• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI MEDIA RANTAI HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS 2 DI SEKOLAH LUAR BIASA WIYATA DHARMA I SLEMAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI MEDIA RANTAI HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS 2 DI SEKOLAH LUAR BIASA WIYATA DHARMA I SLEMAN."

Copied!
233
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI MEDIA RANTAI HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS 2

DI SEKOLAH LUAR BIASA WIYATA DHARMA I SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Tutik Saniatin Zahro NIM 10103241002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

1. Sebuah kata dapat mengajarkan segalanya dan membantu mengenal dunia. (Penulis)

2. “Words are the voice of the heart”: kata-kata merupakan suara dari hati. (Confucius 551-479 SM)

(6)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah subhaanahu Wa Ta’ala, karya ini penulis persembahkan sebagai tanda pengabdian yang tulus dan cinta kasih untuk: 1. Kedua orangtuaku, Bapak Ahyat Zawawi dan Mama Sholikhah.

(7)

PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI MEDIA RANTAI HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS 2

DI SEKOLAH LUAR BIASA WIYATA DHARMA I SLEMAN

Oleh

Tutik Saniatin Zahro NIM 10103241002

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan kosakata siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1 Sleman melalui media rantai huruf.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan desain penelitian model Kemmis dan McTaggart. Subjek yang digunakan dalam penelitian yaitu siswa tunarungu kelas 2 berjumlah 3 orang. Objek penelitian ini adalah penguasaan kosakata benda. Pengumpulan data dilakukan dengan tes penguasaan kosakata, observasi partisipasi siswa dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah teknik komparatif yaitu membandingkan hasil pra tindakan dengan setelah dilakukan tindakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan media rantai huruf dapat meningkatkan penguasaan kosakata siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1, Sleman. Subjek NP: 65,22 pada tes kemampuan awal, 78,26 pada tes pasca tindakan siklus I dan 91,30 pada tes pasca tindakan siklus II. Subjek MUN: 47,83 pada tes kemampuan awal, 65,22 pada tes pasca tindakan siklus I dan 86,95 pada tes pasca tindakan siklus II. Subjek WS: 20,29 pada tes kemampuan awal, 34,78 pada tes pasca tindakan siklus I dan 69,57 pada tes pasca tindakan siklus II. Tindakan pada Siklus I dilakukan dengan memperlihatkan gambar, nama gambar dan permainan media rantai huruf yaitu siswa pertama menentukan kata benda pertama dan siswa selanjutnya menentukan kata benda berdasarkan huruf terakhir pada kata sebelumya. Pada siklus II pembelajaran hampir sama seperti siklus I tetapi permainan dimodifikasi dengan menempelkan kosakata yang dibentuk sesuai rantai huruf pada kertas yang telah disiapkan guru dan memilih gambar yang tepat secara bergantian. Setelah dilaksanakan tindakan, semua siswa mengalami peningkatan dan mencapai kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sehingga guru memberikan reward atas hasil belajar, partisipasi, antusias, keaktifan, motivasi belajar dan perhatian siswa yang baik dalam mengikuti semua langkah pembelajaran.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamiin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karuniaNYa, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Peningkatan Penguasaan Kosakata Melalui Media Rantai Huruf Pada Siswa Tunarungu Kelas 2 Di Sekolah Luar Biasa Wiyata Dharma 1 Sleman” dengan lancar untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas selama menempuh pendidikan di kampus ini. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang

telah memberikan ijin penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa, yang telah memberikan ijin penelitian dan dukungan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

4. Ibu Endang Supartini, M. Pd dan Bapak Drs. Soegito, M. Pd (alm) selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran memberikan bimbingan serta motivasi selama penyusunan tugas akhir skripsi.

(9)

6. Bapak Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik, memberikan ilmu, pengetahuan, pengalaman serta wawasan terkait anak berkebutuhan khusus.

7. Kepala Sekolah SLB Wiyata Dharma 1 Sleman yang telah memberikan ijin dan kemudahan selama penelitian.

8. Bapak Edi Surata, S. Pd selaku guru kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1 Sleman yang selalu bersedia membantu dan memberikan saran selama proses penelitian.

9. Kedua orangtuaku, Bapak Ahyat Zawawi dan mama Sholikhah serta kakakku (Zainal Arifin, Desy Herliani) dan adikku (Agus wahyudin, Aslikhatus Syarifah) yang telah memberikan nasehat, motivasi dan dukungan baik secara spiritual maupun material untuk penyelesaian tugas akhir.

10. Sahabat terbaikku Akbar Hendra Saputra, yang selalu ada dan sabar di setiap keadaan, menemani, memberikan semangat, dukungan, doa, dan segalanya untuk membantu menyelesaikan tugas akhir ini.

(10)

12. Teman-teman Kost Annisa: Eny, Riska, Yanda, Hida, Friska, Luluk yang tak henti-hentinya memberikan doa, saran, motivasi, semangat, dukungan untuk segera menyelesaikan tugas akhir skripsi ini dan semua kenangan yang tak terlupakan selama ini.

13. Teman seperjuangan Dilla, Lisa, Arum, Nida, Anita yang senantiasa memberikan informasi, saran serta bantuan dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Teman-teman Pendidikan Luar Biasa angkatan 2010 (Deni, Ayik, Zona, Swasti, Mayang, Noef, Ayu, Mila, Damar, Alif, Nurma, Kia, Dwi, Nina, dsb) yang telah memberikan cerita indah, pengalaman, pengetahuan, kebersamaan serta kenangan yang kalian berikan selama kuliah. Semangat Kawan.

14. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga tugas akhir skripsi ini dapat terselesaikan.

(11)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Hasil Penelitian... 7

G. Definisi Operasional... 8

(12)

1. Pengertian Anak Tunarungu... 10

2. Karakteristik Anak Tunarungu ... 12

3. Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu ... 16

4. Dampak Ketunarunguan Terhadap Bahasa Anak Tunarungu ... 18

B. Tinjauan Tentang Penguasaan Kosakata ... 20

1. Pengertian Kosakata ... 20

2. Tujuan Penguasaan Kosakata ... 22

3. Tahap Penguasaan Kosakata ... 23

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penguasaan Kosakata... 25

5. Ruang Lingkup Kosakata ... 26

6. Ruang Lingkup Kosakata Benda ... 29

C. Tinjauan Tentang Media Pengajaran... 30

1. Pengertian Media Pengajaran ... 30

2. Manfaat Media Pengajaran... 32

3. Jenis Media Pengajaran ... 33

4. Kriteria Memilih Media Pengajaran... 35

D. Tinjauan Tentang Media Rantai Huruf ... 37

1. Pengertian Media Rantai Huruf... 37

2. Kelebihan Media Rantai Huruf ... 38

3. Langkah Penerapan Media Rantai Huruf ... 39

E. Kerangka Pikir ... 41

F. Hipotesis Tindakan ... 43

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 44

B. Desain Penelitian ... 45

C. Prosedur Penelitian... 46

D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 50

E. Subjek Penelitian ... 51

F. Variabel Penelitian... 52

G. Teknik Pengumpulan Data ... 52

(13)

I. Validitas dan Reliabilitas Instrumen... 59

J. Teknik Analisis Data ... 60

K. Indikator Keberhasilan Tindakan ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 62

B. Deskripsi Subjek Penelitian... 63

C. Deskripsi Kemampuan Awal Penguasaan Kosakata... 66

D. Hasil Penelitian ... 71

1. Siklus I ... 71

a. Deskripsi Perencanaan Tindakan Siklus I ... 71

b. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus I ... 72

c. Deskripsi Data Partisipasi Siswa Pada Siklus I ... 83

d. Deskripsi Data Tindakan Siklus I... 88

e. Hasil Refleksi Tindakan Siklus I ... 94

2. Siklus II ... 97

a. Deskripsi Perencanaan Tindakan Siklus II ... 97

b. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus II ... 98

c. Deskripsi Data Partisipasi Siswa Pada Siklus II... 104

d. Deskripsi Data Tindakan Siklus II ... 107

e. Hasil Refleksi Tindakan Siklus II... 109

E. Uji Hipotesis ... 111

F. Pembahasan ... 112

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 121

B. Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA... 124

(14)

