• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIKIRAN KALAM TENTANG PERBUATAN TUHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMIKIRAN KALAM TENTANG PERBUATAN TUHAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PEMIKIRAN KALAM TENTANG PERBUATAN TUHAN DAN

PERBUATAN MANUSIA

Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Ilmu Tauhid

Dosen pengampu:Muhammad Miftah,M.Pd.I

Disusun Oleh:

Ahmad Rotib (1710610059)

Chandri Vidya Sari (1710610066) Zuly Mar’atul Luthfiyah (1710610077)

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA

JURUSAN TARBIYAH

▸ Baca selengkapnya: sebagian mutakallimin berpendapat bahwa tuhan tidak mungkin mengerjakan sesuatu

(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim...

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan izinnya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemikiran Kalam Tentang Perbuatan Tuhan Dan Perbuatan Manusia” sebagai pemenuhan tugas kelompok presentasi.

Ucapan terima kasih kami tujukan kepada pihak yang telah mendukung terselesaikannya laporan ini. Terima kasih pula kepada Pak Muhammad Miftah,M.Pd.I selaku dosen pengampu kami yang telah mengampu kami dalam proses penyelesaian makalah ini.

Tak lepas dari kekurangan, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Saran dan kritik yang membangun diharapkan demi karya yang lebih baik di masa mendatang. Besar harapan kami semoga makalah ini membawa manfaat khususnya bagi kami dan para pembaca.

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... ...1 B. Rumusan Masalah...

...1 C. Tujuan...

...1

BAB 2 PEMBAHASAN... 2

A. Perbuatan Tuhan... ...2 B. Perbuatan Manusia...

BAB 3 PENUTUP... 15

A. Simpulan... ...15 B. Saran...

...15

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Tauhid (kalam) merupakan disiplin ilmu keislaman yang mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah pada perbincangan yang mendalam dengan dasar argumen-argumen. Baik secara rasional (aqliyah) maupun naqliyah argumentasi rasional yang dimaksud adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berpikir filosofis. Sedangkan argumentasi naqliyah biasanya berdasar pada argumentasi berupa dalil-dalil Quran dan Hadits.

Dampak dari ilmu kalam ini juga melahirkan banyak aliran banyak perbedaan pemikiran tentang perbuatan Tuhan dan perbuatan-perbuatan manusia. Oleh karena itu mengenai perbedaan ini untuk lebih jelasnya akan di bahas dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pemikiran tiap aliran mengenai Perbuatan-perbuatan Tuhan?

2. Bagaimanakah pemikiran tiap aliran mengenai Perbuatan-perbuatan Manusia ?

(5)

C. Tujuan Masalah

1. Untuk menjelaskan pemikiran tiap aliran mengenai Perbuatan-perbuatan Tuhan

2. Untuk menjelaskan pemikiran tiap aliran mengenai Perbuatan-perbuatan Manusia

3. Untuk menjelaskan hubungan antar aliran mengenai perbuatan tuhan dan perbuatan manusia

(6)

A. Perbuatan Tuhan.

Semua aliran dalam suatu pemikiran kalam berpendapat bahwasannya tuhan sebagai pencipta, melaksanakan kehendaknya, Tuhan pasti melakukan berbagai perbuatan. Perbuatan disini dipandang sebagai konsekuensi logis Aliran Mu’tazilah ini berpendapat bahwa perbuatan tuhan yaitu :

a. Kewajiban-kewajiban Tuhan terhadap manusia.

(7)

keburukan dari perbuatan buruk itu.1 Didalam al-Qur’an telah jelas

dikatakan bahwa tuhan tidaklah berbuat zalim. Ayat-ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil oleh aliran Mu’tazilah untuk mendukung pendapatnya adalah Q.S. Al-Anbiya ayat ke 23 yang berbunyi :

ننوولل اسويل موهلون للعنفوين انمعن لل أسويل لن

Artinya : “Ia tidak boleh ditanya tentang apa yang ia lakukan, sedang merekalah yang akan ditanya kelak”.

