• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Penerapan Peraturan Menteri Komun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dampak Penerapan Peraturan Menteri Komun"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Dampak Penerapan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016

Terhadap Pemenuhan Kewajiban Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi

Para Penyelenggara Telekomunikasi

Ria Fistarini

Manajemen Telekomunikasi, Program Magister Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Dosen : DR Ir Iwan Krisnadi MBA

Abstrak

Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai regulator yang mempunyai tugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang komunikasi dan informatika mempunyai peranan penting dalam perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia. Di samping itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika yang di dalam Undang-Undang memiliki kewajiban untuk mengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak di sektor telekomunikasi, juga harus menetapkan suatu aturan dan kebijakan yang tidak merugikan negara. Dengan mempertimbangkan dua hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika harus dapat menetapkan regulasi dengan menjaga keseimbangan antara kepentingan negara dan kepentingan industri telekomunikasi. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation, merupakan sebuah produk hukum yang diterbitkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan mempertimbangan aspek keadilan, baik keadilan bagi negara maupun keadilan bagi pelaku industri telekomunikasi.

Keyword: Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi, Peraturan Menteri

Abstract

Ministry of Communications and Information Technology as a regulator that has a duty to carry out government affairs in the field of communication and informatics has an important role in the development of the telecommunications industry in Indonesia. In addition, the Ministry of Communications and Information Technology in the Act has an obligation to manage Non-Tax State Revenue in the telecommunications sector, also must establish a rule and policies that do not harm the state. Considering these two matters, the Ministry of Communications and Information

Technology should be able to establish regulations by maintaining a balance between the interests of the state and the interests of the telecommunications industry. Regulation of the Minister of Communication and Information Technology Number 17 of 2016 on the Implementation Guidance of Tariffs on Non-Tax State Revenue from Telecommunication Service Charges and the Contribution of Universal Service Obligation is a legal product issued by the Ministry of Communication and Informatics by considering the aspects of justice, both justice for the state and justice for the telecommunications industry.

I. Pendahuluan 1. Latar Belakang

Sektor telekomunikasi merupakan sektor yang vital pada saat ini. Perkembangan zaman serta kemajuan teknologi telah menempatkan

(2)

dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan

Informatika mempunyai tugas

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika untuk

membantu Presiden dalam

menyelenggarakan pemerintahan negara. Sebagai instansi yang ditunjuk oleh Presiden untuk mengatur penyelenggaraan komunikasi dan informatika, maka Kementerian Komunikasi dan Informatika memiliki kewajiban untuk menyusun dan menetapkan regulasi dan kebijakan di bidang komunikasi dan informatika, termasuk juga untuk menetapkan regulasi untuk Penerimanaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor telekomunikasi. Hal ini juga sejalan dengan amanat Undang-Undang 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, dimana Kementrian Komunikasi dan Informatika selaku instansi pemerintah yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan telekomunikasi maka mempunyai kewajiban dalam melaksanakan penagihan atau memungut PNBP di sektor telekomunikasi.

Penyelenggaraan telekomunikasi ini diatur dalam Undang-Undang Noor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi sebagai peraturan turunannya. Dalam peraturan tersebut diatur bahwa seluruh penyelenggara telekomunikasi memiliki kewajiban untuk membayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi kepada Negara. BHP Telekomunikasi ini merupakan salah satu PNBP di sektor telekomunikasi yang ditetapkan dengan Undang-Undang tersendiri. Pelaksanaan tugas dan fungsi dalam melakukan penagihan dan penyusunan regulasi dan kebijakan di bidang BHP Telekomunikasi merupakan tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun

2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Seiring dengan perkembangan tekonologi, sektor telekomunikasipun mengalami banyak perkembangan. Hal tersebut mendorong industri untuk mengembangkan usahanya serta menyesuaikan usahanya dengan kebutuhan pasar. Hal ini akhirnya mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan-perubahan dalam regulasi dan kebijakan, dimana regulasi tersebut harus diselaraskan dengan perkembangan industri yang dinamis. Begitu juga dengan regulasi yang mengatur tentang mekanisme pengenaan dan penagihan PNBP BHP Telekomunikasi, harus disesuaikan dan diselaraskan dengan kebutuhan dan perkembangan industri. Hal tersebut tentu saja dalam rangka meningkatkan pertumbuhan industri dan juga kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban BHP Telekomunikasi. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, yang dalam hal ini memiliki kewajiban untuk menetapkan regulasi dan kebijakan di bidang PNBP BHP Telekomunikasi, telah melakukan beberapa kali perubahan regulasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika. Adapun perubahan terakhir Peraturan Menteri dimaksud yang merupakan regulasi yang berlaku pada saat ini adalah Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation.

2. Tujuan Penelitian

Dalam praktek di lapangan, setiap regulasi atau kebijakan tentu saja mengalami hambatan ataupun kendala dalam pengaplikasiannya. Oleh sebab itu diperlukan adanya pengevaluasian dalam setiap pengimplementasian setiap regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah. Adapun tujuan penelitian ini adalah,Antara lain:

(3)

Telekomunikasi, yang meliputi beberapa aspek, Antara lain:

1) Dampak terhadap kepatuhan penyelenggara telekomunikasi dalam

pemenuhan kewajiban BHP

Telekomunikasi

2) Dampak terhadap perkembangan usaha penyelenggara telekomunikasi

3) Dampak terhadap keuangan negara b. Mengevaluasi pengimplementasian

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016 guna mendapatkan masukan-masukan yang nantinya dapat menjadi acuan untuk perubahan regulasi selanjutnya.

II.Penyelenggaraan Telekomunikasi

Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggara-nya telekomunikasi. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang 36 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000, penyelenggaraan telekomunikasi terbagi atas dua, yaitu:

1. Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi

Penyelenggaraan Jaringan

Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.

Penyelenggaraan jaringan

telekomunikasi terdiri dari, antara lain:

a. Penyelenggaraan jaringan tetap, yang meliputi:

1) Penyelenggaraan jaringan tetap lokal 2) Penyelenggaraan jaringan tetap

sambungan langsung jarak jauh

3) Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan langsung internasional 4) Penyelenggaraan jaringan tetap

tertutup

b. Penyelenggaraan jaringan bergerak, yang meliputi:

1) Penyelenggaraan jaringan bergerak teresterial

2) Penyelenggaraan jaringan bergerak seluler

3) Penyelenggaraan jaringan bergerak satelit

2. Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi

Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri dari:

a. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar b. Penyelenggaraan jasa nilai tambah

teleponi

c. Penyelenggaraan jasa multimedia

Setiap Badan Usaha yang ingin menyelenggarakan usaha di bidang telekomunikasi harus memiliki izin penyelenggaraan telekomunikasi yang diterbitkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan setiap penyelenggara telekomunikasi tersebut memiliki kewajiban untuk membayar BHP Telekomunikasi.

III. BHP Telekomunikasi

(4)

pembayaran pada tanggal 30 April tahun berikutnya.

Dalam pengelolaan PNBP BHP Telekomunikasi, setiap tahunnya Kementerian Komunikasi dan Informatika menetapkan target penerimaan. Target tersebut mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Pencapaian target atas realisasi penerimaan PNBP BHP Telekomunikasi merupakan salah satu indikator dalam penilaian kinerja Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika.

