• Tidak ada hasil yang ditemukan

Baku Mutu Lingkungan Untuk Budidaya Laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Baku Mutu Lingkungan Untuk Budidaya Laut"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Baku Mutu Lingkungan Untuk Budidaya Laut

1.1 Budidaya Laut

Budidaya laut merupakan salah satu usaha perikanan dengan cara pengembangan sumber-dayanya dalam area terbatas baik di alam terbuka maupun tertutup. Tempat untuk budidaya laut, demikian pula untuk air tawar, harus mempunyai fasilitas alami tertentu, terutama persediaan air yang sangat cukup, dengan suhu, salinitas dan kesuburan yang sesuai (BARDACH et al. 1972 ). Dalam hal ini penting diperhatikan pula bahwa pengusaha budidaya menjalankan pengawasan melalui pemilikan, hak sewa menyewa atau cara lain untuk menjalankan pengawasan. Di Laut sistem demikian menimbulkan masalah, karena orang masih mempunyai pandangan bahwa laut adalah milik kita bersama.

Sementara itu masalah penyediaan air bagi budidaya laut tidak sulit dan bahkan tidak ada. Hal ini tentunya berbeda dengan budidaya air tawar dan air payau yang dalam banyak hal harus memperhatikan tersedianya sumber air seperti sungai, danau, atau pasang surut yang mengatur secara alami keluar-masuknya air dari laut. Namun pertama-tama sangat diperlukan adalah kualitas air yang cocok bagi kehidupan normal yang dibudidaya. HICKLING ( 1962 ) menyebutkan misalnya bahwa dalam kolam ikan, air yang bersifat netral atau basa nampak lebih produktif daripada air bersifat asam. Air laut normal selalu bersifat basa dan kondisi demikian diperlukan bagi kehidupan biota laut. Faktor-faktor lain yang mensifati kualitas air laut antaranya adalah salinitas, suhu dan kandungan oksigen.

(2)

pencemaran air yang sebagian terbawa ke laut. Demikian pula pertambahan penduduk telah pula menimbulkan pemukiman-pemukiman yang tak sehat, baik di kota maupun di pantai. Dari kegiatan penduduk yang demikian dihasilkan pula limbah rumah tangga yang ikut mencemari laut melalui sungai-sungai atau langsung.

Dari keadaan di atas maka persyaratan kualitas air untuk budidaya laut ataupun budidaya air tawar yang dimasa silam tidak melibatkan banyak parameter, sekarang harus dimasukkan pula berbagai jenis bahan pencemar sebagai pertimbangan.

Tulisan ini disajikan untuk memberikan gambaran tentang kualitas air laut yang diperlukan untuk suatu usaha budidaya laut, agar nantinya tidak timbul masalah yang menghambat usaha budidaya laut dan mempengaruhi mutu hasil yang dikehendaki.

1.2 PENGARUH FAKTOR FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP BUDIDAYA LAUT

Budidaya laut adalah budidaya biota laut yang hidup dalam air laut. Ini berarti bahwa air laut merupakan medium dimana biota laut tersebut hidup, tumbuh dan berbiak lebih baik daripada rekan-rekannya yang tidak dibudidayakan.

(3)

diberi makanan buatan dalam bentuk pelet. Seluruh sistem harus secara teliti diawasi dan dipantau. Contoh yang sudah mencapai teknologi canggih adalah pembenihan ikan trout dan salmon di Amerika Serikat dan di Eropa. Di Taiwan terdapat juga kategori ini, yakni budidaya bandeng.

Dalam kedua jenis budidaya tersebut air laut merupakan kebutuhan pokok, baik kuantitas maupun kualitas. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas air akan mempengaruhi pula keberhasilan budidaya. Beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi kualitas air dan kehidupan biota laut yang dibudidaya adalah seperti di bawah ini.

