BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1 TINJAUAN UMUM
Dalam suatu perencanaan dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar
perencanaan agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan
pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Pada bab ini menyajikan teori–teori dari
berbagai sumber yang bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan maupun
sebagai dasar untuk menggunakan rumus-rumus tertentu dalam perencanaan suatu
konstruksi.
2.2 DASAR-DASAR PERENCANAAN
2.2.1 Angin
Angin yaitu sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan
bumi. Data angin yang didapat biasanya diolah dan disajikan dalam bentuk tabel
atau diagram yang disebut dengan mawar angin (wind rose).
Pada umumnya pengukuran angin dilakukan di daratan,sedangkan di dalam
rumus-rumus pembangkitan gelombang data angin yang digunakan adalah yang
ada di atas permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi data angin di
atas daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke data angin di atas permukaan
laut. Hubungan antara angin di atas laut dan angin di atas daratan terdekat
diberikan oleh persamaan berikut
RL = Uw/UL (Triatmodjo, hal:154, 1999)
Dimana :
UL = Kecepatan angin yang diukur di darat (m/dt)
RL = Tabel koreksi hubungan kecepatan angin di darat dan di laut
(Grafik 2.1)
Grafik 2.1 Grafik Hubungan Antara Kecepatan Angin di Laut dan Didarat
Dari kecepatan angin yang didapat, dicari faktor tegangan angin (wind stress
factor) dengan persamaan:
UA = 0,71 U1,23 (Triatmodjo, hal:155, 1999)
dimana U adalah kecepatan angin dalam m/dt.
2.2.2 Fetch
Fetch adalah panjang daerah dimana angin berhembus dengan kecepatan dan
arah yang konstan. Di dalam peninjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch
dibatasi oleh daratan yang mengelilingi. Di daerah pembangkitan gelombang,
gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin
tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin.
Feff =
∑
∑
α α cos
cos
Xi
Dengan :
Feff = fetch rerata efektif
Xi = panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi
gelombang ke ujung akhir fetch
α = deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan 6o sampai sudut sebesar 42o
pada kedua sisi dari arah angin
2.2.3 Peramalan Gelombang di Laut Dalam
Berdasarkan wind stress factor pada sub bab 2.2.1 dan panjang fetch pada
sub bab 2.2.2, dilakukan peramalan gelombang di laut dalam dengan
menggunakan grafik peramalan gelombang. Dari grafik peramalan gelombang,
tinggi, durasi dan periode gelombang signifikan dapat diketahui. Berikut ini
2.2.4 Gelombang
Gelombang dilaut dapat dibedakan menjadi beberapa macam yang
tergantung pada daya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang
angin, gelombang pasang surut, gelombang tsunami, dan lain sebagainya.
Diantara beberapa bentuk gelombang yang paling penting adalah gelombang
angin dan gelombang pasang surut. Pada umumnya bentuk gelombang sangat
kompleks dan sulit digambarkan secara matematis karena ketidaklinieran, tiga
dimensi dan bentuknya yang random. Ada beberapa teori yang menggambarkan
bentuk gelombang yang sederhana dan merupakan pendekatan dari alam. Teori
yang paling sederhana adalah teori gelombang linear. Menurut teori gelombang
linier, gelombang berdasarkan kedalaman relatifnya dibagi menjadi tiga yaitu
deep water, transitional, shallow water. Klasifikasi dari gelombang tersebut
ditunjukkan dalam tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Gelombang Menurut Teori Gelombang Linier
Klasifikasi d/L 2πd/L tan h (2πd/L)
Deep water > 1/2 >π ≈ 1
Transitional 1/25 s/d 1/2 1/4 s/d π tan h (2πd/L)
Shallow Water < 1/25 < 1/4 ≈ 2πd/L
Sumber : Department Of The Army, hal: 2-9, 1984
Sedangkan persamaan dari profil gelombang, cepat rambat gelombang, dan
panjang gelombang dari masing-masing gelombang diberikan pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Persamaan Gelombang
Sumber : Department Of The Army, 1984, hal: 2-32
(Secara lengkap dapat dilihat di lampiran) Relative Depth Shallow Water
Masing-masing penggunaan rumus harus disesuaikan dengan kriteria
gelombang tersebut apakah termasuk shallow water, transitional water, atau deep
water.
