• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETIKA PARADIGMA POSITIF MENDAMPINGI PARADIGMA NON-POSITIF DALAM RISET AKUNTANSI Mohamad Suyunus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KETIKA PARADIGMA POSITIF MENDAMPINGI PARADIGMA NON-POSITIF DALAM RISET AKUNTANSI Mohamad Suyunus"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

409

KETIKA PARADIGMA POSITIF MENDAMPINGI PARADIGMA NON-POSITIF

DALAM RISET AKUNTANSI

Mohamad Suyunus [email protected]

Departemen Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

ABSTRACT

On the last Accounting National Symposium at Banjarmasin, a quantitative accounting research approach was still dominating in the paper presentation, eventhough this event had been conducted more than a decade. So, why the quantitative approach or positive paradigm is still strong enough in its position and having a good track of development during the penetration of a qualitative approach? By understanding the positivist accounting researcher’s thought about qualitative approach, a gap could be seen and then used for developing both approaches simultaneously. This research is on the area of an interpretive paradigm and using case study method. By using in-depth interview, data are collected from informan at Gadjah Mada University, Brawijaya University, and Airlangga University. The results, all informan accept the qualitative approach or a multiparadigm accounting research with a certain note, especially regarding to the research stages. Besides, they think about the need for a dialogue between quantitative and qualitative researchers.

Key words: paradigm, accounting research, dialogue

ABSTRAK

Dalam Simposium Nasional Akuntansi (SNA) terakhir di Banjarmasin tahun 2012, hasil riset akuntansi kuantitatif masih mendominasi presentasi makalah dalam aktivitas tersebut, padahal SNA telah berlangsung lebih dari satu dekade. Lalu mengapa periset akuntansi dengan pendekatan kuantatif atau paradigma positif tetap kokoh dan lebih berkembang ditengah masuknya pendekatan riset kualitatif?. Dengan memahami pemikiran periset akuntansi kuantitatif tentang kehadiran pendekatan kualitatif diharapkan ditemukan celah untuk mengembangkan kedua pendekatan tersebut secara bersama-sama. Riset ini berada di area paradigma interpretif dengan menggunakan metode studi kasus. Wawancara secara mendalam dilakukan terhadap tiga belas informan dari tiga situs JAFEB Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, dan Universitas Airlangga. Hasilnya, para informan menerima kehadiran riset kualitatif atau riset akuntansi multiparadigma dengan beberapa catatan, terutama yang berkaitan dengan tahapan riset. Selain itu, terkuak bahwa dialog antara periset akuntansi dengan pendekatan yang berbeda masih diperlukan.

Kata kunci: paradigma, riset akuntansi, dialog

PENDAHULUAN

Simposium Nasional Akuntansi (SNA) yang diadakan setiap tahun oleh IAI KAPd merupakan ajang bagi peneliti akuntansi dalam memaparkan hasil risetnya. Peserta SNA pada umumnya adalah para dosen akuntansi di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

(2)

riset akuntansi kuantitatif (paradigma po-sitif)1 lebih berkembang pesat daripada riset akuntansi kualitatif (paradigma non-posi-tif).

Namun, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (JAFEB UB), malah menggunakan “merk” Multiparadigma untuk menawarkan pro-gram S-2 dan S-3. Makna kata Multi-paradigma secara umum adalah banyak paradigma (cara pandang) dalam melak-sanakan riset akuntansi. Di JAFEB UB, para mahasiswa bisa melaksanakan penelitian akuntansi dengan berbagai paradigma riset.

Perbedaan kecepatan dalam perkemba-ngan riset semacam itu juga terjadi di Amerika, sebagaimana yang diamati oleh Merchant (2008). Dia juga memberi bebe-rapa alasan yang diduga menjadi penyebab tidak berkembangnya aliran riset non-positif di Amerika. Selain itu, Hopwood (2007) menambahkan bahwa ada kemung-kinan para dosen memang menolak dan bahkan tidak mencoba memperhatikan dan mengembangkan riset kualitatif dengan ber-bagai alasan tertentu, diantaranya berkaitan dengan karir mereka. Peneliti ingin meng-gali pemikiran tersebut mengingat hampir dua dekade riset akuntansi positif dan non-positif ada di benak periset akuntansi di Indonesia, tetapi dengan perkembangan yang berbeda. Dengan kata lain fenomena perkembangan pemikiran riset kualitatif belum terlalu menggembirakan sebagai-mana perkembangan riset kuantitatif.

Riset ini unik dan penting untuk pe-ngembangan riset akuntansi di Indonesia. Paling tidak, riset mengenai pemikiran para peneliti akuntansi tentang apa yang diteliti, bagaimana cara atau metode untuk meneliti masih jarang dilaksanakan di Indonesia,

1 Peneliti cenderung mengucapkan paradigma positif dan non-positif. Sementara itu di SNA dan di situs penelitian ini, UGM dan UA, para informan lebih memilih kata riset kuantitatif dan riset kualitatif (sebagai suatu pendekatan riset), karena mereka kurang akrab dengan kata paradigma (sebagai suatu cara pandang,world view).

sehingga penelitian ini menjadi unik sifat-nya. Selanjutnya, bila akuntansi adalah infor masi, maka kita banyak melihat bahwa saat ini, riset akuntansi berada di hilir penge-tahuan akuntansi, baik mengenai perilaku para penggunan informasi atau pengaruh informasi dari sisi decision usefulness (FASB, 1978); maupun tentang makna informasi itu sendiri. Penelitian tentang perilaku para pengguna informasi akuntansi yang berada di hilir pengetahuan akuntansi, sudah ba-nyak dilakukan. Dengan demikian, keuni-kan riset ini juga karena penelitian tentang perilaku periset akuntansi, jarang atau bisa jadi belum pernah dilaksanakan di Indo-nesia. Posisi periset akuntansi berada di hulu pengetahuan akuntansi.

Riset ini menjadi penting untuk me-nambah wawasan pikiran para periset akun tansi dan para editor jurnal ilmiah di Indo-nesia agar bersikap lebih terbuka dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam realitas akuntansi, maupun ruang lingkup riset akuntansi (Guthrie and Parker, 2006; Williams, 2009). Dengan memperluas cara pandang (paradigma), termasuk, metode penelitiannya maka para periset akuntansi akan lebih leluasa menggunakan berbagai paradigma riset sesuai dengan tujuan riset-nya (Burrell and Morgan, 1979; Chua, 1986, Neuman, 2011).

Perembesan Pemikiran Riset Akuntansi Sosial

(3)

bah-wa dalam kenyataan dan perkembangan-nya, lebih banyak periset yang mengikuti aliran riset positif (mainstream).

Salah satu sebabnya berkaitan dengan publikasi ilmiahnya. Sementara itu Mer-chant (2008) memberi opini bahwa hal tersebut disebabkan oleh relevansi riset dan kontribusi riset terhadap dunia praktis dan dunia pendidikan, serta lemahnya cara komunikasi para periset2, termasuk publi-kasi ilmiahnya.

Di Indonesia, ditengarai bahwa para alumni dari berbagai Universitas di AS akan berada di paradigma positif, sedangkan para alumni dari Universitas di Australia, terutama alumni dari University of Wollo-ngong, dan belakangan alumni dari Inggris, sebagian besar ada di paradigma riset non-positif. Ghozali (2004) telah mengingatkan para periset akuntansi di Indonesia me-ngenai masuknya ilmu sosial dalam riset akuntansi serta bagaimana implikasinya pada pendidikan akuntansi di Indonesia. Artinya ada perkembangan cara pandang terhadap realitas akuntansi (Tomkins and Groves, 1983; Morgan 1988; Triyuwono, 2006; Djamhuri, 2011). Difusi pemikiran ini, sebagaimana telah diungkapkan di atas, paling tampak terjadi di JAFEB UB. Di tempat ini ada Program S-2 dan S-3 Akuntansi dengan berbagai paradigma riset atau cara pandang riset (Multiparadigma).

Untuk Apa Riset Ini Dilaksanakan?

Perkembangan pemikiran riset akun-tansi yang lebih berwarna itu bisa terjadi cepat melalui proses penyebaran pemikiran atau difusi pemikiran. Namun, difusi pemi-kiran yang dilakukan periset kualitatif me-lalui berbagai jalur-jalur difusi pemikiran (Suyunus, 2011) belum cukup untuk meng-hasilkan posisi yang pas bagi periset

2 Merchant (2008) membahas tentang dampak Interdisciplinary Accounting Research (IAR) di Amerika dan menemukan sebab tidak berdampaknya IAR di Amerika Serikat , baik bagi dunia akademik maupun praktis

kualitatif dalam dunia riset akuntansi di Indonesia. Dalam hal ini, perubahan realitas akuntansi (realitas sosial) seolah merubah pandangan bahwa pendekatan kualitatif mungkin lebih cocok untuk suatu penelitian akuntansi dengan permasalahan yang ber-hubungan dengan orang-orangnya atau pe-laku akuntansinya (Merchant, 2008; Djam-huri, 2011) Lalu, mengapa para periset dengan (mindset) pemikiran riset akuntansi positif kukuh dan kokoh menyambut pene-trasi pemikiran riset akuntansi non-positif?

Jawaban dari pertanyaan ini menjadi teks yang penting untuk memahami apakah para periset akuntansi positif menerima atau menolak kehadiran pemikiran riset akuntansi non-positif. Sehingga tujuan pene litian ini untuk memahami (to understand) pemikiran para periset akuntansi kuantitatif (paradigma positif) atas kehadiran pende-katan riset yang lain (paradigma non-positif). Dengan mendalami alasan-alasan yang dikemukakan akan diketahui dan dipahami berbagai kategori alasan penola-kan terhadap pemikiran riset yang baru dan bisa diketahui realitas perbedaan pemikiran riset yang terjadi. Selain itu, riset ini bisa memicu dibukanya dialog di antara periset akuntansi di Indonesia, sehingga bukan tidak mungkin, jika dialog telah berlang-sung, akan lahir kolaborasi penelitian akun-tansi di antara para periset dari berbagai sudut pandang atas realitas akuntansi di Indonesia.

