• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERMENTAN Nomor 15 tahun 2013 Program Diversifikasi 2013 (fix)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERMENTAN Nomor 15 tahun 2013 Program Diversifikasi 2013 (fix)"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN

NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2013 TENTANG

PROGRAM PENINGKATAN DIVERSIFIKASI DAN KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT BADAN KETAHANAN PANGAN

TAHUN ANGGARAN 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Menimbang : a. bahwa dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14/Permentan/OT.140/3/2012 telah ditetapkan Program

Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Tahun Anggaran 2012;

b. bahwa program dan kegiatan ketahanan pangan merupakan prioritas pembangunan nasional kelima dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan dan dalam rangka pencapaian sasaran program kegiatan ketahanan pangan harus dilaksanakan secara efektif dan efisien; c. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas,

dipandang perlu untuk menetapkan Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Tahun Anggaran 2013;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

(Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5360);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4254);

(2)

7. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4741);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4816);

9. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4214) juncto Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4418);

10. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II;

11. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan;

12. Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal;

13. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara jis Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 142);

14. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara juncto Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 142); 15. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah juncto Peraturan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 155);

16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15/Permentan/RC.110/1/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2010-2014;

17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;

18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Pelimpahan Kepada Gubernur Dalam Pengelolaan Kegiatan dan Tanggung Jawab Dana Dekonsentrasi Provinsi Tahun Anggaran 2013;

(3)

20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Penugasan Kepada Bupati/Walikota Dalam Pengelolaan Kegiatan dan Tanggung Jawab Dana Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013;

21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Sosial Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2013;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PROGRAM PENINGKATAN DIVERSIFIKASI DAN KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT BADAN KETAHANAN PANGAN TAHUN ANGGARAN 2013.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Tahun Anggaran 2013 terdiri dari Pedoman Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan, Pedoman Desa Mandiri Pangan, Pedoman Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat, dan Pedoman Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat.

Pasal 2

Pedoman Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Pasal 3

Pedoman Desa Mandiri Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Pasal 4

Pedoman Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Pasal 5

(4)

Pasal 6

Pedoman Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan, Pedoman Desa Mandiri Pangan, Pedoman Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat, dan Pedoman Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat ini digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Tahun 2013 dengan aktivitas-aktivitas prioritas nasional.

Pasal 7

Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14/Permentan/OT.140/3/2012 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 11 Februari 2013

MENTERI PERTANIAN,

ttd.

(5)

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN

NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2013 TANGGAL : 11 Februari 2013

PEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Kebutuhan manusia akan pangan ialah hal yang sangat mendasar, sebab konsumsi pangan adalah salah satu syarat utama penunjang kehidupan. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pangan Sedunia tahun 1996 di Roma – Italia, para pemimpin negara dan pemerintahan telah mengikrarkan komitmen bersama untuk mencapai ketahanan pangan sebagai upaya melawan kelaparan. Kini pangan ditetapkan sebagai bagian dari hak asasi manusia yang penyelenggaraannya wajib dijamin oleh Negara.

Penyelenggaraan urusan pangan di Indonesia diatur melalui Undang- Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 pengganti Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996, yang dibangun berlandaskan kedaulatan dan kemandirian pangan. Hal ini menggambarkan bahwa apabila suatu negara tidak mandiri dalam pemenuhan pangan, maka kedaulatan negara bisa terancam. Dalam Undang-Undang Pangan ini menekankan pada pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat perorangan, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermanfaat.

Beberapa hasil kajian menunjukan ketersediaan pangan yang cukup secara nasional terbukti tidak menjamin perwujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah (regional), rumah tangga dan individu. Data menunjukan bahwa jumlah proporsi rumah tangga yang kekurangan gizi di setiap provinsi masih tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut, penganekaragaman pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan menuju kemandirian dan kedaulatan pangan. Dari segi fisiologis juga dikatakan, bahwa untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif manusia memerlukan lebih dari 40 jenis zat gizi yang terdapat pada berbagai jenis makanan, sebab tidak ada satupun jenis pangan yang lengkap zat gizinya selain Air Susu Ibu (ASI).

(6)

sebesar 61,8 persen. Situasi seperti ini terjadi karena pola konsumsi pangan masyarakat yang kurang beragam, bergizi seimbang serta diikuti dengan semakin meningkatnya konsumsi terhadap produk impor, antara lain gandum dan terigu. Sementara itu, konsumsi bahan pangan lainnya dinilai masih belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan, seperti pada kelompok umbi, pangan hewani, sayuran dan aneka buah.

Secara umum upaya penganekaragaman pangan sangat penting untuk dilaksanakan secara massal, mengingat trend permintaan terhadap beras kian meningkat seiring dengan derasnya pertumbuhan penduduk, semakin terasanya dampak perubahan iklim, adanya efek pemberian beras bagi keluarga miskin (Raskin) sehingga semakin mendorong masyarakat yang sebelumnya mengonsumsi pangan pokok selain beras menjadi mengonsumsi beras (padi), serta belum optimalnya pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber pangan pokok bagi masyarakat setempat.

Pelaksanaan kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) ini merupakan implementasi dari Rencana Strategis Kementerian Pertanian yaitu Empat Sukses Pertanian, yang salah satunya ialah mengenai Peningkatan Diversifikasi Pangan, yang merupakan salah satu kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden Republik Indonesia pada tahun 2009-2014, dengan tujuan untuk meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik wilayah. Kontrak kerja ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut kini menjadi acuan untuk mendorong upaya penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat melalui basis kearifan lokal serta kerja sama terintegerasi antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Di tingkat provinsi, kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti melalui surat edaran atau Peraturan Gubernur (Pergub), dan di tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan surat edaran atau Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota).

Sebagai bentuk keberlanjutan program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal tahun 2010, pada

tahun 2013 program P2KP diimplementasikan melalui kegiatan: (1) Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah

(7)

Gerakan P2KP sangat jelas di lapangan, terutama pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota, baik itu melalui integrasi berbagai kegiatan dalam mewujudkan pengembangan ekonomi daerah, maupun dari segi pelaksanaan dan pembiayaannya. Selain itu, Gubernur dan bupati/walikota sebagai integrator utama memiliki peranan penting dalam mengoordinasikan gerakan P2KP, khususnya terhadap Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) sebagai agen pembawa perubahan (agent of change).

Disamping untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, gerakan P2KP ini juga ditujukan untuk meningkatkan keragaman dan kualitas konsumsi pangan masyarakat agar lebih beragam, bergizi seimbang dan aman guna menunjang hidup sehat yang aktif dan produktif.

Untuk itu, Pedoman Gerakan P2KP tahun 2013 ini ditetapkan sebagai acuan penyelenggaraan program P2KP sehingga dapat berjalan dengan baik di tingkat pusat maupun di provinsi dan kabupaten/kota untuk menyukseskan upaya peningkatan diversifikasi pangan.

B. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan P2KP tahun 2013 terdiri atas:

1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).

Optimalisasi pemanfaatan pekarangan dilakukan melalui upaya pemberdayaan wanita untuk mengoptimalkan manfaat pekarangan sebagai sumber pangan keluarga. Upaya ini dilakukan dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman sesuai kebutuhan keluarga seperti aneka umbi, sayuran, buah, serta budidaya ternak dan ikan sebagai tambahan untuk ketersediaan sumber karbohidrat, vitamin, mineral, dan protein bagi keluarga pada suatu lokasi kawasan perumahan/warga yang saling berdekatan. Dengan demikian akan dapat terbentuk sebuah kawasan yang kaya akan sumber pangan yang diproduksi sendiri dalam kawasan tersebut dari optimalisasi pekarangan. Pendekatan pengembangan ini dilakukan dengan mengembangkan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), antara lain dengan membangun kebun bibit dan mengutamakan sumber daya lokal disertai dengan pemanfaatan pengetahuan lokal (local wisdom) sehingga kelestarian alam pun tetap terjaga. Implementasi kegiatan ini disebut Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).

