• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tokoh dan aliran dalam Psikologi Perkemb

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tokoh dan aliran dalam Psikologi Perkemb"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Tokoh dan aliran dalam Psikologi Perkembangan

Banyak ahli mengemukakan karyanyan berdasar hasil pembahasan secara deduktif dan integratif yang sangat baik dari bermacam-macam teori yang sudah ada. Apa yang akan dicoba diuraikan lebih menitikberatkan teori dan pandangan nya mengenai perkembangan, lebih khusus lagi perkembangan anak, daripada bidang-bidang lain yang mungkin juga dikuasai.

Uraian mengenai tokoh-tojoh dikelompokkan sesuai dengan bidang atau aliran yang dititikberatkan untuk menerangkan teorinya. Pada suatu bidang atau aliran, diwakili oleh beberapa tokoh yang dalam kenyataannya masih ada perbedaan di sana-sini, meskipun biasanya bersifat saling mengisi serta dipengaruhi oleh keadaan yang sedang berpengaruh.

1. Psikoanalisa

S.Freud adalah pencipta Psikoanalisa ini. Psikoanalisa dibicarakan di sini karena dasar-dasar teorinya dianggap sebagai hasil pemikiran yang luar biasa dan telah menempati dan memperkaya dunia pengetahuan, khususnya psikologi.

Sifat psikolgi ialah banyaknya teori dan hipotesa yang kadang-kadang diperoleh melalui pendekatan filosofis, karena sifanya yang abstrak dan teoritis.

Selain itu tentu saja bisa dilakukan pendekatan dan pembuktian secara eksperimental dengan hukum-hukum yang biasa dipergunakan dalam lapangan ilmu eksakta.

a. SIGMUND FREUD (1856-1939)

Dilahirkan di Freiburg, Moravia pada tahun 1856, sebagian hidupnya tingggal di Wiena dan meninggal pada tahun 1939 di London.

Pendidikan formalnya ialah kedokteran dan setelah lulus memperdalam bidang neurologi dan melakukan penyelidikan-penyelidikan dalam bidang ini. Ia banyak menghadapi pasien hysteria yakni pasien-pasien yang menderita gangguan-gangguan fungsional-somatis dengan latar belakang psikolog.

Pada tahun 1885 Freud pergi ke Paris dan selama setahun ia belajar pada Piere Janet dan Jean Charcot dalam teknik-teknik menyembuhkan para penderita hysteria yakni dengan teknik hipnosa. Kemudian, dia bekerja dengan Joseph Breuer dalam menyembuhkan penderita hysteria dgn teknik tersebut.

(2)

Sebagai ilmuwan, Freud melihat hukum-hukum energi yang ada dalam lapangan fisika yang berlaku untuk benda-benda di dalam alam ini, bisa diterapkan untuk kehidupan mental seseorang. Dilihatnya bahwa manusia sejak lahir mempunyai naluri, mempunyai kebutuhan dan mempunyai dorongan yang saling berhubungan satu sama lain, sehingga jelas ada unsur tenaga atau kekuatan pada kehidupa psikis seseorang. Inilah yang oleh CS. Hall disebut psikodinamika.

Tenaga atau kekuatan psikis ini yang mempunyai latar belakang biologis disebut libido, dan sebagai naluri sudah ada pada setiap manusia pada waktu dilahirkan.

Libido sebagai naluri adalah salah satu diantara konsep-konsep naluri yang di kemukakan oleh Freud, yakni :

1. Naluri kehidupan : yang berhubungan dengan dorongan-dorongan untuk hidup,merasa haus dan lapar dan timbul kebutuhan serta dorongan untuk memperoleh makanan. 2. Naluri kematian (Thanatos) ialah naluri-naluri yang berakibat negatif bagi kelanjutan

kehidupan manusia dengan sifat merusak diri.

3. Naluri libido (Eros) ialah naluri hasrat emosional atau energi yang berkaitan dengan nafsu seksual, energi naluri kehidupan, keinginan untuk hubungan dan kenikmatan seksual. Ada tingkatan-tingkatan fungsi dan kehidupan dari libido/naluri seks ini dan yang kemudian dikenal dengan perkembangan psikoseksual.

Ada tiga tingkatan kehidupan pada manusia, yakni :

1. Animal/id

2. Logika dan rasional 3. Moral

Freud menyebutkan tingkatan animal itu id yaitu gudang semua dorongan atau tenaga yang sifatnya primitif (prinsip kenikmatan). Ia menghendaki segera memperoleh kenikmatan, bilamana dorongan nya sudah sampai pada tingkat-tingkat dorongan untuk minta disalurkan. Dorongan dari id ini terpuaskan melalui proses primer yang dapat diperoleh dengan tiga cara menurut Rapaport yaitu :

a) Perbuatan : seorang anak yang sedang timbul dorongan primitifnya (berteriak-teriak) akan puas ketika ia menemukan puting susu ibunya dan akan menyusui.

b) Fungsi kognitif : yaitu kemampuan anak untuk mengingat atau membayangkan hal-hal yang memuaskan yang dialami atau diperoleh. Si anak berkhayal terhadap hal-hal-hal-hal yang nikmat dan menyenangkan.

c) Ekspresi dari efek/emosi. Dengan memperlihatkan emosi tertentu akan terjadi pengurangan terhadap dorongan-dorongan primitifnya meskipun cara ini tidak seefisien kedalam cara diatas.

Struktur yang lain adalah ego. Ego berkembang dari id yang berhadapan dengan realitas. Freud (1923) mengatakan bahwa ego adalah sebagian dari id yang telah diubah oleh pengaruh-pengaruh langsung dari dunia luar melalui persepsi kesadaran. Ego melaksanakan prinsip realitas. Ia mengatur dorongan-dorongan id dengan menunda atau menahan agar mecapai tujuan secara realistik.

(3)

a. Menahan penyaluran dorongan

b. Mengatur desakan dorongan-dorongan yang sampai pada kesadaran

c. Mengarahkan sesuatu perbuatan agar mencapai tujuan-tujuan yang dapat diterima d. Berpikir logis

e. Mempergunakan pengalaman emosi-emosi kecewa atau kesal sebagai tanda adanya sesuatu yang salah, yang tidak benar agar kelak dapat dikategorikan dengan hal-hal lain untuk memutuskan apa yang akan dilakukan sebaik-baiknya.

Struktur ketiga pada sistem kepribadian adalah superego. Superego sering dihubungkan dengan nurani dan sistem nilai, meliputi nilai sosial dan nilai moral dan superego ini berkembang oleh hubungan yang dekat dan terus menerus dengan orang tua, saudara, guru dan orang lain yang ada dalam lingkungan hidup anak.

Dasar perkembangan psikoseksual ini adalah pertumbuhan dan kematangan fisiologis pada bagian-bagian atau tempat-tempat tertentu dalam tubuh.