TINJAUAN TEORETIS Berbagai Paradigma Riset

(4)

Burrell and Morgan (1979) mengguna-kan istilah paradigma dengan makna “ com-monality of perspective which binds the work of a group of theoriest together”.

Selanjutnya, Burrell and Morgan (1979) mengemukakan paradigma riset ilmu sosial dengan asumsi-asumsinya (lihat juga Goles and Hirschheim, 2000).

Asumsi tersebut (tabel 1), amat penting

untuk periset, karena perbedaan carapan-dang ini akan membawa periset ke tempat-nya dalam versi Burrell and Morgan (1979, lihat juga Guba, 1990 dan Sarantakos, 1993). Selain itu, kedudukan periset terhadap rea-litas yang ingin diketahui sudah tergambar-kan dalam asumsi ini. Asumsi berikutnya pada tabel 2.

Tabel 1

Asumption about the nature of social science

Assumption Subjective Objective

Ontological Reality is interpreted by individual. It is socially constructed

(nominalism)

Reality is external to the individual. It is “given” (realism)

Epistemological Knowledge is relative. Researcher should focus on meaning and examine the totality of situation (anti-positivism)

Researcher should focus on empirical evidence and hypothesis testing, looking for fundamental lawa and causal relationships (positivism) Human nature Humans posses free will and have

autonomy (voluntarism)

Humans are product of their environment (determinism) Epistemological Understanding the world is the best

done by analyzing subjective accounts of situation or phenomena (idiographic)

Operationalizing and measuring construct, along wih quantitative analysis techniques and hypothesis testing, will uncover universal laws that explain and govern reality (nomothetic)

Sumber : Burrell and Morgan (1979) dan Goles and Hirschheim (2000)

Tabel 2

Assumption about the nature of society

Regulation Radical Change

Society tends towards unity and cohesion Society forces uphold the status quo

Society contains deep-seated structural conflict Society tends to oppress and constrain its member

Sumber : Burrell and Morgan (1979)

Asumsi yang kedua berkaitan dengan the nature of society. Dengan kedua asumsi tersebut, Burrell and Morgan (1979) telah menggambarkan tempat atau kuadran un-tuk masing-masing paradigma riset. Garis yang vertikal merupakan garis asumsi ke-adaan stabil dan konflik; sementara itu garis horizontal menggambarkan posisi periset terhadap relitas, dengan ada dua kutub

(5)

adalah ahli riset sosial yang pembahasan-nya tentang paradigma riset Tidak mirip dengan paparan Burrell and Morgan (1979). Sarantakos (1993) adalah ahli riset sosial

yang pandangan paradigmanya sesuai de-ngan pandade-ngan ahli riset akuntansi, yaitu ada 3 paradigma riset; positif, interpretif, dan kritis.

Radical Change

Radical Humanist

Radical Structuralist

Subjective

Interpretivist Functionalist

Objective

Regulation

Gambar 1. Paradigma Riset Sosial Sumber : Burrell and Morgan (1979)

Sementara itu Neuman (2011), menam-bahkannya dengan 2 paradigma riset sosial yang lain; yaitu paradigma riset feminimist dan paradigma riset postmodernist. Di Indo nesia, Triyuwono (2011) menguraikan para-digma riset akuntansi dalam bentuk yang selalu berkembang. Dalam bukunya ada paradigma positif, interpretif, kritis dan posmodernis (Triyuwono, 2006). Kemudian, akhir-akhir ini dikenalkan paradigma Spiri-tual. Tujuan dari penggunaan paradigma riset spiritual tentu untuk membangun ke-sadaran akan Tuhan atau God conscious-ness. Ada yang menarik ketika Neuman (2011) mengungkapkan pemikirannya ten-tang paradigma riset sosial. Dia mem-bicarakan hal yang sama dengan asumsi yang dikemukakan oleh Burrell and Mor-gan (1979) denMor-gan menggunakan 10 per-tanyaan.

Penolakan IAR di North America

Pada tahun awal 2007, seorang peng-ajar di University of Southern California, me-maparkan pemikirannya tentang dampak riset akuntansi interdisiplin (Interdiplinary accounting research atau IAR) terhadap para

akademisi dan periset di Amerika (North America). Dalam pandangan para periset “mainstream” (maksudnya aliran riset posi-tif, kuantitatif), IAR menghadapi tiga masa-lah penting yang meliputi (a) lack of rele-vance, (b) questionable research contribution, dan (c) poor communication of findings (Mer-chant, 2008). Memang Merchant (2008) me-ngatakan bahwa dirinya merasa tidak ada masalah dengan riset IAR, dan dia telah berusaha menjabarkan dan menemukan per soalan yang timbul dengan adanya difusi pemikiran riset IAR. Namun penjabaran berikut, akan lebih menjelaskan maksud kata-katanya

(6)

jelas. Tapi dia, mempunyai pandangan bah-wa IAR terlalu kompleks dan tidak seder-hana (parsimony), dan kurang membahas tentang fakta, serta terlalu focus pada hal yang kurang penting (focus mostly on the exception). Sekali lagi Mercant tidak merasa-kan manfaat IAR dalam proses mengajar-nya dan bagi dunia pendidikan akuntansi. Ketiga, Merchant (2008) mengakui bahwa tidak mudah memahami struktur penulisan laporan risetnya. Dia biasa membaca lapo-ran dalam struktur riset kuantitatif–positif, sehingga tidak mudah untuk membaca lapo ran riset yang tidak serupa strukturnya dengan yang biasa dia baca. Selain itu dia mengkui bahwa ada “jargon” atu istilah-istilah di IAR yang sulit dipahami oleh para positivist. Maka dari itu, Merchant (2008) mengatakan bahwa laporan IAR kurang komunikatif. Merchant (2008) menyatakan bahwa dia memang mencoba melihat pe-nyebab penolakan IAR dari kacamata se-orang penganut aliran riset “mainstream”, sehingga muncul ketiga masalah tersebut

Dari sisi paradigma sebagaimana yang dikemukakan oleh Burrell and Morgan (1979), para periset masalah organisasi dan akuntansi di Amerika Serikat juga tidak mudah untuk merubah pandangannya dari paradigma positif ke paradigma riset yang lain. Stern dan Barley (1996), kemudian disempurnakan Goles dan Hirschheim (2000) menyatakan pendapat bahwa ada beberapa situasi yang menyebabkan para pembangun teori sulit untuk mengadopsi pemikiran (paradigma riset) alternatif. Me-reka mengungkapkan lima penyebab ter-sebut adalah (1) social milieu. (2) search for respectability, (3) problematic boundary setting, (4) social construction for academic careers, dan (5) unpalatable alternatives. Penyebab yang terakhir merupakan pendapat dari Goles and Hirschheim (2000).

Dalam uraiannya, kehadiran program sekolah bisnis (MBA) di Amerika adalah simbol rumah baru bagi para periset or-ganisasi. Kepraktisan pengetahuan menjadi ciri yang kuat pada sekolah-sekolah bisnis

yang demikian, Disiplin yang dipelajari seperti akuntansi, keuangan, manajemen sains, sistem informasi dan sebagainya amat menggunakan paradigma positif atau func-tional paradigm. Para periset sistem infor-masi (SI) banyak yang berasal dari latar belakang computer scientist dan engineers yang mempelajari “hard disciplines”. Mereka ini tentu amat dekat dengan functionalist paradigm. Sebagai suatu komunitas dalam lingkungan periset yang baru muncul, tentu para periset di lingkungan tersebut ingin capat dihargai oleh lingkungan riset. Jalan tercepat adalah mengikuti cara yang sudah ada. Dalam cara yang sudah ada, untuk melaksanakan riset lebih fokus pada varia-bel-variabel tertentu (functionalism). Di lain sisi, fenomena dan realitas di dunia organi-sasi semakin jauh dari sederhana.

Selanjutnya, berkaitan dengan masalah penghargaan (respectabity), karir akademik para pengajar dan periset diperguruan ting-gi tidak lepas dari keharusan untuk mem-publikasikan hasil risetnya di jurnal-jurnal ilmiah. Jika para editor di jurnal ilmiah “tidak berubah” dalam menilai artikel mana yang bisa dipublikasi dan ditolak untuk dipublikasikan (masih positivist), maka di lain pihak ada kepentingan yang terabaikan dari sebagian periset (kualitatif) untuk me-muat hasil risetnya. Apa yang kemudian terjadi pada para dosen atau periset yang ingin berkarir tentu bisa ditebak (Goles and Hirschheim, 2000),

(7)

terjun langsung ke realitas yang diteliti. Langkah ini diambil karena tujuan risetnya adalah memahami fenomena, membebas-kan pemikiran atau melakumembebas-kan dekonstruk-si terhadap realitas. Tentu saja periset mem-butuhkan waktu relatif panjang. Karir pe-riset di dunia akademik tentu juga dibatasi usia atau waktu. Hasil riset juga perlu dipublikasi. Masalahnya adalah para editor atau gate-keeper di jurnal-jurnal terkemuka belum bisa menerima sepenuhnya aliran pemikiran riset kualitatif.

