SEJARAH PERJUANGAN DAN PERAN KH.ISTAD DJANAWI DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM DI DESA TAWAR KECAMATAN
GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO (1919-1959)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)
Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh:
Aswin Setyawati
NIM A92212164
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
xi
ABSTRAK
KH.Istad Djanawi adalah seorang tokoh pejuang Islam yang berperan penting dalam mengembangkan Islam di Desa Tawar. Beliau berhasil mengembangkan Islam dengan melakukan pembaharuan terhadap keyakinan masyarakat Desa Tawar yang ketika itu masih memegang erat kepercayaan Animisme, Dinamisme, maupun Hindu Budha. Meskipun Islam sudah berkembang disana, akan tetapi Islam yang dianut sebagian
masyarakat adalah Islam Kejawen. Sehingga kegiatan keagamaan maupun pemahaman
masyarakat terhadap Islam masih sangat minim.
Penelitian ini menggunakan pendekatan historis. Data penelitian diperoleh melalui wawancara, dokumentasi, dan sumber tertulis yang berkaitan dengan KH.Istad Djanawi. Selanjutnya data-datatersebut dianalisis dengan metode diskriptif dan teori interpretative.
xii
ABSTRAC
KH.Istad Djanawi is a hero of Islam who was instrumental in developing
Islam in the village of Freshwater. He succeeded in developing Islamic update our belief that villagers bargain when it still holds tightly trust animism, dynamism, and Hindu Buddha. Although Islam has grown there, but some people embraced Islam is Islam Kejawen. So that religious activities and people's understanding of Islam is still very minimal.
This study takes a historical approach. Data were obtained through
interviews, documentation and written sources relating to KH.Istad Djanawi. Furthermore, the data-datatersebut analyzed by descriptive and interpretative theory.
Results of this study can be concluded that the development of Islam in the
xiv
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik……… 9
F. Penelitian Terdahulu………11
G. Metode Penelitian……….. 11
H. Sistematika Pembahasan……… 16
BAB II : PROFIL KIAI ISTAD DJANAWI………. 17
A. Profil Desa Tawar Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto………17
xv
C.Sejarah Kelahiran Kiai Istad Djanawi sampai dewasa………… 27
D.Latar belakang pendidikan Kiai Istad Djanawi……….. 31
E. Karya-Karya Kiai Istad Djanawi……… 40
F. Keseharian Kiai Istad Djanawi……….42
G.Akhir hayat Kiai Istad Djanawi………44
BAB III: PERAN KIAI ISTAD DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM DI DESA TAWAR……… 45
A. Keadaan Desa Tawar Sebelum Islam Datang……….45
B. Perkembangan Islam di Desa Tawar……… 48
C. Peran Kiai Istad Djanawi dalam mengembangkan Islam di Desa Tawar……….53
D. Strategi dakwah Kiai Istad Djanawi dalam mengembangkan Islam……… 56
BAB VI: DAMPAK ISLAMISASI………63
A.Pengembangan Sarana dan Prasarana Ibadah di Desa Tawar……63
B. Majunya Pendidikan di Desa Tawar……….. 66
B. Kegiatan Keagamaan diDesa Tawar………...79
BAB V : PENUTUP……….. 82
A.Kesimpulan………..82
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desa Tawar merupakan sebuah desa di kecamatan Gondang kabupaten
Mojokerto yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani. Desa ini
menaungi beberapa dusun seperti Tlasih, Klagen, Purwoasri. Pemberian nama
Tawar tersebut didasaran pada kisah pada masa kolonial Belanda dimana
ditempat tersebut ditemukan sebuah sumber mata air bening yang berkhasiat,
karena salah satu hewan buruan warga yang terluka ditemukan sembuh setelah
masuk kedalam mata air tersebut.
Orang yang pertama kali menemukan desa Tawar adalah Mbah
Sabdomulyo yang santer dikabarkan makamnya merupakan makam Islam
sebagaimana arah makam yang membujur ke utara (menghadap kiblat)
sebagaimana makam orang Islam pada umumnya.1 Ia lah yang dikabarkan
membuka hutan yang kemudian menjadi desa Tawar, meskipun belum bisa
dipastikan kapan datangnya Mbah Sabdomulyo.
Kepercayaan penduduk desa Tawar sendiri masih kental dengan sebutan
Islam kejawen, Islam Kejawen merupakan suatu keyakinan dan konsep-konsep
Hindu-Budha yang cenderung kearah mistik yang bercampur menjadi satu dan
1
diakui sebagai agama Islam.2Islam Kejawen memadukan unsur dan tradisi Jawa
dengan ajaran Islam, serta masih berkaitan dengan ajaran mistik.3 Aliran Islam
kejawen yang saat itu dianut masyarakat adalah Darmo Gandul, Darmo Gandul
adalah aliran Islam Kejawen yang ajarannya tidak memiliki syari’at atau
mengabaikan syari’at Islam dimana penganutnya masih memegang erat budaya
mistik.4 Darmo Gandul merupakan aliran kebatinan yang berpegang teguh pada
kitab suci yaitu kitab Darmo Gandul, kitab ini berisi ajaran sinkritisme, dan
terdapat sebuah pangkur yang isinya menghina Islam, serta mencari kesamaan
ajaran diantara agama-agama seperti Hindu, Budha, dan Islam, dalam buku
tersebut terdapat kesan bahwa zikir Budha itu lebih daripada zikir cara Islam.5
Karena itu masih banyak kegiatan hiburan (Tayuban) yang dihadiri warga
Tawar. Setiap kegiatan hiburan tersebut seringkali terjadi keributan, banyak
wanita penghibur yang berdatangan ke desa Tawar karena tempat tersebut
diyakini memiliki banyak pelanggan.6
Selain itu desa Tawar merupakan desa yang terkenal dengan desa Maling,
karena hampir seluruh penduduk desa melakukan kegiatan tersebut, hal ini
dilakukan secara terus menerus dan kasus pencurian yang terjadi tidak hanya
menyangkut permasalahan materi tetapi juga menyangkut istri atau dengan kata
lain banyak warga Desa Tawar yang mencuri istri orang lain dengan cara dipaksa
2
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 312.
3
Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita (Jakarta:UI Press, 1988), 2.
4
Ahmad Idris Syamsudin, Wawancara, Mojokerto 18 September 2015.
5 Ainuttijar, “Serat Darmo gandul” dalam
http://Ainuttijar.blogspot.co.id/2011/04/serat-darmo-gandul.html (Diakses 14 Desember 2015)
6
ataupun di gendong.7 Keadaan semacam itu sering terjadi sebelum akhirnya Kiai
Istad Djanawi datang ke Desa Tawar.
Kiai Istad Djanawi merupakan tokoh yang menjadi panutan warga tawar,
ia lahir di Desa Mbothe (Kalianyar) Kertosono, sebuah Desa yang penduduknya
rata-rata memang santri. Ia lahir tahun 1879 M, sementara nama Istad dipilih
oleh sang Bapak yang diharapkan nantinya memberikan berkah
(Tafa’ulan).8Istad di masa kecil sudah mendapatkan bimbingan ilmu agama dari
orangtuanya seperti membaca al-qur’an, kewajiban sebagai anak, nilai-nilai
kesederhanaan dan tanggung Jawab untuk belajar. Meskipun ketika itu keadaan
pendidikan di Indonesia masih sangat minim karena pemerintah Belanda masih
berkuasa sehingga belum menyediakan pendidikan yang layak bagi masyarakat
pribumi. Tahun 1888 sudah dibentuk inspektur pendidikan yang kemudian
dibukalah pendidikan rakyat yang tidak semua lapisan masyarakat bisa
mengenyam pendidikan tersebut kecuali mereka yang merupakan anak perangkat
desa yang bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Sedangkan keluarga Kiai
Istad menganggap pesantren sebagai tempat menimba ilmu sekaligus
satu-satunya lembaga pendidikan yang memberikan ideologi untuk melawan
penjajahan.
Seiring dengan bertambahnya usia, ia berkeinginan untuk mendalami
ilmu agama dengan berguru pada Kiai-Kiai yang tersohor di wilayah Nganjuk.
7
Kasan, Wawancara, Mojokerto, 18 September 2015.
8
Nganjuk sejak dulu memang telah memiliki banyak pesantren sekaligus beberapa
tokoh ulama tersohor, misalnya pesantren Mojosari asuhan Kiai Imron yang
kemudian diasuh Kiai Zainuddin yang terkenal karomahnya, pondok Sekarputih
asuhan KH. Abdul Rahman, pondok Mangunsari yang diasuh Kiai Imam Bahri
yang masih kerabat Kiai Abdul Majid pengasuh pondok pesantren Kedunglor
Bandar Lor Kediri ataupun pesantren-pesantren lainya.9
Karena keinginan itulah, Kiai Istad yang berusia 14 tahun berpamitan
kepada kedua orangtuanya untuk meninggalkan kampung halaman untuk
mencari ilmu hanya dengan berbekal nasi aking dan sebuah sepeda. Tujuan
pertamanaya adalah ke pesantren Mangunsari asuhan Kiai Imam Bahri, setelah
itu ia juga sempat menimba ilmu di Madura tepatnya pada Kiai Kholil
Bangkalan.
