PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI MEDIA RANTAI HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS 2
DI SEKOLAH LUAR BIASA WIYATA DHARMA I SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Tutik Saniatin Zahro NIM 10103241002
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
MOTTO
1. Sebuah kata dapat mengajarkan segalanya dan membantu mengenal dunia. (Penulis)
2. “Words are the voice of the heart”: kata-kata merupakan suara dari hati. (Confucius 551-479 SM)
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah subhaanahu Wa Ta’ala, karya ini penulis persembahkan sebagai tanda pengabdian yang tulus dan cinta kasih untuk: 1. Kedua orangtuaku, Bapak Ahyat Zawawi dan Mama Sholikhah.
PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI MEDIA RANTAI HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS 2
DI SEKOLAH LUAR BIASA WIYATA DHARMA I SLEMAN
Oleh
Tutik Saniatin Zahro NIM 10103241002
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan kosakata siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1 Sleman melalui media rantai huruf.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan desain penelitian model Kemmis dan McTaggart. Subjek yang digunakan dalam penelitian yaitu siswa tunarungu kelas 2 berjumlah 3 orang. Objek penelitian ini adalah penguasaan kosakata benda. Pengumpulan data dilakukan dengan tes penguasaan kosakata, observasi partisipasi siswa dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah teknik komparatif yaitu membandingkan hasil pra tindakan dengan setelah dilakukan tindakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan media rantai huruf dapat meningkatkan penguasaan kosakata siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1, Sleman. Subjek NP: 65,22 pada tes kemampuan awal, 78,26 pada tes pasca tindakan siklus I dan 91,30 pada tes pasca tindakan siklus II. Subjek MUN: 47,83 pada tes kemampuan awal, 65,22 pada tes pasca tindakan siklus I dan 86,95 pada tes pasca tindakan siklus II. Subjek WS: 20,29 pada tes kemampuan awal, 34,78 pada tes pasca tindakan siklus I dan 69,57 pada tes pasca tindakan siklus II. Tindakan pada Siklus I dilakukan dengan memperlihatkan gambar, nama gambar dan permainan media rantai huruf yaitu siswa pertama menentukan kata benda pertama dan siswa selanjutnya menentukan kata benda berdasarkan huruf terakhir pada kata sebelumya. Pada siklus II pembelajaran hampir sama seperti siklus I tetapi permainan dimodifikasi dengan menempelkan kosakata yang dibentuk sesuai rantai huruf pada kertas yang telah disiapkan guru dan memilih gambar yang tepat secara bergantian. Setelah dilaksanakan tindakan, semua siswa mengalami peningkatan dan mencapai kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sehingga guru memberikan reward atas hasil belajar, partisipasi, antusias, keaktifan, motivasi belajar dan perhatian siswa yang baik dalam mengikuti semua langkah pembelajaran.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamiin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karuniaNYa, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Peningkatan Penguasaan Kosakata Melalui Media Rantai Huruf Pada Siswa Tunarungu Kelas 2 Di Sekolah Luar Biasa Wiyata Dharma 1 Sleman” dengan lancar untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas selama menempuh pendidikan di kampus ini. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang
telah memberikan ijin penelitian.
3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa, yang telah memberikan ijin penelitian dan dukungan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
4. Ibu Endang Supartini, M. Pd dan Bapak Drs. Soegito, M. Pd (alm) selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran memberikan bimbingan serta motivasi selama penyusunan tugas akhir skripsi.
6. Bapak Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik, memberikan ilmu, pengetahuan, pengalaman serta wawasan terkait anak berkebutuhan khusus.
7. Kepala Sekolah SLB Wiyata Dharma 1 Sleman yang telah memberikan ijin dan kemudahan selama penelitian.
8. Bapak Edi Surata, S. Pd selaku guru kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1 Sleman yang selalu bersedia membantu dan memberikan saran selama proses penelitian.
9. Kedua orangtuaku, Bapak Ahyat Zawawi dan mama Sholikhah serta kakakku (Zainal Arifin, Desy Herliani) dan adikku (Agus wahyudin, Aslikhatus Syarifah) yang telah memberikan nasehat, motivasi dan dukungan baik secara spiritual maupun material untuk penyelesaian tugas akhir.
10. Sahabat terbaikku Akbar Hendra Saputra, yang selalu ada dan sabar di setiap keadaan, menemani, memberikan semangat, dukungan, doa, dan segalanya untuk membantu menyelesaikan tugas akhir ini.
12. Teman-teman Kost Annisa: Eny, Riska, Yanda, Hida, Friska, Luluk yang tak henti-hentinya memberikan doa, saran, motivasi, semangat, dukungan untuk segera menyelesaikan tugas akhir skripsi ini dan semua kenangan yang tak terlupakan selama ini.
13. Teman seperjuangan Dilla, Lisa, Arum, Nida, Anita yang senantiasa memberikan informasi, saran serta bantuan dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Teman-teman Pendidikan Luar Biasa angkatan 2010 (Deni, Ayik, Zona, Swasti, Mayang, Noef, Ayu, Mila, Damar, Alif, Nurma, Kia, Dwi, Nina, dsb) yang telah memberikan cerita indah, pengalaman, pengetahuan, kebersamaan serta kenangan yang kalian berikan selama kuliah. Semangat Kawan.
14. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga tugas akhir skripsi ini dapat terselesaikan.
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
DAFTAR TABEL ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Batasan Masalah... 6
D. Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Hasil Penelitian... 7
G. Definisi Operasional... 8
1. Pengertian Anak Tunarungu... 10
2. Karakteristik Anak Tunarungu ... 12
3. Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu ... 16
4. Dampak Ketunarunguan Terhadap Bahasa Anak Tunarungu ... 18
B. Tinjauan Tentang Penguasaan Kosakata ... 20
1. Pengertian Kosakata ... 20
2. Tujuan Penguasaan Kosakata ... 22
3. Tahap Penguasaan Kosakata ... 23
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penguasaan Kosakata... 25
5. Ruang Lingkup Kosakata ... 26
6. Ruang Lingkup Kosakata Benda ... 29
C. Tinjauan Tentang Media Pengajaran... 30
1. Pengertian Media Pengajaran ... 30
2. Manfaat Media Pengajaran... 32
3. Jenis Media Pengajaran ... 33
4. Kriteria Memilih Media Pengajaran... 35
D. Tinjauan Tentang Media Rantai Huruf ... 37
1. Pengertian Media Rantai Huruf... 37
2. Kelebihan Media Rantai Huruf ... 38
3. Langkah Penerapan Media Rantai Huruf ... 39
E. Kerangka Pikir ... 41
F. Hipotesis Tindakan ... 43
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 44
B. Desain Penelitian ... 45
C. Prosedur Penelitian... 46
D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 50
E. Subjek Penelitian ... 51
F. Variabel Penelitian... 52
G. Teknik Pengumpulan Data ... 52
I. Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 59
J. Teknik Analisis Data ... 60
K. Indikator Keberhasilan Tindakan ... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 62
B. Deskripsi Subjek Penelitian... 63
C. Deskripsi Kemampuan Awal Penguasaan Kosakata... 66
D. Hasil Penelitian ... 71
1. Siklus I ... 71
a. Deskripsi Perencanaan Tindakan Siklus I ... 71
b. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus I ... 72