Durasi riset, karir para akademisi dan gate-keeper jurnal-jurnal terkemuka diyakini Hopwood (2008), Merchant (2008) dan Bis-man (2010) sebagai tekanan atas periset akuntansi kualitatif. Selama editor tersebut belum bisa mengakomodasi pemikiran riset non-positif, maka perkembangan pengetahu an akuntansi yang dihasilkan dengan cara riset selain dengan pendekatan positif, tidak akan terjadi dengan cepat. Namun Chua (2011), mencoba berargumentasi yang inti-nya bahwa riset yang baik tidak selalu harus dimuat di jurnal terkemuka. Memang ada artikel yang sukses seperti tulisan Sterling (1975), tetapi nyatanya tidak di-muat di jurnal riset akuntansi terkemuka.

Jalur Penyebaran Inovasi Pemikiran Riset Akuntansi

Ada beberapa jalur difusi lain, selain seminar. Jalur penyebaran (atau komuni-kasi) pemikiran riset akuntansi terebut ada-lah (a) Publikasi hasil riset. (b) interpersonal network, (c) menerbitkan majalah ilmiah se-suai dengan paradigma risetnya (Birnberg and Shields, 2009). Dalam tulisan tersebut, jalur penyebaran pemikiran sebagaimana yang peneliti uraikan, disebut sebagai jalur komunikasi. SNA adalah ajang untuk meng komunikasikan hasil riset, baik itu riset kuantitatif atau riset kualitatif. Beberapa tokoh riset akuntansi non positif di Indo-nesia, aktif dalam organisasi profesi. Dengan aktifnya para periset dalam SNA (interpersonal network) maka mereka men-dapat posisi di organisasi, menjadi editor di

majalah ilmiah, bahkan menjadi gatekee-pernya. Peneliti yakin dengan pandangan lain yang menyatakan bahwa selain pen-dapat Birnberg and Shileds (2009), jalur pendidikan juga merupakan jalur penyeba-ran pemikipenyeba-ran yang penting (Hopwood, 2007, lihat juga Suyunus, 2011).

METODE PENELITIAN

Dalam tulisan ini perlu dibedakan an-tara peneliti dengan periset. Peneliti adalah saya yang sedang melakukan penelitian ini. Periset adalah mereka, para dosen (infor-man) yang pemikirannya menjadi fokus penelitian ini. Penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang ala san penolakan (informan) terhadap pemi-kiran riset akuntansi non-positif. Oleh sebab itu peneliti akan memasuki kehidupan pe-mikiran para informan secara mendalam, agar bisa memahami pemikiran mereka (Sugiyono, 2008).

Pengumpulan data dan informan

Selama dua minggu peneliti berada di kota Jogjakarta, dan muncul di lingkungan Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM untuk berjumpa dengan informan. Selain itu, peneliti sedang melanjutkan studi di Malang, tepatnya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB). Peneliti berhasil menemui tiga orang guru besar yang mengawal perkembangan Riset Akuntansi Multiparadigma (RAM). Peneliti juga mengumpulkan data di kota Surabaya, tepatnya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB UA), dengan menemui 3 orang informan. Berikut ini peneliti sajikan para informan yang peneliti temui di Jogja, Malang dan Surabaya selama beberapa waktu. Walaupun masih ada per-debatan, peneliti memilih untuk menuliskan insial nama mereka.

Aksesabilitas peneliti

(8)

baik dalam pertemanan dan dalam komu-nitas akademik, khususnya jurusan akun-tansi. Aksesabilitas ini memang telah me-lancarkan proses wawancara, namun pene-liti tetap menjaga prosfesionalitas sebagai peneliti.

Wawancara secara mendalam

Dengan pedoman wawancara yang telah peneliti siapkan, wawancara dilaku-kan secara bebas, dengan pertanyaan-per-tanyaan yang terbuka.

Tabel 3 Daftar Informan

No Nama Dosen di Alumni S-2 Alumni S-3

1 SWD UGM AS AS

2 SGR UGM AS UGM

3 JGH UGM AS AS

4 ABH UGM AS UGM

5 BRT UGM AS AS

6 MFS UGM AUS ING

7 IRF UGM UGM

-8 BSB UB UI UGM

9 STR UB UGM UGM

10 ITY UB AUS AUS

11 SGS UA - UA

12 IMN UA UGM UGM

13 ZFN UA UB UB

Sumber: Peneliti

Sepanjang proses wawancara, gerakan spo ntan (gestures) dari para informan juga men jadi data penting untuk proses selanjutnya.

Proses wawancara dilakukan dengan bantuan alat perekam (MP3-Transcends) dan buku catatan (field notes).

Hasil penelitian, artikel, buku, dan bahan ceramah

Para informan yang berkaitan dengan penelitian ini tentu juga menjadi data penting. Kumpulan makalah yang dipresen-tasikan di SNA, artikel di majalah ilmiah, makalah dalam ceramah, atau karya buku tentu menjadi data penting dalam menye-lami pemikiran para informan.

Riset kualitatif sifatnya amat subyektif. Sehingga sering dikatakan bahwa alat atau instrument utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Seorang peneliti harus memiliki mempunyai stock of know-ledge yang cukup untuk melakukan

ber-bagai langkah dalam riset seperti ini. Peneliti suka membaca berbagai topik yang amat berguna dalam riset ini. Beberapa bacaan yang disukai peneliti berkaitan dengan human interest, filsafat, psikologi, spionase, kebudayaan, politik, olahraga, bahasa, dan lain-lain. Dalam beberapa tahun terakhir peneliti banyak membaca artikel tentang pemikiran riset akuntansi multiparadigma, buku-buku maupun arti-kel tentang pemikiran para ilmuwan akun-tansi dan dan pemikir filsafat ilmu yang beraneka ragam pemikirannya.

(9)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Kepak Sayap Rajawali Akuntansi Multi-paradigma

Rajawali adalah nama burung yang kerap di jadikan simbol kekuatan atau ke-kuasaan. Dia menjadi simbol kekuatan karena pendidikan anak-anak burung ter-sebut memang membuat mereka menjadi burung yang kuat. Dia menjadi simbol kekuasaan karena kemampuan terbangnya yang mengarungi angin dan jauh tinggi di atas langit dengan mata yang memandang penuh dengan kekuasaan atas angkasa, lautan dan daratan di sekitarnya. Rajawali akuntansi merujuk pada para periset akun-tansi yang mengembangkan akunakun-tansi de-ngan riset-risetnya.

Ada dua nama yang berperan besar di awal perkembangan Riset Akuntansi Multi-paradigma (RAM). Dua nama itu adalah ITY dan BSB3. Mereka berdua adalah pen-cetus ide RAM dan strategy maker yang ber-sama-sama memulai pengembangan RAM. Pertama, BSB yang 10 tahun lebih senior dari ITY telah banyak membangun Jurusan Akuntansi di UB dan menjadi pengelola jurusan dan fakultas, hingga akhirnya men-jadi Dekan FEB UB. Dia dikenal sebagai pribadi yang tenang, tidak bicara jika tidak perlu, santun dalam bertutur kata dan suka berolahraga.

Ada dua hal penting yang merupakan keputusan strategisnya sebagai pengayom di FEB UB. Pertama, ketika BSB berbincang dengan ITY yang mengungkapkan pikiran-nya tentang pengembangan fakultas, khu-susnya di jurusan akuntansi yang menye-pakati pengembangan RAM tersebut.

Ke-3 Mereka peneliti anggap berpengaruh dalam mengem-bangkan RAM, melalui pendirian Program S-3 di JAFEB UB. Tetapi yang “membidani” kelahiran pemikiran RAM adalah tim yang terdiri dari lima orang dosen muda Jurusan Akuntansi di FEB UB, ketika membangun Program S-2 Akuntansi. Salah satu diantara mereka ITY, sebagai pencetus ide RAM dan kala itu merupakan satu-satunya Ph.D . Empat orang lainnya masih bergelar Master.

dua, pada saat BSB menjadi Dekan FEB UB, dia berhasil memindahkan pengelolaan pro-gram S-2 dan S-3 dari payung Universitas (Pasca Sarjana) ke Fakultas. Putusan yang pertama membuat lahan pengembangan RAM tersedia, sedangkan putusan yang kedua membuat pengelolaan dan pengem-bangan pendidikan akuntansi semakin lelu-asa, dalam arti inovatif dan tidak terjebak oleh birokrasi yang rumit. Berikut adalah penuturan BSB:

di sini sayaomong-omong sama ITY. Ya pemikiran dia juga, ya… bagus juga. Karna waktu ITY datang, saya kan PD 1 di sini, banyak berinteraksi sama dia waktu itu. Saya berinteraksi dan saya liat .. pemikiran mereka juga harus ditampung gitu lho, jadi saya segera (mengambil) S3, dan setelah saya pulang dari S3.. di sini mau merintis pendirian S3.Tadinya cuman kan, yang ada kan, cuma saya dengan dia… kemudian datang EGS4, ya kita ngomong-ngomong bertiga gitu, ya dia (S3) harus dibuat lain.. karena sumber daya. (FN 2011 1115 BS-pendirian S-3 Multiparadigma).

BSB juga pernah mengungkapkan bah-wa strategi pendirian PDIA berdasarkan sumber daya. Saat itu, dari tiga orang yang merupakan pendiri PDIA, ada dua orang yang orientasi risetnya non-positivistik, dan seorang dengan orientasi riset positif. EGS yang bergabung kemudian telah memper-kuat kelompok non-positif dalam memba-ngun RAM.

Sebelum mereka mendirikan S-3, tentu saja mereka juga telah membuka program S-2. Saat pendirian itu, baru ada ITY yang merupakan inisiator dan satu-satunya doktor. Bersama dengan empat orang kole-ga dosen lainnya mereka mendirikan

(10)

gram S-2 yang pendekatan risetnya juga multiparadigma.