Perkembangan Psikoseksual : 1. Masa Oral (0-1;0 th)

Merupakan tahap pertama perkembangan psikoseksual pada mana bayi memperoleh dan merasakan kepuasan dan kenikmatan yang bersumber pada daerah mulutnya. Ini timbul oleh adanya hubungan antara perasaan lapar, kemudian gelisah dan minuman atau makanan (air susu) yang diberikan kepada bayi.

Menurut teori psikoanalisa, masa oral ini terdiri lagi dari dua sub-masa. Yakni sub-masa pertama ketika bayi tergantung sepenuhnya dari orang lain, yang disebut masa ketergantungan oral.

Sub masa kedua disebut dengan agresifitas-oral yang timbul sebagai reaksi akan dihentikannya pemberian air susu melalui susu ibunya (disapih).

2. Masa anal (1;0 – 3;0 th)

Setelah masa oral, anak memindahkan pusat kenikmatan dari daerah mulut ke daerah anus (dubur). Seperti pada masa oral, masa anal ini juga terbagi menjadi dua sub masa, yakni bagian pertama yang disebut sub-masa pengeluaran kotoran dan bagian kedua submasa penahanan kotoran. Kegiatan pengeluaran kotoran merupakan kepuasan bagi anak untuk “mengotori” lingkungannya sebagai reaksi terhadap sikap-sikap orang lain yang dianggap tidak menyenangkan; ia hendak menentang dan ingin menunjukkan kebebasannya sendiri. Kegiatan menahan kotoran merupakan kepuasan lain untuk menunjukkan bahwa ia tidak mau “diatur” oleh orang lain.

3. Masa falik (3;0 – 5;0 th)

Sumber kenikmatan berpindah ke daerah kelamin pada masa falik. Pada masa ini anak mulai menaruh perhatian terhadap perbedaan-perbedaan anatomik antara laki dan perempuan, terhadap asal usul bayi dan hal-hal yang ada kaitannya dengan kegiatan seks.

a. Masa falik pada anak laki-laki

(4)

kompleks, yakni mengambil nama Oedipus, suatu tokoh dalam Mitologi Yunani kuno, yang membunuh ayahnya dan mengawini ibunya. Ia ingin meniru semua perbuatan yang dilakukan ayahnya, karena ayahnya adalah modelnya. Bilamana proses Oedipus-kompleks tidak berjalan dengan baik dan cinta anak terhadap ibunya tidak terhenti, maka akan timbul semacam ikatan antara anak laki dengan ibunya, bahkan ibunya (bukan ayahnya) yang dijadikan tokoh identifikasi, dan mengambil superego yang ada pada ibunya, dengan akibat timbulnya keinginan melakukan hubungan seks dengan pria (seperti ibunya) dan inilah dasar dari terjadinya homoseksualitas pada pria.

b. Masa falik pada anak perempuan

Pada anak perempuan perkembangannya lebih sulit. Freud sendiri tidak pernah merasa puas menerangkan dinamika-dinamika dari anak perempuan pada masa falik ini.

Tokoh ibu menjadi penghalang akan cintanya terhadap ayahnya. Anak perempuan takut akan dihukum oleh ibunya, seperti anak laki-laki ia akan dikastrasi. Kesulitan-kesulitan yang dialami pada masa ini akan menyebabkan pula kekacauan dalam menentukan tokoh identifikasi dan pembentukan ego-idealnya. Inilah dasar dari sifat-sifat lesbianist yang diperlihatkan ketika sudah dewasa.

c. Masa laten (6;0 – 12;0 th)

Pada masa ini memang terjadi perkembangan yang menghebat, banyak dan manjemuk pada seluruh aspek-aspeknya, seperti perkembangan kognitif melalui pendidikan formal di sekolah, perkembangan sosial dan moral, melalui hubungan-hubungan yang lebih luas dengan lingkungan hidupnya

d. Masa genital (12;0th)

Masa ketika dorongan-dorongan seks yang ada pada masa falik mulai berkembang lagi setelah pada masa laten, berada pada keadaan tenang.

Pada masa genital ini terjadi perkembangan pada arah cinta. Kalau tadi cintanya hanya searah, yakni terpusat pada diri sendiri, maka sekarang cintanya bisa dua arah.

Teori psikoanalisa ini memang muncul dan dikembangkan di dunia Barat. Banyak ahli yang masih meragukan apakah teori ini bisa dipakai didunia Timur dengan pandangan yang masih sangat berbeda terhadap masalah seks. Keterbukaan terhadap kehidupan seks jelas berbeda. Sebagai teori an sich tetap perlu diketahui, secara khusus mengenai perkembangan kepribadian sesuai dengan tujuan uraian ini.

b. ERIK H. ERIKSON (1902 - )

Ia dilahirkan di Frankurt dari orang tua yang berketurunan Desnmark (Danish). Mengikuti pendidikan dasar di Karlsruhe, Jerman. Ia menjadi guru di Sekolah Amerika di Wina, sambil mengikuti kursus psikoanalisa di Institut Psikoanalisa Wina, khususnya untuk bekerja dengan anak. Ditambah dengan sertifikat Sekolah Maria Montessori, adalah pendidikan formal yang pernah dialami, selebihnya ia mencapai puncak ilmunya dari usaha-usaha dan belajar sendiri. Ia juga pernah berhubungan secara pribadi dengan S.Freud.

(5)

kelompok dan kebudayaan yang mengelilinginya, ia menerapkan psikoanalisa pada pengetahuan-pengetahuan sosial.

Erikson tidak melihat manusia dilahirkan dengan sifat baik atau sifat buruk, melainkan baginya semua manusia ketika dilahirkan mempunyai potensi untuk menjadi baik atau menjadi buruk. Perhatiannya terhadap sifat-sifat perorangan ini yang terlihat pada setiap masa perkembangan menjadi dasar konsepnya mengenai : prinsip epigenesis.

Dalam perkembangan manusia, teori Erikson diuraikan dalam dua polaritas yakni naluri kehidupan dan naluri kematian yang terbentang dua kutub ( polaritas). Polaritas ini menjadi ciri cara menerangkan perkembangan kepribadian kepada anak.

Teori perkembangan dari Erikson disebut Perkembangan Psikososial yakni perkembangan ego lebih penting daripada fungsi-fungsi id, dan dalam perkembangan ego ini pengaruh – pengaruh lingkungan sosial besar sekali.

Erikson mengemukakan perkembangan ego melalui 8 tahap perkembangan psikososial agar mencapai perkembangan ego yang matang, yaitu :

 Tahap 1 : Masa oral-sensorik.

Dimensi polaritas : memperoleh dasar kepercayaan dan di pihak lain mengatasi dasar ketidak-percayaan. Lingkungan yang menyenangkan dan tidak mengalami hal-hal yang menakutkan mulai menumbuhkan perasaan mempercayai sesuatu. Sebaliknya, lingkungan yang tidak memuaskan dan pengalaman-pengalaman psikologis yang tidak menyenangkan timbullah perasaan tidak mempercayai sesuatu.