c. Deskripsi Data Partisipasi Siswa Pada Siklus I ... 83
d. Deskripsi Data Tindakan Siklus I... 88
e. Hasil Refleksi Tindakan Siklus I ... 94
2. Siklus II ... 97
a. Deskripsi Perencanaan Tindakan Siklus II ... 97
b. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus II ... 98
c. Deskripsi Data Partisipasi Siswa Pada Siklus II... 104
d. Deskripsi Data Tindakan Siklus II ... 107
e. Hasil Refleksi Tindakan Siklus II... 109
E. Uji Hipotesis ... 111
F. Pembahasan ... 112
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 121
B. Saran ... 122
DAFTAR PUSTAKA... 124
DAFTAR GAMBAR
hal Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian... ..43 Gambar 2. Model Desain Kemmis dan Mc Taggart ... ..45 Gambar 3. Grafik Histogram Tes Kemampuan Awal Penguasaan Kosakata.... ..70 Gambar 4. Grafik Histogram Hasil Tes Penguasaan Kosakata Pasca
Tindakan Siklus I ... ..94 Gambar 5. Grafik Histogram Hasil Tes Penguasaan Kosakata Pasca
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Surat - Surat ...127
1.1. Surat Izin Penelitian dari Dekan FIP UNY ...128
1.2 Surat Izin Penelitian dari BPPD Kabupaten Sleman ...129
1.3 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian...130
1.4 Surat Keterangan Konsultasi Ahli...131
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ...132
2.1 RPP Pertemuan 1 s/d 3 Siklus I...133
2.2 RPP Pertemuan 1 dan 2 Siklus II ...147
Lampiran 3. Instrumen Penelitian... ...159
3.1 Instrumen Tes Penguasaan Kosakata... ...160
3.2 Lembar Observasi Partisipasi Siswa dalam Menggunakan Media Rantai Huruf ... ...169
Lampiran 4. Rekapitulasi Data dan Analisis Data ...171
4.1 Hasil Tes Kemampuan Awal, Pasca Siklus I dan Pasca Siklus II ...172
4.2 Hasil Rekapitulasi Penilaian ...176
4.1 Hasil Tes Pekerjaan Siswa ...177
4.1 Lembar Hasil Observasi...204
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Waktu Kegiatan Penelitian... 51
Tabel 2. Kisi-Kisi Tes Penguasaan Kosakata ... 56
Tabel 3. Kriteria Penilaian Tes Penguasaan Kosakata ... 57
Tabel 4. Kisi-Kisi Pedoman Observasi Partisipasi Belajar Siswa... 59
Tabel 5. Tes Kemampuan Awal Penguasaan Kosakata ... 67
Tabel 6. Hasil Tes Pasca Tindakan Penguasaan Kosakata Siklus I ... 88
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan, manusia memiliki kemampuan, potensi dan
kebutuhan hidup. Untuk mengembangkan kemampuan dan pemenuhan
kebutuhan hidup diperlukan kemampuan dalam mencari, menerima,
mengolah dan mengaplikasikan informasi dalam kehidupan. Semua itu
tidak dapat dilakukan secara langsung dan instan tanpa adanya proses
berpikir dan belajar yang menggunakan bahasa sebagai medianya. Bahasa
menjadi penting karena merupakan alat yang sangat diperlukan manusia
untuk menunjang kehidupannya sebagai makhluk sosial, yang akan selalu
berusaha berkomunikasi dengan manusia lainnya baik secara lisan
(meliputi berbicara dan menyimak) maupun tulisan (meliputi menulis dan
membaca).
Bahasa sangat diperlukan semua orang termasuk anak tunarungu
dalam komunikasi karena untuk menunjang proses bertukarnya informasi
dari manusia satu ke manusia lainnya secara baik. Komunikasi akan
berjalan lancar dan baik apabila mereka saling memahami, mengerti apa
yang mereka bicarakan dan mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Hal
ini tergantung pada kemampuan berbahasa yang dimiliki. Kualitas
kemampuan bahasa dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas kosakata yang
dimiliki. Semakin banyak dan baik kosakata yang dimiliki dan dikuasai
Anak tunarungu sebagai anak yang mengalami hambatan fungsi
pendengaran mendapatkan hambatan dalam perkembangan dan proses
penerimaan informasi bahasa, sehingga berpengaruh terhadap pemahaman
akan bahasa itu sendiri, artinya siswa tunarungu sukar memahami bahasa
atau bicara. Dengan kata lain akibat rusaknya fungsi pendengaran
membuat potensi dan perkembangan bahasanya terhambat. Kemampuan
berbahasa penting untuk berimajinasi, mengemukakan ide atau
berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Siswa tunarungu sulit
dalam melakukan aktivitas komunikasi seperti mempersepsikan, mengerti,
memahami atau menirukan ucapan kata atau kalimat yang orang lain.
Keadaan ini dapat diatasi dengan memberikan latihan sejak siswa usia
dini atau saat awal masuk sekolah. Latihan ini dengan mengenalkan
kosakata – kosakata benda mulai dari benda yang ada di sekitar siswa.
Untuk memberikan latihan ini perlu adanya persiapan yang matang seperti
tenaga pengajar, metode yang digunakan, serta media yang cocok sesuai
dengan karakteristik dan usia siswa.
Sering dijumpai permasalahan dalam proses belajar mengajar, baik di
sekolah umum maupun di sekolah luar biasa, khususnya dalam hal media
pembelajaran. Pada era modern seperti saat ini, sebenarnya sudah tersedia
berbagai macam media pengajaran yang dapat digunakan guru sesuai
dengan kebutuhan siswa dan kondisi sekolah. Media pengajaran sangat
bervariasi dan memiliki tujuan untuk memudahkan guru dalam
dan pesan ini nantinya akan merangsang pikiran, minat dan perhatian
siswa sehingga proses penyaluran ilmu pengetahuan dapat terjadi.
Media pengajaran yang sudah banyak diketahui seperti foto, kartu
bergambar, gambar, poster, suara, audio visual, permainan, dan masih
banyak lagi. Salah satu media untuk melatih kemampuan berbahasa siswa
yaitu media permainan bahasa. Media permainan bahasa yang dimaksud
merupakan suatu kegiatan menyenangkan untuk mendapatkan
pengetahuan, keterampilan, kegembiraan, kesenangan, dan kepuasan.
Hasil pengamatan awal di kelas 2 SLB Wiyata Dharma 1, siswa
mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia.
Kemampuan siswa khususnya dalam penguasaan kosakata sangatlah
rendah sehingga siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami kata
benda yang terdapat di materi pelajaran. Kurangnya kosakata benda ini
dapat dilihat dari jawaban siswa saat menjawab soal yang diberikan dan
sikap yang ditunjukkan siswa saat tidak mengerti kata – kata yang
dimaksud. Dari jawaban itu terlihat siswa kesulitan menuliskan nama dari
gambar yang diberikan dan ditunjukkan. Mereka sering lupa dengan
kosakata yang sudah disampaikan (ajarkan) guru pada pertemuan
sebelumnya.
Secara akademis, kemampuan siswa tunarungu di kelas 2 ini termasuk
normal terbukti dari cepatnya siswa mengikuti dan menerima pelajaran.
Namun untuk tingkat pemahaman dan penguasaan kosakata terutama
Penguasaan kosakata benda bagi siswa tunarungu kelas 2 sangat perlu
untuk diatasi, ditangani, dan ditingkatkan karena merupakan dasar untuk
memahami materi pelajaran di jenjang selanjutnya dan melakukan
komunikasi untuk mendapatkan informasi. Setelah menguasai kosakata
benda, siswa akan mampu menggunakan kata benda tersebut dan
melanjutkan penguasaan pada kata kerja dan kata sifat untuk membantu
menunjang dalam melakukan komunikasi dan interaksi sosial.
Kemampuan siswa dalam penguasaan kosakata yang masih rendah ini
dipengaruhi oleh daya ingat siswa yang cepat lupa serta penggunaan media
pembelajaran yang belum optimal. Selain itu pemanfaatan media yang
kurang optimal dan kurang bervariasi juga berpengaruh terhadap
penguasaan kosakata peserta didik. Selama ini guru cenderung masih
menggunakan media konvensional seperti menggambar di papan tulis,
buku pelajaran dan media kartu gambar yang ada di kelas sehingga
terkadang siswa salah mengerti materi pelajaran yang dimaksudkan.
Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
adalah metode demonstrasi. Selama pembelajaran siswa terlihat
melakukan aktivitas lain dikarenakan kurang tertarik untuk mengikuti
pelajaran. Guru dalam pembelajaran sudah melibatkan partisipasi siswa
tetapi belum menggunakan kegiatan bermain, sedangkan siswa tunarungu
kelas 2 termasuk siswa tingkat permulaan yang masih berada pada masa
kanak-kanaknya penuh dengan kegiatan bermain. Dengan menggunakan
gembira dan lebih tertarik untuk mencoba. Sekolah turut andil dalam
perkembangan kemampuan berbahasa siswa. Untuk mengembangkan
kemampuan berbahasa siswa, sekolah memberikan program berupa
pembinaan artikulasi dan BKPBI. Penerapan program ini belum optimal
karena waktu pembinaan artikulasi yang terlalu singkat dan pelatihan
BKPBI masih dilakukan secara klasikal.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan kosakata
benda siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1 Sleman. Peneliti
menggunakan media rantai huruf sebagai media dalam proses
pembelajaran. Media rantai huruf merupakan salah satu jenis dari media
permainan bahasa guna meningkatkan pengetahuan, minat dan motivasi
belajar siswa. Media yang digunakan adalah media bermain dengan
peraturan dan cara sederhana yang mengharuskan siswa untuk membentuk
kata baru dengan menyambungkan huruf terakhir pada kata sebelumnya.
Penerapan media ini dapat dimodifikasi sesuai keinginan dan kebutuhan
pemainnya. Materi permainan juga dibatasi sesuai dengan tema dan
pembelajaran saat itu. Selain itu karena siswa terlibat langsung dalam
proses pembelajaran yang berupa kegiatan bermain, maka siswa akan
lebih mudah memahami dan mengingat konsep dari kosakata benda baik
secara bentuk nyata, gambar, dan tulisannya.
Media permainan bahasa rantai huruf merupakan kegiatan bermain
dengan menyambungkan huruf terakhir pada suatu kata untuk membentuk
membina penguasaan kosakata siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata
Dharma 1, Sleman. Kosakata yang dimaksud yaitu kosakata benda yang
ada di sekitar siswa.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi
masalah penelitian sebagai berikut:
1. Penguasaan kosakata benda pada siswa tunarungu masih rendah,
sehingga masih sulit dalam memahami materi pelajaran dan
berkomunikasi.
2. Penggunaan media dan cara belajar dalam pengenalan kosakata benda
belum bervariasi, sehingga prnguasaan kosakata yang dimiliki rendah.
3. Belum optimalnya penggunaan media di sekitar sekolah untuk
mengenalkan kosakata pada siswa tunarungu.
4. Belum adanya program pengembangan bahasa secara sistematis,
sehingga kemampuan bahasa siswa rendah terutama kemampuan
kosakata.
C. Batasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada penguasaan kosakata benda
pada siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1 Sleman masih
rendah, sehingga masih sulit dalam memahami materi pelajaran dan
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah tersebut di atas, maka peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana peningkatan
penguasaan kosakata benda dengan media rantai huruf pada siswa
tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1, Sleman?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang
akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan penguasaan
kosakata siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1, Sleman
melalui media rantai huruf.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1. Secara Teoritis.
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan terhadap perkembangan ilmu pendidikan, khususnya
dalam mengajarkan kosakata benda bagi siswa tunarungu dengan
menggunakan media rantai huruf.
2. Secara Praktis.
a. Bagi Peneliti.
Memperoleh wawasan dan pengalaman baru terkait cara
mendidik siswa tunarungu yang selanjutnya dapat menjadi acuan
Bahasa Indonesia, khususnya pengenalan dan pemahaman kosakata
benda.
b. Bagi Siswa kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1.
Dapat mempermudah dan meningkatkan hasil prestasi belajar
siswa dalam penguasaan kosakata benda. Selain itu juga dapat
meningkatkan motivasi belajar karena kegiatan dilakukan dalam
situasi bermain.
c. Bagi Guru
Sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam penggunaan dan
pengoptimalisasian media pembelajaran yang digunakan, dalam
usaha untuk mencapai tujuan pembelajaran bagi siswa tunarungu
kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1, khususnya dalam penguasaan
kosakata benda Bahasa Indonesia.
d. Bagi Sekolah
Sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan
menentukan atau memilih media pembelajaran untuk meningkatkan
kosakata pada siswa tunarungu.
G. Batasan Istilah
1. Siswa Tunarungu
Siswa Tunarungudalam penelitian ini adalah siswa tunarungu yang
hambatan fungsi pendengaran dan keterlambatan dalam perkembangan
bahasa sehingga keterbatasan dalam penguasaan kosakata.
2. Penguasaan kosakata benda
Penguasaan kosakata benda adalah kemampuan memahami dan
mengingat sejumlah perbendaharaan kosakata benda Bahasa Indonesia
yang ada di sekitar siswa.
3. Media rantai huruf
Media rantai huruf adalah alat permainan bahasa yang dalam
penggunaannya mengharuskan siswa untuk membentuk kata baru
dengan menyambungkan huruf terakhir pada kata sebelumnya sesuai
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Anak Tunarungu
1. Pengertian Anak Tunarungu
Ada berbagai macam definisi dari para ahli mengenai pengertian
anak tunarungu, sesuai dengan pandangan dan kepentingan masing –
masing. Bandi Delphie (2006:102), menyatakan bahwa: “anak
tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar sebagian atau seluruhnya,
diakibatkan tidak berfungsinya sebagian atau seluruh indera
pendengaran”. Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Hallahan & Kauffman (2009:340), yaitu: “Hearing impairment is a
broad term that covers individuals with impairments ranging from
mild to profound; it includes those who are deaf or hard of hearing”.
Pendapat ini menyatakan bahwa penyandang gangguan pendengaran
adalah seseorang yang mengalami gangguan pendengaran dengan
rentang dari rendah sampai yang paling berat; yaitu tuli sebagian dan
tuli total. Pendapat ini didukung oleh Somad & Tati (1995:26), yang
mengemukakan bahwa:
Pendapat ini mengisyaratkan bahwa anak tunarungu mengalami
berbagai macam masalah yang sangat kompleks di dalam
kehidupannya sebagai dampak dari ketidakmampuannya mendengar
dan mendapatkan pengetahuan dari lingkungan. Suparno (2001:9),
mengemukakan pendapat lain tentang pengertian anak tunarungu,
sebagai berikut:
Secara pedagogis tunarungu dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan seseorang dalam mendapatkan informasi secara lisan, sehingga membutuhkan bimbingan dan pelayanan khusus dalam belajarnya di sekolah. Pengertian ini lebih menekankan pada upaya pengembangan potensi penyandang tunarungu, melalui proses pendidikan khusus. dengan begitu penyandang tunarungu dapat mengembangkan dirinya secara optimal dan bertanggung jawab dalam kehidupan sehari – hari.
Beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tentang
pengertian tunarungu di atas, dapat disimpulkan bahwa tunarungu
yaitu kondisi ketidakmampuan mendengar yang dialami seseorang
sebagai akibat kekurangan atau kehilangan fungsi pendengarannya
baik sebagian atau seluruhnya. Kondisi ini menyebabkan
terhambatnya proses perolehan informasi bahasa melalui
pendengaran yang berdampak secara kompleks pada kemampuan
berbahasa sebagai alat komunikasi dan membutuhkan penanganan
untuk mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri anak
2. Karakteristik Anak Tunarungu
Setiap peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda – beda,
terutama pada anak berkebutuhan khusus. Anak tunarungu memiliki
karakteristik yang khas sebagai dampak dari ketunarunguannya.
Karakteristik anak tunarungu yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai
berikut:
a. Karakteristik Anak Tunarungu dalam Aspek Akademis dan Bahasa
Pada umumnya kemampuan intelegensi sebagian besar anak
tunarungu normal atau rata - rata, tetapi karena kesulitan
memahami bahasa menyebabkan anak tunarungu mempunyai
prestasi yang rendah dibanding anak – anak normal. Murni
Winarsih (2007:34), berpendapat bahwa, “perkembangan kognitif
pada anak tunarungu ditandai dengan keterlambatan perkembangan
yang disebabkan terganggunya kemampuan berbahasa mereka”.