1.2.1 S u h u

Suhu merupakan faktor fisika yang penting dimana-mana di dunia. Kenaikan suhu mempercepat reaksi-reaksi kimiawi; menurut hukum van't Hoff kenaikan suhu 10°C melipat duakan kecepatan reaksi, walaupun hukum ini tidak selalu berlaku. Misalnya saja proses metabolisme akan menaik sampai puncaknya dengan kenaikan suhu tetapi kemudian menurun lagi. Setiap perubahan suhu cenderung untuk mempengaruhi banyak proses kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada jaringan tanaman dan binatang, karenanya juga mempengaruhi biota secara keseluruhan.

Hubungan antara suhu dengan waktu inkubasi telur bandeng telah ditunjukkan CHING-MING ( 1984 ) dalam pembenihan bandeng di Taiwan. Gambar 1 menunjukkan bahwa makin tinggi suhu air penetasan, makin cepat waktu inkubasi. Pada suhu 29°C waktu inkubasi 27 – 32 jam dan pada suhu 31,50 C waktu inkubasi 20,5 – 22 jam.

(4)

menimbulkan kematian atau paling tidak gangguan fisiologis biota laut. GESAMP (1984) menyatakan bahwa kisaran suhu di daerah tropis sedemikian rupa sehingga banyak organisme hidup dekat dengan batas suhu tertinggi.

Gambar 1. Hubungan antara suhu air dan waktu inkubasi (LIN) 1984 menurut CHING-MING (1984).

Telaah tentang pengaruh suhu pada biota tropis menunjukkan bahwa suhu sekitar 35° adalah kritis atau mematikan. Tabel 1 menunjukkan berbagai pengaruh kenaikan suhu pada beberapa biota laut tropis. Suhu kritis tertinggi adalah 40,5°C yang menyebabkan kematian mendadak bintang mengular (Ophiuroid) di Florida. Ikan-ikan laut di Teluk Thailand baru mati pada suhu 34–37,5°C.

Tabel 1. Pengaruh suhu terhadap beberapa biota laut tropis Jenis biota Lokasi Δ t

°C Dampak

Suhu Kritis

Bakau Florida

Selatan 5° Fotosintesa bersih bertahan -Rhizopora

mangle

Teluk Guayanila

8 – 10°

(5)

-Puerto Roco

racemosa Guam 2° Respirasi lipat dua 34°

Algae La parguera,

Puerto Rico 6° Kematian 35°

Algae Teluk Tampa,

Florida 3°

Berlawanan dengan tingkat suksesi permulaan dengan gang-gang hijau-biru

Copepoda Florida - Kematian massal 30°

Binatang

Linkya Guam - Metabolisme terganggu 36°

(6)

planci

Makrobentos Puerto Rico 5 –

10° Penghapusan

-Karang Hindia Barat - - 36°

Karang Kahe Point, Hawaii

3 – 4°

Kehilangan pigmen zoo zanthella dan mortalitas tinggi

(Sumber dari GESAMP 1984. Referans dihilangkan)

1.2.2 Salinitas

Keanekaragaman salinitas dalam air laut akan mempengaruhi jasad-jasad hidup akuatik melalui pengendalian berat jenis dan keragaman tekanan osmotik. Jenis-jenis biota perenang ditakdirkan untuk mempunyai hampir semua jaringan-jaringan lunak yang berat jenisnya mendekati berat jenis air laut biasa, sedangkan jenis-jenis, yang hidup di dasar laut (bentos) mempunyai berat jenis yang lebih tinggi daripada air laut di atasnya.

(7)

dalam sel, suatu mekanisme osmoregulasi baru terjadi setelah ada penurunan salinitas yang nyata

Cara-cara osmoregulasi meliputi perlindungan luar dari perairan sekitarnya, perlindungan membran sel, mekanisme ekskresi untuk membuang kelebihan air tawar dan sel dari badan. Kemampuan untuk menghadapi fluktuasi yang berasal dari salinitas terdapat pada kelompok-kelompok bintang beraneka ragam dari protozoa sampai ikan.

