• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN VOKASIONAL DI (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGEMBANGAN KETERAMPILAN VOKASIONAL DI (1)"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN

VOKASIONAL DI MADRASAH ALIYAH

The Education Sector Analytical And Capacity Development Partnership

(ACDP)

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN

VOKASIONAL DI MADRASAH

ALIY

(2)

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN

VOKASIONAL DI MADRASAH ALIYAH

(3)

Diterbitkan oleh:

Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP)

Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gedung E, Lantai 19

Jl. Jend. Sudirman, Senayan, Jakarta 10270 Tel. +62 21 5785 1100, Fax: +62 21 5785 1101 Website: www.acdp-indonesia.org

Email Sekretariat: [email protected]

Diterbitkan pada bulan Juni 2017

Pemerintah Republik Indonesia (yang diwakili oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan BAPPENAS), Australian Agency for International Development (Ausaid), Uni Eropa (EU) dan Bank Pembangunan Asia (ADB) telah membentuk Kemitraan Untuk Pengembangan Kapasitas dan Analisis Pendidikan (ACDP) sebagai fasilitas untuk mendorong dialog kebijakan dan reformasi kelembagaan dan organisasi di sektor pendidikan dalam mendukung implementasi kebijakan dan membantu mengurangi kesenjangan dalam kinerja pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Kegiatan ini merupakan bagian integral dari Program Dukungan Sektor Pendidikan (ESSP) yang terdiri dari (i) dukungan sektor anggaran Uni Eropa dengan pengaturan yang telah disetujui terkait pencairan hibah berdasar hasil dan (ii) pendukung hibah pengembangan sektor Ausaid berdasar kebijakan yang ditetapkan dan program yang terdiri dari: program sarana-prasarana sekolah, dan sebuah program pengembangan kabupaten/kota dan pengelolaan sekolah secara nasional serta sebuah program untuk mempercepat akreditasi madrasah swasta di Indonesia. Laporan ini disiapkan dengan dukungan hibah dari Ausaid dan Uni Eropa melalui ACDP.

Institusi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan studi ini adalah Trans Intra Asia

Tim konsultan yang menyiapkan laporan adalah:

1. Rod Murray, Team Leader

2. Winifred Lydia Wirkus, International Madrasah Policy Development Specialist 3. Achmad Syahid, Madrasah Education Specialist

4. Gusti Ngurah Adhi Wibawa, Statistician/Data Processing Specialist-1 5. Iyus Hendrawan, Agricultural Education Development Specialist

6. Nur Bambang Priyo Utomo, Aquaculture Education Development Specialist 7. Adri BudiSulistyo, Finance Specialist

Pendapat yang disampaikan dalam publikasi ini merupakan tanggung jawab penuh dari para pengarangnya dan tidak serta merta mewakili pandangan Pemerintah Indonesia, Pemerintah Australia dan Uni Eropa.

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN

VOKASIONAL DI MADRASAH ALIYAH

EUROPEAN UNION KEMENTERIAN PENDIDIKAN

DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN AGAMA

Kementerian PPN/

(4)
(5)
(6)
(7)

Daftar Singkatan

ACDP

Kemitraan untuk Pengembangan Kapasitas dan Analisis Sektor Pendidikan

Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership

ADB Bank Pembangunan Asia Asian Development Bank

AEDS Spesialis Pengembangan Pendidikan Agrikultural

Agricultural Education Development Specialist

AFTA Area Pasar Bebas ASEAN ASEAN Free Trade Area

AQEDS Spesialis Pengembangan Pendidikan Akuakultur

Aqua-culture Education Development Specialist

ASEAN Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara

Association of Southeast Asian Nations

BAN-S/M Badan Akreditasi Nasional Sekolah / Madrasah

Board for Accreditation of School and Madrasah

BLK Balai Latihan Kerja Job Training Centers

BLPTK Balai Latihan Pendidikan Tenaga Kesehatan

Training Centers for Health Apparatus Improvement

BNSP Badan Nasional Sertifikasi Profesi National Professional Certification Institute

BOS Bantuan Operasional Sekolah School Operational Assistance

BPS Badan Pusat Statistik Indonesian Central Statistical Agency

BSNP Badan Standar Nasional Pendidikan National Education Standards Agency

CBT&A Pelatihan Berbasis Kompetensi dan Penilaian

Competency Based Training and Assessment

DGIE Direktur Jenderal Pendidikan Islam Director General of Islamic Education

DIPA Daftar Isian Penggunaan Anggaran Budget Implementation Registration Form

EUs Unit Pendidikan Education Units

FGD Kelompok Diskusi Terfokus Focus Group Discussions

IAIN Institut Agama Islam Negeri State Institute for Islamic Studies

ICR Laporan Pendahuluan Inception Report

INQF Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)

Indonesian National Qualifications Framework

Kadin Kamar Dagang dan Industri Indonesia Indonesian Chamber of Commerce and Industry

KKKS Kelompok Kerja Kepala Sekolah Principals Working Groups

(8)

LSP Lembaga Sertifikasi Profesi Profesional Certication Center

MA Madrasah Aliyah Senior Secondary Madrasah

MAK Madrasah Aliyah Kejuruan Vocational Madrasah Aliyah

MAN Madrasah Aliyah Negeri State Madrasah Aliyah

MES Spesialis Pendidikan Madrasah Madrasah Education Specialist

MoEC Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Ministry of Education and Culture

MoRA Kementerian Agama Ministry of Religious Affairs

MSME Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Micro, Small and Medium Enterprises

RPL Pengakuan Hasil Belajar Sebelumnya Recognition of Prior Learning

TVET Pendidikan & Pelatihan Teknis & Kejuruan

Technical & Vocational Education & Training

VEDCA

Pusat Pengembangan dan

Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian/Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Pertanian

(9)

Table of Contents

Daftar Singkatan ... A

Table of Contents ... C

Daftar Tabel ... D

Daftar Gambar ... D

Ringkasan Eksekutif ... i

1. Pendahuluan ... 10

1.1. Pengorganisasian Laporan ... 10

1.2. Latar Belakang ... 11

1.2.1. Tinjauan Sektor Ekonomi Indonesia ... 11

1.2.2. Ikhtisar Sistem Pendidikan Indonesia ... 13

1.2.3. Organisasi Pelatihan Keterampilan Kejuruan ... 14

1.2.4. Ikhtisar Kerangka Pengaturan untuk Pelatihan Keterampilan Kejuruan ... 15

2. Tujuan, Ruang Lingkup, dan Metodologi ... 18

2.1. Tujuan dan Ruang Lingkup ... 18

2.2. Ruang Lingkup ... 18

2.2.1. Batasan penelitian ... 19

2.3. Metodologi ... 19

2.3.1. Tinjauan Pustaka ... 19

2.3.2. Pertemuan dan Wawancara Pribadi ... 20

2.3.3. Focus Group Discussions (FGD) ... 20

2.3.4. Studi Lapangan Mendalam ... 21

2.3.5. Kuesioner ... 21

3. Pemetaan dan Analisa Kesenjangan Keterampilan ... 23

3.1. Permintaan terhadap Pekerja Terampil ... 23

3.2. Ketersediaan Pelatihan Keterampilan ... 32

3.3. Menemukan Kesenjangan antara Permintaan dan Ketersediaan Tenaga Terampil dan Contoh-contoh Upaya yang Dilakukan untuk Menutup Kesenjangan ... 34

3.3.1. Kualitas Pelatihan Keterampilan Kejuruan ... 34

3.3.2. Tingkat Penerimaan Kerja Lulusan MA ... 35

3.3.3. Relevansi Pelatihan Keterampilan MA ... 36

3.3.4. Ringkasan Penyebab Kesenjangan Permintaan dan Ketersediaan Tenaga Terampil Kejuruan ... 37

4. Model PembiayaanPengembangan Keterampilan MA ... 39

(10)

4.2. Pilihan Jenis Keterampilan untuk Pembiayaan ... 40

4.3. Deskripsi Lima Model Pengantaran Pelatihan Keterampilan di MA ... 40

4.3.1. Model Pembiayaan untuk Penyelenggaraan Pelatihan Keterampilan ... 45

4.4. Model Dana untuk Pelatihan Penyampaian Keterampilan ... 45

5. Pilihan Kebijakan dan Rekomendasi ... 49

5.1. Pilihan Kebijakan ... 49

5.2. Rekomendasi ... 50

Annex 1 – Term of Reference ACDP (046) ... 1

Annex 2 - Studi Kasus: Agrikultur dan Akuakultur ... 1

Annex 3 - Contoh Pelatihan untuk Guru Keterampilan ... 1

Annex 4 - Daftar Keterampilan MA yang Diakui Kemenag ... 1

Annex 5 - Model Rencana Bisnis ... 1

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Jumlah Madrasah Responden Berdasarkan Daerah ... 21

Tabel 2.2 Responden dari Industri ... 22

Tabel 3.1 Perubahan dalam Struktur Ekonomi Formal Indonesia * ... 24

Tabel 3.2 Penilaian Sektor Formal atas Kepentingan Keterampilan & Tingkat Kepuasan terhadap Kompetensi Keterampilan Lulusan MA ... 25

Tabel 3.3 Potensi Ekonomi Lokal Informal & Keterampilan Kejuruan MA yang Tersedia di DIstrik ... 27

Tabel 3.4 Alokasi Waktu Instruksi Keterampilan dalam MAPK-1 (dalam jam) ... 34

Tabel 4.1 Pendanaan untuk Pelatihan Keterampilan Fashion ... 47

Daftar Gambar

Gambar 1.1 Ringkasan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia No. 20/2003 ... 14

Gambar 1.2 Representasi Diagram KKNI dalam Hubungan Tingkat Sekolah dan Prospek Karir ... 17

