• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbandingan Akurasi Peramalan Harga Saham: Pilihan VS Indifferent T2 912013007 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbandingan Akurasi Peramalan Harga Saham: Pilihan VS Indifferent T2 912013007 BAB II"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Harga Saham

Saham merupakan surat berharga yang

menunjukkan bukti kepemilikan terhadap suatu

perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas.

Perusahaan yang telah menerbitkan sahamnya

disebut perusahaan terbuka atau go public. Terdapat

dua jenis saham yaitu saham biasa dan saham

preferen. Saham biasa merupakan jenis saham yang

mempunyai hak suara, hak mendapatkan dividen,

hak klaim terakhir atas aktiva perusahaan jika

perusahaan dilikuidasi, dan hak memesan efek

terlebih dahulu sebelum ditawarkan kepada

masyarakat, sedangkan saham preferen merupakan

jenis saham yang mempunyai hak istimewa seperti

pembayaran dividen dalam jumlah yang tetap, hak

klaim lebih dahulu dibanding saham biasa jika

perusahaan dilikuidasi, dan saham preferen dapat

dikonversikan menjadi saham biasa.

Harga saham adalah harga yang terjadi pada

saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan

(2)

modal. Perubahan harga saham dipengaruhi oleh

kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di

pasar sekunder (Anisma, 2012). Semakin banyak

investor yang ingin membeli atau menyimpan suatu

saham, maka harganya akan semakin naik, dan

sebaliknya jika banyak investor yang menjual

sahamnya maka akan berdampak pada turunnya

harga saham. Ketika ada informasi baru maka

investor akan melakukan penyesuaian dengan

membeli, menahan, atau menjual saham yang

dimiliki, sehingga harga terbaru dari saham tersebut

merepresentasikan perkembangan terbaru di pasar

modal. Pasar yang memiliki kondisi tersebut disebut

pasar modal yang efisien.

Menurut konsep pasar modal yang efisien, harga

sekuritas sepnuhnya mencerminkan semua

informasi yang tersedia dan tidak mungkin untuk

memprediksi keuntungan masa mendatang yang

didasarkan pada informasi keuangan dan kinerja

masa lalu (Rehman dan Khidmat, 2013). Harga

saham akan cepat merespon informasi terbaru yang

tidak dapat diduga sehingga arah gerakannya tidak

dapat ditentukan. Menurut (Fama, 1970) terdapat

tiga bentuk efisiensi pasar berdasarkan tingkat

(3)

Lemah, yaitu harga sekuritas sepenuhnya

mencerminkan informasi di masa lalu (sudah terjadi).

Sehingga informasi masa lalu tidak dapat digunakan

lagi untuk memprediksi harga saham di masa

mendatang; 2) Efisiensi Pasar Semi Kuat, yaitu harga

sekuritas sepenuhnya mencerminkan informasi masa

lalu dan informasi publik yang tersedia bagi seluruh

investor. Sehingga investor yang memiliki informasi

privat dapat memperoleh abnormal return; 3) Efisiensi

Pasar Kuat, yaitu harga sekuritas sepenuhnya

mencerminkan semua informasi yang ada di pasar,

baik informasi historis, publik, maupun privat.

Dalam pasar kuat ini tidak memungkinkan investor

memperoleh abnormal return. Pasar modal bentuk ini

merupakan pasar dengan kondisi paling ideal.

Meskipun hipotesis pasar yang efisien telah

menjadi konsep yang diterima dibidang keuangan,

tetapi pada kenyataannya beberapa penelitian

menunjukkan adanya anomali pasar yang

bertentangan dengan hipotesis pasar yang efisien,

seperti yang ditunjukkan oleh penelitian DeBondt

dan Thaler (1985); Fitriyan dan Sari (2013). Ketika

anomalitas pasar terjadi, investor dapat berpotensi

sangat signifikan untuk memperoleh tingkat

(4)

Harga saham sering mengalami perubahan

setiap harinya, oleh karena itu investor perlu

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

perubahan harga saham. Perubahan harga saham

dipengaruhi oleh faktor internal (fundamental) dan

eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang

berasal dari dalam perusahaan dan dapat

dikendalikan oleh manajemen perusahaan. Semua

informasi yang dipublikasikan mengenai perusahaan

dapat mempengaruhi harga saham perusahaan

tersebut, seperti informasi laporan keuangan,

investasi, struktur manajemen perusahaan, dan

merger/akuisisi, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang disebabkan oleh faktor di

luar perusahaan seperti kondisi ekonomi yaitu suku

bunga, inflasi, kurs rupiah; kebijakan pemerintah,

dan berbagai isu di dalam maupun di luar negeri.