Ia terus mengembara untuk menambah pengetahuan keagamaannya
khususnya dalam bidang tasawuf yang memang telah ditekuni selama berada di
Mangunsari. Kebiasaan yang sering dilakukan adalah riyadloh hanya dengan
makan buah mengkudu kurang lebih selama 3 tahun di makam Sayid Sulaiman
Betek Mojoagung, semua itu adalah semata-mata untuk membersihkan jiwa dan
mendekatkan diri kepada Allah Swt, ditengah riyadlohnya tidak jarang ia
merasakan majdzub, yakni masuk ke dalam alam bawah sadarnya karena
terpesona dengan sifat „adzomah Allah.10
9
Ibid., 5.
10
dalam keadaan demikian ia mendapat petunjuk dalam menentukan arah
perjalanan kehidupan.11Dalam bidang thariqah ia berguru kepada seorang
mursyid yang bernama Syekh Umar (Mbah Sri) yang berada di wilayah Jombang
tepatnya di Desa Besuk, Curahmalang, Sumobito.
Kiai Istad melanjutkan pengembaraannya ke wilayah selatan sesuai
dengan isyarat Ilham yang diterimanya dan ia sempat selama beberapa bulan
singgah di Desa Graji di wilayah Dlanggu, kemudian akhirnya mendapat
petunjuk untuk melanjutkan perjalanan kembali. Ia bermimpi melihat sebuah
musholla yang di depannya ada seorang janda dan mempunyai anak janda,
sedangkan di belakang musholla tersebut terdapat kuburan atau makam dimana
diatas makam tersebut ada seorang pria pendek, dempal dan memakai blangkon
yang meminta tolong kepada Kiai Istad.12Kiai Istad diminta untuk menolongnya,
dan bila tidak ditolong maka akan menjadi tanah merah.13
Ketika itu, Kiai Istad memiliki seorang seorang murid yang setia
menemaninya, karena penasaran dengan mimpi tersebut ia ditemanai muridnya
tersebut mencari lokasi musholla tersebut yang pada akhirnya berhasil ia
temukan dan laki-laki tersebut bernama Kiai Burhani. Kiai Burhani merupakan
Musholla tersebut berada di Desa Tawar Kecamatan Gondang Kabupaten
Mojokerto, dengan kata lain menurut masyarakat setempat Kiai Istad harus
mengemban amanah dari Kiai Burhan untuk singgah di musholla tersebut.
Selama berada di Musholla tersebut ia menghidupkan kegiatan
keagamaan seperti sholat berjamaah dan ia menjadi imamnya. Pada saat itulah
Nyai Wati’ah (istri Kiai Burhani) terkesan dan menjadikan Kiai Istad sebagai
menantunya, yang dinikahkan dengan putrinya yakni seorang janda tanpa anak
bernama Fatimah Jayun Yaumi. Ketika menikah ia berusia 40 tahun dan dari
hasil pernikahannya ia dikaruniai 12 anak.
Sosok yang hadir di mimpi Kiai Istad memang merupakan Kiai Burhani
yang akhirnya sekaligus menjadi mertua Kiai Istad, ia merupakan seorang ulama
yang menyediakan tempat tinggal untuk Kiai Istad Djanawi selama menyebarkan
Islam. Namun ia meninggal dunia dan Desa Tawar sempat mengalami
kevakuman seorang tokoh agama sampai akhirnya perjuangannya diteruskan
oleh Kiai Istad Djanawi.
Kedatangan Kiai Istad Djanawi mampu memberikan perubahan yang
berarti di desa Tawar, dengan gaya dakwahnya yang fleksibel sehingga semua
lapisan masyarakat bisa menerima kehadirannya. Ia menggunakan strategi
berdakwah dengan cara Muqtadhol Maqam, yakni berdakwah yang lebih
mengedepankan interaksi dengan masyarakat setempat dengan cara berdagang.
Bahkan ia mempunyai sebutan sebagai seorang makelar yang sering melakukan
berdakwah dengan cara sembunyi-sembunyi karena ketika itu Belanda masih
berkuasa di Indonesia, ketika itu kitab yang diajarkan adalah Ta’lim Muta’alim
dan Fiqih.14
Dalam melakukan kegiatan dakwahnya, ia mengalami banyak rintangan
seperti terjadinya peristiwa puthuk. Puthuk adalah semacam tanah yang
berbentuk bukit kecil yang biasanya terdapat di kebun yang jarang dijamah oleh
orang, letak puthuk ini berada di antara desa Tawar dengan desa Karangkuten
yang dipisah sungai besar bernama sungai Pikatan.15Tanah ini dipercaya warga
Tawar sebagai tanah yang dihuni banyak makhluk halus sehingga tanah ini
dikeramatkan warga sekitar. Sedangkan peristiwa Puthuk adalah peristiwa yang
terjadi ketika para murid Kiai Istad membongkar tanah Puthuk tersebut untuk
dijadikan persawahan sesuai permintaan Kiai Istad, namun tiba-tiba tebing di
sampingnya roboh dan menimpa salah satu murid Kiai Istad bernama Kang
Darmo yang ketika itu sedang mencangkul. Kejadian ini dilaporkan kepada Kiai
Istad dan atas izin Allah Swt, Kiai Istad menggedukkan kakinya kebumi dan
Abdul Majid, Wawancara, Mojokerto, 17 September 2015.
15
Ihsan, Kiai Istad Djanawi, 26.
16
Berkat perannya yang berdampak hingga saat ini, pada tahun 1947 KH.
Istad Djanawi berhasil mendirikan lembaga pendidikan Miftahul Qulub Tawar.
Ia memulainya dengan mengumpulkan kayu nangka untuk pondasi awal
bangunannya.
Saat ini perkembangan lembaga pendidikan Miftahul Qulub Tawar telah
berkembang pesat, dan telah menjadi sebuah yayasan pendidikan menjadikan
desa Tawar sebagai salah satu tujuan pendidikan bagi santri yang ingin mengabdi
ilmu di Mojokerto. Selain itu, ia juga seorang guru thariqah yang mulai
mengijazahkan Thariqah Naqsabandiyah Kholidiyah Mujaddadiyah yang sudah
lama diamalkannya sejak ia berdakwah ke desa Tawar, dimana kegiatan ini
sampai sekarang masih berlangsung di masjid peninggalan ia.17
Kiai Istad Djanawi mampu memberikan perubahan pada Desa Tawar
yang masyarakatnya gemar melakukan perbuatan-perbuatan kotor dan maksiat.
Setelah kedatangan Kiai Istad banyak perubahan yang terlihat seperti keadaan
desa Tawar yang mulai aman, banyak masyarakat yang mulai memeluk dan
memahami ajaran Islam dengan benar, serta kebiasaan buruk masyarakat seperti
pencurian dapat ditumpas. Banyak warga masyarakat Desa Tawar yang
meninggalkan profesinya sebagai maling dan menjadi murid Kiai Istad Djanawi.
Selain itu, kegiatan keagamaan di desa Tawar semakin sering dilakukan
seperti adanya pengajian kitab, sholat berjamaah, semua itu dilakukan dengan
tidak memaksa, dan ia memberikan contoh dengan perilakunya, tidak sekedar
17
dengan ucapan. Sehingga banyak warga masyarakat Tawar yang akhirnya
bersedia mengikuti ajaran dari Kiai istad Djanawi.
B. Rumusan Masalah:
1. Siapakah Kiai Istad Djinawi?
2. Bagaimana sejarah dan perkembangan Islam di desa Tawar?
3. Apa ajaran Kiai Istad Djanawi dalam mengembangkan Islam?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tokoh Kiai Istad Djanawi.
2. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan Islam di desa Tawar.
3. Untuk mengetahui ajaran Kiai Istad Djanawi
D. Kegunaan Penelitian
Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapatbermanfaat bagi:
1. Dari segi akademis: penelitian ini dapat menjadi rujukan ataupun bahan
informasi bagi masyarakat tentang sejarah perjuangan dan peranan Kiai Istad
Djanawi dalam pengembangan Islam di desa Tawar kecamatan Gondang
Kabupaten Mojokerto.
2. Dari segi praktis: diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah dan
melengkapai keilmuan Islam khususnya sejarah Islam di Indonesia.
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik
Dalam studi sejarah biasanya digunakan juga pendekatan ilmu sosial
pendekatan sosio-historis yang menjelaskan tentang biografi tokoh Kiai Istad
Djanawi serta perjuangan dan peranannya di desa Tawar. Karena objek
dakwahnya adalah masyarakat sehingga sangat menentukan keberhasilan dakwah
dari Kiai Istad Djanawi.
