• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Elastik Balok Berlubang Empat Persegi Panjang Pada Joint Balok Kolom Eksterior Akibat Beban Gempa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Respon Elastik Balok Berlubang Empat Persegi Panjang Pada Joint Balok Kolom Eksterior Akibat Beban Gempa"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 Pada Joint Balok Kolom Eksterior Akibat Beban Gempa

Ridwan

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik UNRI, Pekanbaru, 28293 e-mail : ridwan@unri.ac.id

Abstract

Structural engineers are frequently confronted with the problem of providing passage for utility ducts and pipes to accommodate essential services such as plumbing, heating, air-conditioning, telephones and electricity. There is a growing trend in constructing high-rise building by passing services ducts through openings in the floor beams. However, openings in the web of a reinforced concrete beam induces high stress concentration at the corner of the opening, reduces beam stiffness and alters beam behavior to a more complex one. Therefore, the effects of an opening on service load behaviour of the beam must be properly accounted for in design.Three exterior reinforced concrete beam-column joints were constructed and tested. All specimens had 275 mm x 275 mm square columns with a total height of 2 m. The main beam had a 175 x 325 mm cross section and extended 1.5 m from the inner face of the column. The slab was 60 mm thick and 945 mm wide. The column-to-beam flexural strength ratio, Mn,k/Mn,b, was approximately 1.3 (greater than 1.2). An axial compressive

load equal to 0.15f’cAg was applied to the column prior to the application of cyclic lateral load, and the cyclic lateral load was applied pseudo-statically using a collar located at the end of the beam. Results of the tests show that the predominant modes of failure occur in 2D from the inner face of the column. The presence of web openings will not push the failure away from plastic hinge. Maximum degradation of the first crack load subjected to negative moment is 13.48% and maximum degradation of the first crack load subjected to positive moment is 37.6% compared to the referenced specimen.

(2)

PENDAHULUAN

Para perencana struktur sering menghadapi masalah dalam menyediakan tempat untuk saluran utilitas guna menempatkan pipa-pipa air, pemanas ruangan, duct AC, saluran telepon dan kelistrikan. Biasanya duct AC, pipa-pipa dan peralatan elektrikal ditempatkan pada bagian langit-langit di bawah balok. Akan tetapi, penempatan utilitas ini akan menimbulkan masalah, seperti berkurangnya tinggi bebas ruangan. Solusi yang ditawarkan adalah menempatkan duct

AC dan pipa-pipa melalui lubang (openings) yang dibuat menembus bagian badan balok.

Penempatan utilitas-utilitas ini ke dalam lubang pada balok akan mengurangi tinggi lantai bangunan dan hasilnya memberikan pengaruh yang sangat berarti dalam pemanfaatan ruang sehingga membuat bangunan lebih kompak dan ekonomis.

Namun demikian, penempatan lubang pada bagian badan balok beton bertulang akan menimbulkan konsentrasi tegangan pada tepi lubang, mengurangi kekakuan balok dan menyebabkan respon struktur menjadi lebih rumit. Pengaruh lubang akan semakin kompleks apabila bangunan tersebut terletak pada daerah beresiko gempa tinggi. Oleh karena itu, pengaruh lubang terhadap perilaku beban layan balok harus diperhitungkan dalam perancangan. Meskipun peraturan beton SNI-03-2847-2002 membolehkan untuk menempatkan saluran, pipa, dan selubung yang terbuat dari material yang tidak berbahaya bagi beton, namun peraturan tersebut belum secara khusus menjelaskan detail perancangannya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap perilaku dan kekuatan balok berlubang, maka Tan dan Mansur (1996) mengusulkan persyaratan sebagai berikut (Gambar 1).

1. Untuk balok T, lubang sebaiknya ditempatkan langsung di bawah plat untuk kemudahan pelaksanaan. Elemen yang mengalami tekan juga harus memiliki luasan dan tinggi yang cukup untuk pemasangan tulangan geser.

2. Lubang sebaiknya tidak boleh ditempatkan kurang dari ½D (D=tinggi total balok) dari tumpuan dan tidak boleh kurang dari ½D dari beban titik untuk menghindari kerusakan geser.

