• Tidak ada hasil yang ditemukan

Revisi HIS 26 Draft Akhir Antropometri Principles of Room Design Time and Motion Study fix

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Revisi HIS 26 Draft Akhir Antropometri Principles of Room Design Time and Motion Study fix"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

D1084

oleh:

HIS 26

Felicia Pangestu

1801394811

Joshua Ady Lubis

1801450390

Rich Randy

1801387333

Vincent Chrisnata

1801398684

LABORATORIUM HUMAN-INTEGRATED SYSTEMS JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK BINUS UNIVERSITY

(2)

HUMAN-INTEGRATED SYSTEMS

D1084

Practicum Term Project

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Kelulusan

Praktikum

Human-Integrated Systems

Jurusan Teknik Industri

oleh:

HIS 26

Felicia Pangestu

1801394811

Joshua Ady Lubis

1801450390

Rich Randy

1801387333

Vincent Chrisnata

1801398684

LABORATORIUM HUMAN-INTEGRATED SYSTEMS JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK BINUS UNIVERSITY

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Kami, HIS 26, dengan ini menyatakan bahwa Practicum Term Project Human-Integrated Systems (D1084) ini adalah benar hasil karya kelompok kami. Bila ada kesamaan dalam bentuk ataupun isi laporan dengan kelompok lain, maka kami siap menerima sanksi. Setelah diperiksa dengan saksama, maka Practicum Term Project ini telah memenuhi persyaratan sebagai tugas akhir Praktikum Human-Integrated Systems (D1084) dan dapat dipertanggungjawabkan oleh seluruh anggota kelompok untuk diajukan sebagai nilai Human-Integrated Systems (D1084), Jurusan Teknik Industri Semester Genap Tahun Akademik 2015/2016.

Jakarta, 06 Juni 2016 Dibuat oleh,

Felicia Pangestu Joshua Ady Lubis Rich Randy Vincent Chrisnata

1801394811 1801450390 1801387333

1801398684

Saya, selaku Pembimbing Kelompok dan Koordinator Praktikum Human-Integrated Systems (D1084), setuju Practicum Term Project tersebut diajukan sebagai syarat kelulusan Praktikum Human-Integrated Systems (D1084).

Jakarta, 06 Juni 2016 Jakarta, 06 Juni 2016 Jakarta, 06 Juni 2016 Diperiksa oleh, Disetujui oleh, Diketahui oleh, Koordinator Praktikum

Human-Integrated Koordinator Praktikum Kepala Laboratorium Systems (D1084) Teknik Industri

(4)

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

Jurusan Teknik Industri Practicum Term Project Human-Integrated Systems (D1084)

Semester Genap 2015/2016 BINUS UNIVERSITY

HIS 26 ABSTRAK

Penelitian terhadap sistem kerja yang diterapkan di Klinik Taman Anggrek yang berjudul Practicum Term Project: Human-Integrated Systems ini bertujuan secara umum untuk memberikan manfaat berupa ilmu pengetahuan dan kesadaran terhadap pentingnya penerapan Human-Integrated Systems dalam penerapan sistem dan stasiun kerja dimana apabila hal ini diterapkan, kualitas pelayanan masyarakat pun akan meningkat.

Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan dan pengumpulan data secara langsung. Hasil pengamatan dan pengumpulan data yang diperoleh berupa video, foto, serta data-data lain seperti equipment dan spesifikasi serta ukuran-ukurannya. Data-data yang diperoleh tersebut kemudian diolah sesuai dengan prinsip-prinsip dalam modul yang digunakan yaitu antropometri, principles of room design dan time and motion study.

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengumpulan data tersebut, masih dapat ditemukan beberapa hal pada sistem kerja yang belum ergonomis dalam penerapannya. Oleh karena itu, data-data tersebut diolah sehingga dapat ditarik kesimpulan serta solusi-solusi yang dapat diaplikasikan, sesuai dengan prinsip-prinsip Human Integrated Systems yang digunakan.

Sebagai hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa secara umum, Klinik Taman Anggrek masih memerlukan beberapa perubahan dari segi peralatan kerja atau equipment yang digunakan resepsionis, penataan ruang kerja pada bagian ruang tunggu, serta peletakkan stasiun kerja dokter gigi. Ketiga hal ini tentu berperan penting dan berpengaruh terhadap produktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja di Klinik Taman Anggrek.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, kasih, dan karuniaNya kami telah diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan Practicum Term Project: Human-Integrated Systems ini sebaik mungkin dan tepat pada waktunya. Tidak lupa, kami juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Rida Zuraida, S.T., M.T. selaku dosen teori Human-Integrated Systems yang telah membagikan ilmu pengetahuan tentang Human-Integrated Systems, serta Palupi Diah selaku Assistant Laboratory of Human-Integrated Systems yang telah membimbing kami secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pembuatan laporan penelitian ini.

Laporan penelitian yang berjudul Practicum Term Project: Human-Integrated Systems ini disusun untuk memenuhi persyaratan kelulusan praktikum Human-Integrated Systems. Laporan penelitian ini berisi tentang gambaran secara detail hasil penelitian yang telah dilakukan pada Klinik Taman Anggrek berkaitan dengan materi Human-Integrated Systems, analisis terhadap hasil penelitian tersebut sesuai prinsip-prinsip dalam Human-Integrated Systems, serta solusi untuk memperbaiki sistem kerja yang diterapkan di Klinik Taman Anggrek ini sesuai dengan prinsip-prinsip dalam Human-Integrated Systems.

Kami sepenuhnya menyadari bahwa laporan penelitian ini tidak sempurna dan masih memiliki beberapa kekurangan baik dari segi isi, pemilihan kata, maupun kesalahan pengetikan. Kami ingin meminta maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca sekalian dan sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan laporan penelitian lain di kemudian hari. Akhir kata, semoga laporan penelitian ini dapat memberikan fakta-fakta yang lengkap, terpercaya dan bermanfaat dalam meningkatan atau mengembangkan ilmu pengetahuan bagi para pembaca semua serta membawa suatu manfaat yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara umum.

Jakarta, 06 Juni 2016 Penyusun,

(6)

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 1

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 2

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 2

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 3

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 3

1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 5

2.1 Antropometri ... 5

2.1.1 Faktor yang Memengaruhi Pengukuran Antropometri ... 6

2.1.2 Metode Pengumpulan Data Antropometri ... 6

2.1.3 Konsep Persentil ... 8

2.1.4 Prinsip Penerapan Antropometri Untuk Perancangan ... 9

2.2 Principle of Room Design ... 10

2.2.1 Prinsip Umum Perancangan Tempat Kerja ... 10

2.2.2 Aspek-Aspek Ergonomi Dalam Perancangan Stasiun Kerja ... 11

2.2.3 Macam Disiplin dan Keahlian Kerja yang Terkait Dengan Perancangan Stasiun Kerja ... 11

2.2.4 Pendekatan Ergonomis Dalam Perancangan Stasiun Kerja ... 12

2.3 Time and Motion Study ... 14

2.3.1 Pengukuran Kerja Dengan Metode Standard Data ... 14

2.3.2 Penetapan Waktu Baku Dengan Data Waktu Gerakan (Predetermined Motion Time System) ... 15

2.3.3 Pengukuran Waktu Metode (Methods-Time Measurement) ... 16

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 19

3.1 Diagram Alir Penelitian ... 19

3.2 Penjelasan Diagram Alir Penelitian ... 19

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 2

4.1 Modul Antropometri... 21

4.1.1 Pengumpulan Data Modul Antropometri ... 21

4.1.2 Pengolahan Data Modul Antropometri ... 23

4.1.3 Analisis Data Modul Antropometri ... 24

1. Analisis Equipment Sekarang ... 24

2. Analisis Equipment Usulan ... 24

4.2 Modul Principle of Room Design ... 26

4.2.1 Pengumpulan Data Modul Principle of Room Design ... 26

4.2.2 Pengolahan Data Modul Principle of Room Design ... 27

(7)

1. Analisis Layout Awal ... 27

2. Analisis Layout Usulan ... 28

4.3 Modul Time and Motion Study ... 30

4.3.1 Pengumpulan Data Modul Time and Motion Study ... 30

1. Layout Stasiun Kerja ... 30

2. Rekapitulasi Waktu untuk Hasil Rekaman ... 31

3. Peta Tangan Kiri Tangan Kanan Metode MTM ... 33

4.3.2 Pengolahan Data Modul Time and Motion Study ... 40

1. Perhitungan Waktu Normal dan Waktu Baku Stasiun Kerja ... 40

2. Layout Stasiun Kerja Usulan ... 40

4.3.3 Analisis Data Modul Time and Motion Study ... 42

1. Analisis Waktu Normal dan Waktu Baku ... 42

2. Analisis Peta Tangan Kiri Tangan Kanan Metode MTM ... 44

3. Analisis Layout Sekarang dan Usulan ... 45

4. Analisis Perbandingan Waktu Peta Tangan Kiri Tangan Kanan Metode MTM dengan Hasil Rekaman ... 46

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

(8)
(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Beberapa Dimensi Data Antropometri yang Umum ... 7

Tabel 2.2 Tabel Data Reach untuk Aplikasi MTM ... 1

Tabel 2.3 Tabel Data Grasp untuk Aplikasi MTM ... 17

Tabel 2.4 Tabel Data Table Apply untuk Aplikasi MTM ... 17

Tabel 2.5 Tabel Data Move untuk Aplikasi MTM ... 18

Tabel 2.6 Tabel Data Table Position untuk Aplikasi MTM ... 18

Tabel 2.7 Tabel Data Table Release untuk Aplikasi MTM ... 18

Tabel 4.1 Rekapitulasi Standar Deviasi dan Persentil ... 21

Tabel 4.2 Data Waktu Antrian dan Waktu Siklus ... 30

Tabel 4.3 Data Waktu Pembersihan Karang Gigi ... 32

Tabel 4.4 Peta Tangan Kiri Tangan Kanan ... 34

Tabel 4.5 Data Waktu Siklus Antrian ... 41

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 19

Gambar 4.1 Kursi Operator 2D... 22

Gambar 4.2 Kursi Operator 3D ... 22

Gambar 4.3 Layout Awal ... 25

Gambar 4.4 Layout Usulan ... 26

Gambar 4.5 Layout Stasiun Kerja Sekarang ... 29

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Dewasa ini, masyarakat yang menderita berbagai macam gangguan kesehatan semakin meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena anomali cuaca seperti musim pancaroba, gaya hidup serba cepat yang tidak sehat, tuntutan pekerjaan, asupan kebutuhan gizi yang kurang serta faktor-faktor di luar tubuh manusia seperti kecelakaan dan lain-lain. Dalam menangani masalah-masalah kesehatan tersebut, masyarakat cenderung mencari bantuan medis. Klinik merupakan suatu tempat pelayanan umum yang berperan cukup penting dalam menyediakan jasa bagi pelayanan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, untuk menjalankan fungsinya secara optimal, sistem yang digunakan atau diterapkan pada klinik juga harus mendukung sehingga produktivitas pekerjanya meningkat dan dapat memberikan jasa layanan kesehatan semaksimal dan sebaik mungkin.

Untuk dapat meningkatkan produktivitas pekerjaan para pekerja klinik, dibutuhkan faktor-faktor yang seharusnya dapat mendukung dan memudahkan pekerjaan manusia. Faktor-faktor itu termasuk faktor mesin atau peralatan serta faktor lingkungan tempat manusia tersebut bekerja. Oleh karena itu, dilakukanlah penelitian mengenai sistem yang digunakan pada klinik tersebut.

(13)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu:

1. Dimensi pengukuran apa sajakah yang memengaruhi perancangan kursi resepsionis yang digunakan di Klinik Taman Anggrek?

2. Prinsip perancangan produk apakah yang digunakan untuk merancang kursi resepsionis di Klinik Taman Anggrek yang ergonomis?

3. Bagaimanakah cara mendesain kursi resepsionis di Klinik Taman Anggrek yang ergonomis dan sesuai dengan penerapan ilmu Antropometri?

4. Sumber variabilitas apa sajakah yang memengaruhi perancangan kursi resepsionis di Klinik Taman Anggrek yang ergonomis?

5. Bagaimanakah cara mendesain layout stasiun resepsionis, ruang tunggu, dan counter pengambilan obat yang ergonomis menurut prinsip perancangan tata ruang kerja yang sesuai dengan antropometri?

6. Bagaimanakah pengaruh perancangan stasiun kerja dokter gigi di Klinik Taman Anggrek terhadap waktu kerjanya?

7. Bagaimanakah pengaruh penggunaan tangan kiri dan tangan kanan dokter di Klinik Taman Anggrek dalam melakukan pekerjaan membersihkan karang gigi?

8. Faktor-faktor apa sajakah yang perlu diperhatikan dalam merancang sebuah stasiun kerja dokter gigi di Klinik Taman Anggrek yang efektif dan efisien? 9. Bagaimanakah cara merancang layout stasiun kerja yang baik dan efektif

bagi para dokter gigi di Klinik Taman Anggrek?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka dapat dinyatakan beberapa tujuan dari praktikum, yaitu:

1. Untuk mengetahui dimensi-dimensi pengukuran tubuh yang memengaruhi perancangan kursi resepsionis di Klinik Taman Anggrek.

2. Untuk mengetahui prinsip perancangan produk yang digunakan untuk mendesain kursi resepsionis di Klinik Taman Anggrek

3. Untuk mengetahui cara mendesain kursi resepsionis di Klinik Taman Anggrek yang ergonomis dan sesuai dengan penerapan ilmu Antropometri. 4. Untuk mengetahui sumber variabilitas apa saja yang berpengaruh dalam

perancangan desain kursi resepsionis di Klinik Taman Anggrek yang ergonomis.

5. Untuk mengetahui cara mendesain layout stasiun resepsionis, ruang tunggu dan counter pengambilan obat yang ergonomis menurut prinsip perancangan tata ruang kerja yang sesuai dengan antropometri.

6. Untuk mengetahui pengaruh perancangan stasiun kerja dokter gigi di Klinik Taman Anggrek terhadap waktu kerjanya.

7. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan tangan kiri dan tangan kanan dokter di Klinik Taman Anggrek dalam melakukan pekerjaan membersihkan karang gigi.

8. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam merancang sebuah stasiun kerja dokter gigi di Klinik Taman Anggrek yang efektif dan efisien.

(14)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Berikut ini adalah manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan laporan penelitian ini:

1. Penulis dapat memperoleh wawasan, ilmu pengetahuan baru, serta pengalaman dalam menerapkan dan mensosialisasikan ilmu pengetahuan yang sebelumnya telah diperoleh di dalam mata kuliah Human-Integrated Systems serta bahan studi pustaka yang telah dicari sebelumnya.

2. Pembaca dapat memiliki beberapa pengetahuan baru mengenai prinsip-prinsip antropometri, principles of room design, time and motion study, serta bagaimana aplikasinya dalam merancang suatu sistem kerja yang ergonomis, dan dapat memahami pentingnya penerapan prinsip-prinsip ergonomi, seperti antropometri, principles of room design, serta time and motion study dalam merancang suatu sistem kerja yang efektif dan efisien serta manfaat yang diperoleh dari suatu sistem yang ergonomis.

3. Pihak Klinik Taman Anggrek mendapat pengetahuan tentang pentingnya penerapan prinsip-prinsip ergonomi, seperti antropometri, principles of room design, serta time and motion study dalam merancang suatu sistem kerja yang efektif dan efisien serta manfaat yang diperoleh dari suatu sistem yang ergonomis dan dapat meningkatkan kualitas sistem kerja yang diterapkan pada Klinik Taman Anggrek saat ini.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk mempermudah pembuatan laporan hasil penelitian serta agar lebih tertata strukturnya, maka perlu dibuat suatu batasan masalah dalam penelitan tersebut. Adapun ruang lingkup dari penelitian yang akan dibahas dalam laporan penelitian ini, yaitu:

1. Modul-modul dari pelajaran Human-Integrated Systems yang diperlukan untuk memperbaiki sistem pada laporan penelitian ini adalah anthropometry, principles of room design dan time and motion study.

2. Batasan tempat yang diambil tidak mencakup semua wilayah Klinik Taman Anggrek, melainkan hanya di bagian ruang tunggu, pengambilan obat, dan stasiun kerja dokter gigi.

(15)

1.5 Sistematika Penulisan

Berikut ini adalah sistematika dari laporan: BAB 1: PENDAHULUAN

Bab ini berisi penjelasan mengenai proses pembuatan laporan penelitian seperti latar belakang penelitian, alasan dipilihnya tempat tersebut sebagai objek penelitian, permasalahan yang dapat dirumuskan, modul terkait yang digunakan untuk menkaji dan mengevaluasi sistem yang diterapkan pada tempat pelayanan tersebut, ruang lingkup penelitian, serta tujuan dan manfaat dari laporan hasil penelitian tersebut.

BAB 2: LANDASAN TEORI

Bab ini berisi teori-teori yang dikutip dan diambil dari buku yang bertujuan untuk mendukung beberapa pendapat yang digunakan dalam menganalisis dan mengevaluasi sistem yang diterapkan pada objek penelitian terkait dengan prinsip dan teori tertentu.

BAB 3: METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi sebuah diagram beserta penjelasan diagram tersebut mengenai kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tahap awal sampai tahap akhir dalam proses pembuatan laporan hasil penelitian ini.

BAB 4: HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil pengamatan dari data yang dikumpulkan pada proses pengumpulan data, serta hasil pengolahan dan pembahasan terkait data yang telah diperoleh.

BAB 5: KESIMPULAN DAN SARAN

(16)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Antropometri

Antropometri berasal dari kata antropos, yang berarti manusia, dan metrikos yang berarti pengukuran. Singkatnya, antropometri merupakan ilmu yang berhubungan dengan aspek ukuran fisik manusia. Keilmuan ini melingkupi metode pengukuran dan pemodelan dimensi tubuh manusia, serta teknik aplikasi untuk perancangan. Antropometri dapat dibagi atas antropometri struktural (statis) dan antropometri fungsional (dinamis). Antropometri statis adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam posisi diam pada dimensi-dimensi dasar fisik, meliputi panjang segmen atau bagian tubuh, lingkar bagian tubuh, massa bagian tubuh dan sebagainya. Antropometri dinamis adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia ketika melakukan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat bekerja, berkaitan erat dengan fungsional, misalnya tinggi duduk, panjang jangkauan, dan lain-lain. Dalam penerapannya, kedua antropometri ini tidak dapat dibedakan. Hasil pengukuran baik pada keadaan statis maupun dinamis secara umum disebut data antropometri (Iridiastadi, 2014).

Saat ini, penerapan keilmuan data antropometri semakin luas terutama dalam perancangan berbagai produk serta desain stasiun kerja dan tata ruang di industri. Data antropometri digunakan sebagai standar dan acuan penentuan tinggi, lebar, diameter pegangan, dan jarak jangkauan (Iridiastadi, 2014).

2.1.1 Faktor yang Memengaruhi Pengukuran Antropometri

Bila antropometri hanya dipandang sebagai suatu pengukuran tubuh manusia semata, maka hal tersebut tentu dapat dilakukan dengan mudah dan sederhana. Namun kenyataannya, banyak faktor yang harus diperhatikan ketika data ukuran tubuh ini digunakan dalam perancangan. Variasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu usia, jenis kelamin, ras dan etnis, pekerjaan dan aktivitas, serta kondisi sosio-ekonomi (Iridiastadi, 2014).

Tinggi tubuh manusia bertambah mulai dari lahir hingga usia sekitar 20 sampai 25 tahun. Dimensi yang lain, seperti bobot badan dan lingkar perut mungkin tetap bertambah hingga usia 60 tahun. Pada tahap usia lanjut, dapat terjadi perubahan bentuk tulang seperti bungkuk pada tulang punggung (Iridiastadi, 2014).

Terdapat perbedaan antropometri antara laki-laki dan perempuan. Di usia dewasa, laki-laki umunya lebih tinggi daripada perempuan, dengan perbedaan sekitar 10%. Perbedaan ini tidak terlihat saat usia pertumbuhan. Selain lebih tinggi dan lebih berat, tubuh laki-laki juga lebih besar dibandingkan perempuan. Namun pada beberapa dimensi, perbedaan ini tidak berarti paha dan pinggul. Selain dalam hal ukuran, perbedaan juga terlihat pada proporsi bagian tubuh dan postur tubuh (Iridiastadi, 2014).

Ukuran dan proporsi sangat beragam antar ras dan etnis yang berbeda, misalnya antara Negroid (Afrika), Kaukasoid (Amerika Utara dan Eropa), Mongoloid atau Asia, dan Hispanik (Amerika Selatan). Orang Asia biasanya mempunyai postur yang berbeda dengan Amerika dan Eropa, dengan proporsi kaki yang lebih pendek dan punggung lebih panjang (Iridiastadi, 2014).

(17)

berolahraga secara rutin juga mempunyai postur tubuh yang berbeda dengan mereka yang jarang berolahraga (Iridiastadi, 2014).

Faktor kondisi sosio-ekonomi berdampak pada pemberian nutrisi dan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan badan. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan pada tinggi tubuh rata-rata manusia antar generasi. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya

2.1.2 Metode Pengumpulan Data Antropometri

Metode pengumpulan data antropometri dan jenis peralatan yang manusia meliputi panjang, tinggi, dan lebar segmen tubuh, seperti panjang jari, tinggi lutut, dan lebar pinggul.

2. Lingkar Tubuh

Lingkar tubuh diukur sebagai panjang keliling (sepanjang permukaan tubuh), misalnya lingkar paha, lingkar perut, dan lingkar kepala.

3. Ketebalan Lapisan Kulit

Biasanya pengukuran ketebalan kulit ditujukan untuk mengetahui kandungan lemak dalam tubuh yang kemudian digunakan sebagai acuan tingkat kebugaran tubuh.

4. Sudut

Pengukuran sudut secara aktif dimaksudkan untuk mengetahui fleksibilitas tubuh dalam bentuk kemampuan maksimum gerakan sistem otot sendi (dikenal juga dengan range of motion atau ROM)

5. Bentuk dan Kontur Tubuh

Aspek ini diperlukan untuk merancang berbagai peralatan yang berhubungan langsung dengan manusia, misalnya bentuk kaki untuk merancang sepatu yang nyaman bagi pemakainya.

6. Bobot (Bobot Tubuh secara Keseluruhan)

Metode pengukuran bobot tubuh dibagi atas tiga, yaitu secara langsung dan tidak langsung (dengan menggunakan teknologi fotografi atau sensor). Metode langsung adalah pengukuran yang melibatkan kontak langsung peralatan antropometri dengan permukaan tubuh atau pakaian individu yang diukur.

(18)

serta usia. Secara ilmu statistik dapat dihitung besarnya jumlah sampel yang diperlukan bergantung pada karakteristik populasi, tingkat keyakinan yang diinginkan dan batas kemungkinan kesalahan yang diterima (Iridiastadi, 2014).

Tabel 2.1 Beberapa Dimensi Data Antropometri yang Umum

No. Dimensi Simbol Cara Pengukuran

1. Tinggi badan tegak tbt

Jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung tulang bahu yang menonjol pada saat subjek duduk tegak.

2. Tinggi mata berdiri tmb

Jarak vertikal dari lantai sampai ujung mata bagian dalam (dekat pangkal hidung), subjek berdiri tegak dan memandang lurus ke depan.

3. Tinggi bahu berdiri tbb

Jarak vertikal dari lantai sampai tulang bahu yang menonjol pada saat subjek berdiri tegak.

4. Tinggi siku berdiri tsb

Jarak vertikal dari lantai ke titik pertemuan antara lengan atas dan lengan bawah. Subjek berdiri tegak dengan kedua tangan tergantung secara wajar.

5. Tinggi pinggangberdiri tpb Jarak vertikal dari lantai sampaipinggang saat subjek berdiri tegak.

6. Tinggi lutut berdiri tlb Jarak vertikal dari lantai sampaulutut pada saat subjek berdiri tegak.

7. Jangkauan tangan ke

8. Jangkauan tangan keatas jta

Jarak vertikal dari lantai sampai ujung jari tengah pada saat subjek berdiri tegak dengan tangan menjangkau ke atas setinggi-tingginya.

9. Tinggi mata duduk tmd

Jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung mata bagian dalam. Subjek duduk tegak dan memandang lurus ke depan.

10. Tinggi bahu duduk tbd

Jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung tulang bahu yang menonjol pada saat subjek duduk tegak.

11. Tinggi sandaranpunggung tsp

(19)

Tabel 2.1 Beberapa Dimensi Data Antropometri yang Umum (lanjutan)

12. Tinggi siku duduk tsd

Jarak vertikal dari permukaan alas duduk sampai ujung bawah siku kanan. Subjek duduk tegak dengan lengan atas vertikal di sisi badan dan lengan bawah membentuk sudut siku-siku dengan lengan bawah.

13. Tebal paha duduk tpd

Jarak dari permukaan alas duduk sampai ke permukaan atas pangkal paha pada saat subjek duduk tegak.

14. Pantat popliteal pp

Jarak horizontal dari bagian terluar pantat sampai lekukan lutut sebelah dalam (popliteal). Subjek duduk tegak dengan paha dan kaku bagian bawah membentuk sudut siku-siku.

15. Lebar pinggul duduk lpd

Jarak horizontal dari bagiaan terluar pinggul sisi kiri sampai bagian terluar pinggul sisi kanan pada saat subjek duduk tegak.

Sumber: (Holander, 2006)

2.1.3 Konsep Persentil

Dalam aplikasinya (perancangan, data antropometri biasanya digunakan dalam bentuk nilai persentil. Persentil menunjukkan jumlah bagian per seratus orang dari suatu populasi yang memiliki ukuran tubuh tertentu (lebih kecil atau lebih besar) (Iridiastadi, 2014).

Informasi tentang persentil ini penting untuk menetapkan persentase populasi pengguna yang akan diakomodasi oleh produk yang dirancang. Selain itu, persentil juga digunakan dalam evaluasi produk untuk menguji apakah suatu rancagan produk dapat digunakan oleh populasi yang menjadi target. Terdapat tiga nilai persentil yang biasanya digunakan dalam perancangan yakni persentil kecil, persentil besar dan persentil tengah. Karena data antropometri sering diasumsikan berdistribusi normal, maka persentil tengah (persentil P50) nilainya sama dengan nilai rata-rata dari sebuah distribusi. Pemilihan persentil bergantung pada karakteristik dimensi rancangan (Iridiastadi, 2014).

Terdapat beberapa teknik dalam pemilihan persentil yang perlu diketahui berkaitan dengan perancangan suatu produk. Persentil kecil (misalnya P5) dipilih ketika dimensi rancangan tersebut “kritis” bagi mereka yang berukuran kecil atau pendek, dalam arti bahwa mereka yang berukuran tubuh kecil atau pendek akan sangat kesulitan menggunakan suatu rancangan jika dimensi tersebut dibuat terlalu besar, lebar, atau tinggi. Namun, orang yang besar tetap akan merasa nyaman, walaupun dimensi rancangan tersebut terlalu kecil. Contoh penggunaan persentil ini ialah dimensi tinggi alas kursi, diameter pegangan alat kerja, dan lain-lain (Iridiastadi, 2014).