Penilaian atas saham merupakan suatu

mekanisme untuk mengubah serangkaian variabel

ekonomi atau variabel perusahaan yang diamati

menjadi perkiraan tentang harga saham. Analisis

harga saham dibutuhkan untuk meminimalkan

resiko investasi yang dilakukan. Analisis tersebut

dilakukan dengan dasar sejumlah informasi yang

(5)

analisis yang biasa digunakan dalam menganalisis

harga saham yaitu analisis fundamental dan analisis

teknikal.

2.1.1 Analisis Fundamental

Menurut Pandansari (2012) analisis

fundamental merupakan estimasi nilai faktor-faktor

internal emiten dan ekonomi pada saat ini untuk

memperkirakan harga saham di masa yang akan

datang dengan memproyeksikan data dan informasi

aktual agar dapat mengestimasi nilai intrinsik dari

harga saham saat ini, sehingga analis atau investor

dapat mengetahui tindakan apa yang akan dilakukan

di pasar dengan membandingkan nilai intrinsik dan

nilai pasar saham. Analisis fundamental dapat

dilakukan dengan menganalisis kondisi keuangan

perusahaan yang ditunjukkan dalam laporan

keuangan perusahaan. Secara umum faktor

fundamental yang sering digunakan untuk

memprediksi harga saham adalah rasio keuangan

dan rasio pasar. Rasio keuangan yang digunakan

untuk memprediksi harga saham seperti ROA (Return

On Assets), DER (Debt Equity Ratio), BVS (Book Value per Share), dan rasio pasar yang sering dikaitkan

(6)

(Yunanto dan Henny, 2009). Dengan analisis tersebut

dapat diprediksi harga saham di masa yang akan

datang dengan mengestimasi nilai dari faktor-faktor

fundamental yang mempengaruhi harga saham dan

menerapkan hubungan faktor-faktor tersebut

sehingga dapat diperoleh perkiraan harga saham.

2.1.2 Analisis Teknikal

Analisis teknikal pertama kali diperkenalkan

oleh Charles H. Dow pada tahun 1884 yang

dinamakan Dow Theory. Dow Theory bertujuan

untuk mengidentifikasi harga pasar untuk jangka

panjang berdasarkan data historis harga pasar di

masa lalu. Teori ini pada dasarnya menjelaskan tren

(kecenderungan) pergerakan harga saham

berdasarkan kerangka waktu yang dikelompokkan

menjadi: 1) Primary trend yaitu pergerakan harga

saham dalam jangka waktu yang lama (tahunan); 2)

Secondary trend yaitu pergerakan harga saham yang

terjadi selama pergerakan dalam primary trend,

biasanya antara dua minggu sampai tiga bulan; 3)

Minor trend yaitu pergerakan harga saham harian. Analisis teknikal adalah analisis terhadap pola

pergerakan harga di masa lalu dengan tujuan untuk

(7)

datang (Alwiyah dan Liyanto, 2012). Analisis teknikal

merupakan analisis yang memperhatikan perubahan

harga saham dari waktu ke waktu. Analisis ini pada

dasarnya merupakan upaya untuk menentukan

kapan akan membeli, menahan atau menjual saham

dengan memanfaatkan indikator-indikator teknis

ataupun mengunakan analisis grafis. Analisis

teknikal bertentangan dengan hipotesis pasar yang

efisien, karena dalam pengambilan keputusan

investasinya didasari atas data harga dan volume

perdagangan saham di masa lalu.

Data masa lalu dipercaya berisi informasi

penting mengenai pergerakan harga saham di masa

yang akan datang. Asumsi yang mendasarinya

adalah nilai pasar barang dan jasa ditentukan oleh

interaksi permintaan dan penawaran. Ketika return

saham dapat diprediksi, analisis teknikal dapat

sebagai nilai tambah dalam berinvestasi dengan

proporsi tetap. Penggunaan analisis teknikal akan

lebih optimal dan dapat menambah nilai

kepercayaan atas ketidakpastian hasil prediksi (Zhu

dan Zhou, 2009). Dalam prakteknya, semua

perusahaan pialang mempublikasikan komentar

tekniks dan memberikan layanan konsultasi yang

(8)

Analisis teknikal akan tepat digunakan apabila

kondisi pasar modal tidak efisien dalam bentuk

lemah, sehingga sesuai dengan salah satu asumsi

analisis teknikal yaitu history tends to repeat it self, maka analisis teknikal akan bermanfaat bagi

investor. Beberapa indikator analisis teknikal yang

berasal dari data time series harga saham yaitu

indikator filter, indikator momentum, analisis garis

tren, teori siklus, indikator volume, analisis

gelombang, dan analisis pola (Lawrence, 1997).