(8)

Di setiap desa dibangun kebun bibit untuk memasok kebutuhan bibit bagi anggota kelompok dan masyarakat, sehingga tercipta keberlanjutan kegiatan. Pengembangan kebun bibit ini diharapkan dapat diintegerasikan dengan kegiatan pembibitan yang ada di Direktorat Jenderal Hortikultura dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Untuk itu, pengembangan kebun bibit pada kegiatan ini harus berkoordinasi dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) setempat, dan mengutamakan tanam-tanaman yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat setempat ataupun jenis tanaman baru yang memiliki keunggulan nilai gizi.

Di setiap desa pelaksana P2KP dana bantuan sosial (bansos) juga diarahkan untuk mengembangkan kebun sekolah di salah satu sekolah (SD/SMP/SMA) yang berlokasi di desa tersebut. Pembinaan dilakukan oleh pandamping desa P2KP, sejalan dengan pembinaan yang dilakukan terhadap kelompok wanita P2KP, dan berkoordinasi dengan sekolah yang bersangkutan. Kebun bibit yang dikembangkan di desa P2KP juga diarahkan untuk dapat memasok bibit ke kebun sekolah tersebut.

Kelompok sasaran kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan adalah kelompok wanita yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang berdomisili berdekatan dalam satu desa sehingga membentuk kawasan. Setiap anggota wajib mengembangkan pemanfaatan pekarangan dengan menanam tanaman sumber pangan (sayur, buah, umbi) ataupun memelihara ternak dan ikan. Tujuannya adalah mencukupi ketersediaan pangan dan gizi di tingkat rumah tangga. Hasil dari usaha pekarangan ini diutamakan untuk dikonsumsi oleh rumah tangga bersangkutan dan apabila berlebih dapat dibagikan/disumbangkan kepada anggota kelompok atau secara bersama-sama dijual oleh kelompok.

Setiap pekarangan rumah anggota kelompok diharapkan dilengkapi dengan sarana pembuatan pupuk kompos dari sisa-sisa tanaman dan kotoran ternak dan sisa-sisa limbah dapur untuk digunakan sendiri. Pembuatan kompos/pupuk organik ini diharapkan dilaksanakan juga dalam pengembangan kebun sekolah.

2. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L).

Tujuan dari kegiatan MP3L adalah untuk mengembangkan pangan lokal sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang secara khusus dipersiapkan untuk mendukung pelaksanaan program pangan bersubsidi bagi keluarga berpendapatan rendah. Kegiatan ini dilaksanakan melalui kerja sama dengan perguruan tinggi dan berbagai instansi terkait yang bertujuan untuk:

a. mengembangkan beras/nasi “non beras” sumber karbohidrat yang dapat disandingkan dengan beras/nasi, berbahan baku sumber pangan lokal;

(9)

c. perbaikan mutu konsumsi pangan masyarakat melalui penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok selain beras yang diimbangi dengan konsumsi pangan hewani serta sayur dan buah.

Pemanfaatan pangan lokal yang bersumber dari aneka umbi, sagu, pisang, sukun, labu kuning sudah banyak dikembangkan dengan dijadikan tepung. Ke depan diharapkan aneka tepung ini dapat diolah sebagai pangan pokok mensubstitusi beras dan terigu sebagai sumber karbohidrat. Melalui teknologi pengolahan pangan dapat dikembangkan

“nasi non-beras” yang dapat disandingkan dengan “nasi beras” sebagai menu makanan sehari-hari serta mendorong dan mengembangkan penganekaragaman pangan khususnya berbasis aneka tepung berbahan baku lokal serta pengembangan pengolahan tepung lokal menjadi pangan ”intermediate.

3. Sosialisasi dan Promosi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP).

Kegiatan Sosialisasi dan Promosi P2KP dimaksudkan untuk memasyarakatkan dan membudayakan pola konsumsi pangan B2SA kepada masyarakat melalui upaya-upaya penyebarluasan informasi, penyadaran sikap dan perilaku serta ajakan untuk memanfaatkan pangan lokal sebagai sumber gizi keluarga demi terciptanya pola hidup yang sehat, aktif dan produktif.

Kepemimpinan formal (presiden, gubernur, bupati/walikota, hingga kepala desa) berperan sentral sebagai panutan dan tokoh penggerak dalam gerakan P2KP. Sedangkan kepemimpinan informal (tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama) berperan sebagai panutan dalam mendukung Gerakan P2KP. Untuk itu himbauan baik tertulis maupun melalui media komunikasi perlu disertai dengan contoh kongkrit tentang pentingnya diversifikasi pangan sebagai upaya pemenuh gizi keluarga.

(10)

Peran pelaku usaha (swasta) dalam mendukung gerakan P2KP dapat dilakukan antara lain melalui pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Peran kelembagaan non-formal dalam hal ini juga sangat penting dalam menyukseskan upaya diversifikasi pangan untuk kesejahteraan bangsa.

Lomba Cipta Menu (LCM) merupakan salah satu ajang tahunan yang digelar untuk mendukung upaya P2KP. LCM dimaksudkan sebagai bentuk sosialisasi dan peningkatan pemahaman atas pentingnya diversifikasi konsumsi pangan melalui kompetisi penciptaan menu B2SA berbasis pangan lokal, mulai tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga tingkat nasional.

Pameran diversifikasi pangan juga dilakukan sebagai bentuk promosi pangan lokal yang antara lain dilakukan dengan menampilkan aneka pangan lokal, produk olahan pangan lokal, hingga demo masak pangan lokal. Pameran diversifikasi pangan dimaksudkan untuk memudahkan interaksi antara pemerintah dengan para pengunjung, baik itu masyarakat umum maupun pelaku usaha. Pada puncak peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) tingkat nasional, setiap provinsi diberikan kesempatan untuk menampilkan produk olahan pangan lokalnya pada stand masing-masing daerah. Dalam rangka mempercepat penurunan konsumsi beras, maka pameran ini diarahkan untuk memamerkan atau mendemokan pangan pokok selain beras dan terigu, dan bukan memamerkan pangan kudapan/camilan.

Dari uraian di atas kegiatan sosialisasi dan promosi P2KP ini terdiri dari empat sub kegiatan, yaitu sebagai berikut:

No Kegiatan Sub Kegiatan

1. Gerakan dan kampanye P2KP

 Advokasi gerakan P2KP kepada tokoh masyarakat dan para pemangku kepentingan;

 Aksi nyata gerakan P2KP secara kreatif dan inovatif bersama-sama antara pemerintah, akademisi, swasta, LSM, serta masyarakat;

 Seminar/lokakarya peningkatan diversifikasi pangan.

2. Lomba Cipta Menu B2SA

 Kerja sama dengan PKK;

 Kerja sama dengan akademisi dan organisasi profesi;

 Kerja sama dengan pihak swasta. 3. Promosi Media Massa 

Pemasangan billboard/baliho gerakan P2KP di tempat-tempat umum;

 Penyiaran jingle P2KP di radio;

 Penayangan iklan layanan masyarakat P2KP di televisi.

4. Pameran Diversifikasi

Pangan 

(11)

C. Pengertian

1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

2. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

3. Penganekaragaman Pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal.

4. Pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA) adalah aneka ragam bahan pangan baik sumber karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan lemak yang apabila dikonsumsi dalam jumlah berimbang dapat memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan.

5. Sosialisasi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman adalah upaya penyebarluasan informasi untuk memasyarakatkan dan membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman kepada masyarakat khususnya ibu hamil dan anak usia dini untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif.

6. Pangan Lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.

7. Pola Konsumsi adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari, yang umum dikonsumsi masyarakat dalam jangka waktu tertentu.

8. Pola Pangan Harapan (PPH) adalah susunan ragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama (baik secara absolut maupun dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan).

9. Pekarangan adalah lahan yang ada di sekitar rumah dengan batas pemilikan yang jelas (lahan boleh berpagar dan boleh tidak berpagar) serta menjadi tempat tumbuhnya berbagai jenis tanaman dan tempat memelihara berbagai jenis ternak dan ikan.

10. Tanaman pekarangan adalah tanaman yang menghasilkan umbi, buah, sayuran, bahan obat nabati, florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai buah, sayuran, bahan obat nabati, dan/atau bahan estetika.