2.2.5 Deformasi Gelombang
Gelombang merambat dari laut dalam ke laut dangkal. Selama penjalaran
tersebut, gelombang mengalami perubahan-perubahan atau disebut deformasi
gelombang. Deformasi gelombang bisa disebabkan karena variasi kedalaman di
perairan dangkal atau karena terdapatnya penghalang / rintangan seperti struktur
di perairan.
1. Gelombang Laut Dalam Ekivalen
Analisis transformasi gelombang sering dilakukan dengan konsep
gelombang laut dalam ekivalen yaitu tinggi gelombang di laut dalam jika tidak
mengalami refraksi. Tinggi gelombang laut dalam ekivalen diberikan dalam
persamaan :
H’0 = K’ Kr H0 (Triatmodjo, hal:66, 1999)
Dimana :
H’0 = tinggi gelombang laut dalam ekivalen
H0 = tinggi gelombang laut dalam
K’ = koefisien difraksi
Kr = koefisien refraksi
2. Wave Shoaling dan Refraksi
Akibat dari pendangkalan (wave shoaling) dan refraksi (berbeloknya
gelombang akibat perubahan kedalaman) persamaan gelombang laut dalam
H = Ks Kr H0
Ks = Koefisien pendangkalan (Ks bisa didapat langsung dari tabel
fungsi d/L untuk pertambahan nilai d/L0)
α = sudut yang sama yang diukur saat garis puncak gelombang melintas kontur dasar berikutnya.
3. Gelombang pecah
Gelombang yang merambat dari dalam laut menuju pantai mengalami
perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Perubahan
tersebut ditandai dengan puncak gelombang semakin tajam sampai akhirnya pecah
pada kedalaman tertentu.
Gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringannya, yaitu perbandingan
antara tinggi dan panjang gelombang. Di laut dalam kemiringan gelombang
maksimum dimana gelombang mulai tidak stabil diberikan oleh bentuk berikut :
Kedalaman gelombang pecah diberi notasi (db) dan tinggi gelombang pecah
Hb. Rumus untuk menentukan tinggi dan kedalaman gelombang pecah diberikan
dalam persaman berikut ini :
'
Parameter Hb/H0’ disebut dengan indek tinggi gelombang pecah. Pada grafik
2.4 menunjukkan hubungan antara Hb/H0’ dan Hb/L0’ untuk berbagai kemiringan
dasar laut. Sedang grafik 2.5 menunjukkan hubungan antara db/Hb dan Hb/gT2
untuk berbagai kemiringan dasar. Grafik 2.5 dapat ditulis dalam bentuk rumus
sebagai berikut:
dimana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai m dan diberikan oleh
2.2.6 Fluktuasi Muka Air Laut
Fluktuasi muka air laut disebabkan oleh pasang surut, wave set-up dan wind
set-up.
1. Pasang Surut
Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik
benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi.
Elevasi muka air tertinggi (pasang) dan muka air terendah (surut) sangat penting
untuk perencanaan bangunan pantai. (Triatmodjo, hal: 114, 1999)
Data pasang surut didapatkan dari pengukuran selama minimal 15 hari. Dari
data tersebut dibuat grafik sehingga didapat HHWL, MHWL, MLWL, MSL.
Dalam pengamatan selama 15 hari tersebut telah tercakup satu siklus pasang surut
yang meliputi pasang purnama dan perbani. Pengamatan yang lebih lama akan
memberikan data yang lebih lengkap.
2. Wave set-up
Gelombang yang datang dari laut menuju pantai menyebabkan fluktuasi
muka air di daerah pantai terhadap muka air diam. Turunnya muka air dikenal
dengan wave set down, sedang naiknya muka air laut disebut wave set-up.
