• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ideologi Abu Abu Antara Peluang Kartelis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ideologi Abu Abu Antara Peluang Kartelis"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Ideologi Abu-Abu: Antara Peluang Kartelisasi dan Identifikasi Partai Politik Oleh:

Putri Aulia dan Rizkika Lhena Darwin

Politik tanpa ideologi, bagai sayur tanpa garam. Kurang lebih sedemikian hambarnya politik Indonesia saat ini. Hal ini terjadi seiring dengan maraknya partai baru yang terbentuk namun proses institusionalisasi sangat lemah sehingga berdampak pada ideologi abu-abu pada partai politik di Indonesia. Sehingga partai politik abu abu ini berdampak pada dua hal. Pertama,peluang kartelisasi yang berdampak pada proses pembuatan kebijakan. Dimana sistem ini menjadikan kebijakan berjalan ke arah kepentingan elitis. Kedua, partai yang tidak memiliki ideologi yang jelas menyulitkan pemilih untuk melakukan identifikasi partai politik, pada tataran elektoralis maupun ranah kebijakan publik. Ini persis seperti rumah makan yang tidak secara tegas menyampaikan apa menu ungulan mereka, atau membuat daftar menu. Termasuk rasa masakan yang hambar, membuat pelanggan akan sulit datang dan menentukan pilihan kenapa harus memilih rumah makan itu.

Kelahiran partai politik sedianya buah dari pertarungan ideologi antar kekuatan dalam masyarakat. Ia muncul sebagai representasi kepentingan warga negara. (Firman Subagyo,2009:57). Bila melihat sejarah, partai politik lahir sebagai wadah untuk menampung ekspresi kebebasan individu untuk terlibat dalam proses pengambilan kebijakan publik. Keberadaan ideologi menjadi warna bagi partai politik untuk melihat fenomena, arah kebijakan publik, bahkan posisi pada setiap gejolak sosial politik dalam masyarakat. Sebaliknya partai politik menjadi kendaraan perjuangan ideologi pada ranah negara.

Sigmund Neumann mendefinisikan partai politik sebagai organisasi dari aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda. Partai politik berangkat dari anggapan bahwa dengan membentuk wadah organisasi mereka bisa menyatuhkan orang-orang yang mempunyai pemikiran serupa sehingga pemikiran dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan. Dengan begitu pengaruh mereka bisa lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan. (Meriam Budiardjo, 2008: 403).

Melihat penjelasan di atas, maka semakin menguatkan pentingnnya ideologi bagi partai politik. Celakanya, membicarakan ideologi partai politik dianggap sebagai hal aneh dewasa ini. Belum lagi pengalaman Indonesia dimasa lalu terkait ideologi komunis. Yang turut menyebabkan kata ideologi politik bernuansa represif, dominatif, manipulatif, otoriter dan dogmatis. Sehingga menjadi tabu bagi kita mengangkat ideologi sebagai bahan diskusi dan wacana politik(Firmanzah,2001:86).

Tanpa idelogi peluang kartelisasi bahkan sudah dimulai dari proses pemilihan sampai dengan tataran kebijakan. Indonesia mengalami keseragaman ideologi (abu abu bersama) bagi partai politik. Hampir semua partai masuk dalam tipologi partai catch-all, dimana partai mengedepankan penyesuaian ideologi dengan harapan dapat merangkul pemilih lebih luas. Partai sangat elektorialis-oriented menghidupkan semangat pragmatisme dan konsumeriasme dalam kehidupan berpolitik. Hal tersebut berdampak pada jebakan transaksional yang dilakukan oleh para politisi membuahkan hasil pengabdian jangka pendek dan lebih mengedepankan kepentingan individual elit.

(2)

KMP dan KIH tidak menunjukkan peta koalisi yang didasarkan pada basis ideologi tertentu. Sehingga tidak menutup kemungkinan peluang kartelisasi terbuka lebar dalam menentukan kebijakan publik sekalipun. Dalam koalisi yang tidak didasarkan pada basis ideologi, maka partai anggota koalisi bisa saja keluar dari koalisi apabila dianggap tidak menguntungkan partainya bukan alasan yang lebih substansi. Bersepakat dengan kalimat Ahmad Dahlan Ranuwihardjo bahwa berpolitik tanpa ideologi sama dengan opportunisme.

Setelah peluang kartelisasi, pudarnya ideologi sebuah partai politik juga berpengaruh pada sulitnya identifikasi terhadap partai politik. Pada dasarnya ideologi melingkupi semua sistem nilai, keyakinan, simbol dan pandangan berperilaku yang harusnya diperjuangkan oleh partai politik. Ideologi tidak hanya menjadi aksesoris di atas kertas atau data base kantor partai dalam bentuk AD/ART, namun ia menjadi kedudukan utama dalam kehidupan partai politik. Ia menjadi tenaga penggerak dalam mesin partai. Ideologi penting untuk diketahui pemilih karena ideologi merupakan beranda untuk mengenal jati diri partai, memahami cara pandang dan sikap partai pada suatu isu. Partai yang tidak membangun kepercayaan publik melalui ideologi yang jelas, maka akan menjerumuskan pemilih pada pola transaksional. Dimana, pemilih kesulitan melakukan identifikasi terhadap partai karena hampir semua partai seragam tanpa ideologi. Pada tataran kebijakan, masyarakat juga mengalami kesulitan dalam proses identifikasi arah kebijakan karena setiap partai tidak memiliki ideologi yang jelas. Misalnya saja Amerika Serikat. Terdapat dua partai yang mendominasi parlemen dengan dua garis ideologi yang sangat jelas, yaitu Partai Demokrat dan Partai Republik. Dalam hal kebijakan ekonomi, Partai Demokrat akan lebih mendukung kebijakan yang mengarah pada welfare state, kebalikan dengan Partai Republik yang mendukung kebijakan ekonomi pasar bebas. Hal lainnya terkait kebijakan legalitas pernikahan sesama jenis. Apabila Partai Republik yang lebih konservatif akan menolak tegas pernikahan sesama jenis, sedangkan Partai Demokrat yang lebih liberal akan lebih mendukung kebebasan dalam sebuah pernikahan. Melihat contoh tersebut, masyarakat Amerika akan mudah melakukan proses identifikasi terhadap partai. Baik pada ranah elektoral dalam menentukan pilihan, maupun mempertanyakan akuntabilitas pada ranah kebijakan.