3. Tinggi total lubang maksimum dibatasi sampai dengan ½D.

4. Panjang lubang harus dibatasi untuk memberikan kestabilan kepada elemen-elemen lubang khususnya pada bagian yang terkena beban desak dan untuk menghindari defleksi yang berlebihan.

(3)

Gambar 1 Posisi lubang dari tumpuan dan beban titik P

BAHAN DAN METODE

1. Bahan Penelitian dan Benda Uji

Beton ready mix yang digunakan dalam penelitian ini memiliki mutu 22,64 MPa dengan perbandingan bahan semen : pasir : kerikil = 1 : 1,45 : 2,44 dan faktor air semen 0,50.

Tabel 1 Detail benda uji Nama benda uji PuD (KN) Beban aksial (KN) lo (mm) do (mm) Db (mm) S (mm) so (mm) Tul. diag. BCJ-TL 28,5 250 - - - φ5,5-100 - - BCJ-LK1 28,5 250 200 100 165 φ5,5-100 φ6-50 3φ9,72 BCJ-LK2 28,5 250 400 100 165 φ5,5-100 φ6-50 3φ9,72

Dalam penelitian ini dibuat tiga buah benda uji joint balok kolom. Untuk menjamin mode keruntuhan yang terjadi adalah kolom kuat balok lemah (strong column weak beam), maka rasio kuat lentur kolom terhadap balok, Mn,k/Mn,b, minimal 1,2 dan tegangan geser joint

minimal 1,0√fc’ MPa. Rasio kuat lentur kolom terhadap balok benda uji adalah 1,3 dan

tegangan geser joint benda uji adalah 1,712 MPa. Kolom memiliki penampang persegi empat dengan dimensi 275 mm x 275 mm dan tinggi 2000 mm. Balok memiliki penampang T ukuran 175 mm x 325 mm dan panjang 1500 mm, tebal bagian plat 60 mm dan lebar efektif 945 mm. Untuk tulangan longitudinal atas dan bawah balok masing-masing digunakan 4 buah tulangan ∅9,72 mm, sementara untuk kolom digunakan 12 buah tulangan ∅10,49 mm yang disebar simetris pada penampang kolom (As = 1,37% Ag). Lubang ditempatkan pada jarak 650 mm dari muka kolom. Ukuran dan detail penulangan benda uji dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 2 berikut.

A

A

Beban titik, P

D

≥½ D ≥½ D ≥½ D Beban terbagi merata, w

≤ ½ D β c

Potongan A - A Lubang persegi panjang

Tinggi blok tekan beton akibat lentur β c

(4)

a) Detail penulangan benda uji BCJ - TL

b) c)

Gambar 2 Benda uji dan detail penulangan, ukuran dalam mm

60 175 945 325 4φ 9,72 4φ 9,72 φ 5,5 -100 275 275 12φ10,49 1350 2000 φ5,5-120 φ5,5-120 5 φ 5,5 beton fc′ = 22,64 Mpa φ10,49 fy = 368,72 MPa φ 9,72 fy = 410,40 MPa φ 5,5 fy = 314,03 MPa 275 2000 275 12φ10,49 1350 φ5,5-120 φ5,5-120 A A 5 φ 5,5 lo so s 60 175 945 325 4φ9,72 4φ9,72 Potongan A-A φ5,5 -100 do Db 650 tulangan diagonal 275 2000 275 12φ10,49 1350 φ5,5-120 φ5,5-120 A A 5 φ 5,5 lo so s 60 175 945 325 4φ9,72 4φ9,72 Potongan A-A φ5,5 -100 do Db 650 tulangan diagonal

(5)

2. Metode Pelaksanaan Penelitian dan Prosedur Pengujian

Pengukuran yang dilakukan pada benda uji berupa pengukuran defleksi balok, pengukuran regangan tulangan dan pencatatan pola retak yang terjadi pada setiap tahap pembeban. Untuk mengukur defleksi dipasang 3 buah LVDT . Setting up dan peralatan yang digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada Gambar 3.