Kiai Istad Djanawi merupakan tokoh penting pengembangan Islam di
desa Tawar, ia bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, terutama dalam bidang
keagamaaan. Selain itu pula, banyak peninggalan ia yang hinggga saat ini masih
terawat baik bangunan fisik seperti masjid peninggalan, rumah singgah, ponpes
sebagai lembaga pendidikan maupun karya-karya ia.
Teori yang digunakan adalah teori behavioral.18 Teori ini menekankan
pada aktor yang memimpin suatu gerakan, lembaga, ataupun komunitas dan
interpretasi terhadap situasi di zamannya. Selain itu, teori yang masih relevan
dengan “Sejarah dan Perjuangan Kiai Istad Djanawi Dalam Mengembangkan
Islam di Desa Tawar Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto (1919-1959)”
adalah teori kepemimpinan. Teori kepemimpinan adalah kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi orang lain yakni orang-orang yang dipimpin atau
pengikutnya sehingga orang lain tersebut bertingkah laku seperti yang
dikehendaki oleh pemimpin tersebut.19
Teori kepemimpinan memiliki banyak macamnya. Namun teori
kepemimpinan dengan model ekologis atau sintesis lebih sesuai dengan tokoh
18
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 11.
19Erma Mauluddiyah, “KH.Dawud Munawar Dan Perannya Di Pondok Pesantren Tahfidhul Qur’an
yang saya bahas. Teori kepemimpinan model ekologis atau sintesis menyatakan
seseorang akan sukses menjadi pemimpin bila sejak lahir telah memiliki bakat
kepemimpinan dan dikembangkan melalui pengalaman serta cita-cita, usaha
pendidikan yang sesuai dengan tuntunan lingkungan atau ekologisnya.20Sehingga
dapat disimpulkan bahwa Kiai Istad Djanawi sebelum menjadi seorang
pemimpin yang besar, ia memang lahir dari lingkungan Islam santri serta ia
terlebih dahulu melakukan pengembaraan untuk memperoleh pengalaman dan
pengetahuan keagamaannya dengan menempuh pendidikan di beberapa
pesantren.
F. Penelitian Terdahulu
M.Fatihul Ihsan, Kiai Istad Djanawi: Ulama Ahli Riyadloh dan Dermawan,
Ponpes Miftahul Qulub Tawar Mojokerto, tahun 2010, menjelaskan mengenai
biografi Kiai Istad Djanawi, metode dakwahnya, serta perjuangannya
mengembangkan Islam dan pendidikan Islam di desa Tawar, Gondang,
Mojokerto.
G. Metode Penelitian
Pada umumnya penelitian sejarah menggunakan metode kualitatif yang
berdasarkan penafsiran, ataupun analisis sesuai data dan yang terjadi di lapangan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data-data berupa buku, wawancara
dengan informan seperi keluarga, santri, dan warga masyarakat yang mengetahui
20
betul aktifitas dakwah dari Kiai Istad Djanawi.Dalam penelitian ini, peneliti
memilih topik tentang sejarah perjuangan serta peranan KH.Istad Djanawi dalam
mengembangkan Islam di desa Tawar. Metode penelitian sejarah memiliki 4
langkah kegiatan yaitu Heuristik, Kritik Sumber, Interpretasi dan Historiografi.21
1. Heuristik
Heuristik merupakan tahapan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang
relevan dengan tulisan yang dikaji.22 Dalam penelitian ini data yang
dikumpulkan berasal dari pengasuh Ponpes Miftahul Qulub Tawar dalam hal
ini yang bersangkutan adalah KH.Ahmad Syamsudin yang merupakan anak
dari Kiai Istad Djanawi. Selain itu peneliti juga menggali sumber-sumber
primer baik dalam bentuk literatur buku yang ada di Ponpes Miftahul Qulub
Tawar Mojokerto. Adapun sumber yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Sumber Primer:
1) Buku-Buku Tentang Kiai Istad Djanawi
Buku yang digunakan oleh peneliti berjudul Kiai Istad Djanawi
Ulama Ahli Riyadloh dan Dermawan. Buku ini ditulis oleh M Fatikhul Ihsan dengan di editori oleh keluarga Kiai Istad Djanawi, yakni ustadz
Ahmad Idris Syamsudin.
2) Kitab-Kitab Karangan Kiai Istad Djanawi
21
Nugroho Notosusanto, Norma-Norma Dasar Penelitian Penulisan Sejarah (Jakarta: Dephankam, 1971), 35.
22
Ia telah menulis ulang kitab Ta’lim Muta’alim dan Fiqih, meskipun banyak kitab lainnya yang juga ia tulis langsung.
3) Interview
Sumber lisan merupakan sumber yang disampaikan secara lisan yang
turun-temurun. Pada penelitian ini, sumber lisan yang digunakan adalah
sumber yang berasal dari pelaku peristiwa atau saksi mata atau yang
sering disebut oral history.23Sumber lisan sering juga disebut dengan
interview atau wawancara. Wawancara atau interview adalah teknik
pengumpulan data yang dipakai oleh peneliti untuk mendapatkan
keterangan lisan dengan berhadapan langsung dengan informan.24
Dalam wawancara ini dilakukan terhadap informan yang merupakan
keluarga Kiai Istad Djanawi yakni anak, murid, serta tokoh masyarakat
desa Tawar. Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan
anak ia yakni KH.Ahmad Syamsudin, Nyai Musyarofah, murid pertama
serta keluarga ia yakni KH.Abdul Majid, Pengawal pribadi atau abdi ia
semasa hidup, serta warga masyarakat sekitar Desa Tawar yang
sezaman dan mengetahui Kiai Istad Djanawi.
4) Observasi
23
Lilik Zulaicha, Metodologi Sejarah I (Surabaya: Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel, 2004), 22.
24
Observasi merupakan pengamatan langsung ke tempat dakwahnya
dahulu yang sekarang telah menjadi ponpes Miftahul Qulub Tawar yang
saat ini diasuh oleh KH.Ahmad Syamsudin.
b. Sumber Sekunder
Untuk mendukung penelitian ini penulis menggunakan sumber
sekunder seperti buku-buku sejarah maupun referensi lain yang
menyangkut atau mempunyai metode yang sama dengan judul yang
diangkat peneliti.
2. Verifikasi (Kritik Sumber)
Kritik sumber adalah upaya untuk mendapatkan otentitas dan
kredibilitas sumber.25 Kritik sumber meliputi kritik Ekstern (luar) dan kritik
Intern (dalam). Ada beberapa tahapan dalam kritik luar adalah kritik yang
berkaitan dengan berbagai hal, seperti memastikan keabsahan sumber sejarah,
jenis tuisan dan kertas, menentukan pribadi penulis, dan waktu serta tempat
penulisan.26
Adapun kritik dalam adalah kritik yang membahas mengenai keadaan
mental (kejiwaan) yang dilalui oleh penulisan sumber sejarah, dan kritik ini
berusaha mengetahui jelas tujuan penulis dari apa yang ia tulis, mengetahui
25
Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 34.
26
papkah penulis yakin akan apa yang ia tulis, dan apakah ada alasan cukup
yang menjadikannya yakin dan keabsahannya itu.27
3. Interpretasi
Interprtasi sering disebut dengan penafsiran atau analisis sejarah. Data
yang telah terkumpul kemudian dibandingkan dan disimpulkan agar bisa
dibuat penafsiran terhadap data tersebut sehingga dapat diketahui hubungan
kausalitas dn kesesuaian dengan masalah yang diteliti.28
Dari data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, proses
perjuangan yang dihadapi oleh Kiai Istad Djanawi dalam mengembangkan
tidaklah mudah, karena selain tetap adanya respon yang kurang baik dari
masyarakat setempat yang juga bersamaan dengan kebijakan kolonialisme
Belanda yang tidak memperbolehkan Islam berkembang, sehingga Kiai Istad
Djanawi menggunakan metode dakwah dengan cara sembunyi-sembunyi
dengan mengajarkan beberapa kitab seperti Ta’lim Muta’alim, fiqih dan
sebagainya.
4. Historiografi
Historiografi secara harfiah berarti penulisan. Tahap ini merupakan
penyajian atas berbagai fakta yang telah terkumpul. Di tahap ini juga
fakta-fakta sejarah diinterpretasikan dan kemudian penulis menyampaikan sintesis
yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan dan disampaikan dalam bentuk
27
Ibid.
28
karya ilmiah atau tulisan.29 Historiografi merupakan tahapan akhir pada
metode penelitian, dimana pada tahap ini dilaporkan atau dipaparkan hasil
penelitian sesuai dengan data yang diperoleh oleh penulis.
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika yakni runtutan garis besar isi penelitian, yang dibagi menjadi
enam bab dibagian setiap bab terdapat sub sub bab. Pada bagian sistematika ini
merupakan pondasi bagi bab-bab selanjutnya, karena pada bab pertamalah segala
hal yang berhubungan dengan penulisan skripsi diatur.