Dan Surat Ar-Rum 30:8 yang berbunyi :

قققحنلو ابق لقن اق امنهلننيوبن امنون ضنرولناون تقومسقنلا قنلنخن امن

Artinya : “ Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya, melainkan dengan tujuan yang benar “

Seorang tokoh yang bernama , Qadi Abd Al-Jabar 2 berpendapat

bahwa ayat yang diatas memberi petunjuk bahwa tuhan hanya berbuat baik. Dengan demikian, tuhan tidak perlu ditanya. Maksudnya yaitu : ketika seseorang yang dikenal baik,3 dan secara nyata berbuat baik,

maka tidak perlu ditanya mengapa berbuat baik ?. Sedangkan, ayat yang kedua menurut Al-Jabar , bahwasannya mengandung petunjuk bahwa tuhan tidak pernah dan tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Andaikata tuhan melakukan perbuatan-perbuatan buruk, maka pernyataan bahwa tuhan menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dengan hak, tentulah tidak benar atau berita bohong.

Dalam faham ini, termasuklah juga kewajiban-kewajiban seperti kewajiban tuhan dalam menepati janji-janjinya,4 kewajiban tuhan

1 Anwar Rosihon, ILMU KALAM, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), hlm. 154.

2 Dalam kitab “Mutasyabih al-Qur’an”, disebutkan nama lengkap al-Jabar ibn Ahmad ibn’Abd al-Jabbar ibn Ahmad ibn al-Khalil ibn’Abd Allah al-Hamzani al-Asadabi, namun lebih dikenal dengannama Al-Qadi ‘Abd al-Jabbar, tahun kelahirannya hanya diperkirakan antara 320-325 dan wafat dikota Ray pada tahun 415 H.

3 Op.cit.

(8)

mengirim rasul-rasul untuk memberi petunjuk kepada manusia, dan kewajiban tuhan memberi rezeki kepada manusia dan sebaginya.

b. Berbuat Baik dan Terbaik.

Adanya konsep tentang keadilan tuhan, mendorong kelompok mu’tazilah untuk berpendapat bahwa tuhan mempunyai kewajiban berbuat baik dan terbaik terhadap manusia.

Dalam istilah arabnya berbuat baik dan terbaik bagi manusia disebut ( Al- salah wa al-aslah ).5 Maksudnya yaitu kewajiban tuhan

berbuat baik bahkan yang terbaik bagi manusia. Hal ini memang merupakan salah satu keyakinan yang penting bagi kaum Mu’tazilah. c. Beban di Luar Kemampuan Manusia.

Memberi beban di luar kemampuan manusia ( Taklif ma la yutaq ) adalah bertentangan dengan faham berbuat baik dan terbaik. Oleh karena itu kaum Mu’tazilah tidak dapat menerima faham bahwa tuhan dapat memberikan manusia beban yang tak dapat dipikul. Hal ini juga bertentang dengan faham mereka tentang keadilan tuhan. Tuhan akan bersifat tidak adil, kalau ia memberikan beban yang terlalu berat kepada manusia.

d. Pengiriman Rasul-rasul.

Bagi aliran Mu’tazilah , dengan kepercayaan mereka bahwasannya akal dapat mengetahui hal-hal gaib, sehingga menurutnya pengiriman rasul-rasul tidaklah begitu penting. Namun, mereka memasukkan pengiriman rasul-rasul kepada umat manusia menjadi salah satu kewajiban tuhan.

Argumentasi mereka adalah kondisi akal yang tidak dapat mengetahi setiap apa yang harus diketahui manusia tentang tuhan dan alam gaib. Oleh karena itu , tuhan berkewajiban berbuat yang baik dan terbaik bagi manusia dengan cara mengirim rasul. Tanpa rasul, manusia tidak akan memperoleh hidup baik didunia dan di akhirat nanti.