Fungsi pengindraan menjadi alat yang pertama untuk melakukan hubungan dan mendapat pengalaman sosial dan mempengaruhi reaksi dan sikap di kemudian hari. Bayi berhadapan pertama kali dengan lingkungan sosial melalui mulutnya saat memperoleh makanan. Saat bayi menjadi lebih aktif, ia mulai memegang benda-benda di lingkungannya, memperluas bidang pandangannya. Sejalan dengan tumbuhnya gigi, ia mulai merasakan ingin menggigit.

 Tahap 2 : Masa anal-muskulatur.

Dimensi polaritas : merasakan adanya kebebasan, perasaan malu dan ragu-ragu. Pertumbuhan fisik anak memungkinkan untuk melakukan gerak-gerik, berjalan, berlari dengan bebas. Anak merasa bebas dan ingin melakukan sendiri semuanya. Karena anak merasa bisa menguasai otot-ototnya dan tubuhnya maka ia merasa bisa menguasai dirinya sendiri. Sebaliknya, bilamana ia mengalami kesulitan untuk menguasai tubuhnya, sehingga orang lain yang harus melakukan sesuatu kepadanya, maka padanya akan tumbuh perasaan malu dan ragu-ragu.

 Tahap 3 ; Masa genital-locomotor.

Dimensi polaritas : memperoleh perasaan bebas berinisiatif dan di pihak lain mengatasi perasaan bersalah. Pada anak mulai tumbuh “kepribadian”, mengetahui kemampuannya, berkhayal mengenai apa yang akan dilakukan, dan mengambil inisiatif untuk suatu tindakan yang akan dilakukan. Rencana/ inisiatif yang dilakukan anak tidak selamanya berkenan bagi orang dewasa sehingga anak ingin menarik kembali rencana ini, maka timbul perasaan bersalah.

(6)

1) Bahwa unsur-unsur struktur kepribadian, yakni id, ego, dan superego mulai mencapai keseimbagan sebagai suatu kesatuan psikologis yang sesuai, dan menampilkan kepribadian tertentu.

2) Bahwa anak mulai bisa mengetahui perbedaan-perbedaan jenis kelamin terhadap orang di sekelilingnya, yang mempegaruhi perasaan dan dorongannya tetapi yang dibatasi oleh adanya norma-norma sosial.

 Tahap 4 : Masa laten.

Dimensi polaritas : memperoleh perasaan gairah dan di pihak lain mengatasi perasaan rendah diri. Perkembangan psikososialnya menunjukkan anak yang berada pada usia sekolah memperoleh bermacam-macam ketrampilan, kemampuan, dan mengetahui apa yang akan dilakukannya dan bagaimana ia akan melakukannya. Maka ia akan memperoleh perasaan gairah bahwa ia mampu melakukan sesuatu. Tetapi di pihak lain, ia bisa menemui kegagalan dan terlihat ketidakmampuannya di hadapan orang-orang dewasa; maka akan timbul perasaan rendah diri.

 Tahap 5 : Masa Remaja.

Dimensi polaritas : antara identitas dan kekaburan peran. Kekaburan oleh perubahan besar yang dialami dalam diri sendiri, dan dorongan masyarakat yang tidak berfungsi positif bagi pembentukan identitas diri, menyebabkan timbulnya krisis identitas. Kalau remaja mengetahui siapa dirinya, mengetahui apa yang akan dan harus dilakukan, mengetahui kapan dan bagaimana harus melakukan maka ia mengetahui peranannya dalam masyarakat. Kalau remaja juga melibatkan diri terhadap sesuatu ideologi, maka ia sudah mencapai identitas. Kalau terjadi sebaliknya, maka akan terjadi kekaburan dalam identitas dan terbentuk identitas yang negatif.

 Tahap 6 : Masa dewasa muda.

Dimensi polarisasi : antara keintiman dan keterasingan. Masa ketika seseorang memperoleh kesempatan untuk menceburkan diri dalam kehidupan bersama di masyarakat. Kesiapan untuk mencapai sesuatu dalam pekerjaan, memilih pasangan hidup dan hidup bersama dalam suatu perkawinan, dengan kemesraan dalam hubungan suami-istri. Dalam keinginannya untuk memperoleh kemesraan melalui hubungan dengan jenis kelamin lain, timbul pula krisis yakni ketakutan akan menjadi tersisih dan terpisah karena hidup menyendiri, jauh dari keluarga. Adanya pembatasan-pembatasan yang tidak memungkinkan tercapainya hubungan intim menimbulkan perasaan terasing.

 Tahap 7 : Masa dewasa.

Dimensi polarisasi : diperolehnya perasaan generativitas (produktif) atau hampa. Suatu perkawinan yang bahagia akan memberikan landasan yang baik untuk perkembangan anak dan keturunannya. Dalam kehidupan pribadinya, seseorang ingin mempunyai peranan dan menghasilkan sesuatu sesuai dengan peranannya sebagai anggota masyarakat sehingga hubungan dengan lingkungan masyarakatnya dapat terbina dalam hubungan yang serasi. Kalau seseorang tidak bisa memperoleh perasaan ini maka ia akan merasa hampa dan tidak menghasilkan apa-apa.

 Tahap 8 : Masa kematangan.

(7)

pada dimensi polarisasi yang positif maka ia akan mencapai integritas ego. Ia akan menghadapi kehidupan selanjutnya dengan penuh semangat dan optimisme. Sebaliknya, bila banyak mengalami hal-hal yang negatif, maka ia tidak atau kurang gairah dalam menghadapi kelanjutan hidupnya. Hidup dirasakan pahit, tidak menyenangkan, dan timbul perasaan sengsara serta sedih karena waktu telah lewat dan ia tidak mencapai apa-apa.

Skema perkembangan Psikososial

No Tahap – tahap perkembangan psikososial Dimensi polaritas krisis emosi

1 Oral - sensorik Mempercayai – tidak mempercayai sesuatu 2 Anal - muskulatur Kebebasan – malu atau ragu - ragu

3 Genital - locomotor Inisiatif - bersalah

4 Laten Gairah – rendah diri

5 Remaja Identitas – kekaburan peran

6 Dewasa - muda Kemesraan - keterasingan

7 Dewasa Generativitas - hampa

8 Kematangan Integritas ego - kesedihan

Langer mengemukakan bahwa menurut para ego – psikolog ada 3 tingkatan dalam hubungan antara anak dan lingkungan yang penting agar perkembangan ego, baik yang mengenai diferensiasinya antara id dan ego, maupun fungsi rasional ego berlangsung sebaik-baiknya, yakni :

1) Perkembangan pada masa bayi agar mampu membedakan dirinya dengan lingkungan hidupnya.

2) Perkembangan dari cara-caranya berkomunikasi antara anak dan ibunya, misalnya melalui mimik dan senyuman.