Akibat dari terganggunya perkembangan bahasa ini menyebabkan
anak tunarungu mengalami ketertinggalan kemampuan akademis
dari anak normal. Wardani, dkk. (2008:5.18) berpendapat bahwa:
Bahasa merupakan kunci masuknya berbagai ilmu pengetahuan sehingga keterbatasan dalam kemampuan
berbahasa menghambat anak tunarungu untuk
memamahami pengetahuan lainnya. Kesulitan
berkomunikasi yang dialami anak tunarungu,
Perkembangan bahasa banyak memerlukan ketajaman
pendengaran sehingga anak dapat meniru suara – suara yang ada di
sekitarnya. Terganggunya fungsi pendengaran yang dialami anak
tunarungu menyebabkan terganggunya pula proses imitasi suara
dan perkembangan bahasanya, sehingga mereka memiliki
keterbatasan dalam kosakata, keterbatasan membentuk ucapan
dengan baik, serta keterbatasan dalam melakukan komunikasi.
Menurut Edja Sadjaah (2005:109), karakteristik segi bahasa anak
tunarungu secara umum yaitu :
1) miskin dalam perbendaharaan kata
2) sulit memahami kata – kata yang bersifat abstrak
3) sulit memahami kata – kata yang mengandung arti kiasan
4) irama dan gaya bahasanya monoton
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, kemampuan akademis
anak tunarungu mengalami keterlambatan dibanding anak
mendengar sebagai akibat kesulitannya memahami bahasa, yang
menyebabkan mereka terhambat pula dalam proses memperoleh
pengetahuan melalui berbagai informasi. Kemampuan bahasa yang
rendah pada anak tunarungu ini tentu sangat mengganggu proses
komunikasi dalam rangka memperoleh informasi. Diperlukan
penanganan yang tepat berkaitan dengan pendidikan bahasa
sebagai sarana berkomunikasi untuk memperoleh informasi yang
b. Karakteristik dalam Aspek Sosial Emosional
Keterbatasan dalam mendengar tidak hanya berdampak pada
sulitnya anak dalam memahami bahasa dan melakukan
komunikasi, tetapi juga berdampak pada terganggunya aspek sosial
dan emosinya. Kemampuan sosial dan emosi anak berkembang
karena adanya suatu pengalaman komunikasi yang dilakukannya
dengan lingkungan, baik dengan orangtua maupun dengan anak –
anak yang lain. Apabila pengalaman ini tidak didapatnya dengan
baik maka akan menyebabkan masalah terhadap kemampuan sosial
dan emosi. Wardani, dkk. (2008:5.19) mengemukakan bahwa:
Kekurangan terhadap bahasa lisan sering menyebabkan anak tunarungu menafsirkan segala sesuatu dengan negatif, sehingga membuat anak tunarungu memiliki karakteristik, seperti: pergaulan terbatas pada sesama tunarungu, sifat egosentris yang melebihi anak normal, perasaan takut terhadap lingkungan sekitar, perhatian mereka sukar dialihkan, memiliki sifat polos sehingga mudah menyampaikan perasaannya kepada orang lain, serta cepat marah dan tersinggung.
Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa pendidikan anak
tunarungu juga perlu dikembangkan pada aspek – aspek lain seperti
aspek sosial dan emosi. Hal ini dikarenakan aspek sosial dan emosi
sangat diperlukan anak dalam berinteraksi dengan lingkungannya
guna mendapatkan pengalaman, informasi dan mengembangkan
kemampuan – kemampuan lainnya. Anak tunarungu perlu dilatih
menyesuaikan diri dan mampu mengelola kemampuan sosial dan
emosinya secara lebih baik.
c. Karakteristik dalam Aspek Motorik
Motorik pada anak tunarungu secara umum berkembang baik,
terutama motorik kasar. Yuke Siregar dalam Edja Sadjaah
(2005:112) menyatakan bahwa “perkembangan motorik kasar anak
tunarungu tidak banyak mengalami hambatan, terlihat otot – otot
tubuh mereka yang cukup kekar, mereka memperlihatkan gerak
motorik yang kuat dan lincah”. Hal ini menunjukkan bahwa anak
tunarungu mampu melakukan aktivitas – aktivitas yang
membutuhkan kekuatan otot dan gerakan – gerakan kasar. Namun,
untuk melakukan aktivitas yang melibatkan motorik halus anak
tunarungu mengalami hambatan. Motorik halus yang dimaksud
yaitu gerakan halus dan lembut seperti gerakan dalam suatu tarian
yang membutuhkan pendengaran yang baik untuk mendengarkan
bunyi musik yang mengiringi tarian. Selain itu, sebagian anak
tunarungu mengalami gangguan dalam keseimbangan yang
dikarenakan adanya kerusakan pada telinga dalam tepatnya pada
organ keseimbangan (vestibule), sehingga ketika berjalan atau
berdiri tegak mereka terlihat kaku.
Setelah dilakukan observasi terlihat karakteristik siswa tunarungu
kelas 2 baik dari segi bahasa, emosi, dan motorik. Siswa mengalami
disebabkan karena terbatasnya kosakata yang dimiliki dan dikuasai
siswa. Dampak lain dari keterbatasan kosakata dan bahasa ini
menyebabkan emosi siswa sering terganggu, siswa mudah tersinggung
karena kesalahan dalam persepsi dan siswa sering tergantung pada
keadaan perasaannya.
Berdasarkan karakteristik anak tunarungu di atas, pendidik
diharapkan mampu memahami kondisi dan kemampuan peserta didik,
sehingga dapat mengupayakan pengajaran yang sesuai dan tepat
dengan kebutuhannya. Selain itu dengan memahami karakteristik ini
dapat mempererat hubungan antara pendidik dan peserta didik
terutama dalam menjalin interaksi di dalam kelas sehingga
mempermudah proses pengajaran.
3. Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu
Menurut Salim dalam Tarmansyah (1984:13), pola perkembangan
bahasa bicara anak tunarungu yaitu :
a. Pada awal masa meraban, anak tunarungu tidak mengalami hambatan karena hal tersebut merupakan kegiatan alami dari pernafasan dan pita suara. Pada saat akhir meraban mulailah terjadi perbedaan bahasa pada tahap meraban sebagai awal perkembangan bicara terhenti.
b. Pada masa meniru, anak tunarungu terbatas pada peniruan visual, yaitu gerak dan isyarat. Oleh karena itu, ada pendapat yang menyatakan bahwa bahasa isyarat merupakan bahasa ibu anak tunarungu, sedangkan bahasa bicara merupakan bahasa asing bagi anak tunarungu.
Perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda
dengan perkembangan bahasa anak normal. Menurut Somad
(1996:138–139), “tahap perkembangan bahasa anak tunarungu yaitu
pada masa awal meraban, anak tunarungu mencapai tahap meraban
sama seperti anak normal lainnya”. Tahap awal ini merupakan tahapan
alamiah yang akan dialami setiap anak. Anak hanya mengeluarkan
suara yang tidak teratur dan menangis. Memasuki tahap meraban akhir
mulai terjadi perbedaan perkembangan. Pada tahap ini perkembangan
bahasa dan bicara anak tunarungu terhenti. Menurut Efendi (2005:76),
“terhentinya perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu
disebabkan tidak adanya umpan balik atas suara dan perhatian orang di
sekitarnya, sehingga berakhirnya tahap meraban ini tidak diikuti tahap
perkembangan selanjutnya”. Ketidakmampuan dalam mendengar
suara, bunyi, nada, kata sebagai bahasa dari lingkungan sekitar ini
menyebabkan kemampuan kosakata yang dimiliki sedikit.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa tahap
perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda
dengan anak normal lainnya, namun pada tahap akhir meraban mula
menunjukkan perbedaan. Perbedaan pada tahap ini menyebabkan anak
tunarungu tidak dapat meniru informasi di lingkungannya secara utuh
karena hanya terbatas pada peniruan visual. Hal ini menyebabkan
kemampuan anak tunarungu dalam mengetahui dan menguasai
diketahui oleh guru sebagai pendidik agar dapat memahami kebutuhan
anak tunarungu dan memberikan pengajaran khususnya kosakata
dengan memperhatikan aspek yang diperlukan seperti aspek visual.