(9)

e. Janji dan Ancaman.

Dalam pebuatan-perbuatan tuhan termasuk perbuatan menepati janji dan menjalankan ancaman ( Al-wa’d wa al-waid )6 . Janji dan

ancaman merupakan salah satu dari lima dasar kepercayaan aliran Mu’tazilah, hal ini erat hubungannya dengan dasar kedua , yaitu keadilan. Tuhan tidak akan bersifat tidak adil jika tidak menepati janji untuk memberi pahala kepada orang yang berbuat baik, dan menjalankan ancaman terhadap orang yang berbuat jahat.

Menurut Abd Al-Jabar, hal ini akan membuat tuhan mempunyai sifat berdusta. Selanjutnya keadaan menepati janji dan tidak menjalankan ancaman bertentangan dengan maslahat dan kepentingan manusia. Oleh karena itu, menepati janji dan menjalankan ancaman adalah wajib bagi tuhan.

2. Aliran Asy’ariyah.

a. Kewajiban-Kewajiban Tuhan Terhadap Manusia.

Menurur aliran Asy’ariyah,faham kewajiban tuhan yang dikatakan oleh aliran Mu’tazilah, tidak dapat diterima karena bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan yang mereka anut. Faham yang mengatakan bahwa tuhan dapat berbuat sekehendak hatinya terhadap makhluk mengandung arti bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa.

Sebagaimana dikatakan Al-Gazali, perbuatan-perbuatan tuhan bersifat tidak wajib ( ja’iz ) dan tidak satupun darinya yang mempunyai sifat wajib.

b. Berbuat Baik dan Terbaik.

Hal ini ditegaskan oleh Al-Gazali,7 ketika mengatakan bahwa tuhan

tidak berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia. Dengan demikian, aliran Asy’ariyah tidak menerima faham tuhan mempunyai

6 Ibid, hlm132.

(10)

kewajiban. Tuhan dapat berbuat sekehendak hatinya terhadap makhluknya.

c. Beban di Luar Kemampuan Manusia.

Aliran Asy’ariyah, karena percaya pada kekuasaan mutlak tuhan dan berpendapat bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa. Aliran Asy’ariyah menerima faham pemberian beban di luar kemampuan manusia. Asy’ariyah sendiri dengan tegas mengatakan dalam al-Luma’,8 bahwa tuhan dapat meletakkan pada manusia beban

yang tidak dapat dipikul. Al-Gazali juga mengatakan demikian dalam al-Iqtisad.

d. Pengiriman Rasul-rasul.

Walaupun pengiriman rasul memiliki arti penting dalam teologi. Namun Aliran Asy’ariyah menolak sebagai kewajiban tuhan. Karena hal itu bertentangan dengan keyakinan mereka bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa terhadap manusia. Faham ini dapat membawa akibat yang tidak baik. Sekiranya tuhan tidak mengutus rasul kepada umat manusia, hidup manusia akan mengalami kekacauan.

Tanpa wahyu manusia tidak dapat membedakan perbuatan baik dan perbuatan buruk, manusia akan berbuat apa saja yang dikehendakinya. Namun, sesuai dengan faham Asy’ariyah tentang kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, hal ini tidak menjadi permasalahan bagi teologi mereka. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendakinya. Kalau tuhan menghendaki manusia hidup dalam masyarakat kacau.

e. Janji dan Ancaman.

Bagi kaum Asy’ariyah faham ini tidak dapat berjalan sejajar dengan keyakinan mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, dan tentang tidak adanya kewajiban-kewajiban bagi tuhan.

(11)

Tuhan tidak mempunyai kewajiban menepati janji dan menjalankan ancaman yang tersebut dalam al-Qur’an dan Hadits.

Tetapi disini timbul persoalan bagi kaum Asy’ariyah,9 karena dalam

al-Qur’an dengan tegas dikatakan bahwa siapa yang berbuat baik akan masuk surga dan siapa yang berbuat jahat akan masuk neraka.