3) Mencapai kemampuan untuk mengatur sistem perototan dan gerak-gerak motorik yang halus.

Perbedaan perkembangan psikoseksual dari S.Freud dengan perbedaan perkembangan psikososial dari E.H. Erikson

No Freud Erikson

1 Peranan fungsi id dan ketidaksadaran

sangat penting Peranan fungsi ego lebih ditonjolkan, yangberhubungan dengan tingkah laku yang nyata.

2 Hubungan segitiga antara anak, ibu, ayah menjadi landasan yang terpenting dalam perkembangan kepribadian.

(8)

regulation) 3 Orientasinya patologik, pesimistik

karena berhubungan dengan berbagai hambatan pada struktur kepribadian dalam perkembangan kepribadian.

Orientasinya optimistik, karena kondisi-kondisi dari pengaruh lingkungan sosial yang ikut mempegaruhi perkembangan kepribadian anak bisa diatur.

4 Timbulnya berbagai hambatan dalam kehidupan psikisnya karena konflik internal, antara id dan superego.

Konflik timbul antara ego dengan lingkungan sosial yang disebut : konflik sosial.

2. Psikologi Belajar

Perkataan belajar dirumuskan oleh G.A. Kimble : “ Belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan dan tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematangan, kelelahan, dan/ atau kerusakan pada susunan syaraf ”.

Belajar memang berhubungan dengan perubahan, seperti juga perkembangan berhubungan dengan adanya sesuatu yg berubah. Dalam belajar ada sesuatu yang diubah atau berubah. Dari rangkaian atau susunan (repertoire) tingkah laku dan perubahan ini bersifat menetap. Ini diartikan bilamana pada suatu saat terjadi perubahan, ada sesuatu yang baru yang diperoleh dari mempelajari sesuatu, ini akan bersifat menetap dalam diri seseorang. Tentu sifat menetap ini diganti oleh tingkah laku yang lain, yang baru, dari hasil mempelajari sesuatu pula dan dengan diperkuat melalui latihan. Contoh perubahan yg relatif menetap ini dapat dilihat pada efek penghematan dari proses belajar. Bilamana seseorang telah mempelajari atau menghafalkan sesuatu (misalnya sajak) dan untuk beberapa tahun ia sudah lupa dan tidak pernah ingat lagi. Meskipun telah bertahun-tahun lewat, ketika pada suatu saat ia ingin mempelajari atau menghafal sajak yang sama, ternyata waktu yang dibutuhkan ketika ia sekarang mempelajari atau menghafal akan kurang daripada ia pertama kali belajar sajak itu. Disini terlihat ada penghematan dalam mempelajari atau menghafal sajak yang sama, sebagai akibat adanya sesuatu yang “tertinggal”ketika pertama kali mempelajarinya. Dengan kata lain, ada sesuatu yg relatif menetap dalm proses belajar.

Potensi-potensi tingkah laku sendiri tidak terlihat dan baru bisa dilihat atau diamati dalam penampilannya, dalam perwujudan potensi-potensi yang dimiliki. Hasil mempelajari dilihat dari kenyataan bagaimana ia memperlihatkan tingkah laku yang berwujud. Hal ini seringkali menjadi masalah yang rumit dalam psikologi pendidikan, yaitu antara potensi yang dimiliki seseorang dan hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk prestasi. Antara kemampuan intelek dan kapasitas intelek terdapat pembatasan yang besar. Tujuan pendidikan antara lain berusaha agar pembatasan ini sekecil mungkin. Artinya apa yang secara potensial dimiliki dapat muncul, dapat berfungsi secara maksimal. Dan hal ini merupakan fungsi proses belajar pula. Hal lain yang juga penting adalah faktor memperkuat sesuatu melalui latihan. Sesuatu hal yang baru, yang berhubungan dengan tingkah laku yang baru, yang diperoleh melalui proses belajar, membutuhkan berbagai pengulangan, agar lebih kuat menetap sebagai tingkah laku yang baru. Kalau tidak atau kurang ada pengulangan untuk memperkuat, maka sesuatu tingkah laku yang baru diperoleh akan segera menghilang lagi. Pengulangan diadakan untuk memperkuat sesuatu yang sudah ada, agar menetap menjadi faktor yang penting dalam proses belajar.

(9)

a. Melalui kondisioning

b. Melalui pengamatan terhadap model-model tingkah laku di luar dirinya.

a. Kondisioning

Pernyataan bahwa semua tingkah laku adalah hasil mempelajari sesuatu sebenarnya dianggap terlalu keras, karena beberapa kemampuan seperti refleks pada kedipan mata, mengisap puting susu dan refleks mengepal, sudah dapat diperlihatkan bayi beberapa jam setelah dilahirkan, sebelum bayi tersebut memperoleh kesempatan untuk belajar.

Di pihak lain dalam kenyataannya proses belajar merupakan fungsi dari luar yang mempengaruhi rangkaian tingkah laku bayi dengan bermacam-macam cara pada usia yang masih sangat muda. Fungsi dari luar dalam arti perangsangan dari luar, dari lingkungan atau pengalaman. H.Papousek (1967) mengemukakan hasil percobaannya bahwa seorang bayi yg berumur tiga hari sudah dapat dilatih untuk memalingkan kepala ke arah suara lonceng. Latihan ini diberikan dengan teknik kondisioning. Lipsitt, L.H. dan H.Kaye (1967) mempelajari bayi berumur empat hari yang sudah bisa dipengaruhi dengan teknik-teknik kondisioning.

Kondisioning dibedakan menjadi 2 macam yakni:

1. Kondisioning klasik, oleh Ivan P. Pavlov (1849-1936), ahli ilmu Faal dari Rusia, yang terkenal dengan percobaannya terhadap anjing dan air liurnya. Secara singkat dapat dikemukakan disini bahwa Pavlov memperlihatkan anjing yang dapat dilatih mengeluarkan air liur bukan terhadap rangsang semula, yakni makanan, melainkan terhadap rangsang berupa bunyi. Pada waktu memperlihatkan makanan kepada anjing sebagai rangsang yang menimbulkan air liur, dibarengi dengan misalnya membunyikan lonceng berkali-kali, maka pada akhirnya anjing akan mengeluarkan air liur bilamana mendengar bunyi lonceng, sekalipun makanan tidak diperlihatkan atau diberikan.

Rangsang makanan telah berpindah ke rangsang bunyi untuk memperlihatkan jawaban yang sama, yakni pengeluaran air liur.

Model kondisioning-klasik ini menjadi model bermacam-macam pembentukan tingkah laku yang merupakan rangkaian dari yang satu kepada yang lain. Kondisioning klasik berhubungan pula dengan susunan syaraf tak sadar serta otot-ototnya .

Dengan demikian jawaban emosional merupakan sesuatu yang terbentuk melalui kondisioning klasik. Beberapa kelompok ahli yang mempelajari masalah kondisioning ini memberikan terminologi yang berbeda-beda untuk kondisioning klasik ini, yakni: kondisioning responden, kondisioning Pavlov, rangsang subsitusi dan penggantian asosiatif.