Bab 1 Pendahuluan yang berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Pendekatan dan Kerangka
Teoritik, Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian, Sistematika Pembahasan .
Bab II Profil Kiai Istad Djanawi yang beris Profil Desa Tawar
Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto, Biografi Kiai Istad Djanawi, Sejarah
Kelahiran Kiai Istad Djanawi sampai dewasa, Latar belakang pendidikan Kiai
Istad Djanawi, Keseharian Kiai Istad Djanawi, Karya-karya Kiai Istad Djanawi,
Akhir hayat Kiai Istad Djanawi
Bab III Peran Kiai Istad Djanawi Dalam mengembangkan Islam yang
berisi, Perkembangan Islam di desa Tawar, Peran Kiai Istad Djanawi dalam
mengembangkan Islam di desa Tawar, Strategi dakwah Kiai Istad Djanawi dalam
mengembangkan Islam. 29
Bab VI Dampak Islamisasi yang berisi tentang Pengembangan Sarana dan
Prasarana Ibadah di Desa Tawar, Majunya Pendidikan di Desa Tawar,
Kegiatan Keagamaan di Desa Tawar.
17
BAB II
PROFIL KH. ISTAD DJANAWI
A. Profil Desa Tawar Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto 1. Letak Geografis.1
Wilayah Desa Tawar terletak di Barat Laut wilayah Kec. Gondang
dengan luas daerah seluruhnya 228,380 Ha yang terdiri dari : Pemukiman
5 Ha Persawahan 142,220 Ha, Pekarangan 22,400 Ha, Tegal 73,615 Ha,
Jalan Kabupaten 2,5 Km, Jalan Umum Desa 10 Km.
Dengan batas administrasi wilayah sebagai berikut : Sebelah utara
dengan Desa Talok Kecamatan Dlanggu, Sebelah Timur dengan Desa
Pohjejer,Sebelah selatan dengan Desa Karangkuten, Sebelah Barat dengan
Desa Mojogeneng Kecamatan Jatirejo.
1
18
2. Demografi.2
a. Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk di wilayah Ds. Tawar sampai akhir bulan Januari
tahun 2013 sebanyak 3.398jiwa terdiri dari : Laki – laki 1.748 dan
Perempuan 1.650 Jiwa. Dengan Pertumbuhan penduduk..3..%
No. Nama Dusun Luas
Wilayah
JML PDDK JML KK
1. Dusun Tawar 62, 340 315 85
2. Dusun Tlasih 86,630 557 180
3. Dusun Klagen 62,685 309 91
4. Dusun
Purwoasri
51,560 500 167
b. Komposisi Penduduk
1) Menurut jenis kelamin: Laki – laki 1.748 Jiwa, Perempuan
1.650 Jiwa
2) Menurut Umur: 0 – 6 tahun 261 Jiwa, 7 – 12 tahun 345 Jiwa,
13-15 tahun 140 Jiwa, 16 – 18 tahun 62 Jiwa, 18 Tahun keatas
1230 Jiwa.
2
19
3. Mata Pencaharian Penduduk.3
Di wilayah Desa Tawar mayoritas adalah Petani dan Buruh. Adapun data
mata pencaharian penduduk sebagai berikut :
a. Petani : 587 Orang
Situasi perekonomian wilayah Desa Tawar saat ini relative stabil,
secara umum diwilayah Desa Tawar khususnya kebutuhan masyarakat
20
b. Di wilayah Desa Tawar juga terdapat industri Pemecah Batu yang
bisa menyerap tenaga kerja, adapun data Industri di wilayah Desa
Tawar adalah sebagai berikut:
No. Jenis Industri Lokasi Pemilik
21
4. Ketela Rambat 9 Ha
5. Sayur-sayuran 8 Ha
6. Lain-lain 85 Ha
d. Perkebunan .
Sektor Perkebunan dan hutan di wilayah Desa Tawar
adalah sebagai berikut :
No. Jenis Tanaman
Perkebunan
Luas Lokasi
1. Tebu 27 Ha Dsn. Tawar, Dsn.
Tlasih, Dsn. Klagen,
Dsn. Purwoasri
- - - -
e. Peternakan
Di Desa Tawar banyak terdapat sentra peternakan ayam
pedaging dengan jumlah 11 lokasi dengan model kemitraan antara
22
f. Data Kerajinan Mebel
NO NAMA / PEMILIK ALAMAT KET
1. H. PARWOTO Tlasih Bahan dari kayu jati
2. H. SUMARTO Tlasih Bahan dari kayu jati
3. SUSRIAMAH Tlasih Bahan dari kayu jati
5. Sosial Agama.5
a. Jumlah sekolah dan sarana pendidikan .
23
b. Jumlah pemeluk agama dan tempat ibadah.
NO AGAMA JUMLAH
1. IMDADULLOH KH. AHMAD SYAMSUDIN Dsn. Tawar
2. AT TAQWA M. ALI ZUHDI Dsn. Tawar
10. BAITUR ROHMAN AHMAD BASHORI Dsn. Klagen
11. AT TAQWA KAMIL Dsn. Purwoasri
24
NO NAMA MUSHOLA PIMPINAN TAKMIR ALAMAT
1. MUTTAQIN AHMAD DAHRI Dsn. Tawar
10. AL BA’ABUD KHOIRUL ANAM Dsn. Klagen
11. BAITUR ROHIM SAMUDONO Dsn. Klagen
12. AT TAQWA KAMIL Dsn. Purwoasri
13. DARUT TAQWA M. MUHYIDDIN Dsn. Purwoasri
Tabel diatas merupakan data statistik tentang Desa Tawar. Statistik
merupakan suatu indikator atau petunjuk keadaan sosial-ekonomi baik
dari sudut penelitian maupun dari sudut penggarisan kebijaksanaan
pembangunan tingkat daerah maupun di tingkat nasional.6
6
25
Sesuai tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa
Tawar memiliki mata pencaharian yang beragam seperti petani,
pedagang, industri dan sebagainya, meskipun sampai saat ini data
menunjukkan bahwa profesi yang paling banyak dilakukan
masyarakat adalah bertani. Mengenai persoalan keagamaan, Islam
menjadi agama yang kuat disana, menurut data statistik data agama
kedua yang dianut masyarakat Desa Tawar adalah Kristen meskipun
jumlahnya sangat kecil dibandingkan dengan pemeluk agama Islam,
hal ini juga ditandai dengan menjamurnya jumlah mushola maupun
masjid yang dibangun di setiap dusun.
Perkembangan Islam di Desa Tawar hingga saat ini tak lain
karena pengaruh perkembangan Islam di masa lalu, karena pusat-pusat
keagamaan penting di Desi Tawar seperti Masjid, lembaga pendidikan
pertama di Desa Tawar yakni Madrasah Ibtida’iyah serentak resmi
dibangun pada masa Kiai Istad Djanawi sekitar tahun 1947. Desa
Tawar saat ini merupakan salah satu wilayah yang menjadi pusat
keagamaan di wilayah Kabupaten Mojokerto khususnya di wilayah
kecamatan Gondang.
B. Biografi Kiai Istad Djanawi
Biografi merupakan kisah perjalanan hidup seseorang. Menurut
26
(seseorang) yang ditulis oleh orang lain.7 Biografi berasal dari bahasa
Yunani, bios yang memiliki arti hidup dan graphien yang berarti tulis,
biografi merupakan sebuah tulisan yang membahas tentang kehidupan
seseorang.
Biografi sendiri dapat berbentuk hanya beberapa baris kalimat saja,
namun dapat lebih dari 1 buku, biografi singkat hanya menjelaskan tentang
fakta-fakta dari kehidupan seseorang serta peran pentingnya sedangkan
biografi panjang meliputi informasi-informasi yang bersifat penting
namun dikisahkan dengan lebih mendetail serta dituliskan dengan gaya
cerita yang baik.8 Biografi menjelaskan secara detail dan lengkap
mengenai perjalanan hidup seseorang dari ia dilahirkan hingga meninggal.
Biografi berperan penting untuk menguatkan bukti mengenai jasa-jasa
tokoh, keilmuan tokoh, karya-karya tokoh, peranan tokoh pengaruhnya
dan sebagainya.
Setiap biografi seharusnya mengandung empat hal, yaitu: (1)
Kepribadian tokoh, (2) Kepribadian tokoh, (3) Lukisan sejarah zamannya,
(4) Keberuntungan dan kesempatan yang datang, selain itu sebuah biografi
haruslah memperhatikan adanya latar belakang keluarga, pendidikan,
lingkungan sosial budaya dan perkembangan diri, serta hambatan
7
Murad Maulana,“Perbedaan Biografi dan Autobiografi” dalam
http://www.muradmaulana.com/2014/04/perbedaan-biografi-dan-autobiografi.html ( 20 Oktober 2015).