Beban aksial tetap sebesar 250 KN (0,15fc’Ag) diberikan lebih dulu sebelum beban

siklik pada balok bekerja. Setelah itu beban siklik yang bekerja pada balok disimulasikan menggunakan hydraulic actuator. Pengujian siklik dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama pengujian menggunakan load controlled. Pengamatan defleksi dilakukan tiap kelipatan beban 2,5 kN, dengan beban puncak siklus pertama sebesar 2,5 kN (beban puncak siklus kedua 5 kN, beban puncak siklus ketiga 7,5 kN dan seterusnya) sampai diperoleh beban leleh. Setelah displacement yield diperoleh baik untuk beban positif maupun beban negatif maka tahap load controlled dihentikan.

Gambar 3 Tampak depan setting up pengujian laboratorium

Tahap displacement controlled dimulai dengan menentukan besarnya kelipatan dari

displacement yield yang disebut displacement ductility factor (µ = ∆/∆y). Displacement

ductility factor yang diterapkan berurutan dari µ = 0,25; 0,5; 0,75; 1,0 dan seterusnya

(6)

Gambar 4 Pola riwayat pembebanan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pola Retak

Retak yang terjadi pada benda uji berupa retak lentur dalam dua arah yang terjadi pada ke dua sisi di mana arah beban bekerja. Peningkatan beban yang bekerja pada balok dapat menimbulkan retak baru atau dapat memperpanjang dan memperlebar retak yang sudah terjadi sebelumnya. Detail pola retak benda uji BCJ-TL tiap siklus pembebanan ditampilkan Gambar 5. Retak pertama (first crack) benda uji BCJ-TL akibat momen positif (kondisi balok tertarik) terjadi pada siklus ke-8 saat beban -20 kN pada jarak 55 cm dari muka kolom, sementara retak pertama (first crack) akibat momen negatif (kondisi balok tertekan) terjadi pada siklus ke-9 saat beban 25 kN, dan retak miring pertama terjadi saat beban -25 kN dan 32,85 kN.

Load controlled Displacement controlled P

µ

(7)

a Tampak samping kiri b Tampak samping kanan

c Tampak belakang d Tampak depan

Gambar 5. Pola Retak benda uji BJC-TL

Detail pola retak benda uji BCJ-LK1 tiap siklus pembebanan ditampilkan Gambar 6. Pada benda uji BCJ-LK1, retak pertama akibat momen positif terjadi pada siklus ke-6 saat beban -15 kN pada jarak 10, 21, 26, 28 dan 61 cm dari muka kolom sepanjang ± 18 cm dari dasar balok, sementara retak pertama akibat momen negatif terjadi pada siklus ke-8 saat beban 21,63 kN. Retak miring pertama terjadi pada siklus ke-9 beban -25 kN dan siklus ke-3

displacement controlled beban 35,42 kN. Retak yang terjadi pada daerah lubang terjadi pada

siklus ke-8 saat beban lentur -20 kN. Retak ini terjadi pada jarak 75 cm dari muka muka kolom (di tengah-tengah lubang). Retak ini memanjang sampai ± 9 cm dari dasar balok. Siklus pembebanan berikutnya mengakibatkan retak ini memanjang sampai ke tepi lubang

18 c 2 3 4 6 7 10 10 i e d 11 21 16 15 i j 13 8 10 8 11 7 8 j d 11 12 12 13 14 g h 12 13 19 20 21 j Retak pertama akibat momen positif 20 5 4 1 9 11 6 11 2 17 18 d 11 7 6 7 8 10 12 12 8 10 10 j d j S10/-41.20 10 12 12 12 21 j i Retak pertama akibat momen positif Retak pertama akibat momen negatif Retak diagonal pertama akibat momen positif Retak diagonal pertama akibat momen negatif 13 10 6 8 11 11 20 12 21 14 a i i j 9 15 21 f 18 k 14 14 20 8 13 b 10 17 15 14 b b Retak pertama akibat momen positif

(8)

(beban -29,8 kN). Retak geser pertama pada lubang terjadi pada siklus ke-3 saat beban -17,50 kN dan untuk beban positif terjadi pada beban 27,86 kN.