Indikator-indikator tersebut dapat memberikan

informasi dalam melakukan investasi jangka pendek

atau jangka panjang, membantu mengidentifikasi

tren atau siklus dalam pasar modal, serta

menunjukkan kekuatan harga saham.

2.2 Peramalan (Forecasting)

Secara umum pengertian peramalan adalah

perkiraan atau dugaan mengenai sesuatu di masa

yang akan datang, namun dengan menggunakan

teknik-teknik tertentu maka peramalan bukan hanya

sekedar perkiraan atau dugaan. Peramalan dapat

dilakukan menggunakan teknik-teknik statistik

untuk mendapatkan gambaran masa depan

(9)

tidak dapat memberi jawaban pasti akan apa yang

terjadi di masa mendatang, tetapi memberi jawaban

sedekat mungkin akan apa yang akan terjadi. Pola

peramalan bersifat stabil sehingga tidak akan

bertahan dalam jangka waktu yang lama, dan akan

merugikan ketika diterapkan pada kondisi pasar

yang tidak normal (Timmermann dan Granger, 2004).

Tingkat kepercayaan pada hasil peramalan tidak

hanya ditentukan oleh teknik yang digunakan tetapi

juga ditentukan oleh data atau informasi yang

digunakan.

Berdasarkan waktu pengumpulannya, data

dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) Data time

series, adalah jenis data yang dikumpulkan menurut urutan waktu dalam suatu periode waktu tertentu,

misalnya data harian, mingguan, dan tahunan; (2)

Data cross section, adalah jenis data yang

dikumpulkan pada suatu waktu tertentu yang dapat

menggambarkan keadaan atau kegiatan pada waktu

tersebut; (3) Data panel, adalah gabungan data time series dan cross section. Berdasarkan jangka waktunya, peramalan dibagi menjadi tiga periode,

yaitu: (1) Peramalan jangka panjang (long-term

(10)

menengah (mid-term forecasting) yaitu peramalan dalam jangka waktu bulanan atau mingguan; (3)

Peramalan jangka pendek (short-term forecasting)

yaitu peramalan dalam jangka waktu harian.

Peramalan merupakan suatu teknik yang

digunakan untuk memprediksi suatu nilai di masa

mendatang dengan menggunakan informasi periode

sekarang dan sebelumnya. Berdasarkan sifatnya,

peramalan dibagi atas dua kategori, yaitu: (1)

Peramalan Kualitatif. Teknik peramalan ini tidak

bergantung pada perhitungan matematika tetapi

pada orang yang menyusunnya, karena hasil

peramalan didasarkan pada penilaian, pendapat,

intuisi, emosi, dan pengalaman pribadi. Peramalan

kualitatif yang biasa digunakan adalah pendapat

manajemen eksekutif dan hasil survei lapangan; (2)

Peramalan Kuantitatif. Teknik peramalan ini

didasarkan atas data kuantitatif masa lalu. Hasil

peramalan yang dibuat tergantung pada teknik yang

digunakan dalam melakukan peramalan. Peramalan

kuantitatif yang biasa digunakan dibagi atas dua

(11)

a) Metode Deret Waktu (Time Series Method)

Time series merupakan teknik yang melakukan peramalan berdasarkan pola masa

lalu dari data yang digunakan. Teknik

peramalan time series dibagi menjadi dua

bagian. Pertama, model peramalan yang

didasarkan pada model matematika statistik

seperti moving average, exponential smoothing,

regresi, ARIMA (Box-Jenkins). Kedua, model

peramalan yang didasarkan pada kecerdasan

buatan seperti neural network, algorima

genetika, simulated annealing, genetic

programming, klasifikasi, dan hybrid (Wiyanti et

al. 2012), dengan demikian peramalan dengan

time series tidak hanya dilakukan menggunakan ilmu statistik tetapi juga dengan

jaringan saraf.