Biota estuarina biasanya mempunyai toleransi terhadap variasi salinitas yang besar (eury-halin). Contohnya Chanos chanos (bandeng), Mugil (belanak) dan Tilapia (mujair). Salinitas yang tak sesuai dapat menggagalkan pembiakan dan menghambat pertumbuhan. Kerang hijau, kerang darah dan tiram adalah jenis-jenis kerang yang hidup di daerah estuaria. Variasi salinitas alami estuaria di Indonesia berkisar antara 15–32‰. Hasil penelitian kerang hijau memberikan petunjuk bahwa salinitas yang 15‰ dapat menyebabkan kematian kerang tersebut. Keberhasilan benih kerang darah untuk menempel pada kolektor tergantung pada salinitas. Pada salinitas 18‰, keberhasilan menempel lebih tinggi. Tiram dapat hidup dalam perairan dengan salinitas yang lebih rendah daripada salinitas untuk kerang hijau dan kerang darah. Kerapu dan beronang dapat hidup di daerah estuaria maupun daerah terumbu karang. Ikan kakap hidup diperairan pantai dan muara sungai. Rumput laut hidup di daerah terumbu karang. Pada umumnya salinitas alami perairan terumbu karang di Indonesia 31‰.

1.2.3 Kekeruhan (siltasi)

Siltasi tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar matahari untuk fotosintesa.

1.2.4 Kadar oksigen terlarut

O2 terlarut diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan akuatik untuk

(8)

dapat hidup tanpa O2 (anaerobik) sama sekali; lainnya dapat hidup dalam keadaan

anaerobik hanya sebentar tetapi memerlukan penyediaan O2 yang berlimpah setiap

kali. Kebanyakan dapat hidup dalam keadaan kandungan O2 yang rendah sekali

tapi tak dapat hidup tanpa O2 sama sekali. Sumber O2 terlarut dari perairan adalah

udara di atasnya, proses fotosintese dan glycogen dari binatang itu sendiri. Air yang tak ber - O2 selalu jarang terdapat disamudera. O2 dihasilkan oleh proses

fotosintesa dari binatang dan tumbuh-tumbuhan dan diperlukan bagi pernafasan.

Menurunnya kadar O2 terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan O2

oleh biota laut, sehingga dapat menurunkan kemampuan biota tersebut untuk hidup normal dalam ling-kungannya. Kadar O2 terlarut di perairan Indonesia

berkisar antara 4,5 dan 7.0 ppm.

1.2.5 pH (derajat keasaman)

Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidak seimbangan kadar CO2 yang dapat

membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5. Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah kematian ikan, burayak, telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi produktivitas primer. Akibat tidak langsung adalah perubahan toksisitas zat-zat yang ada dalam air, misalnya penurunan pH sebesar 1,5 dari nilai alami dapat memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000 kali.

1.2.6 Unsur hara

(9)

hal kepekatan unsur “trace” menjadi penting, tapi ini terjadi sangat jarang sekali dibanding dengan di darat.

Fosfat dan nitrat dalam kepekatan bagaimanapun selalu dalam rasio yang tetap. 15 at. N : 1 at P. Rasio ini cenderung tetap dalam fito dan zooplankton. Hanya dalam keadaan tertentu rasio dalam air berubah.

PO4 : P bisa oerada dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik.

Keduanya dalam bentuk butiran dan larutan. Dalam jaringan hidup terutama dalam bentuk senyawa organik dan dilepaskan kembali ke air sebagai kotoran maupun bangkai dalam bentuk butiran atau larutan. Umumnya kekurangan fosfat dalam laut mempengaruhi fotosintesa dan pertumbuhan sama besarnya.

NO3 : Samudera mendapatkan dari udara bukan saja N tetapi juga NO3.

Seperti halnya PO4, pertumbuhan dan fotosintesa dari tumbuh-tumbuhan laut

(fitoplankton dan alga bentik) dibatasi oleh kepekatan NO3 dalam air.

Selain unsur-unsur hara tersebut, diatom mengambil sejumlah besar Si dari laut dan kekurangan kandungan Si dapat menjadi faktor pembatas di perairan tertentu. Faktor-faktor lingkungan lain yang penting diperhatikan adalah penyinaran matahari, gelombang dan arus.

