• Tidak ada hasil yang ditemukan

KECENDERUNGAN NABI SAW MEMILIH YANG LEBIH MUDAH TENTANG DUA PERSOALAN DUNIAWI : HADIS SUNAN ABI DAWUD NO. INDEKS 4775.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KECENDERUNGAN NABI SAW MEMILIH YANG LEBIH MUDAH TENTANG DUA PERSOALAN DUNIAWI : HADIS SUNAN ABI DAWUD NO. INDEKS 4775."

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

KECENDERUNGAN NABI SAW MEMILIH YANG LEBIH MUDAH TENTANG DUA PERSOALAN DUNIAWI

(Hadis Sunan Abi> Da>wud No. Indeks 4775)

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata

Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

MUHAMMAD NIZAR

NIM : E33212086

JURUSAN AL-QURAN DAN HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK Nama : Muhammad Nizar

NIM : E33212086

JUDUL: Kecenderungan Nabi SAW Memilih Yang Lebih Mudah Tentang Dua Persoalan Duniawi (Hadis Sunan Abi> Da>wud No Indeks 4775)

Hadis merupakan sumber hukum Islam yang kedua. Fungsinya tidak lain yaitu sebagai mubayyin dari al-Qur’an yang mana merupakan sumber rujukan dari hukum islam. Dari keduanya tersebut terkandung berbagai hukum, nasihat, cerita dan lain sebagainya yang tentunya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Seperti halnya mengenai gambaran kehidupan dunia ini.

Berangkat dari kandungan hadis Sunan Abi> Da>wud No Indeks 4775 yang menjelaskan mengenai teladan Rasulullah dalam menyikapi antara kedua pilihan yang berhubungan dengan duniawi. Selain itu juga, dalam hadis tersebut tidak hanya dijelaskan mengenai sikap Rasulullah dalam memilih di antara dua pilihan yang berhubungan dengan duniawi saja. Namun, di dalamnya juga diajarkan mengenai hidup yang sederhana dan tidak berlebihan dalam segala hal.

Fenomena yang sering terjadi, ketika seseorang dihadapkan pada dua pilihan, maka mayoritas memilih yang lebih mudah, ada juga yang memilih yang lebih susah dengan alasan sebuah tantangan agar hidup ini lebih menarik dan berwarna. Namun, Rasulullah sendiri mengajarkan kepada umatnya jika dihadapkan kepada dua pilihan, maka pilihlah yang lebih mudah selama pilihan tersebut tidak mengandung dosa. Alasan Rasulullah memilih yang lebih mudah ialah salah satunya untuk menghindari kategori tabdhi>r dalam segala hal.

Penelitian pada hadis ini menggunakan penelitian kualitatif yang datanya tidak lain bersumber dari pustaka (libraray research). Penjelasan skripsi ini arahnya kepada penelitian kandungan hadis (matn al-h}adi>th). Walaupun arahnya pada matan, dalam skripsi juga mencantumkan penelitian sanad dari berbagai aspeknya, mulai dari ketersambungan sanad, kredibilitas perawi, shadh dan ‘illat.

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah Dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Masalah ... 9

E. Kegunaan Penelitian... 10

F. Kerangka Teori... 10

G. Penegasan Judul ... 11

H. Kajian Pustaka ... 12

I. Metode Penelitian ... 13

(7)

BAB II PERSOALAN DUNIAWI DAN UKHRAWI SERTA HADIS

NABAWI ... 21

A. Kehidupan Duniawi dan Ukhrawi ... 21

1. Terjadinya alam dunia ... 21

2. Gambaran kehidupan dunia ... 24

3. Akhirat dan seluk beluknya ... 27

B. Hadis dan Metode Penelitiannya ... 30

1. Klasifikasi hadis ... 30

2. Kaidah ke-s}ah}i>h}-an hadis ... 35

3. Teori ke-h}ujjah-an hadis ... 41

4. Metode penelitian hadis ... 45

5. Al-Jarh} wa al-Ta’di>l ... 53

6. muta>bi’dan sha>hid ... 55

7. Teori pemaknaan hadis ... 58

BAB III IMAM ABU DAWUD DAN HADIS TENTANG TAKHYI>R RASU>LULLAH ... 62

A. Biografi Imam Abi> Da>wud ... 62

1. Guru-guru dan murid-muridnya ... 64

2. Pandangan ulama terhadap Imam Abu> Da>wud ... 65

3. Kitab Sunan Abi>> Da>wud ... 66

4. Komentar ulama tentang Imam Abi> Da>wud dan Kitab Sunannya ... 69

B. Hadis Tentang Takhyi>r Rasu>lullah ... 70

(8)

D. Skema Sanad Hadis ... 80

E. I’tiba>r al-Sanad ... 95

F. Data Biografi Perawi Hadis Takhyi>r Rasu>lullah ... 96

BAB IV VALIDASI DAN PEMAKNAAN HADIS TENTANG TAKHYI>R RASU>LULLAH NO. INDEKS 4775 ... 102

A. Analisis Hadis dari segi Sanad ... 102

B. Analisis Hadis dari segi Matan ... 110

C. Pemaknaan Hadis Takhyi>r Rasu>lullah ... 117

BAB V PENUTUP ... 122

A. Kesimpulan ... 122

B. Saran ... 123

DAFTAR PUSTAKA ... 124

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bila dunia ini diamati dari ufuk barat sampai ke ufuk timur, dari ufuk utara

sampai ke ufuk selatan, maka akan terlihat betapa dunia penuh dengan isi yang

beraneka ragam jenis dan bentuknya. Itu adalah tumbuh-tumbuhan yang hidup

subur, mulai dari yang kecil hingga yang terbesar, yang hidup di dataran rendah,

dataran tinggi, di tepi pantai, di rawa-rawa, di gunung-gunung, di hutan belantara

dan di tempat-tempat lain yang tak terhitung banyaknya.1

Dari sekian banyaknya dunia beserta isinya itu, pasti terdapat faedahnya,

bukan tidak ada faedahnya. Dari tumbuhan sendiri, dapat dihasilkan

bermacam-macam hasil yang sangat berguna, mulai dari bahan makanan, sayur-sayuran,

bahan bangunan hingga barang-barang yang mahal harganya dan modern di mana

sampai sekarang tetap diusahakan oleh orang-orag ahli untuk memperoleh hasil

yang semaksimal mungkin dari tumbuh-tumbuhan, sungguh merupakan kekayaan

materi tersendiri yang tidak ada harganya.2

Secara sepintas, dunia dan seisinya ini memang penuh dengan segala

macam yang bisa menggiurkan hati manusia, siapa pun itu orangnya. Bahkan di

tempat pelosok sekalipun, orang-orang tetap saja sibuk dengan urusan

keduniaannya dan jarang memperhatikan urusan keakhiratan.

1

Abdul Fatah, Kehidupan Manusia di Tengah-tengah Alam Materi (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), 45.

(10)

2

Ibarat gunung, dunia memang begitu mengasyikkan bila dipandang begitu

saja dari jauh tanpa penelitian lebih dalam. Kelihatan hijau bagai jamrut kemilau

tertimpa sinar matahari. Terasa sangat menyejukkan di sela-sela pemandangan

yang indah. Begitulah dunia ibarat gunung. Namun bila diperhatikan ternyata

gunung itu tidak seindah yang diduga. Banyak jurang-jurang dalam menganga

menanti maut siapa saja yang terperosok ke dalamnya. Orang pasti takut melihat

gunung dari dekat. Gunung itu menipu setiap orang yang melihatnya. Begitu pula

dunia tidak terlihat seperti gunung, bisa menipu dan membujuk orang bila tidak

waspada.3

Jika diperhatikan, orang-orang yang sibuk dengan urusan keduniaanya.

Seperti mereka yang sibuk dengan perniagaan, pertanian, pemerintahan dan

bidang lainnya. Pada awalnya, mereka memang baik cara tindakannya dalam

menangani bidangnya. Akan tetapi, setelah merasa betapa manisnya dunia,

mereka lupa akan tujuan awal mencari dunia pada hakikatnya adalah mencari

keridhoan Allah dalam melaksanakan tugas dan kewajiban.

Sebagai makhluk yang paling mulia, manusia akan mengalami dua fase

kehidupan. Diantaranya adalah kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.

Kehidupan dunia merupakan fase dimana manusia berkewajiban untuk

melaksanakan segalam yang diperintahkan oleh Allah dan meninggalkan segala

yang dilarangnya. Fase kehidupan duniawi ini, dapat diibaratkan sebagai kebun.

Artinya, barangsiapa yang menanam benih maupun apapun, dia akan menuainya

di akhirat.