Makridakis et al. (1983) mengungkapkan

bahwa langkah penting dalam menggunakan

time series adalah dengan mempertimbangkan jenis pola datanya, sehingga dapat ditentukan

teknik yang paling tepat sesuai dengan pola

datanya. Pola data dalam peramalan

menggunakan time series terbagi atas empat

(12)

Gambar 2.1 Pola Pergerakan Data

- Pola Tren (trend), yaitu ketika pergerakan data naik atau turun secara bertahap dalam waktu

yang lama.

- Pola Musiman (seasonality), yaitu ketika

pergerakan data bergerak bebas dan muncul

secara periodik dalam jangka pendek serta

berulang. Pola ini dipengaruhi oleh faktor

musiman seperti cuaca dan liburan.

- Pola Siklus (cycles), yaitu ketika pergerakan

data menunjukkan adanya fluktuasi

bergelombang (naik dan turun) yang berulang

dan terjadi dalam waktu yang lama.

- Pola Horizontal, yaitu ketika pergerakan data

(13)

tanpa membentuk pola yang jelas seperti pola

tren, musiman ataupun siklus.

b) Metode Sebab Akibat (Causal Method)

Metode Sebab Akibat merupakan metode

yang melakukan peramalan berdasarkan pola

hubungan antara variabel yang akan

diprediksikan (variabel dependen) dengan

variabel lain yang mempengaruhinya (variabel

independen). Metode peramalan yang biasa

digunakan dalam analisis sebab akibat adalah:

Simple Regression, dan Multiple Regression (Arch/Garch).

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Kemampuan investor dalam memahami dan

meramalkan kondisi ekonomi makro di masa

mendatang akan sangat berguna dalam pengambilan

keputusan investasi yang menguntungkan. Untuk

itu, seorang investor sebaiknya mempertimbangkan

beberapa indikator ekonomi makro yang dapat

membatu dalam membuat keputusan investasi.

Indikator ekonomi makro yang seringkali

dihubungkan dengan pasar modal adalah inflasi,

(14)

peningkatan harga secara umum dan terus menerus.

Inflasi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi

suatu Negara, inflasi yang terlalu tinggi akan

menyebabkan penurunan daya beli dan dapat

mengurangi tingkat pendapatan investor.

Kurs merupakan variabel makroekonomi yang

turut mempengaruhi harga saham. Kurs atau nilai

tukar valuta asing adalah harga suatu mata uang

yang dinyatakan dalam harga mata uang lain, yang

berarti jika nilai rupiah semakin kuat (USD

terdepresiasi) maka harga saham akan naik, dan

begitu pula sebaliknya. Demikian pula halnya

dengan tingkat BI rate yang merupakan suku bunga

acuan yang mencerminkan kebijakan moneter yang

ditempuh Bank Indonesia dan diumumkan kepada

publik dapat mempengaruhi pergerakan harga

saham. Tingkat pengembalian yang diharapkan

investor pada investasi saham seringkali dipengaruhi

oleh pendapatan yang diperoleh investor pada

alternatif investasi lain. Weston dan Brigham (1990)

berpendapat bahwa tingkat bunga mempengaruhi

harga saham dengan dua cara yaitu: 1) Tingkat

bunga mempengaruhi laba perusahaan karena

tingkat bunga merupakan biaya; 2) Tingkat bunga

(15)

investasi sahamnya dan memindahkannya pada

investasi lain yang menawarkan tingkat bunga yang

lebih tinggi. Indikator makro ekonomi yang dapat

mempengaruhi harga saham seperti inflasi, kurs, dan

BI rate dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan

oleh Silaban (2010), Kurnia (2010), Azwir dan

Achmad (2011).

2.4 Analisis Time Series 2.4.1 Uji Stasioneritas

Dalam analisis time series, kestasioneran

merupakan hal yang penting, begitu juga dalam

analisis menggunakan Arima dan Arch/Garch yang

mensyaratkan setiap variabel yang disertakan dalam

model harus stasioner. Deret data dikatakan

stasioner jika data series tidak memiliki tren dan

unsur musiman atau dengan kata lain mean dan

variansnya tetap. Jika data tidak stasioner terhadap

mean maka dilakukan differencing, tetapi jika tidak

stasioner terhadap varians maka dilakukan

transformasi log.