Tabel 3.1 Target dan Realisasi PNBP BHP Telekomunikasi Tahun 2010 - 2016

No. Tahun Tarif Target (Rp) Realisasi (Rp) %

1 2010 0,5% 571.106.793.164 574.012.245.634 100,51

2 2011 0,5% 589.810.355.061 599.972.916.682 101,72 3 2012 0,5% 598.541.911.405 660.259.148.536 110,31

4 2013 0,5% 649.623.637.561 739.517.460.910 113,84 5 2014 0,5% 734.032.937.781 785.968.297.035 107,08 6 2015 0,5% 892.755.572.803 961.972.437.107 107,75 7 2016 0,5% 922.538.239.987 983.954.389.558 106,66

Sumber Data: Direktorat Pengendalian Pos dan Informatika

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, seiring berkembangnya teknologi, industri telekomunikasipun melahirkan inovasi-inovasi yang memungkinkan bagi pelaku bisnis untuk mengembangkan usahanya dengan berbagai macam pola bisnis yang tentu saja dapat menyokong bisnis mereka. Hal ini menjadi salah satu dasar dilakukannya perubahan regulasi di bidang BHP Telekomunikasi tersebut, dengan harapan lahirnya regulasi baru tersebut dapat mendukung dunia industri telekomunikasi dan para penyelenggara tidak merasa dirugikan dengan adanya regulasi yang mewajibkan mereka menyetorkan sebagian dari pendapatan yang mereka peroleh dari usaha mereka.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016 merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 45 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation Dalam perubahan Peraturan Menteri ini terdapat beberapa hal yang mendasar yang diatur berbeda dengan peraturan sebelumnya. Dengan

adanya perubahan ini diharapkan para penyelenggara telekomunikasi dapat mengikuti dinamisme industri yang tengah berkembang. Selain itu dengan adanya perubahan Peraturan Menteri ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan para penyelenggara telekomunikasi dalam pemenuhan kewajiban PNBP BHP Telekomunikasi.

IV.Metode Penelitian

Metode yang digunakan penulis adalah dengan menganalisa perbedaan antara muatan materi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016 dengan Peraturan Menteri sebelumnya serta menganalisa data-data serta fakta yang terjadi di lapangan yang ada guna dapat menilai dampak-dampak atas pemngimplementasiannya serta menganalisa kendala-kendala yang terjadi di lapangan.

V. Pembahasan 1. Analisa Regulasi

(5)

Muatan Materi Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2012

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016

Pendapatan yang tidak diperhitungkan sebagai

pendapatan yang

dikenakan BHP

Telekomunikasi

Dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2012 mengatur

adanya pendapatan yang tidak

diperhitungkan sebagai pendapatan yang tidak dikenakan BHP Telekomunikasi yaitu: a. penyewaan gedung dan kendaraan; b. jasa konsultansi dan pendampingan; c. jasa konstruksi dan pembangunan

g. usaha lain diluar penyelenggaraan telekomunikasi.

Akan tetapi endapatan-pendapatan tersebut dapat diterima sebagai pendapatan yang tidak diperhitungkan sebagai pendapatan kotor sepanjang tidak terkait dengan layanan telekomunikasi atau bukan merupakan bagian dari paket penyediaan layanan telekomunikasi (bundling).

Dengan kata lain apabila pendapatan-pendapatan tersebut bundling atau masih terkait dengan layanan telekomunikasi maka akan dihitung sebagai pendapatan yang dikenakan BHP Telekomunikasi

Dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016 mengatur adanya pendapatan yang tidak diperhitungkan sebagai pendapatan yang tidak dikenakan BHP Telekomunikasi yaitu:

a. penjualan dan penyewaan properti dan kendaraan;

b. penjualan dan penyewaan barang dan jasa non telekomunikasi;

c. penjualan alat dan perangkat telekomunikasi;

d. penyewaan perangkat telekomunikasi yang bukan merupakan bagian dari layanan telekomunikasi berdasarkan izin yang diperolehnya dan tanpa adanya

perangkat tersebut layanan

telekomunikasi tetap dapat diberikan; e. penjualan dan penyewaan ruang (space)

menara dan saluran pipa (ducting); f. jasa konsultansi dan pendampingan; g. jasa konstruksi dan pembangunan

infrastruktur;

h. jasa integrasi dan aplikasi;

i. jasa instalasi perangkat di luar aktivasi layanan penyelenggaraan telekomunikasi yang disediakan penyelenggara telekomunikasi;

j. pendapatan dari iklan digital yang disalurkan melalui laman (website) penyelenggara telekomunikasi;

k. pendapatan dari nilai transaksi pengiriman uang dan usaha uang elektronik (e-money) yang diselenggarakan oleh penyelenggara telekomunikasi; dan/atau

l. pendapatan lain di luar penyelenggaraan telekomunikasi selain huruf a sampai dengan huruf k yang bukan merupakan bagian dari layanan telekomunikasi berdasarkan izin yang diperolehnya.

