• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH PERJUANGAN DAN PERAN KH. ISTAD DJANAWI DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM DI DESA TAWAR KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO (1919-1959).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SEJARAH PERJUANGAN DAN PERAN KH. ISTAD DJANAWI DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM DI DESA TAWAR KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO (1919-1959)."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH PERJUANGAN DAN PERAN KH.ISTAD DJANAWI DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM DI DESA TAWAR KECAMATAN

GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO (1919-1959)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)

Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh:

Aswin Setyawati

NIM A92212164

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)

xi

ABSTRAK

KH.Istad Djanawi adalah seorang tokoh pejuang Islam yang berperan penting dalam mengembangkan Islam di Desa Tawar. Beliau berhasil mengembangkan Islam dengan melakukan pembaharuan terhadap keyakinan masyarakat Desa Tawar yang ketika itu masih memegang erat kepercayaan Animisme, Dinamisme, maupun Hindu Budha. Meskipun Islam sudah berkembang disana, akan tetapi Islam yang dianut sebagian

masyarakat adalah Islam Kejawen. Sehingga kegiatan keagamaan maupun pemahaman

masyarakat terhadap Islam masih sangat minim.

Penelitian ini menggunakan pendekatan historis. Data penelitian diperoleh melalui wawancara, dokumentasi, dan sumber tertulis yang berkaitan dengan KH.Istad Djanawi. Selanjutnya data-datatersebut dianalisis dengan metode diskriptif dan teori interpretative.

(6)

xii

ABSTRAC

KH.Istad Djanawi is a hero of Islam who was instrumental in developing

Islam in the village of Freshwater. He succeeded in developing Islamic update our belief that villagers bargain when it still holds tightly trust animism, dynamism, and Hindu Buddha. Although Islam has grown there, but some people embraced Islam is Islam Kejawen. So that religious activities and people's understanding of Islam is still very minimal.

This study takes a historical approach. Data were obtained through

interviews, documentation and written sources relating to KH.Istad Djanawi. Furthermore, the data-datatersebut analyzed by descriptive and interpretative theory.

Results of this study can be concluded that the development of Islam in the

(7)

xiv

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik……… 9

F. Penelitian Terdahulu………11

G. Metode Penelitian……….. 11

H. Sistematika Pembahasan……… 16

BAB II : PROFIL KIAI ISTAD DJANAWI………. 17

A. Profil Desa Tawar Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto………17

(8)

xv

C.Sejarah Kelahiran Kiai Istad Djanawi sampai dewasa………… 27

D.Latar belakang pendidikan Kiai Istad Djanawi……….. 31

E. Karya-Karya Kiai Istad Djanawi……… 40

F. Keseharian Kiai Istad Djanawi……….42

G.Akhir hayat Kiai Istad Djanawi………44

BAB III: PERAN KIAI ISTAD DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM DI DESA TAWAR……… 45

A. Keadaan Desa Tawar Sebelum Islam Datang……….45

B. Perkembangan Islam di Desa Tawar……… 48

C. Peran Kiai Istad Djanawi dalam mengembangkan Islam di Desa Tawar……….53

D. Strategi dakwah Kiai Istad Djanawi dalam mengembangkan Islam……… 56

BAB VI: DAMPAK ISLAMISASI………63

A.Pengembangan Sarana dan Prasarana Ibadah di Desa Tawar……63

B. Majunya Pendidikan di Desa Tawar……….. 66

B. Kegiatan Keagamaan diDesa Tawar………...79

BAB V : PENUTUP……….. 82

A.Kesimpulan………..82

(9)
(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Desa Tawar merupakan sebuah desa di kecamatan Gondang kabupaten

Mojokerto yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani. Desa ini

menaungi beberapa dusun seperti Tlasih, Klagen, Purwoasri. Pemberian nama

Tawar tersebut didasaran pada kisah pada masa kolonial Belanda dimana

ditempat tersebut ditemukan sebuah sumber mata air bening yang berkhasiat,

karena salah satu hewan buruan warga yang terluka ditemukan sembuh setelah

masuk kedalam mata air tersebut.

Orang yang pertama kali menemukan desa Tawar adalah Mbah

Sabdomulyo yang santer dikabarkan makamnya merupakan makam Islam

sebagaimana arah makam yang membujur ke utara (menghadap kiblat)

sebagaimana makam orang Islam pada umumnya.1 Ia lah yang dikabarkan

membuka hutan yang kemudian menjadi desa Tawar, meskipun belum bisa

dipastikan kapan datangnya Mbah Sabdomulyo.

Kepercayaan penduduk desa Tawar sendiri masih kental dengan sebutan

Islam kejawen, Islam Kejawen merupakan suatu keyakinan dan konsep-konsep

Hindu-Budha yang cenderung kearah mistik yang bercampur menjadi satu dan

1

(11)

diakui sebagai agama Islam.2Islam Kejawen memadukan unsur dan tradisi Jawa

dengan ajaran Islam, serta masih berkaitan dengan ajaran mistik.3 Aliran Islam

kejawen yang saat itu dianut masyarakat adalah Darmo Gandul, Darmo Gandul

adalah aliran Islam Kejawen yang ajarannya tidak memiliki syari’at atau

mengabaikan syari’at Islam dimana penganutnya masih memegang erat budaya

mistik.4 Darmo Gandul merupakan aliran kebatinan yang berpegang teguh pada

kitab suci yaitu kitab Darmo Gandul, kitab ini berisi ajaran sinkritisme, dan

terdapat sebuah pangkur yang isinya menghina Islam, serta mencari kesamaan

ajaran diantara agama-agama seperti Hindu, Budha, dan Islam, dalam buku

tersebut terdapat kesan bahwa zikir Budha itu lebih daripada zikir cara Islam.5

Karena itu masih banyak kegiatan hiburan (Tayuban) yang dihadiri warga

Tawar. Setiap kegiatan hiburan tersebut seringkali terjadi keributan, banyak

wanita penghibur yang berdatangan ke desa Tawar karena tempat tersebut

diyakini memiliki banyak pelanggan.6

Selain itu desa Tawar merupakan desa yang terkenal dengan desa Maling,

karena hampir seluruh penduduk desa melakukan kegiatan tersebut, hal ini

dilakukan secara terus menerus dan kasus pencurian yang terjadi tidak hanya

menyangkut permasalahan materi tetapi juga menyangkut istri atau dengan kata

lain banyak warga Desa Tawar yang mencuri istri orang lain dengan cara dipaksa

2

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 312.

3

Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita (Jakarta:UI Press, 1988), 2.

4

Ahmad Idris Syamsudin, Wawancara, Mojokerto 18 September 2015.

5 Ainuttijar, “Serat Darmo gandul” dalam

http://Ainuttijar.blogspot.co.id/2011/04/serat-darmo-gandul.html (Diakses 14 Desember 2015)

6

(12)

ataupun di gendong.7 Keadaan semacam itu sering terjadi sebelum akhirnya Kiai

Istad Djanawi datang ke Desa Tawar.

Kiai Istad Djanawi merupakan tokoh yang menjadi panutan warga tawar,

ia lahir di Desa Mbothe (Kalianyar) Kertosono, sebuah Desa yang penduduknya

rata-rata memang santri. Ia lahir tahun 1879 M, sementara nama Istad dipilih

oleh sang Bapak yang diharapkan nantinya memberikan berkah

(Tafa’ulan).8Istad di masa kecil sudah mendapatkan bimbingan ilmu agama dari

orangtuanya seperti membaca al-qur’an, kewajiban sebagai anak, nilai-nilai

kesederhanaan dan tanggung Jawab untuk belajar. Meskipun ketika itu keadaan

pendidikan di Indonesia masih sangat minim karena pemerintah Belanda masih

berkuasa sehingga belum menyediakan pendidikan yang layak bagi masyarakat

pribumi. Tahun 1888 sudah dibentuk inspektur pendidikan yang kemudian

dibukalah pendidikan rakyat yang tidak semua lapisan masyarakat bisa

mengenyam pendidikan tersebut kecuali mereka yang merupakan anak perangkat

desa yang bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Sedangkan keluarga Kiai

Istad menganggap pesantren sebagai tempat menimba ilmu sekaligus

satu-satunya lembaga pendidikan yang memberikan ideologi untuk melawan

penjajahan.

Seiring dengan bertambahnya usia, ia berkeinginan untuk mendalami

ilmu agama dengan berguru pada Kiai-Kiai yang tersohor di wilayah Nganjuk.

7

Kasan, Wawancara, Mojokerto, 18 September 2015.

