• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PSI 1006349 Chapter4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PSI 1006349 Chapter4"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

35

Dea Ibrahim Arsyad, 2015

HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLIN BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu BAB IV

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A.Temuan dan Pembahasan Penelitian

Pada bab ini peneliti akan mendeskripsikan temuan ataupun hasil penelitian variabel stres berkendara dan disiplin berlalu lintas. Data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari pengguna kendaraan sepeda motor dengan status mahasiswa di kota Bandung.

1. Gambaran Stres Berkendara

a. Gambaran Stres Berkendara Secara Umum

Berdasarkan pengumpulan dan pengkategorisasian data pada 150 responden, maka stres berkendara dapat dilihat dengan gambaran sebagai berikut.

Tabel 4.1 Gambaran Tingkat Stres Berkendara

Kategori Jumlah Persentase

Rendah 19 13%

Sedang 105 70%

Tinggi 26 17%

150 100%

(2)

Dea Ibrahim Arsyad, 2015

HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu Gambar 4.1 Diagram Stres Berkendara

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa secara umum tingkat stres berkendara pada pengguna sepeda motor dengan status mahasiswa di kota Bandung berada pada kategori sedang dengan jumlah 105 responden (70%). Hal ini berarti sebagian besar pengendara sepeda motor menunjukkan respon yang cukup negatif karena adanya situasi yang tidak menyenangkan atau sumber stres saat berkendara.

Taraf sedang menunjukkan pengendara menganggap sumber stres sebagai suatu ancaman bagi dirinya, namun dinilai sebagai hal yang tidak terlalu berbahaya sehingga respon yang dimunculkan tidak tinggi dan tidak rendah. Hal ini juga menunjukan bahwa taraf pengendara kurang memiliki sumber daya, kemampuan atau kapasitas dalam menangani stres. Bentuk respon negatif ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam gambaran stres berkendara berdasarkan dimensi.

b. Gambaran Stres Berkendara Berdasarkan Dimensi

Selanjutnya akan dipaparkan mengenai gambaran umum dari masing-masing dimensi stres berkendara yang meliputi aggression, dislike of driving, hazard monitoring, thrill seeking dan fatigue proneness.

Tabel 4.2

Tingkat Stres Berkendara Berdasarkan Dimensi

Dimensi Kategori Jumlah Persentase

(3)

Dea Ibrahim Arsyad, 2015

HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

Tinggi 18 12%

Jumlah 150 100%

Thrill seeking

Rendah 22 15%

Sedang 109 72%

Tinggi 19 13%

Jumlah 150 100%

Fatigue Proneness

Rendah 21 14%

Sedang 104 69%

Tinggi 25 17%

Jumlah 150 100%

Gambaran umum dari dimensi-dimensi tersebut dapat digambarkan dalam grafik berikut.

Gambar 4.2 Grafik Dimensi-dimensi Stres Berkendara

Berdasarkan pada tabel dan gambar 4.2, pengendara sepeda motor dengan status mahasiswa di kota Bandung berada pada kategori sedang pada masing- masing dimensi stres berkendara.

(4)

Dea Ibrahim Arsyad, 2015

HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

sedang. Hal ini tercermin dari banyaknya pengendara yang merasa kesal dan sangat tidak menyukai pengendara lain yang mungkin dapat menyebabkan masalah bagi dirinya.

Selanjutnya pada dimensi dislike of driving persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 78%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda motor mengalami mood negatif berupa perasaan cemas dan tidak nyaman selama berkendara pada taraf yang sedang. Hal ini tercermin dari banyaknya pengendara yang merasa cara berkendaranya menjadi lebih buruk dari biasanya jika berkendara dengan kendaraan yang tidak biasa digunakan olehnya.

Pada dimensi hazard monitoring persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 69%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda menjadi waspada terhadap ancaman dan bahaya yang dapat muncul selama berkendara pada taraf yang sedang. Hal ini tercermin dari banyaknya pengendara menjadi sangat waspada ketika melalui jalanan yang sulit.