1.2.7 Penyinaran

Sinar mempunyai arti penting dalam hubungannya dengan beraneka gejala, termasuk penglihatan, fotosintesa, pemanasan dan perusakan aktinik. Mata adalah sensitip terhadap kekuatan sinar yang berbeda-beda. Binatang-binatang mangsa mudah mengetahui pemangsanya pada terang bulan daripada gelap bulan.

(10)

sinar-sinar dengan spaktrum hijau dan biru. Karena sifat sinar yang masuk air, spektrum merah lebih banyak diserap air dalamperjalanan ke bawah air.

Pada kebanyakan tanaman, sinar matahari penuh terlalu kuat dan bahkan mungkin letal. Untuk fotosintesa optimum sinar adalah kurang dari sinar matahari penuh. Pengaruh panas sinar matahari terhadap lingkungannya hanya penting di mintakat litoral (pasang-surut). Kerena air dalam bagian merah dari spektrum cepat diserap. Tapi masih belum diketahui apakah pengaruh sinar di tempat dangkal ini akibat kenaikan suhu atau pengeringan.

Sinar punya pengaruh buruk juga yakni violet dan ultra ungu di spektrum. Diantara reaksi fotokimia yang menyangkut pengaruh ini adalah pemecahan dengan cepat vitamin-vitamin-tertentu dengan adanya sinar. Sinar ultra violet cepat sekali diserap oleh air sehingga menjadi tidak penting.

1.2.8 Gelombang

Secara ekologis gelombang paling penting di mintakat pasang surut. Di bagian yang agak dalam pengaruhnya mengurang sampai ke dasar, dan di perairan oseanik ia mempengaruhi pertukaran udara dan agak dalam.

Gelombang ditimbulkan oleh angin, pasang-surut dan kadang-kadang oleh gempa bumi dan gunung meletus (dinamakan tsunami). Gelombang mempunyai sifat penghancur. Biota yang hidup di mintakat pasang surut harus mempunyai daya tahan terhadap pukulan gelombang. Gelombang dengan mudah menjebol alga-alga dari substratanya. Ia diduga juga mengubah bentuk karang-karang pembentuk terumbu. Gelombang mencampur gas atmosfir ke dalam permukaan air sehingga memulai proses pertukaran gas.

1.2.9 A r u s

(11)

tumbuh di daerah itu dan partikel-partikel dalam suspensi dapat menghasilkan pengikisan. Di perairan dengan dasar lumpur, arus dapat mengaduk endapan lumpur-lumpuran sehingga mengakibatkan kekeruhan air dan mematikan binatang. Juga kekeruhan yang diakibatkan bisa mengurangi penetrasi sinar matahari, dan karenanya mengurangi aktivitas fotosintesa. Manfaat dari arus bagi banyak biota adalah menyangkut penambahan makanan bagi biota-biota tersebut dan pembuangan kotoran-kotorannya. Untuk algae kekurangan zat-zat kimia dan CO2 dapat dipenuhi. Sedangkan bagi binatang CO2 dan produk-produk sisa dapat

disingkirkan dan O2 tetap tersedia. Arus juga memainkan peranan penting bagi

penyebaran plankton, baik holoplankton maupun meroplankton. Terutama bagi golongan terakhir yang terdiri dari telur-telur dan burayak-burayak avertebrata dasar dan ikan-ikan. Mereka mempunyai kesempatan menghindari persaingan makanan dengan induk-induknya terutama yang hidup menempel seperti teritip (Belanus spp) dan kerang hijau (My tilus viridis).

Pada kira-kira 1½ dekade yang lalu faktor-faktor lingkungan yang diuraikan di atas cukup untuk diperhatikan dalam menilai kualitas air untuk budidaya laut. Akan tetapi dengan cepatnya pertambahan penduduk dan digalakkannya industrialisasi di negara kita, maka dalam sepuluh tahun terakhir ini telah timbul pencemaran air dan pencemaran laut, karena masuknya limbah industri dan limbah rumah tangga yang tak terkendalikan ke dalam lingkungan akuatik.