Gambar 3.1 Kebutuhan Keterampilan Kejuruan di Sektor Ekonomi Formal ... 31

Gambar 3.2 Kebutuhan Keterampilan Kejuruan di Sektor Ekonomi Formal dan Informal ... 31

Gambar 3.3 Jumlah MA Sampel yang Menerapkan Program Keterampilan yang Diakui Kemenag (MAPK-1) ... 33

Gambar 3.4 Jumlah MA Sampel yang Menerapkan Program Keterampilan yang Tidak Diakui oleh Kemenag (MAPK-0) ... 33

Gambar 3.5 Jalur Karir Alumni Setelah Lulus ... 36

Gambar 3.6 Demonstrasi Kurangnya Relevansi Tawaran Pelatihan Keterampilan MA dan Permintaan serta Potensi Permintaan Tenaga Terampil oleh Ekonomi Lokal Informal... 36

Gambar 4.1 Model 1 – Ekstrakulikuler ... 41

Gambar 4.2 Model 2 – Intrakulikuler ... 41

(11)

Gambar 4.4 Model 4-Intrakulikuler + BLK + BLPTK, HE ... 43 Gambar 4.5 MAK-Intrakulikuler+BLK, BLPTK, Pernigaan, HE ... 44 Gambar 4.6 Penyampaian Pelatihan untuk Tujuh Tipe Keterampilan Melalui Lima Model

(12)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Penelitian ini dilakukan selama periode antara tanggal 20 September 2016 hingga 28 April 2017. Tim peneliti ini terdiri atas Team Leader (TL) Internasional serta beberapa spesialis dan konsultan. Tim peneliti meneliti secara mendalam tentang program pelatihan keterampilan di Madrasah Aliyah (MA), yang mencakup melakukan analisis makro terkait permintaan pasar terhadap kebutuhan pekerja dalam konteks kondisi perekonomian Indonesia baik saat ini maupun perkiraan ke depan, serta menghitung jumlah biaya program pelatihan keterampilan baik pada tingkat kelembagaan maupun tingkat nasional sebagai masukan untuk Rencana Pengembangan Jangka Menengah pada Peningkatan Keterampilan di Madrasah Aliyah. Oleh karena itu, dalam menghasilkan produk ini, tim peneliti mengumpulkan dan menganalisis data kunjungan lapangan, menyelengarakan Diskusi Kelompok Terfokus atau Focus Group Discussions (FGD), dan melakukan analisis data sekunder yang relevan.

Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan pilihan strategis dalam hal pembangunan dan pengembangan program peningkatan keterampilan pada tingkat MA seperti yang tercantum dalam Kerangka Acuan. Hasil studi yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan pemetaan serta analisis kesenjangan keterampilan vokasional, sektor ekonomi, permintaan tenaga kerja, dan jenjang masuk pendidikan lanjut/tinggi, dan menyampaikan pilihan strategi pengembangan;

2. Mengembangkan pilihan kebijakan pembiayaan pada model untuk program peningkatan keterampilan vokasional di MA, kemudian menerapkannya secara tepat guna dan berkesinambungan;

3. Mengembangkan pilihan kebijakan yang diperlukan sesuai dengan regulasi dan aturan yang telah ditentukan oleh Kemenag; dan

4. Membuat draf Rencana Pembiayaan Pengembangan Jangka Menengah pada Peningkatan Program Keterampilan Vokasional di Madrasah Aliyah, termasuk sumber daya manusia, fasilitas, dan pembiayaannya.

Penelitian ini fokus pada kebutuhan program pelatihan keterampilan vokasional yang ada saat ini dan melihat kecenrungan ke depan yang nantinya dapat disediakan oleh MA sekaligus mengidentifikasi kesenjangan antara kebutuhan pekerja terlatih maupun permintaan pasar terhadap pekerja (formal dan informal) atas keterampilan vokasional khusus tertentu. Penelitian ini juga menilai kapasitas MA dalam memenuhi kebutuhan keterampilan vokasional di tingkat lokal dan mengadaptasikan program peningkatan keterampilan vokasional mereka berdasarkan permintaan tersebut.

Proses peningkatan keterampilan tersebut didasarkan pada kebutuhan untuk memberikan siswa keterampilan vokasional dan pengetahuan kognitif yang umum seperti halnya pelatihan keterampilan vokasional yang akan mereka gunakan dalam mencari pekerjaan yang lebih baik pada sektor formal atau pekerjaan yang lebih menjanjikan pada sektor informal -- serta dalam mempersiapkan siswa dan siswi untuk melanjutkan pendidikan keterampilan vokasionalnya ke jenjang yang lebih tinggi di perguruan tinggi.

Keterbatasan Penelitian

(13)

di setiap daerah di seluruh Indonesia, maka penelitian ini tidak dapat menjangkau seluruh jenis dan program keterampilan vokasional di seluruh daerah di Indonesia. Setelah berkonsultasi dengan para pemangku kepentingan utama, sejumlah keterampilan vokasional yang dipilih dibatasi menjadi tujuh jenis keterampilan vokasional saja. Para pemangku kepentingan memilih tujuh keterampilan vokasional tersebut karena telah disesuaikan dengan kebutuhan permintaan pekerja dalam kaitannya dengan perekonomian lokal.

Budidaya perairan (aquaculture) belum tercantum dalam daftar keterampilan yang diakui oleh Kementerian Agama, sementara itu, beberapa MA justru telah menyelenggarakan program keterampilan tersebut. Setelah melakukan berbagai konsultasi dengan beberapa pemangku kepentingan dapat disimpulkan bahwa budidaya perairan merupakan jenis keterampilan vokasional yang sangat penting untuk dipelajari. Oleh karena itu, walaupun studi khusus tentang budidaya perairan tidak termasuk dalam TOR penelitian ini, namun sebuah studi kasus mendalam termasuk diantaranya biaya untuk mengembangkan program pelatihan keterampilan budidaya perairan telah dilakukan.

Penelitian ini juga diperlukan untuk menghasilkan Rencana Pengembangan Jangka Menengah Peningkatan Program Keterampilan Vokasional di Madrasah Aliyah. Mengingat besarnya biaya yang diperlukan untuk guru (tenaga pengajar) keterampilan, peralatan, fasilitas dan bahan yang dibutuhkan untuk pelatihan keterampilan vokasional di berbagai wilayah di negara ini, maka tim peneliti membatasi pembuatan estimasi biaya satuan untuk beberapa jenis keterampilan vokasional saja. Perkiraan tersebut didasarkan pada data yang diberikan kepada Tim oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang ditelaah dan disempurnakan dalam FGD dengan pemangku kepentingan utama di 20 kabupaten. Tim peneliti kemudian menghitung rata-rata dari data dan informasi yang dianalisis di atas. Dengan demikian data biaya yang termasuk dalam rencana pengembangan jangka menengah terbatas pada estimasi berdasarkan data dan informasi dari berbagai sumber yang terpercaya.

Latar belakang

Hasil analisis atas perkembangan ekonomi Indonesia, sistem pendidikan pada umunya dan sub-sektor pendidikan keterampilan vokasional pada khususnya, kerangka kerja kebijakan dan organisasi, menjadi konteks dimana studi peningkatan keterampilan vokasional di MA ini dilakukan. Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia telah tumbuh sekitar 5% per-tahun selama beberapa tahun terakhir dan porsi besarnya adalah pada sektor ekonomi informal. Dengan demikian, sektor ekonomi informal menjadi fokus utama program pelatihan keterampilan vokasional di MA, yang memberikan keterampilan vokasional disamping kurikulum inti nasional. Pendidikan vokasional untuk sektor formal paling baik dilakukan pada lembaga pendidikan yang dilengkapi dengan fasilitas pelatihan keterampilan vokasional yang dirancang secara khusus untuk kepentingan tersebut. Lembaga pendidikan vocasional di madrasah yang ditunjuk secara resmi untuk menyelenggarakan ini adalah Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan diharuskan mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sementara itu, progam pelatihan keterampilan vokasional di MA yang di studi ini, diatur oleh Kementerian Agama. 

(14)

Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Beberapa SMK dan MA telah ditunjuk sebagai LSP. Hal ini memberi kesempatan bagi para siswa lulusan dari MA yang bukan merupakan lembaga sertifikasi resmi untuk diuji dan menerima sertifikasi kompetensi keterampilan dari LSP yang berwenang tersebut.

Kerangka peraturan saat ini juga menyediakan payung hukum bagi MA untuk berkolaborasi dengan pusat pelatihan vokasional pemerintah daerah yang dioperasikan oleh sejumlah kementerian agar mendapatkan pelatihan keterampilan vokasional yang intensif serta memperoleh sertifikasi kompetensi.

Metodologi

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan berbagai metode untuk memperoleh data kuantitatif dan kualitatif baik berupa data primer maupun sekunder. Sebagian besar data kuantitatif dikumpulkan melalui kuesioner yang diisi oleh pihak madrasah dan siswa, perusahaan lokal, dan pejabat pemerintah daerah. Data tambahan dikumpulkan dari EMIS Kementerian Agama, Badan Pusat Statistik (BPS), dan hasil review beberapa dokumen. Data kuantitatif disusun dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik sebagai dasar untuk analisis lebih lanjut mengenai pilihan kebijakan dan rekomendasi untuk pengembangan program keterampilan vokasional di MA. Data kualitatif dikumpulkan terutama FGD di tingkat nasional dan di 20 kabupaten dan empat wilayah. Data kualitatif juga dikumpulkan melalui kunjungan lapangan ke MA, wawancara dengan pihak MA dan Kementerian Agama setempat, para pengusaha lokal, serta pejabat pemerintah lainnya.