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian... ..43 Gambar 2. Model Desain Kemmis dan Mc Taggart ... ..45 Gambar 3. Grafik Histogram Tes Kemampuan Awal Penguasaan Kosakata.... ..70 Gambar 4. Grafik Histogram Hasil Tes Penguasaan Kosakata Pasca

Tindakan Siklus I ... ..94 Gambar 5. Grafik Histogram Hasil Tes Penguasaan Kosakata Pasca

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Surat - Surat ...127

1.1. Surat Izin Penelitian dari Dekan FIP UNY ...128

1.2 Surat Izin Penelitian dari BPPD Kabupaten Sleman ...129

1.3 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian...130

1.4 Surat Keterangan Konsultasi Ahli...131

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ...132

2.1 RPP Pertemuan 1 s/d 3 Siklus I...133

2.2 RPP Pertemuan 1 dan 2 Siklus II ...147

Lampiran 3. Instrumen Penelitian... ...159

3.1 Instrumen Tes Penguasaan Kosakata... ...160

3.2 Lembar Observasi Partisipasi Siswa dalam Menggunakan Media Rantai Huruf ... ...169

Lampiran 4. Rekapitulasi Data dan Analisis Data ...171

4.1 Hasil Tes Kemampuan Awal, Pasca Siklus I dan Pasca Siklus II ...172

4.2 Hasil Rekapitulasi Penilaian ...176

4.1 Hasil Tes Pekerjaan Siswa ...177

4.1 Lembar Hasil Observasi...204

(16)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Waktu Kegiatan Penelitian... 51

Tabel 2. Kisi-Kisi Tes Penguasaan Kosakata ... 56

Tabel 3. Kriteria Penilaian Tes Penguasaan Kosakata ... 57

Tabel 4. Kisi-Kisi Pedoman Observasi Partisipasi Belajar Siswa... 59

Tabel 5. Tes Kemampuan Awal Penguasaan Kosakata ... 67

Tabel 6. Hasil Tes Pasca Tindakan Penguasaan Kosakata Siklus I ... 88

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan, manusia memiliki kemampuan, potensi dan

kebutuhan hidup. Untuk mengembangkan kemampuan dan pemenuhan

kebutuhan hidup diperlukan kemampuan dalam mencari, menerima,

mengolah dan mengaplikasikan informasi dalam kehidupan. Semua itu

tidak dapat dilakukan secara langsung dan instan tanpa adanya proses

berpikir dan belajar yang menggunakan bahasa sebagai medianya. Bahasa

menjadi penting karena merupakan alat yang sangat diperlukan manusia

untuk menunjang kehidupannya sebagai makhluk sosial, yang akan selalu

berusaha berkomunikasi dengan manusia lainnya baik secara lisan

(meliputi berbicara dan menyimak) maupun tulisan (meliputi menulis dan

membaca).

Bahasa sangat diperlukan semua orang termasuk anak tunarungu

dalam komunikasi karena untuk menunjang proses bertukarnya informasi

dari manusia satu ke manusia lainnya secara baik. Komunikasi akan

berjalan lancar dan baik apabila mereka saling memahami, mengerti apa

yang mereka bicarakan dan mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Hal

ini tergantung pada kemampuan berbahasa yang dimiliki. Kualitas

kemampuan bahasa dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas kosakata yang

dimiliki. Semakin banyak dan baik kosakata yang dimiliki dan dikuasai

(18)

Anak tunarungu sebagai anak yang mengalami hambatan fungsi

pendengaran mendapatkan hambatan dalam perkembangan dan proses

penerimaan informasi bahasa, sehingga berpengaruh terhadap pemahaman

akan bahasa itu sendiri, artinya siswa tunarungu sukar memahami bahasa

atau bicara. Dengan kata lain akibat rusaknya fungsi pendengaran

membuat potensi dan perkembangan bahasanya terhambat. Kemampuan

berbahasa penting untuk berimajinasi, mengemukakan ide atau

berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Siswa tunarungu sulit

dalam melakukan aktivitas komunikasi seperti mempersepsikan, mengerti,

memahami atau menirukan ucapan kata atau kalimat yang orang lain.

Keadaan ini dapat diatasi dengan memberikan latihan sejak siswa usia

dini atau saat awal masuk sekolah. Latihan ini dengan mengenalkan

kosakata – kosakata benda mulai dari benda yang ada di sekitar siswa.

Untuk memberikan latihan ini perlu adanya persiapan yang matang seperti

tenaga pengajar, metode yang digunakan, serta media yang cocok sesuai

dengan karakteristik dan usia siswa.

Sering dijumpai permasalahan dalam proses belajar mengajar, baik di

sekolah umum maupun di sekolah luar biasa, khususnya dalam hal media

pembelajaran. Pada era modern seperti saat ini, sebenarnya sudah tersedia

berbagai macam media pengajaran yang dapat digunakan guru sesuai

dengan kebutuhan siswa dan kondisi sekolah. Media pengajaran sangat

bervariasi dan memiliki tujuan untuk memudahkan guru dalam

(19)

dan pesan ini nantinya akan merangsang pikiran, minat dan perhatian

siswa sehingga proses penyaluran ilmu pengetahuan dapat terjadi.

Media pengajaran yang sudah banyak diketahui seperti foto, kartu

bergambar, gambar, poster, suara, audio visual, permainan, dan masih

banyak lagi. Salah satu media untuk melatih kemampuan berbahasa siswa

yaitu media permainan bahasa. Media permainan bahasa yang dimaksud

merupakan suatu kegiatan menyenangkan untuk mendapatkan

pengetahuan, keterampilan, kegembiraan, kesenangan, dan kepuasan.

Hasil pengamatan awal di kelas 2 SLB Wiyata Dharma 1, siswa

mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia.

Kemampuan siswa khususnya dalam penguasaan kosakata sangatlah

rendah sehingga siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami kata

benda yang terdapat di materi pelajaran. Kurangnya kosakata benda ini

dapat dilihat dari jawaban siswa saat menjawab soal yang diberikan dan

sikap yang ditunjukkan siswa saat tidak mengerti kata – kata yang

dimaksud. Dari jawaban itu terlihat siswa kesulitan menuliskan nama dari

gambar yang diberikan dan ditunjukkan. Mereka sering lupa dengan

kosakata yang sudah disampaikan (ajarkan) guru pada pertemuan

sebelumnya.

Secara akademis, kemampuan siswa tunarungu di kelas 2 ini termasuk

normal terbukti dari cepatnya siswa mengikuti dan menerima pelajaran.

Namun untuk tingkat pemahaman dan penguasaan kosakata terutama

(20)

Penguasaan kosakata benda bagi siswa tunarungu kelas 2 sangat perlu

untuk diatasi, ditangani, dan ditingkatkan karena merupakan dasar untuk

memahami materi pelajaran di jenjang selanjutnya dan melakukan

komunikasi untuk mendapatkan informasi. Setelah menguasai kosakata

benda, siswa akan mampu menggunakan kata benda tersebut dan

melanjutkan penguasaan pada kata kerja dan kata sifat untuk membantu

menunjang dalam melakukan komunikasi dan interaksi sosial.

Kemampuan siswa dalam penguasaan kosakata yang masih rendah ini

dipengaruhi oleh daya ingat siswa yang cepat lupa serta penggunaan media

pembelajaran yang belum optimal. Selain itu pemanfaatan media yang

kurang optimal dan kurang bervariasi juga berpengaruh terhadap

penguasaan kosakata peserta didik. Selama ini guru cenderung masih

menggunakan media konvensional seperti menggambar di papan tulis,

buku pelajaran dan media kartu gambar yang ada di kelas sehingga

terkadang siswa salah mengerti materi pelajaran yang dimaksudkan.

Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

adalah metode demonstrasi. Selama pembelajaran siswa terlihat

melakukan aktivitas lain dikarenakan kurang tertarik untuk mengikuti

pelajaran. Guru dalam pembelajaran sudah melibatkan partisipasi siswa

tetapi belum menggunakan kegiatan bermain, sedangkan siswa tunarungu

kelas 2 termasuk siswa tingkat permulaan yang masih berada pada masa

kanak-kanaknya penuh dengan kegiatan bermain. Dengan menggunakan

(21)

gembira dan lebih tertarik untuk mencoba. Sekolah turut andil dalam

perkembangan kemampuan berbahasa siswa. Untuk mengembangkan

kemampuan berbahasa siswa, sekolah memberikan program berupa

pembinaan artikulasi dan BKPBI. Penerapan program ini belum optimal

karena waktu pembinaan artikulasi yang terlalu singkat dan pelatihan

BKPBI masih dilakukan secara klasikal.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan kosakata

benda siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1 Sleman. Peneliti

menggunakan media rantai huruf sebagai media dalam proses

pembelajaran. Media rantai huruf merupakan salah satu jenis dari media

permainan bahasa guna meningkatkan pengetahuan, minat dan motivasi

belajar siswa. Media yang digunakan adalah media bermain dengan

peraturan dan cara sederhana yang mengharuskan siswa untuk membentuk

kata baru dengan menyambungkan huruf terakhir pada kata sebelumnya.

Penerapan media ini dapat dimodifikasi sesuai keinginan dan kebutuhan

pemainnya. Materi permainan juga dibatasi sesuai dengan tema dan

pembelajaran saat itu. Selain itu karena siswa terlibat langsung dalam

proses pembelajaran yang berupa kegiatan bermain, maka siswa akan

lebih mudah memahami dan mengingat konsep dari kosakata benda baik

secara bentuk nyata, gambar, dan tulisannya.

Media permainan bahasa rantai huruf merupakan kegiatan bermain

dengan menyambungkan huruf terakhir pada suatu kata untuk membentuk

(22)

membina penguasaan kosakata siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata

Dharma 1, Sleman. Kosakata yang dimaksud yaitu kosakata benda yang

ada di sekitar siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi

masalah penelitian sebagai berikut:

1. Penguasaan kosakata benda pada siswa tunarungu masih rendah,

sehingga masih sulit dalam memahami materi pelajaran dan

berkomunikasi.

2. Penggunaan media dan cara belajar dalam pengenalan kosakata benda

belum bervariasi, sehingga prnguasaan kosakata yang dimiliki rendah.

3. Belum optimalnya penggunaan media di sekitar sekolah untuk

mengenalkan kosakata pada siswa tunarungu.

4. Belum adanya program pengembangan bahasa secara sistematis,

sehingga kemampuan bahasa siswa rendah terutama kemampuan

kosakata.

C. Batasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada penguasaan kosakata benda

pada siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1 Sleman masih

rendah, sehingga masih sulit dalam memahami materi pelajaran dan

(23)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah tersebut di atas, maka peneliti

merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana peningkatan

penguasaan kosakata benda dengan media rantai huruf pada siswa

tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1, Sleman?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan yang

akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan penguasaan

kosakata siswa tunarungu kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1, Sleman

melalui media rantai huruf.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini sebagai berikut:

1. Secara Teoritis.

Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan

pengetahuan terhadap perkembangan ilmu pendidikan, khususnya

dalam mengajarkan kosakata benda bagi siswa tunarungu dengan

menggunakan media rantai huruf.

2. Secara Praktis.

a. Bagi Peneliti.

Memperoleh wawasan dan pengalaman baru terkait cara

mendidik siswa tunarungu yang selanjutnya dapat menjadi acuan

(24)

Bahasa Indonesia, khususnya pengenalan dan pemahaman kosakata

benda.

b. Bagi Siswa kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1.

Dapat mempermudah dan meningkatkan hasil prestasi belajar

siswa dalam penguasaan kosakata benda. Selain itu juga dapat

meningkatkan motivasi belajar karena kegiatan dilakukan dalam

situasi bermain.

c. Bagi Guru

Sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam penggunaan dan

pengoptimalisasian media pembelajaran yang digunakan, dalam

usaha untuk mencapai tujuan pembelajaran bagi siswa tunarungu

kelas 2 di SLB Wiyata Dharma 1, khususnya dalam penguasaan

kosakata benda Bahasa Indonesia.

d. Bagi Sekolah

Sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan

menentukan atau memilih media pembelajaran untuk meningkatkan

kosakata pada siswa tunarungu.

G. Batasan Istilah

1. Siswa Tunarungu

Siswa Tunarungudalam penelitian ini adalah siswa tunarungu yang

(25)

hambatan fungsi pendengaran dan keterlambatan dalam perkembangan

bahasa sehingga keterbatasan dalam penguasaan kosakata.

2. Penguasaan kosakata benda

Penguasaan kosakata benda adalah kemampuan memahami dan

mengingat sejumlah perbendaharaan kosakata benda Bahasa Indonesia

yang ada di sekitar siswa.

3. Media rantai huruf

Media rantai huruf adalah alat permainan bahasa yang dalam

penggunaannya mengharuskan siswa untuk membentuk kata baru

dengan menyambungkan huruf terakhir pada kata sebelumnya sesuai

(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Anak Tunarungu

1. Pengertian Anak Tunarungu

Ada berbagai macam definisi dari para ahli mengenai pengertian

anak tunarungu, sesuai dengan pandangan dan kepentingan masing –

masing. Bandi Delphie (2006:102), menyatakan bahwa: “anak

tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau

kehilangan kemampuan mendengar sebagian atau seluruhnya,

diakibatkan tidak berfungsinya sebagian atau seluruh indera

pendengaran”. Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh

Hallahan & Kauffman (2009:340), yaitu: “Hearing impairment is a

broad term that covers individuals with impairments ranging from

mild to profound; it includes those who are deaf or hard of hearing”.

Pendapat ini menyatakan bahwa penyandang gangguan pendengaran

adalah seseorang yang mengalami gangguan pendengaran dengan

rentang dari rendah sampai yang paling berat; yaitu tuli sebagian dan

tuli total. Pendapat ini didukung oleh Somad & Tati (1995:26), yang

mengemukakan bahwa:

(27)

Pendapat ini mengisyaratkan bahwa anak tunarungu mengalami

berbagai macam masalah yang sangat kompleks di dalam

kehidupannya sebagai dampak dari ketidakmampuannya mendengar

dan mendapatkan pengetahuan dari lingkungan. Suparno (2001:9),

mengemukakan pendapat lain tentang pengertian anak tunarungu,

sebagai berikut:

Secara pedagogis tunarungu dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan seseorang dalam mendapatkan informasi secara lisan, sehingga membutuhkan bimbingan dan pelayanan khusus dalam belajarnya di sekolah. Pengertian ini lebih menekankan pada upaya pengembangan potensi penyandang tunarungu, melalui proses pendidikan khusus. dengan begitu penyandang tunarungu dapat mengembangkan dirinya secara optimal dan bertanggung jawab dalam kehidupan sehari – hari.

Beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tentang

pengertian tunarungu di atas, dapat disimpulkan bahwa tunarungu

yaitu kondisi ketidakmampuan mendengar yang dialami seseorang

sebagai akibat kekurangan atau kehilangan fungsi pendengarannya

baik sebagian atau seluruhnya. Kondisi ini menyebabkan

terhambatnya proses perolehan informasi bahasa melalui

pendengaran yang berdampak secara kompleks pada kemampuan

berbahasa sebagai alat komunikasi dan membutuhkan penanganan

untuk mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri anak

(28)

2. Karakteristik Anak Tunarungu

Setiap peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda – beda,

terutama pada anak berkebutuhan khusus. Anak tunarungu memiliki

karakteristik yang khas sebagai dampak dari ketunarunguannya.

Karakteristik anak tunarungu yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai

berikut:

a. Karakteristik Anak Tunarungu dalam Aspek Akademis dan Bahasa

Pada umumnya kemampuan intelegensi sebagian besar anak

tunarungu normal atau rata - rata, tetapi karena kesulitan

memahami bahasa menyebabkan anak tunarungu mempunyai

prestasi yang rendah dibanding anak – anak normal. Murni

Winarsih (2007:34), berpendapat bahwa, “perkembangan kognitif

pada anak tunarungu ditandai dengan keterlambatan perkembangan

yang disebabkan terganggunya kemampuan berbahasa mereka”.