(20)

Beberapa contoh ukuran yang menggunakan persentil besar adalah lebar alas kursi, tinggi pintu dan sebagainya (Iridiastadi, 2014).

Berbeda dengan kedua persentil yang lain, persentil tengah digunakan ketika rancangan tidak mensyaratkan kedua kondisi di atas, seperti tinggi pegangan pintu. Dalam hal ini, orang yang besar dan orang yang kecil dianggap tidak memiliki masalah bila ukuran yang diambil ialah ukuran rata-rata (Iridiastadi, 2014).

Oleh karena data antropometri diasumsikan mempunyai distribusi normal, maka pendekatan distribusi normal dapat digunakan dalam menghitung nilai persentil. Jika telah diketahui nilai rata-rata (mean) dan simpangan baku (standard deviation) dari suatu kumpulan data, maka dengan mudah dapat dihitung besarnya persentil P sebagai berikut (Iridiastadi, 2014):

Pi = x + ki . s

Dengan keterangan:

P = Nilai persentil yang dihitung x = nilai rata-rata

2.1.4 Prinsip Penerapan Antropometri untuk Perancangan

Terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam perancangan, diantaranya ialah sebagai berikut (Iridiastadi, 2014):

1. Perancangan berdasarkan Individu Besar atau Kecil (Konsep Persentil Kecil atau Besar)

Dalam konsep ini, mereka yang mempunyai tubuh besar atau kecil dijadikan sebagai pembatas besarnya populasi pengguna yang akan diakomodasi oleh rancangan. Biasanya yang dijadikan acuan adalah persentil besar (P95) atau persentil kecil (P5). Idealnya memang suatu rancangan dapat mengakomodasi 100 persen populasi jika tidak ada kendala dalam biaya, estetika dan aspek teknis.

2. Perancangan yang dapat Disesuaikan

Konsep ini digunakan untuk berbagai produk atau alat yang dapat diatur atau disesuaikan panjang, lebar, dan lingkarnya sesuai dengan kebutuhan pengguna. Kisaran kemampuan menyesuaikannya biasanya mulai dari perempuan dengan persentil P5 hingga laki-laki dengan persentil P95. Perancangan dengan pendekatan ini merupakan konsep yang paling ideal namum membutuhkan dukungan teknis dan biaya yang lebih besar.

3. Perancangan Berdasarkan Individu Rata-rata

(21)

Basis data antropometri merupakan sumber utama informasi yang diperlukan untuk perancangan, baik perancangan tempat kerja, produk, atau objek lainnya. Berikut ialah prosedur sistematis perancangan berdasarkan antropometri, yang terdiri atas sepuluh langkah (Iridiastadi, 2014):

1. Tentukan populasi pengguna yang akan menggunakan objek rancangan. 2. Tentukan dimensi tubuh yang terkait dengan objek rancangan.

3. Lihat basis data antropometri yang tersedia.

4. Lakukan pengukuran sendiri jika basis data tidak tersedia. 5. Tentukan persentase jumlah populasi yang diakomodasi. 6. Tentukan pendekatan perancangan yang akan digunakan.

7. Tentukan nilai ukuran untuk setiap dimensi yang rusak ditetapkan pada langkah ke-2.

8. Tambahkan besar kelonggaran.

9. Jika memungkinkan, visualisasikan rancangan. 10. Evaluasi hasil rancangan.

2.2 Principles of Room Design

2.2.1 Prinsip Umum Perancangan Tempat Kerja

Secara umum, stasiun kerja dapat dikategorikan menjadi 3 macam, yakni stasiun kerja untuk operator duduk (stasiun kerja duduk), stasiun kerja untuk operator berdiri (stasiun kerja berdiri), dan kombinasi keduanya (Iridiastadi, 2014).

a. Pekerjaan tangan tidak membutuhkan gaya atau kerja otot yang besar. b. Item utama yang dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan (komponen,

alat, dan lain-lain) dapat diambil dengan mudah dalam posisi duduk dan berada dalam jangkauan tangan dalam posisi duduk normal.

c. Pekerjaan dominan berupa kegiatan tulis menulis.

Dalam perancangan stasiun kerja duduk, dimensi-dimensi kritis perlu diperhatikan. Dimensi tersebut meliputi: tinggi badan duduk, tinggi mata duduk, tinggi bahu duduk, tebal paha duduk, jangkauan tangan ke depan, tinggi siku duduk, dan tinggi popliteal duduk.

2. Stasiun Kerja Berdiri

Stasiun kerja yang mengharuskan operator berdiri tidak begitu disukai, tetapi sering kali diperlukan. Terutama untuk pekerjaan dengan kondisi sebagai berikut:

a. Pekerjaan membutuhkan penanganan barang atau material yang sering, apalagi materialnya berat.

b. Pekerjaan membutuhkan banyak aktivitas menjangkau.

c. Pekerjaan membutuhkan mobilitas yang cukup tinggi, misalnya berpindah di sekitar stasiun kerja.

(22)

3. Stasiun Kerja Duduk atau Berdiri

Jika pekerjaan merupakan kombinasi dari elemen-elemen kerja yang cocok untuk kedua tipe stasiun kerja di atas, maka elemen-elemen tersebut dapat difasilitasi dengan menerapkan rancangan stasiun kerja duduk atau berdiri.

2.2.2 Aspek-Aspek Ergonomi dalam Perancangan Stasiun Kerja

Kegiatan manufacturing bisa didefinisikan sebagai satu unit atau kelompok yang berkaitan dengan berbagai macam proses kerja untuk merubah bahan baku menjadi produk akhir yang dikehendaki. Kegiatan masing-masing unit kerja ini akan berlangsung di suatu lokasi kerja atau stasiun kerja. Dalam industri manufacturing, stasiun kerja merupakan lokasi dimana suatu operasi produksi akan mengambil tempat (Wignjosoebroto, 2008).

Dengan pendekatan ergonomis diharapkan sistem produksi bisa dirancang untuk melaksanakan kegiatan kerja tertentu dengan didukung oleh keserasian hubungan antara manusia dengan sistem kerja yang dikendalikannya (man-machine system). Sistem kerja yang dimaksudkan di sini adalah sistem kerja yang melibatkan komponen-komponen kerja seperti mesin atau peralatan dan lingkungan fisik kerja (temperatur, pencahayaan, kebisingan, dan lain-lain) dimana kegiatan tersebut berlangsung. Pendekatan ergonomis akan membawa kita dalam rancangan sistem kerja (man-made objects), sehingga manusia akan dapat menggunakannya secara efektif, efisien, aman, dan nyaman. Apabila peralatan atau sistem kerja dirancang secara tidak benar, maksudnya di sini tanpa mempertimbangkan aspek-aspek ergonomi yang mana akan memerlukan pengoperasian yang berada di luar kemampuan manusia, maka hal ini bisa menyebabkan pekerja tidak mampu melaksanakan tugasnya secara tepat atau kesalahan-kesalahan dalam perolehan hasil akhirnya (Wignjosoebroto, 2008).

2.2.3 Macam Disiplin dan Keahlian Kerja yang Terkait Dengan Perancangan Stasiun Kerja

Perancangan stasiun kerja dalam industri haruslah mempertimbangkan banyak aspek yang berasal dari berbagai disiplin atau spesialisasi keahlian yang ada. Dalam perancangan stasiun kerja, aspek awal yang harus diperhatikan adalah yang menyangkut perbaikan-perbaikan metode atau cara kerja (The Principles of Motion Economy) dengan tujuan pokoknya adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Aspek kedua yang menjadi pertimbangan adalah kebutuhan akan data yang menyangkut dimensi tubuh manusia (anthropometric data). Data antropometri ini terutama sekali akan menunjang didalam proses perancangan produk dengan tujuan untuk mencari keserasian hubungan antara produk dan manusia yang memakainya. Aspek ketiga yang perlu dipertimbangkan berikutnya adalah berkaitan dengan pengaturan tata letak fasilitas kerja yang diperlukan dalam suatu kegiatan. Pengaturan fasilitas kerja pada prinsipnya bertujuan untuk mencari gerakan-gerakan kerja yang efisien seperti halnya dengan pengaturan gerakan-gerakan material handling. Pertimbangan selanjutnya adalah menyangkut pengukuran energi yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan aktivitas kerja tertentu. Aspek kelima dalam perancangan stasiun kerja akan berhubungan dengan masalah keselamatan dan kesehatan kerja (Wignjosoebroto, 2008).