Pendapatan tersebut dapat diterima sebagai pendapatan yang tidak dikenakan BHP Telekomunikasi apabila dicatat terpisah pada akun tersendiri.

Pada Peraturan Menteri tidak lagi mempermasalahan bundling, akan tetapi lebih ditekankan pada pemisahan pencatatannya.

Pengenaan Sanksi

Administratif

Dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2012 mengatur pengenaan sanksi administrative kepada yang tidak melakukan pembayaran, yakni teguran tertulis paling banyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu masing-masing 1 (satu) bulan dan sanksi pencabutan izin dalam hal teguran tertulis tidak diindahkan.

(6)

teguran tertulis paling banyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu masing-masing 7 (tujuh) hari kerja dan sanksi pencabutan izin dalam hal teguran tertulis tidak diindahkan.

Dari analisa tersebut diatas, jelas telihat bahwa ketentuan yang ada dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016 lebih jelas dan lebih tegas dibandingkan Peraturan Menteri sebelumnya.

2. Dampak terhadap kepatuhan penyelenggara telekomunikasi

Dengan penerapan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016. Berdasarkan data pada Direktorat Pengendalian Pos dan Informatika, dengan diterapkannya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016 yang mulai diberlakukan untuk pembayaran BHP Telekomunikasi tahun buku 2016 yang penagihannya dilakukan pada tahun 2017, kepatuhan penyelenggara terhadap pemenuhan kewajiban BHP Telekomunikasi meningkat, antara lain:

a. Kepatuhan dalam pembayaran kewajiban BHP Telekomunikasi

Dengan adanya perubahan terhadap pendapatan yang dikenakan BHP Telekomunikasi dan pengenaan sanksi yang lebih tegas pada Peraturan Menteri Nomor 17 Tahun 2016 meningkatkan kepatuhan penyelenggara dalam

melakukan pembayaran BHP

Telekomunikasi

Jumlah Penyelenggara yang Tidak Melakukan

Pembayaran BHP Telekomunikasi Tahun 2015 – 2017.

Sumber data: Direktorat Pengendalian Pos dan Informatika

b. Kepatuhan dalam penyampaian dokumen BHP Telekomunikasi

Dengan pengenaan sanksi yang lebih tegas bagi yang tidak menyampaikan dokumen BHP Telekomunikasi pada Peraturan

Menteri Komunikasi Nomor 17 Tahun 2016, terjadi peningkatan kepatuhan yang sangat signifikan. Sebelum ditetapkan Peraturan Menteri ini tercatat sebanyak 42 penyelenggara tidak memenuhi kewajiban

penyampaian dokumen BHP

Telekomunikasi, namun dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini penyelenggara yang tidak memenuhi kewajiban penyampaian dokumen BHP Telekomunikasi hanya sebanyak 2 penyelenggara yang telah diberiksan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan rekomendasi pencabutan izin penyelenggaraan.

Usulan Pencabutan Izin Penyelenggaraan Telekomunikasi Tahun 2015 – 2017

2015 2016 2017

36 30 7

Sumber Data: Direktorat Pengendalian Pos dan Informatika

Data data diatas, terlihat bahwa kepatuhan penyelenggara telekomunikasi atas pemenuhan kewajiban PNBP BHP Telekomunikasi mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 76,67%.