8

(13)

Nganjuk sejak dulu memang telah memiliki banyak pesantren sekaligus beberapa

tokoh ulama tersohor, misalnya pesantren Mojosari asuhan Kiai Imron yang

kemudian diasuh Kiai Zainuddin yang terkenal karomahnya, pondok Sekarputih

asuhan KH. Abdul Rahman, pondok Mangunsari yang diasuh Kiai Imam Bahri

yang masih kerabat Kiai Abdul Majid pengasuh pondok pesantren Kedunglor

Bandar Lor Kediri ataupun pesantren-pesantren lainya.9

Karena keinginan itulah, Kiai Istad yang berusia 14 tahun berpamitan

kepada kedua orangtuanya untuk meninggalkan kampung halaman untuk

mencari ilmu hanya dengan berbekal nasi aking dan sebuah sepeda. Tujuan

pertamanaya adalah ke pesantren Mangunsari asuhan Kiai Imam Bahri, setelah

itu ia juga sempat menimba ilmu di Madura tepatnya pada Kiai Kholil

Bangkalan.

Ia terus mengembara untuk menambah pengetahuan keagamaannya

khususnya dalam bidang tasawuf yang memang telah ditekuni selama berada di

Mangunsari. Kebiasaan yang sering dilakukan adalah riyadloh hanya dengan

makan buah mengkudu kurang lebih selama 3 tahun di makam Sayid Sulaiman

Betek Mojoagung, semua itu adalah semata-mata untuk membersihkan jiwa dan

mendekatkan diri kepada Allah Swt, ditengah riyadlohnya tidak jarang ia

merasakan majdzub, yakni masuk ke dalam alam bawah sadarnya karena

terpesona dengan sifat „adzomah Allah.10

9

Ibid., 5.

10

(14)

dalam keadaan demikian ia mendapat petunjuk dalam menentukan arah

perjalanan kehidupan.11Dalam bidang thariqah ia berguru kepada seorang

mursyid yang bernama Syekh Umar (Mbah Sri) yang berada di wilayah Jombang

tepatnya di Desa Besuk, Curahmalang, Sumobito.

Kiai Istad melanjutkan pengembaraannya ke wilayah selatan sesuai

dengan isyarat Ilham yang diterimanya dan ia sempat selama beberapa bulan

singgah di Desa Graji di wilayah Dlanggu, kemudian akhirnya mendapat

petunjuk untuk melanjutkan perjalanan kembali. Ia bermimpi melihat sebuah

musholla yang di depannya ada seorang janda dan mempunyai anak janda,

sedangkan di belakang musholla tersebut terdapat kuburan atau makam dimana

diatas makam tersebut ada seorang pria pendek, dempal dan memakai blangkon

yang meminta tolong kepada Kiai Istad.12Kiai Istad diminta untuk menolongnya,

dan bila tidak ditolong maka akan menjadi tanah merah.13

Ketika itu, Kiai Istad memiliki seorang seorang murid yang setia

menemaninya, karena penasaran dengan mimpi tersebut ia ditemanai muridnya

tersebut mencari lokasi musholla tersebut yang pada akhirnya berhasil ia

temukan dan laki-laki tersebut bernama Kiai Burhani. Kiai Burhani merupakan

(15)

Musholla tersebut berada di Desa Tawar Kecamatan Gondang Kabupaten

Mojokerto, dengan kata lain menurut masyarakat setempat Kiai Istad harus

mengemban amanah dari Kiai Burhan untuk singgah di musholla tersebut.

Selama berada di Musholla tersebut ia menghidupkan kegiatan

keagamaan seperti sholat berjamaah dan ia menjadi imamnya. Pada saat itulah

Nyai Wati’ah (istri Kiai Burhani) terkesan dan menjadikan Kiai Istad sebagai

menantunya, yang dinikahkan dengan putrinya yakni seorang janda tanpa anak

bernama Fatimah Jayun Yaumi. Ketika menikah ia berusia 40 tahun dan dari

hasil pernikahannya ia dikaruniai 12 anak.

Sosok yang hadir di mimpi Kiai Istad memang merupakan Kiai Burhani

yang akhirnya sekaligus menjadi mertua Kiai Istad, ia merupakan seorang ulama

yang menyediakan tempat tinggal untuk Kiai Istad Djanawi selama menyebarkan

Islam. Namun ia meninggal dunia dan Desa Tawar sempat mengalami

kevakuman seorang tokoh agama sampai akhirnya perjuangannya diteruskan

oleh Kiai Istad Djanawi.

Kedatangan Kiai Istad Djanawi mampu memberikan perubahan yang

berarti di desa Tawar, dengan gaya dakwahnya yang fleksibel sehingga semua

lapisan masyarakat bisa menerima kehadirannya. Ia menggunakan strategi

berdakwah dengan cara Muqtadhol Maqam, yakni berdakwah yang lebih

mengedepankan interaksi dengan masyarakat setempat dengan cara berdagang.

Bahkan ia mempunyai sebutan sebagai seorang makelar yang sering melakukan

(16)

berdakwah dengan cara sembunyi-sembunyi karena ketika itu Belanda masih

berkuasa di Indonesia, ketika itu kitab yang diajarkan adalah Ta’lim Muta’alim

dan Fiqih.14

Dalam melakukan kegiatan dakwahnya, ia mengalami banyak rintangan

seperti terjadinya peristiwa puthuk. Puthuk adalah semacam tanah yang

berbentuk bukit kecil yang biasanya terdapat di kebun yang jarang dijamah oleh

orang, letak puthuk ini berada di antara desa Tawar dengan desa Karangkuten

yang dipisah sungai besar bernama sungai Pikatan.15Tanah ini dipercaya warga

Tawar sebagai tanah yang dihuni banyak makhluk halus sehingga tanah ini

dikeramatkan warga sekitar. Sedangkan peristiwa Puthuk adalah peristiwa yang

terjadi ketika para murid Kiai Istad membongkar tanah Puthuk tersebut untuk

dijadikan persawahan sesuai permintaan Kiai Istad, namun tiba-tiba tebing di

sampingnya roboh dan menimpa salah satu murid Kiai Istad bernama Kang

Darmo yang ketika itu sedang mencangkul. Kejadian ini dilaporkan kepada Kiai

Istad dan atas izin Allah Swt, Kiai Istad menggedukkan kakinya kebumi dan

Abdul Majid, Wawancara, Mojokerto, 17 September 2015.

15

Ihsan, Kiai Istad Djanawi, 26.

16

(17)

Berkat perannya yang berdampak hingga saat ini, pada tahun 1947 KH.

Istad Djanawi berhasil mendirikan lembaga pendidikan Miftahul Qulub Tawar.

Ia memulainya dengan mengumpulkan kayu nangka untuk pondasi awal

bangunannya.

Saat ini perkembangan lembaga pendidikan Miftahul Qulub Tawar telah

berkembang pesat, dan telah menjadi sebuah yayasan pendidikan menjadikan

desa Tawar sebagai salah satu tujuan pendidikan bagi santri yang ingin mengabdi

ilmu di Mojokerto. Selain itu, ia juga seorang guru thariqah yang mulai

mengijazahkan Thariqah Naqsabandiyah Kholidiyah Mujaddadiyah yang sudah

lama diamalkannya sejak ia berdakwah ke desa Tawar, dimana kegiatan ini

sampai sekarang masih berlangsung di masjid peninggalan ia.17

Kiai Istad Djanawi mampu memberikan perubahan pada Desa Tawar

yang masyarakatnya gemar melakukan perbuatan-perbuatan kotor dan maksiat.

Setelah kedatangan Kiai Istad banyak perubahan yang terlihat seperti keadaan

desa Tawar yang mulai aman, banyak masyarakat yang mulai memeluk dan

memahami ajaran Islam dengan benar, serta kebiasaan buruk masyarakat seperti

pencurian dapat ditumpas. Banyak warga masyarakat Desa Tawar yang

meninggalkan profesinya sebagai maling dan menjadi murid Kiai Istad Djanawi.

Selain itu, kegiatan keagamaan di desa Tawar semakin sering dilakukan

seperti adanya pengajian kitab, sholat berjamaah, semua itu dilakukan dengan

tidak memaksa, dan ia memberikan contoh dengan perilakunya, tidak sekedar

17

(18)

dengan ucapan. Sehingga banyak warga masyarakat Tawar yang akhirnya

bersedia mengikuti ajaran dari Kiai istad Djanawi.

B. Rumusan Masalah:

1. Siapakah Kiai Istad Djinawi?

2. Bagaimana sejarah dan perkembangan Islam di desa Tawar?

3. Apa ajaran Kiai Istad Djanawi dalam mengembangkan Islam?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tokoh Kiai Istad Djanawi.

2. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan Islam di desa Tawar.

3. Untuk mengetahui ajaran Kiai Istad Djanawi

D. Kegunaan Penelitian

Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapatbermanfaat bagi:

1. Dari segi akademis: penelitian ini dapat menjadi rujukan ataupun bahan

informasi bagi masyarakat tentang sejarah perjuangan dan peranan Kiai Istad

Djanawi dalam pengembangan Islam di desa Tawar kecamatan Gondang

Kabupaten Mojokerto.

2. Dari segi praktis: diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah dan

melengkapai keilmuan Islam khususnya sejarah Islam di Indonesia.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Dalam studi sejarah biasanya digunakan juga pendekatan ilmu sosial

(19)

pendekatan sosio-historis yang menjelaskan tentang biografi tokoh Kiai Istad

Djanawi serta perjuangan dan peranannya di desa Tawar. Karena objek

dakwahnya adalah masyarakat sehingga sangat menentukan keberhasilan dakwah

dari Kiai Istad Djanawi.