Akibat dari terganggunya perkembangan bahasa ini menyebabkan

anak tunarungu mengalami ketertinggalan kemampuan akademis

dari anak normal. Wardani, dkk. (2008:5.18) berpendapat bahwa:

Bahasa merupakan kunci masuknya berbagai ilmu pengetahuan sehingga keterbatasan dalam kemampuan

berbahasa menghambat anak tunarungu untuk

memamahami pengetahuan lainnya. Kesulitan

berkomunikasi yang dialami anak tunarungu,

(29)

Perkembangan bahasa banyak memerlukan ketajaman

pendengaran sehingga anak dapat meniru suara – suara yang ada di

sekitarnya. Terganggunya fungsi pendengaran yang dialami anak

tunarungu menyebabkan terganggunya pula proses imitasi suara

dan perkembangan bahasanya, sehingga mereka memiliki

keterbatasan dalam kosakata, keterbatasan membentuk ucapan

dengan baik, serta keterbatasan dalam melakukan komunikasi.

Menurut Edja Sadjaah (2005:109), karakteristik segi bahasa anak

tunarungu secara umum yaitu :

1) miskin dalam perbendaharaan kata

2) sulit memahami kata – kata yang bersifat abstrak

3) sulit memahami kata – kata yang mengandung arti kiasan

4) irama dan gaya bahasanya monoton

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, kemampuan akademis

anak tunarungu mengalami keterlambatan dibanding anak

mendengar sebagai akibat kesulitannya memahami bahasa, yang

menyebabkan mereka terhambat pula dalam proses memperoleh

pengetahuan melalui berbagai informasi. Kemampuan bahasa yang

rendah pada anak tunarungu ini tentu sangat mengganggu proses

komunikasi dalam rangka memperoleh informasi. Diperlukan

penanganan yang tepat berkaitan dengan pendidikan bahasa

sebagai sarana berkomunikasi untuk memperoleh informasi yang

(30)

b. Karakteristik dalam Aspek Sosial Emosional

Keterbatasan dalam mendengar tidak hanya berdampak pada

sulitnya anak dalam memahami bahasa dan melakukan

komunikasi, tetapi juga berdampak pada terganggunya aspek sosial

dan emosinya. Kemampuan sosial dan emosi anak berkembang

karena adanya suatu pengalaman komunikasi yang dilakukannya

dengan lingkungan, baik dengan orangtua maupun dengan anak –

anak yang lain. Apabila pengalaman ini tidak didapatnya dengan

baik maka akan menyebabkan masalah terhadap kemampuan sosial

dan emosi. Wardani, dkk. (2008:5.19) mengemukakan bahwa:

Kekurangan terhadap bahasa lisan sering menyebabkan anak tunarungu menafsirkan segala sesuatu dengan negatif, sehingga membuat anak tunarungu memiliki karakteristik, seperti: pergaulan terbatas pada sesama tunarungu, sifat egosentris yang melebihi anak normal, perasaan takut terhadap lingkungan sekitar, perhatian mereka sukar dialihkan, memiliki sifat polos sehingga mudah menyampaikan perasaannya kepada orang lain, serta cepat marah dan tersinggung.

Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa pendidikan anak

tunarungu juga perlu dikembangkan pada aspek – aspek lain seperti

aspek sosial dan emosi. Hal ini dikarenakan aspek sosial dan emosi

sangat diperlukan anak dalam berinteraksi dengan lingkungannya

guna mendapatkan pengalaman, informasi dan mengembangkan

kemampuan – kemampuan lainnya. Anak tunarungu perlu dilatih

(31)

menyesuaikan diri dan mampu mengelola kemampuan sosial dan

emosinya secara lebih baik.

c. Karakteristik dalam Aspek Motorik

Motorik pada anak tunarungu secara umum berkembang baik,

terutama motorik kasar. Yuke Siregar dalam Edja Sadjaah

(2005:112) menyatakan bahwa “perkembangan motorik kasar anak

tunarungu tidak banyak mengalami hambatan, terlihat otot – otot

tubuh mereka yang cukup kekar, mereka memperlihatkan gerak

motorik yang kuat dan lincah”. Hal ini menunjukkan bahwa anak

tunarungu mampu melakukan aktivitas – aktivitas yang

membutuhkan kekuatan otot dan gerakan – gerakan kasar. Namun,

untuk melakukan aktivitas yang melibatkan motorik halus anak

tunarungu mengalami hambatan. Motorik halus yang dimaksud

yaitu gerakan halus dan lembut seperti gerakan dalam suatu tarian

yang membutuhkan pendengaran yang baik untuk mendengarkan

bunyi musik yang mengiringi tarian. Selain itu, sebagian anak

tunarungu mengalami gangguan dalam keseimbangan yang

dikarenakan adanya kerusakan pada telinga dalam tepatnya pada

organ keseimbangan (vestibule), sehingga ketika berjalan atau

berdiri tegak mereka terlihat kaku.

Setelah dilakukan observasi terlihat karakteristik siswa tunarungu

kelas 2 baik dari segi bahasa, emosi, dan motorik. Siswa mengalami

(32)

disebabkan karena terbatasnya kosakata yang dimiliki dan dikuasai

siswa. Dampak lain dari keterbatasan kosakata dan bahasa ini

menyebabkan emosi siswa sering terganggu, siswa mudah tersinggung

karena kesalahan dalam persepsi dan siswa sering tergantung pada

keadaan perasaannya.

Berdasarkan karakteristik anak tunarungu di atas, pendidik

diharapkan mampu memahami kondisi dan kemampuan peserta didik,

sehingga dapat mengupayakan pengajaran yang sesuai dan tepat

dengan kebutuhannya. Selain itu dengan memahami karakteristik ini

dapat mempererat hubungan antara pendidik dan peserta didik

terutama dalam menjalin interaksi di dalam kelas sehingga

mempermudah proses pengajaran.

3. Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu

Menurut Salim dalam Tarmansyah (1984:13), pola perkembangan

bahasa bicara anak tunarungu yaitu :

a. Pada awal masa meraban, anak tunarungu tidak mengalami hambatan karena hal tersebut merupakan kegiatan alami dari pernafasan dan pita suara. Pada saat akhir meraban mulailah terjadi perbedaan bahasa pada tahap meraban sebagai awal perkembangan bicara terhenti.

b. Pada masa meniru, anak tunarungu terbatas pada peniruan visual, yaitu gerak dan isyarat. Oleh karena itu, ada pendapat yang menyatakan bahwa bahasa isyarat merupakan bahasa ibu anak tunarungu, sedangkan bahasa bicara merupakan bahasa asing bagi anak tunarungu.

(33)

Perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda

dengan perkembangan bahasa anak normal. Menurut Somad

(1996:138–139), “tahap perkembangan bahasa anak tunarungu yaitu

pada masa awal meraban, anak tunarungu mencapai tahap meraban

sama seperti anak normal lainnya”. Tahap awal ini merupakan tahapan

alamiah yang akan dialami setiap anak. Anak hanya mengeluarkan

suara yang tidak teratur dan menangis. Memasuki tahap meraban akhir

mulai terjadi perbedaan perkembangan. Pada tahap ini perkembangan

bahasa dan bicara anak tunarungu terhenti. Menurut Efendi (2005:76),

“terhentinya perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu

disebabkan tidak adanya umpan balik atas suara dan perhatian orang di

sekitarnya, sehingga berakhirnya tahap meraban ini tidak diikuti tahap

perkembangan selanjutnya”. Ketidakmampuan dalam mendengar

suara, bunyi, nada, kata sebagai bahasa dari lingkungan sekitar ini

menyebabkan kemampuan kosakata yang dimiliki sedikit.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa tahap

perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda

dengan anak normal lainnya, namun pada tahap akhir meraban mula

menunjukkan perbedaan. Perbedaan pada tahap ini menyebabkan anak

tunarungu tidak dapat meniru informasi di lingkungannya secara utuh

karena hanya terbatas pada peniruan visual. Hal ini menyebabkan

kemampuan anak tunarungu dalam mengetahui dan menguasai

(34)

diketahui oleh guru sebagai pendidik agar dapat memahami kebutuhan

anak tunarungu dan memberikan pengajaran khususnya kosakata

dengan memperhatikan aspek yang diperlukan seperti aspek visual.

4. Dampak Ketunarunguan Terhadap Bahasa Anak Tunarungu

Kerusakan atau gangguan pendengaran menyebabkan pendengaran

akan kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini mengakibatkan

ketajaman pendengaranpun berkurang sehingga persepsi auditorisnya

kurang berkembang. Edja Sadjaah (2005:121), berpendapat tentang

hambatan anak tunarungu dalam bahasa yaitu “… ketidakmampuan

dan keterbatasan dalam mendengar suara – suara, bunyi, nada, kata –

kata yang disebut bahasa dari lingkungan sekitarnya”.

Ketidakmampuan mendengar suara ini menyebabkan kurangnya

kosakata yang dimiliki anak tunarungu sebagai komponen dasar untuk

berkomunikasi. Sebagai dampaknya anak tunarungu kurang mengerti

kegunaan kata – kata, sulit mengekspresikan kehidupan emosi dan

sosialnya, serta sulit menyatakan keinginan ataupun pikiran –

pikirannya.

Menurut Mohammad Efendi (2005:75), ada dua hal penting yang

menjadi ciri khas hambatan anak tunarungu dalam aspek

kebahasaannya, yaitu:

(35)

kesulitan dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang ada di sekitarnya.

Kemunculan kedua kondisi di atas secara langsung dapat

mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu. Hal

ini berhubungan dengan kemampuannya dalam menerima rangsang

bunyi. Seseorang dapat berbicara karena memiliki kemampuan bahasa

yang baik. Kemampuan bahasa ini ditunjang dari hasil pengamatannya

terhadap bunyi di lingkungan sekitarnya. Edja Sadjaah dan Dardjo

Sukarja (1995:55), berpendapat bahwa “selain mempengaruhi

perkembangan bahasa dan bicara, ketunarunguan juga mempunyai

dampak – dampak lain seperti hambatan dalam intelegensi,

kemampuan motorik, kemampuan sosial dan kepribadian”. Anak

tunarungu juga membutuhkan perhatian, pelayanan dan kesempatan

yang sebaik – baiknya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan

bahwa ketunarunguan memiliki banyak dampak berupa hambatan

perkembangan bahasa, intelegensi, sosial emosi, motorik dan

kepribadian. Hambatan dalam perkembangan bahasa dan bicara anak

tunarungu menjadi prioritas utama untuk diatasi dan ditangani karena

bahasa merupakan kunci untuk mendapatkan informasi dan mengatasi

masalah - masalah yang lain. Apabila perkembangan penguasaan

kosakata terganggu, akibatnya kuantitas dan kualitas kosakata yang

dimiliki kurang baik. Oleh karena itu diperlukan adanya pengajaran

(36)

anak tunarungu, salah satunya dengan menggunakan media yang

menarik seperti media rantai huruf. Dengan media ini diharapkan

kosakata yang dimiliki dan dikuasai anak tunarungu meningkat

sehingga dapat mencari dan mengolah informasi yang berguna serta

berkomunikasi dan berinteraksi sosial di lingkungan.

B. Tinjauan tentang Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu

1. Pengertian Kosakata

Kosakata merupakan bagian dari komponen bahasa. Di samping

tata bunyi, tata kalimat, tata makna, kosakata juga memiliki peranan

penting dalam berbahasa. Untuk itu dalam mempelajari bahasa,

seseorang harus menguasai kosakata. Menurut Burhan Nurgiantoro

(2010:338), “kosakata, perbendaharaan kata atau kata yang disebut

juga dengan leksikon adalah kekayaan kata yang dimiliki oleh suatu

bahasa”. Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan Kridalaksana

(1984:98), yang menyatakan bahwa “kosakata sebagai kekayaan kata

yang dimiliki oleh seorang pembaca atau penulis atas suatu bahasa”.

Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kosakata yang dikuasai oleh

seseorang sangat diperlukan untuk membantu dalam berkomunikasi.

Dengan kata lain bahwa bahasa tidak akan ada tanpa kosakata.

Semakin banyak kosakata yang kita miliki, semakin besar pula

(37)

dikatakan menguasai kosakata apabila sudah memiliki kualitas dan

kuantitas kata yang cukup serta mampu berkomunikasi dengan baik.

Dalam mencapai penguasaan bahasa seseorang perlu menguasai

kosakata. Penguasaan kosakata perlu diajarkan secara bertahap kepada

peserta didik termasuk anak tunarungu. Pengajaran ini ditujukan untuk

menambah jumlah kosakata yang dimiliki peserta didik. Menurut

Parwo dalam anis Yunisah (2007:11), “penguasaan kosakata adalah

ukuran pemahaman seseorang terhadap kosakata suatu bahasa dan

kemampuannya menggunakan kosakata tersebut baik secara lisan

maupun tulisan”. Seseorang yang menguasai kosakata menunjukkan

bahwa seseorang tersebut mengenal, paham, dan mampu menggunakan

kosakata itu baik secara lisan maupun tulisan. Tingkat bahasa dan

penguasaan kosakata yang digunakan dalam berkomunikasi akan

mempengaruhi seseorang dalam menyampaikan ide, gagasan,

pikirannya kepada orang lain serta tingkat pemahamannya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

kosakata merupakan kata – kata yang dikuasi seseorang yang memiliki

arti dan makna sehingga dapat dimengerti dan dipahami orang lain.

Penguasaan kosakata sangat penting untuk diajarkan kepada peserta

didik karena dapat membantu mengembangkan kemampuan

berkomunikasi secara lebih baik seperti kemampuan berbicara,

menyimak, menulis dan membaca. Selain itu, dengan menguasai

(38)

secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu kosakata perlu diajarkan

kepada siswa tunarungu agar mereka dapat memahami dan menguasai

kosakata sehingga memungkinkan siswa tunarungu untuk

menggunakannya dalam melakukan komunikasi, memperoleh

informasi dan mengembangkan kemampuannya.

2. Tujuan Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu

Kosakata merupakan komponen dan kunci utama untuk

melakukan komunikasi. Tanpa adanya kosakata maka komunikasi

tidak akan berjalan baik karena tidak ada bahasa di dalamnya. Untuk

melakukan komunikasi yang baik ini maka sangat diperlukan

penguasaan kosakata yang memadai. Subyakto dan Nababan

(1992:124) berpendapat bahwa “bahasa adalah segala bentuk

komunikasi ketika pikiran dan perasaan seseorang disimbolisasikan

supaya dapat menyampaikan arti kepada orang lain”. Dari pendapat ini

jelas bahwa bahasa yang disimbolkan dalam kosakata sangat penting

untuk dikuasai semua orang karena berfungsi untuk menyampaikan

pikiran dan membantu dalam melakukan interaksi sosial,

berkomunikasi dengan baik, serta mengekspresikan dirinya.

Dalam menggunakan dan mempelajari suatu bahasa, kemampuan

seseorang akan sangat dipengaruhi oleh jumlah kosakata yang dimiliki.

Untuk itulah pengajaran kosakata perlu diberikan dengan tujuan untuk

menambah perbendaharaan kata yang dimiliki dan dikuasai peserta

(39)

bahwa “keterampilan berbahasa seseorang meningkat apabila kuantitas

dan kualitas kosakatanya meningkat”. Hal ini menunjukkan bahwa

ketika kemampuan kosakata seseorang meningkat maka dapat

dikatakan kemampuan berbahasanya pun meningkat. Dari pendapat di

atas dapat disimpulkan bahwa tujuan penguasaan kosakata adalah

untuk meningkatkan kemampuan berbahasa sebagai penunjang untuk

melakukan interaksi sosial, komunikasi dan mengekspresikan diri.

3. Tahap Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu

Pada dasarnya setiap manusia akan mengikuti pola perkembangan

bahasa yang sama. Sejak dalam kandungan tak jarang janin diajak

berkomunikasi, mulai dengan cara mengelus, mendengarkan musik,

bahkan sampai diajak berbicara. Dengan cara seperti ini secara tidak

sadar orangtua telah memberikan pengajaran bahasa awal kepada

janinnya. Setelah lahir, bayi juga mendapatkan stimulus dari bahasa -

bahasa yang didengarnya dari lingkungan sekitarnya. Hal ini akan

membantu anak dalam perkembangan alami bahasanya.

Perkembangan bahasa dan penguasaan kosakata anak akan

berkembang baik apabila anak sering dilatih dan mendapatkan

stimulus yang baik pula. Hal ini dikarenakan penguasaan kosakata

bukan proses spontan dan keterampilan yang sederhana. Penguasaan

kosakata dapat dicapai melalui tahapan – tahapan tertentu yang

(40)

berkembang dengan baik dan benar. Keraf (2007:65), menyatakan

bahwa tahapan yang tersebut adalah sebagai berikut:

a. Masa kanak-kanak

Pada masa ini seorang anak dalam menguasai kosakata cenderung ekstensif secara luas tetapi tidak mendalam untuk mengungkapkan gagasan yang konkret. Pada masa ini anak ingin mengetahui kata-kata untuk mengungkapkan segala yang terindera oleh dirinya, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan pokoknya misalnya makan,minum dan sebagainya. b. Masa Remaja

Pada masa ini terjadi proses belajar, karena anak mulai belajar untuk menguasai bahasanya dan memperluas kosakatanya secara sadar. Pada masa ini proses penguasaan kosakata seperti masa kanak-kanak tetapi berlangsung secara bersama-sama dan terus berkembang.

c. Masa Dewasa

Pada masa ini penguasaan kosakata semakin mantap karena seorang anak semakin banyak terlibat dalam komunikasi. Untuk dapat berkomunikasi dalam segala hal, seseorang dituntut menguasai kosakata secara mantap karena segala aktivitas dalam masyarakat harus ditanggapi dengan bahasa.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas disimpulkan bahwa

kosakata yang dikuasai seseorang tergantung dari tingkat keberhasilan

pada setiap tahap perkembangan kosakata yang dilaluinya. Penguasaan

kosakata yang dimiliki akan meningkat apabila anak berhasil melewati

tahapan perkembangan dengan baik dan mendapatkan pengajaran yang

tepat. Pengajaran kosakata yang diberikan dengan sesuai dan baik akan

mempengaruhi kualitas dan kuantitas kosakata yang dimiliki

seseorang. Begitu pula pengajaran kosakata pada anak tunarungu,

apabila diberikan sejak dini mengikuti tahap perkembangan kosakata

maka kuantitas yang dimiliki anak akan lebih banyak dan kualitasnya

(41)

penelitian ini anak tunarungu kelas 2 SD termasuk pada masa kanak –

kanak yang dalam tahap penguasaan kosakatanya sangat membutuhkan

pengajaran kosakata. Penguasaan kosakata yang baik akan sangat

membantu dalam perkembangan bahasa, cara berkomunikasi dan

interaksi sosial anak di tengah masyarakat.

4. Faktor yang Mempengaruhi Penguasaan Kosakata Anak

Tunarungu

Seseorang dapat menguasai bahasa karena ada beberapa faktor

yang mempengaruhinya. Begitu pula dalam mempelajari dan

menguasai kosakata juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut

Edja Sadjaah (2005:140), beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar

perkembangan bahasa, bicara dan kosakata akan berjalan baik, sebagai

berikut:

a. Faktor psikologis – internal : menyangkut aspek intelegensi, minat anak terhadap sesuatu yang dilihat, diraba, dirasakan, diinginkan yang diekspresikan olehnya. Adanya kemampuan meniru, kemampuan berfikir, dan kemampuan emosional terhadap sesuatu di lingkungannya.

b. Faktor fisiologis : menyangkut ketajaman pendengaran (kemampuan memanfaatkan sisa pendengarannya) untuk mengindera bunyi yang disebut bahasa atau kata – kata. Kondisi perangkat alat bicara dan susunan syaraf yang berfungsi baik, mampu mengendalikan otot – otot bicara untuk mengekspresikan tuturan kata dengan baik.

(42)

Menurut Murni Winarsi (2007 : 44), ada dua faktor yang dapat

mengganggu perkembangan bahasa, antara lain “faktor medis yaitu

gangguan akibat fungsi otak atau akibat kelainan alat bicara dan

pendengaran. Faktor sosial yaitu gangguan akibat lingkungan kehiduan

manusia yang tidak alamiah, seperti tersisih atau terisolai dari

lingkungan kehidupan masyarakat yang sewajarnya”. Sedangkan

menurut Dardjowidjojo (2008:258), “ kosakata awal yang diketahui

anak diperoleh dari ujaran di lingkungannya”.

Beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa banyak

hal, faktor, dan berbagai kondisi yang turut mempengaruhi penguasaan

kosakata. Faktor tersebut baik secara internal maupun eksternal

individu. Begitu pula pada anak tunarungu terdapat banyak faktor yang

mempengaruhi kemampuan penguasaan kosakata, seperti organ bicara,

kondisi akibat kelainan fungsi pendengaran, serta lingkungan.

Lingkungan memiliki peranan yang cukup berarti, karena pada

lingkungan tempat anak beradaptasi pemahaman dan penguasaan

kosakatanya berkembang. Selain itu juga harus sesuai dengan

tingkatan umurnya.

5. Ruang Lingkup Kosakata

Kosakata dalam suatu bahasa ada dalam kelompok masyarakat dan

sering digunakan di kehidupan sehari-hari tidak ada yang tetap.

Kosakata akan terus berubah dan berkembang seiring dengan

(43)

menyatakan bahwa “kosakata terdiri dari dua, yaitu kosakata dasar dan

kosakata serapan. Kosakata dasar adalah perbendaharaan kata dasar

sesuatu bahasa, tidak mudah berubah dan sedikit sekali kemungkinan

diambil dari bahasa lain. Kosakata serapan adalah kosakata yang dapat

berubah dan merupakan serapan dari bahasa asing”.

Secara lebih rinci Tarigan (1994:529-533) menyebutkan kosakata

dapat dikategorikan sebagai berikut ini:

a) Kosakata dasar

Kosakata dasar (basic vocabularry) adalah kata-kata yang tidak mudah berubah atau sedikit sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa lain. Di bawah ini yang termasuk ke dalam kosakata dasar yaitu:

1) Istilah kekerabatan, misalnya: ayah, anak, nenek, kakek,

paman, bibi, mertua, dan sebagainya;

2) Nama-nama bagian tubuh, misalnya: kepala, rambut, lidah

dan sebagainya;

3) Kata ganti (diri, petunjuk), misalnya: saya, kamu, dia, kami,

kita, mereka, ini, itu, sana, sini dan sebagainya;

4) Kata bilangan, misalnya: satu, dua, sepuluh, seratus, sejuta,

dan sebagainya;

5) Kata kerja, misalnya: makan, minum, tidur, pergi, dan

sebagainya;

6) Kata keadaan, misalnya: suka, duka, lapar, haus, dan

sebagainya;

7) Kosakata benda, misalnya: tanah, udara, air, binatang,

matahari, dan sebagainya. b) Kosakata aktif dan kosakata pasif

Kosakata aktif ialah kosakata yang sering dipakai dalam berbicara atau menulis, sedangkan kosakata pasif ialah kosakata yang jarang bahkan tidak pernah dipakai, tetapi biasanya digunakan dalam istilah puitisasi. Sebagai contoh dapat tergambar dalam tabel di bawah ini.

KOSAKATA AKTIF DAN PASIF

Kosakata Aktif Kosakata Pasif

(44)

(zaman) dahulu dsb.

Bahari dsb. c) Bentukan kosakata baru

Kosakata baru ini muncul disebabkan adanya sumber dalam dan sumber luar bahasa. Sumber dalam diartikan sebagai kosakata swadaya bahasa Indonesia sendiri, sedangkan sumber luar merupakan sumber yang berasal dari kata-kata bahasa lain. Kosakata sumber luar ini meliputi pungutan dari bahasa daerah ataupun juga bahasa asing.

d) Kosakata umum dan khusus

Kosakata umum adalah kosakata yang sudah meluas ruang lingkup pemakaiannya dan dapat menaungi berbagai hal, sedangkan kosakata khusus adalah kata tertentu, sempit, dan terbatas dalam pemakaiannya.

e) Makna denotasi dan konotasi

Makna denotasi yaitu kata atau kelompok kata yang didasarkan pada penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu, sifatnya objektif. Makna denotasi ini biasa disebut juga dengan makna sebenarnya; makna yang mengacu pada suatu referen tanpa ada makna embel-embel lain; bukan juga makna kiasan atau perumpamaan. Makna denotasi ini tidak menimbulkan interpretasi dari pendengar atau pembaca.