Selanjutnya pada dimensi thrill seeking persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 72%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda motor menampilkan sikap dan perilaku yang menikmati keadaan berbahaya selama berkendara pada taraf yang sedang. Hal ini tercermin dari banyaknya pengendara yang merasa dirinya menikmati sensasi ketika berkendara dengan sangat cepat.

Pada dimensi fatigue proneness persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 69%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda motor menjadi rentan kelelahan secara fisik dan mental setelah melakukan perjalanan cukup panjang pada taraf yang sedang. Hal ini tercermin dari banyaknya pengendara yang merasakan otot-ototnya menjadi tegang selama berkendara.

2. Gambaran Disiplin Berlalu Lintas

(5)

Dea Ibrahim Arsyad, 2015

HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

Berikut ini merupakan hasil pengkategorisasian tingkat disiplin berlalu lintas pada responden dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3 Tingkat Disiplin Berlalu Lintas

Kategori Jumlah Persentase

Rendah 23 15%

Sedang 104 70%

Tinggi 23 15%

150 100%

Dalam bentuk diagram, kategorisasi disiplin berlalu lintas dapat digambarkan sebagai berikut

Gambar 4.3 Diagram Disiplin Berlalu Lintas

Berdasarkan tabel dan grafik 4.3, dapat dilihat bahwa secara umum tingkat disiplin berlalu lintas berada pada kategori sedang dengan jumlah 104 orang (70%). Hal ini berarti pengguna sepeda motor dengan status mahasiswa cenderung memiliki sikap dan perilaku patuh terhadap aturan lalu lintas dengan kategori yang sedang. Diagram di atas juga menunjukkan bahwa tingkat disiplin tinggi dan tingkat disiplin rendah rendah memiliki jumlah persentase yang sama rata.

(6)

Dea Ibrahim Arsyad, 2015

HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

mematuhi aturan lalu lintas, namun aturan tersebut belum menjadi standar nilai bagi dirinya sehingga sesekali perilaku melanggar sesekali masih dilakukan oleh para pengendara sepeda motor.

b. Gambaran Disiplin Berlalu Lintas Berdasarkan Aspek

Selanjutnya akan dipaparkan mengenai gambaran umum dari masing-masing aspek disiplin berlalu lintas yang meliputi sikap mental, pemahaman, dan sikap kelakuan. Berikut merupakan hasil pengkategorisasian pada masing- masing aspek disiplin berlalu lintas.

Tabel 4.4 Tingkat Disiplin Berlalu Lintas Berdasarkan Aspek

Aspek Kategori Jumlah Persentase

Sikap Mental Rendah 28 19%

(7)

Dea Ibrahim Arsyad, 2015

HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu Gambar 4.4 Grafik Aspek Disiplin Berlalu Lintas

Berdasarkan pada tabel dan gambar 4.4, pengendara sepeda motor dengan status mahasiswa di kota Bandung berada pada kategori sedang pada masing- masing aspek disiplin berlalu lintas.

Pada aspek sikap mental persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 61%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda motor mencoba untuk taat, patuh dan tertib mengikuti aturan sebagai bagian dari latihan mengendalikan perilaku dan watak. Selanjutnya pada aspek pemahaman persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 75%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda motor telah memiliki pengetahuan mengenai aturan lalu lintas. Pada aspek sikap kelakuan persentase tertinggi berada pada kategori sedang yaitu sebesar 68%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengendara sepeda motor telah sikap bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab dalam menaati aturan, norma dan standar nilai yang berlaku tanpa menganggapnya sebagai beban.

3. Hubungan Stres Berkendara Dengan Disiplin Berlalu Lintas

(8)

Dea Ibrahim Arsyad, 2015

HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLI N BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

Spearman dengan bantuan SPPS versi 18. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5 Hubungan Antara Stres Berkendara Dengan Disiplin Berlalu Lintas

Stres Berkendara

Disiplin Berlalu Lintas Spearman's

Rho

Stres Berkendara

Correlation Coefficient 1,000 -,296**

Sig. (2-Tailed) . ,000

N 150 150

Disiplin Berlalu Lintas

Correlation Coefficient -,296** 1,000

Sig. (2-Tailed) ,000 .

