• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga (Studi Kasus: Desa Kepala Sungai, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga (Studi Kasus: Desa Kepala Sungai, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sesuai amanat Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan,

pembangunan ketahanan pangan bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan

pangan bagi seluruh rumah tangga dalam jumlah yang cukup, mutu dan gizi yang

layak, aman untuk dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu.

Untuk menjamin berkelanjutannya, GBHN telah mengarahkan bahwa ketahanan

pangan dikembangkan dengan bertumpu pada keragaman sumberdaya bahan

pangan, kelembagaan dan budaya lokal / domestik, distribusi ketersediaan pangan

mencapai seluruh wilayah dan peningkatan pendapatan masyarakat agar mampu

mengakses pangan secara berkelanjutan.

Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan penggantian jaringan

tubuh yang rusak. Pangan dikenal sebagai pangan pokok jika dimakan secara

teratur oleh suatu kelompok penduduk dalam jumlah yang cukup besar untuk

menyediakan bagian terbesar dari konsumsi energi total yang dihasilkan oleh

makanan (Buckle, dkk, 2009).

Makanan merupakan kebutuhan dasar bagi pencapaian kualitas hidup setiap

manusia. Makanan mengandung zat gizi yang sangat diperlukan tubuh untuk

memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses di

dalam tubuh, perkembangan dan menghasilkan energi untuk kepentingan berbagai

(2)

Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin,

mineral, dan air) menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan

kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Upaya memenuhi kebutuhan pangan

dan gizi penduduk melibatkan banyak pelaku, yaitu pemerintah, masyarakat, dan

sektor swasta. Keterlibatan masyarakat dan sektor swasta sebagai mitra

pemerintah mencerminkan adanya proses pembangunan yang berkelanjutan.

Kebutuhan bahan pangan akan terus meningkat dalam jumlah, keragaman

dan mutunya, seiring dengan perkembangan populasi dan kualitas hidup

masyarakat. Selain masalah lahan, produksi komoditas pangan juga menghadapi

masalah dan tantangan di bidang teknologi, sumber daya manusia, kegiatan hulu

dan hilir, dan kesejahteraan masyarakat produsen maupun konsumen

(Suryana, 2003).

Di negara berkembang, pengeluaran pangan masih menjadi bagian terbesar

dari pengeluaran rumah tangga. Biasanya jumlah pengeluaran pangan lebih dari

lima puluh persen dari total seluruh pengeluaran rumah tangga. Tingginya

pengeluaran pangan di negara berkembang berkaitan dengan proses perbaikan

pendapatan yang dirasakan masyarakatnya.

Kegiatan konsumsi yang dilakukan manusia bertujuan untukmemenuhi

kebutuhan hidup atau untuk memperoleh kepuasansetinggi-tingginya sehingga

tercapai tingkat kemakmuran. Denganadanya lapisan masyarakat yang

berbeda-beda, tujuan konsumsi jugaberbeda pula. Pada masyarakat tradisional yang

ditandai denganperadaban yang belum maju dan kebutuhan masih sederhana,

kegiatankonsumsi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

(3)

tujuan konsumsi sudah berubah bukan hanya sekadarmempertahankan hidup,

tetapi lebih banyak diarahkan untukkepentingan kesenangan dan prestise (harga

diri).

Kualitas dan kuantitas konsumsi pangan oleh setiap individu akan

mempengaruhi status ketahanan pangan individu tersebut. Ketersediaan pangan

dalam rumah tangga merupakan salah satu indikator keberhasilan ketahanan

pangan dalam rumah tangga itu sendiri. Menurut Kusumawati (2013),

terwujudnya ketahanan pangan sampai pada tingkat rumah tangga berarti mampu

memperoleh pangan yang cukup jumlah, mutu, dan beragam untuk memenuhi

kebutuhan pangan dan gizi.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002, ketahanan pangan

didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang

tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutu,

aman, merata dan terjangkau. Cukup disini berarti tidak hanya beras tetapi

mencakup pangan non beras yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk

memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral yang

bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.

Selanjutnya, pangan yang aman berarti bebas dari cemaran biologis, kimia

dan benda / zat lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan

kesehatan manusia serta aman dari kaidah agama. Pangan dengan kondisi merata

artinya pangan harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air. Dan

pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh oleh setiap

rumah tangga (konsumen) dengan harga yang dapat dijangkau oleh setiap

(4)

Kecukupan pangan bagi manusia dapat didefinisikan secara sederhana

sebagai kebutuhan harian yang paling sedikit memenuhi kebutuhan gizi, yaitu

sumber kalori atau energi yang dapat berasal dari semua bahan pangan. Tetapi

biasanya sebagian besar diperoleh dari karbohidrat dan lemak, sumber protein

untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan penggantian jaringan, dan sumber vitamin

serta mineral. Perlu di ketahui juga bahwa manusia dan juga semua binatang

sangat membutuhkan kandungan gizi yang terkandung di dalam masing-masing

pangan. Tetapi adanya bahan pangan berlimpah dan pilihan yang beragam,

menyebabkan masyarakat akan mengkonsumsi makanan pertama untuk kelezatan

dan setelahnya baru akan mengkonsumsi untuk keperluan gizi

(Buckle, dkk, 2009).