4. Dampak Ketunarunguan Terhadap Bahasa Anak Tunarungu
Kerusakan atau gangguan pendengaran menyebabkan pendengaran
akan kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini mengakibatkan
ketajaman pendengaranpun berkurang sehingga persepsi auditorisnya
kurang berkembang. Edja Sadjaah (2005:121), berpendapat tentang
hambatan anak tunarungu dalam bahasa yaitu “… ketidakmampuan
dan keterbatasan dalam mendengar suara – suara, bunyi, nada, kata –
kata yang disebut bahasa dari lingkungan sekitarnya”.
Ketidakmampuan mendengar suara ini menyebabkan kurangnya
kosakata yang dimiliki anak tunarungu sebagai komponen dasar untuk
berkomunikasi. Sebagai dampaknya anak tunarungu kurang mengerti
kegunaan kata – kata, sulit mengekspresikan kehidupan emosi dan
sosialnya, serta sulit menyatakan keinginan ataupun pikiran –
pikirannya.
Menurut Mohammad Efendi (2005:75), ada dua hal penting yang
menjadi ciri khas hambatan anak tunarungu dalam aspek
kebahasaannya, yaitu:
kesulitan dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang ada di sekitarnya.
Kemunculan kedua kondisi di atas secara langsung dapat
mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu. Hal
ini berhubungan dengan kemampuannya dalam menerima rangsang
bunyi. Seseorang dapat berbicara karena memiliki kemampuan bahasa
yang baik. Kemampuan bahasa ini ditunjang dari hasil pengamatannya
terhadap bunyi di lingkungan sekitarnya. Edja Sadjaah dan Dardjo
Sukarja (1995:55), berpendapat bahwa “selain mempengaruhi
perkembangan bahasa dan bicara, ketunarunguan juga mempunyai
dampak – dampak lain seperti hambatan dalam intelegensi,
kemampuan motorik, kemampuan sosial dan kepribadian”. Anak
tunarungu juga membutuhkan perhatian, pelayanan dan kesempatan
yang sebaik – baiknya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwa ketunarunguan memiliki banyak dampak berupa hambatan
perkembangan bahasa, intelegensi, sosial emosi, motorik dan
kepribadian. Hambatan dalam perkembangan bahasa dan bicara anak
tunarungu menjadi prioritas utama untuk diatasi dan ditangani karena
bahasa merupakan kunci untuk mendapatkan informasi dan mengatasi
masalah - masalah yang lain. Apabila perkembangan penguasaan
kosakata terganggu, akibatnya kuantitas dan kualitas kosakata yang
dimiliki kurang baik. Oleh karena itu diperlukan adanya pengajaran
anak tunarungu, salah satunya dengan menggunakan media yang
menarik seperti media rantai huruf. Dengan media ini diharapkan
kosakata yang dimiliki dan dikuasai anak tunarungu meningkat
sehingga dapat mencari dan mengolah informasi yang berguna serta
berkomunikasi dan berinteraksi sosial di lingkungan.
B. Tinjauan tentang Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu
1. Pengertian Kosakata
Kosakata merupakan bagian dari komponen bahasa. Di samping
tata bunyi, tata kalimat, tata makna, kosakata juga memiliki peranan
penting dalam berbahasa. Untuk itu dalam mempelajari bahasa,
seseorang harus menguasai kosakata. Menurut Burhan Nurgiantoro
(2010:338), “kosakata, perbendaharaan kata atau kata yang disebut
juga dengan leksikon adalah kekayaan kata yang dimiliki oleh suatu
bahasa”. Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan Kridalaksana
(1984:98), yang menyatakan bahwa “kosakata sebagai kekayaan kata
yang dimiliki oleh seorang pembaca atau penulis atas suatu bahasa”.
Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kosakata yang dikuasai oleh
seseorang sangat diperlukan untuk membantu dalam berkomunikasi.
Dengan kata lain bahwa bahasa tidak akan ada tanpa kosakata.
Semakin banyak kosakata yang kita miliki, semakin besar pula
dikatakan menguasai kosakata apabila sudah memiliki kualitas dan
kuantitas kata yang cukup serta mampu berkomunikasi dengan baik.
Dalam mencapai penguasaan bahasa seseorang perlu menguasai
kosakata. Penguasaan kosakata perlu diajarkan secara bertahap kepada
peserta didik termasuk anak tunarungu. Pengajaran ini ditujukan untuk
menambah jumlah kosakata yang dimiliki peserta didik. Menurut
Parwo dalam anis Yunisah (2007:11), “penguasaan kosakata adalah
ukuran pemahaman seseorang terhadap kosakata suatu bahasa dan
kemampuannya menggunakan kosakata tersebut baik secara lisan
maupun tulisan”. Seseorang yang menguasai kosakata menunjukkan
bahwa seseorang tersebut mengenal, paham, dan mampu menggunakan
kosakata itu baik secara lisan maupun tulisan. Tingkat bahasa dan
penguasaan kosakata yang digunakan dalam berkomunikasi akan
mempengaruhi seseorang dalam menyampaikan ide, gagasan,
pikirannya kepada orang lain serta tingkat pemahamannya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
kosakata merupakan kata – kata yang dikuasi seseorang yang memiliki
arti dan makna sehingga dapat dimengerti dan dipahami orang lain.
Penguasaan kosakata sangat penting untuk diajarkan kepada peserta
didik karena dapat membantu mengembangkan kemampuan
berkomunikasi secara lebih baik seperti kemampuan berbicara,
menyimak, menulis dan membaca. Selain itu, dengan menguasai
secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu kosakata perlu diajarkan
kepada siswa tunarungu agar mereka dapat memahami dan menguasai
kosakata sehingga memungkinkan siswa tunarungu untuk
menggunakannya dalam melakukan komunikasi, memperoleh
informasi dan mengembangkan kemampuannya.
2. Tujuan Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu
Kosakata merupakan komponen dan kunci utama untuk
melakukan komunikasi. Tanpa adanya kosakata maka komunikasi
tidak akan berjalan baik karena tidak ada bahasa di dalamnya. Untuk
melakukan komunikasi yang baik ini maka sangat diperlukan
penguasaan kosakata yang memadai. Subyakto dan Nababan
(1992:124) berpendapat bahwa “bahasa adalah segala bentuk
komunikasi ketika pikiran dan perasaan seseorang disimbolisasikan
supaya dapat menyampaikan arti kepada orang lain”. Dari pendapat ini
jelas bahwa bahasa yang disimbolkan dalam kosakata sangat penting
untuk dikuasai semua orang karena berfungsi untuk menyampaikan
pikiran dan membantu dalam melakukan interaksi sosial,
berkomunikasi dengan baik, serta mengekspresikan dirinya.
Dalam menggunakan dan mempelajari suatu bahasa, kemampuan
seseorang akan sangat dipengaruhi oleh jumlah kosakata yang dimiliki.
Untuk itulah pengajaran kosakata perlu diberikan dengan tujuan untuk
menambah perbendaharaan kata yang dimiliki dan dikuasai peserta
bahwa “keterampilan berbahasa seseorang meningkat apabila kuantitas
dan kualitas kosakatanya meningkat”. Hal ini menunjukkan bahwa
ketika kemampuan kosakata seseorang meningkat maka dapat
dikatakan kemampuan berbahasanya pun meningkat. Dari pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa tujuan penguasaan kosakata adalah
untuk meningkatkan kemampuan berbahasa sebagai penunjang untuk
melakukan interaksi sosial, komunikasi dan mengekspresikan diri.
3. Tahap Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu
Pada dasarnya setiap manusia akan mengikuti pola perkembangan
bahasa yang sama. Sejak dalam kandungan tak jarang janin diajak
berkomunikasi, mulai dengan cara mengelus, mendengarkan musik,
bahkan sampai diajak berbicara. Dengan cara seperti ini secara tidak
sadar orangtua telah memberikan pengajaran bahasa awal kepada
janinnya. Setelah lahir, bayi juga mendapatkan stimulus dari bahasa -
bahasa yang didengarnya dari lingkungan sekitarnya. Hal ini akan
membantu anak dalam perkembangan alami bahasanya.