a Tampak samping kiri b Tampak samping kanan

c Tampak belakang d Tampak depan

Gambar 6. Pola Retak benda uji BJC-LK1

Detail pola retak benda uji BCJ-LK2 tiap siklus pembebanan ditampilkan Gambar 7. Pada benda uji BCJ-LK2, retak pertama akibat momen positif terjadi pada siklus ke-6 saat beban -12,48 kN, sementara retak pertama akibat momen negatif terjadi pada siklus ke-9 saat beban 21,8 kN. j j 1 4 c n 1 g 2 j 2 1 4 7 8 f 2 e g c e 1 2 7 a i 4 2 20 0 m m 65 0 mm Retak pertama akibat momen positif Retak pertama pada lubang akibat momen positif l 2 1 k k 9 1 2 h k 9 9 2 e 2 9 c 9 k 4 9 2 20 0 m m 2 D = 65 0 mm Retak pertama akibat momen positif Retak pertama pada lubang akibat momen positif 2 1 i k f k k a 1 1 n b 1 2 m 2 2 a 2 9 2 1 1 b f f 7 4 9 9 h b 3 c 6 e c c c d e l 5 3 6 l f 6 h e c e d Retak pertama akibat momen positif

(9)

a Tampak samping kiri b Tampak samping kanan

c Tampak belakang d Tampak depan

Gambar 7. Pola Retak benda uji BJC-LK2 2. Beban Retak

Beban retak pertama (first crack) untuk rusak lentur dan rusak geser pada setiap benda uji dapat ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Beban retak pertama hasil pengujian laboratorium

Benda uji

Beban retak pertama, kN

Akibat momen negatif Akibat momen positif Lentur Geser Lentur Geser BCJ-TL 25,00 32,85 -20,00 -25,00 BCJ-LK1 21,63 35,42 -15,00 -25,00 BCJ-LK2 21,80 39,85 -12,48 -22,50 e d 4 4 1 a 3 4 6 h 6 8 b c g c g 4 b 5 10 2 6 8 a g a a 4 4 00 m m 65 0 mm Retak pertama akibat momen positif j i f 6 h a 4 4 1 i 4 6 b c 11 4 a 6 a c 5 9 c b 6 4 a 4 6 a a a a i a a 4 g 4 00 m m 2 D = 65 0 mm 6 d 6 1 1 3 8 i 2 3 4 e b b 4 2 a f 4 6 8 a a 7 h 10 11 c g j 9 c c c j j g c g c 10 c 11 7 11 11 c c Retak pertama akibat momen negatif Retak pertama akibat momen positif Retak pertama akibat momen positif Retak pertama akibat momen negatif

(10)

Beban retak awal akibat momen positif benda uji BCJ-TL sebesar -20 kN terjadi pada kondisi balok mengalami tarik dan plat mengalami tekan dengan retakan di bagian permukaan bawah balok, sedangkan beban retak awal akibat momen negatif sebesar 25 kN terjadi pada kondisi balok mengalami tekan dan plat mengalami tarik dengan retakan pada bagian atas plat. Pola retak yang terjadi pada retak pertama untuk benda uji BCJ-TL berupa retak lentur dengan arah tegak lurus sumbu utama balok pada permukaan bagian bawah balok dan permukaan atas plat.

25.00 21.80 21.63 20.00 15.00 12.48 10.00 15.00 20.00 25.00 BCJ-TL BCJ-LK1 BCJ-LK2 Benda Uji B eban r et ak (kN ) Momen Negatif Momen Positif

Gambar 8. Beban retak pertama hasil uji laboratorium

Gambar 8 memperlihatkan kapasitas beban retak pertama dan beban maksimum yang diperoleh dari hasil pengujian laboratorium. Penurunan beban retak pertama akibat momen positif untuk masing-masing benda uji BCJ-LK1 dan BCJ-LK2 berturut-turut adalah sebesar 25% dan 37,6% dari beban retak pada benda uji BCJ-TL. Sementara beban retak pertama akibat momen negatif untuk masing-masing benda uji terjadi penurunan 13,48% dan 12,8% terhadap beban retak pada benda uji BCJ-TL. Dari hasil tersebut terlihat bahwa semakin besar pengurangan luasan balok dalam arah memanjang, semakin besar pula penurunan kapasitas beban retak awal akibat momen positif. Hal serupa tidak terjadi pada momen negatif, ini disebabkan oleh adanya efek pengekangan dari plat dan pengaruh plat dalam menahan gaya tarik yang dalam penelitian ini tidak diamati.