Pemetaan dan Analisis Kesenjangan Keterampilan

Para pengusaha di sektor ekonomi formal menekankan bahwa soft skill (integritas pribadi, religiusitas, etika dan moral, kreativitas, disiplin, dll.) lebih penting pada lingkup pekerjaan di sektor formal daripada pekerjaan yang menuntut keterampilan teknis. Mereka mencatat soft skill

lulusan MA perlu ditingkatkan, namun, pada umumnya lulusan MA memiliki soft skills yang lebih baik daripada lulusan sekolah umum.

Analisis data yang diberikan oleh pengusaha di sektor ekonomi formal dan informal menunjukkan bahwa jenis keterampilan vokasional yang diajarkan di MA hanya mencakup sebagian kebutuhan sektor ekonomi formal dan juga potensi kebutuhan pada sektor informal. Dengan demikian, kapasitas yang lebih besar perlu dikembangkan bagi madrasah dan staf Kementerian Agama untuk menyelaraskan pembelajaran keterampilan vokasional yang lebih baik di MA, disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi pada sektor ekonomi formal dan informal. Temuan dari penelitian ini memberikan dasar untuk memberikan peningkatan program pelatihan keterampilan vokasional lebih lanjut di MA. Rencana Pembangunan Jangka Menengah, yang dilampirkan sebagai dokumen terpisah pada laporan ini, memberikan peta jalan bagi Kementerian Agama dalam melakukan kegiatan termasuk merevisi peraturan perundangan dan menyediakan pendanaan untuk meningkatkan program pelatihan keterampilan vokasional di MA berdasarkan temuan yang dihasilkan penelitian ini.

(15)

yang bersifat informal. Beberapa temuan utama yang berkaitan dengan kesenjangan permintaan dan penawaran keterampilan dirangkum sebagai berikut:

1. Keputusan Kementerian Agama mengatur jam belajar minimum untuk program pelatihan keterampilan vokasional, namun banyak diantara MA yang tidak memenuhi jumlah waktu pembelajaran minimum yang diperlukan.

2. Dalam penelitian ditemukan bahwa beberapa jenis keterampilan vokasional tertentu yang ditawarkan tidak dapat menghasilkan kompetensi yang dibutuhkan berdasarkan batasan waktu yang diberikan untuk program pelatihan keterampilan vokasional dalam kurikulum MA yang khas. Oleh karena itu, program keterampilan vokasional yang ditawarkan harus ditentukan oleh alokASI waktu yang cukup untuk pelatihan keterampilan vokasional sehingga tingkat kompetensi minimum yang dibutuhkan untuk pekerjaan di ekonomi lokal dapat dicapai. Keterampilan vokasional yang membutuhkan waktu tambahan, kalau perlu dapat dilakukan di lembaga pendidikan kejuruan vokasional lainnya, dari pada di MA. 3. Kurikulum yang mencakup program keterampilan voksional termasuk ke dalam kegiatan

intra-kurikuler yang belum didasarkan pada standar kompetensi berbasis Kompetensi Nasional Indonesia (KKNI). Hal ini yang mengakibatkan kualitas pembelajaran yang cenderung lebih lemah.

4. Infrastruktur untuk mendukung program keterampilan vokasional tidak diperbarui dan tidak terpelihara dengan baik di banyak MA.

5. Kompetensi guru dan guru keterampilan vokasional tidak diperbarui kemampuannya. 6. Kursus pelatihan dan sertifikasi yang diselenggarakan oleh pusat pelatihan nasional

dilakukan melalui Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perindustrian dan sebagainya (mis., BLK, BLPT), termasuk program magang; namun, banyak MA yangf disampling dalam penelitian ini tidak memiliki kerjasama dengan lembaga-lembaga tersebut.

7. Tata kelola program pelatihan keterampilan vokasional di MA oleh kantor Kementerian Agama setempat lemah dalam hal pengawasan dan pemberian dukungan kepada MA untuk memperbaiki program mereka. Ini termasuk bantuan agar MA dapat menjalin hubungan dengan pusat pelatihan dan ekonomi lokal.

Penelitian juga menemukan contoh di sejumlah MA yang berinisiatif untuk meningkatkan kualitas dan relevansi program pelatihan keterampilan vokasionalnya sehingga mengurangi kesenjangan antara permintaan dan penawaran keterampilan vokasional terutama di sektor informal yang bersifat lokal. Sebagai contoh, beberapa MA mengadakan kesepakatan kerjasama dengan Balai Latihan Kerja / BLK yang dioperasikan oleh Balai Latihan Pendidikan Teknik / BLPT yang dikelola oleh dinas pendidikan provinsi. Lembaga ini juga memberikan pelatihan bagi guru dan siswa untuk peningkatan keterampilan vokasionalnya. Beberapa MA juga telah melakukan kerjasama magang dengan perusahaan industri tertentu. Beberapa siswa yang pernah mengikuti BLK atau BLPT atau magang di perusahaan sektor formal telah menerima sertifikat keterampilan vokasional (vocational skills certificates). Namun, banyak alumni dari MA yang belum memperoleh pelatihan tambahan yang dijelaskan di atas, sehingga hanya diberikan sertifikat dari internal MA yang belum tentu diakui oleh Badan Sertifikasi Nasional Pendidikan (BSNP).

Model Peningkatan Keterampilan MA

(16)

pelatihan keterampilan vokasional yang dilakukan sebagai kegiatan ekstra-kurikuler yang intensitasnya rendah, yang menambahkan beberapa pelatihan tambahan vokasional sesuai dengan standar kurikulum resmi Kementerian Agama, program pelatihan keterampilan vokasional yang bersifat intra-kurikuler, hingga model pendirian madrasah kejuruan formal yang memiliki standar yang sama dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Masing-masing MA memiliki kekhususan tersendiri sejalan dengan 4 kaidah peraturan tentang tipologi resmi yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama. Keempat tipologi tersebut adalah: (i) madrasah yang fokus pada pendidikan agama, (ii) madrasah yang berfokus dalam mempersiapkan siswa dan siswinya untuk pendidikan lanjut, (iii) madrasah yang menyediakan pendidikan umum, dan (iv) madrasah yang mengkhususkan diri dalam progam pelatihan keterampilan vokasional. Meskipun empat tipologi tersebut belum dinyatakan sebagai kebijakan resmi, namun MA telah mempertimbangkan untuk menjalankan salah satunya. Dengan demikian, melihat banyak terdapatnya berbagai macam jenis pendidikan yang dapat difokuskan oleh MA, sebaiknya model pelatihan yang diambil harus sesuai dengan visi dan misi MA.

Kelima model tersebut dibagi kedalam beberapa hal berikut ini.

(1) Ekstra-kurikuler: pelatihan keterampilan vokasional yang tidak ditambahkan kedalam kurikulum inti, tetapi diberikan di luar kurikulum MA karena program tersebut hanya dilaksanakan selama satu atau dua jam dalam seminggu, biasanya di siang hari setelah jam sekolah atau saat akhir pekan.

(2) Intra-kurikuler: pelatihan keterampilan vokasional ditambahkan kedalam kurikulum inti MA karena regulasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mewajibkan agar para siswa belajar membuat prakarya dan belajar kewirausahaan dan juga belajar melalui pelatihan keterampilan vokasional selama 6 jam dalam seminggu.

(3) Intrakurikuler + BLK, BLPT, Perusahaan: model ini mengombinasikan Model 2 dengan beberapa tambahan pelatihan keterampilan vokasional yang intensif pada pusat-pusat pelatihan keterampilan pemerintah yang terpercaya seperti BLK, BLPT yang diselenggarakan sekitar satu hingga tiga bulan dalam bentuk program magang di perusahaan yang pelatihannya diadakan selama libur semester dan selama masa libur antar tahun akademik. (4) Intrakurikuler + BLK, BLPT, Perusahaan, PT: model ini menggunakan Model 3 sebagai dasar

contohnya tetapi ditambahkan beberapa instruksi tambahan dari para dosen Perguruan Tinggi yang keseluruhan jumlahnya adalah 120 jam di kelas XII; sebagai tambahan para dosen tersebut juga memberikan waktu selama dua minggu pelatihan untuk para pengajar keterampilan MA.

(5) Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK): program dasar MAK (Madrasah Aliyah Kejuruan) harus mengikuti standarisasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejalan dengan Peraturan Menteri No. 60/2014 bahwa kurikulum harus berdasarkan pada berbagai keterampilan yang diatur oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada Model 5 ditambahkan tiga kondisi tambahan (pengajar keterampilan bersertifikasi, pusat uji kompetensi, dan standarisasi ISO 17025 untuk laboratorium, workshop, dll). Model 5 juga mencakup kurikulum umum yakni adanya program magang dan pelatihan khusus dari para dosen perguruan tinggi seperti tercantum dalam Model 4.

Model Pembiayaan Pelatihan Keterampilan MA

(17)

kemampuan memberikan dukungan tambahan kepada MA untuk menerapkan pelatihan keterampilan vokasional, perlu memahami besaran biaya yang dibutuhkan dalam menyelenggarakan salah satu model yang sesuai dengan jenis keterampilan vokasional tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini juga merancang metodologi yang digunakan untuk memperkirakan biaya masing-masing dari kelima model tersebut.

Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Agama (SK) No 1023/2016, menetapkan adanya tiga kelompok keterampilan utama yang dapat diimplementasikan oleh MA. Pada masing - masing kelompok tercantum beberapa jenis keterampilan vokasional tertentu. Ada 24 jenis keterampilan vokasional khusus yang tercantum dalam peraturan tersebut. Ketiga kelompok dan beberapa contohnya masing-masing adalah sebagai berikut:

Teknologi (contoh: operator komputer, mekanik mobil, keterampilan kelistrikan);

Kejuruan (contoh: tata busana , tata boga); dan

Pertanian dan Maritim (contoh: peternakan unggas (bebek, ayam, dll.), budidaya ikan air tawar).