(12)

12. Pendamping P2KP Tingkat Desa adalah penyuluh pertanian/penyuluh

Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP)/penyuluh swadaya/local champion/tokoh masyarakat

yang mengikuti pelatihan pendamping P2KP di kabupaten/kota dan bertugas untuk mendampingi serta membimbing kelompok sasaran kegiatan P2KP di desa P2KP.

13. Demplot adalah kawasan/area yang terdapat dalam kawasan SL-P2KP yang berfungsi sebagai lokasi percontohan, temu lapang, tempat belajar dan tempat praktek pemanfaatan pekarangan yang disusun dan diaplikasikan bersama oleh kelompok.

14. Sekolah Lapangan (SL) adalah suatu model pelatihan yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan untuk mempercepat proses peningkatan kompetensi sasaran, dimana proses berlatih melatih dilaksanakan melalui kegiatan belajar sambil mengerjakan dan belajar untuk menemukan atau memecahkan masalah sendiri, dengan berasaskan kemitraan antara pelatih dan peserta.

15. SL-P2KP adalah SL bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengembangan pemanfaatan pekarangan dalam rangka percepatan penganekaragaman konsumsi pangan sesuai dengan sumberdaya lokal.

16. Kebun Sekolah adalah halaman atau lahan yang ada di sekitar sekolah dengan batas penguasaan yang jelas, dapat dimanfaatkan untuk budidaya berbagai jenis tanaman/tumbuhan, ternak atau ikan.

17. Kebun Bibit adalah area/kebun milik kelompok yang dijadikan/ difungsikan sebagai tempat untuk pembibitan bagi kelompok. Kegiatan pembibitan dimaksudkan untuk penyulaman atau penanaman kembali demplot kelompok maupun pekarangan milik anggota dan masyarakat desa.

18. Desa P2KP adalah desa yang telah ditunjuk sebagai penerima manfaat dan pelaksana kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan.

19. Kelompok P2KP adalah kelompok wanita yang telah ditunjuk sebagai penerima manfaat dan pelaksana kegiatan P2KP, yaitu yang sudah eksis dan beranggotakan minimal 30 (tiga puluh) rumah tangga yang lokasinya saling berdekatan.

20. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) adalah kegiatan untuk menghasilkan model pengembangan produk pangan pokok sesuai karakteristik daerah berbasis sumber daya lokal.

21. Rumah Pangan Lestari adalah sebuah konsep hunian yang secara optimal memanfaatkan pekarangannya sebagai sumber pangan dan gizi keluarga secara berkelanjutan.

22. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) adalah sebuah konsep lingkungan perumahan penduduk yang secara bersama-sama mengusahakan pekarangannya secara intensif untuk dimanfaatkan menjadi sumber pangan secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek potensi wilayah dan kebutuhan gizi warga setempat.

(13)

BAB II

TUJUAN, SASARAN, DAN INDIKATOR KELUARAN A. Tujuan

1. Tujuan Umum:

Secara umum tujuan kegiatan P2KP adalah untuk memfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang B2SA

yang diindikasikan dengan meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH).

Adapun tujuan dari Pedoman P2KP ini adalah sebagai acuan bagi pelaksana kegiatan baik di tingkat pusat maupun daerah, sehingga kegiatan P2KP dapat berjalan optimal dan mencapai sasaran yang diharapkan.

2. Tujuan Khusus:

a. meningkatkan kesadaran, peran, dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pola konsumsi pangan yang B2SA serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan pokok beras;

b. meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral untuk konsumsi keluarga;

c. mendorong pengembangan usaha pengolahan pangan skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal. B. Sasaran

1. Sasaran Kegiatan

Mengacu pada tujuan di atas, sasaran kegiatan P2KP ialah:

a. meningkatnya kesadaran dan peranserta masyarakat dalam mewujudkan pola konsumsi pangan yang B2SA serta menurunnya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap bahan pangan tertentu dengan pemanfaatan pangan lokal.

b. berkembangnya usaha pengolahan pangan skala UMKM sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal.

2. Sasaran Lokasi Kegiatan

Kegiatan P2KP tahun 2013 dilaksanakan dengan sasaran lokasi sebagai berikut:

a. optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep KRPL dilaksanakan di 5000 (lima ribu) desa baru dan 1280 (seribu dua ratus delapan puluh) desa lanjutan tahun 2012 pada 497 (empat ratus sembilan puluh tujuh) kabupaten/kota di 33 provinsi;

b. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) dilaksanakan di 30 (tiga puluh) kabupaten/kota pada 18 (delapan belas) provinsi;

(14)

C. Indikator Keluaran

Keberhasilan kegiatan P2KP akan tercermin dari indikator berikut:

a. meningkatnya jumlah partisipasi wanita dalam penyediaan pangan keluarga yang B2SA;

b. meningkatnya jumlah usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan, dan penyediaan pangan sumber karbohidrat dari bahan pangan lokal;

c. terciptanya model pengembangan pangan pokok lokal sesuai dengan karakteristik daerah;

d. meningkatnya motivasi, partisipasi, dan aktivitas masyarakat dalam gerakan P2KP;

e. meningkatnya kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui penghitungan skor PPH pada desa binaan.

BAB III KERANGKA PIKIR A. Kebijakan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan memberi arahan bahwa untuk memenuhi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman; mengembangkan usaha pangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan antara lain melalui penetapan kaidah penganekaragaman pangan, pengoptimalan pangan lokal, pengembangan teknologi dan sistem insentif bagi usaha pengolahan pangan lokal, pengenalan jenis pangan baru termasuk pangan lokal yang belum dimanfaatkan, pengembangan diversifikasi usaha tani dan perikanan, peningkatan ketersediaan dan akses benih dan bibit tanaman, ternak, dan ikan; pengoptimalan pemanfaatan lahan termasuk lahan pekarangan; penguatan usaha mikro, kecil dan menengah di bidang pangan; serta pengembangan industri pangan yang berbasis pangan lokal.

Untuk implentasinya, Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan menjadi acuan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melakukan perencanaan, penyelenggaraan, evaluasi, dan pengendalian kegiatan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.

B. Rancangan Kegiatan

Gerakan P2KP pada tahun 2013 dilakukan melalui 3 (tiga) kegiatan utama yaitu:

1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan dilakukan untuk 2 (dua) kelompok sasaran yaitu :

(15)

1280 (seribu dua ratus delapan puluh) desa di 149 (seratus empat puluh sembilan) kabupaten/kota pada 33 (tiga puluh tiga) provinsi untuk kegiatan pengembangan kebun bibit;

 Kelompok Wanita penerima bantuan tahun 2013 sebanyak 5000 (lima ribu) desa di 497 (empat ratus sembilan puluh tujuh) kabupaten/kota pada 33 (tiga puluh tiga) provinsi dengan rincian kegiatan :

a. pengembangan pekarangan anggota dan demplot kelompok. Kegiatan berupa pembuatan pagar kebun, pengolahan tanah, pembelian benih/bibit sarana penanaman, sarana pembuatan pupuk organik, dan atau pembuatan kandang/kolam;

b. pengadaan kebun bibit;

c. pengembangan kebun sekolah;

d. pengenalan dan pengembangan menu B2SA dari hasil pekarangan, termasuk pembelian sarana pengolahan pangan.  Calon Penerima dan Calon Lokasi (CP/CL) yang diidentifikasi harus

memenuhi kriteria-kriteria, yaitu:

a. kelompok wanita yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang berdomisili berdekatan dalam satu kawasan, sehingga dapat membentuk kawasan pekarangan dengan konsep KRPL;

b. bukan kelompok penerima Bantuan Sosial (Bansos) lainnya di tahun berjalan;

c. memiliki struktur organisasi yang jelas dan diketahui kepala desa;

d. mampu menyediakan lahan untuk kebun bibit (bukan menyewa lahan) dan memeliharanya untuk kepentingan anggota kelompok dan masyarakat desa lainnya (surat pernyataan);

e. mampu mengelola keuangan kelompok dan melaksanakan kegiatan secara berkesinambungan (surat pernyataan).

2. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L). Inti kegiatan MP3L dilaksanakan untuk mendorong penyediaan bahan pangan lokal selain beras dan terigu dalam mendukung pola konsumsi pangan pokok yang B2SA melalui:

 Bantuan penyediaan alat untuk menghasilkan produk pangan pokok berbahan baku pangan lokal;

 Fasilitasi dan pendampingan kepada UMKM untuk mengembangkan bisnis dan industri berbasis pangan lokal dalam penyediaan bahan pangan pokok lokal non-beras untuk masyarakat;

 Kajian terhadap produk pangan pokok berbahan baku pangan lokal, meliputi : spesifikasi produk, kandungan gizi, daya terima konsumen dan kelembagaan.

Sebagai keberlanjutan dari kegiatan MP3L tahun 2012 yang dikembangkan di 10 (sepuluh) kabupaten di 9 (sembilan) provinsi, pada

tahun 2013 akan dikembangkan menjadi 30 (tiga puluh) kabupaten di 18 (delapan belas) provinsi.

(16)

perguruan tinggi ini dimaksudkan untuk membantu dan mendukung badan/kantor/dinas yang menangani ketahanan pangan tingkat provinsi dalam melaksanakan kegiatan P2KP.

3. Sosialisasi dan Promosi P2KP, dilaksanakan melalui berbagai macam kegiatan seperti gerakan kampanye serta sosialisasi melalui media massa cetak maupun elektronik, promosi pola pangan B2SA seperti

One day No Rice” atau “Manggadong” di Sumatera Utara, Lomba Cipta

Menu Pangan B2SA, pameran diversifikasi pangan fokus pada pengembangan pangan pokok lokal berbasis tepung-tepungan, gerakan kampanye kreatif dan inovatif dalam memperkaya citra pangan lokal, serta melalui pelibatan tokoh formal dan informal yang berpengaruh di masyarakat.

Selain rencana kegiatan utama program P2KP di atas, dilakukan juga kegiatan pendukung pencapaian indikator keluaran program ini yang dilakukan oleh provinsi dan kabupaten/kota yang harus dilaksanakan secara simultan sehingga tujuan dari gerakan P2KP dapat terwujud sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Melengkapi upaya P2KP dilakukan kegiatan Analisis Situasi Konsumsi Pangan di Wilayah Program P2KP. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kuantitas dan kualitas konsumsi pangan,

khususnya di desa penerima program P2KP. Kegiatan ini dilakukan di 250 (dua ratus lima puluh) kabupaten/kota terpilih, dengan minimum

sampel 6 (enam) desa per kabupaten/kota (desa lama maupun desa baru penerima program) dan masing-masing desa diambil 10 (sepuluh) s.d 30 (tiga puluh) rumah tangga sampel, sehingga kisaran total sampel setiap kabupaten sebesar 60 (enam puluh) s.d 180 (seratus delapan puluh) rumah tangga, dan total sampel nasional sebesar 15.000 (lima belas ribu) s.d 45.000 (empat puluh lima ribu) rumah tangga.

Kegiatan pemantauan survei konsumsi di wilayah P2KP ini dilakukan dua

tahap yaitu awal dan akhir tahun pelaksanaan program 2013. Metode survei konsumsi/pemantauan konsumsi pangan dilakukan dengan

menggunakan Food Record Method (Pencatatan konsumsi pangan secara mandiri). Tahap pengambilan data konsumsi dilakukan oleh penyuluh

pendamping desa P2KP dan pendamping kabupaten/kota P2KP. Tahap analisis dan pelaporan dilakukan oleh petugas yang menangani

konsumsi di kabupaten/kota dan provinsi. Analisis dilakukan untuk melihat peningkatan kualitas konsumsi pangan berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH). Melalui pemantauan konsumsi ini diharapkan dapat mengukur indikator keberhasilan program P2KP.

(17)

Penyuluh Pendamping P2KP memiliki peran terdepan dalam keberhasilan gerakan P2KP, termasuk didalamnya memperbaiki perilaku konsumsi pangan masyarakat. Kemampuan utama yang perlu dikembangkan seorang Penyuluh Pendamping P2KP adalah dari sisi kepemimpinan

(leadership), manajemen, dan kewirausahaan (entrepreneurship), disamping

kemampuan untuk menggerakkan masyarakat, membangun jejaring, dan menjadi contoh nyata bagi masyarakat, serta berperan sebagai fasilitator dan penyedia input intelektual. Koordinator pendamping kegiatan P2KP kabupaten/kota diambil dari tenaga penyuluh ataupun pegawai badan/kantor/unit kerja ketahanan pangan di kabupaten/kota bersangkutan, sedangkan pendamping desa diambil dari tenaga penyuluh yang ada di desa bersangkutan atau apabila tidak ada maka dapat diambil dari kader setempat yang mampu menjalankan kegiatan pendampingan untuk keberhasilan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan membuat laporan secara berkala.

C. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam mendukung pelaksanaan gerakan P2KP, diantaranya adalah mengoptimalkan peran para pemimpin formal dan informal sebagai tokoh panutan, kampanye dan gerakan, dan kesinambungan sinergi antar pemangku kepentingan.

Pemimpin memiliki pengaruh besar sebagai tokoh panutan, baik itu pemimpin formal maupun informal. Peranan para pemimpin formal dapat diwujudkan melalui penerbitan peraturan mengenai gerakan P2KP, sedangkan peranan pemimpin informal dapat diwujudkan melalui dukungan dan peran serta didalam gerakan P2KP.

Kampanye dilaksanakan untuk menyinergikan dan mengintegrasikan gerakan P2KP baik itu di tingkat pusat maupun daerah yang antara lain dilakukan dengan cara mengadvokasi para pemimpin, mensosialisasikan kegiatan P2KP kepada para pemangku kepentingan, dan mempromosikan pangan lokal kepada masyarakat luas secara formal maupun informal. Untuk mendukung gerakan P2KP maka perlu dibangun jaringan kerja sama yang sinergis untuk menyamakan persepsi dan langkah para pemangku kepentingan, baik dengan instansi di lingkup Kementerian Pertanian, kementerian/lembaga terkait, perguruan tinggi, dan pihak swasta serta Badan Umum Milik Negara (BUMN)/Badan Umum Milik Daerah (BUMD).

D. Strategi

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009, gerakan P2KP dilakukan melalui 2 (dua) strategi utama, yaitu:

1. Internalisasi Penganekaragaman Konsumsi Pangan

(18)

setiap individu, terutama wanita sangat penting dalam menyusun menu makanan yang memenuhi kaidah gizi seimbang.

Proses internalisasi penganekaragaman konsumsi pangan dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu :

a. advokasi, kampanye, promosi, dan sosialisasi tentang konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman kepada aparat pada berbagai tingkatan dan masyarakat;

b. pendidikan konsumsi pangan yang B2SA melalui jalur pendidikan formal dan non-formal/penyuluhan.

Bagian dari proses internalisasi adalah dengan meningkatkan peran kelompok wanita dan pengembangan pangan B2SA. Kegiatan pemberdayaan kelompok wanita tersebut dilakukan mulai dari pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga, peningkatan pengetahuan tentang pangan B2SA, dan pengembangan kebun sekolah untuk pengenalan pangan dan pola pangan B2SA.

2. Pengembangan Bisnis dan Industri Pangan Lokal

Keberhasilan gerakan P2KP ditentukan juga oleh ketersediaan aneka ragam bahan pangan dan perilaku konsumen dalam mengonsumsi aneka ragam pangan. Efektivitas P2KP akan tercapai apabila upaya internalisasi didukung dan berjalan beriringan dengan pengembangan usaha pangan lokal. Oleh karena itu gerakan P2KP nasional dan daerah perlu diselaraskan, khususnya dalam pengembangan pertanian, perikanan, peternakan, dan industri pengolahan pangan guna memajukan perekonomian wilayah. Kondisi ini menuntut komitmen yang tinggi dari berbagai pihak serta memerlukan rencana bisnis dan industri aneka ragam pangan yang komprehensif. Dalam kegiatan ini, termasuk pengembangan usaha pangan lokal skala UMKM.