Besar wave set-down di daerah gelombang pecah diberikan oleh
persamaan:
H0’ = tinggi gelombang laut dalam ekivalen
Wave Set-Up di pantai dihitung dengan rumus:
Angin dengan kecepatan besar (badai) yang terjadi di atas permukaan laut
bisa membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar di sepanjang pantai jika
badai tersebut cukup kuat dan daerah pantai dangkal dan luas. Kenaikan elevasi
muka air karena badai dapat dihitung dengan persamaan berikut:
2.2.7 Design Water Level (DWL)
Untuk menentukan kedalaman rencana bangunan (ds) maka perlu dipilih
suatu kondisi muka air yang memberikan gelombang terbesar, atau run-up
tertinggi. ds dapat dihitung dengan persamaan:
ds= (HHWL – BL ) + stormsurge / wind set-up + SLR
(Triatmodjo, hal:III-11, 1992)
dimana:
ds = kedalaman kaki bangunan pantai
HHWL = highest high water level (muka air pasang tertinggi)
BL = bottom level (elevasi dasar pantai di depan bangunan)
SLR = sea level rise (kenaikan muka air laut)
Yang di maksud dengan sea level rise disini adalah kenaikan muka air
yang disebabkan oleh perubahan cuaca, misal efek rumeh kaca. Pada perencanaan
ini kenaikan tersebut tidak diperhitungkan.
2.2.8 Run-up Gelombang
Run-Up sangat penting untuk perencanaan bangunan pantai. Nilai run up
dapat diketahui dari grafik setelah terlebih dahulu menentukan bilangan Irribaren.
Ir = 0.5 ) / (H Lo
tgθ
(Triatmodjo, hal:268, 1999)
Dimana:
Ir = bilangan Irribaren
θ = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang H = tinggi gelombang di lokasi bangunan
Lo = panjang gelombang di laut dalam
Grafik 2.5 Grafik Run-up Gelombang
Run-up digunakan untuk menentukan elevasi mercu bangunan pantai,
sedangkan run-down digunakan untuk menghitung stabilitas rip-rap atau
revetmen. Besarnya elevasi mercu dapat dihitung dengan persamaan:
ELmercu = DWL + Ru + Fb (Triatmodjo, hal:349, 1999)
Dimana:
ELmercu = elevasi mercu bangunan pantai
Ru = Run-up gelombang
Fb = tinggi jagaan
DWL = design water level
2.3 PROSES ABRASI
Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus
laut yang bersifat merusak. (http://rudyct.tripod.com/sem2_012/feira.doc)
ke tempat semula. Material tersebut akan mengendap di daerah yang lebih tenang
dan akan mengakibatkan sedimentasi di daerah tersebut.
Abrasi pantai dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu proses alami dan
kegiatan manusia.
Tabel 2.3 Penyebab Abrasi Pantai
Alami Kegiatan Manusia
a.Kenaikan muka air laut a. Penurunan muka tanah
b.Berubahnya jumlah suplai sedimen
ke arah pantai
b. Gangguan dalam transpor material
c. Gelombang badai c. Reduksi suplai sedimen sungai ke
arah pantai
d. Gelombang dan ombak overwash d. Pemusatan energi gelombang di
pantai
e.Deflasi (perpindahan material lepas
karena angin)
e. Peningkatan elevasi muka air
f. Transpor sedimen sejajar pantai f. Perubahan perlindungan alami pantai
g. Pengurangan sedimen pantai g. Pemindahan material dari pantai
Sumber : Department Of The Army, 1984, hal: 1-16
2.4 SEDIMEN PANTAI
Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan
yang dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai.
(Triatmodjo, hal:166,1999).
Angkutan sedimen sepanjang pantai dapat dihitung dengan rumus berikut:
Qs = K Pln
Pl =
8
g
ρ
Dimana :
Qs = angkutan sedimen sepanjang pantai (m3/hari)
Pl = komponen fluks energi gelombang sepanjang pantai pada saat pecah
(Nm/d/m)
ρ = rapat massa air laut (kg/m3)
Hb = tinggi gelombang pecah (m)
Cb = cepat rambat gelombang pecah (m/d) = gdb
αb= sudut datang gelombang pecah
K,n = konstanta
2.5 BANGUNAN PELINDUNG PANTAI
Bangunan pantai digunakan untuk melindungi pantai terhadap kerusakan
karena serangan gelombang dan arus. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk melindungi pantai yaitu:
Memperkuat / melindungi pantai agar mampu menahan serangan
gelombang
Mengubah laju transport sedimen sepanjang pantai
Mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai
(Triatmodjo, hal:201, 1999)
2.5.1 Klasifikasi Bangunan
Sesuai dengan fungsinya, bangunan pantai dikelompokkan dalam tiga
kelompok yaitu:
Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar dengan garis pantai.