Dari 24 bidang keahlian yang tercantum dalam peraturan tersebut, ada beberapa yang sesuai dengan sektor ekonomi formal pada umumnya, namun ada juga yang tidak sesuai dengan perekonomian lokal. Melalui wawancara yang mendalam, kuesioner dan FGDs, diputuskan untuk memfokuskan penelitian dan penetapan biaya keterampilan yang paling sesuai dengan lowongan pekerjaan yang dibutuhkan pada sektor ekonomi lokal dan pada saat yang sama siswa yang bersangkutan dapat digunakan untuk pendidikan lanjutan. Penelitian ini telah memilih tujuh jenis keterampilan sebagai fokus awal untuk melakukan uji coba dan pengembangan terhadap lima model pembelajaran program pendidikan keterampilan vokasional selama lima tahun ke depan. Dari ketujuh jenis keahlian yang dipilih, enam secara resmi diakui oleh peraturan Kementerian Agama. Para pemangku kepentingan merekomendasikan budidaya perairan, yang tidak termasuk dalam peraturan Kementerian Agama, untuk dihitung pembiayaannya karena memiliki potensi pengembangan yang besar di beberapa wilayah di negara ini. Tujuh jenis keterampilan yang disepakati melalui konsensus pemangku kepentingan untuk dipelajari secara rinci dan untuk menentukan biaya pelaksanaan, adalah sebagai berikut:

1. Otomotif; 2. Elektronika;

3. Multimedia/Teknologi Informasi; 4. Pertanian/Pengolahan Pangan; 5. Tata Boga;

6. Tata Busana;dan 7. Budidaya Perairan.

(18)

Pembiayaan Pembangunan Jangka Menengah untuk Kementerian Agama dalam meningkatkan program pendididikan keterampilan vokasional di MA selama kurun waktu lima tahun.

Pilihan Kebijakan dan Rekomendasi

Penelitian ini mengusulkan adanya lima model pelaksanaan program pendidikan ketrampilan vokasional di MA. Model tersebut disusun berdasarkan praktik program pendidikan ketrampilan vokasional yang saat ini dilaksanakan di MA tertentu dan atas rekomendasi para pemangku kepentingan. Biaya untuk melaksanakan masing-masing model untuk tujuh jenis keterampilan yang sesuai dengan perekonomian daerah sudah diselesaikan dan disertakan pada rencana pembangunan jangka menengah untuk meningkatkan keterampilan di MA. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa banyak MA yang menjadi sampel menyelenggarakan program ini tidak sesuai dengan Surat keputusan (SK) No. 4923/2016 yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama. Selain itu, beberapa rekomendasi dari pemangku kepentingan yang diusulkan, tidak tidak sesuai dengan peraturan tersebut. Pilihan kebijakan yang harus dipertimbangkan oleh Kementerian Agama untuk meningkatkan program keterampilan vokasional di MA adalah sebagai berikut:

Mempertimbangkan semua atau beberapa model yang dikembangkan dan disulkan oleh penelitian ini atau memodifikasi model dan memberikan payung hukum yang memungkinkan MA untuk menerapkan model (atau beberapa model) berdasarkan permintaan lokal, visi dan misi MA, serta juga sumber daya yang tersedia.

1. Masing-masing MA harus mengusulkan model pelatihan yang diinginkan untuk menerapkan program keterampilan vokasional berdasarkan kapasitas kelembagaan mereka dan ketersediaan sistem pendukungnya. Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama bertanggung jawab dalam menilai dan menyetujui masing-masing usulan.

2. Merevisi (SK) No. 4923/2016 yang berisikan 24 jenis keterampilan yang diakui resmi agar memungkinkan MA dapat menyelenggarakan program pendidikan keterampilan vokasional yang belum termasuk dalam peraturan ini, dalam rangka memenuhi permintaan lokal serta mampu beradaptasi dan menyesuakan keterampilan yang ditawarkan dengan tuntutan perubahan ekonomi daerah. Sebagai alternatif, perlu ditegakkan peraturan jika peraturan tersebut tidak berubah, dengan cara Kementerian Agama menyediakan pemantau dan pengawas MA yang tidak memenuhi ketentuan peraturan dan kemudian memberikan sanksi jika MA tetap tidak tunduk.

3. Perlu hati-hati dalam mempertimbangkan pendirian MAK baru secara terbatas, mengingat bahwa model ini sangat mahal dan pejabat tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan percaya bahwa sudah terlalu banyak jumlah SMK dan tingkat penerimaan lulusannya di lapangan kerja buruk. Jika MAK akan didirikan, konsultasi dengan Depdikbud dan Bappenas perlu dilakukan karena Peraturan Menteri Depdikbud No. 60/2014 menunjukkan bahwa pendidikan vokasional (kejuruan) ditentukan melalui peraturan yang dikeluarkan oleh Depdikbud Direktorat Jenderal dan pendidikan menengah.

4. Jika Kementerian Agama menerima model yang dapat melengkapi program pelatihan vokasional dengan pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintahan pusat atau pendidikan tinggi, kebijakan ini perlu ditampung dalam revisi peraturan sekarang ini atau memberikan payung hukum dengan peraturan baru perlu dikeluarkan.

(19)

6. Kurikulum SLTA terkini memerlukan waktu pemberlajaran 6,5 jam pelajaran per hari (07.30-14.00). Ada usulan untuk menambah jam pelajaran dengan “full-day school” yaitu memaksimalkan waktu pembelajaran menjadi jam 7.30 sampai dengan 17.00. Jika jam pelajaran penuh menjadi wajib, setidaknya untuk SLTA, ini dapate memberikan tambahan waktu yang dibutuhkan untuk program pendidikan keterampilan vokasional yang lebih intensif. Jika pembelajaran sehari penuh menjadi kewajiban, maka Kementerian Agama perlu mempertimbangkan kebijakan untuk mengijinkan madrasah tertentu diberikan wewenang untuk menerapkan model 3, 4 dan 5 dalam rangka memperpanjang waktu pembelajaran untuk program pelatihan keterampilan vokasional tambahan dan pengintegrasian pengajaran agama yang lebih baik.

Pilihan kebijakan yang dijelaskan di atas melibatkan perubahan dalam peraturan dan kesepakatan formal, serta koordinasi dengan berbagai lembaga lain. Penelitian ini juga memberikan rekomendasi untuk kegiatan dan keputusan khusus yang dapat dilakukan setelah pilihan kebijakan yang dijelaskan di atas difinalkan.

Pilihan kebijakan untuk mendirikan dan mengelola program peningkatan keterampilan vokasional di MA disusun berdasarkan temuan-temuan studi ACDP 046 ini. Maksudnya, rekomendasi dibuat berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan melalui pertemuan dan FGD dengan para pimpinan MA dan staf Kementerian Agama, hasil kunjungan ke MA, survei di sejumlah program keterampilan vokasional di MA, serta review dan analisis yang terhadap peraturan pemerintah terkait dengan program keahlian dan pendidikan ketrampilan vokasional MA.

1. Penelitian ini mengembangkan lima model pengembangan ketrampilan vokasional dan disarankan tiap-tiap MA dapat memilih model yang terbaik sesuai dengan visi dan misi MA. 2. Penelitian ini juga merekomendasikan Kementerian Agama untuk menyediakan dana hibah

guna membangun model pelatihan keterampilan vokasional yang intensif di MA yang dipilih sebagai model awal, memonitor dan mengevaluasi hasilnya secara menyeluruh.

3. Pemimpin MA bersama staf dari Kantor Wilayah Kementerian Agama merancang program pendidikan keterampilan vokasional berdasarkan tuntutan bursa tenaga kerja di ekonomi lokal dan membangun jaringan dengan perusahaan lokal untuk mengeksplorasi kemungkinan penyelenggaraan magang. Program pembangunan kapasitas dalam kemampuan ini perlu dilakukan untuk tujuan ini.

4. Berbagai model pendidikan ketrampilan vokasional membutuhkan kualifikasi pelatih keterampilan yang berbeda. Model yang intensitasnya rendah diperbolehkan menggunakan guru kontrak tanpa sertifikat keterampilan vokasional, sedangkan model pelatihan keterampilan vokasional yang intensitasnya tinggi memerlukan guru keterampilan bersertifikasi.

5. Penting ditekankan bahwa MA yang menyelenggarakan program pendidikan keterampilan vokasional mampu membuat Rencana Bisnis (maksudnya Rencana Strategis Pengembangan Program Pendidikan Ketrampilan Vokasional). Di dalamnya termasuk program peningkatan kapasitas khusus bagi Kepala Madrasah dan Komite madrasah.

6. Kementerian Agama perlu mendorong kerjasama MA dengan SMK dan berbagai pusat pelatihan nasional/ lokal (BLK, BLPT, dsb) untuk memanfaatkan tenaga pelatih keterampilan vokasionalserta memanfaatkan peralatan dan fasilitas bilamana memungkinkan.

(20)
(21)

1.

Pendahuluan

Penelitian ini dilakukan atas nama Kementerian Agama (Kemenag), dan bertujuan untuk menyediakan informasi yang diperlukan untuk meningkatkan penyediaan pelatihan keterampilan di Madrasah Aliyah (MA). Penelitian ini sangat penting bagi Kementerian Agama dan bangsa karena Kementerian Agama adalah peserta utama dalam proses pengembangan keterampilan, dan juga pemimpin dalam proses ini di beberapa area penting.