(11)

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Keruntuhan terjadi di daerah balok dan tidak di daerah kolom, hal ini sesuai dengan asumsi desain semula yang menginginkan terjadinya mekanisme kolom kuat balok lemah. 2. Pembuatan lubang tidak menyebabkan kerusakan terjadi pada daerah lubang tersebut.

Dengan pendetailan tulangan yang ada, terlihat juga tidak terjadi retak oleh konsentrasi tegangan akibat beban kerja, dan retak yang terjadi pada daerah lubang masih berupa retak akibat beban lentur.

3. Penurunan beban retak awal akibat momen positif untuk masing-masing benda uji BCJ-LK1 dan BCJ-LK2 berturut-turut adalah sebesar 25% dan 37,6% dari beban retak pada benda uji BCJ-TL. Sementara beban retak awal akibat momen negatif untuk masing-masing benda uji terjadi penurunan 13,48% dan 12,8% terhadap beban retak pada benda uji BCJ-TL.

SARAN

1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk menyelidiki pengaruh pengurangan luasan lubang dalam arah memanjang balok guna mengetahui efek nonlinear geometri terhadap perilaku balok.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

ACI Committee 318, 2002, Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-02) and Commentary (ACI 318R-02), Farmington Hills, Mich., American Concrete Institute.

ACI Committee 352, 1991, Recommendations for Design of Beam-Column Joints in Monolithic Reinforced Concrete Structures (ACI 352R-91), Farmington Hills, Mich., American Concrete Institute.

Badan Standardisasi Nasional, 2002, SNI 03-2002 - Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.

Di Franco, M. A., Mitchell, D., and Paultre, P., 1995, Role of Spandrel Beams on Response of Slab-Beam-Column Connections, Journal of Structural Engineering, Vol. 121 No. 3, March, pp. 408-419.

Dipohusodo, I., 1996, Struktur Beton Bertulang : Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03 Departemen Pekerjaan Umum RI, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Ehsani, M. R., Wight, J. K., 1985, Effect of Transverse Beams and Slab on Behavior of Reinforced Concrete Beam-to-Column Connections, ACI Journal, March-April, pp. 188-195.

Ehsani, M. R., Wight, J. K., 1985, Exterior Reinforced Concrete Beam-to-Column Connections Subjected to Earthquake-Type Loading, ACI Journal, July-August, pp. 492-498.

Mansur, M. A., Huang, L. M., Tan, K. H., and Lee, S. L., 1992, Deflection of Reinforced Concrete Beams with Web Openings, ACI Structural Journal, V.89, No. 4, July-August, pp. 391-397.

Mansur, M. A.,Tan, K. H., and Lee, S. L., 1985, Design Method for Reinforced Concrete Beams with Large Web Openings, ACI Structural Journal, V. 82, No. 4, July-August, pp. 517-524.

Nawy, E. G., 1995, Reinforced Concrete – A Fundamental Approach, 3rd edition, Prentice Hall, New Jersey.

Park, R., & Paulay, T., 1975, Reinforced Concrete Structures, John Wiley & Sons. Inc., New York.

Pool, R. B., and Lopes, R., 1986, Cyclically Loaded Concrete Beams with Openings, ACI Journal, V. 83, September – October, pp. 757-763.

Suhendro, B., 2000, Teori Model Struktur dan Teknik Eksperimental, Beta Offset, Yogyakarta.

Tan, K. H., and Mansur, M. A., 1996, Design Procedure for Reinforced Concrete Beams with Large Web Openings, ACI Structural Journal, V. 93, No. 4, July-August, pp. 404-411.

Gambar

Gambar 1  Posisi lubang dari tumpuan dan beban titik  P
Gambar 2  Benda uji dan detail penulangan, ukuran dalam mm
Gambar 3  Tampak depan setting up pengujian laboratorium
Gambar 4  Pola riwayat pembebanan
+5

Referensi

Dokumen terkait