2. Kondisioning operant.

Kondisioning operant meliputi pula proses-proses belajar untuk mempergunakan otot-otot secara sadar, memberikan jawaban dengan otot-otot ini dan mengikutinya dengan pengulangan untuk penguatan. Tetapi hal ini masih dipengaruhi oleh rangsang-rangsang yang ada dalam lingkungan, yakni kondisi dan kualitas serta penguatan terhadap rangsangnya akan mempengaruhi jawaban-jawaban yang akan diperlihatkan.

(10)

memberikan rasa senang pada bayi dan karena itu tingkah laku yang semula yakni tersenyum dan mengluarkan suara akan cenderung untuk diulangi oleh bayi tersebut.

Contoh penyelidikan dilakukan oleh C.T Ramey dan L.R. Ourtb (1971). Mereka mempelajari bayi berumur 3, 6 dan 9 bulan yang ditempatkan pada tempat khusus untuk bayi dan membiarkan bayi-bayi tersebut mengeluarkan suara-suaranya (vokalisasi).

Selama 6 menit setiap kali bayi mengeluarkan vokalisasi, diberi kondisioning dengan penguatan-penguatan berupa sentuhan ringan pada perut, senyuman dan ucapan-ucapan seperti “nah begitu anak baik”. Hasil penyelidikannya menunjukkan, bilamana penguatan ini diberikan secara langsung, tanpa menunda maka hasilnya akan memperlihatkan peningkatan dalam vokalisasi bayi. Sebaliknya bilamana penguatan diberikan tidak langsung atau ditunda hanya beberapa detik saja, maka tidak terlihat peningkatan vokalisasi yang berarti . Penguatan melalui pengulangan rangsang-rangsang agar diperlihatkan sesuatu jawaban tingkah laku yang diharapkan adalah penting pada kondisioning operant ini. Agar sesuatu jawaban atau tingkah laku yang baru dapat terus diperlihatkan, diperlukan penguatan rangsang yang sekunder atau melalui penguatan rangsang yang terencana, antara lain dengan mengatur waktu terjadinya penguatan rangsang.

b. Pengamatan terhadap model-model tingkah laku di luar dirinya.

Proses ini bisa terjadi melalui proses belajar dengan mengamati atau meniru sesuatu diluar dirinya (imitasi). Agar terjadi proses peniruan oleh anak, maka subyek yang dijadikan model harus:

1. Model harus memperlihatkan kelebihan dan kekuatan, misalnya seorang guru sekolah, tanpa ada perbedaan mengenai jenis kelaminnya.

2. Tingkah laku model telah jelas terbukti memberikan kepuasan ( hadiah, kehormatan, kehebatan, kemenangan)

3. Ada hubungan yang hangat antara model dengan anak .

Menurut Mowrer (1960) sumber yang melakukan pengulangan untuk penguatan ini bisa timbul dari diri si peniru yang disebut penguatan diri (self-reinforcing). Misalnya seorang anak mengatakan terhadap diri sendiri ucapan-ucapan ibunya yang memujinya atau menyenangkannya, Bandura, Ross dan Ross (1963) membuktikan melalui percobaan dengan mempergunakan film dan pengaruhnya terhadap beberapa kelompok anak. Di satu film seorang tokoh anak yang agresif akhirnya menang, menguasai anak lain yang bersama-sama berada dalam situasi bermai . Pada film lain tokoh yang agresif tadi terhukum dan anak lain yg “baik” akhirnya menang dan menguasai keadaan. Tokoh agresif mendapat hukuman. Kedua film ini diperlihatkan kepada beberapa kelompok anak. Bandura et al menyimpulkan bahwa tokoh anak yang agresif, menang dan menguasai, lebih mudah untuk dijadikan model daripada ketika tokoh ini ( pada film kedua) terhukum.

(11)

Bandura et al mengemukakan bahwa belajar dengan mengamati ini bukan hanya meniru model, melainkan juga semua bentuk instruksi verbal (simbolik imitasi). Ini berhubungan dengan perkembangan bahasa pada anak, yang merupakan rangkaian mensimbolisasikan dan kemampuan mengucapkan kembali perkataan atau kalimat sebagai hasil mempelajari sesuatu melalui peniruan.

Bandura et al mengemukakan empat komponen belajar dengan mengamati yakni: 1. Perhatian. Perhatian terhadap model harus ada sebelum melakukan peniruan.

Misalnya pengaruh TV sebagai obyek untuk diamati dan ditiru dalam kehidupan sehari-hari.

2. Pencaman : adanya kemampuan untuk mencamkan atau mengingat perilaku yang dilihatnya secara simbolis. Obyek yang diamati menimbulkan rangsang visual dan rangsang verbal.

3. Reproduksi motorik. Kemampuan-kemampuan motorik dalam batas tertentu harus sudah ada atau sudah berkembang

4. Ulangan penguatan dan motivasi. Penampilan tingkah laku ini akan diperlihatkan terus sebagai sebagian kepribadiannya, hal ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya ulangan-ulangan penguatan. Ulangan penguatan ini timbul dari dirinya sendiri melalui pergaulan .

Teori Sosial-Belajar

Dipengaruhi oleh Clark L. Hull dengan teori R-J nya, sekelompok tokoh-tokoh seperti O.H. Mowrer, Robert R.Sears, Neal Miller, dan John Dollard serta beberapa yang lain lagi, berusaha untuk menggabungkan teori Freud dan teori R-J dan menyusunnya menjadi teori yang baru mengenai perkembangan anak. Teori ini dikenal dengan teori sosial-belajar, dan berusaha menerangkan mengenai sosialisasi dan peranan belajar dalam perkembangan kepribadian anak.

Para ahli teori sosial belajar mencoba menerangkannya dari sudut lingkungan hidup anak. Tentu ada faktor-faktor dalam lingkungan hidup anak, dengan hukum-hukumnya yang berpengaruh secara bersama dan menetap atas perkembangan kepribadian anak. Mengenai ini ada dua faktor yakni:

1. Lingkungan alam. Lingkungan alam mempunyai hukum-hukum yang sama yang berlaku bagi setiap orang. Hukum-hukum yang sama dan menetap ini, menyebabkan hal-hal sama yang bisa dipelajari oleh anak dan mempengaruhi perkembangan tingkah lakunya.

(12)

Robert Richardson Sears (1908 - )

Dilahirkan di Palo Alto, California , dibesarkan dalam suatu keluarga dimana ayahnya seorang Guru Besar Ilmu Pendidikan di Universitas Stanford, Sears sendiri juga lulusan Stanford dengan subyek utama Bahasa Inggris dan Psikologi, pada usia 21 tahun.