Untuk mengatasi hal ini, kata-kata arab man, allazina dan sebagainya yang menggambarkan arti siapa, oleh Asy’ariyah sendiri diberi interpretasi “bukan semua orang, tetapi sebagian “.dengan demikian kata “ siapa” dalam ayat “ Barang siapa menelan harta anak yatim piatu dengan cara tidak adil, maka ia sebenarnya menelan api masuk kedalam perutnya”. Mengandung arti bukan seluruh tetapi sebagian orang yang menelan harta yatim piatu. Yang sebagian akan terlepas dari ancaman atas dasar kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan. Dengan interpretasi demikianlah Asy’ariyah mengatasi persoalan wajibnya tuhan menepati janji dan menjalankan ancaman.

3. Aliran Maturidiyah.

Dalam sejarah pertumbuhan aliran-aliran kalam, dikenal dua subsekte aliran Maturidiyah, yaitu Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara. Subsekte yang pertama tumbuh di Samarkand dengan pendirinya Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi.10 Adapun subsekte yang kedua lahir Bukhara

dengan pendirinya adalah Abu Yasr Muhammad Al-Basdawi.11

a. Kewajiban-kewajiban Tuhan terhadap manusia.

Dalam pandangan kewajiban-kewajiban tuhan , menurut Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara ada perbedaan pendapat yaitu :

9 Ibid, hlm. 33.

10 Muhammad bin Muhammad Abu Mansur Al-Maturidi, ia dilahirkan disebuah kota yang bernama maturid didaerah samarqand, pada tahun 853 M, dan meninggal pada tahun 333 H /944 M.

(12)

Menurut Maturidiyah Samarkand, yang juga memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja, dengan demikian , tuhan mempunyai kewajiban melakukan yang baik bagi manusia.

Sedangkan menurut, Maturidiyah Bukhara dimana memiliki pandangan yang sama dengan Asy’ariyah mengenai faham bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban . Namun, sebagaimana dijelaskan oleh Badzawi, tuhan pasti menepati janjinya, seperti memberi upah kepada orang yang berbuat baik. Walaupun mungkin saja membatalkan ancaman bagi orang yang berdosa besar.

b. Berbuat Baik dan Terbaik.

Kaum Maturidiyah dengan kedua golongannya,12 tidak sefaham

dengan kaum Mu’tazilah. Dimana kaum Mu’tazilah berpendapat bahwasannya tuhan mempunyai kewajiban berbuat baik dan terbaik terhadap manusia.

c. Beban di Luar Kemampuan Manusia.

Menurut Maturidiyah Bukhara Tuhan tidak mempunyai tujuan dan tidak mempunyai unsur pendorong untuk menciptakan kosmos. Tuhan berbuat sekehendak-Nya sendiri. Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan.13

Sedangkan golongan Maturidiyah Samarkand, mengambil posisi yang dekat dengan aliran Mu’tazilah. Menurut Syarh Fiqh al Akbar, al-Maturidi Samarkand tidak setuju dengan pendapat kaum Asy’ariyah dalam hal ini, karena al-Qur’an mengatakan bahwa tuhan tidak membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban yang tidak terpikul. Pemberian beban yang tidak terpikul memang tidak dapat sejalan

12 Loc.Cit

(13)

dengan faham golongan Samarkand bahwa manusialah sebenarnya yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya dan bukan tuhan.

d. Pengiriman Rasul-rasul.

Pengiriman rasul dipandang Maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban tuhan, kewajiban menepati janji dan pemberian ancaman.

Aliran Maturidiyah golongan Bukhara sefaham dengan aliran Asy’ariyah. Menurut mereka pengiriman rasul tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin.

e. Janji dan Ancaman.