Differencing adalah perubahan atau selisih nilai data pada suatu periode dengan nilai data periode

(16)

stasioner maka dilakukan differencing lagi. Suatu series non-stasioner yang diubah menjadi stasioner

yang melalui proses differencing disebut series non-stasioner yang homogen.

2.4.2 Model AR (Autoregressive)

Persamaan Autoregressive:

�� = 0 + 1��−1 + 2 ��−2+ … + � ��−�+ �� ... (2.1)

Model autoregressive adalah model yang

menggambarkan bahwa variabel dependen

dipengaruhi oleh variabel dependen itu sendiri pada

periode dan waktu sebelumnya. Suatu model regresi

dikatakan model regresi yang bersifat autoregressive

jika mengandung satu atau lebih lag dependent

variables. Banyaknya lag (nilai lampau) yang digunakan menunjukkan tingkat dari model ini.

Jumlah observasi masa lampau yang digunakan

dalam AR dikenal dengan orde p, apabila hanya

digunakan satu lag dependen maka model ini

dinamakan autoregressive tingkat satu (first-order

autoregressive) atau AR(1), sedangkan bila nilai yang

digunakan sebanyak p lag dependen, maka model

ini dinamakan model autoregressive tingkat p atau

(17)

2.4.3Model MA (Moving Average)

Persamaan Moving Average :

�� = 0 - 1��−1 - 2 ��−2 - … - � ��−�+ �� ... (2.2)

Perbedaan model moving average dengan model

autoregressive terletak pada jenis variabel independennya. Variabel independen pada model

autoregressive adalah nilai sebelumnya (lag) dari

variabel dependen (�), sedangkan variabel

independen model moving average adalah nilai

residual pada periode sebelumnya. Orde dari nilai MA

(diberi notasi q) ditentukan oleh jumlah periode

variabel independen yang masuk dalam model.

Banyaknya residual yang digunakan pada model

ini menandai tingkat dari model moving average, jika

pada model digunakan dua residual masa lalu (lag),

maka dinamakan model moving average tingkat 2

dan dilambangkan sebagai MA (2).

2.4.4Model ARMA (Autoregressive Moving Average)

Persamaan Autoregressive Moving Average

�� = 0 + 1��−1 + … + � ��−�− 1��−1+⋯ − ���−� + �� ... (2.3)

Proses random stasioner seringkali tidak dapat

(18)

atau autoregressive saja, karena proses itu mengandung keduanya, oleh karena itu gabungan

kedua model yang dinamakan autoregressive moving

average dapat lebih efektif, sehingga pada model ini data periode sekarang dipengaruhi oleh data periode

sebelumnya dan nilai residual pada periode

sebelumnya (Mulyono, 2000). Model ARMA yang

berorde p dan q ditulis ARMA (p,q) atau ARIMA

(p,0,q). Jika model menggunakan dua lag dependen

dan tiga lag residual maka model dilambangkan

dengan ARMA (2,3).

2.4.5ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

Persamaan Autoregressive Integrated Moving Average:

�� = 0 + 1 ��−1+ … + � ��−� - 1 ��−1 - … - � ��−� + �� ...(2.4)

Arima atau yang juga dikenal dengan

Box-Jenkins merupakan teknik yang dikembangkan oleh

George Box dan Gwilym Jenkins pada tahun 1970.

Arima merupakan model univariate yang

mengabaikan variabel independen dalam membuat

peramalan dan menggunakan nilai masa lalu dan

sekarang dari variabel dependen untuk

menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat

(19)

non-stasioner sedangkan Arima hanya dapat

digunakan pada data series yang stasioner. Karena

series stasioner tidak mempunyai unsur trend, maka yang dijelaskan dengan teknik ini adalah unsur

sisanya yaitu residual/ error.

Arima non-seasonal biasanya dilambangkan

dengan notasi ARIMA (p,d,q), p menunjukkan

orde/derajat autoregressive (AR), d menunjukkan

orde/derajat differencing (I), dan q menunjukkan

orde/derajat moving average (MA). Orde d (I)

menunjukkan bahwa data time series telah

ditransformasikan menjadi data yang stasioner.

Teknik ini akan lebih akurat jika digunakan untuk

peramalan jangka pendek kurang dari 1 tahun

(Stellwagen dan Tashman, 2013).

Beberapa penelitian yang melakukan peramalan

harga saham menggunakan teknik time series Arima

telah banyak dilakukan, seperti penelitian Mulyaono

(2000) yang melakukan peramalan jangka pendek di

BEJ dengan periode data harian selama tiga bulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Arima cocok

digunakan untuk peramalan jangka pendek.