Penelitian ini dilakukan selama periode 20 September 2016 - 28 April 2017. Tim peneliti terdiri dari Team Leader (TL) Internasional dan beberapa spesialis dan konsultan. Termasuk diantaranya dua konsultan telah menjalankan beberapa studi kasus yang mendalam pada keterampilan pelatihan madrasah termasuk analisis biaya untuk menjalankan program; dan konsultan lain mempersiapkan analisis makro sesuai tuntutan bidang kerjanya dalam konteks saat ini dan untuk kedepannya diperkirakan dapat melengkapi latar belakang kontekstual untuk penelitian ini sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini. Seorang ahli keuangan menghitung biaya pelatihan keterampilan pada tingkat kelembagaan serta di tingkat nasional sebagai masukan bagi rencana pengembangan jangka menengah pelatihan keterampilan madrasah. Para ahli Statistik dan data dikumpulkan untuk menganalisis data yang berasal dari kunjungan lapangan, Kelompok Diskusi Terfokus (FGD) dan pengulasan atas data yang relevan. Dan seorang ahli madrasah memberikan masukan atas semua aspek pendidikan madrasah termasuk deskripsi kerangka acuan peraturan mengenai pelatihan keterampilan yang diajarkan di MA. Trans Intra Asia sebagai Kontraktor mendukung penuh secara administrasi dan logistik tim peneliti. Staf ACDP menyediakan pengawasan dan bimbingan. Direktorat Pendidikan MadrasahKementerian Agama bekerja sama dengan tim peneliti.

1.1.

Pengorganisasian Laporan

Bab pengantar ini berlanjutan dengan latar belakang informasi yang diperlukan untuk menggambarkan konteks penelitian. Latar belakang mencakup ringkasan dari sektor ekonomi Indonesia sebagai konteks untuk menentukan kebutuhan tenaga kerja di pasar dan pasokan pekerja terampil dengan Madrasah Aliyah (MA). Gambaran dari sistem pendidikan di Indonesia dan deskripsi pendidikan kejuruan di Indonesia yang menetapkan konteks untuk menyelenggarakan pelatihan keterampilan kejuruan di MA.

Bab 2 menjelaskan tujuan, ruang lingkup dan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Bab 3 menyediakan pemetaan dan analisis kesenjangan keterampilan melalui penilaian kebutuhan tenaga kerja pasar dan pasokan lulusan MA yang terampil. Lima model untuk menyelenggaraan pelatihan keterampilan kejuruan di MA dijelaskan dalam bab 4. Bab 4 juga menjelaskan metodologi dan contoh cara pembiayaan pelaksanaan model pelatihan keterampilan untuk keperluan perencanaan. Pilihan kebijakan dan rekomendasi dijelaskan dalam Bab 5.

(22)

1.2.

Latar Belakang

1.2.1.Tinjauan Sektor Ekonomi Indonesia

Selama hampir setengah abad, pemerintah Indonesia telah memprioritaskan pertumbuhan ekonomi sebagai komponen kunci dalam pembangunan nasional. Indonesia kini telah mencapai kategori Negara berpenghasilan menengah1 dengan pendapatan per kapita sebesar US $ 3.500 (Bank Dunia, 2016)2. Struktur perekonomian memiliki tiga karakteristik yang penting dalam konteks penelitian ini, yaitu: pertumbuhan, perubahan jangka pendek yang dinamis, dan juga daya saing global.

Setelah pulih dari krisis keuangan Asia pada tahun 1999, Indonesia mengalami satu decade pertumbuhan yang pesat kisaran 6% per tahun3

. Sejak melambatnya pertumbuhan global yang dipicu oleh krisis keuangan AS di tahun 2009, Indonesia juga mengalami perlambatan menjadi 5% setiap tahunnya; namun masih sesuai dengan ekonomi regional lainnya dan lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan negara maju. Selama periode 2010-2016, perekonomian menciptakan hampir 15 juta pekerjaan baru, dimana sepertiga (34%) untuk lulusan sekolah menengah atas dan 27% lainnya untuk sekolah menengah kejuruan.

Usaha mikro, kecil dan menengah UMKM telah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2012 ada 56.5 juta perusahaan, mempekerjakan 107.6 juta orang dan tumbuh pada tingkat rata-rata lebih dari 2% per tahun. Namun kontribusi UMKM terhadap total penghasilan nasional (PDB) meningkat dari 5% menjadi hampir 10% selama periode 2010-2012. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan ini meningkatkan produktivitas mereka. Pada kenyataannya, nilai hasil per perusahaan meningkat sebesar 12% dan nilai hasil per pekerja meningkat sebesar 8% selama periode tersebut.

Secara internasional, usaha mikro dan kecil telah memberikan kesempatan kerja yang besar di beberapa waktu. Perkiraan bervariasi namun cukup adil untuk mengatakan bahwa itu terdiri dari tiga perempat semua pekerjaan non-pertanian di negara-negara berkembang.4 Meskipun rasio ini mungkin kurang di Indonesia, sektor ekonomi informal berperan besar dalam perekonomian secara menyeluruh. Juga adil untuk menyatakan bahwa bekerja di perusahaan mikro adalah pilihan utama untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih formal. Sementara ini merupakan kasus lulusan terampil, perusahaan mikro adalah sumber pekerjaan berbayar pekerja terampil yang tak bersertifikat.

Pola produksi yang dinamis permintaan konsumen dan ekspor tercermin di bursa lapangan kerja. Selama periode 2010-2016, pekerja di sector perdagangan meningkat 6 juta pekerja, sementara industri dan kontruksi masing-masing menambahkan 3 juta pekerja. Delapan puluh persen pekerja baru ini menjadi tenaga kerja sebagai karyawan yang bekerja untuk orang lain sisanya 20% pemilik usaha yang bekerja tanpa karyawan.

Sebagian besar pekerja saat ini bekerja di ekonomi formal tidak akan menerima pelatihan kejuruan formal atau memiliki kualifikasi untuk pekerjaan itu. Secara umum diakui bahwa ada sejumlah besar pemilik usaha/ pengusaha mikro yang membutuhkan keterampilan untuk pekerjaan mereka saat ini.

1 Pendapatan per kapita US$1,026 hingga $12,475. Dari laman Bank Dunia: http://www.worldbank.org/en/country/mic/overview.

2Perlu diingat bahwa ini tidak berarti bahwa “rata-rata” orang memiliki pendapatan sebesar ini. Pendapatan perkapita dihitung sebagai total nilai produksi ekonomi tahunan dibagi total populasi.

3 Secara riil bersih dari inflasi

(23)

Tenaga kerja tidak hanya membutuhkan pekerja cakap-ahli untuk lingkungan ekonomi saat ini, tetapi juga membutuhkan pekerja yang memiliki keterampilan lunak (softskill), seperti kemampuan untuk belajar dalam pekerjaan, memiliki komitmen terhadap organisasi mereka dan menetapkan etika kerja individual.

Bursa tenaga kerja seperti pasar lainnya memiliki tiga unsur: persediaan, permintaan dan struktur persaingan.5 Dalam hal pasar tenaga kerja, persediaan adalah ketersediaan dan kesediaan pekerja terampil yang layak. Permintaan adalah jumlah lapangan pekerjaan, persyaratan kerja dan kemauan pemberi kerja untuk membayar. Struktur kompetitif adalah kekuatan negosiasi masing-masing pihak. Teori ekonomi pasar mengasumsikan bahwa keputusan pemasok(pekerja) dan peminta (pengusaha) bersifat independen. Tapi dalam kasus bursa tenaga kerja, asumsi ini tidak berlaku. Salah satu faktor dalam keputusan untuk berinvestasi adalah ketersediaan pekerja dan kesediaan mereka untuk bekerja dengan upah yang sesuai dengan anggaran investor. Salah satu faktor yang memengaruhi keputusan pekerja untuk mencari pekerjaan daripada melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi atau tinggal di rumah adalah tersedianya pekerjaan dan upah yang ditawarkan. Keputusan ini tercermin dalam statistik yang disebut tingkat partisipasi angkatan kerja.

Dari uraian di atas, jelas bahwa bursa tenaga kerja sangat spesifik. Dalam situasi di Indonesia, bursa tenaga kerja terfragmentasi sepanjang dua dimensi: horisontal oleh wilayah geografis dan vertikal oleh sektor formal vs. informal. Di dalam masing-masing wilayah geografis dan kategori vertical, pasar barang pada umumnya terfragmentasi oleh produk / sektor. Bursa tenaga kerja terbagi-bagi oleh sistem keterampilan kejuruan yang menggolongkan kemampuan dengan mempertahankan kurikulum keterampilan dengan daya jual spesifik, dan secara horizontal dimana jalur dari tingkat kualifikasi bawah hingga ke tingkat atas tidak terfasilitasi dengan baik. Pengenalan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (lihat di bawah) ditujukan untuk fragmentasi vertikal.6

Berbagai provinsi7 di Indonesia sangat beragam dalam hal struktur ekonomi dan karakteristik bursa tenaga kerja. Fragmentasi vertikal pasar tenaga kerja didasarkan pada tingkat pendidikan, yang menentukan sektor ekonomi di mana orang tersebut akan bekerja dan jenis pekerjaan yang akan dimilikinya. Jika seseorang berpendidikan di bawah SD, ia diperkirakan bekerja di bidang pertanian (61% pekerja berpendidikan rendah) atau berdagang (17%). Pendidikan SD menunjukkan pola yang sama, dengan 46% di bidang pertanian dan 21% dalam perdangan, namun 11% mendapatkan pekerjaan di industri. Lulusan Sekolah Menengah Pertama, juga terkonsentrasi di tiga sektor ini: 29% di bidang pertanian, 27% di bidang perdagangan; 16% masing-masing di bidang pertanian serta industri. Dan 20% di layanan jasa. Untuk lulusan Sekolah Menengah Kejuruan, 23% bekerja di industri, dengan persentase yang lebih kecil di bidang pertanian (10%). Orang-orang dengan pendidikan lebih tinggi bekerja di semua sektor, walaupun sekitar setengahnya bekerja di bidangjasa dan 10% di bidang keuangan, dan hanya 3% bekerja di pertanian.