Kiai Istad Djanawi merupakan tokoh penting pengembangan Islam di

desa Tawar, ia bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, terutama dalam bidang

keagamaaan. Selain itu pula, banyak peninggalan ia yang hinggga saat ini masih

terawat baik bangunan fisik seperti masjid peninggalan, rumah singgah, ponpes

sebagai lembaga pendidikan maupun karya-karya ia.

Teori yang digunakan adalah teori behavioral.18 Teori ini menekankan

pada aktor yang memimpin suatu gerakan, lembaga, ataupun komunitas dan

interpretasi terhadap situasi di zamannya. Selain itu, teori yang masih relevan

dengan “Sejarah dan Perjuangan Kiai Istad Djanawi Dalam Mengembangkan

Islam di Desa Tawar Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto (1919-1959)”

adalah teori kepemimpinan. Teori kepemimpinan adalah kemampuan seseorang

untuk mempengaruhi orang lain yakni orang-orang yang dipimpin atau

pengikutnya sehingga orang lain tersebut bertingkah laku seperti yang

dikehendaki oleh pemimpin tersebut.19

Teori kepemimpinan memiliki banyak macamnya. Namun teori

kepemimpinan dengan model ekologis atau sintesis lebih sesuai dengan tokoh

18

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 11.

19Erma Mauluddiyah, “KH.Dawud Munawar Dan Perannya Di Pondok Pesantren Tahfidhul Qur’an

(20)

yang saya bahas. Teori kepemimpinan model ekologis atau sintesis menyatakan

seseorang akan sukses menjadi pemimpin bila sejak lahir telah memiliki bakat

kepemimpinan dan dikembangkan melalui pengalaman serta cita-cita, usaha

pendidikan yang sesuai dengan tuntunan lingkungan atau ekologisnya.20Sehingga

dapat disimpulkan bahwa Kiai Istad Djanawi sebelum menjadi seorang

pemimpin yang besar, ia memang lahir dari lingkungan Islam santri serta ia

terlebih dahulu melakukan pengembaraan untuk memperoleh pengalaman dan

pengetahuan keagamaannya dengan menempuh pendidikan di beberapa

pesantren.

F. Penelitian Terdahulu

M.Fatihul Ihsan, Kiai Istad Djanawi: Ulama Ahli Riyadloh dan Dermawan,

Ponpes Miftahul Qulub Tawar Mojokerto, tahun 2010, menjelaskan mengenai

biografi Kiai Istad Djanawi, metode dakwahnya, serta perjuangannya

mengembangkan Islam dan pendidikan Islam di desa Tawar, Gondang,

Mojokerto.

G. Metode Penelitian

Pada umumnya penelitian sejarah menggunakan metode kualitatif yang

berdasarkan penafsiran, ataupun analisis sesuai data dan yang terjadi di lapangan.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan data-data berupa buku, wawancara

dengan informan seperi keluarga, santri, dan warga masyarakat yang mengetahui

20

(21)

betul aktifitas dakwah dari Kiai Istad Djanawi.Dalam penelitian ini, peneliti

memilih topik tentang sejarah perjuangan serta peranan KH.Istad Djanawi dalam

mengembangkan Islam di desa Tawar. Metode penelitian sejarah memiliki 4

langkah kegiatan yaitu Heuristik, Kritik Sumber, Interpretasi dan Historiografi.21

1. Heuristik

Heuristik merupakan tahapan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang

relevan dengan tulisan yang dikaji.22 Dalam penelitian ini data yang

dikumpulkan berasal dari pengasuh Ponpes Miftahul Qulub Tawar dalam hal

ini yang bersangkutan adalah KH.Ahmad Syamsudin yang merupakan anak

dari Kiai Istad Djanawi. Selain itu peneliti juga menggali sumber-sumber

primer baik dalam bentuk literatur buku yang ada di Ponpes Miftahul Qulub

Tawar Mojokerto. Adapun sumber yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Sumber Primer:

1) Buku-Buku Tentang Kiai Istad Djanawi

Buku yang digunakan oleh peneliti berjudul Kiai Istad Djanawi

Ulama Ahli Riyadloh dan Dermawan. Buku ini ditulis oleh M Fatikhul Ihsan dengan di editori oleh keluarga Kiai Istad Djanawi, yakni ustadz

Ahmad Idris Syamsudin.

2) Kitab-Kitab Karangan Kiai Istad Djanawi

21

Nugroho Notosusanto, Norma-Norma Dasar Penelitian Penulisan Sejarah (Jakarta: Dephankam, 1971), 35.

22

(22)

Ia telah menulis ulang kitab Ta’lim Muta’alim dan Fiqih, meskipun banyak kitab lainnya yang juga ia tulis langsung.

3) Interview

Sumber lisan merupakan sumber yang disampaikan secara lisan yang

turun-temurun. Pada penelitian ini, sumber lisan yang digunakan adalah

sumber yang berasal dari pelaku peristiwa atau saksi mata atau yang

sering disebut oral history.23Sumber lisan sering juga disebut dengan

interview atau wawancara. Wawancara atau interview adalah teknik

pengumpulan data yang dipakai oleh peneliti untuk mendapatkan

keterangan lisan dengan berhadapan langsung dengan informan.24

Dalam wawancara ini dilakukan terhadap informan yang merupakan

keluarga Kiai Istad Djanawi yakni anak, murid, serta tokoh masyarakat

desa Tawar. Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan

anak ia yakni KH.Ahmad Syamsudin, Nyai Musyarofah, murid pertama

serta keluarga ia yakni KH.Abdul Majid, Pengawal pribadi atau abdi ia

semasa hidup, serta warga masyarakat sekitar Desa Tawar yang

sezaman dan mengetahui Kiai Istad Djanawi.

4) Observasi

23

Lilik Zulaicha, Metodologi Sejarah I (Surabaya: Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel, 2004), 22.

24

(23)

Observasi merupakan pengamatan langsung ke tempat dakwahnya

dahulu yang sekarang telah menjadi ponpes Miftahul Qulub Tawar yang

saat ini diasuh oleh KH.Ahmad Syamsudin.

b. Sumber Sekunder

Untuk mendukung penelitian ini penulis menggunakan sumber

sekunder seperti buku-buku sejarah maupun referensi lain yang

menyangkut atau mempunyai metode yang sama dengan judul yang

diangkat peneliti.

2. Verifikasi (Kritik Sumber)

Kritik sumber adalah upaya untuk mendapatkan otentitas dan

kredibilitas sumber.25 Kritik sumber meliputi kritik Ekstern (luar) dan kritik

Intern (dalam). Ada beberapa tahapan dalam kritik luar adalah kritik yang

berkaitan dengan berbagai hal, seperti memastikan keabsahan sumber sejarah,

jenis tuisan dan kertas, menentukan pribadi penulis, dan waktu serta tempat

penulisan.26

Adapun kritik dalam adalah kritik yang membahas mengenai keadaan

mental (kejiwaan) yang dilalui oleh penulisan sumber sejarah, dan kritik ini

berusaha mengetahui jelas tujuan penulis dari apa yang ia tulis, mengetahui

25

Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 34.

26

(24)

papkah penulis yakin akan apa yang ia tulis, dan apakah ada alasan cukup

yang menjadikannya yakin dan keabsahannya itu.27

3. Interpretasi

Interprtasi sering disebut dengan penafsiran atau analisis sejarah. Data

yang telah terkumpul kemudian dibandingkan dan disimpulkan agar bisa

dibuat penafsiran terhadap data tersebut sehingga dapat diketahui hubungan

kausalitas dn kesesuaian dengan masalah yang diteliti.28

Dari data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, proses

perjuangan yang dihadapi oleh Kiai Istad Djanawi dalam mengembangkan

tidaklah mudah, karena selain tetap adanya respon yang kurang baik dari

masyarakat setempat yang juga bersamaan dengan kebijakan kolonialisme

Belanda yang tidak memperbolehkan Islam berkembang, sehingga Kiai Istad

Djanawi menggunakan metode dakwah dengan cara sembunyi-sembunyi

dengan mengajarkan beberapa kitab seperti Ta’lim Muta’alim, fiqih dan

sebagainya.

4. Historiografi

Historiografi secara harfiah berarti penulisan. Tahap ini merupakan

penyajian atas berbagai fakta yang telah terkumpul. Di tahap ini juga

fakta-fakta sejarah diinterpretasikan dan kemudian penulis menyampaikan sintesis

yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan dan disampaikan dalam bentuk

27

Ibid.

28

(25)

karya ilmiah atau tulisan.29 Historiografi merupakan tahapan akhir pada

metode penelitian, dimana pada tahap ini dilaporkan atau dipaparkan hasil

penelitian sesuai dengan data yang diperoleh oleh penulis.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika yakni runtutan garis besar isi penelitian, yang dibagi menjadi

enam bab dibagian setiap bab terdapat sub sub bab. Pada bagian sistematika ini

merupakan pondasi bagi bab-bab selanjutnya, karena pada bab pertamalah segala

hal yang berhubungan dengan penulisan skripsi diatur.