Dalam perjalanan pengembangan RAM di JAFEB UB, bukannya tanpa masalah. Hal ini juga dirasakan dan dialami oleh BSB. Program RAM dirasakan menjadi menekan karena setiap dosen diharapkan juga me-nguasai RAM; artinya setiap dosen di-harapkan mampu menguasi riset akuntansi dengan empat paradigma tesebut, positif, interpretif, kritis dan posmodernis. Mung-kin saja ini persepsi BSB, tapi perasaan sese orang tidak akan tumpul jika telah terasah ketika mengamati keadaan sekitarnya. BSB tidak setuju dengan proses memultipara digmakan para dosen, dan dia mengusul-kan adanya dialog bumengusul-kan pemaksaan ke-hendak oleh penguasa5.

iyaaaa.. awalnya sama pak, awalnya sama.. wong itu.. kurikulum S3 itu kami rancang bersama-sama… tapi terakhir-terakhir..eee… dia lalu artikan laingitu ..tidak seperti awal. Namanya proses pemikiran memang berjalan. Tapi..oo iyaa, makanya saya bilang, jangan menggunakan kuasa atau menggunakan kekerasan.. tapi dialog.. nanti bersama dengan berlalunya waktu.. nanti nemu sendiri…makanya kan saya selalu mengatakan dialog.. dialog..eesonjo-sonjo(bahasa jawa) sonjo itu saling mengunjungi... kemudian.... omong-omongnya itu bukan....kalo orang desa itukalo datang itu, dia omongnya macem-macem gitu, tapi di situ itu nanti… menemukan. Jadi bukan.. misalnya aku mengko ndatangi pak MQ arep ngomong iki.. bukan gitu….(FN 2011 1115 BS-pendirian S-3 Multiparadigma)

Perbedaan nilai ini cepat diselesaikan oleh mereka dengan melakukan silaturahmi dan dialog, sehingga RAM tetap memiliki

5Dalam konteks ini, pada saat itu, tahun 2011, penyandang jabatan Dekan, Kajur Akuntansi, KPS S-1, KPS S-3 di FEB UB adalah dosen akuntansi dengan orientasi riset non-positif. Itu sebabnya Prof BSB mengingatkan tentqang pendekatan dialog, bukan pendekatan kekuasaan

lahan subur untuk berkembang di FEB UB. ITY memang menjadi motor penggerak berjalannya RAM di UB. Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (JAFEB UB), Prof. Dr. Unti Ludigdo, mengatakan bahwa ada tiga faktor yang membawa keberhasilan penye-baran pemikiran RAM di tempat tersebut. Pertama dari diri ITY sendiri yang kuat argumentasinya. Kekuatan tersebut terben-tuk karena dalam masa studi di luar negeri, ITY tekun membaca dan berpikir. Kedua, ITY konsisten penetrasinya. Dia tidak per-nah berhenti menyebarkan pemikirannya secara formal, maupun informal. Ketiga, ada dukungan yang kuat dari teman-temannya karena telah memahami pikiran ITY (lihat Suyunus, 2011).

Kehidupan relijiusnya ITY memantap-kan hati untuk menggabungmemantap-kan antara akuntansi dan Islam sehingga lahir karya-nya tentang akuntansi Syariah (Triyuwono, 2000). Pejalanan penyebaran pemikiran riset akuntansi multiparadigma (RAM) bisa di-katakan berawal dari hasil pemikiran dan karyanya tersebut. Di samping mengawin-kan Islam dengan akuntansi, ITY juga mengembangkan cara mengajar di kelas dan menyebarkan pemikiran RAM.

Jika BSB dan ITY saling mendukung RAM walaupun berbeda “keyakinan”, STR terkenal dalam posisinya sebagai positivist di FEB UB. Pendapat dan tantangan beliau terhadap multiparadigma amat dirasakan oleh para koleganya. Namun, kenyataannya STR juga ikut membangun berkembangnya RAM di JAFEB UB. Dalam satu kesempatan STR mengatakan dengan gayanya,

“saya sudah terima multiparadigma. Walaupun saya sudah memberi argumentasi agar kurikulum kita jangan seperti sekarang6. Tapi ya

(11)

sudahlah, teman-teman sudah setu-ju”.

Menurut peneliti perkembangan RAM di JAFEB UB justru disebabkan adanya sikap oposan seperti sikap STR. Dengan adanya dua “kubu” yang saling berargu-mentasi, maka ada kecenderungan kedua pihak itu berusaha untuk saling memahami dengan cara mempelajari paradigma yang lain dan berdiskusi. STR juga pernah me-nyampaikan hal berikut ini kepada peneliti;

“saya sudah tidak ada masalah dengan multiparadigma, dan saya sudah mulai mempelajarinya, tapi saya belum pernah diberi bimbingan yang kualitatif”.

Walaupun STR menyampaikan dengan gayanya yang oratoris, peneliti mengang-gap bahwa dia setuju dengan RAM, dan dia memilih untuk menjalani satu paradigma saja; paradigma positif sebagaimana halnya BSB.

Mendengarkan Suara Rajawali Lain

Para akademisi akuntansi FEB UGM dikenal cukup memiliki pengaruh di kala-ngan akademisi akuntansi di Indonesia. Maksudnya, apa yang menjadi keyakinan mereka segera diikuti oleh para akademisi di Indonesia, termasuk paradigma yang dianut oleh akademisi di Universitas itu. Menurut peneliti, hal ini amat di dukung oleh aktivitas penyelenggaraan S-2 dan S-3 akuntansi di FEB UGM serta tingginya kredibilitas para akademisi UGM dalam setiap pertemuan ilmiah, termasuk SNA.

Peneliti berhasil menemui SWD (angka tan 1973), sebagai informan yang pertama. Beliau cukup dikenal sebagai akuntan pendidik yang amat memperhatikan bahasa Indonesia. SWD amat piawai dalam mata-kuliah Statistik. Filosofi tentang pengguna-an alat pengguna-analisis (statistik) dalam riset amat dikuasai SWD. Sebagai alumni dari sebuah perguruan tinggi di Amerika Serikat (Kent State Univ), tentu sudah bisa diduga,

ke-mana orientasi paradigma riset akuntansi-nya.

SWD tidak menolak kehadiran riset akuntansi non-positif, dalam arti dia mene-rima kehadiran riset kualitatif tetapi tidak ingin mempertanyakannya untuk meng-hindari argumentasi yang menurutnya me-rupakan stratagem7. SWD juga tidak

ber-usaha berpihak pada pemikiran riset kuanti tatif maupun kualitatif; tetapi orientasi dia adalah riset akuntansi positif. Alasannya karena academic life experience dia berada di riset akuntansi positif. Selain itu, tentu ada kebijakan jurusan akuntansi yang ingin lebih mengembangkan akuntansi dengan menggunakan pendekatan riset akuntansi positif. Dalam salah satu kesempatan SWD mengatakan

Ya ndak papa, ndak masalah. Kalo kita sudah bicara ilmiah, apapun itu tergantung komunitas. Hanya saja kalau saya menjadi tim untuk mem-bimbing mahasiswa fakultas hukum ya saya frustasi. Menurut saya kalau itu memaparkan undang-undang ini ini, itu itu, menurut saya itu bukan disertasi. Tapi itu tergantung komuni-tasnya,.. ya sudah kalau begitu. Saya.. ndak bisa memberi banyak. Baca saja disertasinya AT8, pengalaman dia menjadi tokoh ini ini ini, menurut saya itu memoir,..memoir itu bukan penelitian ilmiah... tapi itu pandangan saya.

SWD berusaha konsekuen untuk me-nganggap bahwa di manapun posisi riset seseorang, akan menghadapi komunitas yang mengakui keilmiahan dan ketidak

7Stratagemadalah argumen yang digunakan untuk membela pendapat yang sebenarnya lemah atau tidak dapat dipertahankan secara logis. Tujuannya untuk memaksakan kehendak, menjatuhkan bicara atau membuat yang keliru seolah-olah benar (Suwardjono, 2010,72).

(12)

ilmiahan suatu riset. Dalam komunitas riset akuntansi positif, maka cara atau epis-temologi positif adalah yang ilmiah. Sebagai konsekuensinya, cara riset yang lain tentu tidak ilmiah. SWD sepaham dengan cupli-kan berikut.

If we agree that the meaning of the word “scientific” comes from science (natural science) in the sense of emulating natural science, then anything else that does not follow natural science study may be called “unscientific”. It does not mean that unscientific approach is useless or meaningless. When it comes to social phenomena or policy making, unscientific approach may be shown or even proven to be useful, fruitful, and meaningful (Suwardjono, 2006)

Buku-buku riset yang dibaca SWD tentu buku riset yang yang membahas mengenai riset kuantitatif dan riset kuali-tatif. Salah satunya SWD menyebutkan buku Social Research karangan Neuman9 (2003). Peneliti bisa memahaminya, karena buku Burrell and Morgan (1979) tidak populer di kalangan mereka, tetapi artikel Chua (1986), dan Gioia and Pitre (1990) yang banyak merujuk pada pikiran para ahli riset sosial amat populer di kalangan mereka, para dosen Jurusan Akuntansi di FEB UGM.

Walaupun SWD menerima kehadiran riset akuntansi non-positif dengan segala konsekuensinya, dia masih punya satu per-tanyaan penting yaitu; apa bedanya laporan riset non-positif dengan laporan jurnalistik yang ditulis dengan baik setelah melakukan investigasi dengan cermat pula. Peneliti sempat mencatat secara relektif ketika ber-bincang dengan SWD, dalam field note sebagai berikut;

Pertanyaan mendasarnya adalah; kita harus sepakat dulu dengan apa yang disebut sebagai binatang akuntansi. Kemudian kita memilih orientasi kita.

