• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of UNSUR-UNSUR FONOLOGIS BAHASA MADURA DI KEPULAUAN KANGEAN (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of UNSUR-UNSUR FONOLOGIS BAHASA MADURA DI KEPULAUAN KANGEAN (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

UNSUR-UNSUR FONOLOGIS

BAHASA MADURA DI KEPULAUAN KANGEAN (KAJIAN GEOGRAFI DIALEK)

Ahmad Yani Maha.yani9@gmail.com

Hendra Sudarso

ABSTRAK

Penelitian unsur-unsur kebahasaan bahasa-bahasa minor di Kepulauan Kangean dalam artikel ini difokuskan pada unsur-unsur fonologis bahasa Madura dialek Kangean dengan tujuan mendeskripsikan (1) unsur segmental konsosnan bahasa Madura Dialek Kangean (2) unsur segmental vokal Bahasa Madura Dialek Kangean, dan (3) Rangkaian segmen konsonan bahasa Madura dialek Kangean.

Penelitian dengan pendekatan kualitatif ini, memeroleh data berupa tuturan bahasa Madura di Kepulauan Kangean (BMK) yang dilakukan melalui simak libat cakap dengan teknik sadap dan catat. Peneliti sebagai instrumen ikut berpartisipasi dalam bemberikan pancingan untuk memunculkan 829 data di setiap DP yang terbagi menjadi 20 medan makna ditambah 100 kalimat. Data BMK berupa unsur-unsur fonologis kemudian ditranskripsi dan divalidasi. Penentuan dialek dan subdialek menggunakan keriteria persentase Guiter dan metode dialektometri, berkas isoglos, dan permutasi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa unsur-unsur fonologis yang ditemukan berupa tiga belas segmen vokoid yang dapat berwujud 6 fonem vokal meliputi /a, i, u, , o, / yang terealisasi menjadi 13 segmen fonetis. [a, , a, i, , e, , , u, o, , , ]. Realisasi segmen kontoid ditemukan terdapat dua puluh tujuh yakni; [p, b, b, t, d, d, , , , c, j, j, k, g, g, , m, n, , , , s, h, l, r, w, y] dengan tambahan [] alofon dari [n]. Segmen-segmen tersebut terealisasi menjadi 26 fonim yaitu /p, b, b, t, d, d, , , , c, j, j, k, g, g, , m, n, , , s, h, l, r, w, y/.

Rangkaian segmen konsonan dalam BMK ditemuka antara lain. rangkaian segmen konsonan berupa gemenasi yakni; geminasi hambat tak bersuara, geminasi hambat bersuara, frikatif, nasal, likuida, dan semi vokal. Rangkaian dua segmen konsonan berupa geminasi konsonan dan aspirasi, rangkaian dua segmen konsonan berupa gugus konsonan homorgan, dan Rangkaian tiga segmen konsonan berupa gugus homorgan dan konsonan.

Kata-kata Kunci: Bahasa Madura, Dialektologis, Kepulauan Kangean, Unsur fonologis.

This fragmentary linguistic research focused on phonological Madurese language in Kangean dialect. The purposes of the descriptive research were segmental consonants, segmental vowels and segmental consonant structure of Madurese language in Kangean dialect.

(2)

added 100 sentences. The BMK data were transcribed and validated. The standardization of dialect and sub-dialect was Guiter creteria, dialectometry, isogloss and permutation.

The results of research found thirteen vokoid segments of phonological Madurese language in Kangean dialect consisting six vowel phonemes were /a, i, u, , o, / those used in thirteen phonetic segments. [a, , a, i, , e, , , u, o, , , . The segmental kontoid usage consisting twenty sevent segments were [p, b, b, t, d, d, , , , c, j, j, k, g, g, , m, n, , , , s, h, l, r, w, y] and added [] alophone of [n]. Those segments used in twenty six phonemes were /p, b, b, t, d, d, , , , c, j, j, k, g, g, , m, n, , , s, h, l, r, w, y/. The segmental consonant structure of Madurese language in Kangean dialect (BMK) were labial, bilabial, frikative, nasal, liquid, diftong. The double segmental consonant were consonant and aspiration gemination, the double segmental consonant was homogran cluster and triple segmental consonant were homorgan cluster and consonant.

Pendahuluan

Bahasa Madura dipakai oleh etnik Madura baik yang tinggal di Pulau Madura maupun di daerah-daerah lain di Jawa Timur. Menurut Safitri (2009:13), ada empat belas kabupaten yang merupakan kantong-kantong bahasa Madura di Jawa Timur, yaitu delapan kabupaten di Pulau Jawa seperti Gersik, Banyuwangi, Probo-linggo, Jember, Bondowoso, Luma-jang, Pasuruan, dan Mojokerto. Selanjutnya empat kabupaten lagi berada di Pulau Madura, yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.

Madura secara administratif terbagi menjadi empat kabupaten yaitu Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Kabupaten Sumenep terbagi menjadi dua wilayah yaitu daratan (deretan) dan Kepulauan (polo) (Bustami, 2003: 72). Secara administratif, Kepulauan Kangean ikut ke dalam administrasi Kabupaten Sumenep, namun karena jaraknya yang begitu jauh (± 100 mil) dari pelabuhan Kalianget membuat Pulau Kangean terisolasi. Pulau Kangean hanya dapat

ditempuh dengan menggunakan kapal laut selama ±12-15 jam, itupun jika cuaca sedang cerah. Pemerintahan di Kepulauan Kangean dibagi menjadi tiga kecamatan yaitu kecamatan Arjasa, Sapeken, dan Kangayan merupakan peme-karan dari Kecamatan Arjasa.

Orang-orang di Kepulauan Kangean kebanyakan multilingual sebab dalam berkomunikasi sehari-hari orang-orang di Kepulauan Kangean, terutama di Kangean Timur mampu dan menguasai beberapa bahasa yakni Madura, Jawa, dan Bajo seperti yang terdapat di desa Torjek, Kayuaru dan Paliat, Sadulang dan Bungin Nyarat. Hal ini menunjukkan keberadaan bahasa-bahasa itu saling berpengaruh satu sama lain.

(3)

Timur, sehingga memunculkan isolek1 tertentu. Di Kangean Barat, tepatnya di Desa Kalisangka, indikasi adanya perbedaan itu tampak pada kata pronomina orang pertama nae [na]

untuk “aku” dan nera [untuk kata

“kamu”. Begitu juga di Kangean

Tengah bertepatan di Desa Torjek Atas ditemukan adanya fenomena kebaha-saan seperti bentuk pronomina orang pertama pada kata a [ak] dan untuk pronomina orang kedua digunakan kata kao, [ka] untuk “kamu”. Sebagai pembanding pronominal pertama dalam kata kaule [], abdhinah [] dan badhen kaule [] dan pronominal kedua digunakan kata [] dan panje-nengan [] yang dipakai di Sumenep. Dengan memperhatikan fenomena-fenomena kebahasaan ini perlu diadakan identifikasi fonologis dan leksikal bahasa Madura yang dipakai di Kepulauan Kangean.

Bahasa maupaun isolek dalam dialektologi dapat dikaji secara sinkronis dan diakronis (Mahsun, 1995: 13). Pengajian bahasa secara sinkronis meliputi (1) pendeskripsian perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat dalam bahasa yang diteliti. Perbedaan itu mencakup bidang fonologi, morfologi, sintaksis, lesikon, dan semantik, (2) pemetaan unsur-unsur bahasa yang berbeda, (3) penentuan isolek sebagai dialek, subdialek, dengan berpijak pada unsur-unsur kebahasaan yang berbeda, yang telah

dideskripsikan dan dipetakan, (4) membuat deskripsi yang berkaitan dengan pengenalan dialek atau subdialek melalui pendeskripsian ciri-ciri fonologis, morfologis, sintaksis, semantik, dan leksikal.

Bidang fonologis mengaji variasi bunyi yang terdapat dalam isolek, bidang morfologi mengaji perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses morfologis serta variasi morfem terikat yang muncul dalam isolek yang diteliti. Bidang leksikan berarti ada variasi yang muncul dalam bidang leksikon isolek yang diteliti. Variasi tersebut dapat berupa inovasi maupun relik. Bidang sintaksis berarti kajian yang dilakukan berkaitan dengan variasi yang muncul pada tataran struktur kalimat, klausa dan pembentukan frasa. Bidang semantik berarti kajian yang dilakukan berkaitan pada tataran makna (Safitri, 2009: 19).

Pengajian variasi tersebut dapat dilakukan dengan memetakan setiap variasi yang muncul pada setiap daerah pengamatan. Pemetaan ini dapat dilakukan dengan berkas isoglos, segitiga banyak, segitiga dialektomeri, dan permutasi (Kisyani, 2004:17-29).

(4)

secara praktis. Secara teoretis penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai pengembangan teori bahasa Madura yang dihasilkan melalui kajian fonologis yang diperoleh dalam pene-litian ini. Selain itu, penepene-litian ini diharapkan dapat menetukan status bahasa Madura di Kepulauan Kangean.

Manfaat praktis yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dikata-gorikan menjadi dua, yaitu bidang Linguistik dan bidang Pendidikan. Dalam bidang linguistik dihasilkan peta bahasa Madura di Kepulauan Kangean. Hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan oleh Dinas Pendidikan Pengkab Sumenep untuk menerapkan muatan lokal bahasa Madura di Kepulauan Kangean. Peta bahasa yang dihasilkan juga dapat dimanfaatkan untuk penyuluhan pendidikan sosial. Dinas Pendidikan Jawa Timur sudah menetapkan bahasa Madura dialek Sumenep untuk dijadikan sebagai acuan dalam pembelajaran muatan lokal bahasa Madura di sekolah-sekolah etnis Madura. Namun dialek Sumenep dianggap tidak dapat mewakili dialek lain bahasa Madura di Jawa Timur. Hal ini disebabkan oleh perbedaan geografis penuturnya, misalnya penggunaan persona orang kedua tunggal //dan // Bangkalan,//Sampang,// Sumenep dan /Kangean. Dari contoh di atas dimungkinkan adanya perbedaan fonologis dan leksikal dalam struktur bahasa Madura yang dipakai penutur bahasa Madura di Kepulauan Kangean. Dengan demikian perlu

dikaji konsep fonologis dan leksikal dalam bahasa Madura. Dalam hal ini, ada tiga konsep yang akan dijadikan rujukan yaitu (1) konsep yang dikemukakan oleh Stevens (1968) dalam Madurese Phonology and Morfologhy, (2) Nurhayati (2008) dalam Segmen Asali Bahasa Madura serta Pola Rangkainya, dan (3) Sofyan (2008) dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Madura. Pada dasarnya ketiga konsep (Stevens, 1968) Nurhayati, (2008) dan (Sofyan, 2008) tersebut sudah dikaji oleh Safitri (2009:27-37). Hasil kajian tersebut akan dimanfaatkan dalam kajian ini dan akan dipadukan dengan konsep yang ditemukan oleh Safitri (2009).

(5)

jarang digunakan, juga karena sangat mirip dengan [i], [], dan sehingga [] dideskripsikan [i], [e] dideskripsikan [],  dideskrip-sikandan

(Sofyan, 2008:33).

Sementara itu, Stevens (1968:18―20) berbeda pendapat dengan yang disampaikan oleh Sofyan. Stevens mengemukakan ada sembilan vokal dalam bahasa Madura, yaitu [], [], [], [], [], [], [u], [o], dan []. Selanjutnya Steven membedakan vokal menjadi vokal alternasi dan nonalternasi. Namun bila dibandingkan dengan pendapat Sofyan yang dimaksud vokal nonalternasi oleh Steven hanyalah penamaan lain dari alofon yang dimaksudkan oleh Sofyan.

Berikutnya, menurut Nurhayati (2008:43-45) dalam bahasa Madura terdapat empat fonem yaitu //, //, //, dan //. // beralofon dan fonem /i/memiliki alofon [i] dan []dan fonim/u/memiliki alofon dan [] (Nurhayati, 2008:43).

Pendapat yang dikemukakan oleh Sofyan mengenai ke-31 kosonan dalam bahasa Madura yaitu /p/ /t/, /T/, /c/, /k/, /q/, ///b/, /d/, /D/, /j/, /g/, /b/, /d/, /D/, /j/, /g/, /f/, /s/ /s/, /z/, /x/, /h/, /m/, /n/, /n/, //, /r/, /l/, /w/, /y/. Pasangan konsoan hambat /p/-/b/-/b/; /t/-/T/-/d/-/D/-/d/-/D/; /c/-/j/-/j/; dan /k/-/q/-/g/-/g/ selain memiliki perbedaan pada daerah artikulasinya, juga memiliki kesamaan dalam pembentukannya, yakni: /p/, /t/, /T/, /c/, dan /k/ dibentuk dengan pita suara tak

bergetar; /b/, /d/, /D/, /j/, /g/ dibentuk dengan pita suara bergetar; sedangkan /b/, /d/, /D/, /j/, /g/ dibentuk dengan pita suara bergetar dan beraspirasi (Sofyan, 2008:44).

I. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian dialektologis dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini mempunyai karakteristik; Pertama, pengumpulan data BMK dilakukan dengan menggunakan teknik sadap rekam sehingga data yang diperoleh masih alamiah tanpa ada intervensi peneliti. Kedua, pada observasi awal ditemukan adanya fenomena kebaha-saan BMK yang memungkinkan munculnya perbedaan bentuk fonologi dan leksikal BMK sehingga dapat dimungkinkan adanya penemuan. Ketiga, dalam penelitian ini digunakan human instrument atau peneliti sebagai instrument kunci.

(6)

Pengumpulan data dilakukan dengan metode cakap dan metode simak (Sudaryanto, 1993:131-143; Mahsun, 1995:94-100; Kisyani, 2004:17). Metode cakap dilakukan dengan teknik menyadap informan. Metode simak dilakukan dengan teknik menyimak berian mereka, mewawan-carai langsung informan, mencatat, dan merekam berian mereka tentang daftar tanyaan ataupun cerita-cerita yang berhasil dipancing dari informan.

Rekaman dimaksudkan untuk

mencocokkan catatan yang kurang tepat.

Dalam pengumpulan data digunakan dua instrumen yaitu human instrument dan daftar tanyaan. Human instrument dapat dilakukan dengan cara melibatkan diri secara langsung dengan penutur isolek Madura di Kepulauan Kangean melalui proses wawancara. Metode penganalisisan data yang digunakan adalah metode deskriptif komparatif. Analisis deskriptif digunakan untuk memerikan dialek dan subdialek BMK dengan teknik dialektometri dan berkas isoglos. Analisis komparatif digunakan untuk membandingkan BMK dengan bahasa Madura di Sumenep. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik identifikasi perbedaan unsur kebahasaan, teknik pemetaan, dan teknik segitiga dialektometri.

II.Hasil Penelitian dan Diskusi 1. Fonem Vokal BMK

Berdasarkan fonemisasi yang dilakukan ditemukan enam segmen

vokal dalam BMK, yakni /a/ /i/ /u/ /e/ /o/ dan //. Temuan keenam vokal tersebut, selain melalui proses fonemisasi juga atas dasar intensitas kemunculannya di semua DP dalam berian yang sama. Realisasi fonetik pada lingkungan yang berbeda dari keenan segmen tersebut ditandai dengan tiga belas simbol fonetik yang berbeda, yakni [a, , a, i, , e, , , u, o, , , ]. Ketigabelas simbol realisasi fonetik tersebut dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yakni [i, u, ], [, , a] [a, , ] dan []. Pengelompokan tersebut berdasarkan

kemampuan melekatnya atau

realisasinya pada segmen konsonan. Tiga kelompok dapat melekat secara sempurna pada semua segmen konsonan baik yang berposisi di depan, di tengah, maupun di belakang. Kelompok [a, , dan o] tidak dapat melekat pada setiap konsonan. Vokal sengau tersebut hanya dapat berposisi di awal dan di akhir kata, itu pun sangat terbatas pada kata tertentu, yakni. /moa/ [moa] „muka‟ /ojan/ [ojan] „undangan‟ dan /ae/ [ae] „air‟.

(7)

yang menjadi fonem utama. Demikian juga yang terjadi dalam menentukan fonem /a/ atau //, dan // atau /e/ sebagai fonem utama dalam BM.

Hasil penelitian yang dilakukan pada BMK, ditemukan enam vokal yaitu [a, i, u, , o, dan ] dengan alofon masing-masing vokal kecuali [u] dan []. Dalam penentuan fonem /a/, dalam BMK ditemukan persoalan yang sama dengan peneliti sebelumnya dalam menentukan fonem /a/ atau // sebagai fonem utama. Persoalan ini dapat diurai dengan mengamati unsur fonologis secara lebih detil dan berulang-ulang dalam tuturan dari 298 pupuan ditemukan jawaban adanya pergeseran penulisan seperti /saba/ [sab] →/sabe/ „sawah‟, /bula/ [bul]→ /bule/ „saya‟ /maja/ [maj]→/maje/ „mancing‟ /lomba/ [lomb]→/lombe/ „nama pantai‟ dan sebagainya. Diketahui bahwa persoalan itu muncul dalam ortografis. Penulisan kata-kata tersebut mengalami pergeseran penulisan seperti bula ditulis bule, majang ditulis majeng, lombang ditulis lombeng. Dalam BMK terdapat lima jenis rangkaian konsonan yakni rangkaian konsonan berupa geminasi, rangkaian konsona berupa geminasi dan aspirasi, rangkaian konsonan berupa dua gugus konsonan homorgan, rangkaian tiga konsonan berupa gugus homorgan dan konsonan, dan rangkaian konsonan vokal. Bagian-bagian tersebut akan diulas satu-persatu dibawah ini.

2. Fonem Konsonan BMK

Hasil penelitian terhadap BMK ditemukan 27 simbol berbeda. Dari 27 simbol tersebut 26 berwujud konsonan [p, b, b, t, d, d, , , , c, j, j, k, g, g, , m, n, , , s, h, l, r, w, dan y] dan 1 simbol berupa alofon []. Dari 26 konsonan dalam BMK ditemukan 5 fonem beraspirat yaitu [b], [d], [], [j], dan [g]. selain fonem beraspirat juga ditemukan fonem retrofleks berupa [, , dan ]. Dalam temuan selanjutnya terdapat fonem yang menunjukkan posisi sebagai semi vokal yaitu [w, dan y].

Segmen [] tidak dapat dikatakan sebagai fonem setelah melalui proses pasangan minimal dan fonemisasi karena segmen ini tidak dapat membedakan makna dalam pasangan minimal. Dalam setiap contoh pasangan minimal, kemuncu-lannya dipengaruhi oleh lingkungan /c/, /j/ dan fonem retrofleks. Distribusi segmen [] juga sangat terbatas. Segmen ini muncul sebelum fonem /c/, /j/ dan fonem retrofles, seperti tanpak pada [pac] „pancing‟, [kca] „gula cair‟, dan sebagainya. Dengan demikian jumlah fonem yang ditemukan dalam BMK sama dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan di Pulau Madura dan daerah-daerah lain berbahasa Madura di Jawa Timur, baik yang dilakukan oleh Stevent (1994), Nurhayati (2008), Sofyan (2008a), dan Safitri (2010).