(23)

Secara ideal perancangan stasiun kerja haruslah disesuaikan peranan dan fungsi pokok dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat, yaitu manusia, mesin atau peralatan, dan lingkungan fisik kerja. Berkaitan dengan perancangan stasiun kerja dalam industri, maka ada beberapa aspek ergonomis yang harus dipertimbangkan (Wignjosoebroto, 2008):

1. Sikap dan Posisi Kerja.

Tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk, atau dalam sikap atau posisi kerja yang lain, pertimbangan-pertimbangan ergonomis yang berkaitan dengan sikap atau posisi kerja akan sangat penting. Beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang cenderung tidak mengenakan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja yang “aneh” dan kadang-kadang juga harus berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja cepat lelah. Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang favourable ini pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain menyarankan hal-hal seperti (Wignjosoebroto, 2008): a. Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi

membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama. Untuk mengatasi masalah ini maka stasiun kerja harus dirancang terutama sekali dengan meperlihatkan fasilitas kerja seperti meja kerja, kursi, dan lain-lain yang seusai dengan data antropometri agar operator dapat menjaga sikap dan posisi kerjanya tetap tegak dan normal. Ketentuan ini terutama sekali ditekankan bilamana pekerjaan-perkejaan harus dilaksanakan dengan posisi berdiri.

b. Operator tidak menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa dilakukan. Pengaturan posisi kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak jangkauan normal.

c. Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri saat bekerja untuk waktu yang lama dengan kepala, leher, dada, atau kaki berada dalam sikap atau posisi miring. Demikian pula sedapat mungkin menghindari cara kerja yang memaksa operator harus bekerja dengan posisi telentang atau tengkurap.

d. Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi di atas level siku normal.

2. Antropometri dan Dimensi Ruang Kerja

Antropometri pada dasarnya akan menyangkut ukuran fisik atau fungsi dari tubuh manusia termasuk ukuran linier, berat, volume, ruang gerak, dan lain-lain. Data antropometri ini akan sangat bermanfaat di dalam perencanaan peralatan kerja atau fasilitas-fasilitas kerja. Persyaratan ergonomis agar supaya peralatan kerja atau fasilitas kerja sesuai dengan orang yang menggunakannya khususnya yang menyangkut dimensi tubuh. Untuk perencanaan data antropometri akan bermanfaat baik dalam memilih fasilitas-fasilitas kerja yang sesuai dimensinya dengan ukuran tubuh operator, maupun di dalam merencanakan dimensi ruang kerja itu sendiri. 3. Kondisi Lingkungan Kerja

(24)

kerja akan terus berakumulasi dan secara tiba-tiba akan menyebabkan hal yang fatal. Adanya lingkungan fisik kerja yang bising, panas bergetar atau atmosfer yang tercemar akan memberikan dampak negatif terhadap performa maupun moral atau motivasi kerja operator.

Suara-suara bising yang tidak terkendali (di atas ambang desibel yang diijinkan) tidak saja merusak pendengaran manusia secara sementara atau permanen akan tetapi juga bisa berinterferensi dengan sistem komunikasi suara yang dipakai di industri atau pabrik yang berguna untuk sinyal peringatan untuk kondisi-kondisi darurat. Getaran-getaran tidak terkendali dari mesin bisa pula memengaruhi performa kerja mesin yang lain, di samping juga menimbulkan gangguan stress bagi manusia.

4. Efisiensi Ekonomi Gerakan dan Pengaturan Fasilitas Kerja

Perancangan sistem kerja haruslah memerhatikan prosedur-prosedur untuk menghemat gerakan-gerakan kerja sehingga dapat memperbaiki efisiensi dan mengurangi kelelahan kerja. Pertimbangan mengenai prinsip-prinsip ekonomi gerakan diberikan selama tahap perancangan sistem kerja dari suatu industri, karena hal ini akan mempermudah modifikasi terhadap hardware, prosedur kerja, dan lain-lain.

5. Energi Kerja yang Dikonsumsikan

Energi kerja yang dikonsumsikan pada saat seseorang melaksanakan kegiatan merupakan faktor yang kurang begitu diperhatikan, karena dianggap tidak penting bila mana dikaitkan dengan perfoma kerja yang ditunjukkan. Meskipun energi dalam jumlah besar harus dikeluarkan untuk periode yang lama bisa menimbulkan kelelahan fisik, akan tetapi bahaya yang lebih besar justru kalau kelelahan menimpa pada mental manusia. Kelelahan mental merupakan musuh terbesar manusia karena hal ini akan memberi kontribusi pada kesalahan-kesalahan kerja yang serius. Tujuan pokok dari perancangan kerja seharusnya bisa menghemat energi yang harus dikonsumsikan untuk penyelesaian suatu kegiatan. Aplikasi prinsip-prinsip ergonomi dan ekonomi gerakan dalam tahap perancangan dan pengembangan sistem kerja secara umum akan dapat meminimalkan energi yang harus dikonsumsikan dan meningkatkan efisensi output kerja itu sendiri.

Selain itu juga diterapkan beberapa tipe-tipe kelas zona personal dalam prinsip perancangan tata letak ruang sebagai berikut (Barney & Al-Sharif, 2015):

1. Circulation Zone 2. Personal Comfort Zone 3. No Touch Zone

(25)

2.3 Time and Motion Study

Ketika kita mengamati aktivitas yang sedang berlangsung, hal utama yang dapat dilihat adalah gerakan dari operator itu sendiri. Kadang-kadang, gerakan operator sudah betul sesuai dengan apa yang diperlukan. Tetapi ada juga gerakan lain yang seharusnya tidak diperlukan yang dilakukan oleh operator. Motion study adalah metode analisis yang diaplikasikan untuk mengamati beberapa bagian dari tubuh operator dalam menyelesaikan pekerjaan mereka (Sutalaksana, dkk, 2006).

Dalam prinsip time study, performa yang dilakukan oleh operator dengan aktivitas yang sama sering memenuhi definisi yang tepat dari suatu standar. Jadi beberapa penyesuaian harus dibuat dari rata-rata waktu yang diobservasi untuk mendapatkan waktu yang diperlukan oleh operator untuk melakukan pekerjaan ketika bekerja pada pola standar. Hanya dalam pola inilah mereka dapat membangun standar yang bagus untuk operator yang terkualifikasi (Freivalds & Niebel, 2009).

Standard time itu berasal dari normal time dan allowance. Dalam kasus ini normal time itu didapat dari waktu siklus dan variabel penilaian performa kerja (Wignjosoebroto, 2008).

Sebagai bagian dari analisis gerakan, Gilbreth menyimpulkan bahwa semua pekerjaan mau produktif ataupun tidak produktif, itu dilakukan dengan menggunakan kombinasi dari 17 gerakan dasar yang disebut Therbligs (dari nama Gilbreth dieja dari belakang). Therbligs dapat bersifat efektif atau tidak efektif. Therbligs yang efektif dapat meningkatkan proses dari suatu pekerjaan sedangkan untuk Therbligs yang tidak efektif tidak meningkatkan proses dari suatu pekerjaan itu harus dihapus dengan cara mengaplikasikan prinsip dari motion economy (Freivalds & Niebel, 2009).

Analisis layout mempertimbangkan aplikasi dari berbagai prinsip dari desain penampakan untuk menentukan bagaimana cara untuk menggabungkan atau menentukan elemen yang berfungsi pada suatu alat. Tiga prinsip yang sering digunakan antara lain (Fisk, dkk, 2009):

1. Frequency of Use

Menyatakan bahwa elemen yang sering dipakai seharusnya digabung bersama.

2. Sequence of Use

Hampir sama dengan frequency of use elemen yang sering dipakai dan urutannya secara bersamaan harus digabung bersama.

3. Importance of Functional Elements

Keperluan untuk membuat elemen penting dengan mudah dilihat dan diakses dan keperluan untuk menggabungkan elemen tertentu secara bersama.

2.3.1 Pengukuran Kerja dengan Metode Standard Data

(26)

waktu permesinan atau pemotongannya. Misalnya perkakas jig yang dipakai untuk membuat lubang diameter 1/4” bisa pula dipergunakan untuk membuat lubang dengan diameter ataupun kedalaman pemotongan yang berbeda. Waktu yang dipergunakan untuk memasang jig ataupun meletakkan benda kerja pada jig (lebih dikenal dengan istilah “handing process”) akan sama saja. Kalau ada perbedaan waktu yang mungkin dijumpai dalam proses pelubangan, maka hal ini dikarenakan adanya perbedaan dalam besar diameter dan dalamnya lubang yang harus dibuat (Wignjosoebroto, 2008).

Jelas bahwa penetapan waktu baku dengan metode standard data sangat sederhana sekali di samping tentunya juga lebih mudah atau cepat dilaksanakan. Masalah yang dirasakan cukup kompleks dalam hal ini mungkin hanya pada saat pengumpulan data waktu baku untuk berbagai jenis pekerjaan melalui aktivitas stopwatch time study seperti yang biasanya dilakukan. Meskipun demikian kegiatan pengumpulan data waktu baku tersebut cukup sekali saja dilaksanakan dan selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan selanjutnya. Dengan menggunakan metode standard data jelas akan mengurangi aktivitas-aktivitas pengukuran kerja tertentu, mempercepat proses yang diperlukan untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan untuk penyelesaian pekerjaan (Wignjosoebroto, 2008).

2.3.2 Penetapan Waktu Baku dengan Data Waktu Gerakan (Predetermined Motion Time System)

Seperti telah disebutkan terdahulu bahwa waktu baku untuk suatu proses kerja atau operasi bisa ditetapkan dengan berbagai macam cara yaitu dengan stopwatch time study, dan sampling kerja. Pengukuran waktu dengan stopwatch atau sampling kerja penyelidikan harus dilaksanakan secara langsung, menyeluruh, dan terus menerus. Pengamatan acak harus dilakukan beratus sampai seribu kali untuk memperoleh hasil yang akurat. Satu hal yang penting ialah bahwa pengamatan atau pengukuran kerja hanya dapat dilaksanakan setelah kegiatan tersebut berlangsung beberapa lama (Wignjosoebroto, 2008).