8
Wukara,”Pengertian dan Ciri-Ciri Biografi” dalam
27
hambatan yang menentukan jalan hidup selanjutnya dan membawa
perubahan penting juga perlu disebutkan dalam penulisan biografi.9
C. Sejarah Kelahiran KH. Istad Djanawi Sampai Dewasa
KH. Istad Djanawi dilahirkan di Desa Mbothe (Kalianyar)
Kertosono, ia lahir pada tahun 1879 sementara hari dan tanggalnya tidak
diketahui, karena masa itu jarang orang memperdulikan tanggal kelahiran
anaknya.10 Pemberian nama Istad bukan tanpa alasan, nama itu diberikan
sang bapak yang berharap puteranya kelak memberikan berkah
(Tafa’ulan) bagi pemiliknya.
Ia lahir dari pasangan Djanawi dengan Marsiyem, mereka adalah
seorang petani agamis yang sederhana dan sangat peduli terhadap
ajaran-ajaran agama, pasangan Djanawi dan Marsiyem juga sangat
memperhatikan perkembangan keagamaan anak-anaknya, hal ini ditandai
dengan memberikan pengajaran-pengajaran akhlak, Al-Qur,an, tanggung
jawab, memasukkan anak-anaknya ke pesantren dan sebagainya. Kedua
orangtua Kiai Istad memang tinggal di Desa Mbothe (Kalianayar) yang
berjarak 15 kilometer kearah timur Nganjuk. Desa ini dihuni kaum yang
rata-rata memang santri.11
Kebahagiaan menaungi pasangan ini karena Alloh memberi
anugerah kehamilan yang kedua kalinya kepada mereka sebagai buah dari
9
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2003), 203.
10
M.Fatihul Ihsan, Kiai Istad Djanawi Ulama Ahli Riyadloh dan Dermawan (Mojokerto: Ponpes Miftahul Qulub Tawar, 2010), 1.
28
jalinan tali kasih mereka. Mereka mempunyai harapan besar, agar bayi
yang sekarang didalam kandungan kelak menjadi seorang putra yang
sholih yang mampu menjunjung tinggi bendera islam. Harapan keluarga
itu luhur, tulus dan suci sehingga dikabulkan oleh Allah Swt.12 Karunia itu
ditandai dengan kelahiran anak kedua mereka yang diidam-idamkan, dia
adalah bayi laki-laki yang diberi nama Istad. Kebahagiaan keluarga itu
semakin lengkap ketika mereka melihat Istad kecil tumbuh berkembang
sebagai anak yang patuh kepada kedua orang tua dan tekun mempelajari
ilmu agama dari para tokoh agama didesanya. Pasangan ini memiliki 5
anak dan Kiai Istad merupakan anak kedua pasangan tersebut. Adapun
silsilahnya sebagai berikut:
Kiai Istad menghabiskan masa mudanya dengan mengembara untuk
mencari ilmu, dan ditengah perjalanannya tersebut ia bertemu jodohnya.
12
29
Setelah mengembara dari Kertososno hingga Mojokerto ia singgah di
beberapa desa dan makam para auliya serta singgah di beberapa warung untuk
beristirahat. Namun suatu ketika ia mengalami gangguan kesehatan saat
melanjutkan perjalanan, ia pingsan dan mendapat perawatan dari seorang
warga bernama pak Sabar. Setelah pulih ia melanjutkan perjalananya kearah
selatan sesuai dengan ilham yang diterimanya, dan ditengah perjalanannya ia
singgah di Desa Graji Kecamatan Dlanggu.
Di Desa Graji ia singgah beberapa bulan dan sempat memiliki khadim
atau pengikut setia yang membantu memenuhi kebutuhan ia, namanya pak
Karim. Konon pada saat masih singgah di Desa Graji suatu ketika ia
bermujahadah diatas buah kunir maka buah kunir tersebut berubah menjadi emas dan hal itu tidak membuat ia tertarik untuk memilikinya atau
menggunakannya.13 Di tempat inilah ia mendapat ilham dengan bermimpi
bertemu dengan seorang laki-laki yang merupakan pemilik sebuah musholla.
KH.Istad akhirnya mencari tahu keberadaan musholla tersebut yang akhirnya
musholla tersebut berada di Desa Tawar Kecamatan Gondang Mojokerto.
Laki-laki yang datang menghampiri ia dalam mimpi adalah Kiai Imam
Burhani, yang meminta tolong kepada Kiai Istad agar meneruskan dakwahnya
dalam mengembangkan Islam di Desa Tawar karena ia telah wafat.
30
Kiai Istad. Putri Nyai Wati’ah sendiri bernama Fatimah Jayun Yaumi yang
merupakan seorang janda tanpa anak. Pinangan Nyai Wati’ah diterima Kiai
Istad yang ketika itu usianya sudah 40 tahun, dan dari hasil pernikahannya ini
ia dikaruniai 12 anak. Berikut silsilahnya:14
Kiai Istad adalah seorang bapak yang sangat mencintai keluarganya,
untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya ia bekerja sebagai
pedagang. Ia berdagang tanah, hewan ternak seperti sapi, kambing, kuda dan
sebagainya. Kiai Istad sendiri adalah seorang blantik yang kerap berkunjung
ke warung-warung milik warga untuk membicarakan masalah jual beli hewan
14
Ibid., 20.
KH. ISTAD DJANAWI FATIMAH J.YAUMI
31
ternak, masyarakat memiliki kebiasaan menyimpan hewan ternaknya dirumah
terlebih dahulu. Setelah dirasa sapi sehat dan layak jual, biasanya warga akan
membawa hewan ternak tersebut ke Pasar Hewan Pandan Kecamatan
Gondang Kabupaten Mojokerto.
Pasar ini ramai digunakan ketika musim pasaran Legi. Pasar Pandan
hingga saat ini masih berfungsi dengan baik bahkan semakin ramai, namun
ada pusat perdagangan lainnya di wilayah Kabupaten Mojokerto yang juga
sering dikunjungi warga dari dulu hingga sekarang, yakni Pasar Hewan
Mojosari. Pasar ini menjadi tempat alternatif jual beli hewan ternak ketika
Pasar Hewan di Pandan sedang tutup. Namun Pasar Hewan Mojosari hanya
ramai ketika tanggal pasaran Wage.
Selain sibuk bekerja ia juga sangat memperhatikan pendidikan
anak-anaknya, memberikan motifasi untuk anak-anaknya, mengajarkan sholat berjamaah,
serta mengupayakan semua anak-anaknya bisa masuk pesantren agar bisa
mendapatkan pengetahuan agama.
D. Latar Belakang Pendidikan KH.Istad Djanawi
Pada masa kecilnya KH. Istad Djanawi merupakan anak yang periang,
senang bergaul dan bermain bersama teman-temannya, namun kedua
orangtuanya mulai memikirkan masa depan anaknya dalam hal mendalami
ilmu-ilmu keagamaan untuk bekalnya kelak ketika dewasa. Melalui bimbingan
kedua orangtuanya, Istad kecil mulai dikenalkan dengan ilmu agama seperti
32
melalui bimbingan inilah Kiai Istad diharapkan mampu menjadi pribadi yang
sederhana, sabar, tanggung jawab dan menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman.
Disamping itu, Istad kecil dibiasakan untuk memiliki motivasi belajar
meskipun ketika itu keadaan pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan
karena pemerintahan Kolonial Belanda masih berkuasa.
Sejak zaman VOC kedatangan mereka membawa misi ekonomi,
politik, dan agama dalam hak actroi VOC berbunyi: Badan ini harus berniaga
di Indonesia dan bila perlu boleh berperang, dan harus memperhatikan
perbaikan agama Kristen dengan mendirikan sekolah.15Gubernur Jenderal Van
den Capellen tahun 1819 M mengambil rencana untuk mendirikan sekolah
dasar untuk penduduk pribumi agar dapat membantu pemerintah colonial
Belanda dengan mendesak bupati-bupati daerah untuk mengedarkan peraturan
tersebut ke penduduk pribumi secara merata. Dengan demikian
menggambarkan bahwa pondok pesantren, masjid, mushalla, dan lain
sebagainya dianggap tidak membantu pemerintah Belanda, para santri pondok
dianggap masih buta huruf latin.16
Pemerintah kolonial khususnya Belanda, berusaha menekan dan
mendiskreditkan pendidikan Islam yang dikelola oleh pribumi, tak terkecuali
pondok pesantren.17 Pada tahun 1882 didirikan Priesterreden (Pengadilan
Agama) oleh pemerintah kolonial. Tugas-tugasnya adalah mengadakan
pengawasan terhadap pendidikan pesantren.
15
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 148.
16
Ibid., 148-149.