Perkembangan bahasa dan penguasaan kosakata anak akan
berkembang baik apabila anak sering dilatih dan mendapatkan
stimulus yang baik pula. Hal ini dikarenakan penguasaan kosakata
bukan proses spontan dan keterampilan yang sederhana. Penguasaan
kosakata dapat dicapai melalui tahapan – tahapan tertentu yang
berkembang dengan baik dan benar. Keraf (2007:65), menyatakan
bahwa tahapan yang tersebut adalah sebagai berikut:
a. Masa kanak-kanak
Pada masa ini seorang anak dalam menguasai kosakata cenderung ekstensif secara luas tetapi tidak mendalam untuk mengungkapkan gagasan yang konkret. Pada masa ini anak ingin mengetahui kata-kata untuk mengungkapkan segala yang terindera oleh dirinya, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan pokoknya misalnya makan,minum dan sebagainya. b. Masa Remaja
Pada masa ini terjadi proses belajar, karena anak mulai belajar untuk menguasai bahasanya dan memperluas kosakatanya secara sadar. Pada masa ini proses penguasaan kosakata seperti masa kanak-kanak tetapi berlangsung secara bersama-sama dan terus berkembang.
c. Masa Dewasa
Pada masa ini penguasaan kosakata semakin mantap karena seorang anak semakin banyak terlibat dalam komunikasi. Untuk dapat berkomunikasi dalam segala hal, seseorang dituntut menguasai kosakata secara mantap karena segala aktivitas dalam masyarakat harus ditanggapi dengan bahasa.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas disimpulkan bahwa
kosakata yang dikuasai seseorang tergantung dari tingkat keberhasilan
pada setiap tahap perkembangan kosakata yang dilaluinya. Penguasaan
kosakata yang dimiliki akan meningkat apabila anak berhasil melewati
tahapan perkembangan dengan baik dan mendapatkan pengajaran yang
tepat. Pengajaran kosakata yang diberikan dengan sesuai dan baik akan
mempengaruhi kualitas dan kuantitas kosakata yang dimiliki
seseorang. Begitu pula pengajaran kosakata pada anak tunarungu,
apabila diberikan sejak dini mengikuti tahap perkembangan kosakata
maka kuantitas yang dimiliki anak akan lebih banyak dan kualitasnya
penelitian ini anak tunarungu kelas 2 SD termasuk pada masa kanak –
kanak yang dalam tahap penguasaan kosakatanya sangat membutuhkan
pengajaran kosakata. Penguasaan kosakata yang baik akan sangat
membantu dalam perkembangan bahasa, cara berkomunikasi dan
interaksi sosial anak di tengah masyarakat.
4. Faktor yang Mempengaruhi Penguasaan Kosakata Anak
Tunarungu
Seseorang dapat menguasai bahasa karena ada beberapa faktor
yang mempengaruhinya. Begitu pula dalam mempelajari dan
menguasai kosakata juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut
Edja Sadjaah (2005:140), beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar
perkembangan bahasa, bicara dan kosakata akan berjalan baik, sebagai
berikut:
a. Faktor psikologis – internal : menyangkut aspek intelegensi, minat anak terhadap sesuatu yang dilihat, diraba, dirasakan, diinginkan yang diekspresikan olehnya. Adanya kemampuan meniru, kemampuan berfikir, dan kemampuan emosional terhadap sesuatu di lingkungannya.
b. Faktor fisiologis : menyangkut ketajaman pendengaran (kemampuan memanfaatkan sisa pendengarannya) untuk mengindera bunyi yang disebut bahasa atau kata – kata. Kondisi perangkat alat bicara dan susunan syaraf yang berfungsi baik, mampu mengendalikan otot – otot bicara untuk mengekspresikan tuturan kata dengan baik.
Menurut Murni Winarsi (2007 : 44), ada dua faktor yang dapat
mengganggu perkembangan bahasa, antara lain “faktor medis yaitu
gangguan akibat fungsi otak atau akibat kelainan alat bicara dan
pendengaran. Faktor sosial yaitu gangguan akibat lingkungan kehiduan
manusia yang tidak alamiah, seperti tersisih atau terisolai dari
lingkungan kehidupan masyarakat yang sewajarnya”. Sedangkan
menurut Dardjowidjojo (2008:258), “ kosakata awal yang diketahui
anak diperoleh dari ujaran di lingkungannya”.
Beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa banyak
hal, faktor, dan berbagai kondisi yang turut mempengaruhi penguasaan
kosakata. Faktor tersebut baik secara internal maupun eksternal
individu. Begitu pula pada anak tunarungu terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi kemampuan penguasaan kosakata, seperti organ bicara,
kondisi akibat kelainan fungsi pendengaran, serta lingkungan.
Lingkungan memiliki peranan yang cukup berarti, karena pada
lingkungan tempat anak beradaptasi pemahaman dan penguasaan
kosakatanya berkembang. Selain itu juga harus sesuai dengan
tingkatan umurnya.
5. Ruang Lingkup Kosakata
Kosakata dalam suatu bahasa ada dalam kelompok masyarakat dan
sering digunakan di kehidupan sehari-hari tidak ada yang tetap.
Kosakata akan terus berubah dan berkembang seiring dengan
menyatakan bahwa “kosakata terdiri dari dua, yaitu kosakata dasar dan
kosakata serapan. Kosakata dasar adalah perbendaharaan kata dasar
sesuatu bahasa, tidak mudah berubah dan sedikit sekali kemungkinan
diambil dari bahasa lain. Kosakata serapan adalah kosakata yang dapat
berubah dan merupakan serapan dari bahasa asing”.
Secara lebih rinci Tarigan (1994:529-533) menyebutkan kosakata
dapat dikategorikan sebagai berikut ini:
a) Kosakata dasar
Kosakata dasar (basic vocabularry) adalah kata-kata yang tidak mudah berubah atau sedikit sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa lain. Di bawah ini yang termasuk ke dalam kosakata dasar yaitu:
1) Istilah kekerabatan, misalnya: ayah, anak, nenek, kakek,
paman, bibi, mertua, dan sebagainya;
2) Nama-nama bagian tubuh, misalnya: kepala, rambut, lidah
dan sebagainya;
3) Kata ganti (diri, petunjuk), misalnya: saya, kamu, dia, kami,
kita, mereka, ini, itu, sana, sini dan sebagainya;
4) Kata bilangan, misalnya: satu, dua, sepuluh, seratus, sejuta,
dan sebagainya;
5) Kata kerja, misalnya: makan, minum, tidur, pergi, dan
sebagainya;
6) Kata keadaan, misalnya: suka, duka, lapar, haus, dan
sebagainya;
7) Kosakata benda, misalnya: tanah, udara, air, binatang,
matahari, dan sebagainya. b) Kosakata aktif dan kosakata pasif
Kosakata aktif ialah kosakata yang sering dipakai dalam berbicara atau menulis, sedangkan kosakata pasif ialah kosakata yang jarang bahkan tidak pernah dipakai, tetapi biasanya digunakan dalam istilah puitisasi. Sebagai contoh dapat tergambar dalam tabel di bawah ini.
KOSAKATA AKTIF DAN PASIF
Kosakata Aktif Kosakata Pasif
(zaman) dahulu dsb.
Bahari dsb. c) Bentukan kosakata baru
Kosakata baru ini muncul disebabkan adanya sumber dalam dan sumber luar bahasa. Sumber dalam diartikan sebagai kosakata swadaya bahasa Indonesia sendiri, sedangkan sumber luar merupakan sumber yang berasal dari kata-kata bahasa lain. Kosakata sumber luar ini meliputi pungutan dari bahasa daerah ataupun juga bahasa asing.
d) Kosakata umum dan khusus
Kosakata umum adalah kosakata yang sudah meluas ruang lingkup pemakaiannya dan dapat menaungi berbagai hal, sedangkan kosakata khusus adalah kata tertentu, sempit, dan terbatas dalam pemakaiannya.
e) Makna denotasi dan konotasi
Makna denotasi yaitu kata atau kelompok kata yang didasarkan pada penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu, sifatnya objektif. Makna denotasi ini biasa disebut juga dengan makna sebenarnya; makna yang mengacu pada suatu referen tanpa ada makna embel-embel lain; bukan juga makna kiasan atau perumpamaan. Makna denotasi ini tidak menimbulkan interpretasi dari pendengar atau pembaca.