Walaupun manfaat dari metode standard ini jelas terlihat dan dirasakan namun masih juga ada kekurangannya. Hal ini sehubungan dengan keterbatasan lingkup pekerjaan yang dapat dianalisis dengan data waktu baku. Tabel data waktu baku hanya bisa dimanfaatkan sejauh pekerjaan-pekerjaan yang dianalisis sesuai dengan pekerjaan yang waktunya sudah dibakukan. Dengan kata lain data waktu yang dibuat untuk suatu kelompok pekerjaan hanya berlaku untuk kelompok itu sendiri. Untuk itu dibuat data waktu baku yang bukan lagi berdasarkan elemen-elemen pekerjaannya akan tetapi berdasarkan elemen-elemen gerakan yang dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Yang dimaksud dengan elemen gerakan di sini serupa dengan yang dimaksud oleh Frank dan Lillian Gilberth mengenai elemen Therbligs. Memang dari konsep Therbligs inilah timbul gagasan untuk merinci suatu pekerjaan atas elemen-elemen walaupun elemen-elemen gerakan yang ada di sini tidak persis sama dengan yang ada dalam Therbligs. Cara pengukuran kerja dengan metode ini dikenal dengan penetapan waktu baku dengan memanfaatkan data waktu gerakan yang lebih dikenal pula sebagai Predetermined Time System (Wignjosoebroto, 2008).

(27)

kerja yang dilaksanakan oleh operator ke dalam gerakan-gerakan kerja, gerakan-gerakan anggota tubuh ataupun elemen-elemen gerakan manual lainnya dan kemudian menetapkan nilai waktu masing-masing berdasarkan waktu yang ada. Masing-masing sistem dengan menggunakan data waktu ini ditetapkan berdasarkan study yang ekstensif dengan memerhatikan semua aspek yang berkaitan dengan performa kerja manusia melalui prosedur pengukuran kerja, evaluasi dan pemakuan data waktu yang diperolehnya. Aplikasi dari Predetermined Time System mengharuskan membagi-bagi secara detail operasi kerja yang akan diukur dalam gerakan-gerakan dasar sesuai dengan sistem yang akan dipakainya nanti. Masing-masing sistem yang ada dalam Predetermined Time System akan memiliki aturan dan prosedur spesifik yang harus diikuti secara tepat. Berbagai cara pembagian suatu pekerjaan atas elemen-elemen gerakan telah melahirkan beberapa metode penentuan waktu baku secara sintesis. Terdapat diantaranya (Wignjosoebroto, 2008):

1. Analisis Waktu Gerakan (Motion Time Analysis) 2. Waktu Gerakan Baku (Motion Time Standard) 3. Waktu Gerakan Dimensi (Dimension Motion Time) 4. Faktor-faktor Kerja (Work Factors)

5. Pengukuran Waktu Gerakan (Motion Time Measurement) 6. Pengukuran Waktu Gerakan Dasar (Basic Motion Time)

2.3.3 Pengukuran Waktu Metode (Methods-Time Measurement)

Pengukuran waktu metode yang dalam istilah asingnya lebih dikenal sebagai Methods-Time Measurement (MTM) adalah suatu sistem penetapan awal waktu baku yang dikembangkan berdasarkan studi gambar gerakan-gerakan kerja dari suatu operasi kerja industri yang direkam dalam video. Sistem ini didefinisikan sebagai suatu prosedur untuk menganalisa setiap operasi atau metode kerja ke dalam gerakan-gerakan dasar yang diperlukan untuk melaksanakan kerja tersebut, dan kemudian menetapkan waktu standar dari masing-masing gerakan tersebut berdasarkan macam gerakan dan kondisi-kondisi kerja masing-masing yang ada (Wignjosoebroto, 2008).

Pengukuran waktu metode membagi gerakan-gerakan kerja atas elemen-elemen gerakan menjangkau (reach), mengangkut (move), memutar (turn), memegang (grasp), mengarahkan (position), melepas (release), lepas rakit (disassemble), gerakan mata (eye movement), dan beberapa anggota badan lainnya. Waktu untuk setiap elemen gerak ini ditentukan menurut beberapa kondisi yang disebut “kelas-kelas”. Kelas-kelas ini dapat menyangkut keadaan-keadaan perhentian, keadaan-keadaan obyek yang ditempuh atau dibawa, sulit mudahnya menangani obyek atau kondisi-kondisi lainnya (Wignjosoebroto, 2008).

(28)

Tabel 2.2 Tabel Data Reach untuk Aplikasi MTM

Distance Moved Inchies

Time TMU Hand inMotion DescriptionCase and

A B C atau D E A B a. Meraih objek

TMU per inci di atas 30”

Sumber: (Wignjosoebroto, 2008)

Tabel 2.3 Tabel Data Grasp untuk Aplikasi MTM

Type of

Grasp Case

Time

(TMU

) Description

Pick-up 1A 2,0 Mudah diambil

1B 3,5 Objek yang terletak di permukaan datar

(29)

genggaman di bawah dan satu sisi silinder. 1C2 8,7 Diameter ¼” sampai ½”

1C3 10,8 Diameter < ¼”

Regrasp 2 5,6 Mengubah pegangan tanpa control yang kuat

Transfer 3 5,6 Memindahkan dari satu tangan ke tangan lain

Select

4A 7,3 > 1”x1”x1” Objek tercampur dengan objek lain sehingga perlu mencari. 4B 9,1 ¼”x¼”x 1/8 - 1”x1”x1”

4C 12,9 < ¼”x¼”x 1/8

Contact 5 0 Kontak, terselip, terlepas dari genggaman.

Sumber: (Wignjosoebroto, 2008)

Tabel 2.4 Tabel Data Table Apply untuk Aplikasi MTM

Full Cycle Components

Symbol TMU Description Symbol TMU Description

APA

APB 10,616,2 AF+DM+RLFAPA+G2 DMAF RLF

Tabel 2.5 Tabel Data Move untuk Aplikasi MTM

(30)

22 20,

Tabel 2.6 Tabel Data Table Position untuk Aplikasi MTM

Class of Fit Symmetry Easy to Handle Difficult toHandle

1-Loose Tidak ada tekanan

2-Close Memerlukan sedikit tekanan

S

3-Exact Memerlukan tekanan yang besar.

S

Tabel 2.7 Tabel Data Table Release untuk Aplikasi MTM

Cas

Melepas dengan membuka jari sebagai gerakan sendiri. Melepas kontak.

(31)

Pemilihan dan penentuan lokasi penelitan

Pengumpulan data dan dokumentasi

Studi Pustaka

Meminta perijinan dan melakukan survei

ke lokasi

Pengolahan dan analisis data

Penarikan kesimpulan Start

Finish

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Berikut ini adalah diagram alir penelitian dari pembuatan laporan penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

3.2 Penjelasan Diagram Alur Penelitian

Berikut adalah penjelasan dari diagram alir penelitian di atas: 1. Studi Pustaka

Dalam melakukan penelitian ini, hal yang pertama dilakukan ialah mencari dan mengumpulkan informasi dari beberapa sumber buku terkait dengan modul yang digunakan dalam menganalisis dan mengevaluasi objek penelitian untuk meningkatkan sistem yang digunakan serta kualitas pelayanan klinik tersebut.

(32)

Hal yang selanjutnya dilakukan adalah pemilihan lokasi penelitian yang akan digunakan sebagai objek penelitian dalam laporan penelitan ini. Seluruh anggota kelompok telah berdiskusi terlebih dahulu dan meminta persetujuan dari asisten laboratorium terkait. Setelah disetujui oleh seluruh anggota kelompok dan asisten laboratorium terkait, maka lokasi penelitian pun ditetapkan.

3. Meminta Perizinan dan Melakukan Survei ke Lokasi

Setelah menentukan lokasi penelitan yaitu di sebuah klinik bernama Klinik Taman Anggrek, seluruh anggota kelompok langsung mengunjungi lokasi penelitian untuk melakukan survei dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk pembuatan laporan. Namun, saat pertama pergi ke Klinik tersebut, penelitian tidak dapat dilakukan dikarenakan masalah perizinan oleh pihak Klinik Taman Anggrek. Setelah itu, dilakukanlah permohonan mengenai surat izin melakukan survei yang diurus oleh pihak Universitas Binus. Setelah itu, kunjungan untuk melakukan penelitian di Klinik Taman Anggrek pun kembali dilakukan. Setelah meminta perizinan melaksanakan survei yang kedua kalinya dengan membawa surat permohonan, pihak Klinik Taman Anggrek pun akhirnya memberi izin melakukan penelitian. 4. Pengumpulan Data dan Dokumentasi

Setelah sampai di lokasi, seluruh anggota kelompok langsung memulai proses pengumpulan data-data yang berguna dalam proses penelitian kali ini, seperti mengukur ruangan, mengukur kursi, meja, dan lain-lain. Selain itu, seluruh kelompok pun juga melakukan proses pengumpulan dokumentasi berupa foto dan video.