Dengan demikian, terdapat hal penting dalam upaya pemantauan ketahanan

pangan di Indonesia, yaitu bagaimana memenuhi kebutuhan pangan yang bergizi,

beragam dan berimbang dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat.

Salah satu caranya adalah dengan peningkatan daya beli masyarakat sehingga

akan meningkatkan ketahanan pangan keluarga dan masyarakat.

Secara umum, kemakmuran suatu masyarakat dapat dilihat dari tingkat dan

pola konsumsinya. Begitu juga dengan kesejahteraan rumah tangga, salah satu

indikatornya adalah tingkat dan pola konsumsi rumah tangga. Besar kecilnya

pengeluaran untuk konsumsi individu ataupun rumah tangga merupakan salah

satu faktor yang menentukan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah.

Pola konsumsi masyarakat sangat tergantung dari tingkat pendapatan rumah

tangga dan jenis konsumsi yang beredar di pasaran. Hal ini disebabkan adanya

(5)

yang beredar di pasaran semakin beragam sejalan dengan kemajuan teknologi.

Secara umum, konsumsi rumah tangga dibedakan atas pengeluaran untuk

makanan dan bukan makanan. Pengeluaran konsumsi untuk makanan, terdiri dari

bahan makanan seperti beras, daging, sayur dan buah, dan lain-lain, sedangkan

pengeluaran konsumsi bukan makanan, seperti perumahan, kesehatan, pendidikan,

dan yang lainnya.

Pola konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumah

tangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya.

Dalam menyusun pola konsumsi, pada umumnya orang akan mendahulukan

kebutuhan pokok, seperti makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, dan

pendidikan. Apabila penghasilan dari masyarakat mencukupi, maka kebutuhan

lain di luar kebutuhan pokok akan dipenuhi.

Pola konsumsi sangat beragam dan masih terdapat kelompok penduduk

yang mengkonsumsi pangan di bawah standar kecukupan. Keragaman tersebut

dipengaruhi oleh adanya keragaman potensi sumberdaya serta faktor-faktor sosial,

ekonomis, dan demografis.

Besar kecilnya pendapatan akan mempengaruhi jenis pangan yang

dikonsumsi. Pangan yang dikonsumsi dipengaruhi pola konsumsi pangan dalam

rumah tangga. Pola konsumsi pangan rumah tangga ditentukan oleh harga,

kebiasaan, pendapatan, dan selera. Pola konsumsi pangan rumah tangga didekati

dengan jenis dan frekuensi makan yang dapat mencerminkan kebiasaan makan

dalam rumah tangga tersebut.

Pada umumnya, jika tingkat pendapatan naik, maka jumlah dan jenis

(6)

membaik apabila diterapkan tanaman perdagangan. Tanaman perdagangan

menggantikan produksi pangan untuk rumah tangga dan pendapatan yang

diperoleh dari tanaman perdagangan itu atau upaya peningkatan pendapatan yang

lain mungkin tidak digunakan untuk membeli pangan atau bahan-bahan pangan

berkualitas gizi tinggi.

Tujuan pembagian kelompok makanan ke dalam dua kelompok yaitu bahan

makanan dan bukan makanan adalah untuk mempermudah analisis perilaku

konsumsi pangan di kalangan masyarakat. Hal ini disebabkan sebagian besar

masyarakat khususnya perkotaan maupun daerah yang sudah berkembang telah

mengalami perubahan dalam pola konsumsi dari mengkonsumsi makanan

masakan dari rumah menjadi semakin banyak mengkonsumsi makanan jadi. Hal

ini juga dipengaruhi karena semakin banyaknya muncul rumah makan ataupun

restoran waralaba yang menyediakan berbagai menu makanan cepat saji yang

semakin digemari di kalangan masyarakat. Fenomena ini secara tidak langsung

juga dapat menjelaskan bahwa terdapat perubahan tingkat kebutuhan pangan

masyarakat di daerah perkotaan ataupun di daerah yang sedang berkembang.

Selain pendapatan, selera dan gaya hidup juga ikut mempengaruhi pola

konsumsi di kalangan suatu masyarakat. Selera muncul karena adanya daya tarik

akan suatu produk yang sangat dipengaruhi oleh faktor psikologis. Apabila selera

masyarakat terhadap suatu produk rendah, maka konsumsi masyarakat juga akan

menurun, dan begitu juga sebaliknya, apabila selera konsumen tinggi, maka

masyarakat akan cenderung lebih banyak mengkonsumsi produk tersebut. Lain

(7)

masyarakat. Misalnya, masyarakat yang sudah terbiasa untuk hidup hemat atau

masyarakat dengan perilaku hedonisme.