Didukung oleh penelitian Yani (2004) yang

melakukan peramalan di IHSG di BEJ dengan

(20)

menunjukkan bahwa Arima cocok digunakan untuk

peramalan dengan tingkat kesalahan sebesar 1.61%.

Sadeq (2008) melakukan penelitian mengenai

prediksi IHSG menggunakan Arima dengan periode

harian 2 Januari 2006 sampai 28 Desember 2006.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peramalan

IHSG dengan metode Arima terbukti akurat dengan

tingkat kesalahan peramalan rata-rata sebesar

4,14%.

2.4.6ARCH/GARCH

Persamaan dari model Arch : ��2 = �0 + �1 ��−1

2

……...……….……. (2.5)

Persamaan dari model Garch : ��2 = �0 + �1 ��−1

Pada umumnya, pemodelan time series

dilakukan dengan asumsi residual � konstan

(homokedastisitas) yaitu sebesar �2. Tetapi pada

kenyataannya banyak data time series khususnya

(21)

yang tidak konstan (heterokedastisitas) yang

menyebabkan pemodelan dan peramalan

menggunakan Arima Box Jenkins tidak lagi valid.

Salah satu asumsi yang mendasari estimasi dengan

OLS adalah residual harus terbebas dari autokorelasi

dan bersifat konstan dari waktu ke waktu. Apabila

residual tidak bersifat konstan maka data tersebut

mengandung heterokedastisitas. Arch pertama kali

diperkenalkan oleh Engle (1982) untuk menganalisis

time series yang memperbolehkan adanya heterokedastisitas.

Arch mengasumsikan bahwa conditional

variance hari ini dipengaruhi oleh waktu sebelumnya, akan tetapi pada data finansial dengan tingkat

volatilitas yang lebih besar Arch memerlukan orde

yang besar pula dalam memodelkan variance-nya.

Hal tersebut mempersulit proses identifikasi dan

pendugaan model, sehingga Bollerslev (1986)

mengembangkan Arch menjadi Generalized Arch

(Garch) untuk mengatasi orde yang terlalu besar

pada model Arch. Pada Garch, perubahan variance

bersyaratnya dipengaruhi oleh nilai pada periode

sebelumnya dan variance bersyarat dari periode

(22)

memodelkan data dengan tingkat volatilitas yang

tinggi.

Arch/Garch digunakan untuk memprediksi

volatilitas yang akan memberikan hasil yang akurat

yang dapat digunakan sebagai acuan dalam

menganalisis return dan resiko, serta menyeleksi

portofolio (Engle, 2001). Varian residual Garch

memiliki dua komponen yaitu konstanta dan residual

periode sebelumnya. Hal ini yang menyebabkan

teknik ini disebut sebagai teknik bersyarat

(conditional), karena varian residual periode sekarang (t) dipengaruhi oleh periode-periode sebelumnya (t-1,

t-2, dan seterusnya). Persamaan yang pertama

disebut conditional mean (persamaan rata-rata

bersyarat), dan persamaan kedua disebut conditional

variance (persamaan varian bersyarat). Selain menganalisis harga saham, Garch juga dapat

digunakan untuk meramalkan berbagai pilihan

investasi lain yang ada di pasar keuangan seperti

kurs, harga minyak, risk premium dan tingkat

pendanaan pemerintah (Villalba dan Flores, 2013).

Volatilitas pasar terjadi akibat masuknya

informasi baru ke dalam pasar, akibatnya para

pelaku pasar melakukan penilaian kembali terhadap

(23)

saham yang bervariasi menyebabkan return dan

resiko yang diterima oleh investor menjadi tidak

pasti, sehingga banyak analis yang mencoba untuk

meramal harga saham di masa mendatang.

Volatilitas pasar saham di negara-negara

berkembang umumnya jauh lebih tinggi daripada

negara-negara maju (Bekaert dan Harvey, 1997;

Wang, 2007). Beberapa faktor yang menyebabkan

volatilitas harga saham yaitu inflasi, BI rate, nilai tukar rupiah, volume perdagangan, harga minyak,

dan jumlah uang beredar (Hugida, 2011; Kewal,

2012; Lawrence, 2013). Engle (2001) menyebutkan

bahwa ketika suatu data mengandung

heterokedastisitas maka keakuratan hasil peramalan

akan sulit untuk dipercaya.