N 150 150

(9)

Dea Ibrahim Arsyad, 2015

HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLIN BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa koefisien korelasi antara stres berkendara dengan disiplin berlalu lintas adalah sebesar -0,296. Merujuk pada pedoman Siregar (2013) koefisien korelasi yang diperoleh berlawanan arah dan termasuk dalam kategori yang rendah. Dengan p < 0,05, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara stres berkendara dengan disiplin berlalu lintas pada pengguna sepeda motor dengan status mahasiswa di kota Bandung. Hal ini sesuai dengan konsep teoritik yang dikemukakan oleh Rowden, P., Matthews, G., Watson, B., dan Biggs, H (2011), bahwa stres berkendara merupakan anteseden dari disiplin berlalu lintas.

Kontribusi variabel stres berkendara terhadap disiplin berlalu lintas adalah sebesar 8,8%. Persentase tersebut memiliki arti bahwa dalam penelitian ini variabel stres berkendara berkontribusi secara efektif sebesar 8,8% terhadap berubahnya variabel disiplin berlalu lintas pengguna sepeda motor pada mahasiswa. Hal ini berarti stres berkendara berkontribusi sangat kecil terhadap disiplin berlalu lintas, sedangkan sekitar 91,2% dipengaruhi oleh variabel lain.

Pengaruh variabel psikologis lainnya selain dari stres berkendara dalam menjelaskan disiplin berlalu lintas salah satunya yaitu motif berkendara. Hal ini dijelaskan oleh Hennessy (1995) yang mendemonstrasikan bahwa pengendara yang sedang terburu-buru akan meningkatkan penilaian negatif saat berkendara. Tegangan-tegangan dari lingkungan seperti kemacetan, cuaca dan perilaku pengendara lainnya dinilai secara berlebihan karena individu memiliki motif yang tinggi untuk mencapai tujuan. Hal tersebut mendorong individu untuk meningkatkan kecepatan kendaraannya agar dapat sampai dengan tepat waktu sehingga sering kali individu melakukan pelanggaran terhadap aturan lalu lintas (traffic violation).

(10)

Dea Ibrahim Arsyad, 2015

HUBUNGAN ANTARA STRES BERKEND ARA D ENGAN D ISIPLIN BERLALU LINTAS PAD A PENGGUNA SEPED A MOTOR D ENGAN STATUS MAHASISWA D I KOTA BAND UNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu|perpustakaan.upi.edu

Gambar

Tabel 4.1 Gambaran Tingkat Stres Berkendara
Tabel 4.2 Tingkat Stres Berkendara Berdasarkan Dimensi
Tabel 4.3 Tingkat Disiplin Berlalu Lintas
Tabel 4.4 Tingkat Disiplin Berlalu Lintas Berdasarkan Aspek
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi karyawan terhadap iklim organisasi cafe Mie Reman di Bandung berada pada tingkat sedang cenderung tinggi dan

Hasil penelitian menunjukan tingkat sensation seeking dan self esteem pada cosplayer di Kota Bandung berada pada tingkat sedang, dan terdapat hubungan negatif antara

Hasil penelitian menunjukkan: (1) Optimisme pada karyawan Kantor Pos di Kabupaten Garut berada pada kategori optimisme sedang, (2) Kinerja pada karyawan Kantor Pos di

TIPE KEPRIBADIAN BIG FIVE DAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN DI KANTOR PUSAT SEBUAH PERUSAHAAN PENYEDIA JASA TRANSPORTASI DARAT DI KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia

Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan Rumah Sakit X Bandung. 4) Bagaimanakah hubungan aspek kepribadian big five dan aspek. motivasi pada karyawan Rumah Sakit X

Adapun gambaran sikap terhadap pictorial health warning siswa SMP di Kota Bandung berada pada kategori sikap positif dan gambaran intensi merokok siswa SMP di

Penelitian ini memperoleh temuan physical appearance comparison sebagian besar remaja putri Kota Bandung berada pada tingkat sedang dan body dissatisfaction

Gambaran kinerja guru TK Kota Bandung yang terakreditasi A pada aspek kompetensi pedagogik 98,64% berada pada kategori tinggi, 1,36% berada pada kategori sedang,