Sears banyak dipengaruhi oleh rekan-rekannya yang melakukan penelitian bersama mengenai teori-teori belajar, misalnya oleh Clark L.Hull, O.H.Mowrer dan oleh B.F.Skinner. Perhatian terhadap pentingnya hubungan antara orang tua dan anak dirangsang oleh teori Freud. Dengan demikian Sears dipengaruhi oleh teori-teori belajar di satu pihak dan teori psikonalisa di pihak lain.

Pendekatannya dengan demikian merupakan penggabungan antara kedua teori ini (eklektik) dan karena itulah oleh Baldwin (1967), Sears dikelompokkan sebagai tokoh teori sosial belajar.

Sebagai tokoh empirisme, Sears banyak menaruh perhatian terhadap tingkah laku yang dapat dilihat atau diamati dari luar dan dapat dilakukan pengukuran-pengukuran terhadapnya. Perkembangan kepribadian dapat dinilai dari dua hal yakni:

a. Dari perbuatan-perbuatannya, dari urutan-urutan yang diperlihatkan sampai seseorang menunjukkan sesuatu perbuatan, jadi ada sebab-akibatnya, dan juga dari proses yang terjadi dengan dasar pengalaman .

b. Dari cara-cara berinteraksi sosial.

Dalam teorinya mengenai perkembangan kepribadian Sears banyak menaruh perhatian terhadap pengaruh hubungan antara orang tua dan anak. Pola pengasuhan yang diberikan oleh orang tua kepada anak penting sekali dan pola pengasuhan ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang kepribadian dan kemampuan para orang tua sendiri. Mengenai timbulnya tingkah laku, Sears mengemukakan beberapa hal sebagai berikut:

1. Tingkah laku adalah sebab akibat tingkah laku orang lain. Lingkungan akan “membentuk” tingkah laku.Bayi laki-laki dan bayi perempuan acapkali dibedakan dalam banyak hal oleh orang tua, meskipun tidak atau kurang disadari. Akibat sikap dan perlakuan yang berbeda ini, maka perkembangan kepribadian anak juga tidak sama.

2. Tingkah laku timbul dari dirinya sendiri untuk mengurangi ketegangan-ketegangan, artinya dengan bertingkah laku maka ketegangan akan berkurang. Dilihat pada tingkah laku yg didorong oleh adanya kebutuhan-kebutuhan dasar, misalnya pada anak-anak yang makan sesuatu.

3. Sikap kesatuan tingkah laku mengarah ke suatu tujuan melalui ulangan-ulangan penguatan, baik sebelum tujuan tercapai ataupun setelahnya.

4. Semua bentuk tingkah laku ulangan penguatan membentuk sistem motivasi sekunder, yang mendorong timbulnya tingkah laku baru. Dorongan ini timbul dari lingkungan sosial yang memberikan pengalaman sesuai dengan tuntutan norma sosial dan norma budaya.

5. Frustasi, agresi, identifikasi dan kebiasaan-kebiasaan sosial memiliki pola perkembangan tersendiri.

Sears juga mengemukakan perubahan-perubahan tingkah laku yang bersumber pada : 1. Kematangan fisik

2. Kondisioning kebudayaan

(13)

Konsep perkembangan menurut Sears.

Sears merumuskan perkembangan sebagai berikut : “Perkembangan adalah sesuatu yang berkesinambungan, urutan-urutan yang teratur dari kondisi yang menciptakan perbuatan, dorongan baru untuk bertindak dan pola tingkah laku”.

Sears mengemukakan tiga tahapan perkembangan yang terbagi dalam masa-masa yaitu : I. Masa tingkah laku rudimenter. Tingkah laku yang bersumber pada kebutuhan dasar

dan proses belajar pada masa bayi.

II. Masa sistem motivasi sekunder yang didasarkan pada proses belajar yang berpusat di dalam keluarga.

III. Masa sistem motivasi sekunder yang didasarkan pada proses belajar yang terjadi diluar lingkungan keluarga.

Tahap I : Masa tingkah laku rudimeter

Masa ini ditandai oleh kebutuhan-kebutuhan dasar, seperti lapar, haus, sakit dan lain-lain yang dapat dikurangi ketegangannya dengan perbuatan. Lambat laun bayi mulai merasakan adanya hubungan antara meredanya suatu ketegangan dengan kehadiran orang dewasa yang ada sekitarnya. Kenyataan bahwa orang disekitar kehidupan bayi adalah sumber kesenangan dan perlunya mempertahankan sikap dan perlakuan oleh orang lain disini mulai menimbulkan sosialisasi pada bayi.

Sears mengatakan bahwa dalam perkembangan anak, terjadi apa yang disebut kesatuan tingkah laku yang timbal balik (dyadic), artinya selalu berada dalam interaksi sosial . Perkembangan yang baik ditandai oleh berkurangnya sikap “autism” (menyendiri atau menutup diri) dan gerak gerik atau perbuatan yang terpusat untuk memenuhi kebutuhan dasar, sebaliknya hubungan-hubungan sosial yang timbal balik meningkat.

Tahap II : Masa sistem motivasi sekunder. Belajar terpusat didalam keluarga.

Tahap ini dimulai kira-kira pada pertengahan tahun kedua sampai anak masuk sekolah. Sosialisasi mulai benar-benar terjadi. Anak tidak lagi terlalu tergantung kepada ibunya atau lingkungan sosialnya, melainkan sedikit demi sedikit mulai melepaskan diri dan mampu memenuhi kebutuhan dan kehendaknya sendiri dari hasil mempelajari sesuatu, juga ketergantungan secara emosional mulai dilepaskan, yakni pada saat-saat ibu mulai mengandung lagi. Dari pengamatannya, Sears mengemukakan adanya kecenderungan pada anak perempuan lebih lama mempertahankan ketergantungan daripada anak laki-laki. Berkurangnya ketergantungan ini menumbuhkan perasaan bebas pada anak untuk bersaing dengan anak-anak lain .

(14)

mengungkapkan sesuatu. Semuanya masih terjadi dalam lingkungan keluarga dan rumah.

Tahap III : Masa sistem motivasi sekunder.

Belajar terjadi di luar lingkungan rumah atau keluarga.

Tahap ini dimulai ketika seorang anak masuk sekolah, dan siap untuk menerima sesuatu dari lingkungan diluar lingkungan keluarga.

Obyek ketergantungan tidak lagi terbatas pada orang tua melainkan lebih luas lagi, misalnya kepada guru. Kemampuan anak untuk menguasai dan mengatur kebebasannya harus seimbang dengan keinginannya akan kebebasan. Kalau ia bisa mengatur dirinya sendiri, ia juga akan bisa mengatur pengaruh-pengaruh teman lain terhadapnya. Pada umur lima tahun identifikasi terhadap tokoh jenia kelamin yang sama menjadi lebih jelas, khususnya orang tua. Dengan semakin luasnya hubungan sosial, identifikasi terhadap tokoh-tokoh lain, termasuk teman sendiri yang sebaya bisa menjadi model identifikasinya.