9Edisi terbaru terbit tahun 2011

Jika laporan penelitian adalah seperti tulisan AT, maka menurut pendapat beliau tulisan itu bukanlah suatu disertasi karena tak memenuhi kaidah-kaidah untuk tulisan yang disebut science. Dengan lugas ditanya kan apa bedanya disertasi dengan tulisan wartawan yang disebut dengan investigation report (Field Note, 2012 0111 U”X”-SWD 1).

Beberapa catatan lainnya adalah dijelas kannya istilahescapismdan pemberontakan. SWD tidak mengharapkan terjadinya pela-rian (escapism) dari riset akuntansi positif kuantitatif ke riset akuntansi non positif-kualitatif hanya karena seseorang tidak paham dengan statistik (Sugiyono, 2008). Jika ini terjadi, maka escapism merupakan alasannya. Menurut SWD seseorang tidak sekedar memilih (paradigma) orientasi posi-tif atau non posiposi-tif, riset kuantitaposi-tif atau riset kualitatif; tetapi seseorang melakukan pemberontakan.

Menarik sekali pandangan SWD ten-tang pemberontakan yang terjadi ketika seseorang memilih paradigma. Idenya ada-lah periset hendaknya menguasai metode riset yang standar dulu (positif) sampai periset tersebut menjadi expert dan puas dengan metode tersebut. Kemudian peneliti tersebut bisa melakukan perluasan metode dengan memilih metode baru; itu yang di-katakan bahwa memilih paradigma merupa kan bentuk dari pemberontakan (Suwar-djono, 2006). Perubahan paradigm ini biasa-nya terjadi karena tujuan riset yang ber-beda, sehingga cara risetnya juga berbeda

Positivism cannot do what non-positivism can do. Non-positivism has its own features and merits. It is true (at least we agree) that cars are the best for travelling and bycycles would be futile. It is so with confronting one paradigm to another especially if the purpose is to win the claim of truth(Suwardjono, 2006)

(13)

yang ilmiah. Tetapi dia punya pendapat tentang anything goes, sepertinya semua bisa diteliti, semua boleh. Dia kuatir jika nanti-nya akan dihasilkan karya kontemporer, bukan karya ilmiah, padahal maksudnya melakukan riset akuntansi. Orang bisa ter-jebak, sehingga menjadi seniman kontem porer, bukan melakukan hal yang ilmiah (Suwardjono, 2006).

Pengaruh pandangan institusi terhadap individu dosen juga diungkapkan MFS, salah satu dosen muda di FEB UGM. MFS lulus dari UGM tahun 1998, lalu melanjut-kan keThe University of Western Australia (S-2), kemudian melanjutkan lagi ke The Uni-versity of Bradford di Inggris (S-3). MFS me-nerima kehadiran riset akuntansi multi-paradigma. MFS mengatakan bahwa ke-benaran (Truth) menurut para positivist dan kebenaran menurut non-positivist selalu di-lihat dari sudut pandangnya masing-ma-sing sehingga ontologi dan epistemologinya memang ada tempatnya sendiri-sendiri..

Kalo saya kembali ke itu ya…. filosofinya kan, orang mendefinisikan truth itu apa. Artinya begini, kalo orangpositivist itu kan jelas, kalotruth adalahout there, di sana… yapositivist kan. Ya mau tidak mau yaaa harus seperti itu. Lalu kalau orang inter-pretif yaaa, the truth around us, harus diinterpretasikan gitu. Jadi sebenar-nya kalo saya pribadi itu ya ndak masalah ya. Karena memang kalo bahasa pak MQ10 yang memang secaraontology sudah beda dan secara epistemology sudah beda. ., ya itu ya nggak mungkin ketemu.

MFS juga menjelaskan bahwa meski-pun secara institusi dia positivist, tapi secara pribadi dia bisa menerima kehadiran kedua orientasi riset tersebut. Tapi mengapa me-reka tidak mau membimbing riset dengan pendekatan kualitatif? Dia mengatakan

bah-10Ini adalah nama kecil peneliti, begitu para informan memanggil peneliti

wa ekspertis mereka adalah di orientasi riset positif. Jika mereka memaksakan diri untuk mau membimbing mahasiswa de-ngan orientasi riset kualitatif tentu akan kacau hasilnya, karena itu bukan expertise para dosen di lingkungan pak MFS. Karena ekspertis di riset akuntansi positif, maka ada pertanyaan yang ada di kepala MFS. Mungkin dia menganggap sebagai kelema-han

Secara pribadi, kalo sudah gini njur

ngopo? Seperti disertasi saya, sesudah selesai ya harus dicari kenapa begitu.

Saya harus interview juga; itu untuk

memuaskan saya.

Kelemahan yang kedua, berkaitan de-ngan pertanyaan tentang apakah social science sama dengan natural science. Jika telah telah dilakukan uji validitas dan hasil-nya valid; apakah ini memang valid betul sebagaimana yang terjadi pada data di natural science. Pertanyaan ini selalu ada di benak MFS.

Dulu sebelum MFS sampai pada tahap skripsi, masih banyak topik skripsi yang judulnya tentang internal control, sistem dan prosedur dan semacamnya. Setelah para dosen berdatangan dari Amerika, ma-ka muncul cara riset baru yang kemudian menjadi bahan ajar bagi mahasiswa. Sejarah di jurusan akuntansi FEB UGM telah men-catat perubahan cara riset yang besar setelah empat orang dosen mudanya pulang dari Amerika, tepatnya dari Temple Uni-versity, Philadelphia di sekitar tahun 1995 atau 1996.

(14)

kan tentang epistemologi riset akuntansi (kualitatif dan kuantitatif). Namun, dia mulai mempertanyakan manfaat riset akun-tansi dengan topik masalah pasar modal. IRF mengatakan bahwa saat ini dia mulai mendorong mahasiswa S-1 untuk menulis tentang internal control, sistem akuntansi, overhead cost dan sebagainya, yang dipikir-kan lebih bermanfaat untuk perusahaan yang diteliti. Ini adalah topik dan cara riset jaman dulu yang dimaksudkan oleh MFS.

Salah satu dari empat dosen muda

UGM yang lulus dari Temple University

adalah JGH. peneliti berhasil menemui JGH di ruang kerjanya. Saat itu JGH menduduki posisi sebagai direktur MAKSI (S-2). Dia alumni UGM (S-1), Western Michigan Uni-versity (S-2), dan Temple University (S-3). Dalam perbincangan itu, peneliti mencatat penjelasan JGH sebagai berikut:

“Intinya kami menerima itu sebagai sesuatu yang saling melengkapi da-lam akuntansi”. JGH mengatakan bahwa dirinya ingin melihat, mencari tahu akuntansi dari sisi yang nyata, sehingga hasil (riset) nya dapat di gunakan oleh praktisi untuk men-jelaskan dan memprediksi. Menurut JGH itu saja amat banyak masalah yang bisa diangkat, dan tidak ada habisnya, sehingga mereka (UGM) fokus ke sana, lalu aku bertanya, apakah semua begitu berpikirnya? Lalu kata JGH, ya tidak semua begitu. Ada yang melihat akuntansi dengan cara dan sudut pandang yang lain, tapi kami sepakat untuk fokus ke sana. Biar yang lain diluar yang diteliti UGM diteliti oleh yang lain. Kata JGH, “kita kan menolak Groun-ded Theory. Kita melihat fenomena dan menggunakan statistik sebagai alat analisis” (FN 2012 0112 U”X” IBAS 1-Ideologi and JGH-Positivism)

JGH mengatakan bahwa masing-masing (pendekatan penelitian) ada kele-bihan dan kelemahannya dalam memahami (realitas) akuntansi. Dia merujuk pada pen-dapat yang ada di buku yang berjudul

Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman (Hartono, 2004), Mengingat posisi JGH yang strategis, peneliti membicarakan tentang arah JAFEB UB yang membangun School of Thought. Pada dasarnya, JGH senang dan meng-hargai sekali keberanian dan pilihan teman-teman di UB untuk berbeda, tidak ikut-ikutan sehingga ada posisi yang baik bagi JAFEB UB sebagai suatu pilihan tempat studi bagi banyak orang. Di lain sisi teman-teman di UB tidak terjebak untuk ikut-ikutan sebagaimana yang dijelaskan dalam salah teori keperilakuan yang disebut Teori Adjusting and Anchoring (Warsono, 2011). Mendengar pendapat JGH, peneliti yakin bahwa dia juga memahami bahwa di UB, orientasi para dosennya berada tidak hanya di paradigma positif saja, melainkan juga berada di paradigma non-positif.

Sementara ini, mereka di JAFEB UGM tidak atau belum mengarah ke school of thought. Mereka hanya “kumpulan orang” yang berpikir untuk mencari solusi dan menjelaskan pada masyarakat mengenai fenomena (akuntansi) yang tampak. JGH mengatakan bahwa mereka meneliti realitas yang tampak dipermukaan, sedangkan teman-teman di JAFEB UB mengarah pada realitas yang ada di bawah permukaan. Tentu lebih sulit untuk meneliti sesuatu yang tidak tampak dipermukaan. Kedua pendekatan riset ini saling melengkapi.

Saat menemui BRT yang juga merupa-kan salah seorang dari four musketeers dari Temple University, peneliti menemui penda-pat yang berbeda tantang RAM. Mereka berempat,the four musketeers, menjadi motor gerakan riset positif kuantitatif setelah matang belajar di Temple University. BRT menempuh S-2 di Memphis State University. Menariknya, dalam pandangan pribadi BRT dan khususnya di Indonesia. kehadiran paradigma non-positif merupakannoise.

“Saya tidak banyak berinteraksi

(15)

noise, sing interpretif kuwi mau.