Makna konotasi adalah makna yang timbul dari pendengar atau pembaca dalam menstimuli atau meresponnya. Dalam merespon ini terkandung emosional dan evaluatif yang mengakibatkan munculnya nilai rasa terhadap penggunaan atau pemakaian bahasa atau kata-kata tersebut. Dalam pembagiannya, makna konotasi ini terbagi menjadi konotasi positif dan konotasi negatif. Konotasi positif yaitu konotasi yang mengandung nilai ras tinggi, baik, halus, sopan dan sebagainya. Misalnya: suami isteri, jenazah, nenek dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud konotasi negatif adalah konotasi yang mengandung nilai rasa rendah, jelek, kasar, kotor, porno, dan sebagainya. Misal: laki bini, buruh, mayat, bunting, udik, dan sebagainya.

f) Kata tugas

Kata tugas dapat bermakna apabila dirangkaikan dengan kata lain. Kata tugas ini hanya memiliki arti gramatikal seperti ke, karena, dan, dari, dan sebagainya.

g) Kata benda (nomina)

(45)

„bukan‟. Sedangkan dari segi bentuk morfologinya, kata benda terdiri atas nomina bentuk dasar dan nomina turunan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

kosakata memiliki ruang lingkup yang bermacam – macam dan ada

yang berubah seiring perkembangan zaman. Kosakata yang dikuasai

manusia tergantung pada perkembangan bahasanya dan stimulasi yang

didapatnya. Seperti itu pula yang terjadi pada siswa tunarungu.

Kosakata yang dikuasai tergantung pada stimu

6. Ruang Lingkup Kosakata Benda

Kosakata terdiri dari bermacam – macam jenis, salah satunya yaitu

kosakata benda. Menurut Teguh Bharata Adji (2004:14) “kata benda

atau nomina didefinisikan dengan nama dari semua benda dan segala

yang dibendakan”. Abdul Chaer (2006: 87-88), mengatakan bahwa

kata benda ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:

a. Kata benda yang jumlahnya dapat dihitung, seperti kata-kata yang menyatakan: orang (termasuk kata yang menyatakan nama diri, nama kekerabatan, nama pangkat, jabatan atau pekerjaan, atau nama gelar), menyatakan hewan, tumbuhan, alat, pekakas atau perabot, benda alam, hal atau proses, dan yang menyatakan hasil (seperti jawatan atau karangan).

b. Kata benda yang jumlahnya tidak terhitung. Untuk dapat dihitung di depan kata benda itu harus diletakkan kata keterangan ukuran satuan seperti: gram, ton,cm, km, persegi, hectare, liter atau kubik. Kata benda ini termasuk kata-kata yang menyatakan bahan dan zat.

c. Kata benda yang menyatakan nama khas. Di muka kata benda ini tidak dapat diletakkan kata bilangan, seperti: Jakarta, Bali, Eropa atau Galunggung.

Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa kosakata benda

(46)

Pemilihan jenis kosakata yang tepat sangat diperlukan dalam

pembelajaran, terutama bagi anak tunarungu. Ruang lingkup kosakata

yang dikembangkan dalam penelitian ini sesuai dengan isi standar

kompetensi pada kurikulum yang digunakan sekolah di kelas rendah

yaitu pada penguasaaan kosakata benda karena kosakata benda dirasa

tepat bagi anak tunarungu kelas 2 usia kanak – kanak yang masih

memiliki kosakata yang sedikit dan kosakata yang diajarkan harus

berdasarkan yang ada di lingkungan sehingga anak mudah menemui

bentuk konkritnya. Dengan begitu akan semakin mudah bagi anak

untuk belajar dan menguasai kosakata benda. Fokus kosakata yang

dikenalkan meliputi hewan, alat rumah tangga dan buah - buahan.

Kata-kata yang dikenalkan adalah kata-kata ringan yang mudah

dimengerti anak, serta mudah ditemui bentuk konkretnya.

C. Tinjauan tentang Media Pengajaran

1. Pengertian Media Pengajaran

Dalam proses belajar mengajar pendidik menggunakan alat bantu

dalam mengajar yang disebut media. Media merupakan bagian dalam

proses belajar mengajar yang bertujuan membantu pendidik untuk

mencapai tujuan pembelajaran di dalam kelas. Arief S. Sadiman, dkk.

(2011:14), mengatakan bahwa “media pendidikan sebagai salah satu

sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan sehingga membantu

(47)

minat, intelegensi, keterbatasan gaya indera, cacat tubuh, atau

hambatan jarak geografis dan waktu”. Dari pengertian ini, dapat

diartikan bahwa alat dan lingkungan sebagai sumber belajar yang

membawa, menyalurkan dan menyampaikan maksud dari pesan

pembelajaran serta mengatasi hambatan belajar disebut media

pembelajaran.

Menurut Azhar Arsyad (2006:6–7), ciri – ciri umum yang

terkandung dalam batasan media, yaitu:

a. Media pendidikan memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu sesuatu yang dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan pancaindera. b. Media pendidikan memiliki pengertian non fisik yang dikenal

sebagai software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa.

c. Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio. d. Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses

belajar baik di dalam maupun di luar kelas.

e. Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.

f. Media pendidikan dapat digunakan secara massal, kelompok besar maupun kelompok kecil.

g. Sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.

Beberapa pengertian para ahli di atas disimpulkan bahwa media

pendidikan yaitu segala sesuatu yang menjadi sarana komunikasi

dalam proses belajar mengajar, baik perangkat keras maupun

perangkat lunak untuk membantu proses dan hasil pembelajaran

secara lebih efektif dan efisien. Selain itu juga membantu mengatasi

keterbatasan dalam belajar agar mencapai tujuan pembelajaran

(48)

2. Manfaat Media Pengajaran

Media pengajaran merupakan salah satu unsur yang penting di

dalam proses belajar mengajar. Fungsi utama media pengajaran yaitu

sebagai alat bantu mengajar untuk keefektifan proses pembelajaran dan

turut mempengaruhi lingkungan serta kondisi yang diciptakan oleh

guru. Azhar Arsyad (2006:26–27), menyebutkan berbagai manfaat

praktis dari penggunaan media pembelajaran di dalam proses belajar

mengajar, sebagai berikut:

a. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar da meningkatkan proses dan hasil belajar.

b. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannyam dan memungkinkan siswa untuk belajar sendiri – sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya. c. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera,

ruang, dan waktu.

d. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa – peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misal melalui karyawisata, dan kunjungan.

Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2010:2), manfaat media

pengajaran dalam proses belajar siswa, yaitu :

a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar

b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik

(49)

d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain – lain.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat media

pengajaran adalah sebagai alat bantu penunjang metode pengajaran

guru dalam proses belajar mengajar. Dengan penggunaan media

pengajaran yang tepat dapat mempertinggi kualitas proses belajar

mengajar yang akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hasil belajar

siswa. Selain itu juga dapat meningkatkan kualitas interaksi guru -

siswa, serta siswa – lingkungan belajarnya.

3. Jenis Media Pengajaran

Media pengajaran yang ada saat ini sangat bermacam – macam,

sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Seiring perkembangan

teknologi, perkembangan media pengajaran juga semakin baik dan

banyak jenisnya. Menurut Azhar Arsyad (2006:29–33), ada empat

kelompok media pembelajaran, yaitu:

a. Media hasil teknologi cetak, yaitu cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi dalam bentuk salinan cetak, seperti buku, grafik, foto, atau representtif fotografik.

b. Media hasil teknologi audio – visual, yaitu cara dan penyampaian materi dengan menggunakan mesin – mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan – pesan audio – visual. Media ini menggunakan perangkat keras seperti proyektor film, tape recorder dan proyektor visual yang lebar. c. Media hasil teknologi yang berdasarkan komputer, yaitu cara

menghasilkan atau menyampaikan materi dengan

(50)

d. Media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer, yaitu cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi dengan menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh komputer.

Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2002:3–4), menyatakan bahwa ada

empat jenis media yang dapat digunakan dalam proses pengajaran,

yaitu :

a. Pertama, media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik, dan lain – lain. Media grafis sering juga disebut media dua dimensi yaitu media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar.

b. Kedua, media tiga dimensi yaitu dalam bentuk model seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama dan lain – lain.

c. Ketiga, media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP dan lain – lain.

d. Keempat, penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.

Beberapa media di atas tidak hanya dapat dilihat dari kecanggihan

alatnya saja, tetapi penggunaan yang sesuai dengan fungsi serta dapat

membantu mencapai tujuan dalam proses pembelajaran. Semua

tergantung dengan tujuan, bahan ajar, kondisi siswa dan cara

penggunaan yang tepat. Berdasarkan penjelasan di atas dapat

disimpulkan bahwa anak tunarungu membutuhkan jenis media

pengajaran yang tepat dan dapat menyampaikan informasi secara

visual. Hal ini dikarenakan adanya kehilangan fungsi pendengaran

yang membuat anak tunarungu memanfaatkan fungsi penglihatannya

untuk mencari, mendapatkan dan mengolah informasi di

lingkungannya tersebut. Media pengajaran yang dipilih dapat

(51)

dikombinasikan dengan cara permainan yang dapat melibatkan anak

secara aktif di dalam pembelajaran.

4. Kriteria Memilih Media Pengajaran

Sebelum menggunakan media sebagai alat bantu dalam proses

mengajar, guru harus memiliki pemahaman tentang media yang dapat

mempertinggi kualitas pengajaran. Untuk mencapai kepentingan

pengajaran itu sebaiknya guru dapat memilih media yang tepat dengan

memperhatikan beberapat kriteria. Menurut Nana Sudjana dan Ahmad

Rivai (2002:4–5), kriteria itu adalah sebagai berikut :

a. Ketepatan dengan tujuan pengajaran

Media pengajaran yang dipilih atas dasar tujuan – tujuan instruksional yang telah ditetapkan.

b. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran

Bahan ajar yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami siswa.

c. Kemudahan memperoleh media

Media yang diperlukan mudah diperoleh, setidak – tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar. Media grafis umumnya dapat dibuat guru tanpa biaya yang mahal, di samping sederhana dan praktis penggunaannya.

d. Keterampilan guru dalam menggunakannya

Apa pun jenis medianya yang paling penting adalah kemampuan guru yang dapat menggunakannya dalam proses pengajaran untuk mempertinggi kualitas pengajaran.

e. Tersedia waktu untuk menggunakannya

Media yang digunakan dapat bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung

f. Sesuai dengan taraf berpikir siswa

Media yang digunakan untuk pendidikan dan pengajaran harus sesuai dengan taraf berpikir siswa sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh para siswa.

Azhar Arsyad (2006:72–73) memberikan pendapat mengenai

(52)

dipertimbangkan dalam pemilihan media yaitu seperti motivasi,

perbedaan individual, tujuan pembelajaran, organisasi isi, persiapan

sebelum belajar, emosi, partisipasi, umpan balik, penguatan

(reinforcement), latihan dan penguatan, serta penerapan”. Pemilihan

media perlu memperhatikan berbagai hal agar dapat sesuai, tepat dan

mencapai tujuan dalam pengajaran. Media merupakan alat bantu atau

pelengkap yang digunakan untuk mempertinggi kualitas belajar

mengajar. Jika penggunaan media pengajaran tidak mempengaruhi

proses dan kualitas pengajaran maka sebaiknya guru tidak

memaksakan penggunaannya dan mencari usaha lain di luar media

pengajaran. Untuk itu pemilihan media yang tepat sangat diperlukan

agar dalam proses belajar mengajar berjalan lancar dan mencapai

tujuan yang diinginkan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa media

pengajaran yang dipilih harus tepat dan sesuai dengan tujuan

pengajaran, mudah diperoleh, hemat, sesuai dengan taraf berpikir

siswa, guru memiliki keterampilan dalam menggunakannya serta

bermanfaat bagi siswa selama pembelajaran. Hal ini juga yang menjadi

landasan dalam memilih media pengajaran bagi anak tunarungu.

Pemilihan media juga disesuaikan dengan karakteristik, kebutuhan,

gaya belajar dan usia siswa tunarungu. Media rantai huruf merupakan

salah satu media yang dapat dipilih untuk anak tunarungu karena

(53)

juga menerapkan gambar sebagai alat bantu dikarenakan anak

tunarungu akan lebih mudah mendapatkan dan memahami informasi

yang diberikan melalui bentuk visualisasi.

D. Tinjauan tentang Media Rantai Huruf

1. Pengertian Media Rantai Huruf

Salah satu jenis media yang banyak digunakan dalam kegiatan

proses belajar mengajar adalah media dalam bentuk permainan.

Permainan merupakan aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan

tertentu dengan cara yang menyenangkan. Menurut Latuheru (dalam

penelitian Wahyuni Imastuti, 2012:37) menyatakan bahwa “permainan

dalam proses pembelajaran bahasa dapat digunakan untuk

mengembangkan keterampilan membaca, ejaan, tatabahasa,

phonics,perbendaharaan kata dan menulis”. Dalam hal ini permainan

merupakan hal yang wajar untuk diterapkan dalam proses belajar

mengajar, karena sebagai imbalan kepada siswa terhadap rasa jenuh

akibat berada terus – menerus di dalam lingkup kelas.

Media permainan yang digunakan untuk mengembangkan

kemampuan bahasa disebut media permainan bahasa. Terdapat

berbagai macam jenis media permainan bahasa seperti yang

dikemukan oleh Soeparno (dalam penelitian Wahyuni Imastuti,

2012:38), sebagai berikut:

(54)

dan mencocokkan gambar, melatih keterampilan menyimak (3) sambung suku, rantai kata, silang datar, teka - teki silang,

scramble, piramida kata, berburu kata, kategori bingo, bermain sajak dan menerka kode, melatih penguasaan kosakata (4) rantai huruf dan scrable, melatih penguasaan kosakata dan ejaan (5) spelling bee, melatih keterampilan berbicara dan ejaan (6) dua puluh pertanyaan, melatih keterampilan berbicara dan berpikir secara sintesis dan analisis (7) resep gotong royong, melatih ejaan dan menyusun kalimat (8) mengarang bersama, melatih keterampilan menulis dan berbicara (9) kontes ucapan, melatih pronounciation (10) ambil – ambilan dan menyebut gambar, mlatih keterampilan berbicara (11) membaca instruksi, melatih keterampilan membaca (12) menebak teka – teki, melatih keterampilan berbicara dan mengembangkan fantasi peserta didik.

Menurut Suparno (1980:67) mengemukakan bahwa media rantai

huruf adalah media yang berupa permainan dengan cara

menyambungkan huruf terakhir pada suatu kata untuk membentuk kata

yang baru. Konsepnya hampir sama seperti rantai kata, hanya saja

yang disambung itu huruf bukan kata atau suku kata. Dari penjelasan

di atas sudah jelas bahwa media rantai huruf merupakan bagian dari

jenis permainan bahasa berupa pembentukan kata baru dengan

menggunakan huruf terakhir pada kata sebelumnya. Media rantai

huruf dapat membantu meningkatkan kemampuan kosakata dan ejaan.

2. Kelebihan Media Rantai Huruf

Dalam proses pembelajaran setiap metode atau media yang

digunakan pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Semuanya

tergantung cara penerapan dan kondisi siswa. Begitu pula dengan

media rantai huruf yang merupakan salah satu bentuk permainan

(55)

permainan, menurut Sharon E.Smaldin, Deborah L.Lowther dan James

D. Russell (2011:39–40) sebagai berikut :

a. para siswa terlibat dengan cepat dalam belajar melalui permaian.

b. permainan dapat disederhanakan agar sesuai dengan tujuan belajar

c. Permainan dapat digunakan dalam berbagai suasan

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir
Gambar 2. Model Desain Kemmis dan Mc Taggart.
Tabel 1 Kegiatan Rencana Penelitian Berlangsung
Tabel 3. Kriteria Penilaian Tes Penguasaan Kosakata
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari identifikasi masalah, maka pada penelitian kali ini hanya membatasi pada masalah media cermin artikulasi yang digunakan dalam proses BKPBI tidak dapat