Sekarang dalam menilai kualitas air untuk budidaya tidak cukup hanya memperhatikan faktor-faktor yang telah diuraikan. Bahan-bahan pencemar yang dapat menurunkan kualitas air harus diperhatikan. Bahan-bahan pencemar tersebut yang dapat menurunkan kualitas air dan membahayakan kehidupan biota laut diterangkan di bawah ini yang dihimpun dari KLH (1984).

1.2.10 Bakteri

(12)

tubuh biota, terutama pada saluran pencernaannya. Berbeda dengan jenis-jenis ikan, jenis-jenis kerang yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan adalah seluruh bagian tubuhnya yang lunak, termasuk saluran pencernaannya. Oleh karena itu kemungkinan penularan bakteri dan virus patogen melalui jenis-jenis kerang lebih besar dibandingkan melalui ikan. Dengan demikian jumlah E. coli dalam air untuk budidaya kerang lebih diperhatikan dari pada dalam air untuk budidaya ikan dan rumput laut yang tidak dimakan mentah. Escherichia coli ( E. coli ) yang kadarnya 1000/100 ml dapat memberi petunjuk adanya bakteri patogen.

1.2.11 Senyawa - Senyawa fenol

Limbah senyawa fenol dalam perairan dapat merugikan karena :

1. Menimbulkan keracunan pada ikan dan biota yang menjadi makanannya. 2. Menguras oksigen dalam air. Hal ini disebabkan penguraian

senyawa-senyawa fenol oleh mikro - organisme membutuhkan jumlah oksigen yang banyak.

3. Menimbulkan rasa tak sedap pada daging ikan.

Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam air laut berasal dari limbah rumah tangga, industri dan pertanian. Senyawa-senyawa fenol pada kadar yang tinggi dapat bersifat toksik, tetapi masalah utama yang dapat ditimbulkan adalah rasa dan bau. Air yang mengandung fenol = 0,001 ppm tidak mempunyai rasa dan bau, tetapi fenol pada kadar tersebut sangat sukar untuk dideteksi.

1.2.12 Pestisida

(13)

organoklorin umumnya sama, hanya berbeda dalam tingkat keparahan. Dalam kasus-kasus ringan, dapat menimbulkan sakit kepala, pusing-pusing, iritasi yang berlebihan (hyperirritability) dan rasa cemas. Dalam kasus-kasus berat, dapat menimbulkan fasikulasi otot yang merambat dari kepala, tangan dan kaki, diikuti dengan kejang-kejang yang akhirnya dapat menimbulkan kematian.

1.2.13 Polychlorinated Biphenyls (PCB)

Polychlorinated Biphenyls terdiri dari senyawa-senyawa bifenil yang mengandung l sampai 10 atom klor, sukar larut dalam air, mudah larut dalam lemak, minyak dan pelarut-pelarut non solar lainnya. PCB sukar mengalami penguraian, baik karena pengaruh panas maupun secara biologis. Ia mempunyai sifat dan struktur kimia yang hampir sama dengan pestisida. PCB dapat menyebabkan kulit terluka dan menaikkan aktivitas enzim-enzim hati yang mempunyai efek sekunder pada proses reproduksi (reproductive processes). Senyawa-senyawa PCB dapat bersifat “lethal” bagi organisme perairan. Organisme laut lebih sensitif terhadap senyawa-senyawa PCB dibanding organisme air tawar. Mereka dapat menaikkan aktivitas enzim-enzim hati yang mengurangi steroid, termasuk hormon kelamin.

1.2.14 Logam berat

Secara alamiah unsur-unsur logam berat terdapat di alam, namun dalam jumlah yang sangat rendah. Dalam air laut kandungan logam berat berkisar antara 10-5 - 10-2 ppm. Pada umumnya logam berat dibutuhkan oleh organisme hidup

(14)

tersebut, seperti pH, salinitas, suhu, DO dan adanya faktor sinergis dan antagonis dari beberapa unsur dan lain-lainnya.