(8)

[q], [x], dan [z]. ketiadaan konsonan tersebut telah melalui pemancingan secara berulang-ulang pada informan namun, selalu berubah dalam pengucapannya. Penggunaan konsonan tersebut hanya muncul dalam kata yang diserap dari bahasa manca seperti,

3. Rangkaian Sekmen Konsonan Rangkaian konsonan berupa geminasi terjadi pada kata dasar dan umumnya berpola KVK-KV(K) hal ini terjadi pada konsonan hambat, frikatif, nasal, likuida, dan semivokal seperti [tppa] „benar‟, [sassa] „cuci‟,

[mamma] „bagaimana‟, [krr]

„kering‟, [tyya] „itu‟ dan [ayya] „ini‟. Geminasi yang dihasilkan akibat proses afiksasi terjadi baik pada suku kedua dengan koda konsonan bersuara maupun konsonan tak bersuara. Pada proses lebih lanjut, suku kedua yang berkoda konsonan tak bersuara seperti /k/, /t/, /p/ akan berubah menjadi konsonan bersuara /g/, /d/, /p/. seperti;

kotak→ kotak+ka →kotaggha

[kotagg] „kotaknya‟, leppet→ leppet+ta →leppetta → leppeddha [leppedd] „‟, totop+pa→ totobbha

kotak+na→ kotakna, leppet→

leppe+na→leppetna, dan totop→ totop +na→ totopna.

(9)

DP 1—8. Temuan dalam BMK terjadi ditengah kata baik rangkaian berupa geminasi konsonan dan aspirasi /kabbi/ [kabbi] „semua‟, /paddu/ [paddu] „pojok‟, maupun rangkaian dua kontoid berupa gugus kontoid homorga m-p /mpa/ [mpa] „empat‟,

m-b /ambu/ [ambu] „berhenti‟.

Demikian juga yang terjadi dengan rangkaian tiga kontoid berupa gugus homorgan dan konsonan seperti m-p-l /amplo/ [ampl] „nama buah‟ dan -k-r /makra/ [makra] „kocar -kacir‟.

Pada rangkaian konsoanan vokal dalam hasil penelitian ini ditemukan tiga kelompok konsonan yang dapat diadaptasi oleh kelompok vokal yaitu Pertama segmen konsonan [b, b, d, d, , , j, j, g, g], kedua [p, t, , c, k, m, n, , , , s, h], dan ketiga [r, l, w, y, ].segmen konsonan kelompok pertama hanya dapat diikuti oleh segmen vokal [i, u, , dan ]. Segmen konsonan kelompok kedua hanya dapat diikiti oleh segmen vokal [, , a, dan ]. Segmen konsonan kelompok ketiga dapat merangkai dengan semua vokal.

Daftar Pustaka

Bustami, Abdul, L. 2004. “Foklor Kangean: Suatu Kajian Cerita Bajak Laut (Lanun) Sebagai Sumber Sejarah Kawasan” dalam Jurnal Bahasa, Seni dan Pengajarannya. No. 2 Agustus. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.

Kisyani-Laksono. 2004. Bahasa Jawa di Jawa Timur Bagian Utara dan Blambangan. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nurhayati, E.A.A. 2008. “Segmen

Asali Bahasa Madura serta Pola

Rangkainya” dalam Identitas

Madura dalam Bahasa dan Sastra Antologi Karya Ilmiah. Sidoarjo: Balai Bahasa Surabaya Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan

Nasional.

Safitri, A. N. 2009. “Bahasa Madura di

Jawa Timur”. Tesis Tidak

Dipublikasikan, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra. Surabaya: PPS Unesa.

Sofyan, Akhmad, dkk. 2008a. Tata

Bahasa Bahasa Madura.

Sidoarjo: Balai Bahasa

Surabaya Departemen

Pendidikan Nasional.

Sofyan, Akhmad. 2008b. Variasi, Keunikan, dan Penggunaan Bahasa Madura. Sidoarjo: Balai Bahasa Surabaya

Departemen Pendidikan

Nasional.

Stevens, Alan M. 1968. “Madurese

Phonology and Morphology”. dalam American Oriental Series. Vol 52. Connecticut: American oriental Siciety. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka

(10)

Referensi

Dokumen terkait