Dari uraian dari Sears ini dapat dilihat jelas bahwa perkembangan anak adalah perkembangan seluruh kepribadian anak. Setiap kali anak bertingkah laku, setiap kali juga ia berkembang.Tingkah laku ini adalah hasil hubungannya dengan lingkungan sosial yang langsung dimana anak dibesarkan. Dalam hal ini peranan dan cara orang tua memperlihatkan sikap dan pola dalam pengasuhan anak penting sekali.

3. TEORI KOGNITIF

Pengertian kognisi sendiri sebenarnya meliputi aspek-aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu. Sebagai fungsi mental yang berhubungan dengan proses mengetahui, proses kognitif meliputi aspek-aspek persepsi, ingatan, pikiran,simbol, penalaran, dan pemecahan persoalan.

JEAN PIAGET ( 1896 – 1980 )

Piaget dilahirkan pada tanggal 9-18-1896 di Neuchatel ,kota Universitas di Swiss dan meninggal pada tanggal 16-09-1980 di Jenewa ,Swiss. Sejak kecil Piaget sudah memperlihatkan bakat-bakatnya sebagai ilmuwan,senang mengamati dan memperhatikan kehidupan yang ada disekitarnya dan melakukan penelitian –penelitian, khususnya perkembangan kognitf.

Konsep Dasar Teori J. Piaget

Sebagai seorang yang memperoleh pendidikan dasar dalam bidang pengetahuan eksakta yakni biologi , Piaget banyak terpengaruh olehnya dalam pendekatan dan uraiannya. Piaget tertarik pada perubahan-perubahan kualitatif dari perkembangan mental sejak lahir sampai dewasa.

Piaget melihat adanya sistem yang mengatur dari dalam , dari sudut biologi, sehingga organisme mempunyai sistem pencernaan , peredaran darah,pernapasan, dan lain-lain. Hal seperti ini juga terjadi pada sistem kognisi sistem yang mengatur didalam yang kemudian dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Sistem mengatur yang menetap terdapat sepanjang perkembangan seseorang.

(15)

1) Kematangan merupakan pengembangan dari susunan syaraf. Misalnya kemampuan melihat atau mendengar disebabkan oleh kematangan yang sudah dicapai oleh susunan syaraf yang bersangkutan.

2) Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkunganya, dengan dunianya.

3) Transmisi sosial , yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan social , misalnya cara pengasuhan dan pendidikan dari orang lain yang diberikan pada anak.

4) Ekuilibrasi , yaitu adanya kemampuan yang mengatur dalam diri anak, agar ia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

Sistem mengatur yang dikemukakan oleh Piaget , mempunyai 2 faktor :

I. Skema : pola- pola gerakan yang diperoleh dari lahir. Contoh : seorang anak akan mengepal tapak tangannya bilamana pada tapak tangannya diletakkan sebuah benda. II. Adaptasi , bersangkut paut dengan tujuan dan perjuangan hidup.

Adaptasi dibagi dalam dua proses yang saling mengisi yakni, a) Asimilasi

Istilah asimilasi dipergunakan dalam biologi untuk menunjukkan proses yang terjadi bila tubuh mengambil makanan dari luar. Lerner (1976) memberikan contoh asimilasi kognitif sebagai berikut :Kepada seorang anak diperlihatkan segitiga sama sisi, setelah itu kepada anak tersebut diperlihatkan segitiga yang berbeda yakni segitiga siku-siku . Asimilasi kognisi terjadi kalau si anak menjawab bahwa segitiga siku-siku yang diperlihatkan adalah segitiga sama sisi , karena banyak objek diluar dirinya, ketika masuk ke dalam si anak diubah dan disesuaikan dengan struktur dalam yang sudah ada pada anak.

b) Akomodasi

Kalau pada asimilasi diatas terjadi perubahan pada objek nya, maka pada akomodasi terjadi perubahan pada subyeknya agar ia bisa menyesuaikan terhadap obyek yang ada diluar dirinya.

Tahap - tahap perkembangan oleh J. Piaget dibagi dalam masa - masa perkembangan sebagai berikut :

Tahap I : Masa sensori – motor ( 0 - 2,0 tahun )

Masa ketika bayi mempergunakan sistem penginderaan dan aktivitas- aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya mengenal obyek- obyek. Contoh yang jelas dapat dilihat pada kemampuan bayi untuk menggerakkan otot-otot disekitar mulut ,gerakan mengenyot bilamana mulut tersentuh pada sesuatu misalnya putting susu ibunya. Refleks refleks pada bayi pada umumnya mempunyai tujuan untuk memungkinkan ia bisa melangsungkan hidupnya. Dengan berfungsinya alat-alat indra serta kemampuan kemampuan melakukan gerak gerik motorik dalam bentuk refleks si bayi berada dalam keadaan siap untuk mengadakan hubungan dengan dunianya. Masa sensori motor ini dibagi menjadi 6 sub-masa, yakni:

(16)

Ketika dilahirkan seorang bayi sudah langsung bisa memperlihatkan refleks mengenyot bilamana pada daerah mulutnya tersentuh atau menyentuh sesuatu . Disamping refleks mengenyot juga refleks untuk mengarahkan kepala pada sumber rangsang secara lebih tepat dan terarah mulai diperlihatkan. Gerak ini berkembang dari beberapa faktor , yakni kematangan dari sistem neuromuskuler , kebiasaan kebiasaan yang seakan akan dipelajari oleh bayi, misalnya kebiasaan ibu setiap kali kalau mau memberikan air susu , ibu mengangkat bayi dan meletakkannya disebelah kanan, bayi menggerakkan kepala kearah posisi ini untuk sampai pada putting susu.Kalau hal ini terjadi beberapa kali , terjadi pengulangan , maka gerak kepala mulai bisa terarah.

 Sub – masa 2 : Reaksi pengulangan pertama ( 1 - 4 bulan )

Pada masa ini,kalau bayi menggerakkan tubuhnya dan secara sengaja memperoleh kenikmatan atau sesuatu yang menarik, ia akan berusaha mengulangi gerakannya. Contohnya ialah gerakan mengenyot ibu jari yang pada mulanya terjadi tanpa sengaja . Gerakan mengenyot ibu jari ini , kebanyakan dalam reaksi pengulangan pertama ini menyertai dua hal yakni,

a) Gerakan motorik dari tangannya.

b) Penggunaan mata untuk melihat ibu jari.

 Sub – masa 3 : Reaksi pengulangan kedua ( 4 -10 bulan )

Sebagai kelanjutan reaksi pengulangan pertama,reaksi pengulangan kedua terjadi pada waktu bayi menemukan hal-hal atau objek-objek diluar dirinya yang menarik perhatiannya dan ia ingin mengulangnya.

 Sub – masa 4 : Koordinasi reaksi-reaksi sekunder ( 10- 12 bulan )

Gerak gerik yang dilakukan anak sudah lebih berdiferensi ,anak mulai bisa mengkoordinasi dua skema yang terpisah untuk memperoleh sesuatu.