Hal ini yang menyebabkan keakuratan hasil

peramalan menggunakan Arima tidak lagi valid dan

uji OLS tidak efektif lagi digunakan untuk data

tersebut. Sehingga Engla dan Bollerslev

mengembangkan Arch danGarch yang mampu

menganalisis data yang mengandung

heterokedastisitas dengan cara memodelkan

variansnya. Kemampuan Arch/Garch dalam

meramalkan harga saham dibuktikan dalam

(24)

mengenai pemodelan dan peramalan penutupan

harga saham PT. Telkom dengan Arch/Garch, yang

menunjukkan bahwa peramalan dengan Arch/Garch

untuk periode mingguan sejak September 2008 hinga

Desember 2012 terbukti akurat dengan tingkat

kesalahan sebesar 0.223%.

Beberapa penelitian yang menunjukkan tingkat

akurasi Arima dan Arch/Garch dalam meramalkan

harga saham yaitu, penelitian yang dilakukan oleh

Nachrowi (2007) tentang prediksi gerakan IHSG

dengan model Arima di BEJ dengan periode estimasi

1 tahun dan kemudian membandingkan daya

prediksinya, didapatkan bahwa Arima memiliki

kesalahan yang lebih kecil dibandingkan Garch.

Didukung oleh penelitian Grestandhi (2012) yang

melakukan perbandingan Arima dan Ols-Arch/Garch

dalam meramalkan IHSG pada periode 4 Januari

2010 – 13 September 2011 dengan menambah

variabel nilai tukar rupiah juga menunjukkan hasil

penelitian bahwa analisis Arima lebih baik

dibandingkan Garch dengan kesalahan peramalan

sebesar 2.08% dan kesalahan Garch sebesar 4.1%.

Murwaningsari (2008) juga mendukung

penelitian sebelumnya bahwa Arima lebih baik

(25)

selama 20 tahun dan menggunakan variabel volume

perdagangan harga saham, deposito, dan nilai tukar

rupiah. Hasil prediksi 1 bulan berikutnya

menunjukkan model Arima memiliki kesalahan yang

lebih kecil sebesar 2.69% dibandingkan Garch

sebesar 14.7%. Penelitian lainnya dilakukan oleh

Nugroho (2012) yang membandingan Arima dan

Garch untuk memprediksi IHSG periode data harian

sejak 1991 – 2011 didapatkan hasil yang sama

bahwa Arima memiliki akurasi prediksi lebih baik

dari Garch. Hasil peneltian yang berbeda ditemukan

oleh Sparks dan Yurova (2006) yang melakukan

penelitian dengan membandingkan performa Arima

dan Arch/Garch pada perusahaan besar di Amerika

dengan periode 10 tahun. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa performa Arch/Garch lebih

Referensi

Dokumen terkait

1 Juni 2020, ISSN: 2252-8431 Prodi PGSD FKIP Unkhair 8 Selanjutnya pada siklus II, berdasarkan proses pembelajaran dengan menggunakanmetode bercerita dengan meningkatkan

Penilaian kinerja keuangan dengan menggunakan Altman Z-Score pada perusahaan yang diprediksi berpotensi mengalami kebangkrutan pada tahun yang di teliti bukan

Sehingga pada saat proses demineralisasi terjadi, ion fosfat dan ion kalsium yang dihasilkan oleh CPP-ACP akan ditempatkan pada permukaan gigi, masuk ke dalam enamel rod dan akan

Tabela 22 : Korelacije između stava ispitanika eksperimentalne grupe prema nastavi nemačkog jezika i autentičnih tekstova na početku istraživanja...  Asocijacije na Nemačku

Setiap perubahan harus melalui testing sebagaimana pada tahap instalasi.Yang menjadi tren dari e-commerce adalah penggunaan portal e-commerce yang menyediakan berbagai

Mahasiswa dapat mengidentifikasi beberapa strategi kompetitif dasar dan dapat menjelaskan bagaimana teknologi informasi dapat digunakan untuk menghadapi kekuatan yang kompetitif

Koefisien determinasi parsial ini digunakan untuk mengetahui faktor manakah yang paling berpengaruh dari variabel bebas yang terdiri atas dari Net Profit Margin (NPM),

Tjahjani Prawitowati M.M selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu dan kesabaran yang ekstra dalam penulisan skripsi ini saya ucapkan terima kasih.. Maav