Makna konotasi adalah makna yang timbul dari pendengar atau pembaca dalam menstimuli atau meresponnya. Dalam merespon ini terkandung emosional dan evaluatif yang mengakibatkan munculnya nilai rasa terhadap penggunaan atau pemakaian bahasa atau kata-kata tersebut. Dalam pembagiannya, makna konotasi ini terbagi menjadi konotasi positif dan konotasi negatif. Konotasi positif yaitu konotasi yang mengandung nilai ras tinggi, baik, halus, sopan dan sebagainya. Misalnya: suami isteri, jenazah, nenek dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud konotasi negatif adalah konotasi yang mengandung nilai rasa rendah, jelek, kasar, kotor, porno, dan sebagainya. Misal: laki bini, buruh, mayat, bunting, udik, dan sebagainya.
f) Kata tugas
Kata tugas dapat bermakna apabila dirangkaikan dengan kata lain. Kata tugas ini hanya memiliki arti gramatikal seperti ke, karena, dan, dari, dan sebagainya.
g) Kata benda (nomina)
„bukan‟. Sedangkan dari segi bentuk morfologinya, kata benda terdiri atas nomina bentuk dasar dan nomina turunan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
kosakata memiliki ruang lingkup yang bermacam – macam dan ada
yang berubah seiring perkembangan zaman. Kosakata yang dikuasai
manusia tergantung pada perkembangan bahasanya dan stimulasi yang
didapatnya. Seperti itu pula yang terjadi pada siswa tunarungu.
Kosakata yang dikuasai tergantung pada stimu
6. Ruang Lingkup Kosakata Benda
Kosakata terdiri dari bermacam – macam jenis, salah satunya yaitu
kosakata benda. Menurut Teguh Bharata Adji (2004:14) “kata benda
atau nomina didefinisikan dengan nama dari semua benda dan segala
yang dibendakan”. Abdul Chaer (2006: 87-88), mengatakan bahwa
kata benda ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:
a. Kata benda yang jumlahnya dapat dihitung, seperti kata-kata yang menyatakan: orang (termasuk kata yang menyatakan nama diri, nama kekerabatan, nama pangkat, jabatan atau pekerjaan, atau nama gelar), menyatakan hewan, tumbuhan, alat, pekakas atau perabot, benda alam, hal atau proses, dan yang menyatakan hasil (seperti jawatan atau karangan).
b. Kata benda yang jumlahnya tidak terhitung. Untuk dapat dihitung di depan kata benda itu harus diletakkan kata keterangan ukuran satuan seperti: gram, ton,cm, km, persegi, hectare, liter atau kubik. Kata benda ini termasuk kata-kata yang menyatakan bahan dan zat.
c. Kata benda yang menyatakan nama khas. Di muka kata benda ini tidak dapat diletakkan kata bilangan, seperti: Jakarta, Bali, Eropa atau Galunggung.
Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa kosakata benda
Pemilihan jenis kosakata yang tepat sangat diperlukan dalam
pembelajaran, terutama bagi anak tunarungu. Ruang lingkup kosakata
yang dikembangkan dalam penelitian ini sesuai dengan isi standar
kompetensi pada kurikulum yang digunakan sekolah di kelas rendah
yaitu pada penguasaaan kosakata benda karena kosakata benda dirasa
tepat bagi anak tunarungu kelas 2 usia kanak – kanak yang masih
memiliki kosakata yang sedikit dan kosakata yang diajarkan harus
berdasarkan yang ada di lingkungan sehingga anak mudah menemui
bentuk konkritnya. Dengan begitu akan semakin mudah bagi anak
untuk belajar dan menguasai kosakata benda. Fokus kosakata yang
dikenalkan meliputi hewan, alat rumah tangga dan buah - buahan.
Kata-kata yang dikenalkan adalah kata-kata ringan yang mudah
dimengerti anak, serta mudah ditemui bentuk konkretnya.
C. Tinjauan tentang Media Pengajaran
1. Pengertian Media Pengajaran
Dalam proses belajar mengajar pendidik menggunakan alat bantu
dalam mengajar yang disebut media. Media merupakan bagian dalam
proses belajar mengajar yang bertujuan membantu pendidik untuk
mencapai tujuan pembelajaran di dalam kelas. Arief S. Sadiman, dkk.
(2011:14), mengatakan bahwa “media pendidikan sebagai salah satu
sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan sehingga membantu
minat, intelegensi, keterbatasan gaya indera, cacat tubuh, atau
hambatan jarak geografis dan waktu”. Dari pengertian ini, dapat
diartikan bahwa alat dan lingkungan sebagai sumber belajar yang
membawa, menyalurkan dan menyampaikan maksud dari pesan
pembelajaran serta mengatasi hambatan belajar disebut media
pembelajaran.
Menurut Azhar Arsyad (2006:6–7), ciri – ciri umum yang
terkandung dalam batasan media, yaitu:
a. Media pendidikan memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu sesuatu yang dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan pancaindera. b. Media pendidikan memiliki pengertian non fisik yang dikenal
sebagai software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa.
c. Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio. d. Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses
belajar baik di dalam maupun di luar kelas.
e. Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
f. Media pendidikan dapat digunakan secara massal, kelompok besar maupun kelompok kecil.
g. Sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.
Beberapa pengertian para ahli di atas disimpulkan bahwa media
pendidikan yaitu segala sesuatu yang menjadi sarana komunikasi
dalam proses belajar mengajar, baik perangkat keras maupun
perangkat lunak untuk membantu proses dan hasil pembelajaran
secara lebih efektif dan efisien. Selain itu juga membantu mengatasi
keterbatasan dalam belajar agar mencapai tujuan pembelajaran
2. Manfaat Media Pengajaran
Media pengajaran merupakan salah satu unsur yang penting di
dalam proses belajar mengajar. Fungsi utama media pengajaran yaitu
sebagai alat bantu mengajar untuk keefektifan proses pembelajaran dan
turut mempengaruhi lingkungan serta kondisi yang diciptakan oleh
guru. Azhar Arsyad (2006:26–27), menyebutkan berbagai manfaat
praktis dari penggunaan media pembelajaran di dalam proses belajar
mengajar, sebagai berikut:
a. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar da meningkatkan proses dan hasil belajar.
b. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannyam dan memungkinkan siswa untuk belajar sendiri – sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya. c. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera,
ruang, dan waktu.
d. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa – peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misal melalui karyawisata, dan kunjungan.
Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2010:2), manfaat media
pengajaran dalam proses belajar siswa, yaitu :
a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar
b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik
d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain – lain.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat media
pengajaran adalah sebagai alat bantu penunjang metode pengajaran
guru dalam proses belajar mengajar. Dengan penggunaan media
pengajaran yang tepat dapat mempertinggi kualitas proses belajar
mengajar yang akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hasil belajar
siswa. Selain itu juga dapat meningkatkan kualitas interaksi guru -
siswa, serta siswa – lingkungan belajarnya.
3. Jenis Media Pengajaran
Media pengajaran yang ada saat ini sangat bermacam – macam,
sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Seiring perkembangan
teknologi, perkembangan media pengajaran juga semakin baik dan
banyak jenisnya. Menurut Azhar Arsyad (2006:29–33), ada empat
kelompok media pembelajaran, yaitu:
a. Media hasil teknologi cetak, yaitu cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi dalam bentuk salinan cetak, seperti buku, grafik, foto, atau representtif fotografik.
b. Media hasil teknologi audio – visual, yaitu cara dan penyampaian materi dengan menggunakan mesin – mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan – pesan audio – visual. Media ini menggunakan perangkat keras seperti proyektor film, tape recorder dan proyektor visual yang lebar. c. Media hasil teknologi yang berdasarkan komputer, yaitu cara
menghasilkan atau menyampaikan materi dengan
d. Media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer, yaitu cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi dengan menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh komputer.