5. Pengolahan Data dan Analisis Data

Hal yang dilakukan setelah seluruh data dan dokumentasi pendukung diperoleh ialah pengolahan data terkait dengan modul-modul serta teori-teori yang terdapat pada materi Human-Integrated Systems. Setelah itu, hasil pengolahan data serta prinsip-prinsip dan teori-teori yang diperoleh dari studi pustaka pun digunakan untuk menganalisis sistem kerja yang diterapkan pada objek penelitian tersebut.

6. Penarikan Kesimpulan

(33)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Modul Antropometri

4.1.1 Pengumpulan Data Modul Antropometri

Berikut ini adalah tabel rekapitulasi standar deviasi dan persentil dari data antropometri di Indonesia terkait dengan dimensi yang dibutuhkan untuk merancang equipment yang diamati:

Tabel 4.1 Rekapitulasi Standar Deviasi dan Persentil

Sumber:http://antropometriindonesia.org/index.php/detail/artikel/4/10/data_antropometri

No Dimensi Keterangan 5th 50th 95th SD

1 D10 Tinggi bahu dalam

posisi duduk 59,37 61,01 62,66 8,34

2 D11 Tinggi siku dalam

posisi duduk 30,19 31,84 33,48 6,21

3 D14 Panjang popliteal 37,34 38,98 40,63 4,42

4 D16 Tinggi popliteal 41,44 43,09 44,73 3,98

5 D17 Lebar sisi bahu 42,22 43,86 45,51 7,16

6 D18 Lebar bahu bagianatas 34,21 35,86 37,5 4,85

7 D19 Lebar pinggul 33,96 35,61 37,25 5,43

(34)

Berikut ini adalah gambar 2D kursi operator sekarang:

Gambar 4.1 Kursi Operator 2D Sekarang

Berikut ini adalah gambar 3D kursi operator sekarang:

(35)

4.1.2 Pengolahan Data Modul Antropometri

Berikut ini adalah gambar perancangan 2D kursi operator usulan:

Gambar 4.3 Kursi Operator 2D Usulan

Berikut ini adalah gambar perancangan 3D kursi operator usulan:

Gambar 4.4 Kursi Operator 3D Usulan

4.1.3 Analisis Data Modul Antropometri 1. Analisis Equipment Sekarang

(36)

gambar produk rancangan tampak 2D dan tampak 3D. Kursi yang saat ini digunakan sebagai kursi resepsionis di Klinik Taman Anggrek telah memiliki memiliki komponen height adjustment mechanism yaitu bahwa kursi dapat dinaik-turunkan sesuai dengan preference penggunanya. Namun selain ketinggian, kursi tersebut sebenarnya masih belum dapat dianggap ergonomis dan sesuai bagi penggunanya. Hal ini disebabkan karena beberapa resepsionis yang bekerja di Klinik Taman Anggrek memiliki ukuran dimensi-dimensi tubuh lain selain tinggi tubuh, yang juga berbeda-beda. Apabila equipment yang digunakan pekerja tidak ergonomis, dalam hal ini kursi resepsionis, pekerja tentu tidak akan bekerja secara optimal. Hal ini disebabkan karena peralatan yang tidak ergonomis akan menyebabkan beberapa hal yang dapat menghambat pekerja, antara lain rasa tidak nyaman, cedera otot tubuh yang mengganggu, gerakan yang tidak diperlukan, dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa perubahan pada equipment yang digunakan pekerja, yaitu kursi yang digunakan pada meja resepsionis. Selain telah memiliki komponen height adjustment mechanism, kursi yang digunakan oleh resepsionis tersebut juga telah dilengkapi dengan roda yang dapat digunakan untuk melakukan perputaran atau pergerakan tanpa perlu berdiri. Namun, kursi yang digunakan oleh resepsionis sekarang masih belum dilengkapi dengan sandaran tangan atau armrest. Armrest berguna untuk menghilangkan risiko cedera pada otot tangan. Dimensi yang dijadikan acuan dalam merancang ketinggian armrest adalah dimensi tinggi siku dalam keadaan duduk. Karena perancangan ini dapat disesuaikan maka jangkauan tinggi armrest ialah sebesar persentil P5 sampai persentil P95. Selain itu, dimensi lebar bahu juga digunakan untuk merancang lebar sandaran kursi tersebut. Dimensi tinggi bahu digunakan dalam perancangan tinggi sandaran kursi. Komponen armrest yang ditambahkan dalam perancangan ini memungkinkan pengguna untuk menaruh dan mengistirahatkan lengan untuk menghindari risiko cedera otot lengan yang mungkin diderita penggunanya.

2. Analisis Equipment Usulan

(37)

nyaman menggunakan kursi tersebut untuk bersandar. Orang yang memiliki lebar bahu besar tetap dapat menggunakan sandaran tanpa merasa kesempitan dan orang yang memiliki lebar bahu yang kecil pun tidak akan tetap merasa nyaman apabila terlalu lebar. Persentil P95 dari dimensi lebar bahu yaitu sebesar 45,51 cm. Dimensi tinggi siku manusia dalam posisi duduk berguna dalam merancang tinggi armrest atau sandaran tangan. Persentil yang diambil juga persentil P50 karena dianggap dapat mengakomodasi seluruh populasi, besarnya yaitu 31,84 cm. Namun karena pengukuran diukur dari bahu, maka 31,84 cm diukur juga dari tinggi sandaran kursi. Dimensi pantat popliteal digunakan dalam perancangan panjang kursi, dengan persentil P50 yang bertujuan untuk mengakomodasi seluruh populasi. Ukuran panjang kursi yang dirancang pada kursi ini ialah sebesar 38,98 cm. Selain itu, dimensi lebar pinggul dengan persentil P95 digunakan dalam perancangan lebar alas kursi. Persentil P95 dari dimensi lebar pinggul ialah sebesar 37,25 cm, maka lebar alas kursi pun dirancang berukuran sedemikian rupa

Prinsip perancangan yang diaplikasikan dalam mendesain kursi kerja resepsionis di Klinik Taman Anggrek yaitu design principles that can be adjusted. Alasan utama digunakannya prinsip perancangan yang dapat disesuaikan adalah karena tidak ada persentil yang benar-benar dapat mewakili secara presisi beberapa dimensi antropometri yang memengaruhi desain kursi kerja resepsionis tersebut, yaitu dimensi tinggi popliteal, dimensi tinggi siku duduk, dimensi tinggi antara siku. Jika digunakan persentil P50 atau menggunakan tinggi rata-rata pada dimensi-dimensi tersebut, tetap saja ada populasi dengan dimensi ekstrem (terlalu tinggi atau terlalu pendek) yang akan merasa tidak nyaman menggunakan kursi tersebut sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai produk yang ergonomis. Jika digunakan persentil kecil misalnya persentil P1, persentil P2,5, persentil P5, ataupun persentil P10, maka populasi yang memiliki dimensi besar (yang lebih tinggi) juga akan merasa tidak nyaman menggunakan mesin tersebut dan sebaliknya. Dalam kasus ini, tidak ada suatu persentil yang benar-benar dapat mewakili secara presisi setiap populasi dengan dimensi yang sangat beragam tersebut. Oleh karena itu, dipilihlah prinsip perancangan yang dapat disesuaikan atau design principles that can be adjusted.

Selain karena alasan tersebut, digunakan prinsip perancangan yang dapat disesuaikan agar setiap resepsionis dengan tinggi badan dan besar anggota tubuhnya masing-masing.

Sumber variabilitas yang turut berpengaruh dalam perancangan perubahan dan penambahan fitur terhadap kerja kursi resepsionis yang terdapat di Klinik Taman Anggrek yang terutama adalah etnis. Rata-rata sampel resepsionis di Klinik Taman Anggrek berasal dari etnis Melayu dan Tiong Hoa.

Selain etnis, jenis kelamin juga turut memengaruhi desain perancangan kursi kerja resepsionis. Rata-rata pria memiliki dimensi tinggi tubuh yang lebih tinggi dan besar dibandingkan wanita.

(38)

Perancangan kursi kerja resepsionis juga memerhatikan kondisi tubuh manusia yang memiliki kecacatan secara fisik, sehingga apabila terdapat resepsionis yang menderita cacat fisik, mereka tetap dapat merasakan kesamaan dan kenyamanan dalam menggunakan kursi tersebut.