BAB IV

PELAKSANAAN KEGIATAN A. Persiapan

1. Pedoman Umum dan Pedoman Pelaksanaan dijabarkan lebih lanjut menjadi Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang disusun oleh Provinsi dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang disusun oleh Kabupaten/Kota sebagai acuan dalam pelaksanaan Gerakan P2KP di Daerah.

2. Mekanisme penetapan desa dan kelompok penerima manfaat P2KP: a. aparat kabupaten/kota melakukan identifikasi CPCL berkoordinasi

dengan Camat untuk memilih lokasi desa dan dengan Kepala Desa untuk memilih kelompok yang memenuhi kriteria sesuai dengan pedoman P2KP, meliputi identitas penerima manfaat (nama dan alamat kelompok, jumlah anggota kelompok, nama dan alamat ketua dan anggota kelompok, nomor rekening kelompok, nama dan alamat sekolah disertai nama kepala sekolah);

(19)

c. keputusan tersebut selanjutnya dilaporkan kepada Badan Ketahanan Pangan c.q Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan serta kepada badan/dinas/kantor/unit kerja ketahanan pangan tingkat provinsi pada bulan Februari 2013.

d. kelompok yang telah diidentifikasi harus membuat pernyataan (Format 8) sebelum ditetapkan dengan Keputusan KPA.

3. Mekanisme penetapan pendamping P2KP:

a. pendamping P2KP tingkat kabupaten/kota tahun 2013 (bagi kabupaten/kota lama dipilih pendamping yang sudah

mengikuti apresiasi P2KP tahun 2012) ditetapkan melalui Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di kabupaten/kota bagi dana Tugas Pembantuan (TP) dan diusulkan ke provinsi serta ditetapkan melalui Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di provinsi bagi dana dekonsentrasi. Hasil penetapan pendamping P2KP kabupaten/kota (Format 2) dilaporkan kepada Badan Ketahanan Pangan c.q Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan serta kepada badan/dinas/kantor/unit kerja ketahanan pangan tingkat provinsi pada bulan Februari 2013. Selanjutnya seluruh Pendamping P2KP akan mengikuti kegiatan apresiasi tahun 2013.

b. pemilihan dan penetapan Penyuluh Pendamping P2KP tingkat desa berkoordinasi dengan Bakorluh/BPP Kecamatan/Camat/Kepala Desa/tokoh masyarakat, kemudian ditetapkan melalui Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di kabupaten/kota bagi dana Tugas Pembantuan (TP) dan diusulkan ke provinsi serta ditetapkan melalui Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di provinsi bagi dana dekonsentrasi (Format 3) dan disampaikan kepada Badan Ketahanan Pangan c.q Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan serta Kepala Badan/Dinas/Kantor/Unit Kerja Ketahanan Pangan Provinsi pada bulan Februari 2013. Penyuluh yang telah diidentifikasi harus membuat surat pernyataan (Format 8) sebelum ditetapkan oleh Keputusan KPA.

4. Memilih dan menetapkan lokasi dan pelaku usaha untuk MP3L :

a. mengidentifikasi potensi bahan baku (jumlah dan lokasi produksi), kegiatan ini dilakukan dengan pencarian data sekunder tentang potensi bahan pangan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi Pangkin.

b. mengidentifikasi calon produsen/penghasil produk pangkin, yaitu UKM yang dapat memproduksi Pangkin dengan kriteria produk sesuai dengan yang telah ditentukan.

B. Pelaksanaan

1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan

Kegiatan ini dilaksanakan di 5000 (lima ribu) desa baru di 497 (empat

ratus sembilan puluh tujuh) kabupaten/kota. Setiap desa terdiri dari 1 (satu) kelompok yang beranggotakan minimal 30 (tiga puluh) rumah

tangga yang lokasinya saling berdekatan dalam satu kawasan dengan kegiatan sebagai berikut:

(20)

b. identifikasi kelompok wanita calon penerima manfaat;

c. pendamping bekerja sama dengan kelompok untuk melaksanakan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan;

d. sosialisasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan oleh pendamping kepada kelompok penerima manfaat melalui metode Sekolah Lapangan (SL), yang diberikan kepada para penerima manfaat; e. pengembangan Demplot pekarangan sebagai Laboratorium

Lapangan (LL) sekaligus berperan sebagai pekarangan percontohan (pangan sumber karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan lemak). Fasilitasi pekarangan percontohan ini antara lain berupa bimbingan, pembelian sarana produksi, administrasi, dan manajemen kelompok;

f. pengembangan kebun bibit kelompok/desa;

g. pengembangan pekarangan milik anggota kelompok penerima manfaat sesuai hasil musyawarah kelompok berdasarkan potensi pekarangan dan kebutuhan tiap-tiap anggota kelompok;

h. pembinaan minimal satu sekolah (SD/MI/SMP/SMA) untuk mengembangkan kebun sekolah dengan tanaman sayuran dan buah, dan atau unggas/ternak kecil/ikan di setiap desa P2KP;

i. budidaya tanaman sayuran, buah, dan aneka umbi yang biasa dikonsumsi dan disukai oleh masyarakat setempat serta diutamakan menggunakan pupuk organik dan pestisida hayati yang aman bagi lingkungan dan kesehatan;

j. budidaya unggas atau ternak kecil (seperti ayam, itik, kelinci) atau ikan (lele, nila, mas, patin) sesuai dengan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat sebagai pangan sumber protein hewani; k. pengenalan beberapa organisme pengganggu tanaman (jamur,

bakteri, virus, serangga) dan cara penanggulangannya;

l. pertemuan kelompok secara periodik minimal satu kali dalam sebulan;

m. penyuluhan tentang pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman untuk hidup sehat, aktif, dan produktif;

n. demonstrasi penyediaan pangan dan penyiapan menu makanan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman;

o. pengembangan olahan pangan hasil pekarangan untuk pengenalan pangan B2SA atau pengembangan usaha pangan berbasis sumber daya lokal.

2. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L)

Kegiatan pengembangan pangan lokal mendukung pelaksanaan Pangkin dilaksanakan dalam rangka mengembalikan pola konsumsi masyarakat kepada budaya dan potensi setempat. Pemilihan komoditas pangan yang akan dikembangkan melalui penyediaan teknologi pengolahan yang lebih modern mengacu kepada potensi dan kebutuhan setempat. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) dilaksanakan pada 30 (tiga puluh) kabupaten/kota di 18 (delapan belas) provinsi dengan kegiatan sebagai berikut:

(21)

b. identifikasi pangan lokal untuk Pangkin:

 identifikasi potensi bahan baku (jumlah dan lokasi produksi), kegiatan ini dilakukan dengan pencarian data sekunder tentang potensi bahan pangan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi Pangkin;

 identifikasi calon produsen/penghasil produk Pangkin, yaitu UKM yang dapat memproduksi Pangkin dengan kriteria produk sesuai dengan yang telah ditentukan;

c. pembuatan rancangan produk pangan lokal untuk Pangkin:

 pengadaan alat untuk menghasilkan produk pangan lokal untuk pangkin;

 pengadaan alat labeling dan pengemas;

 pembelian bahan baku pangan lokal.

d. pengkajian produk pangan lokal kepada masyarakat:

 uji selera konsumen terhadap hasil produk pangan lokal;

 uji daya beli masyarakat, antara lain dengan menjual hasil produk pangan lokal kepada masyrakat;

 penyusunan spesifik produk dalam bentuk kemasan, labelling, dan daya simpan;

 perhitungan ongkos produksi.

e. operasional, antara lain: pembinaan, sosialisasi, koordinasi, monitoring, dan evaluasi, serta pelaporan. Dalam rangka sosialisasi, perlu diadakan kampanye yang melibatkan stakeholder termasuk para pemimpin dan masyarakat luas untuk secara bersama-sama melakukan gelar makan pangan lokal yang dikembangkan.