1.2.15 Radio - nuklida

Radionuklida adalah unsur-unsur yang dapat memancarkan sinar-sinar radioaktif. Radionuklida yang memancarkan sinar α dan β sangat berbahaya bagi jaringan tubuh. Radionuklida ini bisa terdapat dalam air dan dapat terakumulasi dalam tubuh manusia, menyebabkan beberapa jenis penyakit, seperti kanker tulang dan leukemia.

1.2.16 Chemical Oxygen Demand ( COD )

Merupakan ukuran akan banyaknya zat-zat organik yang terdapat dalam suatu perairan. Zat-zat organik yang terdapat dalam air laut :

1. berasal dari alam atau buangan domestik, industri dan pertanian.

2. ada yang mudah diuraikan dan ada yang sukar diuraikan oleh mikroorganisme

3. umumnya bersifat toksik, sehingga membahayakan kehidupan organisme perairan.

1.2.17 BOD5

BOD5, yakni banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk

menguraikan zat organik yang terdapat dalam air selama 5 hari, menggambarkan banyaknya zat organik mudah terurai oleh kegiatan biokimia dalam suatu perairan. Air dengan nilai BOD yang tinggi kurang baik untuk budidaya.

1.2.18 Senyawa organik

NH3-. Toksisitas NH3 dalam air laut lebih tinggi dibandingkan dalam air tawar.

(15)

H2S- Gas H2S yang terdapat dalam air laut berasal dari limbah perkotaan dan

industri. Disamping itu juga berasal dari hasil proses penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme. Toksisitas H2S tergantung pada pH air laut.

Semakin rendah pH air laut semakin tinggi toksisitas H2S. Pada kadar

0.05 ppm sudah bersifat fatal bagi organisme-organisme yang sensitif seperti ikan “trout” (ikan forel).

CN- Radikan sianida banyak terdapat dalam limbah industri. Toksisitas sianida

sangat dipengaruhi oleh oksigen terlarut, pH dan temperatur perairan. Dalam bentuk bebas (HCN dan CN ) sangat beracun. Pada kadar 0,01 ppm sudah bersifat fatal bagi beberapa jenis ikan yang sensitif.

1.2.19 W a r n a

Air laut berwarna karena proses alami, baik yang berasal dari proses biologis maupun non-biologis. Produk dari proses biologis dapat berupa humus, gambut dan lain-lain, sedangkan produk dari proses non-biologis dapat berupa senyawa-senyawa kimia yang mengandung unsur Fe, Ni, Co, Mn, dan lain-lain. Selain itu perubahan warna air laut dapat pula disebabkan oleh kegiatan manusia yang menghasilkan limbah berwarna. Air laut dengan tingkat warna tertentu/dapat mengurangi proses fotosintesa serta dapat menganggu kehidupan biota akuatik terutama fitoplankton dan beberapa jenis bentos.

1.2.20 Minyak bumi

Minyak bumi lebih ringan daripada air laut dan di permukaan laut minyak ini menyebar. Kecepatan penyebaran tergantung pada volume dan viskositas. Ketebalan lapisan minyak bumi yang tertumpah di laut dapat berkisar antara 3 – 300 m. Sebanyak 10.000 ton minyak dapat menyebar dengan radius antara 55 mm sampai 5 ½ km (WISAKSONO 1978).

(16)

laut. Minyak bumi dapat tenggelam di dasar laut oleh penguapan di permukaan air sehingga tertinggal fraksi-fraksi yang lebih berat dari air laut. Selain itu suhu, salinitas, pH, angin, reaksi dengan zat-zat lain dapat pula merubah berat jenis.