5WLW Subandi, Ekonomi Persaingan, Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga. Surabaya.2012

6Fragmentasi tenaga kerja di Eropa menghasilkan peningkatan dalam bentuk pembukaan dan penyerapan lapangan kerja yang berbeda dari “hubungan standar penempatan kerja” permanen, penuh waktu, penempatan kerja menjamin keamanan sosial. Melengkapi bentuk standar penempatan kerja adalah perkembangan pada pekerjaan paruh waktu, kontrak PKWTT, agensi kerja kontrak PKWT, pekerja rumahan, pekerja mandiri, pekerja tidak tetap, musiman dan penempatan kerja dengan bentuk “tidak standard”.

EuWORK.https://www.eurofound.europa.eu/observatories/eurwork/industrial-relations-dictionary/fragmentation-of-the-labour-force.

(24)

Distribusi jenis pekerjaan untuk orang-orang dari tingkat pendidikan yang berbeda level juga serupa, dengan perbedaan tajam antara menegah pertama dan menengah atas. Setengah dari orang dengan pendidikan dasar atau kurang adalah wiraswasta. Sisanya bekerja sebagai pekerja yang tidak dibayar di perusahaan keluarga (27% di antaranya kurang dari SD dan 18% dari lulusan sekolah dasar) atau sebagai tenaga kerja pertanian (masing-masing 11% dan 9%). Empat puluh persen lulusan SMP adalah wiraswasta dengan 16% lainnya sebagai tenaga kerja yang tidak dibayar di perusahaan keluarga. Dua puluh persen lulusan sekolah mengah pertama bekerja sebagai pegawai perusahaan di sektor formal. Lulusan sekolah menegah atas telah berpindah dari wiraswasta ke sektor formal sebagai pegawai (33%) dengan setengah dari lulusan sekolah menengah kejuruan di bidang perkerjaan sektor formal. Hanya sekitar 10% lulusan SMK bekerja sebagai pekerja yang tidak dibayar di perusahaan keluarga dibandingkan dengan 18% lulusan SMA. Sebagian besar lulusan pendidikan lanjut adalah pegawai sektor formal (80%).

1.2.2.Ikhtisar Sistem Pendidikan Indonesia

Sistem Pendidikan Nasional mencakup pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan formal pra-lanjutmemiliki dua tingkatan: dasar (SD dan SMP) dan sekolah menengah.Pendidikan nonformal mencakup anak usia dini yang ditawarkan oleh lembaga non-sekolah dan pendidikan kesetaraan (dikenal dengan Paket A, B, dan C). Pendidikan informal dapat diajarkan dalam lingkup lingkungan keluarga maupun dalam kelompok masyarakat, termasuk pengajaran agama yang bersifat informal.

Sistem pendidikan nasional mengakui tiga kategori pendidikan, yaitu: akademik, pendidikan profesional dan kejuruan. Semua jenis dan kategori pendidikan dijalankan oleh pemerintah dan swasta. Secara keseluruhan pengelolaan dan pengawasan pendidikan formal dan nonformal dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag).

Program sembilan tahun pendidikan dasar bersifat wajib; Namun, pendidikan 12 tahun kemungkinan akan diamanatkan dalam waktu dekat. Pendidikan saat ini berfokus pada pendidikan kejuruan menengah yang terutama diberikan untuk periode tiga tahun (Kelas X, XI, dan XII). Pada tahun akademik 2013/2014 ada sekitar 12.000 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan jumlah pendaftar sekitar 4 juta siswa.8

Kemenag tidak menerbitkan data terpisah untuk Madrasah Aliyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK); namun, penelitian tersebut menemukan bahwa Kemenag saat ini mengakui enam MAK dan bermaksud untuk membuka lebih banyak di masa mendatang. Saat ini sebagian besar pelatihan keterampilan di MA dilakukan di non-MAK.

Pendidikan kejuruan tersier dilakukan oleh politeknik, sekolah tinggi, dan akademi yang menawarkan Program Diploma di tingkat D2, D3, dan D4, (angka setelah "D" menunjukkan rentang tahun pembelajaran). Program Diploma juga ditawarkan oleh beberapa universitas. Selain itu ada program spesialisasi profesi yang ditawarkan oleh universitas untuk pelatihan lebih lanjut, biasanya untuk pemegang setidaknya gelar Sarjana.

Gambar 1.1 di bawah ini adalah gambaran tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana didefinisikan dalam UU No. 20/2003.

Di Indonesia terdapat banyak institusi dan lembaga lain yang memberikan pelatihan keterampilan kejuruan. Beberapa contohnya adalah: Balai Latihan Kerja (BLK) di bawah Kementerian Tenaga Kerja; Pelatihan pertanian dan pusat demonstrasi di bawah Kementerian Pertanian; Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di bawah Kementerian Kesehatan.

(25)

Banyak pelaku sektor swasta yang menyediakan program pelatihan keterampilan seperti: bank, yang menawarkan program literasi keuangan dan manajemen bisnis untuk klien usaha kecil dan menengah (UKM); Kursus pelatihan keterampilan swasta skala kecil yang diatur oleh Direktorat Pendidikan Non-formal Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah; Perusahaan kendaraan bermotor, yang menawarkan pelatihan dalam layanan perawatan dan perbaikan kendaraan, kemudian memberikan mensertifikasi lulusan yang berhasil dari kursus tersebut dengan bengkel perawaran dan perbaikan resmi.

Gambar 1.1 Ringkasan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia No. 20/2003

1.2.3.Organisasi Pelatihan Keterampilan Kejuruan

Institusi pendidikan SMK tunduk pada kerangka peraturan yang sama dengan institusi pendidikan menengah atas umum. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Standar Nasional Pendidikan melalui Keputusan Menteri, dan Badan Akreditasi Nasional untuk Sekolah/Madrasah (Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah/BAN-S/M)berdasarkan pencapaian standar. Akreditasi ulang diperlukan setiap 5 tahun. BAN-S/M memiliki paket laporan data akreditasi untuk SMK dan MAK.

(26)

Berdasarkan peraturan ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat keputusan (SK) dasar dengan daftar “spektrum”9 dari bidang keahlian yang diajukan sebagai program di tingkat SMK.Spesialisasi disusun secara hirarki ke dalam beberapa bidang, program dan paket yang dapat dibagi kedalam beberapa konsentrasi. Paket adalah unit dasar kurikulum dan didasarkan pada keterampilan yang dibutuhkan untuk jabatan tertentu10dengan pemusatan perhatian pada produksi produk tertentu. Program adalah kelompok paket dengan karakteristik serupa, dan bidang adalah kelompok program dengan dasar kajian serupa.

Keputusan terbaru adalah SK DirjenKemendikdasmen 7013 / D / KP / 2013.11 Spektrum terdiri dari 9 bidang, 46 program dan 128 paket. Sembilan bidang studi kejuruan yang diizinkan oleh Spektrum tercantum di bawah ini. Simbol * menunjukkan bahwa beberapa MA saat ini menawarkan pelatihan keterampilan di bidang ini.

1. Teknologi dan Teknik *

2. Teknologi Informasi dan Komunikasi * 3. Kesehatan

4. Agribisnis dan Agroekonomi *

5. Sumberdaya Perikanan dan Kelautan * 6. Manajemen Bisnis *

7. Pariwisata

8. Seni dan Kerajinan * 9. Pertunjukan Seni *

1.2.4.Ikhtisar Kerangka Pengaturan untuk Pelatihan Keterampilan Kejuruan

Baru-baru ini tiga peraturan telah dikeluarkan yang mempengaruhi pelaksanaan pelatihan keterampilan kejuruan di MA.Pertama, Peta Jalan Revitalisasi SMK yang dikeluarkan oleh Direktorat sebagai Pandauan untuk SMK yang diterbitkan pada bulan Agustus 2016 penting untuk penelitian ini karena, di antara banyak kebijakan lainnya, kebijakan tersebut memasukkan peran "Penjembatanan Pelatihan " pada SMA/MA untuk meningkatkan kemampuan kerja lulusan. Kedua, Instruksi Presiden No. 9/2016 yang dikeluarkan pada bulan September 2016 penting untuk penelitian ini karena dua alasan: ini menciptakan hubungan formal antara kompetensi yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk pelatihan kerja dan penilaian keterampilan dan kompetensi keterampilan dalam kurikulum SMK; juga menginstruksikan Kemendikbud untuk membentuk Kelompok Kerja Revitalisasi SMK. Ketiga, Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Kemenag yang diterbitkan pada bulan Desember 2016 merupakan hal penting penting karena menetapkan mata pelajaran keterampilan intrakurikuler sebagai pendekatan peningkatan keterampilan di MA. Peraturan-peraturan ini dan yang lainnya dibahas di bawah ini dipertimbangkan dalam pengembangan lima model pelatihan keterampilan MA yang dijelaskan pada Bab 4.

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dibentuk melalui Undang-Undang 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi dan selanjutnya ditetapkan melalui Keputusan Presiden (PP) 8/2012 yang membahas peran KKNI dalam mengimplementasikan TVET di sekolah menengah dan atas. KKNI memberikan dasar untuk menilai hasil belajar atau kompetensi keterampilan siswa

9Dalam bahasa Inggris adalah decree

10Dalam bahasa Inggris adalah decree, yang menyatakan khusus untuk membedakan pendidikan kejuruan dari disiplin akademik/ilmiah.