3. Sosialisasi dan Promosi P2KP

Kegiatan sosialisasi dan promosi P2KP dilakukan dalam bentuk: a. Gerakan atau Kampanye P2KP

(22)

b. Lomba Cipta Menu B2SA

Lomba Cipta Menu B2SA dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota, kemudian dilanjutkan pada tingkat provinsi, dan berlanjut hingga tingkat nasional pada puncak perayaan HPS. Menu yang diciptakan terdiri dari sarapan, makan siang, dan makan malam untuk tiga hari dengan memanfaatkan pangan lokal.

c. Penayangan Iklan di Media Massa

Iklan di media massa dilakukan untuk menyebarluaskan informasi secara luas kepada masyarakat. Iklan dilakukan di media massa cetak maupun elektronik dalam bentuk pemasangan billboard di tempat-tempat umum, penyiaran jingle P2KP di radio, maupun penayangan iklan layanan masyarakat di televisi baik di tingkat lokal maupun tingkat nasional.

d. Pameran P2KP

Kegiatan pameran P2KP dilakukan untuk mempromosikan upaya

peningkatan diversifikasi pangan melalui berbagai event seperti Hari Pangan Sedunia, Festival Pangan Lokal, Agrinex, dan lain

sebagainya. Dalam kegiatan pameran juga dapat dibuat berbagai media sosialisasi dan promosi seperti brosur, poster, banner, dan lain sebagainya seperti demo masak sesuai dengan tema pameran. Melalui pameran P2KP diharapkan dapat mempertemukan para pemangku kepentingan sehingga dapat mendorong pengembangan bisnis dan industri pangan lokal.

e. sosialisasi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman (B2SA) melalui penyuluhan, seminar, maupun pameran. f. melakukan kampanye kreatif dan inovatif antara lain melalui

gerakan P2KP seperti One Day No Rice, dan lain sebagainya.

g. melaksanakan/berpartisipasi dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk perlombaan, festival kuliner, dan demo masak pangan lokal.

h. kunjungan kerja.

i. pelibatan pemimpin/tokoh formal dan informal sebagai bentuk advokasi terhadap gerakan P2KP.

C. Titik Kritis Pelaksanaan Kegiatan

Beberapa aspek kegiatan dan tahapan yang perlu diperhatikan pada pengendalian intern program P2KP meliputi bidang administrasi, proses keberlangsungan kegiatan, dan mengenai kualitas kerja yang dihasilkan. 1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan :

a. kelengkapan administrasi terdiri dari Keputusan Kelompok Penerima Bantuan Sosial (Bansos), Surat Pernyataan Kelompok, Keputusan Pendamping Kabupaten/Kota dan Desa, SP2D Pencairan Bantuan Sosial (Bansos), Berita Serah Terima Bantuan Sosial (Bansos), Laporan Semester, dan Laporan Akhir P2KP;

(23)

c. kualitas kerja yang dihasilkan mengacu pada pengembangan KRPL, pengetahuan pola konsumsi pangan B2SA, kualitas produk olahan pangan lokal, intensitas promosi, dan aksi gerakan P2KP berbasis kearifan lokal;

d. peluang resiko yang sering muncul antara lain mengenai waktu pelaksanaan, kualitas kegiatan, kurang koordinasi, dan pelaporan antara lain pada proses CPCL, pencairan dana, kelengkapan administrasi, sosialisasi oleh pendamping, pelaporan, serta kampanye P2KP.

2. Untuk MP3L:

a. Identifikasi lokasi dan pelaku produk pangan lokal; serta b. Produk pangan pokok lokal yang dihasilkan.

BAB V

ORGANISASI DAN TATA KERJA A. Organisasi

Mekanisme dan tata hubungan kerja antar instansi pada gerakan P2KP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 menunjukkan

bahwa di daerah, pelaksanaan dikoordinasikan oleh Dewan Ketahanan

Pangan (DKP) Daerah yang diketuai oleh gubernur atau bupati/walikota selaku Ketua Harian DKP di masing-masing daerah.

Penanggung jawab kegiatan adalah badan/dinas/kantor/unit kerja ketahanan pangan daerah dengan melibatkan instansi dan dinas terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Perdagangan, Dinas Peternakan dan Perikanan, perguruan tinggi, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya seperti PKK tingkat provinsi, kabupaten/ kota, kecamatan, kelurahan dan desa. Sedangkan pada tingkat nasional, untuk memperlancar gerakan P2KP, Kepala Badan Ketahanan Pangan selaku Sekretaris DKP membantu Menteri Pertanian selaku Ketua Harian DKP mengkoordinasikan instansi terkait baik kementerian/lembaga terkait, pihak swasta, industri pangan dan pemangku kepentingan (stakeholder) terkait.

Pelaksanaan kegiatan P2KP merupakan tugas bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Sesuai dengan semangat dan paradigma baru pembangunan, peran dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan P2KP harus dikedepankan sebagai pelaku utama penentu keberhasilan program. Peranan pemerintah terbatas pada fungsi pelayanan, penunjang, fasilitasi, dan motivasi. Partisipasi masyarakat, swasta, LSM, organisasi profesi maupun perguruan tinggi sangat dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan gerakan P2KP.

B. Tata Kerja

(24)

1. Desa

Kepala Desa/Lurah sebagai pimpinan wilayah di desa P2KP mendukung pelaksanaan kegiatan P2KP di desa/kelurahan dengan berkoordinasi bersama-sama dengan penyuluh pendamping, kelompok penerima

manfaat, dan dengan pihak sekolah pelaksana pengembangan kebun sekolah.

2. Kecamatan

Camat bertugas: (a) memfasilitasi pelaksanaan P2KP di wilayahnya, (b) mengkoordinasikan Kepala Desa dalam menggerakkan pelaksanaan

P2KP di wilayahnya, (c) memberikan masukan kepada Badan/Dinas/Kantor/unit kerja ketahanan pangan tingkat kabupaten/kota dalam pemilihan CPCL.

3. Kabupaten/Kota

Bupati/Walikota selaku Ketua DKP di kabupaten/kota berperan sebagai koordinator pelaksana P2KP, sedangkan penanggung jawab kegiatan di tingkat kabupaten/kota adalah Badan/Dinas/Kantor/unit kerja ketahanan pangan.

4. Provinsi

Gubernur selaku Ketua DKP Provinsi berperan sebagai koordinator pelaksana P2KP, sedangkan penanggung jawab kegiatan di provinsi adalah Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja ketahanan pangan di tingkat provinsi.

5. Pusat

Kepala Badan Ketahanan Pangan selaku Sekretaris DKP cq. Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan bertanggung jawab mulai proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pengendalian serta sinkronisasi dan integrasi kegiatan dan anggaran.

BAB VI PEMBIAYAAN A. Operasional Kegiatan

1. Kelompok wanita pelaksana KRPL tahun 2012 mendapatkan Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah) untuk pengembangan kebun bibit.

2. Kelompok wanita pelaksana KRPL tahun 2013 diberikan dana bantuan sosial sebesar Rp 47.000.000 (empat puluh tujuh juta rupiah), terdiri dari :

a. Rp 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah) untuk pengembangan pekarangan anggota dan demplot. Dana bantuan sosial ini digunakan untuk pembuatan pagar, bibit/benih, sarana budidaya, sarana pembuatan pupuk organik dan/atau pembuatan kandang/kolam;

b. Rp12.000.000 (dua belas juta rupiah) untuk kebun bibit;

(25)

d. Rp 2.000.000 (dua juta rupiah) untuk pengembangan menu B2SA dari hasil pekarangan dan atau usaha olahan pangan skala UMKM. 3. Kegiatan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) tahun 2013 dilaksanakan di 30 (tiga puluh) kabupaten/kota pada 18 (delapan belas) provinsi. Kegiatan MP3L pada tahun 2013 merupakan

pengembangan dari kegiatan MP3L di tahun 2012. Besar anggaran per kabupaten/kota antara Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) - Rp 450.000.000 (empat ratus lima puluh juta rupiah).