17
33
Tahun 1888 sudah dibentuk inspektur pendidikan yang kemudian
dibukalah pendidikan rakyat.18Setelah itu, dikeluarkan ordonasi tahun 1905
yang berisi ketentuan-ketentuan pengawasan terhadap perguruan yang hanya
mengajarkan agama (pesantren) dan guru-guru agama yang akan mengajar
harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat.19Sehingga mereka yang
bersekolah pun hanya dibekali pengetahuan mengenai ilmu-ilmu yang sifatnya
umum saja, dimana tujuan Belanda akhirnya adalah membuat mereka yang
bersekolah tersebut tetap menjadi bagian jajahannya.20 Anak-anak dari
kalangan rakyat bawah yang rata-rata orangtuanya sebagai petani dan buruh
tidak mendapat kesempatan mengenyam pendidikan sebagaimana anak
perangkat ataupun pegawai.
Pada tahun 1932 M keluar peraturan tentang pemberantasan dan
penutupan madrasah dan sekolah-sekolah tanpa izin atau sekolah yang
memberikan materi pelajaran yang tidak disukai Belanda, namun peraturan ini
ditentang keras dan selalu mendapatkan respon masyarakat seperti gerakan
nasionalisme-Islamisme berupa sumpah pemuda, sehingga akhirnya
pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan yang disebut netral agama.
Yakni bahwa pemerintah bersikap tidak memihak kepada salah satu agama
sehingga sekolah pemerintah tidak mengajarkan agama, dan pemerintah
melindungi tempat peribadatan agama.21
18
Ihsan, Kiai Istad Djanawi, 3.
19
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, 150.
20
Ihsan, Kiai Istad Djanawi, 5.
21
34
Untuk melawan Kolonial maka umat Islam mencoba menegakkan
perjuangan untuk mengalami perubahan, dimana syariat Islam dapat
dilaksanakan secara murni dan utuh, pola perjuangan ini tidak lain adalah
perjuangan ideologi.22 Masyarakat Islam pada zaman itu justru semakin
menunjukkan sikap melawan pada pemerintah Belanda, para ulama dan Kiai
bersikap tegas dengan menyingkir dari tempat yang dekat dengan Belanda ,
mengharamkan kebudayaan yang dibawa Belanda dengan berpegang teguh
pada AL-Qur’an dan Hadist.
Alasan inilah yang menjadi pertimbangan orangtua Kiai Istad untuk
memberikan pendidikan di pesantren, karena pada saat itu pesantren
merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu agama
dan sebagai tempat menanamkan ideologi dan sebagai basis untuk melawan
penjajah.23
Setelah dewasa Kiai Istad berkeinginan mempelajari lebih banyak
mengenai ilmu agama yang selama ini ia pelajari melalui tokoh-tokoh agama
yang ada di Desa, sehingga ia juga ingin mencari pengalaman baru dengan
belajar ilmu agama di tempat lain seperti di pondok Pesantren Mojosari
asuhan Kiai Imron dan pesantren yang lainnya. Karena keinginan itulah ia
yang baru saja dikhitan dan berusia kurang lebih 14 tahun memutuskan untuk
meninggalkan rumah dengan berpamitan kepada kedua orangtuanya untuk
mengembara mencari ilmu. Ia berpamitan kepada kedua orangtuanya dengan
ungkapan: “Mbo’e…Pa’e…kulo bidal”, dan Ibunya menjawab: “Yo…iki
22
Abdul Qadir Djaelani, Peran Ulama dan Santri (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1994), 84.
23
35
sanguine”dengan hanya memberikan sebuah karung yang berisi karak (nasi
aking) dan sebuah sepeda ontel.24
Tujuan pertamanya adalah Pondok pesantren asuhan Kiai Imam Bahri
di Desa Mangunsari Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk dan diteruskan ke
Bangkalan Madura yakni kepada Syekh Kholil. KH. M. Kholil mendirikan
pondok pesantren di Desa Kademangan sekitar 200 meter dari alun-alun kota
Bangkalan, di pesantren ini Kiai Kholil banyak mendapat santri yang tidak
hanya berasal dari pulau Madura tetapi juga mencakup pulau Jawa. Pesantren
ini identik dengan pengajaran kitab Alfiyah Ibnu Malik yakni sebuah kitab
yang sangat tinggi dan berwibawa,kitab ini mengajarkan tentang tata bahasa
Arab seperti cara membaca harokat dan sebagainya.
Semua santri diwajibkan mengikuti tradisi unik yakni, semua santri
tidak diperbolehkan pulang meninggalkan pesantren sebelum teruji menghafal
1.000 bait kitab Alfiyah Ibnu Malik karangan Ibnu Malik. Dengan metode
mengajar yang unik, ternyata hampir semua santri Syekh Kholil sangat ahli
dalam membaca kitab kuning atau kitab gundul.25Syekh Kholil memiliki
metode unik lainnya dalam mendidik santri-santrinya, seperti yang dialami
Kiai Abdul Wahab Hasbullah misalnya. Jika seseorang menanyakan persoalan
akidah, fiqih ataupun tasawuf maka Syek kholil akan menjawab
pertanyaannya dengan bait-bait kitab Alfiyah Ibnu Malik.26
24
Ibid., 6.
25
Muhammad Rifai, KH.M.KHolil Bangkalan Biografi Singkat 1820-1923(Jogjakarta: Garasi, 2013), 60-61.
26
36
Pondok pesantren Syekh Kholil Bangkalan memang banyak
melahirkan tokoh-tokoh penting yang berpengaruh dalam sejarah pendidikan
Islam selain KH.Wahab Hasbullah, KH. Abdul Karim (pendiri Ponpes
Lirboyo), Kh.Hasyim Asyari (pendiri Ponpes Tebuireng), dan sebagainya.
Setelah menimba ilmu disana ia tak lantas pulang, namun melanjutkan
perjalanan untuk mencari guru spiritual untuk membimbing kecintaannya
terhadap tasawuf dan memperdalam ilmu agama. Kecintaanya pada tasawuf
memang telah terlihat sejak mondok di pesantren Mangunsari, ia memiliki
kebiasaan puasa ataupun menjalankan amalan dari gurunya, bahkan menurut
Fatikhul Ihsan”ia pernah melakukan riyadloh hanya dengan makan buah
mengkudu kurang lebih selama 3 tahun di makam Sayyid Sulaiman Betek
Mojoagung”, yang semua itu dilakukan hanya semata-mata untuk
membersihkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.27
Ditengah-tengah riyadlahnya tidak jarang ia merasa majdzbub, yakni
masuk kedalam alam bawah sadar karena terpesona dengan sifat’adzomah Allah.28
Dalam keadaan demikian ia mendapatkan petunjuk dalam menentukan arah
perjalanan kehidupan.29Pengalaman seperti ini tak jauh berbeda dengan yang
dilakukan oleh Syek Kholil selama menimba ilmu di Mekkah, ia juga sering
melakukan tindakan aneh di mata umum, Syekh Kholil sering memakan kulit
semangka ketimbang makanan wajar pada umumnya, sedangkan minumnya
37
adalah air zam-zam. Kebiasaan ini dilakukan selama berguru 4 tahun di
Mekkah.30
Ia sadar bahwa segala sesuatu haruslah ada gurunya apa lagi jika ingin
memperdalam ilmu agama khususnya thariqah, sehingga ia memutuskan
untuk mencari seorang guru spiritual di bidang thariqah. Pengembaraan awal
dimulai dengan menyusuri daerah Jombang, yang kemudian sampailah di
Desa Besuk Curahmalang Sumobito, disitulah ia menemukan seorang mursyid
thariqah Naqsabandiyah Kholidiyah Mujaddiyah yang bernama Syeikh Umar
atau lebih terkenal dengan sebutan Mbah Sri.31 Kiai Istad mengabdikan diri
kepada Mbah Sri selama beberapa tahun.
Tareqat Naqsabandiyah Kholidiyah Mujaddiyah adalah salah satu dari
dua tareqat yang berkembang pesat selain Tareqat Naqsabandiyah wa
Qadiriyahiyah wa Naqsabandiyah pada awal abad 19 dan awal abad
ke-20.32Tareqat Naqsabandiyah adalah tareqat yang didirikan oleh Muhammad
An-Naqsabandi, nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad
Bahauddin Al-Uwaisi Al-Bukhari An-Naqsabandi (717-791 H/1318-1389 M)
ia adalah seorang ulama sufi terkenal yang lahir di desa Qashrul Arifah,
kurang lebih 4 mil dari Bukhara.33
Di Indonesia tarekat ini dipelopori oleh Syaikh Yusuf Al-Makasari
(1629-1699), ia merupakan orang pertama yang memperkenalkan tarekat ini di
Indonesia, sedangkan tarekat ini berasal dari wilayah Mekah. Mekah
30
Rifai, KH.M.KHolil Bangkalan, 20.
31
Abdul Majid, Wawancara, Mojokerto, 24 Oktober 2015.
32
Martin Van Bruenissen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat (Bandung: Mizan, 1999 ),200.
33
38
merupakan pusat perkembangan tarekat ini dan ajaran tarekatnya dibawa oleh
para pelajar yang sedang menimba ilmu disana kemudian ketika pulang ajaran
ini disebar luaskan ke nusantara.