3

(11)

3

Dalam konteks ini apabila merujuk lebih jauh tentang klasifikasi

kehidupan, terdapat empat tahap kehidupan yang pasti akan dilalui oleh manusia,

yaitu: kehidupan di alam rahim, kehidupan di alam duniawi, kehidupan di alam

kubur dan kehidupan di alam akhirat. Empat tahap kehidupan ini ada yang telah

dilalui oleh manusia dan ada yang belum dilalui. Untuk manusia yang saat ini

masih hidup di dunia, maka setidaknya ia telah melampaui dan sedang mengalami

dua kehidupan yaitu kehidupan rahim dan kehidupan duniawi. Kehidupan rahim

terjadi manakala Allah meniupkan ruh kepada calon bayi yang akan lahir di muka

bumi di saat empat puluh hari di dalam rahim seorang ibu. Pada saat itu, Allah

juga mengikat perjanjian dengan sang jabang bayi untuk senantiasa bertauhid.4

Setelah si jabang bayi lahir ke dunia pada kurun rata-rata sembilan bulan di

kandungan sang ibu, ia adalah manusia yang lahir berproses dan mengalami

kehidupan duniawi.

Adapun sikap manusia terhadap dunia, dalam ilmu tasawuf dikenal dengan

sebutan zuhud (asketisme). Ia merupakan respon hati manusia, bahwa dunia

bukan kesenangan yang terbentang di depan mata, akan tetapi hanyalah sebagai

jalan menuju kehidupan yang lebih senang dan kekal, yaitu kehidupan akhirat.

Rasulullah menggambarkan dunia dalam hadisnya yang berbunyi:

َِا ُلوُسَر َلاَق َلاَق َةَرْ يَرُ ِ َأ ْنَع ِهيِبَأ ْنَع ِ َََعْلا ْنَع يِاْرَواَردلا ِ ْعَ ي ِزيِزَعْلا ُدْبَع اَ َ ثدَح ٍديِعَس ُنْب ُةَبْيَ تُ ق اَ َ ثدَح

ِرِفاَكْلا ُة َ َو ِنِمْ ُمْلا ُنْجِس اَيْ ندلا َملَسَو ِهْيَلَع َُا ىلَص

5

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibn Sa'i>d telah menceritakan kepada kami Abdul aziz al-Dara>wardi> dari Al Ala>` dari ayahnya dari Abu>

4 Sobari, Konsepsi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1988), 57.

(12)

4

Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: Dunia penjara orang mu’mi>ndan surga orang kafir.

Bahkan dalam al-Quran banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan tentang zuhud,

seperti yang tertulis dalam Surat Al Imran Ayat 14:

























Dijadikan indah pula pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik.

Berdasarkan dalil-dalil di atas, dapat disimpulkan, bahwa Allah memang

menghendaki dunia ini dipenuhi dengan segala macam kesenangan yang

menggiurkan, yang menarik pandangan, dan menggoda manusia (sebagai

cobaan).agar seseorang mampu bersabar dan bertahan menghadapi godaannya.

Namun, jika tidak bersabar, seseorang justru terjerumus di bawah kakinya

(menjadi budak dari dunia).6

Sungguh tolak ukur dunia sama sekali berbeda dengan tolak ukur akhirat.

Pasalnya penghuni dunia ini selalu mengukur segala sesuatu dengan yang biasa

tampak oleh mata telanjang berupa apa yang mungkin mereka gapai dan rasakan

di hadapan mereka ketika di dunia. Berbeda dengan urusan akhirat, yang diukur

6

Ibnu Rajab al-H}anbali>,Zuhud Dunia Cinta Akhirat: Sikap Hidup Para Nabi dan

(13)

5

dengan perkara-perkara ghaib yang hanya diketahui oleh orang-orang beriman

melalui penggambaran wahyu.7

Nabi Muhammad adalah sosok manusia yang patut di contoh. Kerana ia

dinyatakan sebagai manusia berakhlak mulia sebagai pengejawantahan kehidupan

zuhud nabi, para hali sejarah mencatat perilaku sehari-harinya. Hampir semua

pengarang yang menulis sejarah hidupnya menceritakan bagaimana kesukaran

rumah tangganya sehari-hari. Bukan saja tidak terdapat perabot-perabot rumah

tangga, keperluan sehari-hari pun jarang terdapat, dan jangankan makanan lezat,

makanan yang biasa sehari-hari pun belum tentu tersedia tiap waktu makan.

Beliau tidur di atas tikar sampai berbekas pada pipinya. Begitupun bahwa

dirumahnya tida terdapat meja makan, sehingga ahli rumahnya terpaksa

menghadapi hidangan makan dengan duduk di atas tanah, ini pun cerita yang

banyak dibaca dalam kitab-kitab sejarah.8

Hidup kerohanian yang semacam ini selain dipraktikan dan diajarkan oleh

Nabi Besar Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya, terdapat pula dalam

kehidupan Nabi-nabi terdahulu. Kesederhanaan dan kesungguhan

memperjuangkan kebaikan seperti ini adalah akhlak yang seharusnya diikuti oleh

para pengikut Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad memberikan suritauladan kepada umatnya untuk

menjalankan kehidupan secara seimbang dalam segala aspek kehidupan, dan aktif

di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Setiap muslim dilarang hidup

7

al-H}anbali>, Zuhud, 135 8

(14)

6

menyendiri. Eksklusif. Sebaliknya, sebagai muslim harus hidup bermasyarakat,

senang bekerja keras untuk mencari bekal hidup di dunia, hasil yang diperoleh

juga diperuntukan memperbanyak amal shaleh, dengan harapan pahalanya bisa

dipetik di akhirat kelak.

Dengan demikian, sebagai Umat Nabi Muhammad SAW, seharusnya lebih

bersikap mawas diri (menjaga diri) atau dalam bahasa fiqh dikenal dengan istilah

-al-Ikhtiya>t}. Sikap tersebut haruslah dipraktikan Umatnya dalam menyikapi

persoalan-persoalan dunia yang dihadapinya.

Sebagaimana Rasulullah ketika menghadapi dua persoalan yang

dihadapkan kepadanya, agar ia memilih salah satu dari persoalan tersebut.

Adapun kedua persoalam tersebut adalah persoalan-persoalan yang berbau urusan

duniawi. Namun, dalam menyikapinya, Rasulullah lebih cenderung memilih hal

yang lebih mudah dari pada yang sulit. Walaupun perkara yang lebih sulit

tersebut mudah untuk diwujudkan.

Fenomena yang sering terjadi dalam masyarakat, biasanya seseorang jika

dihadapi dua persoalan dunia, mayoritas, orang tersebut akan memilih yang lebih

mudah. Namun, di samping itu, beberapa orang juga memilih sesuatu yang lebih

sulit. Sebab, sesuatu tersebut dianggapnya sebagai tantangan agar terbiasa

menghadapi persoalan-persoalan yang sulit dan rumit. Hal ini tentu menarik

dibahas, dikarenakan pada masa kontemporer ini segala sesuatu semakin berubah

seperti teknologi dan lain-lain, tentu sifat manusia dalam menyikapi sesuatu-pun

(15)

7

Mengenai kecenderungan Rasulullah tersebut, penulis akan membahasnya

dalam skripsi dengan menyertakan hadis Sunan Abi Dawud no indeks 4775 yang

berbunyi sebagai berikut:

اَه نَأ اَهْ َع َُا َيِضَر َةَشِئاَع ْنَع َِْْ بزلا ِنْب َةَوْرُع ْنَع ٍباَهِش ِنْبا ْنَع ٍكِلاَم ْنَع َةَمَلْسَم ُنْب َِا ُدْبَع اَ َ ثدَح

اًِْْإ َناَك ْنِإَف اًِْْإ ْنُكَي ََْ اَم اََُُرَسْيَأ َراَتْخا َِإ ِنْيَرْمَأ ِِ َملَسَو ِهْيَلَع َُا ىلَص َِا ُلوُسَر َُِّْخ اَم ْتَلاَق

ََاَعَ ت َِا ُةَمْرُح َكَهَ تْ ُ ت ْنَأ َِإ ِهِسْفَ ِل َملَسَو ِهْيَلَع َُا ىلَص َِا ُلوُسَر َمَقَ تْ نا اَمَو ُهْ ِم ِسا لا َدَعْ بَأ َناَك

اَِِ َِِ ُمِقَتْ َ يَ ف

.

9

Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibn Maslamah dari Malik dari Ibnu Syihab dari Urwah ibn Az Zubair dari 'Aisyah radliallahu 'anha ia berkata, "Tidaklah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diberi dua pilihan kecuali beliau memilih yang paling mudah dari keduanya selama tidak termasuk dosa. Jika hal itu bagian dari dosa, maka beliau adalah orang yang paling menjauhi dosa di antara manusia. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah merasa dendam untuk dirinya kecuali jika itu berhubungan dengan pelanggaran terhadap kehormatan Allah, maka beliau dendam karena Allah".