4. Sosialisasi dan Promosi P2KP

Kegiatan Sosialisasi dan Promosi P2KP dilaksanakan oleh badan/dinas/unit kerja ketahanan pangan tingkat provinsi melalui dana APBN dengan besar anggaran antara Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) - Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk masing-masing provinsi yang digunakan untuk kegiatan: penayangan ILM, pameran pangan pokok lokal dan gerakan/kampanye kreatif inovatif diversifikasi pangan. Kegiatan sosialisasi dan promosi agar didukung oleh kabupaten/kota dengan menggunakan dana APBD antara lain

untuk pembuatan baliho, banner, leaflet, penayangan jingle di radio, dll.

B. Pemanfaatan Dana Bantuan Sosial

Dalam pengelolaan anggaran, KPA, PPK, Satker Badan, Dinas, Kantor, unit kerja ketahanan pangan tingkat provinsi dan kabupaten/kota bekerja sama dengan kelompok wanita. Dalam rangka peningkatan efisiensi pemanfaatan dana bantuan sosial tahun berjalan dan sebaran penyerapan anggaran, dana bantuan sosial ditransfer ke kelompok penerima manfaat diharapkan paling lambat pada tanggal 31 Juli 2013, oleh karena itu proses atau kegiatan pembinaan dan pendampingan kepada kelompok penerima manfaat harus terjadwal dengan baik dan dilaksanakan lebih awal dan tepat waktu.

Dana ditransfer ke rekening kelompok, dan digunakan secara swakelola dengan mekanisme pencairan dana sebagai berikut:

1. Kelompok wanita membuat/menyusun Rencana Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKKA), dibantu oleh penyuluh pendamping P2KP tingkat desa (Format 4);

2. Kelompok wanita membuka rekening tabungan pada kantor cabang/unit BRI/Bank Pos atau bank lain terdekat dan melaporkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di provinsi dan/atau kabupaten/kota;

3. Kelompok wanita mengusulkan RKKA kepada PPK provinsi dan kabupaten/kota setelah diverifikasi oleh Penyuluh Pendamping tingkat kabupaten/kota dan disetujui oleh aparat kabupaten/kota;

4. PPK meneliti RKKA dan PPK membuat Surat Perjanjian Kerja sama dengan Ketua Kelompok Wanita seperti terlihat pada Format 5;

(26)

a. keputusan Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja ketahanan pangan tentang Penetapan Kelompok Sasaran (Format 1);

b. rekapitulasi RKKA (Format 4) dengan mencantumkan: 1) nama dan alamat kelompok;

2) nama dan alamat ketua kelompok; 3) nama dan alamat anggota kelompok; 4) nama dan alamat sekolah;

5) nomor rekening a.n. kelompok;

6) nama cabang/Unit BRI/Bank Pos atau bank lain terdekat;

c. surat perjanjian kerja sama antara PPK dengan kelompok penerima manfaat tentang pemanfaatan dana (Format 5);

d. kuitansi yang ditandatangani oleh ketua kelompok dan diketahui/disetujui oleh PPK tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan (Format 7).

6. Atas dasar SPP-LS, pejabat penandatangan SPM/penguji SPP Satker dan Perintah Pembayaran SPM menguji dokumen SPP-LS dan menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) selanjutnya KPA mengajukan SPM-LS kepada KPPN setempat;

7. KPPN setempat menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan mentransfer dana bantuan sosial ke rekening Kelompok Penerima Manfaat;

8. Kelompok wanita melalui ketuanya mengambil dana bantuan sosial di rekening bank dengan diketahui oleh PPK tingkat kabupaten/kota; C. Pertanggungjawaban

Sumber-sumber pendanaan untuk membiayai kegiatan P2KP tahun 2013 berasal dari APBN dan diharapkan pula partisipasi dari sumber pandanaan lainnya seperti APBD provinsi, APBD kabupaten/kota, swadaya masyarakat, dan pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dana APBN yang dialokasikan di provinsi berupa dana dekonsentrasi dan di kabupaten/kota melalui dana tugas pembantuan. Bagi kabupaten/kota yang tidak mempunyai satker, dana tugas pembantuan dialokasikan di provinsi.

Dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan terdiri dari dua komponen belanja, yaitu belanja sosial dan belanja barang. Pencairan anggaran untuk belanja sosial mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Sosial Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2013; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sedangkan pencairan anggaran belanja barang mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

BAB VII

PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN A. Pemantauan

(27)

Kabupaten/Kota. Pemantauan dilakukan secara periodik dengan mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2009 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23/Permentan/OT.140/5/2009 tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Pertanian.

Beberapa hal yang perlu dipantau ialah mengenai kelengkapan administrasi, penggunaan dana, dokumen operasional berupa Petunjuk Pelaksanaan (Juklak), Petunjuk Teknis (Juknis), persiapan dan pelaksanaan kegiatan di kelompok penerima manfaat.

B. Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan Pusat secara periodik minimal dua kali dalam satu tahun. Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peran dan tanggung jawab kelembagaan yang menangani P2KP serta tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Kegiatan evaluasi juga dilakukan sebagai upaya antisipasi terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga dapat berjalan lancar sesuai dengan tujuan dan sasaran.

C. Pelaporan

Pelaporan pelaksanaan kegiatan dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat kelompok, desa, kabupaten/kota, provinsi hingga Pusat secara berkala, berkelanjutan, dan tepat waktu. Kelompok penerima manfaat bersama Penyuluh Pendamping P2KP tingkat desa menyampaikan laporan kepada kabupaten/kota melalui pendamping P2KP kabupaten/kota dengan format yang telah ditentukan. Selanjutnya kabupaten/kota meneruskan laporan tersebut ke provinsi dan provinsi meneruskan ke pusat (Gambar 1).

Aparat dan pendamping kabupaten/kota memantau kegiatan lapangan secara berkala dan mengevaluasi hasil pemantauan serta menyampaikan laporan P2KP ke Provinsi sesuai dengan format yang telah ditentukan. Kabupaten/Kota memberikan umpan balik kepada Desa serta melakukan tindak lanjut terhadap kondisi yang perlu penanganan segera atau dikoordinasikan oleh pengelola kegiatan di tingkat kabupaten/kota.

Provinsi memantau kegiatan lapangan secara berkala dan mengevaluasi hasil pemantauan serta melaporkannya ke tingkat Pusat sesuai dengan format yang telah ditentukan. Selanjutnya Provinsi memberikan umpan balik kepada Kabupaten/Kota terhadap kegiatan yang memerlukan penanganan segera atau dikoordinasikan oleh pengelola kegiatan tingkat provinsi.

Pusat sebagai penanggung jawab kegiatan melakukan pemantauan kegiatan lapangan secara berkala dan mengevaluasi hasil pemantauan Provinsi dan selanjutnya memberikan umpan balik kepada Provinsi atau melakukan tindak lanjut terhadap kegiatan yang memerlukan penanganan segera atau dikoordinasikan oleh pengelola kegiatan di tingkat Pusat. Pusat melaporkan perkembangan kegiatan P2KP kepada Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

Laporan yang dibuat menggambarkan hal-hal sebagai berikut: a. kemajuan pelaksanaan kegiatan dan anggaran, sesuai dengan indikator

yang ditetapkan;

b. permasalahan yang dihadapi dan upaya tindak lanjut; dan

(28)

Alur pelaporan dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 1. Arus Pelaporan Gerakan P2KP BAB VIII

PENUTUP

Pedoman Gerakan P2KP Tahun 2013 diterbitkan sebagai acuan bagi para pemangku kepentingan dalam melaksanakan kegiatan P2KP. Penyelenggaraan gerakan P2KP harus berjalan dengan baik sehingga dapat mempercepat terwujudnya masyarakat yang sehat, aktif, dan produktif melalui upaya peningkatan diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal. Pedoman ini juga menjadi acuan bagi penyusunan Pedoman Pelaksanaan di tingkat Pusat,

Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) serta Petunjuk Teknis (Juknis) P2KP di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

MENTERI PERTANIAN, ttd.