Bab 1 Pendahuluan yang berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Pendekatan dan Kerangka

Teoritik, Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian, Sistematika Pembahasan .

Bab II Profil Kiai Istad Djanawi yang beris Profil Desa Tawar

Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto, Biografi Kiai Istad Djanawi, Sejarah

Kelahiran Kiai Istad Djanawi sampai dewasa, Latar belakang pendidikan Kiai

Istad Djanawi, Keseharian Kiai Istad Djanawi, Karya-karya Kiai Istad Djanawi,

Akhir hayat Kiai Istad Djanawi

Bab III Peran Kiai Istad Djanawi Dalam mengembangkan Islam yang

berisi, Perkembangan Islam di desa Tawar, Peran Kiai Istad Djanawi dalam

mengembangkan Islam di desa Tawar, Strategi dakwah Kiai Istad Djanawi dalam

mengembangkan Islam. 29

(26)

Bab VI Dampak Islamisasi yang berisi tentang Pengembangan Sarana dan

Prasarana Ibadah di Desa Tawar, Majunya Pendidikan di Desa Tawar,

Kegiatan Keagamaan di Desa Tawar.

(27)

17

BAB II

PROFIL KH. ISTAD DJANAWI

A. Profil Desa Tawar Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto 1. Letak Geografis.1

Wilayah Desa Tawar terletak di Barat Laut wilayah Kec. Gondang

dengan luas daerah seluruhnya 228,380 Ha yang terdiri dari : Pemukiman

5 Ha Persawahan 142,220 Ha, Pekarangan 22,400 Ha, Tegal 73,615 Ha,

Jalan Kabupaten 2,5 Km, Jalan Umum Desa 10 Km.

Dengan batas administrasi wilayah sebagai berikut : Sebelah utara

dengan Desa Talok Kecamatan Dlanggu, Sebelah Timur dengan Desa

Pohjejer,Sebelah selatan dengan Desa Karangkuten, Sebelah Barat dengan

Desa Mojogeneng Kecamatan Jatirejo.

1

(28)

18

2. Demografi.2

a. Jumlah Penduduk

Jumlah Penduduk di wilayah Ds. Tawar sampai akhir bulan Januari

tahun 2013 sebanyak 3.398jiwa terdiri dari : Laki – laki 1.748 dan

Perempuan 1.650 Jiwa. Dengan Pertumbuhan penduduk..3..%

No. Nama Dusun Luas

Wilayah

JML PDDK JML KK

1. Dusun Tawar 62, 340 315 85

2. Dusun Tlasih 86,630 557 180

3. Dusun Klagen 62,685 309 91

4. Dusun

Purwoasri

51,560 500 167

b. Komposisi Penduduk

1) Menurut jenis kelamin: Laki – laki 1.748 Jiwa, Perempuan

1.650 Jiwa

2) Menurut Umur: 0 – 6 tahun 261 Jiwa, 7 – 12 tahun 345 Jiwa,

13-15 tahun 140 Jiwa, 16 – 18 tahun 62 Jiwa, 18 Tahun keatas

1230 Jiwa.

2

(29)

19

3. Mata Pencaharian Penduduk.3

Di wilayah Desa Tawar mayoritas adalah Petani dan Buruh. Adapun data

mata pencaharian penduduk sebagai berikut :

a. Petani : 587 Orang

Situasi perekonomian wilayah Desa Tawar saat ini relative stabil,

secara umum diwilayah Desa Tawar khususnya kebutuhan masyarakat

(30)

20

b. Di wilayah Desa Tawar juga terdapat industri Pemecah Batu yang

bisa menyerap tenaga kerja, adapun data Industri di wilayah Desa

Tawar adalah sebagai berikut:

No. Jenis Industri Lokasi Pemilik

(31)

21

4. Ketela Rambat 9 Ha

5. Sayur-sayuran 8 Ha

6. Lain-lain 85 Ha

d. Perkebunan .

Sektor Perkebunan dan hutan di wilayah Desa Tawar

adalah sebagai berikut :

No. Jenis Tanaman

Perkebunan

Luas Lokasi

1. Tebu 27 Ha Dsn. Tawar, Dsn.

Tlasih, Dsn. Klagen,

Dsn. Purwoasri

- - - -

e. Peternakan

Di Desa Tawar banyak terdapat sentra peternakan ayam

pedaging dengan jumlah 11 lokasi dengan model kemitraan antara

(32)

22

f. Data Kerajinan Mebel

NO NAMA / PEMILIK ALAMAT KET

1. H. PARWOTO Tlasih Bahan dari kayu jati

2. H. SUMARTO Tlasih Bahan dari kayu jati

3. SUSRIAMAH Tlasih Bahan dari kayu jati

5. Sosial Agama.5

a. Jumlah sekolah dan sarana pendidikan .

(33)

23

b. Jumlah pemeluk agama dan tempat ibadah.

NO AGAMA JUMLAH

1. IMDADULLOH KH. AHMAD SYAMSUDIN Dsn. Tawar

2. AT TAQWA M. ALI ZUHDI Dsn. Tawar

10. BAITUR ROHMAN AHMAD BASHORI Dsn. Klagen

11. AT TAQWA KAMIL Dsn. Purwoasri

(34)

24

NO NAMA MUSHOLA PIMPINAN TAKMIR ALAMAT

1. MUTTAQIN AHMAD DAHRI Dsn. Tawar

10. AL BA’ABUD KHOIRUL ANAM Dsn. Klagen

11. BAITUR ROHIM SAMUDONO Dsn. Klagen

12. AT TAQWA KAMIL Dsn. Purwoasri

13. DARUT TAQWA M. MUHYIDDIN Dsn. Purwoasri

Tabel diatas merupakan data statistik tentang Desa Tawar. Statistik

merupakan suatu indikator atau petunjuk keadaan sosial-ekonomi baik

dari sudut penelitian maupun dari sudut penggarisan kebijaksanaan

pembangunan tingkat daerah maupun di tingkat nasional.6

6

(35)

25

Sesuai tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa

Tawar memiliki mata pencaharian yang beragam seperti petani,

pedagang, industri dan sebagainya, meskipun sampai saat ini data

menunjukkan bahwa profesi yang paling banyak dilakukan

masyarakat adalah bertani. Mengenai persoalan keagamaan, Islam

menjadi agama yang kuat disana, menurut data statistik data agama

kedua yang dianut masyarakat Desa Tawar adalah Kristen meskipun

jumlahnya sangat kecil dibandingkan dengan pemeluk agama Islam,

hal ini juga ditandai dengan menjamurnya jumlah mushola maupun

masjid yang dibangun di setiap dusun.

Perkembangan Islam di Desa Tawar hingga saat ini tak lain

karena pengaruh perkembangan Islam di masa lalu, karena pusat-pusat

keagamaan penting di Desi Tawar seperti Masjid, lembaga pendidikan

pertama di Desa Tawar yakni Madrasah Ibtida’iyah serentak resmi

dibangun pada masa Kiai Istad Djanawi sekitar tahun 1947. Desa

Tawar saat ini merupakan salah satu wilayah yang menjadi pusat

keagamaan di wilayah Kabupaten Mojokerto khususnya di wilayah

kecamatan Gondang.

B. Biografi Kiai Istad Djanawi

Biografi merupakan kisah perjalanan hidup seseorang. Menurut

(36)

26

(seseorang) yang ditulis oleh orang lain.7 Biografi berasal dari bahasa

Yunani, bios yang memiliki arti hidup dan graphien yang berarti tulis,

biografi merupakan sebuah tulisan yang membahas tentang kehidupan

seseorang.

Biografi sendiri dapat berbentuk hanya beberapa baris kalimat saja,

namun dapat lebih dari 1 buku, biografi singkat hanya menjelaskan tentang

fakta-fakta dari kehidupan seseorang serta peran pentingnya sedangkan

biografi panjang meliputi informasi-informasi yang bersifat penting

namun dikisahkan dengan lebih mendetail serta dituliskan dengan gaya

cerita yang baik.8 Biografi menjelaskan secara detail dan lengkap

mengenai perjalanan hidup seseorang dari ia dilahirkan hingga meninggal.

Biografi berperan penting untuk menguatkan bukti mengenai jasa-jasa

tokoh, keilmuan tokoh, karya-karya tokoh, peranan tokoh pengaruhnya

dan sebagainya.

Setiap biografi seharusnya mengandung empat hal, yaitu: (1)

Kepribadian tokoh, (2) Kepribadian tokoh, (3) Lukisan sejarah zamannya,

(4) Keberuntungan dan kesempatan yang datang, selain itu sebuah biografi

haruslah memperhatikan adanya latar belakang keluarga, pendidikan,

lingkungan sosial budaya dan perkembangan diri, serta hambatan

7

Murad Maulana,“Perbedaan Biografi dan Autobiografi” dalam

http://www.muradmaulana.com/2014/04/perbedaan-biografi-dan-autobiografi.html ( 20 Oktober 2015).