(27)

Menurut Kemendikbud, KKNI adalah salah satu standar nasional di sektor pendidikan dimana lulusan lembaga pendidikan dan pelatihan yang berada di bawah wewenang Kemendikbuddapat memperoleh hasil belajar mereka dan mendapatkan sertifikat kemampuan berdasarkan salah satu tingkat kualifikasi yang ditentukan dalam KKNI.

Pemerintah Indonesia melihat persetujuan hukum KKNI dalam konteks peraturan perundang-undangan lainnya: misalnya UU 13/2003 tentang Pengembangan Tenaga Kerja, Peraturan Pemerintah 31/2006 tentang Sistem Kerja Praktek Nasional, dan UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. KKNI juga sejalan dengan peraturan yang berlaku yang disahkan oleh kementerian lain dan lembaga pelatihan kejuruan yang berwenang. Kualifikasi tenaga kerja Indonesia menurut standar KKNI dapat dicapai dengan gelar akademis (pendidikan), prestasi kerja, keterampilan mandiri, dan juga melalui sertifikasi profesional.

Penilaian formal kompetensi keterampilan siswa penting untuk:

1. Pengakuan atas keberhasilan menyelesaikan pelatihan

2. Pengakuan atas keterampilan yang didapat melalui pembelajaran informal dan pekerjaan

3. Pengakuan keterampilan secara nasional dan internasional

4. Akses terhadap kesempatan pekerjaan

5. Persiapan untuk melanjutkan pendidikan dan pelatihan.

(28)

Gambar 1.2Representasi Diagram KKNI dalam Hubungan Tingkat Sekolah dan Prospek Karir

(29)

2.

Tujuan, Ruang Lingkup, dan Metodologi

2.1.

Tujuan dan Ruang Lingkup

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan pilihan-pilihan strategis untuk mengembangkan atau memperluas program pengembangan keterampilan di madrasah tingkat atas (Madrasah Aliyah (MA)). Tujuan utama penelitian ini berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (TOR) (Annex 1) adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pemetaan dan analisa yang luas terkait kesenjangan keahlian, sector ekonomi, permintaan pasar tenaga kerja, dan jalur menuju pendidikan yang lebih tinggi, untuk memberi informasi mengenai pengembangan pilihan-pilihan strategis;

2. Mengembangkan pilihan kebijakan pembiayaan pada model program pengembangan keterampilan untuk MA, dengan mempertimbangkan keterjangkauan dan kesinambungan; 3. Mengembangkan pilihan-pilihan kebijakan yang sesuai untuk digunakan dalam merancang

peraturan dan pedoman yang sesuai (oleh Kementerian Agama (Kemenag));

4. Merancang rencana jangka menengah berbiaya untuk pengembangan/pembentukan program pengembangan keterampilan di MA, termasuk sumber daya manusia, fasilitas, dan pembiayaan.

2.2.

Ruang Lingkup

Penelitian ini memfokuskan pada keterampilan kejuruan yang dibutuhkan saat ini dan akan dibutuhkan di masa depan yang dapat disediakan lewat pelatihan formal oleh MA dan untuk mengetahui kesenjangan antara ketersediaan tenaga kerja berketerampilan dan permintaan pasar tenaga kerja (baik formal dan informal) untuk keterampilan tertentu. Penelitian ini juga menilai kemampuan MA untuk tetap mengikuti kebutuhan keterampilan local dan menyesuaikan program pengembangan keterampilan mereka.

Program pengembangan keterampilan didasarkan pada kebutuhan untuk memberi siswa bukan hanya keterampilan kejuruan, melainkan juga keterampilan dan pengetahuan kognitif secara umum yang akan member mereka kesempatan lebih baik untuk mendapat pekerjaan di sektor formal atau pekerjaan yang lebih menjanjikan di sektor informal serta untuk mempersiapkan siswa-siswa tertentu untuk melanjutkan pelatihan keterampilan di tingkat yang lebih tinggi.

Filosofi yang mendukung adanya kebutuhan untuk pelatihan keterampilan yang lebih baik di MA yang membantu dalam cakupan penelitian dirancang pada tahap awal penelitian oleh pemegang kepentingan kunci. Prinsip-prinsip tuntunan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Muslim, dalam hal pakaian, perumahan, makanan dan tempat tinggal, serta kebutuhan ekonomi lokal secara umum

2. Mengembangkan program keterampilan madrasah yang selain akan menyediakan pelatihan bagi para siswa, juga akan menghasilkan surplus barang atau jasa yang bisa diperdagangkan di pasar lokal

3. Mengembangkan keterampilan siswa yang bisa mendapatkan pengakuan atau kualifikasi tertentu untuk memperlihatkan kompetensi siswa ketika melamar pekerjaan di bisnis atau industri lokal formal maupun informal.

(30)

2.2.1.Batasan penelitian

Salah satu kebijakan Kemenag adalah untuk merubah sekitar 250 Madrasah Aliyah menjadi institusi kejuruan (Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)). MAK bukanlah bagian dari KAK penelitian sejak awal. Penelitian ini tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk menilai potensi MA yang sudah ada untuk diubah menjadi MAK; meski begitu, penelitian ini bisa menemukan kriteria untuk membentuk MAK berdasarkan studi lapangan yang dilakukan.

Karena banyaknya keterampilan yang sesuai untuk MA, banyaknya variasi di sektor ekonomi lokal dan perbedaan biaya barang dan jasa di setiap wilayah dalam satu negara, penelitian ini tidak mampu menghasilkan model-model yang spesifik untuk mencakup semua jenis program keterampilan dan semua wilayah dalam negara. Sampel yang sudah dipilih digunakan sebagai dasar untuk menentukan pilihan biaya dan kebijakan untuk berbagai model pengembangan keterampilan.

Akuakultur tidak dimasukkan dalam daftar keterampilan kejuruan yang secara resmi diakui oleh Kemenag; namun, sejumlah MA mengajarkan keterampilan ini. Pembicaraan awal dengan pemangku kepentingan menghasilkan pemahaman bahwa hal tersebut adalah wilayah kejuruan yang penting untuk dipelajari. Karenanya, meskipun penelitian khusus tentang akuakultur tidak dimasukkan dalam TOR untuk penelitian ini, studi kasus yang mendalam terkait biaya pengembangan program pelatihan keterampilan akuakultur (serta studi kasus pelatihan keterampilan agrikultur) telah ditambahkan sebagai studi kasus (Annex 2).

Studi ini diperlukan untuk menghasilkan Rencana Jangka Menengah yang Berharga untuk Pengembangan Keterampilan Peningkatan di MA. Karena ada banyak unit biaya untuk keterampilan guru, peralatan, fasilitas dan bahan yang dibutuhkan untuk pelatihan keterampilan di berbagai wilayah di negara ini, tim membatasi untuk membuat estimasi biaya unit untuk berbagai jenis keterampilan. Perkiraan tersebut didasarkan pada data yang diberikan kepada tim oleh sekolah kejuruan menengah di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi (SMKN) yang ditinjau dan disempurnakan dalam FGD dengan pemangku kepentingan utama di 20 kabupaten. Tim peneliti kemudian menghitung rata-rata dari data dan informasi yang diuraikan di atas. Dengan demikian data biaya yang termasuk dalam rencana pengembangan jangka menengah terbatas pada estimasi berdasarkan data dan informasi dari berbagai sumber yang dapat dipercaya.

2.3.

Metodologi

Penelitian dilakukan menggunakan metode yang dijelaskan di bawah untuk memperoleh data kuantitatif dan kualitatif primer dan sekunder. Mayoritas data kuantitatif dikumpulkan melalui kuesioner yang diisi oleh personil dan siswa madrasah, perusahaan lokal dan pejabat pemerintahan lokal serta data yang diperoleh melalui Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (EMIS) milik Kemenag dan Badan Pusat Statistik (BPS). Data kualitatif diperoleh utamanya dari FGD dan kunjungan langsung ke madrasah, bisnis lokal dan pejabat pemerintahan.

2.3.1.Tinjauan Pustaka

Sebelum turun ke lapangan, kelompok penelitian mengumpukan informasi sebagai berikut:

1. Semua peraturan yang berlaku dan terkait dengan pengembangan keterampilan dan sistem pendidikan nasional

2. Data mengenai madrasah dan keterampilan kejuruan yang diajarkan di madrasah

3. Analisa makro ekonomi sebagai latar belakang untuk menjelaskan posisi ekonomi lokal daerah dalam struktur ekonomi nasional

(31)

5. Penelitian terdahulu mengenai pengembangan keterampilan yang dilakukan di Indonesia.

2.3.2.Pertemuan dan Wawancara Pribadi

Pada tingkatan nasional, tim melakukan sejumlah pertemuan dengan staf Direktorat Pendidikan Madrasah, juga bertemu dengan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, untuk mencari masukan terkait pelaksanaan penelitian dan memastikanbahwa kebutuhan-kebutuhan Kemenag dapat terpenuhi. Staf Kemenag juga menyediakan informasi dan saran mengenai lokasi yang dapat dipilih untuk studi lapangan, dan juga memberikan banyak informasi yang disampaikan di atas. Selain itu, tim juga bertemu dengan Deputi Direktur Bappenas yang menyarankan dengan kuat agar madrasah tidak meniu SMK dan berfokus pada keterampilan kejuruan untuk ekonomi lokal. Direktur Pendidikan Kejuruan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) juga diwawancarai untuk memperoleh informasi mengenai kurikulum yang digunakan, proses akreditasi dan kualifikasi keterampilan, dan rencana ke depan untuk mengembangkan SMK. Tim juga mengunjungi BPS untuk mengumpulkan informasi mengenai pengusaha Muslim.