Karena mereka yang saya temui selalu menyerang. Untungnya, saya bisa menahan (diri) untuk tidak nyerang balik. Jadi orang-orang (interpretif) yang saya temui itu

noise. (Padahal) saya selalu menga-gumi tulisan-tulisan orang

inter-pretif; karena angel tenan kuwi.. dan

waktunya luar biasa”.

Menurut BRT, tulisan mereka (kuali-tatif) tidak banyak di baca dan dinilai orang, dan tentu saja tidak memperkaya penge-tahuan akuntansi. Laporan riset yang di-hasilkan tampak tidak mengikuti protokol yang seharusnya sehingga sulit untuk men-jadi pengetahuan (science). BRT sendiri tidak mau menjadi naïf dalam penelitian. Seorang peneliti harus tahu kelemahan dan kekua-tan paradigma yang dipilihnya. Menurut BRT, dirinya amat mengetahui kelemahan metode kuantitatif ini, sehingga dia amat berhati-hati dalam penelitian. Hampir se-mua peneliti riset kuantitatif mengakui bahwa tantangan terbesarnya adalah saat mencari data. Ini yang disebut dengan keasyikan oleh BRT.

Kalo kekuatan positif, saya tidak

pernah memikirkan tentang kekuatan positivis, tapi….itulah yang saya tau. Tapi saya tau kelemahannya yaitu keasyikan. Keasyikan itu bisa terjadi

karena tantangane dalam positivis iku

koyo wayahe ngumpulne data”.

Perkembangaan riset akuntansi multi-paradigma (kualitatif) merupakan hal yang juga menjadi perhatian BRT. Ada kekua-tiran di balik tarikan senyumannya ketika peneliti masuk ke topik ini. Dengan gaya khasnya, BRT mengatakan bahwa cara riset akuntansi kualitatif akan berkembang cepat karena belum mapannya atau belum sem-purnanya cara riset tersebut di Indonesia. Artinya, cara riset tersebut masih belum benar dan jadi lebih mudah diikuti. Semen-tara itu, BRT mengetahui kelemahan epis-temologi dalam paradigma positif, BRT

amat cermat dan berhati-hati dalam riset-risetnyat.

BRT tetap menghargai keberadaan riset kualitatif dengan catatan perlu diadakan dialog antara pengikut masing-masing para digma, baik periset kuantitatif, maupun periset kualitatif. Dengan kata lain, BRT adalah seorang peneliti yang menyadari ke-hadiran dan perkembangan cara riset kuali-tatif tidak bisa dihalangi, sehingga merasa perlu dilakukan dialog demi penyempurna-an cara riset ypenyempurna-ang ada saat ini. Menariknya beberapa argumentasi BRT sesuai dengan pemikiran Merchant (2008) dan Wilmott (2008).

SGR dan ABH adalah dua orang dosen yang sama-sama meyelesaikan S-1 di UGM dan S-2 di Murray State University. Ke-mudian mereka meneruskan studi S-3 UGM. Keduanya juga mengikuti sandwich program di University of Kentucky pada saat sedang menempuh kuliah S-3. Peneliti ha-nya berbincang sebentar dengan ABH. Kami duduk berhadap-hadapan dipisahkan oleh meja. ABH ada di sisi Barat dan peneliti duduk di sisi Timur. Saat itu hari Jumat, menjelang pukul sebelas siang, dan kami agak sedikit tergesa-gesa ketika ber-bincang. Walaupun demikian, ada yang bisa peneliti peroleh dari perbincangan ini, diantaranya adalah kata-kata berikut ini:

“Gini pak, di sini juga sudah lama ada masalah riset kuantitatif dan kuali-tatif. Kalo saya, nggak ada masalah. Saya tidak keberatan kalo tulisan mahasiswa saya menggunakan pende katan kualitatif. Sementara itu teman-teman di sini tidak terlalu setuju atau belum setuju benar dengan kualitatif. Mungkin saya ini secarainherent telah menjadi moderat. Artinya moderat telah melekat (embedded) dalam diri saya sejak lahir.”

(16)

agama Islam kecuali jika untuk me-ngenalkannya. Ada waktu untuk memutuskan perang dan ada waktu untuk tetap berdampingan dengan pihak lain. Saya merasa senang. Jadi kalau ada yang meminggirkan kuali-tatif, maka saya berusaha “membela” nya dalam arti menjelaskan tentang bagusnya kualitatif. Demikian pula sebaliknya.”

Jelas sekali apa yang diungkapkan oleh ABH, bahwa kehadiran riset akuntansi kualitatif tidak menjadi masalah bagi ABH. Dalam perjalanan hidup ABH, dia menemu-kan bahwa ada sesuatu yang oleh Tuhan diberikan kepada masing-masing orang dan itu menjadi wataknya. Misalnya ABH sen-diri diberi kemampuan (lebih) untuk selalu moderat, sementara ada orang lain yang diberi kemampuan (lebih) untuk menguasai statistik atau sebaliknya. Nah, dalam riset hal itu kelihatan; artinya ada yang bertahan pada riset positif kuantitatif dan ada yang tetap dalam riset kualitatif. Kalau ABH se-cara pribadi justru mencoba untuk menge-tahui riset kualitatif, ketika cara riset itu muncul.

Selain itu secara individu, ABH juga merasakan bahwa koleganya masih belum setuju benar dengan riset kualitatif. Setelah peneliti berusaha mendalami maksudnya, ABH mengatakan bahwa pemilihan orien-tasi riset Positif bisa jadi karena beberapa hal, misalnya kepentingan tertentu, atau memang tidak mau terganggu dengan be-lajar lagi tentang cara riset yang sedang berkembang.

Dia mengungkapkan bahwa mindset mahasiswa di sini (JAFEB UGM) seperti diarahkan untuk selalu melakukan riset de-ngan pendekatan positif; padahal tidak se-dikit permasalahan yang bisa diteliti de-ngan pendekatan kualitatif. Menurut ABH, penelitian positif selalu mencoba meng-ungkapkan hal yang berada dalam area rata-rata, dan kenyataannya ada (data) yang di bawah rata-rata dan ada juga (data) yang di atas rata-rata. Jadi riset kualitatif bisa

digunakan untuk memahami data yang di luar rata-rata atau outlier. ABH berusaha lebih jauh agar masalah dikotomi kuantitatif versus kualitatif bisa dieliminasi. ABH mengusulkan agar para dosen (positif) mau mempelajari riset akuntansi non-positif.

Pandangan ABH di atas, berbeda de-ngan reaksi SGR. Ketika peneliti berjumpa dengan SGR dan menyampaikan maksud kedatangan peneliti, SGR menceritakan pe-ngalaman beliau saat membaca riset yang ditulis oleh GRH11 dan kawannya (mungkin mahasiswanya) di Jurnal Akuntansi Multi-paradigma. Muncul pertanyaan dibenak-nya, bagaimana ceritadibenak-nya, artikel itu ditulis dari hasil wawancara dengan 3 pengusaha muslim yang sukses, lalu dengan mudah menyimpulkan sesuatu? Tentu saja SGR mengungkapkan dengan wajah heran, lalu tersenyum yang penuh arti.

Memang SGR tidak banyak memberi cerita tentang masalah yang peneliti hendak pahami. Tetapi komentar SGR mengenai artikel GRH yang dibacanya sudah me-nunjukkan posisi orientasi riset SGR. Justru ada pertanyaan sederhana dari SGR yang membuat peneliti merasa terkjut sekaligus terkesan. “Ki, ITY kuwi dina-dinane piye? Opo dekne dina-dinane koyo sing ditulis nang bukune?” begitu pertanyaan SGR. Rupanya kedalaman pemikiran SGR dalam masalah agama, membuat dia justru bertanya ten-tang orang yang bukunya amat terkenal. Pertanyaannya adalah tentang bagaimana keseharian ITY, sehingga dia bisa menulis dan memberikan ide untuk akuntansi syariah seperti itu. SGR tampaknya telah mencoba untuk memahami pemikiran ITY dan membutuhkan lebih banyak data atau informasi mengenai ITY sebelum SGR me-ngambil sikap yang jelas. Hal ini bisa dijelaskan dalam Langkah-langkah

(17)

bahan Sikap menurut Model Hovland, Janis and Kelly (Azwar, 2010) yang mengungkap-kan bahwa perubahan sikap sebagai efek suatu komunikasi tertentu akan tergantung pada sejauh mana komunikasi diperhatikan, dipahami, dan diterima.

Peneliti hanya bisa meraba arah per-tanyaan itu. Orang bertanya tentang orang lain seperti itu, adalah orang yang ingin tahu sosok sebenarnya orang lain itu. Mungkin ada value yang ingin dicari. SGR mencoba mengaitkan gambaran sosok ITY dengan buku Teori Akuntansi Syariah karya ITY. Mungkin pula, karena dia tidak suka atau amat suka dengan karya orang lain tersebut sehingga dia perlu informasi ten-tang siapa yang menghasilkan karya itu. Dalam pandangan peneliti, pertanyaan SGR lebih ke arah kemungkinan yang kedua. Bsa juga SGR, sebagaimana halnya BRT merasa ada noise atau hal yang tidak mudah di-pahami, yang disebabkan oleh beberapa pikiran di buku karya ITY. Ketika peneliti menawarkan suatu dialog terjadi pembicara an seperti di bawah ini.

MSY: “perlu moderator?” SGR: “perlu.”.

MSY: “sopo kiro-kiro?(kira-kira siapa?)”

SGR: “SJE”

Nama yang disebutkan, SJE12, adalah dosen di Universitas Surabaya, alumni dari Australia (S-2) dan Inggris (S-3). Dia dikenal sebagai periset kualitatif yang sering men-jadi moderator dalam SNA. Perawakannya yang tinggi, atletis, wajahnya yang terang serta mudah tersenyum, serta pilihan kata-nya dalam memandu diskusi, membuat SJE sering diminta untuk menjadi moderator.