8

Wukara,”Pengertian dan Ciri-Ciri Biografi” dalam

(37)

27

hambatan yang menentukan jalan hidup selanjutnya dan membawa

perubahan penting juga perlu disebutkan dalam penulisan biografi.9

C. Sejarah Kelahiran KH. Istad Djanawi Sampai Dewasa

KH. Istad Djanawi dilahirkan di Desa Mbothe (Kalianyar)

Kertosono, ia lahir pada tahun 1879 sementara hari dan tanggalnya tidak

diketahui, karena masa itu jarang orang memperdulikan tanggal kelahiran

anaknya.10 Pemberian nama Istad bukan tanpa alasan, nama itu diberikan

sang bapak yang berharap puteranya kelak memberikan berkah

(Tafa’ulan) bagi pemiliknya.

Ia lahir dari pasangan Djanawi dengan Marsiyem, mereka adalah

seorang petani agamis yang sederhana dan sangat peduli terhadap

ajaran-ajaran agama, pasangan Djanawi dan Marsiyem juga sangat

memperhatikan perkembangan keagamaan anak-anaknya, hal ini ditandai

dengan memberikan pengajaran-pengajaran akhlak, Al-Qur,an, tanggung

jawab, memasukkan anak-anaknya ke pesantren dan sebagainya. Kedua

orangtua Kiai Istad memang tinggal di Desa Mbothe (Kalianayar) yang

berjarak 15 kilometer kearah timur Nganjuk. Desa ini dihuni kaum yang

rata-rata memang santri.11

Kebahagiaan menaungi pasangan ini karena Alloh memberi

anugerah kehamilan yang kedua kalinya kepada mereka sebagai buah dari

9

Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2003), 203.

10

M.Fatihul Ihsan, Kiai Istad Djanawi Ulama Ahli Riyadloh dan Dermawan (Mojokerto: Ponpes Miftahul Qulub Tawar, 2010), 1.

(38)

28

jalinan tali kasih mereka. Mereka mempunyai harapan besar, agar bayi

yang sekarang didalam kandungan kelak menjadi seorang putra yang

sholih yang mampu menjunjung tinggi bendera islam. Harapan keluarga

itu luhur, tulus dan suci sehingga dikabulkan oleh Allah Swt.12 Karunia itu

ditandai dengan kelahiran anak kedua mereka yang diidam-idamkan, dia

adalah bayi laki-laki yang diberi nama Istad. Kebahagiaan keluarga itu

semakin lengkap ketika mereka melihat Istad kecil tumbuh berkembang

sebagai anak yang patuh kepada kedua orang tua dan tekun mempelajari

ilmu agama dari para tokoh agama didesanya. Pasangan ini memiliki 5

anak dan Kiai Istad merupakan anak kedua pasangan tersebut. Adapun

silsilahnya sebagai berikut:

Kiai Istad menghabiskan masa mudanya dengan mengembara untuk

mencari ilmu, dan ditengah perjalanannya tersebut ia bertemu jodohnya.

12

(39)

29

Setelah mengembara dari Kertososno hingga Mojokerto ia singgah di

beberapa desa dan makam para auliya serta singgah di beberapa warung untuk

beristirahat. Namun suatu ketika ia mengalami gangguan kesehatan saat

melanjutkan perjalanan, ia pingsan dan mendapat perawatan dari seorang

warga bernama pak Sabar. Setelah pulih ia melanjutkan perjalananya kearah

selatan sesuai dengan ilham yang diterimanya, dan ditengah perjalanannya ia

singgah di Desa Graji Kecamatan Dlanggu.

Di Desa Graji ia singgah beberapa bulan dan sempat memiliki khadim

atau pengikut setia yang membantu memenuhi kebutuhan ia, namanya pak

Karim. Konon pada saat masih singgah di Desa Graji suatu ketika ia

bermujahadah diatas buah kunir maka buah kunir tersebut berubah menjadi emas dan hal itu tidak membuat ia tertarik untuk memilikinya atau

menggunakannya.13 Di tempat inilah ia mendapat ilham dengan bermimpi

bertemu dengan seorang laki-laki yang merupakan pemilik sebuah musholla.

KH.Istad akhirnya mencari tahu keberadaan musholla tersebut yang akhirnya

musholla tersebut berada di Desa Tawar Kecamatan Gondang Mojokerto.

Laki-laki yang datang menghampiri ia dalam mimpi adalah Kiai Imam

Burhani, yang meminta tolong kepada Kiai Istad agar meneruskan dakwahnya

dalam mengembangkan Islam di Desa Tawar karena ia telah wafat.

(40)

30

Kiai Istad. Putri Nyai Wati’ah sendiri bernama Fatimah Jayun Yaumi yang

merupakan seorang janda tanpa anak. Pinangan Nyai Wati’ah diterima Kiai

Istad yang ketika itu usianya sudah 40 tahun, dan dari hasil pernikahannya ini

ia dikaruniai 12 anak. Berikut silsilahnya:14

Kiai Istad adalah seorang bapak yang sangat mencintai keluarganya,

untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya ia bekerja sebagai

pedagang. Ia berdagang tanah, hewan ternak seperti sapi, kambing, kuda dan

sebagainya. Kiai Istad sendiri adalah seorang blantik yang kerap berkunjung

ke warung-warung milik warga untuk membicarakan masalah jual beli hewan

14

Ibid., 20.

KH. ISTAD DJANAWI FATIMAH J.YAUMI

(41)

31

ternak, masyarakat memiliki kebiasaan menyimpan hewan ternaknya dirumah

terlebih dahulu. Setelah dirasa sapi sehat dan layak jual, biasanya warga akan

membawa hewan ternak tersebut ke Pasar Hewan Pandan Kecamatan

Gondang Kabupaten Mojokerto.

Pasar ini ramai digunakan ketika musim pasaran Legi. Pasar Pandan

hingga saat ini masih berfungsi dengan baik bahkan semakin ramai, namun

ada pusat perdagangan lainnya di wilayah Kabupaten Mojokerto yang juga

sering dikunjungi warga dari dulu hingga sekarang, yakni Pasar Hewan

Mojosari. Pasar ini menjadi tempat alternatif jual beli hewan ternak ketika

Pasar Hewan di Pandan sedang tutup. Namun Pasar Hewan Mojosari hanya

ramai ketika tanggal pasaran Wage.

Selain sibuk bekerja ia juga sangat memperhatikan pendidikan

anak-anaknya, memberikan motifasi untuk anak-anaknya, mengajarkan sholat berjamaah,

serta mengupayakan semua anak-anaknya bisa masuk pesantren agar bisa

mendapatkan pengetahuan agama.

D. Latar Belakang Pendidikan KH.Istad Djanawi

Pada masa kecilnya KH. Istad Djanawi merupakan anak yang periang,

senang bergaul dan bermain bersama teman-temannya, namun kedua

orangtuanya mulai memikirkan masa depan anaknya dalam hal mendalami

ilmu-ilmu keagamaan untuk bekalnya kelak ketika dewasa. Melalui bimbingan

kedua orangtuanya, Istad kecil mulai dikenalkan dengan ilmu agama seperti

(42)

32

melalui bimbingan inilah Kiai Istad diharapkan mampu menjadi pribadi yang

sederhana, sabar, tanggung jawab dan menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman.

Disamping itu, Istad kecil dibiasakan untuk memiliki motivasi belajar

meskipun ketika itu keadaan pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan

karena pemerintahan Kolonial Belanda masih berkuasa.

Sejak zaman VOC kedatangan mereka membawa misi ekonomi,

politik, dan agama dalam hak actroi VOC berbunyi: Badan ini harus berniaga

di Indonesia dan bila perlu boleh berperang, dan harus memperhatikan

perbaikan agama Kristen dengan mendirikan sekolah.15Gubernur Jenderal Van

den Capellen tahun 1819 M mengambil rencana untuk mendirikan sekolah

dasar untuk penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintah colonial

Belanda dengan mendesak bupati-bupati daerah untuk mengedarkan peraturan

tersebut ke penduduk pribumi secara merata. Dengan demikian

menggambarkan bahwa pondok pesantren, masjid, mushalla, dan lain

sebagainya dianggap tidak membantu pemerintah Belanda, para santri pondok

dianggap masih buta huruf latin.16

Pemerintah kolonial khususnya Belanda, berusaha menekan dan

mendiskreditkan pendidikan Islam yang dikelola oleh pribumi, tak terkecuali

pondok pesantren.17 Pada tahun 1882 didirikan Priesterreden (Pengadilan

Agama) oleh pemerintah kolonial. Tugas-tugasnya adalah mengadakan

pengawasan terhadap pendidikan pesantren.

15

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 148.

16

Ibid., 148-149.