2.3.3.Focus Group Discussions (FGD)

FGD dilaksanakan di tingkatan nasional, regional, dan distrik. Tujuan, lokasi, dan jenis peserta dijelaskan di bawah. Peserta FGD serta lokasi FGD regional dipilih dengan kerjasama staf Direktorat Pendidikan Madrasah.

Tingkat Nasional

FGD tingkat nasional digelar pada awal proyek untuk memperoleh informasi mengenai kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pendidikan kejuruan secara umum, kebijakan-kebijakan spesifik Kemenag untuk meningkatkan pelatihan keterampilan kejuruan di MA, pemahaman prosedur akreditasi dan penilaian keterampilan serta pengalaman melaksanakan pelatihan keterampilan kejuruan. Pesertanya mencakup staf Kemenag di pusat dan daerah, staf kantor pusat Kemendikbud, perwakilan dari Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP), dan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BANS/M), dan perwakilan dari sejumlah madrasah. FGD ini sangat berguna untuk memfokuskan riset penelitian dan memberikan data dan informasi yang berguna, yang digunakan untuk memilih responden untuk wawancara dan diskusi nantinya, serta untuk membantu membingkai pilihan-pilihan kebijakan di masa depan untuk meningkatkan pelatihan keterampilan kejuruan di MA.

Tingkat Distrik

FGD dilaksanakan di 20 distrik yang tersebar di 6 provinsi. FGD memfokuskan untuk menemukan kesenjangan permintaan pekerja berketerampilan dan ketersediaan tenaga kerja berketerampilan untuk menutup kesenjangan tersebut. Peserta FGD mencakup personil madrasah (kepala sekolah, guru, siswa, alumni), bisnis dan pengusaha lokal, serta pejabat Kemenag lokal. Hasil dari FGD ini adalah berhasilnya pemetaan dan analisa kesenjangan tahap awal (yang makin didukung dengan data dan informasi yang diperoleh melalui metode-metode lain). Selain itu, sifat dan karakter sektor ekonomi lokal dan jalur menuju pendidikan lanjut yang berpotensi juga berhasil ditemukan. Proses ini menginformasikan perkembangan berbagai model untuk memperkenalkan atau meningkatkan integrasi pelatihan keterampilan di MA.

Tingkat Regional

(32)

berbagai model untuk memperkenalkan atau mengintegrasikan pengembangan keterampilan di MA.

2.3.4.Studi Lapangan Mendalam

Studi lapangan mencakup wawancara mendalam interaktif dengan informan di madrasah-madrasah yang sudah dipilih di 20 distrik di enam provinsi. Di masing-masing madrasah-madrasah terpilih, permasalahan pengembangan keterampilan dan minat industri di masing-masing sektor ekonomi distrik lokal juga menjadi pertimbangan. Penelitian ini mengikutsertakan sekitar 2-5 madrasah (baik swasta maupun negeri) di tiap distrik/kota.Diskusi formal dengan bisnis lokal, alumni, pekerja, penduduk, dan staf Kemenag lokal juga dilakukan. Wawancara dan diskusi juga didukung dengan pengamatan di madrasah dan bisnis lokal, serta ulasan informasi yang terkait dengan pengembangan keterampilan dan permintaan yang dimuat di surat kabar lokal. Selain itu, kunjungan-kunjungan tersebut juga digunaka untuk memverifikasi data yang dikumpulkan lewat kuesioner (yang dijelaskan di bagian selanjutnya). Data kuantitatif yang dikumpulkan melalui kunjungan lapangan mendalam kemudian disimpulkan dan dilaporkan dalam format “laporan kembali ke kantor” (back to office report (BOTR)). Data-data tersebut mendukung hasil FGD; data tersebut pada akhirnya digunakan dalam merancang model-model yang paling sesuai untuk pelatihan keterampilan kejuruan MA dan untuk pilihan-pilihan kebijakan yang dibuat sebagai hasil penelitian.

2.3.5.Kuesioner

Di awal penelitian, diputuskan untuk tidak menggunakan sampel acak bertingkat yang biasa; melainkan, tim penelitian akan menggunakan studi lapangan mendalam dan sampel responden akan dipilih untuk melengkapi kuesioner12. Tim penelitian ACDP 046 merancang kuesioner yang detail (dilampirkan dalam flasdisk ). Mayoritas kuesioner dikirimkan lewat email ke responden lebih awal. Dosen direkrut untuk membantu responden mengisi kuesioner jika bantuan tersebut diperlukan, menilai dokumen dari segi kelengkapan dan validitas, dan mengumpulkan dan menyerahkan dokumen yang sudah lengkap ke tim.

Staf Kemenag merekomendasikan madrasah tertentu yang saat ini menerapkan pelatihan keterampilan sesuai dengan peraturan kemenag dimasukkan dalam sampel. Setelah MA ini teridentifikasi, tim studi kemudian memilih madrasah tambahan yang tidak menjalankan pelatihan keterampilan resmi Kemenag namun berada relatif dekat dengan MA yang direkomendasikan oleh Kemenag untuk membandingkan dan membedakan kedua jenis madrasah tersebut terutama dalam hal hubungannya dengan ekonomi lokal. Begitu lokasi madrasah ditentukan, tim studi dengan bantuan kantor Kemenag setempat mengidentifikasi perusahaan untuk menyelesaikan pertanyaan. Sebanyak 65 MA dan 48 bisnis dipilih untuk melengkapi kuesioner untuk menyediakan data kuantitatif terutama yang diperlukan untuk analisis penelitian dan juga beberapa informasi kualitatif. Madrasah dan perusahaan yang dipilih untuk sampel diidentifikasi pada Tabel 2.1 dan 2.2.Responden madrasah mencakup kepala sekolah, guru, murid, dan dalam beberapa kasus tertentu, alumni. Responden dari sisi bisnis adalah pemilik atau, jika perusahaannya cukup besar, kepala bagian Sumber Daya Manusia.

Data kuantitatif diproses menggunakan komputer; hasilnya kemudian dilaporkan dalam bentuk table dan grafik yang terdapat di Bab 3 dan 4. Data kualitatif semakin mendukung data kualitatif yang dibahas di atas.

Tabel 2.1Jumlah Madrasah Responden Berdasarkan Daerah

(33)

Daerah/Provinsi Status Madrasah

MA dengan

Program Keterampilan * Total

Ya Tidak

Jawa Barat & Banten Negeri 4 3 7

Swasta 1 5 6

Negeri + Swasta 5 8 13

Jawa Tengah & Yogyakarta

Negeri 8 4 12

Swasta 3 13 16

Negeri + Swasta 11 17 28

Jawa Timur Negeri 4 1 5

Swasta 0 5 5

Negeri + Swasta 4 6 10

Sulawesi Selatan & Kalimantan Timur

Negeri 2 2 4

Swasta 2 8 10

Negeri + Swasta 4 10 14

Total 24 41 65

(*) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (SK Dirjen Pendidikan Islam) No. 4924/2016

Tabel 2.2Respondendari Industri

Jenis Industri/Bisnis

Daerah/Provinsi

Total Jawa Barat

& Banten

Jawa Tengah & Yogyakarta

Jawa Timur

Sulawesi Selatan&Kalimantan

Timur

Garmen 1 1 1 3

Industri metal 1 1

Transportasi darat 1 1

Otomotif 1 2 2 5

Event Organizer 1 1

Konveksi 3 1 1 1 6

Pendidikan 1 1 1 3

Makanan tradisional 1 2 2 1 6

Pemrosesan ikan 1 1

Percetakan 2 2

Pelatihan & industri

batik 1 1 1 1 4

Servis komputer 1 2 2 5

Pembuatan songkok 1 1

Penyuplai makanan 1 1

Kuliner (katering,

pembuatan roti & kue 2 2 2 2 8

Gambar

Gambar 1.1 Ringkasan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia No. 20/2003
Gambar 1.2Representasi Diagram KKNI dalam Hubungan Tingkat Sekolah dan Prospek Karir
Tabel 2.2Respondendari Industri
Tabel 3.1Perubahan dalam Struktur Ekonomi Formal Indonesia *
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji efektivitas model pembelajaran berbasis genre untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman peserta didik di madrasah

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini untuk menemukan model penyelenggaraan program ketrampilan di Madrasah Aliyah (MA) Daerah Istimewa

PENGEMBANGAN KARAKTER RELIGIUS SISWA MELALUI PROGRAM PEMBELAJARAN PIDATO [Studi Kasus di Madrasah Aliyah (MA) Darul Huda Wonodadi

Penelitian ini dilaksanakan di lima Madrasah Aliyah Negeri (MAN) yang terdapat di Jakarta Selatan dilaksanakan pada tanggal 2-23 Oktober 2013. Sebanyak lima guru mata

Pelaksanaan penjaminan mutu ini harus dilakukan oleh setiap lembaga pendidikan pada situs 1 Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Model 1 Manado merupakan upaya untuk memastikan

Dalam pertemuan ini disajikan pelatihan bagaimana menerapkan media audio visual untuk pembelajaran keterampilan menulis teks berita dengan menggunakan Microsoft

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul GAYA KEPEMIMPINAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PADA MADRASAH ALIYAH (MA) MUSLIMAT NU KOTA PALANGKA RAYA,

Abstract: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1) konsep program cinta lingkungan di Madrasah Aliyah Negeri 2 Model Medan, 2) usaha-usaha yang dilakukan oleh Madrasah