Pada dasarnya ajaran pokok Tareqat Naqsabandiyah Khalidiyah
dengan tareqat-tareqat periode selanjutnya sama yakni dzikrullah, namun
nama-nama tareqatnya berbeda, salah satu perbedaan nama Tareqat
Naqsabandiyah Khalidiyah adalah Tareqat Naqsabandiyah al Mujaddiyah al
Khalidiyah pada periode Maulana Syaikh Dhiyauddin Khalid al Utsmani al
Kurdi q.s sampai sekarang.34 Periode antara Syaikh Ahmad Al-Faruqi sampai
Sayyidi Syaikh Dhiyauddin Khalid Kurdi Al Usmani, adalah silsilah kedua
puluh sembilan, dinamakan Mujaddiyah. Jadi perubahan nama tareqat
Naqsabanditah Khalidiyah Mujaddiyah merupakan periode sekarang.
Ajaran tareqat Naqsabandiyah yang menjadi dasar dalam tareqat
Naqsabandiyah Khalidiyah antara lain adalah praktik dzikir. Pertama dzikir
Qalbi (dzikir hati), yaitu tafakkur mengingat Allah Swt, merenungi rahasia ciptaan-Nya secara mendalam, merenungi Dzat serta sifat-Nya Yang
Mahamulia. Kedua dzikir Jarawih (dzikir anggota) yaitu tenggelam dalam
ketaatan.35
Banyak kejadian yang dialami Kiai Istad selama berguru kepada
Mbah Sri selama di Jombang, seperti dikisahkan pada suatu malam ketika Kiai
Istad sedang beristirahat di kamarnya, ia dibangunkan langsung oleh Mbah Sri
34Nurul Izzati, “Peran H.Sayyidi Syaikh Khadirun Ya
hya Dalam Mengembangkan Tarekat Naqsabandiyah Kalidiyah di Indonesia(1952-2001 M)”, (Skripsi, IAIN Sunan Ampel, Fakultas Adab, Surabaya, 2013), 63.
35
39
untuk sholat tahajud, selain itu Mbah Sri juga membawakan Kiai Istad
makanan dan minuman. Perhatian seperti ini jarang didapatkan murid-murid
Mbah Sri yang lainnya, hal ini membuktikan bahwa sang guru sudah melihat
keistimewaan yang ada diri Istad muda sehingga pada akhirnya ia mengangkat
Kiai Istad sebagai seorang guru Mursyid Thariqah yang diijazahkannya.36
Keistimewaan seperti ini juga pernah dialami oleh tokoh yang
berperan penting dalam pengembangan tareqat Naqsabandiyah Khalidiyah di
Indonesia yakni Sayyidi Syaikh Khadirun Yahya, yang juga mendapat
perlakuan istimewa dari guru ia Syaikh Muhammad Hasyim yang
mengijinkannya untuk memimpin suluk. Jadi ia tidak pernah suluk, tetapi
memimpin suluk.37Peristiwa ini langka karena suluk biasanya dipimpin oleh
seorang khalifah.
Selama menjalani kegiatan spiritualnya di bawah bimbingan Syekh
Umar Curahmalang Jombang, ia sempat beberapa kali godaan dari makhluk
halus seperi jin dan juga berupa seekor ular besar yang menawarkan kesaktian
kepada ia. Kesaktian tersebut beragam mulai dari kekuatan untuk bisa terbang,
kekuatan bisa menghilang ataupun kesaktian lainnya namun ia selalu
menolaknya.38
Setelah menjalani perjalanan spiritualnya dalam bidang thariqah, ia
diangkat menjadi mursyid oleh gurunya, dan setelah menerima pengangkatan
tersebut ia tidak langsung menunjukkan kemursyidannya, ketika ia sudah
berdomisili lama hingga 28 tahun sejak tahun 1919 barulah ia
36
Ihsan, Kiai Istad Djanawi, 10.
37
Izzati, “Peran H.Sayyidi Syaikh Khadirun Yahya, 24.
38
40
memperkenalkan kemursyidannya. Pada tahun 1947 ia mengijazahkan
Thariqah Naqsabandiyah Khalidiyah Mujaddiyah dengan mulai membai’at
beberapa orang pengikutnya, namun sayang ia belum sempat mengangkat
Guru Mursyid Thariqah calon pengganti baik dari murid-muridnya atau
kalangan puteranya. Putera ia yakni KH.Sulaiman Affandi dan KH.Ahmad
Syamsudin diangkat menjadi Guru Thariqah oleh Guru Thariqahnya
masing-masing.
E.Karya-Karya Kiai Istad Djanawi
Kiai Istad Djanawi berdakwah sambil mengajarkan kitab kepada
murid-muridnya, selama berdakwah ia mengajarkan dan memperkenalkan
huruf-huruf Al-Qur’an beserta cara membacanya dan beberapa kitab seperti
Ta’lim Muta’alim dan juga Fiqih. Kedua kitab inilah yang sering diajarkan ia,
meskipun kitab-kitab ini bukan karangannya sendiri, melainkan ia
menyalinnya dengan tulisan tangan. Wajar jika ia ahli dalam menyalin
ataupun menulis kitab karena ketika mondok di Kademangan asuhan Kiai
Kholil setiap santri diajarkan untuk menulis dan membaca kitab-kitab gundul.
Sehingga untuk membaca ataupun menterjemahaknan kitab kuning bukan hal
yang sulit bagi Kiai Istad Djanawi.
Kitab Ta’lim Muta’alim adalah kitab karangan termasyhur al-Zarnuji,
41
salah satu dari sekian banyak kitab yang ditulis oleh al-Zarnuji.39Secara umum
kitab ini berisi tentang tata cara mencari ilmu, adab murid terhadap guru dan
sebagainya. Kedua kitab tersebut disalin dan ditulis tangan oleh Kiai Istad
Djanawi lengkap dengan tinta yang berwarna untuk menunjukkan setiap bab
yang dibahas. Dalam kitab tersebut secara rinci berisi pokok-pokok ajaran
keutamaan ilmu, niat ketika akan belajar, memilih ilmu, guru maupun teman,
memuliakan ilmu beserta ahlinya, kesungguhan, ketetapan dan cita-cita, belas
kasih dan nasihat, mencari faedah, Wira’i atau larangan haram ketika mencari
ilmu, perkara yang menyebabkan lupa, serta sesuatu yang memudahkan dan
menyempitkan rezeki, memperpanjang dan mengurangi umur.
Dalam mengajarkan kitab tersebut, Kiai Istad Djanawi menggunakan
metode nadhom atau dilagukan, hal ini digunakan agar materi yang diajarkan
lebih mudah untuk diingat dan diamalkan.40 Nadhom-nadhom tersebut
dihafalkan dan disetorkan setiap kali pertemuan. Sebagian murid-muridnya
menyebut nadhom tersebut sebagai diba’an, karena banyak diantara
murid-muridnya yang baru diislamkan oleh ia, sehingga tidak mengetahui pasti
sebenarnya apa nama nadhom dan kitab yang diajarkan, berbeda dengan
murid-murid yang memang telah lama mengikuti ajaran ia.
Sedangkan dalam bidang Fiqih ia memang masih mengajarkan
kitab-kitab yang membahas masalah fiqih dasar. Kitab fiqih yang digunakan ketika
itu adalah kitab Safiinatun Najah41. Penulis kitab safinah adalah seorang
Abdul Majid, Wawancara, Mojokerto, 24 Oktober 2015.
41
42
ulama besar yang sangat terkemuka yaitu Syekh Salim bin Abdullah bin Saad
bin Sumair Al hadhrami. Ia adalah seorang ahli fiqh dan tasawwuf yang
bermadzhab Syafi'I, Kitab ini secara umum mencakup pokok-pokok agama
secara terpadu, lengkap dan utuh, dimulai dengan bab dasar-dasar syari'at,
kemudian bersuci, bab shalat, bab zakat, bab puasa dan bab haji yang
ditambahkan oleh para ulama lainnya.42Secara rinci kitab tersebut berisi
tentang bab rukun Islam dan rukun Iman, seperti makna kalimat Laa Ilaaha
IIIlallaah, tanda baligh, syarat-syarat bersuci, bewudlu, niat, air, hal-hal yang menyebabkan mandi, fardlu mandi, bab tayammum, bab najis, bab shoalat
beserta gerakan-gerakannya, bab zakat, bab puasa, dan sebagainya.
Kitab-kitab lain yang juga diajarkan Kiai Istad selain kitab Ta’lim
Muta’alim dan Safiinatun Najah, ada kitab lain seperti Tafsir Jalalain, kitab
Jurumiyah, kitab Nashoikhul Ibad, namun kitab yang berperan penting dalam
pengajaran ia adalah kitab Safiinatun Najah, kitab ini merupakan rujukan ia
selain Al-Qur’an karena seperti yang diketahui bahwa banyak diantara murid
ia yang sebelumnya merupakan penganut Islam Kejawen, sehingga
pengetahuan mereka mengenai Islam haruslah diawali dari pengajaran pada
tingkat dasar seperti tentang rukun-rukun Islam dan rukun-rukun Iman seperti
tata cara sholat dan berwudlu.