17

(43)

33

Tahun 1888 sudah dibentuk inspektur pendidikan yang kemudian

dibukalah pendidikan rakyat.18Setelah itu, dikeluarkan ordonasi tahun 1905

yang berisi ketentuan-ketentuan pengawasan terhadap perguruan yang hanya

mengajarkan agama (pesantren) dan guru-guru agama yang akan mengajar

harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat.19Sehingga mereka yang

bersekolah pun hanya dibekali pengetahuan mengenai ilmu-ilmu yang sifatnya

umum saja, dimana tujuan Belanda akhirnya adalah membuat mereka yang

bersekolah tersebut tetap menjadi bagian jajahannya.20 Anak-anak dari

kalangan rakyat bawah yang rata-rata orangtuanya sebagai petani dan buruh

tidak mendapat kesempatan mengenyam pendidikan sebagaimana anak

perangkat ataupun pegawai.

Pada tahun 1932 M keluar peraturan tentang pemberantasan dan

penutupan madrasah dan sekolah-sekolah tanpa izin atau sekolah yang

memberikan materi pelajaran yang tidak disukai Belanda, namun peraturan ini

ditentang keras dan selalu mendapatkan respon masyarakat seperti gerakan

nasionalisme-Islamisme berupa sumpah pemuda, sehingga akhirnya

pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan yang disebut netral agama.

Yakni bahwa pemerintah bersikap tidak memihak kepada salah satu agama

sehingga sekolah pemerintah tidak mengajarkan agama, dan pemerintah

melindungi tempat peribadatan agama.21

18

Ihsan, Kiai Istad Djanawi, 3.

19

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, 150.

20

Ihsan, Kiai Istad Djanawi, 5.

21

(44)

34

Untuk melawan Kolonial maka umat Islam mencoba menegakkan

perjuangan untuk mengalami perubahan, dimana syariat Islam dapat

dilaksanakan secara murni dan utuh, pola perjuangan ini tidak lain adalah

perjuangan ideologi.22 Masyarakat Islam pada zaman itu justru semakin

menunjukkan sikap melawan pada pemerintah Belanda, para ulama dan Kiai

bersikap tegas dengan menyingkir dari tempat yang dekat dengan Belanda ,

mengharamkan kebudayaan yang dibawa Belanda dengan berpegang teguh

pada AL-Qur’an dan Hadist.

Alasan inilah yang menjadi pertimbangan orangtua Kiai Istad untuk

memberikan pendidikan di pesantren, karena pada saat itu pesantren

merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu agama

dan sebagai tempat menanamkan ideologi dan sebagai basis untuk melawan

penjajah.23

Setelah dewasa Kiai Istad berkeinginan mempelajari lebih banyak

mengenai ilmu agama yang selama ini ia pelajari melalui tokoh-tokoh agama

yang ada di Desa, sehingga ia juga ingin mencari pengalaman baru dengan

belajar ilmu agama di tempat lain seperti di pondok Pesantren Mojosari

asuhan Kiai Imron dan pesantren yang lainnya. Karena keinginan itulah ia

yang baru saja dikhitan dan berusia kurang lebih 14 tahun memutuskan untuk

meninggalkan rumah dengan berpamitan kepada kedua orangtuanya untuk

mengembara mencari ilmu. Ia berpamitan kepada kedua orangtuanya dengan

ungkapan: “Mbo’e…Pa’e…kulo bidal”, dan Ibunya menjawab: “Yo…iki

22

Abdul Qadir Djaelani, Peran Ulama dan Santri (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1994), 84.

23

(45)

35

sanguine”dengan hanya memberikan sebuah karung yang berisi karak (nasi

aking) dan sebuah sepeda ontel.24

Tujuan pertamanya adalah Pondok pesantren asuhan Kiai Imam Bahri

di Desa Mangunsari Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk dan diteruskan ke

Bangkalan Madura yakni kepada Syekh Kholil. KH. M. Kholil mendirikan

pondok pesantren di Desa Kademangan sekitar 200 meter dari alun-alun kota

Bangkalan, di pesantren ini Kiai Kholil banyak mendapat santri yang tidak

hanya berasal dari pulau Madura tetapi juga mencakup pulau Jawa. Pesantren

ini identik dengan pengajaran kitab Alfiyah Ibnu Malik yakni sebuah kitab

yang sangat tinggi dan berwibawa,kitab ini mengajarkan tentang tata bahasa

Arab seperti cara membaca harokat dan sebagainya.

Semua santri diwajibkan mengikuti tradisi unik yakni, semua santri

tidak diperbolehkan pulang meninggalkan pesantren sebelum teruji menghafal

1.000 bait kitab Alfiyah Ibnu Malik karangan Ibnu Malik. Dengan metode

mengajar yang unik, ternyata hampir semua santri Syekh Kholil sangat ahli

dalam membaca kitab kuning atau kitab gundul.25Syekh Kholil memiliki

metode unik lainnya dalam mendidik santri-santrinya, seperti yang dialami

Kiai Abdul Wahab Hasbullah misalnya. Jika seseorang menanyakan persoalan

akidah, fiqih ataupun tasawuf maka Syek kholil akan menjawab

pertanyaannya dengan bait-bait kitab Alfiyah Ibnu Malik.26

24

Ibid., 6.

25

Muhammad Rifai, KH.M.KHolil Bangkalan Biografi Singkat 1820-1923(Jogjakarta: Garasi, 2013), 60-61.

26

(46)

36

Pondok pesantren Syekh Kholil Bangkalan memang banyak

melahirkan tokoh-tokoh penting yang berpengaruh dalam sejarah pendidikan

Islam selain KH.Wahab Hasbullah, KH. Abdul Karim (pendiri Ponpes

Lirboyo), Kh.Hasyim Asyari (pendiri Ponpes Tebuireng), dan sebagainya.

Setelah menimba ilmu disana ia tak lantas pulang, namun melanjutkan

perjalanan untuk mencari guru spiritual untuk membimbing kecintaannya

terhadap tasawuf dan memperdalam ilmu agama. Kecintaanya pada tasawuf

memang telah terlihat sejak mondok di pesantren Mangunsari, ia memiliki

kebiasaan puasa ataupun menjalankan amalan dari gurunya, bahkan menurut

Fatikhul Ihsan”ia pernah melakukan riyadloh hanya dengan makan buah

mengkudu kurang lebih selama 3 tahun di makam Sayyid Sulaiman Betek

Mojoagung”, yang semua itu dilakukan hanya semata-mata untuk

membersihkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.27

Ditengah-tengah riyadlahnya tidak jarang ia merasa majdzbub, yakni

masuk kedalam alam bawah sadar karena terpesona dengan sifat’adzomah Allah.28

Dalam keadaan demikian ia mendapatkan petunjuk dalam menentukan arah

perjalanan kehidupan.29Pengalaman seperti ini tak jauh berbeda dengan yang

dilakukan oleh Syek Kholil selama menimba ilmu di Mekkah, ia juga sering

melakukan tindakan aneh di mata umum, Syekh Kholil sering memakan kulit

semangka ketimbang makanan wajar pada umumnya, sedangkan minumnya

(47)

37

adalah air zam-zam. Kebiasaan ini dilakukan selama berguru 4 tahun di

Mekkah.30

Ia sadar bahwa segala sesuatu haruslah ada gurunya apa lagi jika ingin

memperdalam ilmu agama khususnya thariqah, sehingga ia memutuskan

untuk mencari seorang guru spiritual di bidang thariqah. Pengembaraan awal

dimulai dengan menyusuri daerah Jombang, yang kemudian sampailah di

Desa Besuk Curahmalang Sumobito, disitulah ia menemukan seorang mursyid

thariqah Naqsabandiyah Kholidiyah Mujaddiyah yang bernama Syeikh Umar

atau lebih terkenal dengan sebutan Mbah Sri.31 Kiai Istad mengabdikan diri

kepada Mbah Sri selama beberapa tahun.

Tareqat Naqsabandiyah Kholidiyah Mujaddiyah adalah salah satu dari

dua tareqat yang berkembang pesat selain Tareqat Naqsabandiyah wa

Qadiriyahiyah wa Naqsabandiyah pada awal abad 19 dan awal abad

ke-20.32Tareqat Naqsabandiyah adalah tareqat yang didirikan oleh Muhammad

An-Naqsabandi, nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad

Bahauddin Al-Uwaisi Al-Bukhari An-Naqsabandi (717-791 H/1318-1389 M)

ia adalah seorang ulama sufi terkenal yang lahir di desa Qashrul Arifah,

kurang lebih 4 mil dari Bukhara.33

Di Indonesia tarekat ini dipelopori oleh Syaikh Yusuf Al-Makasari

(1629-1699), ia merupakan orang pertama yang memperkenalkan tarekat ini di

Indonesia, sedangkan tarekat ini berasal dari wilayah Mekah. Mekah

30

Rifai, KH.M.KHolil Bangkalan, 20.

31

Abdul Majid, Wawancara, Mojokerto, 24 Oktober 2015.

32

Martin Van Bruenissen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat (Bandung: Mizan, 1999 ),200.

33

(48)

38

merupakan pusat perkembangan tarekat ini dan ajaran tarekatnya dibawa oleh

para pelajar yang sedang menimba ilmu disana kemudian ketika pulang ajaran

ini disebar luaskan ke nusantara.