Ketiadaan ideologi partai politik di Indonesia sendiri diakibatkan oleh lemahnya proses institusionalisasi partai tersebut. Proses institusionalisasi merupakan proses pemantapan partai politik baik secara struktural dalam rangka mempolakan perilaku maupun secara kultural dalam mempolakan sikap atau budaya (Randall dan Svasand, 2002). Agar partai mampu menompang secara kokoh jalannya demokrasi dan stabilitas politik, perlembagaan partai menjadi sebuah kebutuhan yang tidak terhindarkan. Penguatan lembaga partai politik mengharuskan partai berkerja dalam koridor fungsi-fungsi yang semestinya (Sigit Pamungkas,2011: 63). Pemaparan Randall dan Svasand bahwa pada tingkat institusionalisasi sebuah partai melalui 4 indikator: 1) derajat kesisteman (systemness) ; 2) identitas nilai (value infusion); 3) otonomi keputusan(decisional autonomy); dan 4) reifikasi (reification). Keempat indikator tersebut melihat kelembagaan partai politik dari segi internal dan eksternal.

(3)

sehingga ia turut menentukan keterlibatan aktif partisipan, alasan bergabung bagi anggota partai baru atau pertimbangan bagi pemilih memberikan hak suaranya sebagai bentuk pertaruhan kebenaran yang diyakini absolusitasnya.

Ideologi dalam proses institusionalisasi partai politik juga memberikan dasar etika pada pelaksanaan kekuasaan politik, melibatkan partisipasi rakyat dalam politik dan turut melakukan perubahan sosial. Ideologi juga memungkinkan adanya komunikasi simbolis antara pemimpin dan yang dipimpin, untuk memperjuangkan prinsip dan konsep. Ideologi sebagai pendoman untuk memilih kebijakan dan prilaku politik serta memberikan cara untuk meyakinkan akan arti keberadaannya dan tujuan tidakannya. Oleh karena itu keberhasilan suatu ideologi tertentu, sedikit banyaknya merupakan masalah kepercayaan yang lahir dari keyakinan yang rasional. (Carlton Clymer Rodee dkk, 2000: 105).

Sebagai kesimpulan, ideologi bukan hanya pembeda dari partai politik satu dan yang lain. Tapi dia juga alat mendisiplinkan gerakan, perjuangan dan kekuasaan politik. Sejatinya, pada perayaan pesta demokrasi, penelaahan lebih terhadap ideologi, rekam jejak partai politik dan elit politiknya, arah perjuangan partai dan peluang koalisi menjadi poin penilaian utama. Terutama Aceh, yang akan melakukan pemilukada pada tahun 2017 dan berpeluang besar terlibat koalisi dengan beberapa partai politik untuk memajukan calon kepala daerah. Identifikasi partai politik dengan kaca mata ideologi secara detil perlu dilakukan. Guna agar masyarakat luas dapat terhindar dari kemelut politik transaksional, populis, dan opportunis.

Putri Aulia adalah mahasiswa Ilmu Politik FISIP UIN Ar-Raniry

Referensi

Dokumen terkait

Tidak banyak kursus musik yang memberikan pengetahuan musik secara mendalam kepada anak dan pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang tepat.. Lebih ironis

Istilah Pinjaman dari rentenir yang populer seperti 'menyekolahkan mobil', biasanya ditawarkan untuk pinjaman kredit usaha dengan agunan kendaraan pribadi. Bunga

Osmanlı mutfak kültürü ve tarihi üzerine araştırmalar yapan yemek tarihçi; Yeditepe Üniversitesi Gastronomi. ve Mutfak Sanatları Bölümü’nde Türk mutfağı, yemek

Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan di atas, dapat dipahami bahwa prosedur dalam memperoleh kembali mobil sebagai barang bukti dalam kasus tindak

Ketentuan dalam Pasal 44 ayat (2) KUHAP telah secara tegas melarang untuk melakukan pinjam pakai terhadap benda sitaan (barang bukti), namun dalam praktek

Hal ini terjadi kemungkinan pektin sebagai sorben telah terlampau jenuh, kemampuan daya serap akan semakin menurun karena permukaan tidak cukup kuat untuk mengikat kation logam

Sesuai dengan permasalahan yang didapat tentang strategi pengendalian yaitu faktor pengendalian kualitas terhadap proses pananganan rajungan, level I berisi

Hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan sikap etis akuntan di Sumatera Barat disarankan: ( 1 ) Kantor Akuntan Publik perlu memberikan perhatian pada pada pembelajaran etika