Alasan penulis memilih kitab Sunan Abi Dawud Karena, dalam kitab

tersebut tidak hanya terdapat hadis-hadis sah}i>h}, tetapi juga terdapat hadis-hadis

selain s}ah}i>h}, seperti hadis hasan, d}a’i>f. Oleh karenanya, kitab Sunan Abi> Da>wud

lebih menarik untuk dijadikan pembahasan dalam skripsi ini. Adapun kitab hadis

lain, seperti kitab S}ah}i>h} al-Bukha>ri> dan lain-lain dijadikan sebagai muta>bi’ dan

shawa>hid semata.

Pembahasan pada skripsi ini, tertuju pada hadis Nabi Muhammad SAW,

karena hadis merupakan sumber hukum kedua dalam islam. Pembahasan dalam

skripsi ini mengenai sikap Rasulullah dalam menghadapi dua persoalan dunia dan

analisis kritik sanad dan matan. Walaupun fokus penulis hanya terhadap makna

(16)

8

dai hadis tersebut, penulis tetatp mencantumkan analisis sanad. Karena sanad dan

matam merupakan kedua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan lagi.

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

Hadis yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah hadis riwayat Ima>m Abi>

Da>wud dalam Kitab Sunan Abi> Da>wud nomor indeks 4775 . Maka dalam skripsi

ini, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang akan dibahas, di antaranya:

1. Persoalan Keduniaan dan sekitarnya.

2. Gambaran mengenai kitab Sunan Abi> Da>wud beserta pengarangnya (Ima>m

Sulaiman ibn al-Ash’as ibn Isha>q ibn Basyi>r ibn Syida>d ibn Amr Azdi

al-Sijistani).

3. Kualitas hadis dalam kitab Sunan Abi> Da>wud nomor indeks 4775.

4. Kehujjahan hadis dalam kitab Sunan Abi> Da>wud nomor indeks 4775.

5. Pemaknaan Takhyi>r Rasulullah dalam kitab Sunan Abi> Da>wud nomor indeks

4775.

Agar mendapat hasil penelitian yang maksimal, diperlukan adanya batasan

masalah untuk meghindari perluasan dalam penelitian, dengan demikian penulisan

skripsi ini bisa terfokus pada batasan masalah yang ingin dibahas. Dari beberapa

masalah yang sudah teridentifikasi, peneliti membatasi pada 3 permasalahan,

(17)

9

1. Bagaimana kualitas hadis tentang Takhyi>r Rasu>lullah dalam kitab Sunan Abi>

Da>wud nomor indeks 4775 ?

2. Apa makna Takhyi>r Rasu>lullah dalam kitab Sunan Abi> Da>wud nomor indeks

4775 ?

3. Mengapa Nabi SAW lebih cenderung memilih hal yang lebih mudah dalam

dua persoalan duniawi ?

C. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah di atas, peneliti dapat merumuskan beberapa

permasalahan untuk memperkuat fokus penelitian ini, di antaranya:

1. Bagaimana kualitas hadis tentang Takhyi>r Rasu>lullah dalam kitab Sunan Abi>

Da>wud nomor indeks 4775 ?

2. Apa makna Takhyi>r Rasu>lullah dalam kitab Sunan Abi> Da>wud nomor indeks

4775 ?

3. Mengapa Nabi SAW lebih cenderung memilih hal yang lebih mudah dalam

dua persoalan duniawi ?

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai

beberapa tujuan, di antaranya:

1. Mengetahui kualitas hadis Takhyi>r Rasu>lullah itu sendiri dalam hadis Sunan

(18)

10

2. Memahami makna Takhyi>r Rasu>lullah itu sendiri dalam hadis Sunan Abi>

Da>wud nomor indeks4775.

3. Memahami alasan Nabi SAW dalam memilih hal yang lebih mudah dalam dua

persoalan duniawi.

E. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini mempunyai kegunaan secara praktis dan teoritis.

Adapun kegunaan tersebut ialah sebagai berikut:

1. Kegunaan secara teoritis

Menambah wawasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya dalam penleitian hadis yang terkait dengan penelitian sanad dan

matan hadis serta menambah pemahaman tentang metode pemaknaan hadis

sehingga bisa menginterpretasikan hadis sesuai pemaknaan yang semestinya.

2. Kegunaan secara praktis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai ilmu penegtahuan

yang memberikan informasi yang valid sehingga kualitas hadis tidak

diragukan dan bisa dipakai sebagai rujukan karya tulis ilmiah dan sebagainya.

Serta memberikan informasi tentang pemaknaan hadis konsep zuhud

rasulullahpaling sesuai.

F. Kerangka Teori

Teori yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan kajian keilmuan

(19)

11

mengetahui integritas dan tingkat intelektualitas perawi, serta untuk mengetahui

validitas periwayatan hadis dari guru kepada muridnya.

Disamping itu, peneliti juga menggunakan kajian ma‘a>ni al-H}adi>th (teori

pemaknaan hadis) yang meggunakan pendekatan kebahasaan dan historis hadis

yang mana kajian ini merupakan tujuan utama dari pembahasan dalam skripsi ini.

Manfaat dari ilmu ini juga, bisa memahami maksud lain yang tertulis dalam hadis.

Ma‘a>ni al-H}adi>th yang penulis sertakan dalam skripsi ini, cenderung pada tulisan

M. Syuhudi Ismail, yaitu buku Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual:

Telaah Maani Hadis Tentang Ajaran Islam yan Universal, Temporal dan Lokal.

G. Penegasan Judul

Ketidakjelasan maksud dari suatu judul skripsi akan mengakibatkan

kesalahpahaman dan timbul pengertian yang tidak utuh dan kabur, bahkan

kebnyakan orang menjadi salah tafsir, maka dari itu untuk memperjelas dan

mempertegas dari skripsi dengan judul Kecenderungan Nabi SAW Memilih

Yang Lebih Mudah Tentang Dua Persoalan Duniawi (Hadis Sunan Abi> Da>wud

No. Indeks 4775) bahwa penulis perlu untuk menguraikan kata perkata,

sehingga nantinya akan lebih mudah untuk difahami, dengan uraian sebagai

berikut:

Kecenderungan : agak miring; tidak tegak lurus;

condong; menrauh minat.

(20)

12

(hati); kesudian’ keinginan

(kesukaan) akan.10

Memilih Hal yang Lebih Mudah : dua persoalan yang sama

derajatnya, namun hanya berbeda

pada tingkat kemudahan dan

kesulitannya

Sunan Abi> Da>wud : merupakan kitab hadis karangan

Imam Abi Dawud

Dari penjelasan per-kata judul skripsi di atas, dapat diambil garis besar,

bahwa maksud dari “Kecenderungan Nabi SAW Memilih Hal yang Lebih Mudah Tentang Dua Persoalan Duniawi (Hadis Sunan Abi> Da>wud No. Indeks 4775)”, berbicara mengenai kecenderungan (dalam artian Kecondongan) Nabi Saw. dalam

memilih dua persoalan dunia yang dihadapinya. Dua persoalan tersebut sama

derajatnya, hanya berbeda pada tingkat kemudahan atau kesulitannya saja. Hal ini

sebagaimana yang tercantun jelas dalam hadis yang akan dibahas dalam skripsi

ini.

H. Kajian Psutaka

Setelah menelusuri berbagai data yang terkait dalam penelitian ini, baik

buku maupun skripsi, yaitu sebagai berikut:

1. Skripsi karangan Siti Chaniyah dengan Judul Kedudukan Manusia Dalam

Alam Dunia Dan Alam Akhirat. Skripsi ini menjelaskan kedudukan manusia itu

10

(21)

13

sendiri dalam alam dunia dan alam akhirat yang dikaji melalui kajian

penafsiran Ahmad Musthafa al-Maraghi, M. Quraish Shihab dan lain-lain.

Penekanan pembahasan pada skripsi ini tertuju pada pentingnya memupuk

peran-peran manusia sebagai hamba sekaligus sebagai khalifah. Skripsi ini

ditulis pada tahun 2007 dengan ketebalan 55 halaman.

Setelah mencari ke beberapa perpustakaan khususnya perpustakaan UIN

Sunan Ampel baik pusat maupun Pascasarajana dan mencari di perpsutakaan

fakultas ushuluddin satu persatu, penulis tidak menemukan karya baik berupa

skripsi, tesis, maupun desertasi yang membahas materi yang penulis kaji dalam

tulisan ini. Penulis juga mencoba mencari di beberapa perpustakaan lain baik

dalam maupun di luar kota tetapi penulis juga belum menemukan. Artinya, tidak

ada karya yang secara mandiri membahas tentang materi hadis tentang

kecenderungan pilihan Nabi SAW.

Karya-karya yang ada masih membaur dalam berbagai kajian baik di

kitab-kitab tafsir, hadis, dan fiqih, masih ada dalam bentuk area yang sangat luas

dan masih jauh dari apa yang dibahas dari penelitian ini, yang lebih fokus dan

dikhususkan pada materi hadis tentang kecenderungan pilihan Nabi SAW dalam

hal yang paling mudah.

I. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu prosedur

(22)

14

lisan dari suatu objek yang dapat diamati dan diteliti.11 Di samping itu,

penelitian ini juga menggunakan penelitian library research (penelitian

perpustakaan), dengan mengumpulkan data dan informasi dari data-data

tertulis baik berupa literatur berbahasa arab maupun literatur berbahasa

indonesia yang mempunyai relevansi dengan penelitian.

2. Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini, bersumber dari dokumen

perpustakaan tertulis, seperti kitab, buku ilmiah dan referensi tertulis lainnya.

Data-data tertulis tersebut terbagi menjadi dua jenis sumber data. Yaitu

sumber data primer dan sumber data sekunder, yaitu:

a. Sumber data primer merupakan rujukan data utama dalam penelitian ini,

yaitu:

1) Sunan Abi> Dawud. Kitab Hadis Nabawi karangan Ima>m Sulaima>n ibn

al-Ash’ash ibn Ish}a>q ibn Bashi>r ibn Syida>d ibn Amr Azdi>

al-Sijistani>.

b. Sumber data sekunder, merupakan referensi pelenkap sekaligus sebagai

data pendukung terhadap sumber data primer. Adapun sumber data

sekunder dalam penelitian ini diantaranya:

1) ‘Au>n al-Ma’bu>d, Sharh} dari kitab Sunan Abi> Da>wud karangan Abi>

al-T}ayyib Muhammad shamsh al-Haq al-‘Az}i>m a>ba>di>

11

(23)

15

2) Sah}i>h} Muslim, Vol 2, karya Muslim ibn H}ajj>aj Abu> H}asan

al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri

3) Sah}i>h} al-Bukha>ri>, Vol. 2, karya ’Muhammad ibn Isma>’i>l Abu> Abdillah

al-Ju’fi

4) Fath} al-Ba>ri> fi Sharh} Sah}i>h} al-Bukha>ri>, kitab syarah karangan Ibn

H}ajr al-‘Asqola>ni>.

5) al-Muwat}t}a, Vol. 2, karya Imam Ma>lik ibn Anas

6) Musnad Ima>m Ah}mad ibn H}anbal, Vol. 6, karya Imam Ahmad ibn

Hanbal

7) Sharh} al-Muwat}t}a, karya Imam al-Zarqoni>

8) ‘Mu’jam al-Mufahras li alfa>z} al-Hadi>th, karya A. J. Wensinck

9) Metodologi Rijalil Hadis, karya Suryadi

10)Metode Krtitik Hadis, Karya M. Abdurrahman dan Elam Sumarna

11)Metode Takhrij Penelitian Sanad Hadis, karya Mahmud al-Thahan

12)Telaah Matan Hadis: Sebuah Tawaran Metodologis karya M. Zuhri

13)Kritik Hadis: Pendekatan Historis Metodologis, Karya Umi

Sumbullah

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkip, skripsi, buku, dan sebagainya.12

12

(24)

16

4. Langkah-langkah Penelitian

Dalam penelitian hadis, diperoeh tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Takhri>j

Berdasarkan metode Takhri>j, peneliti berusaha menelusuri asal

hadis secara lengkap, dari segi matan dan keadaan sanadnya dengan

lengkap. Kegiatan dalam penelitian ini dengan melakukan penelusuran

dari kata kunci dari sebagian matan hadis yang bisa dicari dengan Mu’jam

al-Mufahras li Alfa>z} al-H}adi>th karya A. J. Wensinck.13 Takhri>j al-H}adi>th

ini merupakan suatu pekerjaan yang cukup melelahkan, karena jarus

membongkar seluruh kitab hadis yang terkait. Jadi harus dihadapi dengan

kesabaran, ketekunan dan kemauan yang keras. Tanpa ini, semua sulit

dihasilkan dari yang diinginkan.

Adapun faedah dari takhri>j al-H}adi>th ini antara lain:

1) Akan dapat banyak sedikitnya jalur periwayatan suatu hadis yang

sedang menjadi topik kajian.

2) Dapat diketahui kuat dan tidaknya periwayatan. Makin banyaknya

jalur periwayatan akan menambah kekuatan riwayat. Sebaliknya

tanpa dukungan periwayatan lain, berarti keuatan periwayatan tidak

bertambah.

3) Kekaburan suatu periwayatan dapat diperjelas dari periwayatan jalur

isna>d yang lain, baik dari segi ra>wi>, isna>d maupun matn al-h{adith.

13

(25)

17

4) Dapat diketahui persamaan dan perbedaan atau wawasan yang lebih

luas tentang berbagai periwayatan dan beberapa hadis yang terkait.14

b. I‘tiba>r

I’tiba>r hadis dalam istilah ilmu hadis adalah menyertakan

sanad-sanad lain untuk suatu hadis tertentu, yaitu hadis itu pada bagian

sanadnya tampak hanya seorang perawi saja.15 Kegiatan in dilakukan

untuk mengetahui jalur-jalur sand-sanad hadis dari nama-nama perawi

serta metode periwayatan yang dipakai oleh setiap perawi.

c. Penelitian Sanad

Setelah melakukan takhri>j dan ‘itibar, langkah selanjutnya adalah

kritik sanad. Dalam hal ini penulis melakukan penelitian, dan penelusuran

sanad hadis tentang individu perawi dan proses penerimaan hadis dari

guru mereka masing-masing dengan berusaha menemukan kekeliruan dan

kesalahan dalam rangkaian sanad untuk menemukan kebenaran, yaitu

kualitas hadis itu sendiri.

Dalam penelitian sanad, digunakan metode krtik sanad dengan

pendekatan keilmuan Tari>kh al-Ruwa>h dan Jarh} wa al-Ta‘di>l.16

Peneliti

berusaha mengetahui kualitas suatu hadis dengan memenuhi syarat

tertentu sehingga bisa diterima atau ditolak. Jika suatu hadis memeiliki

ketersambungan sanad antara peraw-perawinya, periwayatnya bersifat

14

Ahmad Husnan, Kajian Hadis Metode Takhrij (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1993), 107. 15

M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: PT Bulan bintang, 1992), 51.

(26)

18

‘a>dil dan d}abit} serta terhindar dari shadh dan ‘illat, maka sanad hadis

tersebut sudah memenuhi syarat dan dapat diterima.

d. Penelitan Matan

Melalui penelitian matan, peneliti mengkaji dan menguji

keabsahan matan hadis, dengan memastikan matan hadis tersebut sesuai

atau bertentangan dengan ayat al-Quran, logika, sejarah, dan hadis yang

bernilai sahih atau lebih kuat kualitasnya.

5. Metode Analisis Data

Metode Analisis Data berarti menjelaskan data-data yang diperoleh

melalui penelitian. Dari penelitian hadis yang secara dasar terbagi dalam dua

komponen, yakni sanad dan matn, maka analisis data hadis akan meliputi

dua komponen tersebut.

Dalam penelitian sanad, digunakan metode kritik sanad dengan

pendekatan keilmuan rija>l al-h}adi>th dan al-jarh} wa al-ta'di>l, serta mencermati

silsilah guru-murid dan proses penerimaan hadis tersebut (tahammul wa

al-ada>' ). Hal itu dilakukan untuk mengetahui integritas dan tingkatan

intelektualitas seorang periwayat serta validitas pertemuan antara guru dan

murid dalam periwayatan hadis.

Dalam penelitian matan, analisis data akan dilakukan dengan

menggunakan analisis isi (content analysis). Pengevaluasian atas validitas

matan diuji pada tingkat kesesuaian hadis (isi beritanya) dengan penegasan

(27)

19

lain yang bermutu s}ah}i>h} serta hal-hal yang diakui oleh masyarakat umum

sebagai bagian dari integralitas ajaran Islam.17

Dalam hadis yang akan diteliti ini, pendekatan keeilmuan yang

digunakan untuk analisis ini adalah ‘ilm al-ma’a>ni al-Hadi>th ynag digunakan

dalam memahami arti ma’na yang terdapat dalam matan hadis. Sehingga

dalam analisis ini akan diperoleh pemahaman suatu hadis yang

komprehensif.

J. Sistematika Pembahasan

Sebuah karya ilmiah, agar mudah difahami oleh khlayak pembaca walaupun

bukan bidang ahlinya. Maka dalam penyusunannya, penulis menbagi

pembahasannya kedalam beberapa bab. Masing-masing bab memiliki sub bab

memiliki sub bab tersendiri yang sistematis. Maka format pembahasan akan

dijabarkan berdasarkan pokok-pokok bahasan sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan bab yang paling berisikan pendahuluan. Adapun

sub bab-sub babnya, di antaranya, latar belakang, identifikasi masalah dan batasan

masalah, rumusan masalah, tujuan masalah, kegunaan penelitian, kerangka teori,

penegasan judul, kajian pustakam metode penelitina, dan diakhiri dengan

sistematika pembahasan.

Bab kedua, merupakan bab yang menerangkan landasan teori yang

berfungsi sebagai pengantar pembaca dalam memahami beberapa terminologi

yang sukar difahami atau asing bagi pembaca. Adapun susnan pada bab ini di

(28)

20

antaranya membahas mengenai persoalan duniawi dan ukhrawi dan yang tareakhir

membahas sepuar hadis dan metode penelitiannya.

Bab ketiga, merupakan bab yang berisi data yang dibahas dalm skripsi ini.

Adapun isi dari bab ini mengenai biografi Imam Abu Dawud, data hadis yang

dibahas, takhri>j h}adi>th, skema sanad hadis dari masing-masing mukharrij

al-h}adi>th, I’tibar al-sanad (gabungan seluruh sanad hadis yang dibahas dari

beberapa kitab hadis yang mencantumkan hadis tersebut), dan terakhir mengenai

biografi perawi Sunan Abu Dawud.

Bab keempat, merupakan bab utama atau intisari dari skripsi ini yang

menyertakan analisa dari seluruh pembahasan skripsi ini. Analisis pertama

membahas analisis dari segi sanad yang menjelaskan kritik sanad dengan cara

meneliti ke-muttas}il-an sanad, meneliti kredibilitas perawi hadis, meneliti ‘illat,

meneliti kejanggalan dalam sanad. Kedua, menyertakan analisis dalam matan

yang menelaah matan dari berbagai penelitiannya. Ketiga, menganalisa

kandungan hadis sendiri dengan menyertakan sharah} dari matan hadis, penjelasan

dari beberapa buku yang membahas hal yang serupa serta mencantumkan analisis

pribadi.

Bab kelima, merupakan final dari pembahasan skripsi ini yang mencakup

beberapa kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut merupakan jawaban dari

beberapa rumusan masalah pada bab pendahuluan, dan yang terakhir, penulis

menyertakan saran sebagai masukan dari pembaca agar penelitian ini dapat

(29)

BAB II

PERSOALAN DUNIAWI DAN UKHRAWI SERTA HADIS

NABAWI

A.Kehidupan Duniawi dan Ukhrawi

1. Terjadinya Alam Dunia

Asal mula alam semesta, tentunya telah didiskusikan sejak sekian lama.

Menurut sejumlah kosmologi awal dalam tradisi Hebron/Kristen/Islam, alam

semesta berawal pada saat yang terhingga, pada waktu tidak begitu lampau di

masa lalu. Satu alasan atas permulaan seperti itu adalah perasaan bahwa untuk

menjelaskan tentang eksistensi alam semesta dieprlukan adanya penyebab

pertama.1

Kosmologi, ilmu tentang sejarah, struktur, dan cara kerja alam semesta

secara keseluruhan, telah berkembang selama ribuan tahun dalam beberapa

bentuk: bersifat mitologi dan religious, mistis dan filosofis, bersifat astronomis.

Orang-orang Babilon dan Mesir Kuno, yang membangun sistem mereka dari

campuran mitos terletak di dasarnya. Gunung-gunung di penjuru bumi

menopang langit yang ada di atasnya. Sungai Nil, yang mengalir di

tengah-tenagh bumi, merupakan cabang dari sungai yang lebih besar yang mengalir di

sekitar bumi. Di sungai ini berlayarlah perahu Dewa Matahari, yang melakukan

perjalanan hariannya. Konsep Mesopotamia menganggap alam semesta

1

(30)

22

berbentuk kubah yang berisi cakram datar bumi yang dikelilingi oleh air. Air

juga membentuk langit di atas kubah; di tempat tersebut pula tinggal para

dewa, matahari, dan benda-benda angkasa lainnya. Mereka muncul setiap hari

dan mengatur segala yang terjadi di atas bumi. Lintasan mereka yang teratur di

langit dipercaya dalam menentukan nasib manusia.2

Argumen lain dikemukakan oleh St. Augustine dalam bukunya, The City

of God. Ia menegaskan bahwa peradaban umat manusia mengalami kemajuan,

dan harus diingat siapa yang membuat segala sesuatu itu terjadi atau siapa yang

membangun mekanisme tersebut. Dengan demikian, manusia, dan mungkin

juga alam semesta tidak selamanya berada. Terlepas dari hal tersebut, manusia

telah membuat cukup banyak kemajuan.3

St. Augustine menerima tahun 5.000 S.M sebagai hari penciptaan alam

semesta sesuai dengan kitab Genesis (Kitab Kejadian). Ini menarik bahwa

masa ini tidak begitu jauh dengan zaman es terakhir, sekitar 10.000 tahun

sebelum masehi, ketika perdaban benar-benar dimulai. Aristoteles dan sebagian

filsuf Yunani yang lain, sebaliknya, tidak suka dengan gagasan tentang

penciptaan, sebab hal ini mejadi suatu kejadian yang terlalu melibatkan campur

tangan Tuhan. Mereka telah memeprtimbangkan alasan tentang kemajuan yang

dideskripsikan lebih awal, dan dijawab dengan mengatakan bahwa telah ada

2

Howard R. Turner, Sains Islam Yang mengagumkan: Sebuah Catatan Terhadap Abad

Pertengahan, Terj: Zulfahmi Andri, (Badnung: Nuansa, 2004), 47.

3

(31)

23

banjir secara periodik atau bencana lain yang secara periodik menyusun ulang

peradaban manusia kembali pada awal peradaban.4

Ketika sebagian besar orang percaya pada alam semesta yang tidak

berubah dan benar-benar statis, pertanyaan tentang apakah alam semesta itu

mempunyai permulaan atau tidak, benar-benar menjadi sebuah pertanyaan

metafisika atau teologi. Orang dapat memberikan penjelasan tentang apa yang

telah diamati dari kedua cara. Apakah alam semesta disusun dalam proses yang

berjalan pada saat yang terhingga, sehingga menjadi seperti orang

memandangnya bahwa alam semesta ini telah ada selamanya. Namun pada

tahun 1929, Edwin Huble melakukan sebuah observasi yang sangat penting

bahwa dilihat dari sudur manapun, bintang yang jauh akan terlihat bergerak

menjauh dengan kecepatan yang tinggi. Dengan kata lain, alam semesta ini

mengembang, ini berarti bahwa pada awalnya benda-benda bersama-sama

berada pada jarak yang sangat dekat. Dalam kenyataannya, tampak terdapat

suatu masa sekitar sepuluh atau dua puluh milyar tahun yang lalu ketika

benda-benda tersebut semuanya benar-benar berada pada suatu tempat.5

Penemuan ini akhirnya membawa pertanyaan tentang asal mula alam

semesta ke dalam dunia sains. Obesrvasi yang dilakukan Hubbel menyatakan

bahawa ada suatu saat yang dinamakan dentuman besar (Big Bang) ketika alam

semesta berada dalam ukuran yang sangat kecil tidak terhingga dan pada

kerapatan yang tidak terhingga. Jika terdapat kejadian-kejadian lebih awal dari

pada saat dentuman besar itu, maka kejadian-kejadian itu tidak dapat

4

(32)

24

mempengaruhi apa yang telah terjadi pada saat ini. Keberadaannya tidak akan

memilki konsekuensi-konsekuensi obsevasional.6

Sebagai gambaran, bahwa alam dunia (semesta) ini asalnya merupakan

satu-kesatuan yang kemudian berpisah dengan terjadinya dentuman besar yang

dinamakan oleh para kosmolog sebagai Big Bang. Teori yang sampai sekarang

masih dipegang teguh oleh semua orang. Dengan demikian, penciptaan alam

semesta ini membutuhkan suatu proses yang sangat lama hingga bisa menjadi

seperti apa yang ditempati manusia sekarang ini.

2. Gambaran Kehidupan Dunia

Setelah membahas mengenai bagaimana bumi ini diciptakan dengan

meggunakan pendekatan ilmu kosmologi dari cabang sains. Selanjutnya, akan

terasa lebih lengkap dengan adanya pembahasan mengenai gambaran

kehidupan di dunia ini melalui pendekatan Agama.

Adapun perumpaman kehidupan dunia sebagaimana yang digambarkan

Allah dalam al-Quran Surat Yunus ayat 24, sebagai berikut:

                                                              

Sesungguhnya permisalan kehidupan dunia ini tidak lebih seperti air yang kami turunkan dari langit, lalu ia bercampur dengan tetumbuhan yang kemudian dimakan oleh manusia dan hewan melata. Hingga apabila bumi itu telah semourna keindahannya, dan memakai perhiasannya dan pemilik-pemiliknua mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab

6

(33)

25

kami di waktu malam atau siang, lalu kami jadikan laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, sekan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan kepada orang berfikir

.

Ayat ini menerangkan sifat kehidupan dunia dan perumpaman yang

tepat ditinjau dari segi kefanaannya, seperti lenyapnya suatu harapan yang

mulai timbul pada diri seseorang. Sifat dunia seperti ini disamakan dengan

air hujan yang diturunkan Allah dari langit. Dengan adanya air, tumbuhlah

beraneka macam tanaman dan tumbuhan, yang beraneka rupa dan berlainan

rasa yang menjadi makanan bagi manusia dan binatang. Lalu permukaan

bumi ditutupi oleh keindahan pemandangan dari pohon-pohon yang

menghijau, yang dihiasi oleh bunga dan buah-buahan yang beraneka warna.

Pada saat itu timbullah harapan dan dan cita-cita manusia yang mempunyai

kebun itu, seandainya tumbuh-tumbuhan itu berbuah dan bisa dipetik di

tengah harapan yang demikian datanglah malapetaka yang memusnahkan

tumbuh-tumbuhan dan pepohonan itu, sehingga bumi yang berhiaskan

pohon yang beraneka warna itu tiba-tiba menjadi datar dan rata seakan-akan

belum pernah ditumbuhi apapun. Pada saat itu, sirnalah harapan dan

cita-cita itu sebagaimana kehidupan dan kesenangan duniawi yang dapat pula

sirna seketika.7

Ini merupakan sebuah penggambaran kehidupan dunia yang hakiki

tentang bagaimana kehidupan dunia yang fana ini sesungguhnya. Seperti

itulah kehidupan dunia. Ketika manusia memiliki kenikmatannya, ia pun

7

(34)

26

lupa untuk melihat kenikmatan yang jauh lebih abadi, nikmat dan indah

darinya.8

Para penempuh kehidupan dunia mengira bahwa kekuatan merekalah

yang menyebabkan tetumbuhan itu tumbuh dan berbunga. Keinginan

merekalah yang menyebabkan tetumbuhan itu berhias, dan merekalah yang

mengatur itu semua tanpa ada satupun yang dapat mengubahnya.9

Lalu tiba-tiba, di tengah aroma kegembiraan itu, di sela ketenangan

itu, di saat mereka larut dalam pendangan seperti itu, tiba-tiba datanglah

kepada mereka azab di waktu siang atau malam dan tanaman-tanaman itu

dijadikan laksana tanaman-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum

pernah tumbuh kemarin.10

Seperti itulah kehidupan dunia di mana banyak manusia tenggelam.

Hingga mereka melalaikan akhirat hanya untuk mereguk sedikit bagian dari

dunia itu. Kehidupan dunia yang fana inilah jika ditimbang dan nilainya di

sisi Allah dianggap sama berharganya dengan sehelai sayap nyamuk. Maka

tidak ada seorang kafirpun yang akan diberikan kesempatan untuk

meminum seteguk air pun darinya.11

Kehidupan dunia beserta segala hal yang menggiurkan ini, merupakan

perkara yang tidak abadi, berbeda dengan kehidupan di akhirat kelak. Maka

8 Amir Sa’id al

-Zaibary, Karena Dunia Ini Tak Abadi: Esai-esai Perenungan Untuk

Kembali ke Jalan Allah, terj: Abul Miqdad al-Madany (Jakarta: Dar Ibn Hazm, 2008), 2.

9 Ibid. 10

Ibid. 11

(35)

27

hendaknya bagi seorang muslim, untuk tidak menjadi hamba dari dunia

yang fana ini, akan tetapi hendaknya ia menjadi tuan dari dunia itu sendiri.

3. Akhirat dan Seluk Beluknya

Perbedaan dunia dan akhirat, diantaranya, ditandai dengan waktu dan

tempat berlangsungnya. Dari segi waktu, alam dunia adalah alam kehidupan

yang terjadi lebih dahulu. Dalam istilah bahasa, kata dun-yan juga berarti

dekat. Artinnya, kehidupan yang dekat yang sedang dialami manusia sekarang

ini. Sedangkan akhirat adalah kehidupan yang terkahir atau lebih akhir dari

pada dunia sekarang. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa kehidupan

akhirtat memang adalah kehidupan yang finla, tidak ada lagi kehidupan

sesudah itu.12

Secara terminologi waktu, Allah memang mengatakan bahwa manusia

memang melewati beberapa tahapan kehidupan. Pertama, adalah suatu waktu

ketika manusia belum berwujud apa-apa. Allah mengatakan sebagai bentuk

yang belum bisa disebut. Boleh jadi, ini menunjuk kepada bahan-bahan dasar

tubuh manusia di dalam tanah. Pada waktu itu, manusia memang belum ada

bentuk sedikit pun. Seluruh bahan dasarnya tersebar di seantero permukaan

bumi atau bahkan di udara bebas berupa gas. Kehidupan tahap pertama itu

diakhiri saat sperma seorang laki-laki bertemu dengan ovum dari seseorang

perempuan. Sejak terjdainya pembuahan itulah, maka proses penciptaan

terjadi, dan sejak saat itu pula manusia memasuki kehidupan tahap kedua.13

12

Agus Mustofa, Ternyata Akhirat Tidak Kekal (Sidoarjo: Padma Padang Mahsyar, 2004), Cet V, 76.

(36)

28

Tahap kedua, dimulai dengan terjadinya pembuahan (yaitu bertemunya

sperma sang ayah dengan ovum sang ibu), sampai terjadinya kelahiran

seseorang manusia. Ini adalah ketika manusia berproses di dalam rahim. Saat

itu Allah menciptakannya lewat proses kehamilan. Di sini Allah semakin

banyak bercerita tentang proses penciptaan itu.14

Tahap ketiga, adalah kehidupan di alam dunia. Kehidupan ini didahului

oleh kelahiran seorang bayi, dan diakhiri dengan kematiaannya. Inilah drama

kehidupan manusia, di mana diharuskan melakukan berbagai kebajikan dan

menjauhi maksiat. Segala apa yang dilakukan akan membawa dampak pada

kehidupan berikutnya, yaitu alam akhirat.15 Setelah manusia meninggal dan

dikubur, maka setelah terjadinya kiamat, manusia akan dibangkitkan kembali

untuk menjalani proses kepada kehidupam akhirat.

Setelah manusia di bangkitkan kembali dari alam kubur masing-masing,

mereka diperintahkan untuk menuju mahshar. Penderitaan dan kesusahan

makin memuncak atas semua manusia yang menunggu di tempat perhentian

(mahshar) maka Rasulullah telah bersyafaat memohon dari Allah agar

berkenan memutuskan perkara hamba-hambanya serta melepaskan mereka dari

keadaan yang kritis itu. Setelah itu, semua makhluk dibawa menghadap Allah,

di antara mereka ada yang tidak dihisab sama sekali, dan mereka itulah

orang-orang yang didahulukan masuk surga dan adapula yang dihisab secara ringan

sekali, dan ada pula yang dihisab dengan amat teliti. Kemudian setiap orang

14

Ibid, 77. 15

(37)

29

akan menerima buku catatannya. Ada yang menerima dari sebelah kanan, ada

yang dari sebelah kiri, dan ada yang dari belakang mereka.16

Sesudah itu mizan akan ditegakkan untuk menimbang semua amalan

manusia. Segala kebajikan dan kejahatan ditimbang dengan seadil-adilnya.

Siapa yang kebajikannya lebih berat dari kejahatannya, niscaya dia beruntung

dan bahagia, siapa yang kejahatannya lebih berat dari keabajikannya, niscaya

dia kecewa dan rugi.17

Selanjutnya s}ira>t} pun dibentangkan di atas jahannam lalu semua manusia

diperintahkan untuk melintasinya. Diriwayatkan bahwa s}ira>t} itu lebih tajam

dari pedang licin menggelincirkan. Manusia melaluinya bersama amalan

masing-masing. Siapa yang sempurna imannya dan bersegera mengerjakan

ketaatan kepada Allah, maka mudahlah ia melalui s}ira>t}.18

Manusia kemudian akan mengahampiri h}awd} Rasulullah SAW. Untuk

meminum airnya yang akan menhilangkan segala haus dan dahaga. Air h}awd}

itu lebih putih dari pada susu, lebih wangi dari pada kasturi dan lebih manis

dari pada madu. Mengalir melalui dua saluran yang berasal dari telaga

kawshar. Panjang dan lebarnya sejauh perjalanan satu bulan, di sekitarnya

terdapat sejumlah bintang-bintang di langit, siapa yang meminum seteguk saja,

maka ia tidak akan merasakan dahaga sama sekali sesudah itu.19

16Saifuddin, Memahami Hadis Eskatlogi Dalam Kitab Ja>mi’ al-T}urmu>dzi> (Yogyakarta:

(38)

30

Para ulama berbeda pendapat, apakah h}awd} itu sesudah s}ira>t dan

sebelum masuk surga atau sebelum mi>za>n dan s}ira>t}. Semuanya adalah

mungkin. 20 Namun, perbedaan ulama mengenai hal tersbut tidak menjadi

sebuah persoalan yang continue dibahas.

B.Hadis dan Metode Penelitiannya

1. Klasifikasi Hadis

Hadis itu terdiri dari yang diterima dan yang ditolak. Ini merupakan

pembagian hadis secara garis besar. Tetapi para ahli hadis membagi hadis

dalam tiga bagian. Pertama, hadis s}ah}i>h}. Kedua, hadis h}asan. Ketiga, hadis

d}a’i>f.. setiap hadis tidak bisa dikeluarkan dari pengelompokan tersebut.

Menurut pendapat pertama, hadis h}asan jelas termasuk salah satu

kelompok dari kedua bagian tersebut. Adakalanya termasuk hadis s}ah}i>h}

seperti yang dikutip oleh al-Dhahabi> dari Imam Bukhari dan Muslim, dan

adaklanya pula termasuk hadis d}a’i>f yang tidak boleh diamalkan begitu saja,

tetapi menurut Ahmad ibn Hanbal lebih layak untuk diamalkan daripada

qiyas. Adapun berdasarkan pendapat yang kedua, hadis h}asan adalah otonom

yang tidak termasuk hadis s}ah}i>h}, dan tingkatan lebih tinggi daripada hadis

d}a’I>f. 21

Untuk mempermudah pengenalan berbagai macam hadis dilihat dari

keadaan sanad dan matn-nya, maka secara garis besar, hadis diklasifikasikan

menjadi dua macam yaitu klasifikasi hadis ditinjau dari segi kuantitas

20 Ibid. 21

(39)

31

periwayat dan klasifikasi hadis ditinjau dari segi kualitas periwayat.

a. Klasifikasi hadis ditinjau dari segi kuantitas periwayat Ditinjau dari segi

banyak sedikitnya (kuantitas) periwayat yang menjadi sumber berita, hadis

dibagi menjadi dua macam yaitu:

1) Hadis Mutawa>tir

Ditinjau dari segi bahasa, mutawa>tir adalah isim Fa>’il yang

diambil dari kata al-tawa>tur yang berarti al-tata>bu` (berturut-turut),

sebagaimana yang dikatakan oleh al-Lihya>ni>:

ةفطصم ئى َو صعب رثا هضعب ا اذا ئيش كو اطقلاو بَا تارتاوت

22

Sedangkan menurut istilah, hadis mutawatir adalah:

تخ َ نا ىلع هاهت م َا د سلا لوا نم مهلثم نع ب كلا ىلع م طاوت ةااعلا ي عَ هاور ام

د سلا تاقبط نم ةقبط يا عم ا ا

23

Hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak yang mustahil mereka sepakat untuk berbohong, (diriwayatkan) dari periwayat yang banyak pula dari awal sanad hingga akhir sanad dalam semua tingkat

Hadis yang ternasuk kategori ini dikenakan persyaratan yang ketat.

Menurut Ah}mad ‘Umar Ha>shim, bahwa hadis mutawatir harus meme uhi

lima syarat yaitu dari segi sanad, periwayata harus berjumlah banyak,

bersambung dan mustahil menurut akal berkolusi untuk berbuat dusta,

sedangkan dari segi matan, harus hasil tangkapan panca indra seperti

22 Ibn Manz}ur, Lisa>n al-‘Arab, Vol 5 (Beirut: Da>r al-Fikr, 1990), 275.

(40)

32

dilihat, didengar sendiri oleh periwayat, bukan melalui nalar akal.24

2) Hadis a>h}a>d

Kata A>h}a>d adalah jama’ dari kata ahad yang berarti satu atau

tunggal.25 Menurut istilah, Hadis A>h}a>d adalah:

رثكا وا ادحاو يوارلا ناك اوس رتاوتما طورش هيف د وي َام

Hadis yang tidak ditemukan syarat-syarat hadis mutawatir, baik berupa periwayatnya satu orang atau lebih.26

Menurut jumhur ulama bahwa beramal dengan h}adi>th a>h}a>d adalah

wajib selama memenuhi ketentuan-ketentuan h{adi>th maqbu>l.27

b. Klasifikasi Hadis ditinjau dari Segi Kualitas Periwayat

Pada awalnya, hadis hanya dibagi dalam dua kategori yaitu hadis

maqbu>l, hadis yang diterima dapat dijadikan hujjah yakni hadis s}ah}i>h{ dan

hadis Mardu>d, hadis yang ditolak dan tidak dapat dijadikan hujjah yakni

hadis d}a’i>f. Pembagian hadis ditinjau dari segi kualitas periwayat, dibagi

menjadi tiga tingkatan yaitu hadis s}ah}i>h}, hadis h}asani dan hadis d}a’i>f.

Hadis h}asan merupakan istilah yang baru dikenal dan sebagai pencetusnya

yakni Imam al-Tirmi>dhi>.28

Berikut ini adalah penjelasan masing-masing tingkatan hadis sebagai

berikut:

24Ah}mad ‘Umar Ha>shim, Qawa>’id Us}u>l al-H}adi>th (Beirut: Da>r al-Kitab al-Arabi, 1984), 143.

25 Mah}mu>d al-T{ah}h}a>n, Taysi>r Mus}t}alah} al-H{adi>th (Surabaya: Bungkul Indah, 1985), 22 26

Ha>shim, Qawa>’id, 153. 27

al-Khati>b, Ushu>l. 198.

28 Abu> `Abd al-Rahman S{ala>h Ibn Muh}ammad Ibn `Uwayd}ah, Ta`li>q Muqaddimah Ibn

(41)

33

1) Hadis S}ah}i>h}

S}ah}i>h} menurut bahasa adalah ضارمااو بويعلا نم ميلسلا yang berarti

selamat dari berbagai cacat dan penyakit. Kata S}ah}i>h} juga telah menjadi

kosa kata Bahasa Indonesia yang berarti sah, benar, sempurna dan tidak

cacat.29 Menurut istilah, hadis S}ah}i>h} adalah:

نوكي َ و هاهت م َا باضلا لدعلا نع باضلا لدعلا ق ب هاا سا صتا ي لا د سما ييد ا

َلعم َو اذاش اثيدح

30

Hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan d}a>bit} dari periwayat yang adil dan d}a>bit} pula (dari awal) hingga akhir sanad, tidak ada shahdh dan tidak ber-illat. Definisi hadis s}ah}i>h} di atas memberikan pengertian bahwa hadis

s}ah}i>h} harus memenuhi lima syarat, yaitu:

a) Sanad Muttas}il yakni sanadnya harus selamat dari keguguran.

Dengan kata lain, bahwa tiap-tiap periwayat dapat saling bertemu

dan menerima langsung dari guru yang memberinya.31

b) Periwayat yang adil, yang dimaksud dengan adil adalah konsistensi

seorang periwayat dalam melakukan perintah Allah dan menjauhi

larangannya dan konsisten untuk menjaga harga diri.32

c) Periwayat yang d}a>bit}, yang dimaksud adalah kuat ingatannya atau

bagus catatnnya sehingga ia sanggup untuk menghadapkan

29 Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), 849.

30 Muhammad Ibn Muhammad Abu> Shuhbah, al-Wasi>t} fi> `Ulu> m wa Mus}t} alah al-H{adi>th

(Kairo:Dar al-Fikr al-Arabi>, tt.), 225.

31 Fatchur Rahman, Ikhtisar Musthalah al-Hadits (Bandung: PT al-Ma’arif, 1995), 100

(42)

34

(manghadirkan) apa saja yang telah diterima dari gurunya, kapan dan

di mana saja.33

d) Tidak ada shudhu>dh, yang dimaksud adalh kejanggalan yang terletak

pada adanya perlawanan antara hadis yang diriwayatkan oleh

periwayat yang maqbu>l (yang dapat diterima periwayatannya) dengan

hadis yang lebuh ra>jih} (kuat) dari padanya disebabkan dengan

adanya kelebihan jumlah sanad atau kelebihan ke-

d}a>bit}

-an

periwayatnya atau adanya segi-segi

tarji>h}

yang lain.34

e) Tidak ada

‘illat

, yang dimaksud dengan

‘illat

adalah suatu sifat yang samar yang dapat menodai dan membatalkan diterimanya

hadis.35

2) Hadis H}asan

Menurut bahasa, kata h}asan berasal dari kata h}asuna yah}sunu yang

berarti bagus , baik. Sedangkan menurut istilah, hadis h}asan adalah:

ةلعلاو ذو شلا نم ملسو بضلا فيفخ لدع ق ب هد س صتا ي لا ييد ا

36

Hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh beberapa periwayat adil yang kurang ke-d}a>bit}-annya dan selamat dari sha>adhdh dan ‘illat.

Berdasarkan defnisi hadis hasan di atas ini, ternyata antara hadis s}ah}i>h} dan hadis h}asan terdapat kesamaan dalam syarat-syaratnya, kecuali

33 Uwayd}ah, Ta`li>q, 18.

34 Rahman, Ikhtisar, 100.

35 Ibid.

(43)

35

syarat-syarat ke-d}a>bit}-an dalam hadis h}asan lebih ringan dibandingkan

hadis s}ah}i>h}.

3) Hadis D}a’i>f

Pengertian hadis d|}a’i>f sebagaiberikut:

نس ا ييد ا تافص َ و حيحصلا ييد ا تافص هيف عمتج َ ييدح ك

37

Hadis yang di dalamnya tidak terdapat sifat-sifat hadis s}ah}i>h} dan

sifat-sifat hadis h}asan.

Mahmud Yunus dalam kiabnya ‘ilmu al-Must}alah} al-H}adi>th,

memberikan pengertian hadis d}a’i>f sebagai hadis yang tidak bersambung

sanadnya atau dalam sanadnya terdapat orang yang cacat, yang

dimaksud dengan cacat adalah ra>wi> yang bukan islam, belum ba>ligh,

berubah akalnya, tidak dikenal orang, buruk hafalannya, biasa lupa, suka

menyamarkan nama ra>wi>, dituduh dusta, bersifat fa>siq, suka mngerjakan

dosa, dan lain sebagainya.38

2. Kaidah Ke-s}ah}i>h}-an Hadis

Adapun kaidah ke-s}ah}i>h}-an hadis yaitu terletak pada sanad dan matan

hadis, di mana keduanya merupaka dua bagian yang tidak terpisahkan.

Mengenai penjelasannya, sebagai berikut:

a. Kaidah Ke-s}ah}i>h}-an Hadis pada Sanad

1) Sanadnya Bersambung

37 al-Khati>b, Us}u>l, 222.

38 Zainul Arifin, Ilmu Hadis: Historis dan Metodologis (Surabaya: al-Muna, 2012),

(44)

36

Adapun yang dimaksud dengan bersambung sanadnya adalah

bahwa setiap rawi yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari

rawi yang berada di atasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada

pembicara yang pertama.39

Adapun cara mengetahui sebuah hadis yang sanadnya bersambung

atau tidak, biasanya ulama hadis menempuh tata kerja penelitian sperti

berikut:

a) Mencatat semua nama rawi dalam sanad yang diteliti.

b) Mempelajari sejarah hidup masing-masing rawi.

c) Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara para rawi dan rawi

yang terdekat dengan sanad.

Jadi, suatu sanad hadis dapat dinyatakan bersambung apabila:

a) Seluruh rawi dalam sanad itu benar-benar thiqah(a>dil dand}a>bit})

b) Antara masing-masing rawi dan rawi terdekta sebelumnya dalam

sanad itu benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan hadis secara

sah menurut ketentuan tah}ammul wa al-ada’ al-h}adi>th.40

2) Rawinya Bersifat A>dil

Seorang rawi bisa dikatakan adil menurut Ibnu Sam’ani, harus

memenuhi empat kriteria sebagai berikut:

a) Selalu memelihara perbuatan taat dan menjauhi perbuatan ma’siat

b) Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan

santun.

39

al-T{ah}h}a>n, Taysi>r, 34.

(45)

37

c) Tidak melakukan perkara-perkara mubah yang dapat merendahkan

citra diri , membawa kesia-sian, dan menagkibatkan penyesalan.

d) Tidak mengikuti pendapat salah satu madzhab yang bertentangan

dengan syara.41

Sedangkan menurut al-Irsyad, adil adalah berpegang teguh pada

pedoman dan adab-adab syara’. Adapun adil yang dikemukakan oleh al

-Razi adalah tenaga jiwa yang mendorong untuk selalu bertindak takwa,

menjauhi dosa-dosa besar menghindari kebiasaan melakukan dosa-dosa

kecil, dan meninggalkan perbuatan mubah yang dapat menodai muru>’ah

(kehormatan diri), seprti makan di jalan umum, buang air kecil di

sembarang tempat, dan bersandu gurau secara berlebihan.42

Dengan demikian, sifat keadilan mencakup beberapa unsur penting

berikut:

a) Islam. Periwayatan orang kafir tidak diterima. Sebab ia dianggap tidak

dapat dipercaya.

b) Mukallaf. Karenanya, periwayatan dari anak yang belum dewasa,

menurut pendapat yang lebih s}ah{i>h}, tidak dapat diterima. Sebab ia

belum terbatas dari kedustaan. Demikian pula periawayatan orang

gila.

c) Selamat dari sebab-sebab yang menjadikan seseorang fa>siq dan

mencacatkan kepribadian.43

41

Rahman, Ikhtisar, 119. 42

(46)

38

Perlu diketahui, bahwa keadilan dalam periwayatan hadis bersifat

lebih umum daripada keadilan dalam persaksian. Dalam hal persaksian,

dikatakan adil jika terdiri dari dua orang laki-laki yang merdeka.

Sementara itu, dalam periwayatan hadis, cukup seorang perawi saja, baik

laki-laki maupun perempuan, seorang budak ataupun merdeka.44 Hal ini

sebagai penjelasan dan perbedaan mengenai ruang lingkuo adil dalam

istilah hadis dan adil dalam hukum perdata atau pengadilan.

3) D}a>bit}

D}a>bit} adalah orang yang ingatannya kuat. Artinya, yang diingat

lebih banyak dari pada yang dilupa, dan kualitasnya lebih besar daripada

kesalahannya. Jika seseorang memiliki ingatan yang kuat sejak

menerima sampai menyampaikan hadis kepada orang lain dan

ingatannya itu sanggup dikeluarkan kapan pun dan di manapun ia

kehendaki, maka ia layak disebut d}a>bit} al-S}adr (memiliki hafalam hati

yang kuat). Akan tetapi, apabila yang disampaikan itu berdasarkan pada

buku catatannya maka ia disebut sebagai oarng yang d}a>bit} al-Kitab

(memiliki hafalam catatan yang kuat).45

D}a>bit} adalah ibarat terkumpulnya beberapa hal, yakni:

a) Tidak pelupa.

b) Hafal terhadap apa yang dikatakan kepada muridnya, bila ia

memberikan hadis dengan hafalan, dan terjaga kitabnya dari

kelemahan, bila ia meriwayatkan dari kitabnya.

44

Rahman, Ikhtisar, 120. 45

(47)

39

c) Menguasai apa yang diriwayatkan, memahami maksudnya dan

mengetahui makna yang dapat mengalihkan maksud, bila ia

meriwayatkan menurut maknanya saja.46

4) Tidak Memiliki ‘Illat

‘Illat adalah suatu penyakit yang dapat mencederai ke-s}ahi>h}-an

hadis. Misalnya, meriwayatkan hadis secara muttas}il (bersambung)

terhadap hadis mursal (yang gugur seorang sahabat yang

meriwayatkannya), atau terhadap hadis munqati’i (yang gugur salah

seorang perawinya), dan sebaliknya. Selain itu, yang dianggap ‘illat

hadis adalah suatu sisipan yang terdapat pada matn hadis.47

5) Tidak Janggal

Kejanggalan suatu hadis terletak pada adanya perlawanan antara

suatu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbu>l (orang yang dapat

diterima periwayatnnya) dengan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang

ra>jih}. Disebabkan dengan adanya kelebihan jumlah sanad atau kelebihan

dalam ke-d}a>bit}-an rawinya atau adanya segi-segi tarjih}.48

b. Kaidah Ke-s}ah}i>h}-an Hadis pada Matan

Mayoritas ulama hadis sepakat bahwa penelitian matn al-H}adit>h}

menjadi penting untuk dilakukan setelah sanad bagi matan tersebut

46

Rahman, Ikhtisar, 122. 47

(48)

40

diketahui kualitasnya. Ketentuan kulaitas ini adalah dalam hal Ke-s}ah}i>h}-an

hadis atau minimal tidak termasuk berat ke-d}a’i>f-annya.49

Apabila merujuk pada definisi hadis s}ah}i>h} yang diajukan Ibnu

al-Shalah, maka Ke-s}ah}i>h}-an matan hadis tercapai ketika telah memenuhi dua

kriteria, antara lain:

1) Matan hadis tersebut harus terhindar dari kejanggalan (shadh)

2) Matan hadis tersebut harus terhindar dari kecacatan (‘illah).50

Maka dalam penelitian matan hadis, dua unsur tersebut harus menjadi acuan

utama tujuan dari penelitian.

Dalam prakteknya, Ulama hadis memang tidak memberikan ketentuan

yang baku tentang tahapan

Referensi

Dokumen terkait