12 SJE pernah menjadi Dekan di Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya, sebuah Perguruan Tinggi Swasta besar di kota Surabaya. SJE adalah sosok yang menghidupkan penelitian kualitatif di institusinya. Salah satu pandangannya adalah bahwa untuk menyebarkan pemikiran di perlukan kekuasaan .

Peneliti juga memperoleh informasi bahwa salah satu mata kuliah di S-3, ada yang membahas beraneka macam riset, termasuk riset kualitatif. Untuk topik riset kualitatif, SJE diminta untuk mengisi kelas dalam 2 kali pertemuan. Peneliti jadi maklum jika SGR menyebut nama SJE.

Peneliti memulai proses pengumpulan data di FEB UA dengan menemui ZFN, se-orang dosen muda Departemen Akuntansi di FEB UA, Surabaya. Dia lahir di Tulung-agung dan merupakan alumni dari JAFEB UB. Sejak dari S-1, kemudian S-2 dan S-3, semuanya ditempuh di JAFEB UB. Kemudi-an ZFN diterima sebagai dosen di FEB UA. Saat ini, ZFN adalah Ketua Program PPAk di FEB UA. Dia mengatakan tidak ada masa lah dengan multiparadigma; tergantung pada tujuan risetnya, dan masing-masing paradigma memiliki kelemahan dan kekua-tannya masing-masing.

Ide saya benar tetapi mungkin me-ngandung kesalahan

Ide anda salah tetapi mungkin me-ngandung kebenaran

Kebenaran ada diantaranya (Fanani, 2010)

Cara ZFN mengungkapkan pendapat-nya membuat peneliti paham maksudpendapat-nya13. Sebagaimana halnya JGH, dia ingin meng-ungkapkan kelebihan dan kekurangan ma-sing-masing cara riset. Sementara itu, SGS lebih memandang fenomena riset ini dari sisi praktis danSGS mengungkapkan pan-dangannya dengan menggunakan metafora simbol. SGS adalah senior peneliti ketika kuliah di UGM, sekarang SGS menjadi kolega senior peneliti di JAFEB UA. Dalam pandangan SGS, akuntansi adalah simbol dan tergantung bagaimana orang meng-artikan simbol itu, terutama apa makna di balik simbol itu. Jadi akuntansi yang

(18)

rupakan angka-angka dan akhirnya menjadi laporan, sebenarnya juga simbol saja. Kita yang mencari makna di balik symbol ter-sebut

SGS mengingatkan bahwa secara prak-tis orang membicarakan akuntansi sebagai angka-angka dan kebijakan mengenai ang-ka dalam arti angang-ka itu bisa dijelasang-kan dan dengan angka tersebut bisa diprediksi tentang angka berikutnya. SGS amat mene-kankan pada azas manfaat dalam riset akuntansi. Hal ini perlu disadari agar riset yang dilakukan memang bermanfaat di Indonesia.

IMN punya cara lain ketika meng-ungkapkan pendapatnya tentang kehadiran riset kualitatif atau sering disebut non-mainstream. Realitas itu ada yang teratur dan ada yang tidak teratur (Chaos). Jika yang ditangkap oleh peneliti adalah realitas yang teratur, maka riset kuantitatif bisa pas jika digunakan. Sebaliknya jika yang ter-tangkap adalah realitas yang chaos, maka riset kualitatif yang lebih pas digunakan.

IMN merupakan alumni S-3 di UGM yang cemerlang. Dia amat terkesan dengan materi kuliah BRT dalam mata kuliah Metodologi Penelitian. Ada sesi kuliah yang membahas materi riset kualitatif. di sana BRT menyajikan berbagai artikel riset kualitatif yang benar menurut keyakinan BRT. Tentu saja benar itu juga menurut tuntunan dan tahapan riset yang ditulis dalam buku-buku metodologi penelitian. Dengan demikian IMN tetap sepakat dan menerima kehadiran riset kualitatif atau RAM.

Diskusi Hasil Pandangan Para Rajawali Di lapangan, peneliti ternyata lebih ba-nyak menemui informan yang berorientasi risetpositivist daripada berorientsi riset non-positivist (lihat Tabel 4). Orientasi riset akuntansi para informan di UGM memang di dominasi oleh positivism. Tetapi ada dua informan menganut orientasi positif dan

non positif. Jika di tilik dari asal studi lanjut mereka, rata-rata adalah lulusan dari per-guruan tinggi di AS. Sebagaimana yang diketahui, pendidikan di AS seperti meng-arahkan para mahasiswa akuntansinya ke orientasi positivism (Hopwood, 2008; Bisman, 2010, Fraser 2012).

Dalam tabel 4, Dua informan yang pe-neliti masukkan dalam orientasi riset multi-paradigma adalah sang innovator RAM, ITY, dan muridnya, ZFN. Khusus untuk ITY orientasi risetnya seperti sudah di atas paradigma yang ditawarkan (Triyuwono, 2011). Sementara itu ZFN, memang telah dengan sadar memilih orientasi Positif. Dia menjadi cantrik di S-1, S-2 dan S-3 di Universitas Brawijaya, sehingga pikiran risetnya sudah multiparadigma. Sementara itu, MFS, alumni dari Australia dan Inggris, sadar sekali akan kehadiran pendekatan riset kualitatif, sebagaimana seniornya. Na-mun posisinya sebagai dosen yang relatif muda, lebih membawanya untuk mengikuti keyakinan dan kebijakan institusi sehingga orientasi risetnya positif.

Dengan alasan academic life experience (ALE), maka sebagian besar dari informan penelitian di UGM berada di orientasi po-sitif. Hal ini tentu berkaitan dengan peng-alaman mereka ketika studi lanjut, serta di mana mereka melanjutkan studinya.

Semakin lama mereka studi, maka akan semakin matang dan naik tingkat keahlian mereka (expertise) dalam orientasi positif. Para alumni dari universitas di AS, UGM, UI tentu akan berada di orientasi ini.

Tiga orang informan, SWD, BRT dan JGH mengungkapkannya secara eksplisit kepada peneliti tentang pengalaman kehidu pan akademik merekalah yang membuat mereka berada di orientasi positif.

(19)

Tabel 4

Orientasi Paradigma Riset Akuntansi Para Informan

No Nama Dosen di S-2 S-3 Orientasi Paradigma

1 SWD UGM AS AS Positif

2 SGR UGM AS UGM Positif

3 JGH UGM AS AS Positif

4 ABH UGM AS UGM Positif/Non Positif

5 BRT UGM AS AS Positif

6 MFS UGM AUS ING Positif

7 IRF UGM UGM - Positif/Non Positif

8 BSB UB UI UGM Positif

9 STR UB UGM UGM Positif

10 ITY UB AUS AUS Positif/Non Positif

11 SGS UA - UA Positif

12 IMN UA UGM UGM Positif

13 ZFN UA UB UB Positif

Sumber: Peneliti

BSB lulus dari MM-UI dan program S-3 di UGM, sedangkan STR adalah alumni S-2 dan S-3 di UGM.

JGH menyatakan pula bahwa para dosen di institusinya (UGM) memang lebih banyak yang melihat fenomena akuntansi di permukaan, jadi riset akuntansi kita diper-mukaan saja. Riset akuntansi atas fenomena akuntansi yang di kedalaman biar di teliti oleh pihak lain saja, karena bagi JGH dan koleganya tidak mudah untuk melaksana-kan riset semacam itu. BRT yakin bahwa riset kualitatiftakes time atautime consuming, sehingga pilihannya lebih kepada orientasi positif, karena begitu banyak tantangan dalam riset akuntansi positif. Kedua orang ini, demikian juga dengan SWD, memahami bahwa realitas menurut riset kualitatif be-rada di sekitar peneliti, tidak berjarak de-ngan peneliti, untuk merisetnya, tentu di-butuhkan kemampuan untuk masuk ke lingkungan tersebut dalam waktu yang cukup lama (Burrell and Morgan, 1979, Sarantakos 1993, Guba 1990, Nasution, 1996; Merchant, 2008).

Para informan dari JAFEB UGM, UB, dan UA; semua menerima kehadiran multi-paradigma yang berseberangan dengan paradigma positif dalam riset akuntansi. Namun berdasarkan hasil wawancara, se-bagian besar informan memberi catatan.

Memilih untuk menerima RAM jika ada pilihan menolak atau menerima hampir pasti berarti tidak menolak kehadiran RAM, akan tetapi dengan memperhatikan komen-tar mereka dan gesture masing-masing informan dalam proses wawancara, bisa muncul pendapat peneliti yang berbeda.

Komentar yang mengatakan bahwa hasil riset kualitatif di Indonesia masih merupakan noise, bisa peneliti artikan bah-wa periset (poisitif) tersebut menolak ke-hadiran RAM.

(20)

Tabel 5

Sikap Informan atas Kehadiran RAM

No Nama Dosen di Sikap atas

Kehadiran RAM

Memberi catatan atas sikapnya?

1 SWD UGM Menerima Ya

2 SGR UGM Menerima Ya

3 JGH UGM Menerima Ya

4 ABH UGM Menerima Tidak

5 BRT UGM Menerima Ya

6 MFS UGM Menerima Ya

7 IRF UGM Menerima Tidak

8 BSB UB Menerima Ya

9 STR UB Menerima Ya

10 ITY UB Menerima Tidak

11 SGS UA Menerima Ya

12 IMN UA Menerima Ya

13 ZFN UA Menerima Tidak

Sumber: Peneliti

Pertama, periset kualitatif hendaknya tidak sembarangan dalam melakukan riset. Ada tahapan yang harus diikuti dalam riset kualitatif agar hasil risetnya bisa diterima secara ilmiah. Menurut BRT, hasil riset kualitatif terkesan masih kurang baik ka-rena tahapan risetnya mungkin tidak diikuti dengan baik. Kedua, sepertinya para periset non-positism kurang bersungguh-sungguh, MFS mengungkapkan secara eksplisit. BRT sampai beranggapan bahwa kaum non-positif adalah seperti orang yang sedang mencari jati diri, dan belum berhasil.