Tumpahan minyak di laut dapat mempengaruhi biota laut atau pantai langsung maupun tidak langsung. Kecelakaan tanker “Torry Canyon” di British Channel pada tahun 1967 telah menyebarkan minyak ke pantai Cornwall, Inggris, dan membunuh banyak burung-burung penyelam. Minyak tersebut telah menyebabkan ikan-ikan tak termakan karena bau minyak. Baru 6 minggu sesudahnya bau itu hilang. Jika kontaminasi minyak tidak terlalu lama maka pengaruh letal menjadi kurang penting.

Dalam minyak bumi terdapat berbagai jenis logam seperti Vanadium Nikel, Tembaga, besi, Seng, Titan dan lain-lainnya yang kadarnya bervariasi sampai ratusan ppm. Dalam kadar tinggi dapat beracun.

1. 3 PERSYARATAN KUALITAS AIR UNTUK BUDIDAYA LAUT

Dampak negatif dari faktor-faktor lingkungan, khususnya yang diakibatkan oleh zat-zat pencemar, terhadap kehidupan biota laut, terutama yang dibudidayakan, memaksa kita untuk menentukan persyaratan persyaratan kualitas air yang nampaknya cukup rumit dan kadang-kadang sulit untuk dipenuhi.

DITJEN PERIKANAN (1982) telah menerbitkan petunjuk teknis budidaya laut untuk berbagai jenis biota. Tercantum didalamnya persyaratan kualitas air yang terdiri dari 6 parameter (Tabel 2).

(17)

1. DO (mg/1) 3 – 8 - 2 – 8 2 – 8 3 – 8

2. pH 6,5 – 9 - 6,5 – 9 6,5 – 9 6,5 – 8

3. Salinitas

(5‰) 26 – 35

30 –

31 18 – 30 15 – 35 32

4. Suhu (°C) 15 – 32 20 –

29 15 – 31 15 – 32 27 – 30

5. Nitrat

(mg/1) 2,5 – 3 - 1,5 – 3 1,5 – 3

-6. Phosphat

(mg/1) 0,5 – 1 - 0,5 – 1 0,5 – 1

-Parameter Ikan Beronang Ikan Kerapu Ikan Kakap Dept. Pertanian Dept. Pertanian Dept. Pertanian

1. DO (mg/1) 4 – 8 4 – 8 4 – 8

2. pH 6,5 – 8 6,5 – 8 6,5 – 8

3. Salinitas (‰) 25 – 31 25 – 30 15 – 30

4. Suhu (°C) 25 – 32 25 – 32 25 – 32

5. Nitrat (mg/1) 1,0 – 3,2 0,9 – 3,2 0,9 – 3,2

6. Phosphat (mg/1) 0,2 – 0,5 0,2 – 0,5 0,2 – 0,5

(18)

Tabel 3. Baku Mutu Air Laut untuk Budidaya biota laut

Parameter Satuan Nilai

Fisika

1. Suhu °C ±2° variasi

alami

2. Warna CU ≤50

3. B a u - alami

4. Kecerahan/secchi m alami

5. Kekeruhan JTU ≤30

6. Sampah terapung -

-7. Minyak mineral - tidak ada lapisan minyak

Kimia

1. pH - 6,5–8,5

2. Salinitas 18–32/±10

variasi alami

3. Daya hantar listrik umho/cm ±10 variasi alami

4. BOD5 mg/1 ≤6,0

5. COD mg/1 ≤11

6. Nilai Permanganat mg/1 ≤9,0

7. N - NH3 mg/1 ≤0,30

8. p PO3 mg/1 Luwes

9. N - NO3 mg/1 Luwes

10. H2S mg/1 ≤0,01

11. Sianida mg/1 ≤0,01

12. Senyawa mg/1 ≤0,02

13. Hidrokarbon

minyak mineral total ≤2

14. Oksigen terlarut mg/1 ≤5

(19)