4.2 Modul Principles of Room Design

4.2.1 Pengumpulan Data Modul Principles of Room Design

Berikut ini adalah gambar dan ukuran layout fasilitas sekarang beserta keterangannya:

Gambar 4.3 Layout Fasilitas Sekarang

4.2.2 Pengolahan Data Modul Principles of Room Design

(39)

Gambar 4.4 Layout Fasilitas Usulan

4.2.3 Analisis Data Modul Principles of Room Design

1. Analisis Layout Awal

(40)

pembelian obat di counter tersebut. Apalagi, rak-rak tersebut seharusnya digunakan sebagai tempat display obat-obatan yang akan dibeli pasien. Selain menghalangi display obat, pengunjung yang akan membeli pun memiliki ruang gerak yang sangat terbatas disebabkan karena keberadaan kursi tunggu tersebut. Karena ada gangguan ini, dapat diprediksi bahwa pengunjung akan lebih memilih melakukan transaksi di sisi lain counter obat yang berarti pengunjung harus bergerak lebih jauh. Selain ini, perancangan ini juga menurunkan nilai guna rak obat itu sendiri. Hal lain yang menyebabkan perancangan ruang ini dianggap belum sesuai dengan principles of room design ialah karena penempatan kursi tunggu yang letaknya tidak sesuai. Empat kursi yang di letakan di depan sebelas kursi belakang terkesan tidak efisien karena mengganggu saat 4 pasien yang duduk di ujung hendak keluar. Selain itu, kursi di seberangnya sangat tidak ergonomis karena menutupi papan pengumuman jadwal dokter apabila ada orang yang duduk pada kursi tersebut. Hal ini tentu tidak efisien dan menyia-nyiakan fungsi papan pengumuman tersebut. Selain itu, karena televisi diletakkan berhadapan hanya dengan lima belas kursi tunggu, masih tersisa tujuh kursi yang diletakan sejajar dengan televisi. Tujuh orang yang duduk pada kursi ini tidak akan dapat menonton televisi dengan nyaman karena mereka harus memutar leher mereka untuk dapat menonton. Diperkirakan, pasien pun menjadi malas menonton televisi tersebut dan tidak semua dapat menikmati hiburan yang telah disediakan itu. Padahal pihak klinik sengaja menyalakan televisi tersebut agar pasien tidak merasa bosan saat menunggu.

2. Analisis Layout Usulan

Dalam perancangan layout usulan, berdasarkan faktor-faktor yang menyebabkan perancangan ruang tunggu Klinik Taman Anggrek menjadi tidak ergonomis, maka dirancanglah sebuah rancangan layout usulan yang diharapkan dapat menghilangkan segala kekurangan layout sebelumnya. Peletakan semua kursi yang tidak ergonomis pun diubah menjadi berhadapan dengan counter obat dan meja resepsionis. Perubahan yang dilakukan dapat dikategorikan sebagai perubahan total karena hampir semua peletakan peralatan-peralatan yang terdapat di ruang tunggu Klinik Taman Anggrek ini diubah. Kursi-kursi tunggu diubah hanya menjadi dua baris saja.

(41)

Jarak antar kursi depan dengan belakang juga diatur dengan menggunakan prinsip perancangan desain ruangan yaitu zona perorangan. Besar zona perorangan yaitu sebesar 53,3 cm, oleh karena itu berarti setiap individu memiliki ruang gerak setidaknya selebar 53,5 cm. Dalam kasus ini, panjang dudukan kursi yaitu sebesar 41 cm, sehingga diperoleh dari (53,5 cm - 42,58 cm) / 2, jarak antar kursi minimal sebesar 6,15 cm ke depan dan 6,15 cm ke belakang atau 12,3 cm ke kursi di depan atau di belakangnya. Namun perlu ditambahkan dengan tebal perut individu persentil P95 agar pasien dapat lewat menyamping bila akan keluar. Persentil P95 dimensi tebal perut yaitu sebesar 26,19, sehingga bila dijumlahkan diperoleh 38,49. Diberikan kelonggaran dinamis sehingga dirancang jarak antara barisan kursi depan dengan belakangnya sebesar 40 cm. Oleh karena itu, berjarak 40 cm di depan barisan kursi tersebut diletakkan sembilan kursi lain yang diatur tiga-tiga.

Tiga kursi tersusun dengan jarak sebesar 10 cm sesuai dengan perhitungan jarak kursi yang telah dibahas pada paragraf sebelumnya, lalu berselang 55 cm terdapat 3 kursi lainnya dengan jarak yang sama hingga mencapai total 9 kursi tersusun sebagai baris depan. Jarak 55 cm ini diperoleh dari perhitungan perancangan dengan menggunakan zona prinsip zona perorangan, namun perlu ditambahkan dengan dimensi lebar pinggul individu dengan persentil P95 sebesar 37,25 cm agar orang tetap dapat lewat tanpa merasa kesempitan sehingga jarak tersebut menjadi 46,55 cm. Ditambahkan juga kelonggaran dinamis karena terkadang terdapat pasien yang membawa tas di samping, sehingga dalam perancangan ini dirancang jarak antar 3 kursi baris depan yaitu sebesar 55 cm. Alasan digunakan zona perorangan dalam perancangan ini adalah agar setiap orang dapat tetap bergerak tanpa bersentuhan dengan individu lainnya.

(42)

melakukan transaksi obat pun menjadi lebih mudah karena dapat menggunakan kedua sisi meja counter obat tanpa terhalang oleh kursi ataupun pasien lain. Selain itu, ruang jalan yang disediakan lurus tanpa berbelok juga turut memudahkan pasien yang menggunakan kursi roda untuk bergerak lurus tanpa perlu berbelok seperti yang perlu dilakukan pada desain awal layout ruang tunggu tersebut.

4.3 Modul Time and Motion Study

4.3.1 Pengumpulan Data Modul Time and Motion Study

Berikut adalah hasil pengumpulan data dari objek yang diteliti terkait dengan modul time and motion study:

1. Waktu Siklus Stasiun Kerja

Berikut adalah tabel data waktu dalam antrian yang telah dihitung menggunakan stopwatch:

Tabel 4.2 Data Waktu Perakitan Steker dan Waktu Siklus

Antrian ke- Waktu Antrian Waktu Siklus (detik)

1 4:30.32 270,32

2 8:30.35 240,03

3 13:24.56 294,21

4 17:49.02 264,46

5 22:37.11 288,09

6 26:43.26 246.15

7 30:43.73 240,47

8 35:44.12 300,39

9 39:44.20 240,08

10 43:38.42 234,22

11 47:45.60 247,18

12 52:18.08 272,48

13 56:11.19 233,11

14 60:32.56 260,66

15 64:32.05 239.49

2. Layout Stasiun Kerja

(43)

Gambar 4.5 Layout Stasiun Kerja Sekarang

3. Rekapitulasi Waktu untuk Hasil Rekaman

Berikut ini adalah tabel data rekapitulasi waktu untuk hasil rekaman mengenai kegiatan pembersihan karang gigi yang diselidiki:

Tabel 4.3 Data Waktu Pembersihan Karang Gigi

(44)

Waktu (Detik) 1 Mengecek karang gigi dengan pinset dengan tangan kanan 22,2

6 Mengangkat pinset sejauh 14 inci dengan tangan kanan 5,27

7 Menjangkau meja dengan tangan kanan 0,53

8 Memindahkan meja sejauh 4 inci dengan tangan kanan 0,67

9 Menjangkau scaler dengan tangan kanan 0,43

10 Memegang scaler dengan tangan kanan 0,30

11 Mengangkat scaler sejauh 24 inci dengan tangan kanan 1,34

12 Membersihkan karang gigi dengan scaler dengan tangan kanan 30,07

15 Memindahkan scaler ke meja sejauh 4 inci dengan tangan kanan 5,74

16 Memindahkan scaler ke mulut sejauh 4 inci dengan tangan kanan 4,60

17 Membersihkan karang gigi dengan scaler dengan tangan kanan 2,54

18 Memindahkan scaler ke meja sejauh 4 inci dengan tangan kanan 5,60

19 Memindahkan scaler sejauh 24 inci dengan tangan kanan 5,33

20 Menjangkau pinset dengan tangan kanan 0,93

21 Memegang pinset dengan tangan kanan 0,27

22 Menjangkau kapas dengan pinset dengan tangan kanan 0,75

23 Memegang kapas dengan pinset dengan tangan kanan 0,30

24 Memindahkan kapas dengan pinset sejauh 16 inci dengan tangan kanan 0,51

25 Melipat kapas dengan tangan kanan 0,53

26 Menjangkau pinset dengan tangan kanan 0,52

27 Memegang pinset 10,04

28 Memegang kapas dengan pinset 1,53

29 Memindahkan tangan yang memegang kapas dan pinset ke meja sejauh 4 inci dengan tangan kanan 0,70

30 Memindahkan cermin ke mulut sejauh 16 inci dengan tangan kiri 4,67

31 Memindahkan tangan yang memegang kapas dan pinset ke mulut sejauh 16 inci dengan tangan kanan 0,85

32 Memasang kapas ke mulut dengan tangan kanan 1,20

33 Memindahkan pinset sejauh 12 inci dengan tangan kanan 3,70

34 Menjangkau scaler dengan tangan kanan 0,67

35 Memegang scaler dengan tangan kanan 0,40

36 Memindahkan scaler ke mulut sejauh 24 inci dengan tangan kanan 1,38

37 Membersihkan karang gigi dengan scaler dengan tangan kanan 0,47

38 Memindahkan scaler sejauh 24 inci dengan tangan kanan 4,03

Tabel 4.3 Data Waktu Pembersihan Karang Gigi (lanjutan)

No Deskripsi Kegiatan

Gambar

Tabel 2.1 Beberapa Dimensi Data Antropometri yang Umum
Tabel 2.1 Beberapa Dimensi Data Antropometri yang Umum (lanjutan)
Tabel 2.3 Tabel Data Grasp untuk Aplikasi MTM
Tabel 2.4 Tabel Data Table Apply untuk Aplikasi MTM
+7

Referensi

Dokumen terkait