Pada dasarnya ajaran pokok Tareqat Naqsabandiyah Khalidiyah

dengan tareqat-tareqat periode selanjutnya sama yakni dzikrullah, namun

nama-nama tareqatnya berbeda, salah satu perbedaan nama Tareqat

Naqsabandiyah Khalidiyah adalah Tareqat Naqsabandiyah al Mujaddiyah al

Khalidiyah pada periode Maulana Syaikh Dhiyauddin Khalid al Utsmani al

Kurdi q.s sampai sekarang.34 Periode antara Syaikh Ahmad Al-Faruqi sampai

Sayyidi Syaikh Dhiyauddin Khalid Kurdi Al Usmani, adalah silsilah kedua

puluh sembilan, dinamakan Mujaddiyah. Jadi perubahan nama tareqat

Naqsabanditah Khalidiyah Mujaddiyah merupakan periode sekarang.

Ajaran tareqat Naqsabandiyah yang menjadi dasar dalam tareqat

Naqsabandiyah Khalidiyah antara lain adalah praktik dzikir. Pertama dzikir

Qalbi (dzikir hati), yaitu tafakkur mengingat Allah Swt, merenungi rahasia ciptaan-Nya secara mendalam, merenungi Dzat serta sifat-Nya Yang

Mahamulia. Kedua dzikir Jarawih (dzikir anggota) yaitu tenggelam dalam

ketaatan.35

Banyak kejadian yang dialami Kiai Istad selama berguru kepada

Mbah Sri selama di Jombang, seperti dikisahkan pada suatu malam ketika Kiai

Istad sedang beristirahat di kamarnya, ia dibangunkan langsung oleh Mbah Sri

34Nurul Izzati, “Peran H.Sayyidi Syaikh Khadirun Ya

hya Dalam Mengembangkan Tarekat Naqsabandiyah Kalidiyah di Indonesia(1952-2001 M)”, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel, Fakultas Adab, Surabaya, 2013), 63.

35

(49)

39

untuk sholat tahajud, selain itu Mbah Sri juga membawakan Kiai Istad

makanan dan minuman. Perhatian seperti ini jarang didapatkan murid-murid

Mbah Sri yang lainnya, hal ini membuktikan bahwa sang guru sudah melihat

keistimewaan yang ada diri Istad muda sehingga pada akhirnya ia mengangkat

Kiai Istad sebagai seorang guru Mursyid Thariqah yang diijazahkannya.36

Keistimewaan seperti ini juga pernah dialami oleh tokoh yang

berperan penting dalam pengembangan tareqat Naqsabandiyah Khalidiyah di

Indonesia yakni Sayyidi Syaikh Khadirun Yahya, yang juga mendapat

perlakuan istimewa dari guru ia Syaikh Muhammad Hasyim yang

mengijinkannya untuk memimpin suluk. Jadi ia tidak pernah suluk, tetapi

memimpin suluk.37Peristiwa ini langka karena suluk biasanya dipimpin oleh

seorang khalifah.

Selama menjalani kegiatan spiritualnya di bawah bimbingan Syekh

Umar Curahmalang Jombang, ia sempat beberapa kali godaan dari makhluk

halus seperi jin dan juga berupa seekor ular besar yang menawarkan kesaktian

kepada ia. Kesaktian tersebut beragam mulai dari kekuatan untuk bisa terbang,

kekuatan bisa menghilang ataupun kesaktian lainnya namun ia selalu

menolaknya.38

Setelah menjalani perjalanan spiritualnya dalam bidang thariqah, ia

diangkat menjadi mursyid oleh gurunya, dan setelah menerima pengangkatan

tersebut ia tidak langsung menunjukkan kemursyidannya, ketika ia sudah

berdomisili lama hingga 28 tahun sejak tahun 1919 barulah ia

36

Ihsan, Kiai Istad Djanawi, 10.

37

Izzati, “Peran H.Sayyidi Syaikh Khadirun Yahya, 24.

38

(50)

40

memperkenalkan kemursyidannya. Pada tahun 1947 ia mengijazahkan

Thariqah Naqsabandiyah Khalidiyah Mujaddiyah dengan mulai membai’at

beberapa orang pengikutnya, namun sayang ia belum sempat mengangkat

Guru Mursyid Thariqah calon pengganti baik dari murid-muridnya atau

kalangan puteranya. Putera ia yakni KH.Sulaiman Affandi dan KH.Ahmad

Syamsudin diangkat menjadi Guru Thariqah oleh Guru Thariqahnya

masing-masing.

E.Karya-Karya Kiai Istad Djanawi

Kiai Istad Djanawi berdakwah sambil mengajarkan kitab kepada

murid-muridnya, selama berdakwah ia mengajarkan dan memperkenalkan

huruf-huruf Al-Qur’an beserta cara membacanya dan beberapa kitab seperti

Ta’lim Muta’alim dan juga Fiqih. Kedua kitab inilah yang sering diajarkan ia,

meskipun kitab-kitab ini bukan karangannya sendiri, melainkan ia

menyalinnya dengan tulisan tangan. Wajar jika ia ahli dalam menyalin

ataupun menulis kitab karena ketika mondok di Kademangan asuhan Kiai

Kholil setiap santri diajarkan untuk menulis dan membaca kitab-kitab gundul.

Sehingga untuk membaca ataupun menterjemahaknan kitab kuning bukan hal

yang sulit bagi Kiai Istad Djanawi.

Kitab Ta’lim Muta’alim adalah kitab karangan termasyhur al-Zarnuji,

(51)

41

salah satu dari sekian banyak kitab yang ditulis oleh al-Zarnuji.39Secara umum

kitab ini berisi tentang tata cara mencari ilmu, adab murid terhadap guru dan

sebagainya. Kedua kitab tersebut disalin dan ditulis tangan oleh Kiai Istad

Djanawi lengkap dengan tinta yang berwarna untuk menunjukkan setiap bab

yang dibahas. Dalam kitab tersebut secara rinci berisi pokok-pokok ajaran

keutamaan ilmu, niat ketika akan belajar, memilih ilmu, guru maupun teman,

memuliakan ilmu beserta ahlinya, kesungguhan, ketetapan dan cita-cita, belas

kasih dan nasihat, mencari faedah, Wira’i atau larangan haram ketika mencari

ilmu, perkara yang menyebabkan lupa, serta sesuatu yang memudahkan dan

menyempitkan rezeki, memperpanjang dan mengurangi umur.

Dalam mengajarkan kitab tersebut, Kiai Istad Djanawi menggunakan

metode nadhom atau dilagukan, hal ini digunakan agar materi yang diajarkan

lebih mudah untuk diingat dan diamalkan.40 Nadhom-nadhom tersebut

dihafalkan dan disetorkan setiap kali pertemuan. Sebagian murid-muridnya

menyebut nadhom tersebut sebagai diba’an, karena banyak diantara

murid-muridnya yang baru diislamkan oleh ia, sehingga tidak mengetahui pasti

sebenarnya apa nama nadhom dan kitab yang diajarkan, berbeda dengan

murid-murid yang memang telah lama mengikuti ajaran ia.

Sedangkan dalam bidang Fiqih ia memang masih mengajarkan

kitab-kitab yang membahas masalah fiqih dasar. Kitab fiqih yang digunakan ketika

itu adalah kitab Safiinatun Najah41. Penulis kitab safinah adalah seorang

Abdul Majid, Wawancara, Mojokerto, 24 Oktober 2015.

41

(52)

42

ulama besar yang sangat terkemuka yaitu Syekh Salim bin Abdullah bin Saad

bin Sumair Al hadhrami. Ia adalah seorang ahli fiqh dan tasawwuf yang

bermadzhab Syafi'I, Kitab ini secara umum mencakup pokok-pokok agama

secara terpadu, lengkap dan utuh, dimulai dengan bab dasar-dasar syari'at,

kemudian bersuci, bab shalat, bab zakat, bab puasa dan bab haji yang

ditambahkan oleh para ulama lainnya.42Secara rinci kitab tersebut berisi

tentang bab rukun Islam dan rukun Iman, seperti makna kalimat Laa Ilaaha

IIIlallaah, tanda baligh, syarat-syarat bersuci, bewudlu, niat, air, hal-hal yang menyebabkan mandi, fardlu mandi, bab tayammum, bab najis, bab shoalat

beserta gerakan-gerakannya, bab zakat, bab puasa, dan sebagainya.

Kitab-kitab lain yang juga diajarkan Kiai Istad selain kitab Ta’lim

Muta’alim dan Safiinatun Najah, ada kitab lain seperti Tafsir Jalalain, kitab

Jurumiyah, kitab Nashoikhul Ibad, namun kitab yang berperan penting dalam

pengajaran ia adalah kitab Safiinatun Najah, kitab ini merupakan rujukan ia

selain Al-Qur’an karena seperti yang diketahui bahwa banyak diantara murid

ia yang sebelumnya merupakan penganut Islam Kejawen, sehingga

pengetahuan mereka mengenai Islam haruslah diawali dari pengajaran pada

tingkat dasar seperti tentang rukun-rukun Islam dan rukun-rukun Iman seperti

tata cara sholat dan berwudlu.