 Sub-masa 5 : Reaksi pengulangan yang ketiga ( 12 -18 bulan )

Kalau pada sub-masa 3 bayi memperlihatkan satu perbuatan untuk mencaoai tujuan, dan pada sub-masa 4, dua perbuatan yang terpisah bisa dilakukan untuk mencapai satu hasil, maka pada sub-masa 5, ini beberapa perbuatan dapat dilakukan dengan hasil yang berbeda-beda.

 Sub - masa 6 : Permulaan berfikir ( 18-24 bulan )

Pada sub masa ini anak mulai bisa berfikir dari dalam , tidak hanya terhadap sesuatu yang secara fisik nyata. Contoh yang banyak dipergunakan untuk menggambarkan perkembangan pengamatan Piaget pada anaknya terhadap mobil – mobilannya ( match – box)

Menurut Piaget pada masa sensori motor ini berkembanglah kemampuan khusus yakni kemampuan dalam mempersepsikan ketetapan obyek . Ketetapan dalam obyek diartikan bahwa obyek-obyek akan tetap ada meskipun tidak lagi berada dalam lapangan persepsi. Pada anak kemampuan ini berkembang secara bertahap , yakni :

 Sub masa pertama : objek-objek yang dilihatnya adalah yang ada dalam lapangan penglihatannya.

(17)

 Sub-masa ketiga : memperlihatkan perkembangan yang baru. Bayi mulai terlatih pada obyek-obyek diluar dirinya.

 Sub- masa keempat : bayi sudah bisa menemukan objek yang seluruhnya tidak berada dalam lapangan penglihatannya, jadi yang tersembunyi.

 Sub -masa kelima : anak anak sudah bisa melihat rangkaian objek objek yang dipindahkan selama objek objek ini masih dapat dilihat ketika dipindah-pindahkan.  Sub masa keenam barulah anak bisa menemukan objek objek yang tidak ada dalam

lapangan persepsinya , tertutup atau tersembunyi disuatu tempat

Tahap II : Masa pra-operasional ( 2 - 7tahun )

Perkembangan yang jelas terlihat pada masa ini berbeda dengan masa sebelumnya ialah kemampuan mempergunakan symbol. Fungsi simbolik yakni kemampuan untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada tidak terlihat dengan sesusatu yang lain . Pada masa operasional ini anak bisa menemukan objek yang tertutup atau tersembunyi . Piaget mengatakan anak anak pada masa pra-operasional belum bisa memusatkan perhatian pada dua dimensi yang berbeda secara serempak . Hal ini diistilahkan memusat (centration ) yang mempunyai 3 aspek :

1) Menyusun benda-benda dalam urutan-urutan sesuai dengan ukuran. 2) Pengelompokan.

3) Konservasi.

Tahap III : masa konkrit- operasional ( 7 – 11 tahun )

Anak – anak sudah mulai bisa melakukan bermacam –macam tugas, misalnya tugas untuk menyusun tongkat-tongkat dan menjawab pertanyaan mengenai konservasi angka maupun isi dengan benar.

Ada 3 macam proses dalam masa ini yaitu : 1. Negasi

2. Hubungan timbal balik (resiprokasi) 3. Identitas

Tahap IV : Masa formal-operasional (11 – dewasa)

Masa ketika seorang anak memperkembangkan kemampuan kognitif untuk berpikir abstrak dan hipotesis serta berpikir sistematik untuk memecahkan sesuatu persoalan.

Pentahapan perkembangan kognitif

Tahap Masa Umur Kekhususan

I Sensori- motor 0 – 2 tahun Perkembangan skema melalui refleks –refleks untuk mengetahui dunianya . Mencapai kemampuan dalam mempersepsikan ketetapan dalam obyek.

II Pra-operasional 2 – 7 tahun Penggunaan symbol dan penyusunan tanggapan internal, misalnya dalam permainan, bahasa dan peniruan.

III

(18)

IV

Formal-operasional 11 - dewasa Mencapai kemampuan untuk berpikir sistematikterhadap hal-hal yang abstrak dan hipotesis.

Teori Piaget dan hubungannya dengan pendidikan

Piaget dengan teori-teorinya bermaksud menerangkan perkembangan kognisi pada anak-anaknya yang baru di lahirkan dan seterusnya lebih menghendakinya sebagai sumbangannya terhadap pengetahuan tentang kemanusiaan daripada sebagai penerapan teori-teorinya di dalm ruangan kelas.

Piaget (1969) mengatakan bahwa tugas guru bukan memberikan pengetahuan yang diberikan kepada anak, melainkan mencarikan, menunjukkan, atau memberikan alat-alat atau cara-cara yang menimbulkan minat serta merangsang anak untuk memecahkan atau mengatasi persoalan-persoalan sendiri.

Piaget mengemukakan, interaksi sosial memberikan banyak keuntungan dalam pendidikan. Anak-anak mulai bisa berpikir logis , yang mengkoordinasikan 2 dimensi secara serempak , sebagian karena secara tidak langsung dalam hubungan-hubungannya dengan teman-teman lain akan mempelajari 2 atau lebih perspektif.

Masalah yang timbul dalam dunia pendidikan sehubungan dengan teori Piaget ialah mengenai tugas – tugas mengkonservasikan angka-angka yang diberikan kepada anak-anak pada masa pra-operasional.

Referensi

Dokumen terkait

Adanya masyarakat yang tinggal di sekitar penambangan kapur dengan jarak yang sangat dekat dengan kawasan tambang kapur dalam kurun waktu yang lama, maka ini merupakan

The play uses the characters to imply the criticism toward the 18 th century French society.. It criticizes the king, the ministry, the parliament, and

1216 mempengaruhi pelaksanaan program e-warong di Kelurahan Sidotopo yakni ketersediaan e-warong yang kurang hanya ada satu saja, dalam pelaksanaan penyaluran di

12.30 WITA yakni Perkara Perceraian yang telah didaftarkan oleh Pembanding Fatrah Dai Binti Mohamad Dai tanggal 30 Maret 2010 Masehi bertepatan tanggal 14 Rabiul

Gagal jantung didapatkan lebih banyak pada laki-laki dibanding dengan wanita serta mengalami peningkatan pada usia 35 dan paling tinggi pada usia di atas 70 tahun memiliki

Dengan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pengembangan buku panduan pengelolaan marah untuk siswa SMA Negeri 1 Bubulan Bojonegoro sudah memenuhi aspek

1. Desain model Pembelajaran PAI Multikultur untuk menanamkan sikap KTSM bagi peserta didik SD di kawasan Pantura Kabupaten Karawang. Tujuannya adalah untuk

Tentunya setiap individu memiliki jenis handphone yang berbeda-beda, namun hal ini tidak menjadi batasan dalam proses penelitian karena terbukti pada pengambilan