SUSWONO BKP Pusat

Badan/Kantor/Dinas Ketahanan Pangan

Provinsi

Badan/Kantor/Dinas Ketahanan Pangan

Kabupaten/Kota Menteri Pertanian

Kelompok Penerima Manfaat dan

Penyuluh Pendamping P2KP

Keterangan:

(29)

LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN

NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2013 TANGGAL : 11 Februari 2013

PEDOMAN DESA MANDIRI PANGAN BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan ketahanan pangan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia secara adil, merata dan tidak bertentangan dengan agama dan keyakinan masyarakat, berdasarkan kedaulatan dan kemandirian pangan. Kemandirian Pangan pada intinya adalah pemenuhan pangan dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinnya secara efisien dan kearifan lokal.

Upaya perwujudan kemandirian dilakukan secara bertahap melalui proses pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatif peluang dan pemecahan masalah, serta mampu untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. Pemberdayaan dilakukan terhadap masyarakat miskin dan rawan pangan di pedesaan. Strategi yang digunakan untuk pemberdayaan masyarakat miskin dilakukan melalui jalur ganda/twin track strategy, yaitu: (1) membangun ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan untuk menyediakan lapangan kerja dan pendapatan; dan (2) memenuhi pangan bagi kelompok masyarakat miskin di daerah rawan pangan melalui pemberdayaan dan pemberian bantuan langsung.

Sejak tahun 2006 Badan Ketahanan Pangan melaksanakan upaya pemberdayaan masyarakat miskin dengan menerapkan kedua strategi tersebut melalui Kegiatan Desa Mandiri Pangan (Desa Mandiri Pangan). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat desa dalam pengembangan usaha produktif berbasis sumber daya lokal, peningkatan ketersediaan pangan, peningkatan daya beli dan akses pangan rumah tangga, untuk dapat memenuhi kecukupan gizi rumah tangga. Apabila pelaksanaan ini dilaksanakan secara meluas, maka kegiatan Desa Mandiri Pangan akan berdampak terhadap penurunan tingkat kerawanan pangan dan gizi masyarakat miskin di pedesaan. Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs), yaitu untuk mengurangi angka kemiskinan dan kelaparan di dunia sampai setengahnya di tahun 2015.

(30)

B. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Pedoman Desa Mandiri Pangan terdiri dari: (1) Pendahuluan; (2) Konsep Umum Desa Mandiri Pangan; (3) Pelaksanaan

Kegiatan; (4) Organisasi dan Tata Kerja; (5) Pembiayaan; (6) Pemantauan dan Evaluasi, Pengendalian dan Pengawasan, serta Pelaporan; (7) Penutup. Ruang lingkup kegiatan Desa Mapan terdiri dari Desa Mandiri Pangan Reguler dan Kawasan Mandiri Pangan. Pelaksanaan Kegiatan Desa Mandiri Pangan dilaksanakan dalam 4 (empat) tahap selama 4 (empat) tahun: Tahap Persiapan (tahun I) berfokus pada penyiapan database, penguatan

kelembagaan masyarakat dan layanan modal, Tahap Penumbuhan

(tahun II) berfokus pada pengembangan usaha kelompok, Tahap Pengembangan (tahun III) berfokus pada peningkatan sarana

prasarana, dan Tahap Kemandirian (tahun IV) berfokus pada peningkatan kesehatan dan gizi. Sedangkan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan dilaksanakan dalam 5 (lima) tahap semalan 5 (lima) tahun: Tahap Persiapan (tahun I) berfokus pada kapasitas individu dan kelembagaan ekonomi, Tahap Penumbuhan (tahun II) berfokus pada penumbuhan usaha-usaha kelompok, Tahap Pengembangan (tahun III) berfokus pada pengembangan sarana dan prasarana, Tahap Kemandirian (tahun IV) berfokus pada peningkatan status gizi dan kesehatan, dan Strategi Keberlanjutan Kegiatan (tahun V) berfokus pada pemantapan kelembagaan dan ekonomi kawasan.

C. Pengertian

1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

2. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, berwewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Wilayah adalah suatu bagian dari permukaan bumi yang teritorialnya ditentukan atas dasar pengertian, batasan dan perwatakan geografis seperti wilayah aliran sungai, wilayah hutan, wilayah pantai, wilayah negara yang secara geografis ditentukan oleh suatu batasan geografis tertentu.

4. Kawasan adalah suatu wilayah yang teritorialnya didasarkan pada pengertian dan batasan fungsional tertentu.

5. Mandiri Pangan adalah upaya pemenuhan kebutuhan pangan yang dapat dicukupi oleh kemampuan sumberdaya yang dimiliki, dilihat dari bekerjanya subsistem ketersediaan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi pangan.

(31)

7. Kawasan Mandiri Pangan adalah kawasan yang dibangun dengan melibatkan keterwakilan masyarakat yang berasal dari kampung-kampung terpilih (3 s.d 5 kampung-kampung/desa), untuk menegakkan masyarakat miskin/rawan pangan menjadi kaum mandiri.

8. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat atau mereka yang kurang beruntung dalam perolehan sumberdaya pembangunan didorong untuk mandiri dan mengembangkan kehidupan sendiri.

9. Ketersediaan Pangan adalah kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan.

10. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

11. Desa rawan pangan adalah kondisi suatu daerah yang tingkat ketersediaan, akses, dan/atau keamanan pangan sebagian masyarakat dan rumah tangganya tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan atau desa dengan jumlah Kepala Keluarga Miskin > 30% (tiga puluh persen). 12. Kemandirian adalah sikap kesadaran/kemampuan untuk

mengembalikan keadaan ke normal setelah terjadinya suatu tekanan, gejolak, atau bencana.

13. Kemandirian pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. 14. Kelompok afinitas adalah kelompok yang tumbuh atas dasar ikatan

kebersamaan dan kecocokan antar anggota yang mempunyai kesamaan visi dan misi dengan memperhatikan sosial budaya setempat.

15. Kaum adalah golongan orang yang bekerja, sepaham, sepakat.

16. Cluster adalah konsentrasi geografis berbagai kegiatan usaha di kawasan tertentu yang satu sama lain saling melengkapi (komplementer), saling bergantung, dan saling bekerja sama dalam melakukan aktivitas bisnis.

17. Kelompok usaha adalah keanggotaan kelompok yang diikat dengan rasa kesatuan dan kebersamaan oleh jaringan persahabatan, dan memungkinkan mereka mampu untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu secara bersama-sama.

18. Data Dasar Rumah Tangga (DDRT) adalah kegiatan pendataan lengkap (Sensus) rumah tangga untuk memperoleh gambaran karakteristik rumah tangga yang berada di dalamnya.

Gambar

Gambar 1. Arus Pelaporan Gerakan P2KP
Gambar 1.  Kerangka Pikir Kegiatan Desa Mandiri Pangan
Tabel 1. Kegiatan dan Output Per Tahapan Kegiatan Desa Mandiri Pangan.
Tabel 2. Jadwal Palang Kegiatan Desa Mandiri Pangan Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, dan Tahap Kemandirian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar I.2 menunjukan penyebab yang sering terjadi sehingga beberapa kendala yang sering terjadi pada proses pengepakan selalu ada, mulai dari material teh yang akan

Dari hasil diketahui bahwa untuk ketiga produk yang diteliti (Ponds, Citra, dan Sari Ayu Martha Tilaar) faktor yang paling banyak dirasakan oleh konsumen sebagai alasan

suatu aproksimasi pengganti prosedur matematika eksak suatu kesalahan pemotongan dimskan ke dlm solusi numerik karena kesamaan diferensial hanya solusi numerik karena

Berdasarkan hasil pada diagram 1 menunjukkan bahwa penyembuhan luka perineum pada ibu post partum yang tidak diberikan propolis setelah diobservasi selama 7 hari,

(1) Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pembinaan ketertiban umum dan ketentraman

Berdasarkan hasil pendampingan yang dilakukan dalam Penyusunan laporang keuangan pada dasa wisma ditemukan bahwa saat ini keterampilan pengurus dasa wisma dalam

Sehingga ketika masa pengembalian pinjaman telah jatuh tempo, si peminjam (rahin) terkadang tidak dapat mengembalikan pinjaman tepat waktu, ukurannya adalah ketika

Kaedah yang biasanya digunakan dalam menjalankan ukuran butiran ini adalah kaedah takimetri dengan menggunakan alat Total Station atau EDM. Sebenarnya ukur butiran ini