Yang termasuk kelompok ini adalah dinding pantai/revetmen
Konstruksi yang dibangun kira-kira tegak lurus pantai dan sambung
Konstruksi yang dibangun lepas pantai dan kira-kira sejajar dengan
garis pantai. Yang termasuk kelompok ini yaitu pemecah gelombang.
(Triatmodjo, hal:201, 1999)
Gambar 2.1 Beberapa Tipe Bangunan Pelindung Pantai
2.5.2 Dinding Pantai dan Revetmen
Dinding pantai dan revetmen adalah bangunan yang memisahkan daratan
dan perairan pantai, yang terutama berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap
erosi dan limpasan gelombang (overtopping) ke darat. Daerah yang dilindungi
adalah daratan tepat di belakang bangunan. Dinding pantai biasanya berbentuk
dinding vertikal, sedang revetmen mempunyai sisi miring. Bangunan ini
ditempatkan sejajar atau hampir sejajar dengan garis pantai, dan bisa terbuat dari
pasangan batu, beton, tumpukan pipa beton, turap, kayu atau tumpukan batu.
Dalam perencanaan dinding pantai dan revetmen perlu ditinjau fungsi dan
bentuk bangunan, lokasi, panjang, tinggi, stabilitas bangunan dan tanah pondasi,
elevasi muka air baik di depan maupun di belakang bangunan, ketersediaan bahan
bangunan dan sebagainya. (Triatmodjo, hal:205, 1999). Gambar 2.2 menunjukkan
penempatan revetmen dan tampang melintangnya.
Gambar 2.2 Revetmen dan Tampang Melintang
Pada perencanaan bangunan pantai perlu diperhatikan stabilitas dinding
pantai. Dinding pantai harus dicek terhadap stabilitas guling dan geser. Bila
stabilitas geser belum memenuhi, diberikan sepatu di tengah atau di ujung
tumitnya.
2.5.3 Groin
Groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya dibuat tegak lurus
garis pantai dan berfungsi untuk menahan transpor sedimen sepanjang pantai
sehingga bisa mengurangi atau menghentikan erosi yang terjadi. Groin hanya bisa
Gambar 2.3 Sket Penentuan Jarak Groin
Berikut ini adalah kriteria perencanaan groin:
1. Panjang groin
Groin dibuat sepanjang 40% sampai dengan 60% dari lebar surf
zone. (Triatmodjo, hal:214, 1999)
2. Tinggi groin
Tinggi groin menurut Thorn dan Robert berkisar antara 50-60 cm di
atas elevasi rencana, sedangkan berdasarkan Muir Wood dan
Fleming antara 0,5-1,0 m di atas elevasi rencana.
3. Jarak groin
Jarak groin pada pantai kerikil biasanya diambil 1-3 L, sedangkan
pantai pasir diambil 2-4 L.
(Triatmodjo, hal:214, 1999)
4. Elevasi groin
2.5.4 Pemecah Gelombang
Pemecah gelombang adalah bangunan yang digunakan untuk melindungi
daerah perairan dari gangguan gelombang. Pemecah gelombang dibedakan
menjadi dua macam yaitu pemecah gelombang sambung pantai dan lepas pantai.
Tipe pertama digunakan untuk perlindungan perairan pelabuhan sedang tipe kedua
untuk perlindungan pantai terhadap erosi. (Triatmodjo, hal:224, 1999)
Pemecah gelombang lepas pantai bisa dibuat dari satu pemecah gelombang
atau suatu seri bangunan yang terdiri dari beberapa ruas pemecah gelombang yang
dipisahkan oleh celah. Di Indonesia, penggunaan pemecah gelombang sebagai
pelindung pantai jarang digunakan.