42Ma’ruf Kholik,”Kehebatan Kitab Safinnatun Najah”dalam
http://kitab-
43
F. Keseharian Kiai Istad Djanawi
Keseharian Kiai Istad Djanawi tidak berbeda dengan masyarakat pada
umumnya seperti berteman, bertetangga, dan bekerja. Namun aktifitasnya
berbeda pada malam hari, dimulai dari tengah malam dengan sholat tahajjud
dan mengamalkan aurad-aurad (beberapa wirid) samapai waktu sholat subuh,
setelah itu ia melaksanakan sholat shubuh sekaligus mengamalkan
amaliyah-amaliyah thariqat yang biasanya disebut khususiyah hal ini dilakukan samapai
matahari terbit.43
Setelah aktifitas ibadahnya selesai ia melakukan aktifitas lain seperti
meminum kopi dan membeli sarapan pagi, sekaligus bercengkrama dengan
warga mengenai perdagangan, dan aktifitas ini dilakukan mulai pagi hingga
sampai waktu dhuhur yang selanjutnya ia pulang untuk melaksanakan sholat
dhuhur.
Aktifitas sampingan yang tak pernah dilupakan adalah mendengarkan
bunyi beberapa burung perkutut kesayangannya di samping rumah, karena
hobinya memang mendengarkan kemerduan burung peliharaannya, setelah
sholat Ashar ia meluangkan waktu untuk keluarga dengan bercengkrama
dengan istri dan anaknya.
Setelah berjamaah sholat Maghrib dan Isya’, ia melakukan kegiatan
rutinnya yakni mengisi kegiatan khususiyah jamaah yang dipimpinnya,
43
44
rutinitas ini dilaksanakan setiap hari senin dan selasa malam serta Jum’at
malam dan kegiatan ini dilakukan secara rutin.44
Dalam kesehariannya, ia dikenal sebagai pribadi yang apa adanya,
tidak gila kedudukan, cara berpakainnya pun sangat sederhana, bahkan ia tetap
menjadi pribadi yang rendah hati di depan para jama’ah khususiyahnya.
G. Akhir Hayat Kiai Istad Djanawi
Disamping usianya yang lanjut, Kiai Istad Djanawi telah lama
mengidap penyakit paru-paru karena kebiasaannya merokok, ditambah lagi
dengan kesibukannya dalam mengembangkan Islam dan merintis lembaga
pendidikan ketika itu membutuhkan kerja keras. Pada suatu malam ia muntah
darah di hadapan istrinya yang menyebabkan nyawanya tidak tertolong.
Pada hari kamis malam Jum’at Kliwon setelah sholat Isya’tanggal 5
November 1959 M atau tanggal 5 Jumadil Ula tahun 1379 H, dengan
disaksikan oleh istri dan putera-puterinya di kediamannya ia menghembuskan
nafas terakhirnya tepat pada usia 80 tahun, diiringi dengan isak tangis
keluarganya.45 Banyak penta’ziah yang bersedih atas wafatnya Kiai Istad,
mereka hadir di kediaman ia hingga kepemakaman Kiai Istad. Salah satu
murid ia yang ikut memakamkan bahwa suasana malam itu sangat
menyeramkan, banyak halangan yang harus dihadapai ketika ingin
mengabarkan kabar duka wafatnya Kiai Istad. Namun meskipun demikian,
44
Ibid.
45
45
para muridnya dapat mengabarkan kabar duka tersebut ke warga masyarakat
maupun tokoh-tokoh agama yang merupakan sahabat Kiai Istad.46
Ia dimakamkan pada pagi hari jam 10.00 WIB, jenazah
diberangkatkan menuju pemakaman keluarga di sekitar kediaman ia, tepatnya
di belakang masjid. Pemakaman tersebut dihadiri oleh Kiai-Kiai sahabat ia
yang mengasuh beberapa ponpes.
46
46
BAB III
PERAN KIAI ISTAD DJANAWI DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM
A. Keadaan Desa Tawar Sebelum Islam Datang
Agama yang sudah ada ketika Islam datang ke Jawa adalah agama Hindu,
Budha, dan kepercayaan lama yakni animisme dan dinamisme yang telah
berkembang terlebih dahulu dibandingkan dengan Islam. Agama Hindu dan
Budha dipeluk oleh kalangan elit kerajaan sedangkan animisme dan
dinamisme dipeluk oleh kalangan awam, walaupun ketiganya berbeda namun
ketiganya bertumpu pada satu titik yakni kental dengan nuansa mistik dan
berusaha mencari sungkan paraning dumadi (asal mula makhluk hidup
berada) dan mendambakan manunggaling kawula gusti (bersatunya hamba
Tuhan beserta Tuhannya).1
Sebelum Islam masuk ke desa Tawar agama yang banyak dianut
masyarakat adalah kepercayaan Hindu Budha serta animisme dan dinamisme,
yaitu suatu kepercayaan tentang adanya roh pada benda, binatang, tumbuhan,
dan juga pada manusia sendiri, semua yang bergerak dianggap hidup,
memiliki kekuatan gaib dan roh, serta memiliki watak baik dan jahat.2
Secara umum Kepercayaan Hinduisme sejalan dengan kepercayaan
animism dan dinamisme, yaitu berisi paham tentang adanya alam kedewaan
1
Sutiyono, Poros Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), 2.
2
47
yang merupakan perpanjangan dari konsep tentang ruh aktif dari animisme
dan dinamisme.3
Kepercayaan animisme dan dinamisme merupakan akar budaya asli
Indonesia yang memiliki pengaruh kuat terhadap kebudayaan Indonesia
khususnya di kalangan masyarakat Jawa. Ciri khas religi animisme dan
dinamisme adalah penganut kepercayaan ruh dan gaya gaib yang bersifat
aktif, prinsip ruh aktif menurut kepercayaan animisme dan dinamisme adalah
bahwa ruh orang yang telah mati tetap hidup dan bahkan menjadi sakti seperti
dewa, bisa mencelakaakn atau mensejahterahkan masyarakat.4
Masyarakat desa Tawar masih memegang erat dan meyakini ritual-ritual
Hindu animisme dan dinamisme yang identik dengan mempercayai hal-hal
yang berbau mistik seperti tradisi Kelemman, lengkap dengan Cok Bakal, dan
menyediakan Among.5
Kelemman adalah tradisi selamatan yang dilakukan warga ketika masa panen datang. Kegiatan ini dilakukan dengan membawa nampan besar berisi
nasi tumpeng yang kemudian diletakkan di area pesawahan yang dipanen.
Istilah lain dari Kelemman adalah selamatan desa. Selamatan ini merupakan
selamatan untuk panen berupa ungkapan syukur atas panen padi, maka
pelaksanaan upacaranya dilaksanakan ketika panen berakhir dengan
pembacaan doa-doa.6
3
Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya Jawa (Jakarta:Teraju, 2003),53
4
Ibid., 41.
5
Ahmad Syamsudin, Wawancara, Mojokerto. 24 Oktober 2015.
6
48
Cok Bakal adalah sebutan untuk sesaji yang umumnya digunakan
masyarakat untuk melaksanakan kegiatan selametan, dimana Cok Bakal berisi
bunga, rempah-rempah seperti kluwek dan laos, telur ayam, kuah tape
singkong, kain putih, dan beberapa uang.
Sedangkan Among adalah sesaji yang diberikan ketika ada kematian,
dimana sesaji tersebut diperuntukkan bagi orang yang meninggal agar
arwahnya dapat tetap menikmati makanan kesukaannya ketika berkunjung
kerumah, sesaji ini berisi makanan dan minuman kesukaan orang yang
meninggal tersebut.Selain itu kehidupan mereka juga tidak lepas dari dukun,
dalam beberapa hal atau untuk mencapai semua keinginan, masyarakat sangat
bergantung pada dukun. Dukun memiliki makna “duduk dan tekun” yakni
orang yang dianggap memiliki ilmu sihir, orang sakti yang bisa melihat masa
depan, memberikan keberuntungan dan sebagainya.7 Jenis dukun menurut
tradisi Jawa diantaranya adalah dukun bayi, dukun pijat, dukun patah tulang,
dukun patungan, dukun perewanagan, dukun petangan, dukun calak, dukun
paes, dukun santri, dukun susuk, dukun japa atau jampi, dan dukun sihir atau
tenung.
Dukun dianggap mampu mengatasi berbagai persoalan yang ada seperti
mengusir makhluk halus, memudahkan rizki dan sebagainya. Makhluk halus
merupakan salah satu hal mistik yang identik dengan kepercayaan kaum
Hindu, animisme dan Dinamisme, bahkan Islam abangan atau Islam Kejawen
pun masih mempercayai betul keyakinan tersebut. Makhluk halus merupakan
7