Kaum Maturidiyah Bukhara dalam hal ini tidak seluruhnya sefaham dengan kaum Asy’ariyah. Dalam pendapat mereka, sebagai dijelaskan oleh al-Bazdawi, tidak mungkin tuhan melanggar janjinya untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik, tetapi sebaliknya bukan tidak mungkin tuhan membatalkan ancaman untuk memberi hukuman kepada orang yang berbuat jahat. Oleh karena itu nasib orang yang berdosa besar ditentukan oleh kehendak mutlak tuhan. Jika tuhan berkehendak untuk memberi ampun kepada orang yang berdosa, tuhan akan memasukkannya bukan kedalam neraka, tetapi kedalam surga, dan jika ia berkehendak untuk memberi hukuman kepadanya tuhan akan memasukkannya kedalam neraka buat sementara atau buat selama-lamanya. Bukan tidak mungkin bahwa tuhan memberi ampun kepada seseorang tetapi dalam hal itu, tidak memberi ampun kepada orang lain sungguhpun dosanya sama.

(14)

Bagi Maturidiyah golongan Bukhara 14 , tuhan tidak mungkin

melanggar janji untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik. Kontradiksi yang terdapat dalam pendapat al-Bazdawi ini mungkin timbul dari keinginannya untuk mempertahankan kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, tetapi dalam hal itu ingin pula mempertahankan keadilan tuhan. Mengatakan bahwa tuhan dapat memasukkan orang yang berbuat baik kedalam neraka, adalah bertentangan sekali dengan rasa keadilan, tetapi mengatakan bahwa tuhan dapat memasukkan orang yang berbuat jahat kedalam surga , tidaklah bertentangan dengan rahmat tuhan.

B. Perbuatan Manusia

Akar masalah pebuatan manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk di dalamnya manusia sendiri. Tuhan bersifat maha kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak, dari sini timbulah pernyataan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan bergantung kepada kekuasaan Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya?

Berikut ini merupakan perbuatan-perbuatan manusia menurut aliran Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah.

1. Aliran Mu’tazilah

Aliran Mu’tazilah memandang manusia mempnyai daya yang besar dan bebas. Oleh karena itu, mu’tazilah menganut faham Qadariyah atau free will. Menurut al-juba’i dan abd al-jubraa, manusialah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang berbuat baik dan buruk. Kepatuhan terhadap Tuhan dan ketaatan seseorang kepada Tuhan adalah atas kehendak dan kemauannya sendiri. Daya (al-sititha’ah) untuk mewujudkan kehendak terdapat dalam diri manusia sebelum adanya perbuatan.

(15)

Perbuatan manusia bukanlah di ciptakan Tuhan pada diri manusia, tetapi manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatannya. Lantas bagaimana dengan daya? Mu’tazilah dengan tegas menyatakan bahwa daya juga berasal dari manusia. Daya yang terdapat pada diri manusia adalah tempat terciptanya perbuatan. Jadi, Tuhan tidak dilibatkan dalam perbuatan manusia. Aliran Mu’tazilah mengecam keras faham yang mengatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbutan. Bagaimana mungkin, dalam satu perbuatan akan ada dua daya yang menentukan?

Dengan faham ini, aliran Mu’tazilah mengaku Tuhan sebagai pencipta awal, sedangkan manusia berperan sebagai pihak yang berkreasi untuk mengubah bentuknya.

Meskipun berpendapat bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan manusia dan tidak pula menentukanya, kalangan Mu’tazilah tidak mengingkari ilmu azalai Allah yang mengetahui segala apa yang membedakannya dari penganut qadariyah murni.

Untuk membela fahamnya, aliran Mu’tazilah mengungkapkan dalam Al Quran Surat As-Sajdah ayat 7 yang berarti: yang membuat

segala sesuatu yang di ciptakan sebaik-baiknya (Q.S As-Sajdah :7)

Yang di maksud oleh ayat di atas, adalah semua perbuatan Tuhan adalah baik. Dengan demikian, perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan, karena di antara perbuatan manusia terdapat perbuatan jahat. Dalil ini di kemukakan untuk mempertegas bahwa manusia akan mendapat balasan atas perbuatannya. Sekiranya perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan, balasan dari Tuhan tidak akan ada artinya.