Dalam pandangan peneliti, apa yang diungkapkan oleh Burrell and Morgan (1979) merupakan item yang perlu dipikir-kan baik tentang kontinum subyektif-obyektif maupun tentang kondisi sosial masyarakat. Tujuan riset akuntansi dalam suatu paradigma, tentu berbeda dengan tujuan riset dengan paradigma lainnya. Perbedaan tujuan tersebut juga terlihat jelas jika dikembangkan pemikiran ontology, epistemology, human nature, dan methodology (Burrell and Morgan, 1979) sebagaimana tampak dalam table 2 di atas. Sebaiknya

masing-masing periset tidak terjebak dalam pemikiran dalam paradigmanya sendiri jika menilai riset dengan paradigma yang lain.

STR menerima Multiparadigma, tetapi mengingatkan bahwa akuntansi berawal dari matematika (lihat juga Warsono, 2011). Ketika beliau masih menolak RAM, dia menyangsikan apakah empat paradigma tersebut (positif, interpretif, kritis, dan posmodernis) bisa dipahami sekaligus oleh mahasiswa dalam waktu tertentu selama masa studi. Tetapi karena kebijakan BSB yang saat itu menjadi Dekan, maka STR bisa menerima kehadiran RAM. Ontologi men-jadi penyebab penolakan RAM oleh STR, sementara kemapanan cara riset membuat (epistemologi) STR dan hampir semua informan memilih orientasi riset akuntansi positif. BSB menerima RAM dengan catatan tentang ontologi; yang di riset harus akun-tansi, dan kebebasan memilih paradigma.

(21)

riset positif daripada artikel riset non-positif. Lebih banyak jurnal yang memuat artikel riset positif akan membuka jalan yang lebih bagi para periset dengan orien-tasi positif untuk mencapai kedudukan akademik yang tinggi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Hopwood (2008), Mer-chant (2008) dan Fraser (2012). Kebijakan institusi menjadi salah satu hal yang di-ungkapkan secara eksplisit atau implisit oleh informan sebagai penyebab utama para informan memilih paradigmanya masing-masing. Alasan ini bisa juga peneliti analisis dan baca sebagai cara untuk mengatakan menolak kehadiran RAM.

Sikap BRT menurut peneliti tidak lepas dari pemikirannya Merchant (2008) tentang kurang relevannya hasil penelitian riset non-positif (IAR), dan tidak banyak kontri-businya. Di samping itu cara berkomunikasi para periset akuntansi non-positif amat ber-beda sekali dengan cara yang biasa dilaku-kannya. Tidak mudah mencari motivasi riset, tujuan riset dan sebagainya dalam laporan hasil riset kualitatif. Laporan yang ditulis panjang lebar ditambah dengan jargon (Merchant, 2008) justru memperbesar gap pemikiran di dua kubu yang berbeda. Namun, jika SNA menjadi ajang untuk menilai, dari sisi peneliti riset Non-positif tidak mudah untuk menyusun laporan riset nya dalam halaman yang terbatas. Beberapa elaborasi yang dihilangkan akan membuat pembaca yang beraliran mainstream bisa kehilangan arah.

Akhirnya, memahami perbedaan pemi-kiran para periset di tiga situs dalam riset ini memang bukan untuk digeneralisasi. Tujuan riset ini memang memahami feno-mena sikap periset positivist dalam men dampingi kehadiran RAM. Beberapa keter-batasan yang muncul dalam benak pembaca sebaiknya dilihat dari sisi paradigma yang sama. Keterbatasan riset positif-kuantitatif hendaknya dibaca dari sisi paradigma positif, keterbatasan studi kasus ini hen-daknya dibaca dari sisi paradigma inter-pretif dan seterusnya.

Proses mengambil sikap menolak atau menerima pandangan baru bisa melalui tahap memperhatikan, memahami, dan me-ngambil sikap. Persuasi dari pembawa pandangan riset akuntansi yang baru perlu diperhatikan agar bisa dipahami, setelah itu baru yang bersangkutan mengambil sikap (Azwar, 2010). Beberapa dari informan riset ini baru sampai tahap memperhatikan atau tidak memperhatikan, belum sampai pada tahap memahami. Jika seseorang belum memahami dan dihadapkan pada keputu-san sikap, biakeputu-sanya yang berkeputu-sangkutan bersikap menolak (Azwar, 2010).

SIMPULAN DAN SARAN

Pemikiran RAM seringkali diartikan sebagai pemikiran riset akuntansi kualitatif. Sebenarnya RAM terdiri atas berbagai para-digma riset, termasuk parapara-digma positif, dan non-positif seperti paradigma interpre-tif, kritis dan lainnya. Dalam situs penelitian di UGM dan UA, sebagian besar periset menggunakan kata riset kuantitatif untuk riset dengan paradigma positif dan riset kualitatif untuk riset dengan paradigma lainnya. Bagi periset yang tidak mendalami makna RAM, kata tersebut diidentikkan dengan riset kualitatif.

(22)

Dengan demikian ada celah untuk riset berikutnya.

Academic life experience, kekuatan insti tusi, protokol dalam riset akuntansi positif yang mapan, membuat kukuh dan kokoh posisi seseorang dam dunia riset akuntansi. Di samping itu lebih terbukanya media bagi hasil riset positif, serta sistem kenaikan karir dosen, juga bisa menyebabkan pilihan pe-riset jatuh pada paradigma positif (Mer-chant, 2008 ; Hopwood, 2008). Zona nyaman ini menyebabkan para periset positif enggan untuk mencoba mempelajari dan mema-hami paradigma lain, apalagi berpindah paradigma. Dengan demikian, mereka be-lum mengenal betul bagaimana riset akun-tansi non-positif dilaksanakan. Jika kesada-ran diri dalam hubungan manusia dengan alam telah muncul, tentu muncul keinginan untuk mendalami riset kualitatif (Guba, 1990), proses pemahaman akan berlangsung lebih cepat.

Dialog atausonjo-sonjo merupakan usu-lan dari beberapa informan untuk menga-tasi perbedaan pemikiran atas riset akun-tansi. Tanpa diadakan dialog, bisa saja proses hegemoni aliran riset tetap akan terjadi baik disengaja atau tidak disengaja (Hopwood 2007, 2008;. Monism, sebagai mana yang diungkapkan olah SWD bisa terjadi terus menerus jika dialog belum pernah dilakukan. Namun, menjadi peringa tan SWD bagi periset akuntansi untuk tidak menghasilkan laporan riset akuntansi kontemporer.

Walaupun demikian, para periset tidak perlu ragu untuk melakukan penelitian akuntansi lebih banyak dalam konteks akuntansi Indonesia. Peneliti juga men-dorong periset akuntansi untuk melakukan penelitian tidak hanya di hilir pengetahuan akuntansi, tetapi juga ke arah hulu penge-tahuan akuntansi di Indonesia agar pemi-kiran periset Indonesia dari berbagai Perguruan Tinggi di Indoensia, misalnya Prof. Hadibroto, Prof. Zaki Baridwan, Prof. Katjep A, Prof. Bambang Sudibyo, Prof. Roni K Muntoro, Prof. Suwardjono, Prof.

Tjiptohadi, Prof. Sidharta dan lain-lainnya, tidak hilang ditelan masa. Sejarah pemi-kiran mereka, di manapun orientasi riset akuntansi mereka, bisa memicu perkemba ngan pemikiran riset akuntansi di Indo-nesia. Selain itu, hal tersebut juga akan menjadi kebanggaan bangsa, khususnya bagi profesi akuntan di berbagai bidang.

Pemikiran JGH dan ungkapan Imam Syafi’i yang digunakan ZN merupakan kristalisasi pemikirannya setelah mem-pelajari berbagai paradigma riset. Khusus ZN, ada dialog pemikiran riset akuntansi dibenaknya setelah dia melahap berbagai pemikiran riset sosial (Burrell and Morgan, 1979; Chua, 1986, 2010; Sarantakos, 1993, Neuman, 2011) dan berbagai ulasan kritis mengenai Interdiciplanary Accounting Research (Mechant, 2008; Willmott, 2008; Williams, 2009; Bisman 2010). Pemilihan orientasi paradigma positif, diputuskannya setelah dia bergerak “ke atas” untuk me-mahami berbagai paradigma riset, sehingga dia menjadi seorang periset dengan orien-tasi positif yang mendampingi periset non-positif karena dia memahami berbagai paradigma riset. Menurut peneliti hal ini bisa menjadi sarana menuju titik temu bagi kedua kubu pemikiran riset akuntansi, dalam dialog pemikiran riset akuntansi. Dalam konteks ini jalan yang telah di-tempuh ZN juga dilakukan oleh beberapa orang yang peneliti kenal. Artinya, ini sah untuk dilakukan oleh orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. 2010. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Edisi 2. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Baker, C. R. and M. S. Bettner (1997). Interpretive and Critical Research in Accounting: A Commentary on its Absence from Mainstream Accounting Research.Critical perspectives on Accoun-ting Research8: 293-310

Gambar

Tabel 1Asumption about the nature of social science
Gambar 1.Paradigma Riset Sosial
Tabel 3Daftar Informan
Tabel 4Orientasi Paradigma Riset Akuntansi Para Informan
+2

Referensi

Dokumen terkait