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2002:3–4), menyatakan bahwa ada
empat jenis media yang dapat digunakan dalam proses pengajaran,
yaitu :
a. Pertama, media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik, dan lain – lain. Media grafis sering juga disebut media dua dimensi yaitu media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar.
b. Kedua, media tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama dan lain – lain.
c. Ketiga, media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP dan lain – lain.
d. Keempat, penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.
Beberapa media di atas tidak hanya dapat dilihat dari kecanggihan
alatnya saja, tetapi penggunaan yang sesuai dengan fungsi serta dapat
membantu mencapai tujuan dalam proses pembelajaran. Semua
tergantung dengan tujuan, bahan ajar, kondisi siswa dan cara
penggunaan yang tepat. Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa anak tunarungu membutuhkan jenis media
pengajaran yang tepat dan dapat menyampaikan informasi secara
visual. Hal ini dikarenakan adanya kehilangan fungsi pendengaran
yang membuat anak tunarungu memanfaatkan fungsi penglihatannya
untuk mencari, mendapatkan dan mengolah informasi di
lingkungannya tersebut. Media pengajaran yang dipilih dapat
dikombinasikan dengan cara permainan yang dapat melibatkan anak
secara aktif di dalam pembelajaran.
4. Kriteria Memilih Media Pengajaran
Sebelum menggunakan media sebagai alat bantu dalam proses
mengajar, guru harus memiliki pemahaman tentang media yang dapat
mempertinggi kualitas pengajaran. Untuk mencapai kepentingan
pengajaran itu sebaiknya guru dapat memilih media yang tepat dengan
memperhatikan beberapat kriteria. Menurut Nana Sudjana dan Ahmad
Rivai (2002:4–5), kriteria itu adalah sebagai berikut :
a. Ketepatan dengan tujuan pengajaran
Media pengajaran yang dipilih atas dasar tujuan – tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
b. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran
Bahan ajar yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami siswa.
c. Kemudahan memperoleh media
Media yang diperlukan mudah diperoleh, setidak – tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar. Media grafis umumnya dapat dibuat guru tanpa biaya yang mahal, di samping sederhana dan praktis penggunaannya.
d. Keterampilan guru dalam menggunakannya
Apa pun jenis medianya yang paling penting adalah kemampuan guru yang dapat menggunakannya dalam proses pengajaran untuk mempertinggi kualitas pengajaran.
e. Tersedia waktu untuk menggunakannya
Media yang digunakan dapat bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung
f. Sesuai dengan taraf berpikir siswa
Media yang digunakan untuk pendidikan dan pengajaran harus sesuai dengan taraf berpikir siswa sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh para siswa.
Azhar Arsyad (2006:72–73) memberikan pendapat mengenai
dipertimbangkan dalam pemilihan media yaitu seperti motivasi,
perbedaan individual, tujuan pembelajaran, organisasi isi, persiapan
sebelum belajar, emosi, partisipasi, umpan balik, penguatan
(reinforcement), latihan dan penguatan, serta penerapan”. Pemilihan
media perlu memperhatikan berbagai hal agar dapat sesuai, tepat dan
mencapai tujuan dalam pengajaran. Media merupakan alat bantu atau
pelengkap yang digunakan untuk mempertinggi kualitas belajar
mengajar. Jika penggunaan media pengajaran tidak mempengaruhi
proses dan kualitas pengajaran maka sebaiknya guru tidak
memaksakan penggunaannya dan mencari usaha lain di luar media
pengajaran. Untuk itu pemilihan media yang tepat sangat diperlukan
agar dalam proses belajar mengajar berjalan lancar dan mencapai
tujuan yang diinginkan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa media
pengajaran yang dipilih harus tepat dan sesuai dengan tujuan
pengajaran, mudah diperoleh, hemat, sesuai dengan taraf berpikir
siswa, guru memiliki keterampilan dalam menggunakannya serta
bermanfaat bagi siswa selama pembelajaran. Hal ini juga yang menjadi
landasan dalam memilih media pengajaran bagi anak tunarungu.
Pemilihan media juga disesuaikan dengan karakteristik, kebutuhan,
gaya belajar dan usia siswa tunarungu. Media rantai huruf merupakan
salah satu media yang dapat dipilih untuk anak tunarungu karena
juga menerapkan gambar sebagai alat bantu dikarenakan anak
tunarungu akan lebih mudah mendapatkan dan memahami informasi
yang diberikan melalui bentuk visualisasi.
D. Tinjauan tentang Media Rantai Huruf
1. Pengertian Media Rantai Huruf
Salah satu jenis media yang banyak digunakan dalam kegiatan
proses belajar mengajar adalah media dalam bentuk permainan.
Permainan merupakan aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan
tertentu dengan cara yang menyenangkan. Menurut Latuheru (dalam
penelitian Wahyuni Imastuti, 2012:37) menyatakan bahwa “permainan
dalam proses pembelajaran bahasa dapat digunakan untuk
mengembangkan keterampilan membaca, ejaan, tatabahasa,
phonics,perbendaharaan kata dan menulis”. Dalam hal ini permainan
merupakan hal yang wajar untuk diterapkan dalam proses belajar
mengajar, karena sebagai imbalan kepada siswa terhadap rasa jenuh
akibat berada terus – menerus di dalam lingkup kelas.
Media permainan yang digunakan untuk mengembangkan
kemampuan bahasa disebut media permainan bahasa. Terdapat
berbagai macam jenis media permainan bahasa seperti yang
dikemukan oleh Soeparno (dalam penelitian Wahyuni Imastuti,
2012:38), sebagai berikut:
dan mencocokkan gambar, melatih keterampilan menyimak (3) sambung suku, rantai kata, silang datar, teka - teki silang,
scramble, piramida kata, berburu kata, kategori bingo, bermain sajak dan menerka kode, melatih penguasaan kosakata (4) rantai huruf dan scrable, melatih penguasaan kosakata dan ejaan (5) spelling bee, melatih keterampilan berbicara dan ejaan (6) dua puluh pertanyaan, melatih keterampilan berbicara dan berpikir secara sintesis dan analisis (7) resep gotong royong, melatih ejaan dan menyusun kalimat (8) mengarang bersama, melatih keterampilan menulis dan berbicara (9) kontes ucapan, melatih pronounciation (10) ambil – ambilan dan menyebut gambar, mlatih keterampilan berbicara (11) membaca instruksi, melatih keterampilan membaca (12) menebak teka – teki, melatih keterampilan berbicara dan mengembangkan fantasi peserta didik.
Menurut Suparno (1980:67) mengemukakan bahwa media rantai
huruf adalah media yang berupa permainan dengan cara
menyambungkan huruf terakhir pada suatu kata untuk membentuk kata
yang baru. Konsepnya hampir sama seperti rantai kata, hanya saja
yang disambung itu huruf bukan kata atau suku kata. Dari penjelasan
di atas sudah jelas bahwa media rantai huruf merupakan bagian dari
jenis permainan bahasa berupa pembentukan kata baru dengan
menggunakan huruf terakhir pada kata sebelumnya. Media rantai
huruf dapat membantu meningkatkan kemampuan kosakata dan ejaan.
2. Kelebihan Media Rantai Huruf
Dalam proses pembelajaran setiap metode atau media yang
digunakan pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Semuanya
tergantung cara penerapan dan kondisi siswa. Begitu pula dengan
media rantai huruf yang merupakan salah satu bentuk permainan
permainan, menurut Sharon E.Smaldin, Deborah L.Lowther dan James
D. Russell (2011:39–40) sebagai berikut :
a. para siswa terlibat dengan cepat dalam belajar melalui permaian.
b. permainan dapat disederhanakan agar sesuai dengan tujuan belajar
c. Permainan dapat digunakan dalam berbagai suasan