Pola konsumsi masyarakat berbeda antar lapisan pengeluaran. Terdapat

kecenderungan bahwa semakin rendah kelas pengeluaran masyarakat, maka

alokasi pengeluaran akan semakin dominan untuk pangan. Tetapi, semakin tinggi

kelas pengeluaran masyarakat maka semakin tinggi besar pula proporsi

belanjanya untuk konsumsi bukan makanan. Jenis makanan yang dikonsumsi juga

berbeda. Semakin rendah kelas pengeluaran, masyarakat cenderung dominan

mengkonsumsipangan jenis padi-padian, umbi-umbian. Dalam kelompok

pengeluaran untuk non makanan, terjadi gejala yang sebaliknya. Semakin tinggi

pengeluarannya, maka semakin besar proporsinya secara umum, dan secara

spesifik untuk berbagai jenis pengeluaran non makanan tertentu.

Pola konsumsi pangan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan

Susenas 2014 masih belum memenuhi kaidah gizi yang seimbang. Konsumsi

energi dan protein masih berada di bawah rata-rata yakni 1998,5 kkal/kap/hr dan

55,3 gr/kap/hr, dimana rata-rata konsumsi energi adalah 2000 kkal/kap/hr dan

rata-rata konsumsi protein adalah 52 gr/kap/hr. Konsumsi masyarakat Sumatera

Utara belum beragam, bergizi, dan seimbang yang diindikasikan dengan nilai Pola

Pangan Harapan (PPH) sebesar 84,8 atau masih < 100.

Menurut Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara (2014),

menyatakan bahwa perkembangan konsumsi di Sumatera Utara mengalami

fluktuasi (tidak stabil). Konsumsi pangan masyarakat Sumatera Utara masih

didominasi oleh kelompok padi-padian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah

(8)

kacang-kacangan masih tergolong rendah. Berbagai program telah dan sedang

dilaksanakan oleh pemerintah, khususnya Badan Ketahanan Pangan Provinsi

Sumatera Utara untuk menurunkan konsumsi beras dan mencari pangan alternatif

sebagai pengganti beras melalui berbagai substitusi pengolahan pangan.

Kontribusi energi menurut kelompok pangan secara berturut berdasarkan

persentasi terhadap kalori adalah kelompok padi-padian, minyak dan lemak,

pangan hewani, sayur dan buah, buah biji berminyak, gula, kacang-kacangan,

umbi-umbian, dan pangan lain-lain. Tingkat konsumsi dan kecukupan energi

penduduk Kabupaten Langkat menurut hasil survey konsumsi pangan tahun 2014

dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1. Tingkat Konsumsi dan Kecukupan Energi Kabupaten Langkat Tahun 2014

(9)

Tabel 1.1. menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi penduduk

Kabupaten Langkat tahun 2014 sebesar 1.782,6 kal/kap/hari, dengan kontribusi

persentase AKE sebesar 89,1 % dan skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar

82,3.

Tabel 1.2. Susunan dan Jumlah Pangan Ideal Nasional Per Kapita Per Hari No Kelompok

Sumber: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, 2015

Tabel 1.2. menunjukkan besar Angka Kecukupan Energi (AKE) ideal untuk

masing-masing kelompok pangan yang diperoleh dari pembagian besar energi

dengan total energi dikali 100%. Selain itu, juga menunjukkan besarnya energi

dan berat konsumsi ideal yang dijadikan faktor konversi dalam perhitungan

konsumsi energi untuk memperoleh skor Pola Pangan Harapan (PPH).

Desa Kepala Sungai merupakan salah satu desa dengan jumlah penduduk

terbanyak, sekaligus salah satu desa dengan jumlah rumah tangga terbanyak di

Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Tidak tersedianya pasar tradisional

di desa ini menarik minat peneliti untuk melakukan survei pola konsumsi pangan

(10)

PPH di daerah penelitian yang akan dibandingkan dengan skor PPH Ideal

Nasional.

1.2. Identifikasi Masalah

Melihat dari latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan,

maka dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Bagaimana pola konsumsi pangan rumah tangga di Desa Kepala Sungai,

Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat?

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan rumah

tangga di Desa Kepala Sungai, Kecamatan Secanggang, Kabupaten

Langkat?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis pola konsumsi pangan rumah tangga di Desa Kepala

Sungai, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.

2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi

pangan rumah tangga di Desa Kepala Sungai, Kecamatan Secanggang,

Kabupaten Langkat.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai penambahan wawasan dan pengetahuan mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi pola konsumsi pangan rumah tangga di Desa Kepala

Sungai, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.

Gambar

Tabel 1.1. Tingkat Konsumsi dan Kecukupan Energi Kabupaten Langkat Tahun 2014
Tabel 1.2. Susunan dan Jumlah Pangan Ideal Nasional Per Kapita Per Hari Kelompok Energi Berat

Referensi

Dokumen terkait

 Analisis sistem adalah penelitian atas sistem yang telah ada dengan tujuan untuk merancang sistem baru atau diperbarui..  Langkah – langkah dalam tahap analisis yaitu

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- undang nomor 6 Tahun 2014

[r]

[r]

Pekerjaan : Jasa Konsultan Perencana Kontruksi Fisik Renovasi Ruang Pelayanan Tanggal : 27

Dari hasil penelitian terhadap dokumen penawaran kualifikasi tersebut adalah, perusahan yang. bersangkutan dapat menunjukan dokumen asli dan legalisir sesuai dengan

[r]

[r]