prospek Pengembangan Biofuel Sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia, Issue April, 2006, p. 63.

Wasito, 1981. Dasar-Dasar Mikrobiologi Industri. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan kebudayaan, Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

(39)

39 Winanda, P. H. & Sudarmanta, B., 2016. Uji Unjuk Kerja dan Durability 5000 Km Mobil Bensin 1497 cc Berbahan Bakar Campuran Bensin-Bioethanol. JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2, 5(2), pp. B-678 - B-683.

Gambar

Gambar 1 Grafik Cadangan Minyak Bumi di Indonesia tahun 2012 - 2017
Gambar 2 Grafik Jumlah impor BBM yang masuk ke Indonesia pada tahun 2012 - 2016
Tabel 1 Daftar Industri Bioethanol bermutu Gasohol di Indonesia
Tabel 2 Perbandingan Sifat Termal, Kimia, dan Fisika atas Ethanol / Bioethanol terhadap BBM jenis Premium
+7

Referensi

Dokumen terkait

Program Studi Magister Teknik Informatika SKPL–SPK_PTP 27/60 Dokumen ini dan informasi yang dimilikinya adalah milik Program Studi MagisterTeknik Informatika-UAJY dan

Dilarang untuk me-reproduksi dokumen ini tanpa diketahui oleh Program Studi Teknik Informatika Prediksi Deskrips i Prosedur Pengujian Masukan Keluaran yg diharapkan Kriteria

Analisis asosiasi adalah teknik data mining untuk menemukan aturan asosiatif antara suatu kombinasi item.Aturan asosiatif dari analisis pembelian di suatu pasar swalayan adalah

AHMAD TANTOMI : Sistem Pendukung Keputusan Peramalan Produksi Roti Kemasan Di CV Jordan Bakery Dengan Menggunakan Metode Trend Moment, Skripsi, Teknik

&#34;Implementasi Algoritma SAW (Simple Additive Weighting) Dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Mesin Produksi Pada PT Ardhi Karya Teknik&#34;, Jurnal Jaring SainTek,

Teknik optimalisasi seperti penghapusan indeks basis data target sebelum proses load, ekstraksi secara paralel, penulisan ulang aljabar relasional, dan pengambilan data yang

Teknik optimalisasi seperti penghapusan indeks basis data target sebelum proses load, ekstraksi secara paralel, penulisan ulang aljabar relasional, dan pengambilan data yang

Tahap ini, dilakukan analisis yang sudah diperoleh sebelumnya melalui teknik observasi, wawancara, dan studi literatur terkait topik penelitian yaitu penerimaan beasiswa pada kantor