Disamping argumentasi anqilah di atas, aliran Mu’tazilah

mengemukakan argumentasi rasional berikut ini.

(16)

b. Kalau manusia tidak bebas untuk melakukan perbuatannya, runtuhlah teori pahala dan hukuman yang muncul dari konsep faham al-wa’d wa al-wa’id (janji dan ancaman). Hal ini karena perbuatan ini menjadi tidak dapat di sandarkan kepadanya secara mutlak sehingga berkonsekuensi pujian atau celaan.

c. Kalau manusia tidak mempunyai kebebasan dan pilihan, pengutusan para nabi tidak ada gunanya sama sekali. Bukankah tujuan pengutusan itu adalah dakwah dan dakwah harus dibarengi kebebasan pilihan?

Konsekuensi lain dari faham di atas, Mu’tazilah berpendapat bahwa manusia terlibat dalam penentuan ajal kerena ajal itu ada dua macam, pertama, adalah al-ajal ath-thabi’i ajal inilah yang di pandang

Mu’tazilah sebagai kekuasaan mutlak Tuhan untuk menentukannya.

Adapun jenis yang kedua adalah ajal yang dibikin manusia itu sendiri, minsalnya membunuh seseorang atau bunuh diri di tiang gantungan, atau minum racun. Ajal yang ini dapat dipercepat dan diperlambat.

2. Aliran Asy’ariyah

Aliran Asy’ariyah berpendapat bahwa manusia berada dalam posisi yang lemah. Ia diibaratkan seperti anak kecil yang tidak punya pilihan dalam hidupnya. Oleh karena itu, aliran ini lebih dekat kepada paham Jabariyah daripada paham Mu’tazilah. Argumen yang diajukan oleh Asy’ari untuk membela keyakinannya adalah

هللقنلاون موكلقنلنخن امنون ننوللمنعوتن

Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu” (Q.S. Ash-Shaffaat(37):96)

Wa ma ta’maluun pada ayat diatas diartikan Al-Asy’ari dengan

apa yang kamu perbuat dan bukan apa yang kamu buat. Al-Asy`ari

(17)

Tuhan malah lebih jauh dikatakan oleh Asy’ari kalau memang Tuhan menginginkan, ia dapat saja meletakkan beban yang tak terpikul oleh manusia.

Menurut faham Asy’ariyah, perbuatan manusia pada hakikatnya adalah perbuatan tuhan dan diwujudkan dengan daya tuhan dan bukan daya manusia. Dengan demikian, manusia dapat melaksanakan beban yang tidak dapat dipikul , karena yang mewujudkan perbuatan manusia bukanlah daya manusia yang terbatas, tetapi daya tuhan yang tidak terbatas.

3. Aliran Maturidiyah

Menurut Al Maturidi

Ada perdebatan antara maturidiyah samarkand dan maturidiyah bukhara mengenai perbuatan manusia. Kelompok samarkand lebih dekat dengan faham Mu’tazilah, sedangkan kelompok bukhara lebih dekat dengan faham asy’ariyah. Kehedak dan daya berbuat pada diri manusia menurut maturidiyah samarkand adalah kehendak dan daya manusia dalam arti kata sebenarnya, dan bukan dalam arti kiasan.15Perbedaannya dengan Mu’tazilah adalah bahwa daya untuk

berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya. Daya yang demikian porsinya lebih kecil dari pada daya yang terdapat dalam faham Mu’tazilah. Oleh karena itu, manusia dalam faham al-marturidi, tidaklah sebebas manusia dalam Mu’tazilah. Maturidiyah bukhara dalam banyak hal sependapat dengan maturidiyah samarkand. Hanya saja golongan ini memberikan tambahan dalam masalah daya. Menurutnya untuk perwujudan perbuatan, perlu ada dua daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya Tuhanlah yang dapat melakukan perbuatan yang telah diciptakan tuhan baginya.