42Ma’ruf Kholik,”Kehebatan Kitab Safinnatun Najah”dalam

http://kitab-

(53)

43

F. Keseharian Kiai Istad Djanawi

Keseharian Kiai Istad Djanawi tidak berbeda dengan masyarakat pada

umumnya seperti berteman, bertetangga, dan bekerja. Namun aktifitasnya

berbeda pada malam hari, dimulai dari tengah malam dengan sholat tahajjud

dan mengamalkan aurad-aurad (beberapa wirid) samapai waktu sholat subuh,

setelah itu ia melaksanakan sholat shubuh sekaligus mengamalkan

amaliyah-amaliyah thariqat yang biasanya disebut khususiyah hal ini dilakukan samapai

matahari terbit.43

Setelah aktifitas ibadahnya selesai ia melakukan aktifitas lain seperti

meminum kopi dan membeli sarapan pagi, sekaligus bercengkrama dengan

warga mengenai perdagangan, dan aktifitas ini dilakukan mulai pagi hingga

sampai waktu dhuhur yang selanjutnya ia pulang untuk melaksanakan sholat

dhuhur.

Aktifitas sampingan yang tak pernah dilupakan adalah mendengarkan

bunyi beberapa burung perkutut kesayangannya di samping rumah, karena

hobinya memang mendengarkan kemerduan burung peliharaannya, setelah

sholat Ashar ia meluangkan waktu untuk keluarga dengan bercengkrama

dengan istri dan anaknya.

Setelah berjamaah sholat Maghrib dan Isya’, ia melakukan kegiatan

rutinnya yakni mengisi kegiatan khususiyah jamaah yang dipimpinnya,

43

(54)

44

rutinitas ini dilaksanakan setiap hari senin dan selasa malam serta Jum’at

malam dan kegiatan ini dilakukan secara rutin.44

Dalam kesehariannya, ia dikenal sebagai pribadi yang apa adanya,

tidak gila kedudukan, cara berpakainnya pun sangat sederhana, bahkan ia tetap

menjadi pribadi yang rendah hati di depan para jama’ah khususiyahnya.

G. Akhir Hayat Kiai Istad Djanawi

Disamping usianya yang lanjut, Kiai Istad Djanawi telah lama

mengidap penyakit paru-paru karena kebiasaannya merokok, ditambah lagi

dengan kesibukannya dalam mengembangkan Islam dan merintis lembaga

pendidikan ketika itu membutuhkan kerja keras. Pada suatu malam ia muntah

darah di hadapan istrinya yang menyebabkan nyawanya tidak tertolong.

Pada hari kamis malam Jum’at Kliwon setelah sholat Isya’tanggal 5

November 1959 M atau tanggal 5 Jumadil Ula tahun 1379 H, dengan

disaksikan oleh istri dan putera-puterinya di kediamannya ia menghembuskan

nafas terakhirnya tepat pada usia 80 tahun, diiringi dengan isak tangis

keluarganya.45 Banyak penta’ziah yang bersedih atas wafatnya Kiai Istad,

mereka hadir di kediaman ia hingga kepemakaman Kiai Istad. Salah satu

murid ia yang ikut memakamkan bahwa suasana malam itu sangat

menyeramkan, banyak halangan yang harus dihadapai ketika ingin

mengabarkan kabar duka wafatnya Kiai Istad. Namun meskipun demikian,

44

Ibid.

45

(55)

45

para muridnya dapat mengabarkan kabar duka tersebut ke warga masyarakat

maupun tokoh-tokoh agama yang merupakan sahabat Kiai Istad.46

Ia dimakamkan pada pagi hari jam 10.00 WIB, jenazah

diberangkatkan menuju pemakaman keluarga di sekitar kediaman ia, tepatnya

di belakang masjid. Pemakaman tersebut dihadiri oleh Kiai-Kiai sahabat ia

yang mengasuh beberapa ponpes.

46

(56)

46

BAB III

PERAN KIAI ISTAD DJANAWI DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM

A. Keadaan Desa Tawar Sebelum Islam Datang

Agama yang sudah ada ketika Islam datang ke Jawa adalah agama Hindu,

Budha, dan kepercayaan lama yakni animisme dan dinamisme yang telah

berkembang terlebih dahulu dibandingkan dengan Islam. Agama Hindu dan

Budha dipeluk oleh kalangan elit kerajaan sedangkan animisme dan

dinamisme dipeluk oleh kalangan awam, walaupun ketiganya berbeda namun

ketiganya bertumpu pada satu titik yakni kental dengan nuansa mistik dan

berusaha mencari sungkan paraning dumadi (asal mula makhluk hidup

berada) dan mendambakan manunggaling kawula gusti (bersatunya hamba

Tuhan beserta Tuhannya).1

Sebelum Islam masuk ke desa Tawar agama yang banyak dianut

masyarakat adalah kepercayaan Hindu Budha serta animisme dan dinamisme,

yaitu suatu kepercayaan tentang adanya roh pada benda, binatang, tumbuhan,

dan juga pada manusia sendiri, semua yang bergerak dianggap hidup,

memiliki kekuatan gaib dan roh, serta memiliki watak baik dan jahat.2

Secara umum Kepercayaan Hinduisme sejalan dengan kepercayaan

animism dan dinamisme, yaitu berisi paham tentang adanya alam kedewaan

1

Sutiyono, Poros Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), 2.

2

(57)

47

yang merupakan perpanjangan dari konsep tentang ruh aktif dari animisme

dan dinamisme.3

Kepercayaan animisme dan dinamisme merupakan akar budaya asli

Indonesia yang memiliki pengaruh kuat terhadap kebudayaan Indonesia

khususnya di kalangan masyarakat Jawa. Ciri khas religi animisme dan

dinamisme adalah penganut kepercayaan ruh dan gaya gaib yang bersifat

aktif, prinsip ruh aktif menurut kepercayaan animisme dan dinamisme adalah

bahwa ruh orang yang telah mati tetap hidup dan bahkan menjadi sakti seperti

dewa, bisa mencelakaakn atau mensejahterahkan masyarakat.4

Masyarakat desa Tawar masih memegang erat dan meyakini ritual-ritual

Hindu animisme dan dinamisme yang identik dengan mempercayai hal-hal

yang berbau mistik seperti tradisi Kelemman, lengkap dengan Cok Bakal, dan

menyediakan Among.5

Kelemman adalah tradisi selamatan yang dilakukan warga ketika masa panen datang. Kegiatan ini dilakukan dengan membawa nampan besar berisi

nasi tumpeng yang kemudian diletakkan di area pesawahan yang dipanen.

Istilah lain dari Kelemman adalah selamatan desa. Selamatan ini merupakan

selamatan untuk panen berupa ungkapan syukur atas panen padi, maka

pelaksanaan upacaranya dilaksanakan ketika panen berakhir dengan

pembacaan doa-doa.6

3

Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya Jawa (Jakarta:Teraju, 2003),53

4

Ibid., 41.

5

Ahmad Syamsudin, Wawancara, Mojokerto. 24 Oktober 2015.

6

(58)

48

Cok Bakal adalah sebutan untuk sesaji yang umumnya digunakan

masyarakat untuk melaksanakan kegiatan selametan, dimana Cok Bakal berisi

bunga, rempah-rempah seperti kluwek dan laos, telur ayam, kuah tape

singkong, kain putih, dan beberapa uang.

Sedangkan Among adalah sesaji yang diberikan ketika ada kematian,

dimana sesaji tersebut diperuntukkan bagi orang yang meninggal agar

arwahnya dapat tetap menikmati makanan kesukaannya ketika berkunjung

kerumah, sesaji ini berisi makanan dan minuman kesukaan orang yang

meninggal tersebut.Selain itu kehidupan mereka juga tidak lepas dari dukun,

dalam beberapa hal atau untuk mencapai semua keinginan, masyarakat sangat

bergantung pada dukun. Dukun memiliki makna “duduk dan tekun” yakni

orang yang dianggap memiliki ilmu sihir, orang sakti yang bisa melihat masa

depan, memberikan keberuntungan dan sebagainya.7 Jenis dukun menurut

tradisi Jawa diantaranya adalah dukun bayi, dukun pijat, dukun patah tulang,

dukun patungan, dukun perewanagan, dukun petangan, dukun calak, dukun

paes, dukun santri, dukun susuk, dukun japa atau jampi, dan dukun sihir atau

tenung.

Dukun dianggap mampu mengatasi berbagai persoalan yang ada seperti

mengusir makhluk halus, memudahkan rizki dan sebagainya. Makhluk halus

merupakan salah satu hal mistik yang identik dengan kepercayaan kaum

Hindu, animisme dan Dinamisme, bahkan Islam abangan atau Islam Kejawen

pun masih mempercayai betul keyakinan tersebut. Makhluk halus merupakan

7

Gambar

Tabel diatas merupakan data statistik tentang Desa Tawar. Statistik

Referensi

Dokumen terkait