BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angiofibroma nasofaring juvenile (ANJ) merupakan tumor fibrovaskuler
yang muncul dalam nasofaring laki#laki prepubertas dan anak remaja.
Secara histopatologi adalah jinak namun memiliki kemampuan
mendestruksi jaringan sekitarnya (Moorthy et al. 2010).
Parikh & Hennemeyer menyatakan bahwa kejadian ANJ sebesar
0,05% dari tumor kepala dan leher, yang banyak mengenai laki#laki muda
dan remaja pada umur 7#29 tahun (Parikh & Hennemeyer 2014).
ANJ mulai muncul di bawah membran mukosa nasofaring berkembang
ke arah anterior dan inferior menuju rongga hidung dan septum nasi.
Kemudian berlanjut mendestruksi dan menginvasi sinus sfenoid dan
meluas ke sinus kavernosus, fossa pterigopalatina, sinus maksilaris, fossa
infratemporalis dan intrakranial (Alecio, Fabiano & Ramina 2013).
Pembedahan masih merupakan terapi utama yang efektif untuk ANJ,
namun tindakan tersebut dapat menyebabkan berbagai kesulitan dan
komplikasi. Hingga saat ini penatalaksanaan ANJ khususnya kasus#kasus
yang meluas ke intrakranial masih menjadi tantangan bagi para ahli THT.
Berbagai terapi pilihan dianjurkan untuk mengurangi ukuran tumor dan
mengatasi perdarahan, antara lain pemberian terapi radiasi dan terapi
hormonal (Anggreani et.al 2011).
Thakar et al. (2011) di India dalam penelitiannya mengenai pemberian
terapi flutamide pada penderita ANJ selama 6 minggu sebelum operasi
menunjukkan regresi tumor parsial dan hasil lebih baik ditunjukkan oleh
penderita ANJ prepubertas (Thakar et al. 2011).
Predileksi ANJ pada anak laki#laki yang beranjak dewasa memberikan
kesan bahwa tumor ini dipengaruhi oleh faktor hormonal. Beberapa
penelitian tentang reseptor steroid menunjukkan hasil yang bervariasi,
biasanya reseptor androgen positif pada tumor ANJ namun reseptor
1
estrogen lebih jarang. Distribusi estrogen receptor β (ER#β) lebih luas
dibanding ER#α pada jaringan mesenkim (Montag, Tetriakova &
Richardson 2006).
Penelitian Montag, Tretiakova & Richardson (2006) di Chicago Amerika
Serikat tentang ekspresi reseptor hormon steroid pada ANJ menggunakan
antibodi monoklonal untuk pemeriksaan ER#α dan antibodi poliklonal
untuk pemeriksaan ER#β. Hasil yang diperoleh adalah terdapat ekspresi
ER#β pada seluruh kasus (100%) dan tidak diperoleh ekspresi ER#α.
Intensitas pewarnaan inti sel stroma dan endotel pembuluh darah
menunjukkan pewarnaan kuat (2+ hingga 3+) pada 12 kasus (Montag,
Tretiakova & Richardson 2006).
Di Indonesia, penelitian terhadap ekspresi reseptor estrogen β pada
ANJ dengan menggunakan pemeriksaan imunohistokimia baru pertama
kali dilaporkan oleh Anggreani et al. (2011) di RS Cipto Mangunkusumo.
Penelitian tersebut menggunakan antibodi monoklonal dengan sampel 27
kasus. Hasilnya didapati ekspresi ER#β pada ANJ sebesar 100%.
Sampai dengan saat ini belum pernah diperoleh data mengenai
keberadaan ER#β pada jaringan tumor ANJ di RSUP H. Adam Malik
Medan, sehingga mendorong penulis untuk melakukan penelitian tersebut
menggunakan antibodi monoklonal. Keberadaan ER#β pada ANJ
diharapkan dapat menjadi dasar penelitian lebih lanjut mengenai
pemberian terapi hormonal yang berbasis bukti, terutama pada kasus#
kasus yang meluas ke intrakranial dan tidak bisa dilakukan operasi,
sehingga dapat meningkatkan penatalaksanaan ANJ.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, peneliti ingin
mengetahui bagaimana gambaran ekspresi ER#β pada penderita
angiofibroma nasofaring juvenile di RSUP H. Adam Malik Medan
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui ekspresi ER#β pada ANJ
1.3.2 Tujuan khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi penderita ANJ berdasarkan jenis
kelamin.
b. Mengetahui distribusi frekuensi penderita ANJ berdasarkan umur.
c. Mengetahui distribusi frekuensi penderita ANJ berdasarkan
intensitas pewarnaan ER#β.
d. Mengetahui distribusi frekuensi penderita ANJ berdasarkan jumlah
sel yang positif mengandung ER#β.
e. Mengetahui distribusi frekuensi penderita ANJ berdasarkan
ekspresi ER#β.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai keberadaan ER#β pada ANJ.
b. Agar dapat dijadikan sebagai dasar untuk memberikan terapi
alternatif berupa terapi hormonal pada ANJ, terutama pada kasus#
kasus yang telah meluas ke intrakranial dan tidak bisa dioperasi,
walau masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
c. Diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut
mengenai patofisiologi ANJ dan uji klinis untuk pemberian terapi
hormonal pada ANJ.