(18)

C. Hubungan antar aliran tentang perbuatan Tuhan dan perbuatan Manusia

Aliran Asy’ariyah muncul sebagai reaksi pertentangan terhadap Aliran Mu’tazilah. Dalam banyak hal, Aliran Asy’ariyah menolak faham yang dikemukakan oleh Mu’tazilah. Dilain pihak muncul Aliran Maturidiyah yang terbagi menjadi 2 golongan, Samarkand dan Bukhara. Golongan ini juga berbeda pendapat tentang beberapa hal, Maturidiyah Samarkand cenderung sependapat dengan Aliran Mu’tazilah, sedangkan Maturidiyah Bukhara cenderung sefaham dengan Aliran Asy’ ariyah. Tabel perbedaan pendapat antara aliran Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah

NAMA ALIRAN PERBUATAN TUHAN PERBUATAN MANUSIA

MU’TAZILAH

1. Tuhan memiliki kewajiban terhadap manusia, yaitu berbuat baik. Namun bukan berarti tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk.

2. Tuhan wajib berbuat baik dan terbaik.

3. Tuhan dapat memberi beban yang tidak dapat dipikul kepada hambanya.

4. Tuhan mempunyai kewajiban mengirim Rosul.

5. Tuhan wajib menepati janji dan menjalankan ancaman.

1. Manusia mempunyai daya yang besar dan bebas. Manusialah yang menentukan perbuatan-perbuatannya sendiri

AS’ARIYAH

1. Tuhan tidak memiliki kewajiban apa-apa, tetapi Tuhan bersifa Jaiz.

2. Manusia tidak mempunyai kebebasan, karena

kekuasaan dan kehendak Tuhan harus berlaku semutlak-mutlaknya.

MATURIDIYAH SAMARKAND

(19)

yang menyangkut hal-hal baik saja

2. Tuhan tidak membebani hambanya dengan beban yang tidak dapat

dipikulnya

3. Tuhan wajib mengirimkan Rasul

4. Tuhan wajib menepati janji untuk member upah yang berbuat baik.

diri manusia untuk berbuat tidak diciptak sebelumnya.

BUKHARA

1. Tuhan tidak memiliki kewajiban apa-apa, tetapi Tuhan bersifa Jaiz.

(20)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.

Perbuatan tuhan menurut Aliran Mu’tazilah Tuhan memiliki kewajiban terhadap manusia, yaitu berbuat baik. Namun bukan berarti tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan wajib berbuat baik dan terbaik. Tuhan dapat memberi beban yang tidak dapat dipikul kepada hambanya. Tuhan mempunyai kewajiban mengirim Rosul. Tuhan wajib menepati janji dan menjalankan ancaman. Sedangkan Menurut Aliran Asy’ariyah Tuhan tidak memiliki kewajiban apa-apa, tetapi Tuhan bersifa Jaiz. Dan bagi Aliran Maturidiyah, ada 2 perbedaan pendapat, yakni Maturidiyah Samarkand berpendapat Tuhan berkehendak hanya yang menyangkut hal-hal baik saja. Tuhan tidak membebani hambanya dengan beban yang tidak dapat dipikulnya. Tuhan wajib mengirimkan Rasul. Tuhan wajib menepati janji untuk member upah yang berbuat baik. Dan menurut Maturidiyah Bukhara Tuhan tidak memiliki kewajiban apa-apa, tetapi Tuhan bersifat Jaiz.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Rosihon, Anwar , Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2009. Nasution, Harun, Teologi Islam, Jakarta: UI Press, 1986.

Ahmad, Muhammad, Tauhid Ilmu Kalam, Bandung: Setia Pustaka, 1998.

(22)

Gambar

Tabel perbedaan pendapat antara aliran Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah

Referensi

Dokumen terkait