Berat butir batu lapis lindung untuk pemecah gelombang sisi miring dapat
dihitung dengan menggunakan rumus Hudson:
W =
W = berat butir batu pelindung
r
γ = berat jenis batu
a
γ = berat jenis air laut
H = tinggi gelombang rencana
θ = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang
KD = koefisien stabilitas yang tergantung pada bentuk batu pelindung,
kekasaran permukaan batu, ketajaman sisi-sisinya, ikatan antar butir,
Lebar puncak pemecah gelombang dapat dihitung dengan rumus :
W = berat butir batu pelindung
r
γ = berat jenis batu pelindung
Sedangkan tebal lapis pelindung dan jumlah butir tiap satu luasan diberikan oleh
rumus berikut ini:
t = n k∆
n = jumlah lapis batu dalam lapis pelindung
k∆ = koefisien lapis
A = luas permukaan
P = porositas rerata dari lapis pelindung (%)
N = jumlah butir batu untuk satu satuan luas permukaan A
r
2.5.5 Tembok laut ( Sea Wall)
Tembok laut biasanya dipergunakan untuk melindungi pantai atau tebing
dari gempuran gelombang laut sehingga tidak terjadi erosi atau abrasi. Agar
fasilitas yang ada dibalik tembok laut dapat aman biasanya tembok laut
direncanakan tidak boleh overtopping. Tembok laut ada dua macam yaitu tembok
laut massif dan tidak massif. Tembok laut massif biasanya dibuat dari konstruksi
beton atau pasangan batu sedangkan tembok laut tidak massif berupa tumpukan
batu ( rubble mound ).
Konstruksi tembok laut dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.4 Sket Tembok Laut
Kriteria perencanaan tembok laut:
1. Elevasi mercu
Elmercu = DWL + Ru + Fb (Yuwono, hal: 14, 2004)
Dimana:
Elmercu = elevasi mercu tembok laut ( m )
Ru = Runup gelombang ( m )
Fb =tinggi jagaan ( 1,0 s/d 1,5 m)
2. Lebar mercu
Lebar mercu tembok laut paling tidak tiga kali diameter equivalen batu lapis
lindung. Bila mercu dipergunakan untuk jalan maka lebar mercu dapat diambil
antara 3,0 s/d 6,0m.
3. Berat lapis lindung
W =
H = tinggi gelombang rencana (m)
KD = koefisien stabilitas batu lindung
4. Tebal lapis lindung
t = 2 de = 2
5. Toe protection
Tebal toe protection = 1t – 2t, sedangkan berat batu lapis lindung
dipergunakan kira-kira ½ dari yang dipergunakan di dinding tembok laut.
(Yuwono, 2004, hal: 17). Menurut Triatmodjo, berat butir batu untuk fondasi
dan pelindung kaki bangunan diberikan oleh persamaan berikut:
Dimana:
W = berat rerata butir batu (ton)
r
γ = berat jenis batu (ton/m3)
Sr = perbandingan antara berat jenis batu dan berat jenis air laut
= γr/γa
a
γ = berat jenis air laut (1,025-1,03 ton/m3)
Ns = Angka stabilitas rencana untuk fondasi dan pelindung kaki
bangunan seperti diberikan dalam gambar 2.6
2.5.6 Training Jetty
Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada kedua sisi
muara sungai yang berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sedimen
pantai. Mengingat fungsinya, jetty dibagi menjadi tiga jenis:
• Jetty panjang
Jetty ini ujungnya berada di luar gelombang pecah. Tipe ini efektif
untuk menghalangi masuknya sedimen ke arah muara tetapi biaya
konstruksinya sangat mahal. Jetty ini dibangun apabila daerah yang
dlindungi sangat penting.
• Jetty sedang
Jetty sedang ujungya berada di antara muka air surut dan lokasi
gelombang pecah dan dapat menahan transpor sedimen sepanjang
pantai.
• Jetty pendek
Jetty pendek ujungnya berada pada muka air surut. Fungsinya untuk
menahan berbeloknya muara sungai dan mengkonsentrasikan aliran