3. Dampak terhadap perkembangan usaha penyelenggara telekomunikasi.

Dengan diterapkannya Peraturan Menteri Komunikasi Nomor 17 Tahun 2016, memungkinkan bagi penyelenggara untuk mengembangkan usahanya tanpa ada kekhawatiran bahwa pendapatan yang dia

0 10 20 30 40

2015 2016 2017

2015 2016 2017

(7)

peroleh dari usaha lain tersebut akan dikenakan BHP Telekomunikasi.

4. Dampak terhadap keuangan Negara

Dengan diterapkannya Peraturan Menteri Komunikasi Nomor 17 Tahun 2016, maka akan sedikit berdampak terhadap penerimaan negara. Adanya pendapatan yang dikeluarkan dari perhitungan besaran BHP Telekomunikasi yang harus dipenuhi oleh penyelenggara tentu saja akan mengurangi nilai yang harus mereka bayarkan. Berdasarkan hasil analisa Direktorat Pengendalian Pos dan Informatika, dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016, diprediksi akan terjadi penurunan penerimaan BHP Telekomunikasi hampir sebesar Rp.40.000.000.000,-. Namun dengan tingkat pertumbuhan industri telekomunikasi yang mencapai 10% diaharapkan tidak terjadi penurunan PNBP dari BHP Telekomunikasi.

5. Kendala-kendala

Dalam penerapan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016 masih ditemui kendala-kendala di lapangan, terutama permasalahan yang terkait dengan regulasi teknis.

VI.Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan

Apabila dibandingkan dengan regulasi sebelumnya, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17 Tahun 2016 lebih detil dan lebih tegas dalam memuat aturan-aturan mengenai pengenaan BHP Telekomunikasi dan pengenaan sanksinya. Dengan ditetapkannya Peraturan menteri ini, berdampak terhadap peningkatan kepatuhan penyelenggara dalam pemenuhan kewajiban BHP Telekomunikasi. Selain itu, dengan adanya ketegasan dalam peraturan ini juga membuka kesempatan bagi penyelenggara untuk mengembangkan bisnis usahanya sehingga penyelenggara dapat lebih inovatif dalam menjalankan usahanya. Dengan diterapkannya peraturan ini sebenarnya sedikit berdampak terhadap penerimaan negara, akan tetapi dengan pertumbuhan industri telekomunikasi,

diharapkan penerimaan negara tidak akan terjadi penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.

2. Saran

Dengan permasalahan yang masih ditemukan di lapangan, alangkah baiknya perubahan regulasi dibidang PNBP BHP Telekomunikasi juga diimbangi dengan perubahan regulasi teknis, sehingga sasaran yang ingin dicapai dapat terpenuhi.

VII.Daftar Pustaka

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015

tentang Tarif dan Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku di Lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika

Nomor 19 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 45 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika.

(8)

Gambar

Tabel 3.1 Target dan Realisasi PNBP BHP Telekomunikasi Tahun 2010 - 2016

Referensi

Dokumen terkait

Tempat sampah yang baik harus memenuhi kriteria, antara lain (a) terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan tidak mudah rusak, (b) harus mempunyai tutup sehingga tidak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kualitas layanan yang terdiri bukti fisik, kahandalan, daya tanggap, jaminan dan empati secara serempak berpengaruh

34 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. 35 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen.. perundang-undangan yang berhubungan

removal, TF-IDF, dan normalisasi. Seleksi Fitur menggunakan algoritma K-Means. Dari hasil pembobotan kata dengan TF-IDF pada tiap dokumen sehingga kata pada semua dokumen

Pada dosis yang lebih tinggi, pengaruh proses iradiasi akan tergantung pada spesifitas vitamin, suhu, dosis, jenis bahan pangan dan

Balanced Scorecard merupakan sebuah sistem instrumentasi bagi pelaku usaha untuk mengendalikan organisasi perusahaan guna mentranslasikan visi dan misi perusahaan ke dalam

Berdasarkan pemutakhiran kawasan kumuh di Kabupaten Ogan Komering Ilir yang tertuang dalam dokumen RP2KPKP, lokasi kawasan kumuh perkotaan di Kabupaten Ogan

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis diberi kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi