AL-Q
IRA<’A<T AL
-SHA<DHAH DAN PENGARUHNYA
TERHADAP PENAFSIRAN AYAT AL-
QUR’A<N
Skripsi:
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Strata Satu (S-1) Dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
MOH. HAMIM NIM: E03210016
PRODI ILMU AL-QUR’A<N DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
ABSTRAK
Al-Qu’a>n al-Kari>m yang merupakan kitab suci umat Islam seluruh alam, adalah
kitab suci dengan berjuta kemukjizatan yang meliputinya. Kitab suci terakhir yang diturunkan ini adalah kumpulan serta suplimasi dari firman-firman Allah yang turun sebelumnya. Kitab suci yang satu ini mendapat jaminan langsung dari Sang Pemiliknya yaitu Allah SWT sehingga kesuciannya akan tetap terjamin hingga kapanpun, tak akan layu ditelan ruang dan waktu.
Diantara bentuk penjaggaan Allah terhadap firman-firman-Nya tersebut adalah
adanya cara baca khusus yang membedakan al-Qur’a>n dengan lainnya, dimana cara baca
tersebut adalah Dia yang Menurunkannya kepada Nabi-Nya untuk kemudian disadurkan dan diajarkan kepada makhluk-Nya. Sedangkan bangsa Arab yang terpilih untuk menerima wahyu-wahyu itu diturunkan merupakan bangsa yang tersusun dari suku-suku
bangsa dengan dialek yang berbeda-bada. Maka al-Qur’a>n pun diturunkan dengan tujuh
cara baca hingga al-Qur’a>n bisa dibaca dengan mudah oleh mereka sesuai dengan yang
danggap mudah oleh mereka.
Cara baca al-Qur’a>n yang berbeda-beda itu pada awalnya tidak menjadi masalah karena waktu itu Nabi yang merupakan penerima wahyu dari Allah sekaligus cara bacanya masih hidup, sehingga setiap ada masalah yang terjadi dikalangan muslimin
termasuk masalah perbedaan cara baca al-Qur’a>n bisa terselesaikan dengan damai, dan
Nabi sendiripun juga telah menyatakan bahwa al-Qur’a>n memang diturunkan bukan hanya dengan satu cara baca saja akan tetapi dengan tujuh huruf (dialek), sehingga umat Islam waktu itu bisa membaca ayat-ayat suci al-Qur’a>n sesuai dengan yang mereka anggap mudah.
Akan tetapi, beberapa tahun setelah wafatnya Nabi, terjadi perdebatan yang sengit dikalangan umat Islam prihal cara baca al-Qur’a>n tersebut, tepatnya pada penaklukan Azarbaijan dan Armenia dimana orang yang memeluk Islam sudah sangat banyak dengan latar belakang sosial dan kultural dan berbedda-beda. Mereka saling membenarkan qira>’a>t al-Qur’a>n mereka dan menyalahkan qira>’a>t yang lainnya. Maka atas inesiatif sahabat Khuz}aifah yang ternyata disetujui oleh sang Khali>fah, Uthma>n bin Affa>n waktu itu, akhirnya disepakatilah kodifikasi al-Qur’a>n secara resmi. Peristiwa bersejarah ini dipimpin langsung oleh sang Khali>fah melalui beberapa orang sahabat lain yang bertanggung jawab dalam penulisan al-Qur’a>n tersebut.
Hasil dari kodifikasi ini nantinya akan melahirkan beberapa buah mus}haf yang kemudian dikirimkan ke beberapa daerah Islam seperti Sha>m, Ku>fah, Bas}rah dan lain-lain. Tidak lupa, sang Khali>fah juga mengikutsertakan orang yang sesuai qira>’a>t-nya dengan mus}haf-mus}haf tersebut. Dari hasil penulisan mus}haf tersebut, maka ditemukanlah beberapa macam qira>’a>t yang berlainan dengan qira>’a>t kebanyakan. Maka,
qira>’a>t yang demikianakan digugurkan dan tidak dimasukkan dalam mus}haf imam
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
ABSTRAK ... xi
DAFTAR ISI ... xii
1. BAB I: PENDAHULUAN ... 1
A. Latarbelakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Kegunaan dan Tujuan Penelitian ... 8
D. Telaah Pustaka ... 9
E. Metode Penelitian ... 11
F. Sistematika Penelitian ... 16
2.BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG QIRA>’A>T... .19
A. Pengertian Qira>’a>t ... 19
B. Perbedaan al-Qur’a>n dan Qira>’a>t ... 23
1.Menurut Imam Badru al-Di>n... 24
2.Menurut Dr. Muhammad Muhaisin ... 25
3.Menurut Dr. Sha‘ba>n Muhammad Isma>‘i>l ... 26
C. Sejarah dan Perkembangan Qira>’a>t ... 27
1.Waktu Diturunkannya Qira>’a>t ... 27
a) Di Makkah ... 28
b) Di Madinah ... 28
a) Masa Sahabat ... 31
b) Masa Tabi‘i>n ... 32
1) Ahli Qira>’a>t di Madinah ... 32
2) Ahli Qira>’a>t di Makkah ... 33
3) Ahli Qira>’a>t di Bas}rah ... 33
4) Ahli Qira>’a>t di Ku>fah ... 33
5) Ahli Qira>’a>t di Sha>m ... 33
c) Ahli Qira>’a>t Passca Tabi‘i>n ... 34
D. Pembagian Qira>’a>t dan Macam-macamnya ... 36
1. Pembagian Qira>’a>t Dari Maqbu>l dan mardu>dnya ... 37
a) Qira>’a>t maqbu>l ... 37
b) Qira>’a>t Mardu>d ... 38
2. Pembagian Qira>’a>t Dari Maknanya ... 38
a) Qira>’a>t Bermakna Tunggal ... 39
b) Qira>’a>t Bermakna Ganda ... 40
3. Pembagian qira>’a>t dari segi kuantitas dan kualitas ... 42
a) Dari Segi Kuantitas ... 42
b) Dari Segi Kualitas ... 44
3.BAB III: TINJAUAN UMUM QIRA<’A<T AL-SHA<DHA ... 52
A. Pengertian Qira>’a>t al-Shadhah... 53
B. Lahirnya Qira>’a>t al-Shadhah ... 56
1.Menurut Dr. Muhammad Sa>lim Muhais}in... 57
2.Menurut Dr. Sha‘ba>n Muhammad Isma>‘i>l ... 57
C. Macam-macam Qira>’a>t al-Shadhah ... 60
1.Sanadnya Sahi>h Tapi Menyalahi Rasm Mus}haf Uthma>ni> atau Kaidah Bahasa Arab ... 60
2.Sanadnya Tidak S}ahi>h ... 61
3. Maud}u>‘ ... 61
4. Qira>’a>t Tafsiri>ah (Mudraj) ... 61
1. Kelompok Umum ... 62
2. Kelompok Khusus ... 62
a) Ibn Muhais}in ... 63
b) Yahya> al-Yazidi> ... 66
c) Al-Hasan al-Bas}ri> ... 69
d) Al-A‘mash ... 71
4.BAB IV: KEDUDUKAN DAN FUNGSI QIRA<’A<T SHA<DHAH TERHADAP PENAFSIRAN AYAT AL-QUR’A<N ... .75
A. Pandangan Ulama Tafsir Terhadap Qira>’a>t Sha>dhah ... .75
1.Kelompok Pertama ... .75
2.Kelompok Kedua ... .76
B.Pengaruh Qira>’a>t al-Sha>dhah Terhadap Penafsiran Ayat al-Qur’a>n.80 1. Sebagai Penjelas Makna ... .81
2. Sebagai Perluasan Makna ... .90
3. Menghilangkan Makna Yang Rancu ... .101
5.BAB V: PENUTUP ... 109
A. Kesimpulan ... 109
B.Saran ... 111
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara geografis, bangsa Arab merupakan komunitas dari berbagai suku
bangsa yang secara sporadis tersebar di sepanjang Jazirah Arab. Dari setiap suku
tersebut mempunyai format dialek (lahjah) yang tipikal khas yang membedakan
antara satu suku dengan suku lainnya. Perbedaan dialek itu tentunya juga sesuai
denan sosio-kultural dari masing-masing suku.1
Orang Arab mempunyai keberagaman lahjah (dialek) dalam suara dan
huruf-huruf sebagaimana diterangkan secara komprehensif dalam kitab-kitab
sastra. Setiap kabilah mempunyai irama terdiri dalam mengucapkan kata-kata
yang tidak dimiliki oleh kabilah-kabilah yang lain. Namun kaum Quraish
mempunyai faktor-faktor yang membuat bahasa mereka lebih unggul dari
bahasa Arab lainnya, antara lain karena tugas mereka menjaga Baitullah,
menjamu para jemaah haji, memakmurkan Masjidil Haram dan menguasai
perdagangan. Oleh sebab itu, seluruh suku bangsa Arab menjadikan bahasa
Quraish sebagai bahasa ibu bagi bahasa-bahasa mereka karena adanya berbagai
karakteristik tersebut. Dengan demikian, wajarlah jika Al-Qur’a>n diturunkan
1
http://binaulmuhajirin. blogspot. co.id /2015/03/sejarah-ilmu-qira>’a>t (Senin, 16 Novemper 2015,
11.35).
2
dalam bahasa Quraish, kepada Rasul yang Quraish pula, untuk mempersatukan
bangsa Arab, dan mewujudkan kemukjizatan al-Qur’a>n sekaligus kelemahan
ketika mereka diminta untuk mendatangkan satu surat yang seperti al-Qur’a>n .
Berangkat dari kenyataan diatas, maka tidak heran jika munculnya
beragam macam qira>’a>t sebetulnya sudah ada sejak zaman Rasulullah. Namun
setiap permasalahan termasuk masalah cara membaca al-Qur’a>n dapat
diselesaikan dengan merujuk langsung kepada Nabi.2
Pada dasarnya, pembahasan tentang sejarah dan perkembangan ilmu
qira>’a>t ini dimulai dengan adanya perbedaan pendapat waktu dimulainya
turunnya qira>’a>t itu sendiri. Ada dua pendapat tentang hal ini: pertama, qira>’a>t
mulai diturunkan di Makkah bersamaan dengan diturunkannya al-Qur’a>n.
Kedua, qira>’a>t mulai diturunkan di Madinah sesudah peristiwa hijrah, di mana
orang-orang yang masuk agama Islam semakin bertambah dan berbeda-beda
dalam mengungkapkan bahasa Arab dan dialeknya, termasuk ketika membaca
al-Qur’a>n.3
Dalam masalah perbedaan qira>’a>t, terdapat satu hadis yang diriwayatkan
oleh Imam Bukha>ri dari Umar bin Khat}t}ab. Diceritakan bahwa Umar bin
Khat}t}ab mendengar Hisha>m bin Ha>kim dalam salah satu s}alatnya membaca
surat al-Furqa>n. Umar bin Khat}t}ab mendengar bahwa banyak sekali huruf yang
2
Muhammad bin Ismai>l Abu> ‘Abdillah al-Bukha>ri> al-Ju’fi>, al-Ja>mi‘ al-Musnad al-Shahi>h, Vol. 9 (Da>r
T}oq al-Naja>h, 1422 H), 159.
3
Tim Penyusun MKD IAIN SunanAmpel Surabaya, Studi Al-Qura>’n (Surabay: IAIN Sunan Ampel
Press), 196.
3
yang dibaca Hisha>m bin Ha>kim tidak sesuai dengan yang Nabi bacakan
kepadanya. Setelah selesai s}alat, lalu Umar membawa Hisha>m menghadap Nabi
dan mereka sama-sama membacakan surat al-Furqa>n dihadapan Nabi. Maka
Nabi pun bersabda: “begitulah surat itu diturunkan”. Kemudian Nabi pun
melanjutkan sabdanya: “Sesungguhnya al-Qur’a>n itu diturunkan dengan tujuh
huruf, maka bacalah dengan huruf yang mudah bagimu diantaranya.”4
Sementara itu, para ahli qira>’a>t dari kalangan sahabat dalam mempelajari
qira>’a>t al-Qur’a>n dari Nabi, ada yang hanya mempelajari dan mendalami satu
versi qira>’a>t (satu huruf), ada juga yang mempelajari dan memahami dua versi
qira>’a>t, dan ada pula yang lebih dari itu. Tapi perlu diingat bahwa perbedaan
ragam qira>’a>t ini semua berasal dari Allah, bukan dari Nabi atau dari
imam-imam qira>’a>t yang lain.5
Namun, setelah Rasulullah wafat dan kekuasaan Islam meluas, serta jarak
masa wahyu dan nubuwwah semakin jauh, para sahabat pun banyak yang
meninggalkan kota Madinah menuju daerah-daerah yang telah dikuasai Islam.
Para sahabat mengajarkan al-Qur’a>n sesuai dengan apa yang mereka pelajari
langsung dari Nabi.6
4 Ibid. 5
Muhammad ‘Abd. ‘Az}i>m al-Zurqa>ni>, Muna>hil al-‘Irfa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n , Vol. 1 (Kairo: Al-Halabi,
t.th), 413-414. 6
Ibid.
4
Masa ini berlangsung hingga pada masa kepemimpinan Uthma>n bin
‘Affa>n terjadi ekspansi Islam ke Armenia dan Azerbaijan.7 Pada masa inilah
tonggak awal kemunculan dan batas yang membedakan serta menentukan antara
qira>’a>t sahihah dan qira>’a>t al-Sha>dhah (qira>’a>t mardu>dah).8
Akan tetapi, terdapat pendapat lain yang mengemukakan bahwa batasan
dan penentuan qira>’a>t sahihah dan qira>’a>t al-Sha>dhah adalah pemerikasaan
terakhir Jibril terhadap bacaan Nabi pada bulan Ramadlan.9
Pemerikasaan yang biasanya setahun sekali, akan tetapi pada tahun
wafatnya Rasulullah, pemeriksaan ini terjadi dua kali. Dalam pemerikasaan
yang terakhir ini sebagian qira>’a>t ada yang dina>sakh. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa setiap qira>’a>t yang telah dihapus dalam pemerikasaan yang
terakhir, dianggap sebagai qira>’a>t al-Sha>dhah. Adapun dari segi sanad, qira>’a>t
al-Sha>dhah ini ada kemungkinan bersambung kepada Rasulullah SAW.10
Pendapat kedua ini berdasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan
Imam Bukhori dari Fatimah dari Aisyah sebaimana berikut:11
ﺴلﺎﺴﺴو
ﺴ
ٌقوُﺮْ
:
ْ ﺴ
،ﺴﺔﺴﺸِﺋﺎﺴ
ْ ﺴ
ﺴﺔﺴِﻃﺎﺴﻓ
ﺎﺴﻬْـﺴﺴ
ُمﺴ ا
:
ﺮﺴﺴأ
ﺴﱄِإ
ِﱯ ا
ﻰ ﺴﺻ
ُﷲا
ِْﺴﺴ
ﺴ ﺴ ﺴو
:
نﺴأ
ﺴ ِْﱪِﺟﺴنﺎﺴﻛ
ِﲏُ ِرﺎﺴُـ
ِنآْﺮُ ﺎِﺑ
ُﻛ
،ﺳﺔﺴﺴ
ُ ِإﺴو
ِﲏﺴ ﺴرﺎﺴ
ﺴمﺎﺴ ا
،ِْﲔﺴـﺗﺮﺴ
ﺴ ﺴو
ُاﺴرُأ
ِإ
ﺴﺮﺴ ﺴﺣ
ﺴأ
ِﺴﺟ
7Abu> ‘Abdillah al-Bukha>ri>, al-Ja>mi al-Musnad…,183. Taufik ‘Adna>n ‘Amal, Rekonstruksi Sejarah
al-Qur’a>n (Yogyakarta: FkBA, 2001), 298. 8
Abu> T}a>hir ‘Abd. al- Qayyu>m bin ‘Abd. al-Gha>fu>r al-Sanadi, S}afaha>t fi> Ulu>m al-Qira>’a>t, Vol. 1
(al-Maktab al-Imtida>diyah, 1415 H), 62.
9
Ibid., 83-84. 10
Ibid. 11
Abdillah al-Bukha>ri>, al-Musnad al-Shahih, Vol. 6..., 186.
5
Imam Ibnu Hajar al-‘Asqala>ni>, dalam kitab Fathu al-Ba>ri> menjelaskan
prihal apa yang menyangkut koreksi malaikat Jibril terhadap bacaan al-Qur’a>n
Nabi. Disana dijelaskan bahwa para sahabat saling mengaku bahwa bacaan
al-Qur’a>n merekalah yang paling benar karena yang paling mendekati pada waktu
terakhir malaikat Jibril terakhir kali mengoreksi bacaan Nabi sebelum wafat.
Maka sudah tentu bacaan merekalah yang “paling baik” karena paling dekat
masanya dengan masa pengkoreksian terakhir malaikat Jibril tersebut. Maka,
atas dasar inilah, khalifah Uthma>n bin Affa>n berinisiatif untuk membukukan
mus}haf al-Qur’a>n.12
Kiranya perlu diingat, bahwa ketika mus}haf disalin pada masa Uthma>n bi
‘Affa>n tulisannya sengaja tidak diberi titik dan harakat, sehingga
kalimat-kalimatnya dapat menampung lebih dari satu macam qira>’a>t yang berbeda. Jika
tidak bisa dicakup oleh satu mus}haf, maka ditulis pada mus}haf yang lain.
demikianlah seterusnya, sehingga mus}haf Uthmani mencakup ahruf sab‘ah dan
berbagai qira>’a>t yang ada.13 Ini secara tegas menandakan bahwa mus}haf-mus}haf
tersebut tidaklah sama satu sama lainya, yang pada gilirannya kelak, akan
melahirkan pertanyaan-pertanyaan sengit seputar qira>’a>t bahkan mus}haf itu
sendiri.
12
Ahmad bin ‘Ali<> bin Hajar Abu> al-Fad}l al‘Asqa>la>ni> al-Sha>fi>‘i>, Fathu al-Ba>ri>fi>Sharhi al-S}ahih
al-Bukha>ri, Vol. 9 (Beirut Lubnan: Dar al-Ma’rifah), 43-46. 13
MKD IAIN SunanAmpel Surabaya, Studi Al-Qura>’n..., 197.
6
Secara garis besar, qira>’a>t al-Sha>dhah adalah setiap macam qira>’a>t yang
tidak memiliki salah satu rukun qira>’a>t yang tiga yaitu, mutawa>tir, sesuai
dengan penulisa mus}haf Uthma>ni>, dan sesuai dengan kaidah tata bahasa ‘Arab14.
Apabila ada qira>’a>t yang tidak memiliki tiga syarat diatas, atau kurang salah
satu dari syarat-syarat tersebut, maka qira>’a>t tersebut dianggap qira>’a>t
al-Sha>dhah, yaitu qira>’a>t yang tidak sama dengan qira>’a>t yang lain, qira>’a>t yang
menyendiri dan beda dari yang lain, qira>’a>t yang nyeleneh.
Sebagai contoh dari qira>’a>t ini adalah qira>’a>t atau bacaan Ibnu Abbas pada
surat al-Baqarah ayat 226 sebagai berikut:
Kepada orang-orang yang meng-ila>' isterinya15 diberi tangguh empat
bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya),
Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.16
Ibnu ‘Abbas membaca kalimat نْﻮﻟْﺆ ﯾ dengan نْﻮﻤﺴْﻘﯾ sehingga kalau
diperjelas akan menjadi seperti ini:
ﺴنْﻮُ ِ ُْـ
14Abi>al-Fad}l Jala>luddin Abd. Rahma>n al-Suyu>t}i>, al-It}qa>n fi>Ulu>m al-Qur’a>n , Vol. 1 (Kairo:al-Hala>bi>,
1951), 129. 15
Meng-ila>' isteri Maksudnya: bersumpah tidak akan mencampuri isteri. dengan sumpah Ini seorang
wanita menderita, Karena tidak disetubuhi dan tidak pula diceraikan. dengan Turunnya ayat ini, Maka suami setelah 4 bulan harus memilih antara kembali menyetubuhi isterinya lagi dengan membayar kafarat sumpah atau menceraikan.
16
al-Qur’a>n dan Terjemahannya, 2: 226 (Bekasi: Sukses Publishing), 37.
7
Arti dari ayat ini, sekalipun berbeda dalam hal tulisan dan bacaannya
tetaplah sama. Sehingga dengan demikian, menurut imam al-T}abari>, bacaan dari
Ibn ‘Abbas ini merupakan tafsir dari bacaan yang biasa kita baca setiap hari, dan
sekali pun dianggap Sha>dh}, dia tetap memuat pada kitab tafsirnya tersebut.17
Berangkat dari kenyataan ini, maka penulis merasa kiranya sangatlah
menarik apabila qira>’a>t al-Sha>dhah ini dan pengaruhnya terhadap penafsiran
al-Qur’a>n dikemukakan. Karena, apa pun alasannya, qira>’a>t ini tetaplah qira>’a>t
yang masih dimungkinkan sanadnya bersambung pada Rasulullah. saw. dan
bersumber dari Allah. swt.
Kalau melihat sejarah ketika Khalifah Uthman mengirimkan mus}}
haf-mus}haf ke berbagai kota Islam, dia sengaja menyertakan orang-orang yang
sesuai qira>’a>t-nya dengan mus}haf-mus}haf tersebut. Yaitu qira>’a>t orang-orang
yang berbeda-beda satu sama lain, sebagaimana mereka mengambil qira>’a>t itu
dari sahabat yang berbeda pula. Sedangkan para sahabat juga berbeda dalam
mengambil qira>’a>t tersebut dari Rasulullah saw.18
Sementara hasil dari pengkoreksia terakhir malaikat Jibril pada bacaan
Nabi tidak membuat Nabi menarik sabdanya bahwa al-Qur’a>n turun dalam tujuh
huruf (dialek). Terbukti bahwa tidak ada satupun keterangan yang mengatakan
bahwa hadi>th tersebut telah dina>sakh oleh hadi>th yang lain. Hanya saja, karena
17
Abu> ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi> Bakar bin Farah al-Ansh}a>ri>al-Qurt}ubi>, al-Ja>mi‘ li
ahka>m al-Qura>’n, Vol. 4 (al-Qa>hirah: Da>r al-Kutub al-Mis}ri>), 21. 18
MKD IAIN SunanAmpel Surabaya, Studi al-Qura>’n..., 198.
8
sanad dari qira>’a>t al-Sha>dhah ini dianggap lemah, maka qira>’a>t ini pun dianggap
menyendiri, berbeda jauh, bahkan tidak boleh dibacakan.
Fenomena tersebut kiranya menarik untuk diadakan penelitian lanjutan
yang akan diungkapkan dalam rumusan masalah sebagaimana dibawah ini.
B.Rumusan Masalah
Dari penjabaran latar belakang masalah di atas penulis bermaksud
merumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana Kriteria Qira>’a>t al-Sha>dhah?
2. Bagaimana Fungsi Qira>’a>t al-Sha>dhah Terhadap Penafsiran al-Qur’a>n?
C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Melihat penelitian yang diangkat, maka penelitian ini memiliki tujuan:
1. Mengetahui Kriteria Qira>’a>t al-Sha>dhah
2. Mengetahui Fungsi atau Fungsi Qira>’a>t al-Sha>dhah Terhadap Penafsiran
al-Qur’a>n
Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah memberikan pijakan dan
kontribusi untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang tentunya lebih
mendalam dalam ranah ‘Ulum al-Qur’a>n khususnya mengenai qira>’a>t
al-Sha>dhah. Karena pada realitanya sangat edikit sekali yang tertarik dengan
keilmuan ini. Dengan munculnya kesadaran untuk lebih mempelajari dan
mengembangkan keilmuan tentang qira>’a>t ini, khususnya tentang qira>’a>t
9
Selanjutnya, setelah penelitian ini dilakukan, diharapkan nantinya
memiliki fungsi sebagai pijakan bagi masyarakat umum, khususnya bagi
mahasiswa lainnya dalam penelitian selanjutnya mengenai persoalan qira>’a>t
khususnya qira>’a>t al-Sha>dhah, tentunya bagi mereka yang ingin mendalami
kajian tentangnya. Selain itu, tulisan ini juga diharapkan akan menjadi stimulus
bagi para intelektual muda untuk mengembangkan pengetahuan tentang qira>’a>t,
khususnya qira>’a>t al-Sha>dhah itu sendiri.
D.Telaah Pustaka
Literatur yang membahas tentang qira>’a>t dapat dikelompokkan menjadi
tiga: Pertama, pembahasan-pembahasan tentang qira>’a>t sebagai bagian dari
kajian tentang Ulu>m al-Qur’a>n dengan memfokuskan pada definisi, pembagian
profil imam-imam qira>’a>t dan manhaj mereka serta hikmah adanya perbedaan
dalam qira>’a>t.
Kedua, pembahasan tentang perbedaan bacaan imam-imam qira>’a>t, baik
yang berdasarkan urutan al-Qur’a>n , atau dalam hal penjelasan istilah-istilah
teknis dengan mengambil contoh ayat-ayat al-Qur’a>n dan juga fungsinya
terhadap penafsiran ayat al-Qur’a>n.
Ketiga, karya-karya ilmiah yang disusun oleh ahli qira>’a>t dengan
mengambil spesifikasi dari kajian qira>’a>t tersebut. Penulis disini menitik
beratkan di ranah kedua dengan mengambil contoh, penjelasan dan penafsiran
10
Adapun penelitian terdahulu yang relevan dan menjadi kajian terdahulu
dari kajin ini adalah:
1. Skripsi yang disusun oleh Abu Hasyim pada tahun 2005 dengan judul
“Sab’ah Ahruf Menurut Pandangan Al-T}abari”. Skripsi ini
menitikberatkan pada data dan analisis terhadap arti kalimat Sab’ah
Ahruf dalam mus}haf Uthma>ni>, serta munculnya beragam macam qira>’a>t
hinga menjadi tujuh , sepuluh, dan bahkan empat belas qira>’a>t.
2. Skripsi yang disusun pada tahun 2008 oleh Agus Turmudhi> dengan judul
skripsi “Al-Qur’a>n Diturunkan Dengan Tujuh Huruf” . Skripsi ini
menelaah kalimat Sab’ah Ahruf pada sebuah hadis yang riwayatkan oleh
Imam al-Turmudhi> dalam kitab hadthnya. Pada halaman ke 66 penulis
skripsi ini menjustifikasi bahwa yang dimaksud kalimat Sab’ah Ahruf
pada hadis tersebut adalah tujuh macam qira>’a>t yang kita kenal selama
ini. Jadi titik tekan pembahasan dari skripsi ini adalah sejarah munculnya
qira>’a>t sab’ah.
Berbeda dengan yang penulis angkat disini, karena dua skripsi diatas,
mulai dari judul sampai pembahasannya tidak ada yang mengkaji dari segi
penafsiran. Sedangkan yang penulis angkat disini adalah dalam ranah
penafsiran. Yaitu, fungsi atau kedudukan dari penafsiran qira>’a>t al-Sha>dhah
11
E. Metode Penelitian
1. Model dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif, sebuah
metode penelitian (inkuiri naturalistik), yakni pertanyaan yang muncul dari diri
penulis terkait persoalan tentang permasalahan yang sedang diteliti. (perspektif
ke dalam), yakni sebuah kaidah dalam menemukan kesimpulan khusus yang
semulanya didapatkan dari pembahasan umum. (interpretatif), yakni
penterjemahan atau penafsiran yang dilakukan oleh penulis dalam
mengartikan maksud dari suatu kalimat, ayat, atau pernyataan yang dibahas
hingga menemukan kesimpulan yang utuh.19
Sedangkan Jenis penelitian ini adalah kepustakaan (Library Reseach)20,
yakni penelitian dengan cara mengkaji dan menelaah sumber-sumber tertulis
yang masih terkait dengan tema pembahasan, sehingga diperoleh data-data yang
konkrit.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data
ilmiah dan terdapat dua jenis data yaitu:
a) Suber Data Primer
Sumber data primer yang dimaksud adalah sumber rujukan utama
dalam penyusunan tulisan ini yaitu beberapa kitab Tafsir yang
19
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), 2.
20
Kartini, Pengantar Metodologi Penelitian Sosial (Bandung: Bandar Maju, 1996), 71.
12
menyertakan qira>’a>t al-Sha>dhah di dalamnya seperti Tafsir al-Bahru
al-Muhi>t}, tafsir al-T}abari>, tafsir al-Qurt}ubi>, al-Durru al-Manthu>r,
al-Muhtasib dan lain-lain.
b) Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yang dimaksud disini adalah sumber-sumber
data lainnya yang menjadi tambahan dan fungsi sebagai tambahan
penunjang untuk melengkapi sumber data primer. Sumber data ini
merupakan bahan kedua yang menjadi satu kesatuan dengan sumber
data primer, yang diantaranya berasal dari kitab-kitab, buku-buku,
jurnal, ensiklopedi, skripsi, dan lain-lain.
Diantara sumber data sekunder tersebut adalah: Kitab al-Nashru fi>
al-Qira>’a>ti al-‘Ashri, karya al-Ha>fidh Abi> al-Khair Muhammad bin
Muhammad al-Damshiqi yang lebih dikenal dengan Ibn al-Jaziri>, yang
menerangkan beberapa contoh dari qira>’a>t al-Sha>dhah yang diragukan
kredibelitas sanadnya, serta qira>’a>t al-Sha>dhah yang mengalami
distorsi sanad, seperti salah satu bacaan al-Qur’a>n yang
disalahsandarkan pada Abi> Hani>fah yang ternyata tidak mempunyai
pangkal sanad yang jelas.21
Buku STUDI AL-QUR’A>>N yang disusun oleh Tim Penyusun MKD
IAIN Sunan Ampel Surabay. Buku ini memuat keterangan keterangan
21
al-Ha>fiz} Abi> al-Khair Muhammad bin Muhammad al-Damshi>qi>, al-Nashru fi> al-Qira>’ati al-‘Ashri,
Vol. 1 (Beirut: Da>r al-Fikr, T.th), 15-17.
13
penting seputar al-Qur’a>n mulai dari sejarah penurunan al-Qur’a>n,
sosio-kultural bangsa Arab pra Islam, pengertian al-Qur’a>n, sejarah
pembukuan, hingga masa-masa lahirnya beberapa macam qira>’a>t serta
perkembangannya dari masa-kemasa.
Buku karangan Dr. Abdul Shabu>r Sha>hin yang diberi judul Saat
Al-Qur’a>n Butuh Pembelaan. Pada bab-bab yang diusung di dalam buku
ini, dia telah menulis hal-hal penting tentang al-Qur’a>n, baik sejarah,
qira>’a>t bahkan sampai seputar pendapat kemakhlukan al-Qur’a>n. Pada
bab ketujuh dari buku ini, pengarangnya mengkhususkan
pembahasannya pada qira>’a>t al-Sha>dhah mulai dari sejarah
munculnya, syarat-syarat, serta contoh dan kerancuan-kerancuan pada
pola penulisan al-Qur’a>n.22
Abd. al-Qayyu>m bin ‘Abd. al-Ghafu>r al-Sandi dalam S}afaha>t fi Ulu>m
al-qira>’a>t mengkhususkan bab qira>’a>t al-Sha>dhah. Di dalamnya
menguraikan tentang pengertian qira>’a>t, penjelasan dia tentang kapan
sejarah awal munculnya qira>’a>t al-Sha>dhah. Hukum-hukum
mengamalkan qira>’a>t al-Sha>dhah dan menyebutkan beberapa imam
qira>’a>t yang dianggap al-Sha>dhah disertai dengan contoh-conth dari
qira>’a>t al-Sha>dhah tersebut.23
22
Abd. S}abu>r Sha>hin, Saat al-Qura>’n Butuh Pembelaan (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005), 312-331.
23
Abd. Gha>fu>r al-Sanadi, S}afaha>t fi> Ulu>m al-Qira>’at..., 67.
14
Manna>‘ Khalil al-Qat}t}a>n dalam Maba>hith fi>Ulu>m al-Qur’a>n
membahas macam-macam qira>’a>t, hukum dan kaidahnya serta sedikit
menyinggung tentang qira>’a>t al-Shad}ah, memberikan contoh serta
biografi singkat tentang qira>’a>t al-Sha>dhah.24
Mahmud Ahmad al-S}aghi>r dalam al-Qira>’a>t al-Sha>dhah wa Tau>ji>huha>
al-Nahwi> kitab ini menjelaskan tentang qira>’a>t al-Sha>dhah dari
pertumbuhan hingga perkembagannya. Selanjutnya juga menjelaskan
qira>’a>t al-Sha>dhah yang terjadi pada abad dua, tiga, dan empat.
Disertakan pula qira>’a>t al-Sha>dhah pada masa al-T}abari>, Ibnu
Muja>hid, Abu> Ja‘far al-Nu‘a>s, Ibnu Hala>waih dan Ibnu Jinni> dan pada
masa Makki> al-Qaish.25
Buku I‘ra>b al-Qira>’a>t al-Sha>dhah karya imam Abi> al-Baqa>’
al-Mukbari> yang menjelaskan panjang lebar tentang bacaan-bacaan
dalam al-Qur’a>n yang dianggap sha>dh mulai dari surat pertama
al-Qur’a>n hingga surat terakhir. Kitab ini terdiri dari dua volume.
Kita al-It}qa>n fi>‘Ulu>m al-Qur’a>n. Karya imam Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>.
Kitab ini sedikit banyak juga memuat tentang qira>’a>t al-Sha>dhah.
Kitab Shawa>dh al-Qira>’a>t karya imam Shams al-Di>n al-Karma>ni yang
memuat panjang lebar tentang qira>’a>t al-Sha>dhah.
24
Manna>‘ Khalil al-Qat}t}a>n, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’a>n , terj. MuzakirAS. (Bogor: PT. Pustaka Litera
Antar Nusa, 2007), 252. 25
Abd. Gha>fu>r al-Sanadi, S}afaha>t fi> Ulu>m al-Qira>’at..., 6.
15
Tau>fik ‘Adna>n ‘Amal dalam Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’a>n
memberikan paparan tentang sejarah al-Qur’a>n dan kodifikasinya
pada masa Nabi, baik dalam bentuk hafalan atau tulisan, terdapat pula
penjelasan mengenai unifikasi bacaan al-Qur’a>n .26
Buku Pengenalan Sejarah al-Qur’a>n yang ditulis oleh Ibra>hi>m al
‘Ibyariy. Pada bagian akhir dari buku karangannya ini, dia mengulasa
secara singkat tapi sangat terperinci mengenai sejarah penulisan
al-Qur’a>n, perbedaan dialektika suku-suka Arab, sampai timbulnya tujuh
macam qira>’a>t dan lain-lain. Dia juga mencantumkan beberapa
perbedaan pada beberapa ayat al-Qur’a>n.27
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah dengan
menggunakan metode dokumentasi. Mencari data mengenai hal-hal atau
variable berupa catatan, buku, kitab, dan lain sebagainya. melalui metode
dokumentasi, diperoleh data-data yang berkaitan dengan penelitian berdasarkan
konsep-konsep kerangka penulisan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
4. Teknik Analisis Data
Setelah data-data diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
pembahasan dengan menggunakan dua metode, yakni deskriptif dan analisis.
26
Adna>n Amal, Rekonstruksi Sejarah..., (Edisi Digital), 297-329.
27
Ibra>hi>m al-‘Ibyariy, Pengenalan Sejarah Al-Qura>’n (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cet. 3, 1995),
100-105.
16
Yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah penelitian yang berupaya
untuk melukiskan, menuliskan, serta melaporkan obyek suatu peristiwa tanpa
menarik kesimpulan umum.
Langkah selanjutnya adalah analisis data. Setelah data-data yang
diperlukan terkumpul, maka dilakukan analisis. Analisis yang dimaksud adalah
menganalisa, mengulas, merumuskan bentuk pemikiran yang dipakai oleh
ulama tafsir tersebut terkait pandangan mereka tentang qira>’a>t al-Sha>dhah
sehingga bisa memunculkan penafisran mereka terhadap ayat al-Qur’a>n dengan
qira-at al-Sha>dhah tersebut.
F. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab pertama adalah pendahuluan. Pada
bab ini dikemukakan tentang kegelisahan akademik yang merupakan latar
belakang permasalahan yang akan diteliti. Kemudian melakukan eksplorasi
penelitian dengan memfokuskan permasalahan yang nantinya akan dibahas
dalam rumusan masalah dan kegunaan penelitian.
Langkah tersebut untuk memberikan arah yang jelas dalam pembahasan
yang akan dilakukan. Selanjutnya didukung juga dengan adanya metode
penelitian, sebagai upaya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan
mempunyai nilai lebih. Pada bab ini diakhiri dengan sistematika pembahasan
yang didalamnya membahas berbagai pembahasan yang akan diungkap lebih
17
Bab kedua, mengulas latar belakang tentang definisi dan sejarah tumbuh
dan perkembangan ilmu qira>’a>t, dilanjutkan dengan pembahasan awal kodifikasi
dan perkembangan kodifikasi ilmu qira>’a>t sampai pada sejarah munculnya
beragam macam qira>’a>t termasuk qira>’a>t al-Sha>dhah. Selanjutnya pembahasa
mengenai imam-imam qira>’a>t serta karya-karya mereka.
Bab ketiga, adalah memetakan qira>’a>t al-Sha>dhah. Bab ini terdiri dari
empat sub bab. Pertama, adalah pengertian qira>’a>t al-Shad}ah . Disini akan
dikemukakan beberapa difinisi yang ditawarkan oleh para imam tentang qira>’a>t
al-Shad}ah . Kedua, adalah tentang sejarah kemunculan atau lahirnya qira>’a>t
al-Sha>dhah.
Bagian ini penulis rasa sebagai bagian yang sangat menentukan juga perlu
ke-hati-hatian yang sangat, karena kita akan kembali menguak sejarah dari para
insan pilihan yaitu para sahabat Nabi tentang keberagaman qira>’a>t mereka
terhadap kitab suci al-Qur’a>n, hingga terkotak-kotaknya beberapa macam
qira>’a>t tersebut sesuai hasil kulifikasi pada masa kodifikasi dimasa
pemerintahan Uthma>n bin Affa>n.
Ketiga adalah membahas tentang macam-macam qira>’a>t al-Sha>dhah,
karena ‘illat qira>’a>t al-Sha>dhah tidak selamanya sama. Adakalanya suatu qira>’a>t
diangap Sha>dhah karena masalah pada sanadnya yang tidak sah, perawinya
tidak mutawa>tir dan ada juga yang karena menyalahi rasm ‘Usthma>ni>.
18
Sha>dhah, mulai dari lahir, guru serta murid dan tanggapan para ulama mengenai
tokoh tersebut. Hal ini sengaja dimuat biar bisa menjadi pendukung serta
menjadi jalur yang jelas untuk kelanjutan bab selanjutnya.
Bab keempat, bab ini akan memuat dua sub bab. Pertama, adalah
pembahasan seputar kriteria qira>’a>t al-Sha>dhah yang ditetapkan oleh para imam
qira>’a>t. Tentu saja pada sub ini akan dibahas juga tentang qira>’a>t al-Shahihah.
Karena, antara dua qira>’a>t ini terdapat keterkaitan satu sama lainnya. Kedua,
adalah pembahasa mengenai fungsi dari qira>’a>t al-Shad}ah terhadap penafsiran
ayat-ayat al-Qur’a>n.
Pada kesempatan ini, penulis akan membandingkan beberapa penafsiran
para imam, baik yang memuat qira>’a>t al-Shad}ah dalam kitabnya atau tidak
samasekali. Sehingga nanti kita bisa mengetahui fungsi dari qira>’a>t al-Sha>dhah
terhadap penafsira al-Qur’a>n dari kitab yang memuatnya.
Bab kelima, adalah sebagai bab penutup dari tulisan ini. Bab ini terdiri
dari kesimpulan hasil penelitian dari rumusan masalah yang telah dirumuskan
dan diakhiri dengan saran-saran, saran yang membangun dan dan bermanfaat
demi kesempurnaan penelitian ini dan penelitian-penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG QIRA<
’A<
T AL-QUR’A<
N
A. Pengertian Qira>’a>t
Kata qira>’a>t (تﺒﺌﺒﺮ ﺒ) merupakan bentuk jamak dari kata “ ةأﺮ ”. Sedangkan
kata “ ةأﺮ ” sendiri secara etimologi diambil dari pangkal kata (أ ﺜ ﺨ), kata
tersebut merupakan bentuk masdar dari fi’il madhi “ أﺮ ”. Dikatakan: ًﺎّﺒﺮ أﺮ أﺮ
ًةﺌﺒﺮو, keduanya, baik kalimat “ ًﺎّﺒﺮ” dan ًةﺌﺒﺮو keduanya mengiikuti wazan “ﺔ ﺎ ”.P0F
1
P
Kalimat qara’a (أﺮ) memiliki arti mengumpulkan dan menghimpun,
maksudnya adalah mengumpulkan dan menghimpun satu huruf atau satu kata
dengan yang lainnya dalam suatu ucapan hingga meembentuk ucapan yang
tersusun rapi. Sebagai contoh adalah ucapan orang Arab tentang unta yang
mandul unta yang tidak bisa hamil, mereka akan berkata: "ﺎ ﺔ ﺎ ﺒ تأﺮ ﺎ" Unta
ini tidak akan bisa menampung (menghimpun) janin dalam perutnya (tidak bisa
hamil atau mandul).P1F
2
P
1
Nabi>l Muhammad bin Ibra>hi>m al-Isma>‘i>l, Ilmu al-Qira>’a>t Nashatuhu>, At}wa>ruhu>, Atharuhu> fi> Ulu>m
al-Shar‘i>yah (Riyad} Sa’u>di Arabiyah: Maktabah al-Taubah, 2000), 26. 2
Ibid.
20
Kata qara’a (أﺮ) ini juga bisa bermakna bermakna tala> ( ) yang artinya
membaca. Yang dimaksud dengan membaca disini adalah membaca
kalimat-kalimat yang tertulis. Sebagai contoh dari أﺮ yang bermakna adalah seperti
ucapan orang Arab بﺎ ﺒ تأﺮ , Saya telah membaca kitab ini. Dengan demikian,
maka kata qira>’a>t bisa berarti tilawah (bacaan), begitu juga sebaliknya. Hal itu
dikarenakan yang dimaksud dengan tilawah adalah penghimpunan intonasi
huruf dalam hati untuk di qira>’at-kan (di ucapkan dengan lisan).P2F
3
P
Sedangkan secara terminologis, banyak redaksi yang dikemukakan oleh
para ulama berkaitan dengan pengertian qira>’a>t ini. Menurut al-Zurqa>ni>, yang
dimaksud dengan qira>’a>t adalah:
تﺎ ﺒوﺮ ﺒ ﺨﺎ ﺒ ﱘﺮ ﺒ نﺒﺮ ﺎ ﺒ ﲑ ﺎ ﺎﳐ ﺌﺒﺮ ﺒ ﺔ ﺒ مﺎ ﺒ ﺒ ﺬ ﺬ ﺨﺮ ﺒو
ﺌﺒﻮ
وﺒ ﺧوﺮﳊﺒ ﺔ ﺎ ﳌﺒ ﺬ ﺎ
Suatu madhhab yang dianut oleh seorang imam dari para imam qurra>’ yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan al-Qur’a>n dengan kesesuaian riwayat dan t}uruq darinya. Baik perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf atau pengucapan bentuknya.4
3 Ibid. 4
Muhammad ‘Abd. ‘Az}i>m al-Zurqa>ni>, Muna>h al-Irfa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n Vol. 1 (al-Qa>hirah: Da>r
al-Fikr), 412.
21
Senada dengan pendapat al-Zurqa>ni apa yang disampaikan oleh imam
Shiha>buddi>n al-Qast}alla>ni>. Munurut dia qira>’a>t adalah:5
ﺧﺮ ﺨﺎ ﺒ ﲔ ﺎ ﺒ بﺎ ﷲﺒ ﻬ ﺒو ﺔ ﺒ بﺒﺮ ﺒو ﺧﺬﳊﺒو و تﺎ ﻹﺒ و ﺮ ﺒ نﺎ ﺒو و ﺒ و ﻮ ﺒ ﺒ
Qira>’a>t adalah suatu ilmu untuk mengetahui kesepakatan serta perbedaan para ahli qira>’a>t tentang cara pengucapan lafaz}-lafaz} dari al-Qur’a>n, baik yang menyangkut aspek kebahasaan, i‘rab, hazfdhf, ithbat, fas}l, was}l dan ibdal, yang diperoleh dengan cara periwayatan.
Abd. al-Fatta>h al-Q{a>d}i> dalam kitab al-Budu>r al-Z{a>hirah memberi definisi
Qira>’a>t sebagaimana berikut ini. 6
ﺧﺮ ﺔ ﺒ تﺎ ﺒ ﺔ ﺒﺮ ﺒ ﺮ و ﺎﻬ ﺒﺚﺒ ﺎ ﺎ ﺒ ﺒو ﺎ وﺰ و ﺎ
Qira>’a>t adalah ilmu yang berbicara tentang tata cara pengucapan kata-kata dalam al-Qur’a>n dan metode penyampaiannya, baik disepakati ataupun yang tidak disepakati dengan cara menyandarkan setiap qira>’a>t atau bacaannya kepada salah seorang perawinya.
Imam al-Zarka>shi memberikan definisi tentang Qira>’a>t sepertinya lebih
kepada esensinya, dia tidak melihat apakah qira>’a>t itu disiplin sebuah ilmu atau
bukan, akan tetapi dia lebih melihat cara kerja dari qira>’a>t itu sendiri. Sehingga
menurut beberapa kalangan, difinisi yang dibrikannya lebih elegan dan lebih
diterima. Dia mendefinisikan qira>’a>t al-Quran itu sebagaimana berikut:
5
Nabi>l al-Isma>‘i>l, Ilmu al-Qira>’at…, 27
6
Abd al-Fatta>h al-Qa>d}i>, al-Budu>r al-Z}a>hirah fi> al-Qira>’a>t al-Ashr al-Mutawa>tirah (Beirut:Da>r
al-Kutub al-‘Arabi>, 1981), 7
22
ﻮ ﺒ ﺣﺎ ﺒ ﺧ ﺒ ﺜﻮ ﺬﳌﺒ
ﲑ و و ﲣ ﺎﻬ وأ ﺧوﺮﳊﺒ ﺔ .ﺎ
Qira>’a>t adalah Sebuah disiplin ilmu yang khusus menjelaskan tentang wahyu meliputi perbedaan tatacara mengucapkan, menulis huruf-hurufnya dan lain-lain.7
Sedangkan menurut Imam al-Jazi>ri> definisi dari qira>’a>t adalah:
ﺔ ﺌﺒﺚأ نُﺒﺮ ﺒ تﺎ
ﺎﻬ ﺒو
وﺰ ﺔ ﺎ ﺒ
.
Qira>’a>t adalah suatu ilmu yang membahas tentang tatacara menyampaikan kalimat-kalimat al-Qur’a>n serta perbedaan yang meliputinya, dengan menyebutkan sanadnya (sanad dari setiap bacaan tersebut).8
Dari beberapa ragam pengertian diatas, dapat ditarik sebuah pengertian
bahwa qira>’a>t al-Qur’a>n itu datangnya dari Nabi melalui al-sima>‘ dan al-naql.
Adapun yang dimaksud dengan al-sima>‘ adalah qira>’a>t al-Qur’a>n yang diperoleh
melalui atau dengan cara langsung mendengar bacaan dari Nabi SAW,
sementara yang dimaksud dengan al-naql yaitu, diperoleh melalui jalur
periwayatan yang menyatakan bahwa qira>’a>t al-Qur’a>n itu dibacakan dihadapan
Nabi secara langsung lalu Nabi membenarkannya.9
Dari uraian di atas, maka dapatlah diambil beberapa kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan qira>’a>t dalam pembahasan ini adalah pertama, cara
pengucapan huruf-huruf} atau kalimat-kalimat al-Qur’a>n sebagaimana yang
7
Nabi>l al-Isma>‘i>l, Ilmu al-Qira>’at Nashatuhu>…, 27
8 Ibid. 9
al-Qa>d}i>, al-Budu>r al-Z}a>hirah…, 7.
23
diucapkan oleh Nabi saw. atau sebagaimana yang diucapkan para sahabat
dihadapan Nabi saw. lalu Nabi pun men-taqrir-nya. Kedua, qira>’a>t al-Qur’a>n
diperoleh berdasarkan periwayatan dari Nabi saw. baik secara fi‘liyyah maupun
taqri>riyyah. Ketiga, qira>’a>t al-Qur’a>n adakalanya hanya memiliki satu qira>’a>t,
dan adakalanya memiliki beberapa versi qira>’a>t.
B. Perbedaan Antara Qira>’a>t dan al-Qur’a>n
Sebelum melangkah lebih jauh dalam pembahasan selanjutnya dikira perlu
dibahas sebelumnya mengenai p erbedaan antara qira>’a>t dan al-Qur’a>n. Hal ini
demi mempermudah pembahasan selanjutnya sehingga tidak mendatangkan
kerancuan faham antara keduanya.
Pra ulama berbeda-beda pendapat tentang al-Qur’a>n dan qira>’a>t al-Qur’a>n,
apakah keduanya merupakan satu kesatuan atau keduanya merupakan dua
hakikat yang berbeda. Setidaknya ada tiga pendapat tentang hal tersebut. Ada
yang mengatakan keduanya merupakan dua hal yang berbeda sepenuhnya, ada
juga yang mengatakan keduanya merupakan satu-kesatuan, dan juga mencoba
mendamaikan kedua pendapat tersebut.
Maka, untuk mempermudah penelitian kita selanjutnya, dibawah ini akan
dipaparkan ketiga pendapat tentang seputar perbedaan al-Qur’a>n dan Qira>’a>t
24
1. Pendapat imam Badru al-Di>n al-Zarkashi> (w. 794 H)
al-Zarkashi> berpedapat bahwa antara al-Qur’a>n dan al-qira>’a>t
adalah dua hakikat yang berlainan, sehingga antara al-Qur’a>n dan
al-qira>’a>t terdapat perbedaan.10
Menurut al-Zarkashi, perbedaan antara keduanya sudah bisa
terlihat bahkan dari perbedaan definisinya. Seperti yang telah diketahui
bersama bahwa al-Qur’a>n merupakan wahyu yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad sebagai penjelasan bagi seluruh umat manusia dengan
menyimpan sekian kemukjizatan.
Sedangkan al-qira>’a>t adalah cara membaca atau berbeda-bedanya
pengucapan dari wahyu tersebut baik dari takhfi>f, tashdi>d dan
lain-lainnya. Sehingga, al-qira>’a>t disini harus dipelajari dengan cara
musha>fahah (melihat langsung cara pengucapannya) dan juga sima>‘
(mendengar langsung cara mengucapannya).11
Pendapat ini adalah pendapat yang dianut oleh imam Shiha>b
al-Di>n al-Qust}ullani> (w. 923 H) dan juga imam Shiha>b al-Di>n al-Banna>
al-Dimya>t}i> (w. 1117 H).
10
Abu> T{a>hir Abd. Qayyu>m Abd. hafu>r al-Sanadi>, S{afaha>t fi> Ulu>m al-Qira>’a>t Vol. 1 (Maktabah
al-Imtida>diyah 1415 H), 17.
11
Ibid., 17-18.
25
Dari ini, maka jelas antara al-Qur’a>n dan al-qira>’a>t jelas terdapat
perbedaan yang sangat signifikan dan tentunya keduanya adalah dua
hakikat berbeda.
2. Pendapat Dr. Muhammad Sa>lim Muhais}in
Menurut Dr. Sa>lim Muhais}in, antara al-Qur’a>n dan al-qira>’a>t
adalah sama, keduanya adalah satu hakikat atau dengan bahasa yang
sederhana keduanya adalah satu-kesatuan, sehingga antara al-Qur’a>n dan
al-qira>’a>t tidak terdapat perbedaan samasekali.12
Imam Muhais}in beralasan bahwa dari segi literal, baik kalimat
al-qira>’a>t ataupunkalimat al-Qur’a>n itu merupakan mas}dar mura>dif dari
kalimat qira>’at. Sedangkan kalim qira>’a>t merupakan kalimat jamak dari
kalimat qira>’at. Dengan demikian, maka al-Qur’a>n dan al-qira>’a>t adalah
satu hakikat.13
Kalau kita perhatikan lebih seksama, maka hal ini sebetulnya
diperkuat dengan adanya hadi>th yang menyatakan bahwa al-Qur’a>n
diturunkan dengan tujuh huruf (dialek atau qira>’a>t) yag jelas-jelas
menunjukkan bahwa antara al-Qur’a>n dan al-qira>’a>t tidak ada perbedaan
antara keduanya atau satu-kesatuan yang padau karena keduanya
merupakan wahyu dari Allah. swt.
12 Ibid. 13
Ibid.
26
3. Pendapat Dr. Sha‘ba>n Muhammad Isma>‘i>l
Pendapat ketiga adalah pendapat yang mencoba menengahi dua
pendapat diatas. Pendapat ini mencoba merekonsiliasi dua pendapat
diatas. Sha‘ba>n Muhammad Isma>‘i>l berpendapat bahwa antara keduanya
baik al-Qur’a>n ataupun al-qira>’a>t terdapat hubungan yang dempet atau
sangat dekat layaknya hubungan dari sesuatu dengan bagian lainnya,
sehingga antara keduanya tidak bisa dikatakan dua hakikat yang
berlainan sepenuhnya ataupun sebaliknya, dua hakikat yang satu-padu
atau satu-kesatuan.14
Pendapat Dr. Sha‘ba>n Muhammad merekonsiliasi dua pendapat
sebelumnya ini sangat mungkin disebabkan dua hal. Pertama, pada
kenyataannya qira>’a>t itu sendiri tidak bisa mencakup keseluruhan isi
daripada al-Qur’a>n. Akan tetapi qira>’a>t hanya mencakup sebagiannya
saja. Kedua, definisi dari qira>’a>t mencakup baik qira>’a>t yang mutawa>tir
ataupun yang sha>dh. Sedangkan kesepakatan umat mengatakan bahwa
qira>’a>t al-Sha>dhah bukanlah bagian daripada al-Qur’a>n.
Dengan keterangan ini, maka Dr. Sha‘ba>n Muhammad Isma>‘i>l
dirasa cukup berhasil mendamaikan sekaligus menggabung dua pendapat
diatas. Karena imam al-Zarkashi> sendiri sebenarnya tidak menolak
dengan pendapat yang mengatakan bahwa adakalanya memang sebagian
14 Ibid.
27
dari al-qira>’a>t itu adalah sebagian dari al-Qur’a>n (qira>’a>t al-Mutawa>tir).
Namun, hal ini tidak memberikan kesimpulan bahwa al-qira>’a>t itu adalah
satu-kesatuan dari al-Qur’a>n, atau dengan bahasa lain bahwa al-qira>’a>t
adalah al-Qur’a>n itu sendiri (qira>’a>t al-Sha>dhah).
C. Sejarah dan Perkembangan Qira>’a>t al-Qur’a>n
Setelah sekilas mengetahui pengertian qira>’a>t serta perbedaannya dengan
al-Qur’a>n, maka berikutnya adalah pemebahasan mengenai sejarah terbentuknya
ilmu qira>’a>t secara periodik dari masa ke masa. Dengan demikian, diketahui
secara jelas kronologi ilmu qira>’a>t dari masa awal sampai pada era pelembagaan
madhab-madhab qira>’a>t.
1) Waktu diturunkannya Qira>’a>t al-Qur’a>n
Seperti yang telah diketahui serta diyakini bersama bahwa
al-Qur’a>n al-Kari>m merupakan wahyu Allah swt. yang diturunkan kepada
Nabi, maka begitu pula adanya dengan qira>’a>t. Qira>’a>t merupakan wahyu
dari Allah yang diturunkan juga kepada Nabi melalui Malaikat Jibri>l.15
Akan tetapi, pertanyaan yang muncul sekarang adalah dimanakah
dan kapankah qira>’a>t al-Qur’a>n itu diturunkan? Pembahasa tentang
sejarah dan berkembangnya ilmu qira>’a>t ini dimulai sejak adanya
perbedaan pendapat tentang waktu dimulainya turunnya qira>’a>t. Ada dua
pendapat tentang ini.
15
Ibid., 29
28
a) Diturunkan di Makkah
Pendapat prtama mengatakan bahwa qira>’a>t al-Qur’a>n
pertama kali diturunkan di Makkah bersamaan dengan
diturunkannya al-Qur’a>n. Alasannya adalah bahwa sebagian
besar surat-surat al-Qur’a>n adalah Makkiyah di mana
terdapat juga di dalamnya qira>’a>t sebagaiman yang terdapat
pada surat-surat Madaniyah. Hal ini dengan jelas
menunjukkan bahwa qira>’a>t itu sudah mulai diturunkan sejak
di kota Makkah.16
b) Diturunkan di Madinah
Pendapat kedua mengatakan bahwa qira>’a>t al-Qur’a>n
mulai diturunkan di Madinah sesudah peristiwa Hijrah, di
mana orang-orang yang masuk agama Islam sudah semakin
banyak dan saling berbeda satu sama lainnya dalam ungkapan
bahasa Arab dan dialeknya. 17
Pendapat ini dikuatkan oleh hadi>th yang diriwayatkan
oleh Imam Bukha>ri>, Muslim, al-Nasa>’i>, Turmudhi>, Abu>
Da>ud, dan imam Ma>lik yang bersumber dari Umar bin
Khat}t}a>b r.a, bahwa Rasullullah bersabda:
16
Tim Reviewer MKD 2014 Uin Sunan Ampel Surabaya, Studi al-Qur’a>n (Surabaya: UIN sunan
Ampel Press), 261. 17
Ibid., 262
29
ﺴ ِﺴﺬﺴ ْ ﺴِﺰُْأ نِﺐ ﺒﺴﺬﺴ ُ ﺒ ﺴنآْﺮ ﺴلِﺰُْأ ﻰﺴﺴ ِﺔﺴْـﺴ ، ﺳﺧُﺮْ ﺴأ ﺒوُﺌﺴﺮْـﺎﺴ ﺎﺴ ﺴﺮ ﺴﺴـ ُِْ
Begitulah al-Qur’a>n itu diturunkan; bahwa sesungguhnya al-Qur’a>n ini diturunkan atas tujuh huruf (bacaan), maka bacalah yang kalian anggap mudah dari ketujuh bacaan tersebut.
Demikian juga dengan Ibnu Jari>r al-T}aba>ri> dalam kitab
tafsirnya. Menurut al-T}aba>ri, hadi>th ini merupakan ringkasan
dari hadi>th panjang dan merupakan petunjuk
diperbolehkannya membaca al-Qur’a>n dengan tujuh huruf
(dialek), yaitu sesudah Hijrah. Sebab, hadi>th tersebut dalam
riwayat Ubay bin Ka‘ab menyebut sumber dari Bani> Ghaffa>r
yang terletak di dekat kota Madinah.18
Disamping keterangan diatas, pada dasarnya
diturunkannya qira>’a>t bertujuan untuk mempermudah umat
yang berbeda-beda dialeknya dalam membaca ayat suci
al-Qur’a>n. Karena, saat pusat Islam berpindah ke Kota
Madinah, maka otomatis orang yang baru masuk Islam
adalah orang yang jauh dan bahkan tidak fasih dalam
mengucapkan bahasa Quraish. Sehingga dengan adanya tujuh
18 Ibid.
30
macam huruf (dialek) dalam al-Qur’a>n maka mereka jadi
mudah membaca kalam Allah tersebut.19
Akan tetapi, kuatnya pendapat yang kedua ini tidak
berarti menolak membaca surat-surat yang diturunkan di
Makkah dalam tujuh huruf, karena ada hadi>th yang
menceritakan tentang adanya perselisihan antara sahabat
Nabi (Umar dan Hisha>m) dalam bacaan surat al-Furqa>n yang
termasuk diantara surat-surat Makkiyah, sehingga menjadi
jelas bahwa surat-syrat Makkiyah juga masuk dalam tujuh
huruf.20
2) Para Ahli Qira>’a>t Dari Semua Masa
Periwayatan qira>’a>t secara talaqqi> (si guru membaca dan murid
mengikuti bacaan tersebut) dari orang-orang yang thisqoh (terpercaya)
merupakan kunci utama pengambilan qira>’a>t al-Qur’a>n secara benar dan
tepat sebagaimana yang diajarkan oleh Rasu>lullah saw. kepada para
sahabatnya.
Namun sebelumnya, perlu kiranya diterangkan bahwa Sering kali
sahabat berbeda-beda ketika menerima qira>’a>t dari Rasu>lullah saw. Hal
ini terbukti ketika khali>fah Uthma>n mengirimkan mus}haf-mus}haf
19
Abd. hafu>r al-Sanadi>, S{afaha>t fi>Ulu>m..., 29
20
Tim Reviewer MKD, Studi al-Qur’a>n..., 262
31
salinannya keberbagai kota, dia juga menyertakan orang yang sesuai
qira>’a>t-nya dengan mus}haf-mus}haf tersebut.21
Berikut ini akan dibahas mengenai para tokoh qira>’a>t al-Qur’a>n
dari semua kalangan, baik dari para sahabat, tabi’i>n dan lain-lain.
a) Masa Sahabat
Manna>‘ al-Qat}t}a>n dalam kita Maba>hith fi> Ulu>m
al-Qur’a>n , menjelaskan bahwa menurut Imam al-Dhahabi>
terdapat setidaknya tujuh sahabat yang paling mashhu>>r
dengan bacaan al-Qur’a>n nya, yang dari merekalah nanti akan
lahir murid-murid yang juga ahli qira>’a>t. Para sahabat ini
dikenal sebagai qurra>’i al-Qur’a>n yaitu para penghafal
sekaligus para ahli al-Qur’a>n (yang paling banyak
meriwayatkan al-Qur’a>n ). 22
Para sahabat tersebut adalah: Uthma>n bin ‘Affa>n, ‘Ali>
bin Abi>T}a>lib, Ubay bin Ka’ab, Zayd bin tha>bit, Abu>
al-darda>’, Ibnu Mas‘ud, dan Abu> Mu>sa>al-Asha>ri>. Dijeleskan
pula bahwa beberapa sahabat yang dekat dengan Rasu>lullah
seperti Mua>’dh bin Jabal, Abu> Hurairah, ’Abdullah ibnu
21
Manna>‘ Khali>l al-Qat}t}a>n, Maba>hith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n (Al-Qa>hirah: Maktabah Wahbah), 124.
Subhi> al-Sha>lih, Maba>hith fi> Ulu>m al-Qur’an (Beirut: Da>r al-‘Ilmi>),75-77.
22
Manna>‘ al-Qat}t}a>n, Maba>hithfi> ‘Ulu>m…, 162.
32
’Abba>s dan ’Abdullah bin al-Sa>ib, mereka mengambil qira>’a>t
al-Qur’a>n dari sahabat Ubay bin Ka’ab.23
Para sahabat kemudian menyebar ke seluruh pelosok
negeri Islam dengan membawa qira>’a>t masing-masing. Hal
inilah yang menyebabkan berbeda-beda pula ketika ta>bi‘i>n
(generasi setelah sahabat) mengambil qira>’a>t dari para
sahabat tersebut. Demikian pula dengan ta>bi‘i>t ta>bi‘i>n ketika
mengambil qira>’a>t dari para ta>bi‘i>n. Mereka berbeda-beda
satu sama lainnya, sesuai dengan apa yang mereka pelajari.24
b) Masa Ta>bi‘i>n.
Ahli-ahli qira>’a>t di kalangan ta>bi‘i>n juga telah
menyebar luar di berbagai kota, antara lain sebagai berikut25:
1) Ahli qira>’a>t dari ta>bi‘i>n di kota Madinah: Ibn
al-Musayyab, ‘Urwah bin Zubair, Sa>lim, ‘Umar bin Abd.
al-‘Azi>z, Sulaima>n bin Ya>sar, ’At}a>’ bin Ya>sar, Zaid
bin Aslam, Muslim bin Jundab, ibn Shiha>b al-Zuhri>,
Abd al-Rahma>n bin Hurmuz dan Mu‘a>dh bin al-H}a>rith
yang lebih dikenal dengan Mu‘a>dh al-Qa>ri’.26
23 Ibid. 24
Subhi> al-Sha>lih, Maba>hith fi> Ulu>m…, 78. Tim MKD, Studi al-Qur’a>n…, 264.
25
Manna>‘ al-Qat}t}a>n, Maba>hith fi> ‘Ulu>m…, 162-163. Tim MKD, Studi al-Qur’a>n..., 264-264.
26
Tim MKD, Studi al-Qur’a>n…, 264.
33
2) Ahli qira>’a>t dari ta>bi‘i>n t di kota Makkah: ‘Ubayd bin
‘Umair, ‘At}a>’ bin Abu> Raba>h, Tawu>s, Muja>hid,
‘Ikrimah dan Ibn Abu> Ma>likah.27
3) Ahli qira>’a>t di kota Bas}rah adalah: ‘A>mir ibn Abd.
al-Qais, Abu> al-‘A>liyah, Abu> Raja>’, Nas}r ibn ‘A>s}im,
Yahya> ibn Ya‘mar, Ja>bir ibn Zayd, al-Hasan, ibn Si>ri>n
dan Qata>dah.28
4) Ahli qira>’a>t dari kota Ku>fah adalah: ‘Alqamah bin
Qais, al-Aswad bin Zayd al-Na>kha>‘i>, Mashru>q,
‘Ubaidah, al-Harist ibn al-Qais, ‘Amr ibn Shurahbil,
‘Amr ibn Maimu>n, Abu> Abd al-Rahma>n al-Sulami>,
Sa’id ibn Jubair, al-Nakha>‘i.29
5) Ahli qira>’a>t di Sha>m: al-Mughi>rah bin Abi>Shiha>b
al-Makhzu>mi> pemilik mus}haf Uthma>ni>, Khulaid bin
Sa‘i>d pemilik mus}haf Abu> al-Darda>’.30
Keadaan ini terus berlangsung sehingga muncul
beberapa imam qira>’a>t yang masyhur, yang
menghususkan diri dalam bidang-bidang qira>’a>t
27 Ibid. 28
Ibid. 29
Ibid. 30
Ibid., 265.
34
tertentu dan mengajarkan qira>’a>t mereka
masing-masing.31
c) Ahli Qira>’a>t Passca Tabi‘i>n
Perkembangan ilmu qira>’a>t demikian pesatnya,
sehingga memunculkan banyak tokoh ahli qira>’a>t yang
mengabadikan ilmunya tersebut dalam bentuk karya tulis
ilmiyah. Berikut ini akan di paparkan beberapa tokoh ahli
qira>’a>t dengan karya-karyanya tersebut, sebagaimana berikut:
1) Makki> bin Abu> t}a>lib al-Qaisi>. Dia wafat pada tahun
437 H. sebelum wafat, dia menyusun kitab:
al-Iba>nah ‘an Ma‘a>ni> al-Qira>’a>t dan satu kitab lagi
yaitu: al-Kashf ‘an Wuju>h al-Qira>’a>t al-Sab’i wa
Ila>liha>.
2) Abd. al-Rahma>n bin Isma>‘i>l, atau yang lebih dikenal
dengan nama Abu> Sha>mah. Dia wafat pada tahun
665H. Dia mengarang kitab: Ibra>z Ma’a>ni> Min Harz
al-Ama>ni> dan juga kitab Sharh al-Sha>ti>biyah.
3) Ahmad bin Muhammad al-Dimya>t}i>. Dia wafat pada
tahun 117H. Dia menyusun kitab qira>’a>t yang diberi
31 Ibid.
35
nama: Ittiha>fu Fud}a>la>’i al-Bashari fi> al-Qira>’a>t
al-Arba‘i ‘Ashar.
4) Muhammad al-Jaziri. Dia wafat pada tahun 832 H.
Dia menyusun kitab: Tahbi>r al-Taysir fi> al-Qira>’a>t
al-Ashr min T}a>ri>q al-Sha>t}ibi>yah wa al-Durrah.
5) Ibnu al-Jazari yang menyusun kitab: Taqri>b al-Nashr
fi> al-Qira>’a>t al-Ashr dan juga kitab al-Nashr fi>
al-Qira>’a>t al-Ashr.
6) Husei>n bin Ahmad bin Kha>lawah. Salah satu imam
qira>’a>t yang wafat pada tahun 370 H. Dia menyusun
kitab: al-Hujjah fi> Qira>’a>t al-Sab‘i dan juga kitab
Mukhtas}ar Shawa>dh al-Qur’a>n.
7) Ahmad bin Musa> bin Muja>hid. Dia wafat pada tahun
324 H. Dia menyusun kitab: Kitab al-Sab‘ah.
8) Al-Sha>tibi>. Dia wafat pada tahun 548 H. Dia
mengarang kitab: Harz al-Ama>ni> wa Wajh
al-Nahan>ni> –Na>z}am fi> Qira>’a>t al-Sab‘i.
9) ‘Ali al-Nawa>wi> al-Safa>qisi> yang menyusun kitab:
36
10) Abu> ‘Amr al-Da>ni>. Dia wafat pada tahun 444
H. Dia menyusun kitab: al-Taysir fi> al-Qira>’a>t
al-Sab‘i.32
D. Pembagian Qira>’a>t dan Macam-Macamnya
Qira>’a>t al-Qur’a>n yang sampai pada kita terbagi menjadi beberapa bagian
tergantung dari barometer mana kita melihatnya.33
Diceritakan dari Zayd bin Tha>bit bahwa pada sebuah kesempatan dia
bekata: “al-qira>’a>t merupakan sunnah yang musti diikuti”. Imam al-Baiha>qi>
menanggapi pernyataan dari Zayd bin Tha>bit tersebut. Dia mengatakan bahwa
pernyataan itu merupakan keharusan bagi kita untuk mengikuti mus}haf imam,
hal tersebut adalah sunnah yang musti kita ikuti. Serta kita tidak diperbolehkan
berbeda bacaan dengan qira>’a>t yang mashhu>r (mutawa>tir), meskipun hal
tersebut (qira>’a>t selain mashhu>r) juga ada dan ditemukan.34
Berikut ini akan dipaparkan tentang pembahasan seputar pembagian dan
macam-macam qira>’a>t sesuai dengan apa yang tercantum dalam beberapa kitab
‘Ulu>m al-Qur’a>n.
32
Tim MKD, Studi al-Qur’a>n…, 267-268.
33
Nabi>l al-Isma>i>l, Ilmu al-Qira>’a>t…, 35.
34
Manna>‘ al-Qat}t}a>n, Maba>hith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n…, 169.
37
1. Pembagian Qira>’a>t dari Segi Maqbu>l dan Mardu>d
Menurut sebagian ulama, jika pemebagian qira>’a>t qira>’a>t
al-Qur’a>n dilihat dari segi diterima dan ditolaknya, maka secara garis
besar qira>’a>t akan terbagi menjadi dua.
a) Qira>’a>t Maqbu>l
Qira>’a>t maqbu>l adalah setiap qira>’a>t yang sah sanadnya
(mutawa>tir), sesuai dengan salah satu mus}haf ‘Utsma>ni
meski hanya bersifat “kemungkinan” dan juga sesuai
dengan tatacara bahasa Arab.35
Dengan definisi ini, maka yang masuk pada kategori
qira>’a>t maqbu>l adalah tiga macam qira>’a>t saja. Yaitu:
1) Qira>’a>t Mutawa>tir
2) Qira>’a>t Mashhu>r
3) Qira>’a>t a-Aha>d
Keterangan lebih lanjut dari Qira>’a>t al-Aha>d yang
dapat dikategorikan pada qira>’a>t maqbu>l disini adalah
qira>’a>t aha>d yang sesuai dengan bahasa Arab, sah sanadnya,
tidak menyalahi rasam ‘Utsma>ni> dan tidak terdapat illat
serta sha>dh di dalamnya.36
35
Nabil al-Isma>‘i>l, Ilmu al-Qira>’a>t…, 35.
36
Ibid., 39.
38
b) Qira>’a>t Mardu>d
Qira>’a>t mardu>d adalah setiap qira>’a>t yang tidak
memenuhi salah satu syarat atau rukun dari syarat-syarat
qira>’a>t maqbu>l. Maka, setiap macam qira>’a>t yang tidak
memenuhi sarat dari qira>’a>t maqbu>l, dianggap sebagai
qira>’a>t mardu>d yaitu qira>’a>t yang ditolak.
Dengan adanya batasan seperti ini, maka terdapat
empat macam qira>’a>t lagi yang nanti masuk kedalam
kategori qira>’a>t mardu>d atau qira>’a>t yang tertolak in. Yang
mana salah satu dari keempat macam qira>’at> tersebut
adalah fokus dari penulisan skripsi ini. Yaitu:
1) Qira>’a>t al-Aha>d yang tidak memiliki pangkal asal
dikalangan Arab.
2) Qira>’a>t al-Sha>dhah.
3) Qira>’a>t al-Mudraj.
4) Qira>’a>t al- Maud}u>‘.
2. Pembagian Qira>’a>t Dari Segi Maknanya
Pembagian qira>’a>t al-Qur’a>n selain bisa dibagi dari segi diterima
atau ditolaknya, juga dibagi dari segi maknanya. Kalau ditinjau dari
segi maknanya, maka akan terabagi menjadi dua bagian sebagaimana
39
a) Qira>’a>t Bermakna Tunggal (ﲎ ﳌﺒةﺪ ﳌﺒ)
Qira>’a>t ini adalah sebuah qira>’a>t yang cara
pengucapkannya berbeda tetapi maknanya sama, (beda
pengucapan tetapi tunggal makna).37
Qira>’a>t yang tunggal makna tapi berbeda pengucapan
ini terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Qira>’a>t al-Mukhta>lif fi> al-Us}u>l.
Perbedaan disini meliputi perbedaan
bacaan yang biasanya bersifat tetap seperti
perbedaan para imam ahli qira>’a>t dalam cara
mengucapkan huruf Ma>d, Hamzah, Iz}ha>r,
Id}gha>m, dan lain-lain.38
Contohnya adalah seperti pada
al-Qur’a>n surat al-Baqarah ayat: 3 “ ِ ﺴ ْ ِ ْﺎ ﺴن ِ ُـ ْﻮ ُـ ْﺆ ْ ﺴ ﺒ ِﺬ
”. Disini, tiga dari sepuluh imam qurra>’ (qira>’a>t
al-Sab‘i) meng-ibda>l-kan huruf hamzah.
Sedangkan lainnya membaca dengan hamzah.
37
Nabi>l al-Isma>i>l, Ilmu al-Qira>’a>t…, 46
38 Ibid.
40
2) Qira>’a>t al-Mukhta>lif fi>al-Farash
Yang dimaksud dengan qira>’a>t ini
adalah perbedaan qira>’a>t yang tidak tetap atau
hanya dibeberapa tempat saja. Biasanya terjadi
hanya ditempat-tempat tertentu itu pun
biasanya hanya pada harkat nya saja.39
Contohnya adalah seperti pada
al-Qur’a>n surat al-Baqarah ayat: 85 “ ىﺮﺴُأ ْ ُْﻮُـْﺄﺴ ْنِﺐﺴو
ْ ُْوُﺪ ُ ” Imam Hamzah membaca “ىﺮﺴأ” dengan
harkat fathah huruf hamzah-nya serta tanda
sukun huruf si>n-nya, sedangkan Imam-imam
yang lain membaca “ىﺮﺴُأ ” dengan d}ammah dan
huruf alif setelah huruf si>n.40
b) Qira>’a>t yang bermakna ganda
Yang dimaksud dengan qira>’a>t ini adalah qira>’a>t yang
cara pengucapannya berbeda dan maknanya juga berbeda
(beda pengucapan beda makna).
Kiranya sangat penting untuk ditegaskan bahwa
perbedaan yang dimaksud disini bukanlah perbedaan yang
39
Ibid., 47 40
Ibid.
41
parah, perbedaan yang memnculkan perdebatan yang sengit
dan semacamnya. Akan tetapi, perbedaan yang dimaksud
adalah perbedaan yang tidak parah dan tidak sampai
mendatangkan kesalahfahaman tentang isi pesan dari satu
ayat al-Qur’a>n.
Jadi, perbedaan disini tidak sampai menimbulkan
kontradiksi isi pesan yang terkandung dalam satu ayat
al-Qur’a>n antara-bacaan qira>’a>t yang satu dengan qira>’a>t yang
lainnya, sehingga mendatangkan distorsi, anomali dan
lain-lain.41
Contohnya dari perbedaan qira>’at> ini adalah seperti
pada firman Allah dalam surat al-Zukhruf pada ayat ke: 57 “
ﺴﺴو ﺎ ُ ِﺮ ﺴب ﺐ ْ ُ ﺴ ْﺮ ﺴﺴﱘ ﺴ ﺴ ً ِﺐ ﺴﺛﺒ ﺴـ ْﻮ ُ ﺴ ِ ْ ُ ﺴ ِ ﺪ
ْو ﺴن ” Imam Na>fi‘, Ibnu ‘Umar dan
al-Kisa>’i membaca “نْوﺪُ ﺴ ” dengan men-d}mmah-kan huruf
s}a>d. Sedangkan para imam qira>’a>t al-‘ashar lainnya
membaca “ ﺴنْوﺪِ ﺴ” dengan meng-kasrah-kan huruf s}a>d-nya.
Ada pulama ulama yang membagikan qira>’a>t al-Qur’a>n dengan cara
melihat kuantitas dan kualitas dari qira>’a>t itu sendiri, sehingga pembagian
41 Ibid.
42
qira>’a>t yang semacam ini akan mengikutsertakan imam periwayat (perawi)
qira>’a>t dalam pembagian qira>’a>t al-Qur’a>n>.
Hal ini dapat kita lihat dibeberapa kitab Ulu>m al-Qur’a>n misalnya kitab
al-Tibya>n fi>’ulu>m al-Qur’a>n karya Shekh Muhammad ‘Ali> al-S}a>bu>ni;> juga dalam
kitab Al-Burha>n fi’ulu>m al-qur’a>n karya Imam al-Zarkashi> dan lain-lain, dimana
para pengarang kitab-kitab tersebut membagi qira>’a>t al-Qur’a>n dari segi
kuantitas perawinya dan dari segi kualitas qira>’a>tnya sebagaimana berikut:
1. Macam-macam qiraat dilihat dari segi kuantitas
a) Qira>’a>t sab’ah (qira>’a>t tujuh)
Kata sab’ah artinya adalah imam-imam qira>’a>tt yang tujuh.
Mereka itu adalah:
1. Abdullah bin Kat}i>r al-Da>ri>,
2. Na>fi’ bin Abd. al-Rahma>n bin Abu> Naim,
3. Abdullah al-Ya>sh>bi>,
4. Abu> ‘A>mar,
5. Ya’qu>b,
43
7. ‘A>s}im ibnu Abi> al-Najub al-As’ad>i.42
b) Qira>’a>t ‘Ashrah (qira’at sepuluh)
Yang dimaksud qira>’a>t sepuluh adalah imam qira>’a>t tujuh
yang telah disebutkan di atas ditambah ti