Aldrin ≤0,01

Klordan ≤0,01

Parameter

DDT ≤0,02

Dieldrin ≤0,05

Endrin ≤0,002

Heptaklor ≤0,01

Metoksiklor ≤0,005

Roksafen ≤0,02

Lindan ≤0,02

Organofosfat ≤0,100

Karbamat ≤0,100

16. PCB mg/1 seangin

17. Detergen

MBAS mg/1

18. Logam/semi

Logam mg/1

Hg ≤0,003

Pb ≤0,01

AS ≤0,01

Cd ≤0,01

Cr ≤0,01

Se

-Zn

-Ag

-Ni ≤0,002

Radio-nuklida pCi/1

≤1 ≤1000

Sr - 90 ≤1

(20)

Biologi

MPN E. coli cel/100 ml ≤1000

patogen nihil

KESIMPULAN

Usaha budidaya laut selalu dilakukan di perairan dekat darat, baik di pulau maupun di pantai, agar mudah dilakukan pengawasan. Tersedianya perairan yang bersih dan subur banyak ditentukan oleh ada tidaknya kegiatan-kegiatan manusia di sektor lain di laut maupun di darat. Kegiatan-kegiatan pelayaran, rekreasi dan pertambangan di perairan pantai dapat menurunkan kualitas air laut sehingga tidak layak untuk budidaya. Demikian pula kegiatan-kegiatan industri pertanian dan pemukiman di darat yang menghasilkan limbah yang dapat terangkut oleh sungai-sungai besar maupun kecil ke laut mengancam kebersihan dan kesuburan dan kesuburan perairan pantai sehingga tidak layak untuk budidaya.

Di perairan pantai yang masih jauh dari kegiatan manusia di darat maupun di laut kondisi perairan masih relatif bersih. Namun dengan pesatnya pembangunan di Indonesia keadaan semacam itu sering tidak bertahan lama. Perairan yang telah diperuntukkan bagi budidaya yang semula bersih dan subur terpaksa harus mengalami tekanan pada lingkungan, baik yang berasal dari kegiatan-kegiatan manusia di sebelah menyebelah perairan maupun di darat.

Untuk menjaga kelestarian usaha budidaya laut, karenanya menjaga pula kelestarian kualitas dan kesuburan air yang diperlukan, maka sedini mungkin perlu diambil langkah-langkah pencegahan sebagai berikut :

(21)

2.Untuk meyakinkan para pembudidaya laut tentang layaknya kualitas air laut yang dijaga, maka perlu diadakan pemantauan kondisi perairan untuk budidaya laut.

DAFTAR PUSTAKA

BIROWO, S. 1983 - Hydro-oceanographic condition of the Sunda Strait : A

reviev Kertas Kerja untuk Symposium 100 th Krakatau 1883 – 1983, Jakarta,

23 – 27 Agustus 1983 : 8 hal.

BARDACH, J.E. ; J.H. RYTHER and W.O. Mc LARNEY 1972 - Aquaculture. The farming and Khusbandry of veshwater and marine organisms. John Wiley & Sons. Inc; New York : 868 pp.

DIREKTORAT JENDRAL PERIKANAN 1982 - Petunjuk teknis budidaya laut

DIT- JEN PERIKANAN, Jakarta : 24 hal.

ENVIRONMENTAL PROTECTION AGENSY 1973 - Water Quality Criteria ; a

report of the Committee on Water Quality Criteria. EPA, Washington D.C.

KANTOR MENTERI NEGARA KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN HIDUP 1984. Bahan penyusunan RPP baku mutu air laut untuk mandi dan renang, biota laut, dan budidaya biota laut; Lokakarya Buku Mutu Lingkungan Laut, Bogor, 23 – 25 Februari 1984.

WISAKSONO, W. 1978 - Kegiatan-Kegiatan industri minyak bumi di lepas pantai dan laut dalam hubungannya dengan soal-soal biologi. Kertas kerja

pada Seminar Biologi II, Ciawi, 18–20 Februari 1970:20 pp.

(22)

Gambar

Tabel 1. Pengaruh suhu terhadap beberapa biota laut tropis
Tabel 2. Persyaratan Kualitas Air untuk Budidaya Laut (Sumber Direktorat
Tabel 3. Baku Mutu Air Laut untuk Budidaya

Referensi

Dokumen terkait